Anda di halaman 1dari 55

BAB 7

ASET &
KEWAJIBAN
1.1 Pengertian Aset

FASB mendefinisi aset dalam rerangkan konseptualnya sebagai berikut


(SFAC No6, prg. 25):

Assets are probable future economic benefits obtained or controlled by a


particular entity as a result of past transactions or events.

(Aset adalah manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti diperoleh
atau dikuasasi/dikendalikan oleh suatu entitas sebagai akibat transaksi
atau kejadian masa lalu.)

Dengan makna yang sama, IASC mendefinisi sebagai berikut :

An asset is a resource controlled by the enterprise as a result of past


events and from which future economic benefits are expected to flow to
the enterprise.

Dalam Statement of Accounting Concepts No. 4, Australian Accounting


Standars Board (AASB) mendefinisi aset sebagai berikut :

Assets are service potential or future economic benefits controlled by the


reporting entity as a result of past transaction or other past events.

Definisi IASC dan AASB menanggalkan kata probable karena dianggap


bahwa dia merupakan kriteria pengakuan bukan sifat dari aset.

Definisi yang menggabungkan makna, pengukuran, pengakuan diajukan


oleh APB dalam APB No. 4 sebagai berikut :

Assets-economic resources of an enterprise that are recognized and


measured in conformity with generally accepted accounting principles.
Assets also include certain deferred charges that are not resources but
that are recognized and measured in conformity with generally accepted
accounting principles.
Definisi FASB dan AASB cukup luas dibanding definisi lain karena aset
disifati sebagai manfaat ekonomik (economic benefits) dan bukan sebagai
sumber ekonomik (resources) karena manfaat ekonomik tidak membatasi
bentuk atau jenis sumber ekonomik yang dapat dimasukkan sebagai aset.
Definisi tersebut tidak membedakan antara aset real (real assets) dan aset
finansial (financial assets) dan antara sumber ekonomik (resources) dan
nonsumber ekonomik (nonresources). APB No. 4 mendefinisi sumber
ekonomik sebagai berikut :

Economic resources are the scarce means (limited in supply relative to


desired uses) available for carrying on economic activities.

APB juga membedakan aset menjadi sumber ekonomik dan nonsumber


ekonomik. APB No. 4 merinci aset yang digolongkan sebagai sumber
ekonomik sebagai berikut :

1. Sumber produktif (productive resources) :


a. Sumber produktif kesatuan usaha yang meliputi bahan baku, gedung,
pabrik, perlengkapan, sumber alam, paten, dan semacamnya, jasa dan
sumber lain yang digunakan dalam produksi barang dan jasa.
b. Hak kontraktual atas sumber produktif meliputi semua hak untuk
menggunakan sumber ekonomik pihak lain dan hak untuk mendapatkan
barang atau jasa dari pihak lain.
2. Produk (products) yang merupakan keluaran kesatuan usaha terdiri atas :
a. Barang jadi yang menunggu penjualan
b. Barang dalam proses
3. Uang (money)
4. Klaim untuk menerima uang (claims to receive money)
5. Hak pemilikan atau investasi pada perusahaan lain (ownership interest
in other enterprises)

Sumber ekonomik yang didefinisi APB di atas dapat diklasifikasi menjadi


objek fisis (physical objects) dan hak (rights)
APB menggolongkan bentuk atau jenis aset selain yang disebut di atas
sebagai nonsumber ekonomik meskipun tetap masuk dalam pengertian aset.
Nonsumber ekonomik meliputi beban atau pengurang pendapatan tangguhan
(deferred charges) seperti : goodwill, rugi selisih kurs, kos organisasi, dan
beberapa pos yang timbul akibat penyesuaian (sering disebut pos-pos
transitoris).

Berbeda dengan FASB, IASC memaknai manfaat ekonomik masa datang


(future economic benefits) bukan sebagai potensi jasa yang sekarang dikuasai
badan usaha tetapi sebagai manfaat yang diharapkan mengalir ke badan
usaha. Jaadi, manfaat ekonomik yang dimaksud oleh IASC bukan manfaat
yang dikandung oleh sumber ekonomik yang dikuasai tetapi manfaat yang
didatangkan atau mengalir ke badan usaha. Karena bukan manfaat yang
dikandung, pengertian manfaat ekonomik masa datang oleh IASC dapat
diinterpretasi sebagai aliran masuk manfaat akibat pemrolehan sumber
ekonomik baru lantaran pertukaran dengan sumber ekonomik yang
sebelumnya dikuasai atau lantaran aliran masuk pendapatan.

Definisi FASB dan AASB lebih luas dibanding definisi lain dalam hal
entitas yang dicakupi. Dengan menyatakan a particular entity dan reporting
entity bukannya enterprise sebagai pengendali aset, FASB dan AASB tidak
membatasi pengertian aset hanya berlaku untuk organisasi bisnis tetapi juga
untuk organisasi bisnis tetapi juga untuk organisasi nonbisnis. Kata enterprise
yang digunakan oleh IASC dan APB memberi kesan bahwa aset didefinisi
dalam konteks organisasi bisnis.

Dengan berbagai perbedaan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga


karakteristik utama yang harus dipenuhi agar suatu objek atau pos dapat
disebut aset yaitu : (a) manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti, (b)
dikuasai atau dikendalikan oleh entitas, dan (c) timbul akibat transaksi masa
lalu. Kriteria (a) merupakan kriteria utama dan lebih memuat aspek semantik
sedangkan kriteria (b) dan (c) lebih memuat aspek pengakuan daripada
semantik.

a. Manfaat Ekonomik

Sejalan dengan APB, FASB menyatakan bahwa aset adalah sumber


ekonomik karena potensi jasa (service potential) atau utilitas (utility) yang
melekat di dalamnya yaitu suatu daya atau kapasitas langka (scarce) yang
dapat dimanfaatkan kesatuan usaha dalam upayanya untuk mendatangkan
pendapatan melalui kegiatan ekonomik yaitu konsumsi, produksi, dan
pertukaran.

Uang atau kas mempunyai manfaat atau potensi jasa karena apa
yang dapat dia beli atau karena daya tukarnya. Dengan kata lain, potensi
jasa kas dapat ditukarkan dengan potensi jasa apapun yang diperlukan
kesatuan usaha untuk melaksanakan kegiatan ekonomiknya. Kemampuan
ini disebut dengan daya beli atas sumber ekonomik (command over
resources). Daya beli uang menjadi pengukur manfaat ekonomik masa
datang.

FASB mengajukan dua hal yang harus dipertimbangkan dalam


menilai apakah pada saat tertentu suatu pos atau objek masih dapat disebut
aset yaitu :

(a) Apakah suatu pos yang dikuasai oleh suatu kesatuan usaha pada
mulanya mengandung manfaat ekonomik masa datang.
(b) Apakah semua atau sebagian manfaat ekonomik tersebut masih tetap
ada pada saat penilaian.

b. Dikuasai oleh Entitas

Untuk dapat disebut sebagai aset, suatu objek atau pos tidak harus
dimiliki oleh entitas tetapi cukup dikuasai oleh entitas. Pemilikian
(ownership) mempunyai makna yuridis atau legal. Artinya, untuk memiliki
suatu objek diperlukan proses yang disebut transfer hak milik (transfer of
title). Bila pemilikan menjadi kriteria aset, akan banyak pos yang tidak
masuk sebagai aset sehingga tidak dapat dilaporkan dalam neraca. Dengan
kata lain, pemilikan sebagai kriteria akan menyebabkan banyak pos
dilaporkan diluar neraca.

Most mengemukakan bahwa penguasaan atau kendali terhadap


suatu objek dapat diperoleh dengan cara :

1. Pembelian (by purchase)


2. Pemberian (by gift)
3. Penemuan (by discovery)
4. Perjanjian (by agreement)
5. Produksi/transformasi (by production/transformation)
6. Penjualan (by sale)
7. Lain-lain seperti pertukaran (by barter), peminjaman (by loan),
penjaminan (by bailment), pengkonsignaan (by consignment), dan
berbagai transaksi komersial (by commercial transactions) yang diakui
hukum atau kebiasaan bisnis.

c. Akibat Transaksi atau Kejadian Masa Lalu

Kriteria ini sebenarnya menyempurnakan kriteria penguasaan dan


sekaligus sebagai kriteria atau tes pertama (first-test) pengakuan objek
sebagai aset tetapi tidak cukup untuk mengakui secara resmi dalam sistem
pembukuan. Aset harus timbul akibat transaksi atau kejadian masa lalu
adalah kriteria untuk memenuhi definisi tetapi bukan kriteria untuk
pengakuan. Jadi, manfaat ekonomik dan penguasaan hak atas manfaat saja
tidak cukup untuk memasukkan suatu objek ke dalam aset kesatuan usaha
untuk dilaporkan via statemen keuangan (neraca). Kriteria pengakuan yang
lain harus dipenuhi (keterandalan, keberpautan, dan keterukuran).

Penguasaan harus didahului oleh transaksi atau kejadian ekonomik.


Sebagai contoh, manfaat baru atau kenaikan nilai karena pertumbuhan
alamiah (akresi) dalam industri pertanian atau kehutanan secara automatis
dikuasai oleh kesatuan usaha. Akan tetapi, manfaat tersebut tidak dengan
sendirinya dapat diakui sebagai aset kesatuan usaha karena kriteria
pengakuan lain juga harus dipenuhi. Pertumbuhan alamiah dapat dikatakan
sebagai suatu kejadian (event) masa lalu yang menimbulkan manfaat
ekonomik sehingga akresi memenuhi definisi aset.

d. Karakteristik Pendukung

Selain ketiga karakteristik di atas, FASB menyebutkan beberapa


karakteristik pendukung yaitu melibatkan kos, berwujud, tertukarkan,
terpisahkan, dan berkekuatan hukum. Karakteristik pendukung tersebut
lebih menguatkan atau meyakinkan adanya aset tetapi tiadanya
karakteristik pendukung tidak menghalangi suatu objek untuk memenuhi
syarat sebagai aset.

 Melibatkan Kos
Pemrolehan aset pada umumnya melibatkan kos (pengluaran
sumber ekonomik misalnya kas) sebagai penghargaan sepakatan. Bila
kos terjadi karena pemrolehan suatu objek terjadi akibat pertukaran
atau pembelian, objek tersebut lebih kuat untuk masuk sebagai aset.
Akan tetapi, tiadanya kos tidak membatalkan suatu objek sebagai aset.
Jadi, meskipun suatu kesatuan usaha umumnya mengeluarkan atau
mengorbankan sumber ekonomik (menjadi kos), kos yang terjadi
tersebut tidak dengan sendirinya membentuk aset. Esensi aset lebih
terletak pada manfaat ekonomik masa datang daripada terjadinya kos.
Walaupun demikian, terjadinya kos merupakan hal penting untuk
mengaplikasi definisi kos karena dua hal yaitu : (1) sebagai bukti
pemrolehan suatu aset dan (2) sebagai pengukur atribut aset yang
cukup objektif.
 Berwujud
Bila suatu sumber ekonomik secara fisis dapat diamati, dia
memang lebih kuat untuk disebut sebagai aset. Akan tetapi,
keterwujudan bukan kriteria untuk mendefinisi aset.
Most mengajukan tiga tes (kriteria) untuk memasukkan suatu pos ke
dalam aset tak berwujud yaitu :
(1) Apakah pos tersebut diperoleh dari suatu transaksi dengan pihak
independen? Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi penilaian lebih
atas aset tak berwujud.
(2) Dapatkah manfaat ekonomik masa datang diharapkan
diidentifikasi? Dapat diidentifikasi artinya dapat dikaitkan dengan
kemampuan perusahaan mendatangkan laba di masa datang. Hal
ini dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa objek tak berwujud
memenuhi kriteria utama aset.
(3) Dapatkah kos pos tersebut dipisahkan dengan kos aset lain yang
diperoleh? Misalnya suatu kesatuan usaha membeli sebuah mesin
yang secara khusus dirancang oleh perusahaan lain melalui riset
dan pengembangan.
 Tertukarkan
Untuk memenuhi syarat sebagai aset, suatu sumber ekonomik
harus dapat ditukarkan dengan sumber ekonomik lainnya. Syarat ini
diajukan dengan alasan bahwa manfaat ekonomik akan menjadi cukup
pasti dan terukur kalau suatu sumber ekonomik mempunyai daya atau
nilai tukar.
 Terpisahkan
Syarat ini diajukan berkaitan dengan ketertukaran. Untuk dapat
ditukarkan suatu sumber ekonomik harus dapat dipisahkan dengan
sumber ekonomik lain atau berdiri sendiri. Syarat ini diajukan oleh
Chambers dengan alasan bahwa posisi keuangan harus ditentukan
dengan pengukuran nilai berbagai aset dan kewajiban secara
individual. Kalau syarat ini dimasukkan sebagai kriteria aset, goodwill
tidak akan memenuhi syarat untuk disebut dan diakui sebagai aset.
 Berkekuatan Hukum
Penguasaan atau hak atas aset tidak harus didukung secara
yuridis formal. Klaim seperti piutang usaha tidak harus didukung oleh
dokumen yang mempunyai daya paksa secara hukum untuk memenuhi
definisi aset. Meskipun demikian, hak paksa yang melekat pada hak-
hak hukum bukan merupakan syarat mutlak untuk mengakui adanya
aset kalau suatu entitas dapat memperoleh dan menguasai manfaat
dengan cara lain.

1.2 Pengukuran

Pengukuran disini adalah penentuan jumlah rupiah yang harus


dilekatkan pada suatu objek asset pada saat terjadinya yang akan dijadikan
data dasar untuk mengikuti aliran fisis objek tersebut. Dengan konsep
kontinuitas usaha, pos atau sumber ekonomik akan mengalami tiga tahap
perlakuan sejalan dengan kegiatan usaha yaitu tahap pemerolehan
(acquisition), pengolahan (processing), dan penjualan/penyerahan
(sales/delivery). Tahap terakhir (penjualan) melibatkan penyerahan barang
atau jasa (keluarnya sumber ekonomik).

Secara akuntansi (aliran informasi), aliran fisis suatu sumber


ekonomik atau objek harus dipresentasi dalam jumlah rupiah sehingga
hubungan antar objek bermakna sebagai informasi. Kos merupakan
representasi kuantitatif suatu objek. Kos menjadi data dasar untuk mengikuti
aliran fisis kegiatan ekonomik badan usaha. Sebagai aliran informasi, kosjuga
mengalami tiga tahap perlakuan akuntansi mengikuti aliran fisis yaitu:

1) Pengukuran (measurenment), pengakuan (recognition), dan klasifikasi


(clasification) pertama kali saat terjadinya. Untuk selanjutnya seluruh
kegiatan dalam tahapini disebut pengukuran saja
2) Pencatatan berikutnya dalam rangka mengikuti aliran fisis asset berupa
alokasi, distribusi, dan penggabungan untuk kepentingan
internal/manajerial atau untuk kepentingan pengkosan produk. Untuk
selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahap ini disebut penelusuran
(tracing)

3) Pembebanan ke pendapatan perioda berjalan atau perioda-perioda yang


akan datang. Kos yang belum menjadi beban pendapatan (biaya) akan
tetap melekat pada objek menjadi asset badan usaha. Untuk selanjutnya
seluruh kegiatan dalam tahap ini disebut pembebanan kependapatan
(charging to revenues)

Secara konseptual suatu sumber ekonomik harus diperlakukan dahulu


sebagai asset dan baru kemudian diperlakukan sebagai biaya pada saat asset
tersebut dianggap telah keluar dari kesatuan usaha dan mendatangkan
pendapatan. Secara teknis pembukuan atau karena alasan kepraktisan, dapat
saja suatu sumber ekonomik langsung dicatat sebagai upaya (biaya) sehingga
kasnya langsung didebit ke akun biaya tanpa melalui akun asset.

Perlu ditegaskan kembali bahwa kos adalah pengukur sedangkan asset


dan biaya adalah elemen yang diukur. Sebagai pengukur elemen, kos melekat
pada asset atau biaya sehingga kos, asset, dan biaya, ketiganya sering
dirancukan. Kerancuan dapat timbul karena secara teknis pembukuan suatu
kos dapat dibebankan atau didebit ke asset atau biaya pada saat terjadinya.

Secara konseptual kos semua sumber ekonomik yang diperoleh


dianggap telah diperlakukan sebagai asset walaupun hanya sesaat. Akibatnya,
pos asset misalnya sediaan sering dinyatakan dalam pengukurnya sebagai kos
sediaan; sediaan sering diidentikkan dengan kos sediaan. Sementara itu kos
juga melekat pada biaya sehingga biaya sering disebut dengan kos saja.
Karena kos mempresentasi manfaat ekonomik, bila kos diperlakukan sebagai
asset, kos tersebut disebut dengan kos belum habis atau takterhabiskan
(unexpired cost) artinya kos yang belum habis dimanfaatkan dalam
menghasilkan pendapatan. Bila manfaat ekonomik telah digunakan dalam
mendatangkan pendapatan, bagian dari kos asset yang mempresentasi
manfaat yang telah dihabiskan disebut dengan kos terhabiskan (expired cost)
dan menjadi pengukur biaya

a. Kos Sebagai Pengukur dan Bahan Olah Akuntansi

Konsep dasar penghargaan sepakatan menegaskan bahwa pengukur


asset pada saat pemerolehan yang paling objektif adalah jumlah rupiah
yang terlibat dalam transaksi pertukaran antara dua pihak independen yang
sama-sama berkehendak (arm’s length barganing). Dalam arti luas kos
mempunyai makna sebagai agregat harga (price agregat) dalam perolehan
suatu asset.

Penghargaan sepakatan (kos) dalam transaksi antarpihak


independen menjadi dasar pengukuran karena jumlah rupiah tersebut
dianggap cukup terandalkan untuk mendekati/ mengaproksimasi nilai
sebenarnya (true value) atau nilai wajar (fair value) suatu objek pada saat
transaksi. Kos yang didasarkan atas penghargaan sepakatan lebih
terandalkan karena penyebarannya lebih terpusat atau variansi (variance)
lebih kecil atau sempit daripada kos yang didasarkan atas penilaian secara
subjektif atau selain penghargaan sepakatan. Dengan kata lain, kos atas
dasar sepakatan lebih akurat (accurate) daripada atas dasar yang lain.

b. Penghargaan Sepakatan Sebagi Bukti

Transaksi pertukaran (jual-beli) dapat dijadikan landasan untuk


menetukan kos yang terandalkan karena penghargaan sepakatannya
didasarkan atas mekanisme pasar yang bebas sehingga dia menjadi bukti
validitas pengukuran kos lebih-lebih dalam mekanisme pasar sempurna
(perfect market). Mekanisme pasar bebas menjamin dan menghendaki
agar:
a) Pihak bertransaksi sama-sama berkehendak dan bebas tanpa tekanan
atau ancaman

b) Pihak bertransaksi sama-sama berkemampuan memperoleh informasi


secara bebas

c) Barang yang dipertukarkan cukup standar (umum) dan tersedia cukup


banyak di pasar bebas. Dengan kata lain, cukup banyak penjual dan
pembeli sehingga tak seorangpun cukup kuat untuk mempengaruhi
harga

Kondisi (a) menghindari adanya transaksi sepihak. Transaksi-


transaksi seperti merger, likuidasi, dan akuisisi internal sering dilakukan
secara sepihak atas kehendak pihak yang lebih berkuasa. Demikian juga,.
Gaji staf yang ditentukan oleh perusahaan yang dikuasai dan dimiliki oleh
staf itu sendiri mungkin tidak mencerminkan harga pasar yang berlaku
untuk jasa tenaga kerja.

Kondisi (b) menjamin bahwa penghargaan sepakatan benar-benar


merefleksi nilai wajar atau nilai sebenarnya yaitu nilai yang paling
objektif. Bila pihak yang bertransaksi tidak mempunyai pengetahuan dan
informasi sama (terjadi asimetri informasi) penghargaan sepakatan
mungkin tidak lagi merefleksi nilai wajar.

Kondisi (c) dimaksudkan untuk meyakinkan keobjektifan kos atas


dasar penghargaan sepakatan karena harga yang disepakati dalam tawar-
menawar anatara pihak yang bebas biasanya menunjukkan nilai wajar
yang berlaku pada saat transaksi. Hal ini benar khususnya untuk barang
atau jasa yang bersifat standar dan relative mudah diperoleh

Jadi bila kondis-kondisi di atas tidak dipenuhi, penghargaan


sepakatan yang terjadi tidak dapat diterima begitu saja sebagai pengukur
kos yang objektif. Walaupun demikian, berdasarkan konsep dasar
relativitas bukti (veriviable objective evidence) dapat dianggap bahwa
penghargaan yang akhirnya dicapai merupakan bukti yang terbaik
diperoleh (best obtainable) sebagai dasar penentuan kos.

c. Pengukuran Kos

Dalam praktiknya, pemerolehan asset merupakan proses yang tidak


terjadi begitu saja selesai dlam satu kegiatan tetapi terdiri dari serangkaian
kegiatan, misalnya menempatkan order, menerima barang, meneliti
kecocokan, mengangkut barang, mencoba barang, menyimpan atau
menempatkan barang, dan akhirnya menggunakan barang. Besar kecilnya
kos yang harus dicatat pertama-kali sebagai pengukur suatu asset pada saat
pemerolehan ditentukan oleh dua hal yaitu: (1) batas kegiatan yang disebut
pemerolehan dan (2) jenis penghargaan.

1. Batas Kegiatan

Batas kegiatan berkaitan dengan masalah unsur pengorbanan


sumber ekonomik apa saja yang membentuk kos suatu asset. Secara
teoritis dan sebagai ketentuan umum, batas akhir kegiatan untuk
memasukkan unsur kos sebagai bagian dari kos asset, adalah saat
dimulainya penggunaan asset. Kos utama merupakan unsur kos yang
mempresentasi penghargaan sepakatan pada waktu suatu asset
diperoleh atau pada saat pertukaran. Pada umumnya pertukaran
merupakan kegiatan utama dalam serangkaian kegiatan pemerolehan
suatu asset sampai asset siap digunakan.

2. Jenis Penghargaan

Masalah ini berkaitan dengan penentuan kos utama yang harus


dicatat. Dalam transaksi pertukaran, penghargaan sepakatan dapat
dinyatakan dalam berbagai bentuk sumber ekonomik atau instrument
yang diserahkan oleh pemeroleh asset. Bentuk instrument
mempengaruhi dasar penentuan kos utama.
Agar penghargaan yang telah disetujui dapat dicatat dalam
system akuntansi, penghargaan tersebut harus dinyatakan dalam satuan
uang. Persyaratan ini akan mudah dilakukan kalau penghargaan
tersebut berwujud uang tunai (kas). Bila transaksi terjadi dalam
mekanisme pasar bebas antara pihak independen, kos tunai (cash cost)
adalah pengukur asset yang paling valid dan objektif.

Kalau sumber ekonomik nonkas merupakan penghargaan yang


digunakan dalam transaksi, pengukur yang ideal untuk menentukan
kos asset yang diperoleh adalah jumlah rupiah uang tunai yang akan
diperoleh seandainya sumber ekonomik tersebut dijual dulu secara
tunai kepada umum. Jumlah rupiah melekat ini disebut jumlah setara
tunai (money or cash equivalent) atau kos tunai terkandung atau
implicit (implied cash cost) dari penghargaan yang diserahkan oleh
pemeroleh asset.

Kos Dalam Barter. Barter atau pertukaran asset adalah pemerolehan


asset adalah pemerolehan asset (biasanya asset berwujud atau
nonmoneter) dengan penghargaan berupa asset berwujud atau
nonmoneter lainnya. Bila hal ini terjadi, pengukuran asset yang
diperoleh bergantung pada apakah asset yang dipertukarkan sejenis
(similar) atau taksejenis (dissimilar). Asset sejenis artinya asset yang
fungsinya sama dan tidak harus asset yang identik.

Dalam barter, dapat pula terlibat kas sebagai tombok (boot)


baik dari pihak kesatuan usaha atau dari lawan barter. Bila dalam
barter asset sejenis tombok diberikan oleh lawan barter, maka barter
tersebut tidak murni sejenis tetapi campuran. Artinya, asset yang
diserahkan sebagian ditukar dengan asset sejenis dan sebagian dengan
kas. Oleh karena itu, bagian untung yang timbul dari penjualan tunai
dapat diakui sebagai untung yang masuk dalam statement laba-rugi.
Utung yang dapat diakui adalah proporsional antara tombok dan harga
pasar asset yang diterima kesatuan usaha.

Atas dasar penalaran atau teori diatas berikut ini disarikan


prinsip-prinsip penentuan kos asset yang diterima dalam barter atau
pertukaran.

1. Pertukaran taksejenis, tanpa pembayaran tombok : asset yang


diterima dicatat sebesar nilai wajar/pasar asset yang diserahkan
atau nilai wajar asset yang diterima, mana yang lebih mudah atau
jelas ditentukan. Untung atau rugi yang timbul diakui pada saat
pertukaran.

2. Pertukaran taksejenis, dengan pembayaran tombok : asset yang


diterima dicatat sebesar nilai wajar/pasar asset yang diserahkan
ditambah tombok atau nilai wajar asset yang diterima, dalam hal
ini nilai pasar asset yang diserahkan menunjukan kas yang akan
diterima seandainya asset tersebut dijual. Untung atau rugi yang
timbul diakui pada saat pertukaran.

3. Pertukaran sejenis, tanpa pembayran tombok : asset yang diterima


dicatat sebesar nilai buku atau nilai pasar asset yang diserahkan,
mana yang lebih rendah. Ini berarti bahwa kalau terjadi untung
maka untung tidak diakui dan sebaliknya kalau terjadi rugi, rugi
tersebut diakui pada saat transaksi.

4. Pertukaran sejenis, dengan pembayaran tombok: asset yang


diterima dicatat sebasar nilai buku asset yang diserahkan ditambah
tombok atau nilai pasar asset yang diserahkan ditambah tombok,
mana yang lebih rendah. Ini juga berarti bahwa kalau terjadi
untung maka untung tidak diakui dan sebaliknya kalau terjadi rugi,
rugi tersebut diakui pada saat transaksi.
5. Pertukaran sejenis, dengan pembayaran tombok: Bila terjadi
rugi: asset yang diterima dicatat sebesar harga pasar asset yang
diserahkan dikurangi kas yang diterima. Ini Berarti rugi yang
terjadi diakui semua pada saat terjadinya transaksi. Bila terjadi
untung: asset yang diterima dicatat sebesar nilai buku asset yang
diserahkan dikurangi porsi nilai buku asset yang diserahkan yang
dianggap dijual (ditukar dengan kas). Atau, nilai pasar/wajar asset
yang diterima dikurangi untung tangguhan (deferred gain).

Saham Sebagai Penghargaan. Merupakan salah satu bentuk


pemerolehan aset dengan barter. Dalam beberapa kasus transaksi yang
menggunakan saham perusahaan sebagai penghargaan untuk barang
dan jasa yang diperoleh, nilai nominal ataupun nilainyataan (stated
value) untuk tiap saham tidak dapat merepresentasi kos yang
sebenarnya (true value) pada saat transaksi. Pengukur yang tepat untuk
menentukan kos dalam situasi semacam itu adalah rupiah uang tunai
yang akan diterima oleh perusahaan seandainya perusahaan
menerbitkan saham-saham yang digunakan untuk penghargaan diatas.
Dalam beberapa hal, jumlah setara tunai saham dapat dicari dengan
membandingkan harga tunai jenis saham yang sama untuk memperoleh
dana tunai (kas) yang diterbitkan kira-kira bersamaan dengan
penyerahan saham untuk memperoleh aset bersangkutan.

Kos Dalam Reorganisasi. Bila suatu perusahaan sudah berjalan atau


beroperasi cukup lama kemudian mengalami reorganisasi, perusahaan
tersebut biasanya tidak mempunyai data kos yang memadai untuk
menentukan kos aset yang dikuasainya. karena tujuan reorganisasi
biasanya adalah menentukan nilai perusahaan pada saat tersebut,
diperlukan taksiran nilai yang wajar seluruh aset perusahaan dengan
mempertimbangkan kondisi aset dan keadaan pasar pada waktu itu.
Hadiah atau Hiba. Masalah khusus timbul bilamana barang atau jasa
yang jelas-jelas mempunyai manfaat ekonomik yang besar diperoleh
perusahaan tanpa kos yang berarti atau dengan kos yang tidak
sebanding dengan nilai ekonomik barang yang diperoleh. Gedung dan
tanahnya yang diperoleh perusahaan melalui sumbangan atau hibah
adalah contoh pemerolehan aset tanpa kos. Oleh karena itu pengakuan
kos yang wajar diperlukan untuk menentukan secara tepat kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba yang biasanya ditunjukkan oleh
tingkat kembalian investasi.

Temuan. Kadangkala terjadi bahwa suatu sumber alam atau sarana


ditemukan atau dikembangkan dan mempunyai nilai ekonomik yang
jauh melebihi pengeluaran yang sebenarnya untuk memperolehnya.
Misalnya, tambang minyak yang sangat berharga ditemukan dengan
pekerjaan eksplorasi dengan kos nominal (cukup rendah dibandingkan
dengan hasilnya). Demikian juga suatu peralatan atau teknik
pemrosesan yang mempunyai harga pasar yang cukup tinggi mungkin
dikembangkan dan didaftarkan hak patennya tanpa suatu pengeluaran
yang sebanding dengan nilai pasar temuan tersebut. Dalam kondisi yang
khusus seperti ini, diperlukanlah suatu pengukur kos baru atas dasar
jumlah tunai implisit. Jumlah ini adalah jumlah rupiah uang tunai (kas)
yang pasti diperlukan untuk memperoleh sumber alam atau teknik
pemrosesan tersebut seandainya keduanya sudah dalam keadaan siap
pakai atau dalam status siap dipasarkan.

Kos Dalam Pembelian Kredit. Dengan sistem kredit, nilai waktu uang
menjadi faktor yang sangat penting dalam mengukur kos yang
sebenarnya (true cost). kos yang sebenarnya dalam transaksi kredit
bukanlah berapa nilai kontrak yang harus dilunasi dalam beberapa kali
angsuran tetapi berapa kos yang sebenarnya pada transaksi. Dalam
transaksi kontrak pembelian dengan harga kontrak tertentu, harga
kontrak yang disepakati mungkin melebihi harga pembelian tunai. Pada
umumnya, perusahaan tidak berusaha untuk menentukan harga tunai
efektif baik dengan cara menanyakan langsung ke toko penjual barang
ataupun dengan cara mendiskun nilai kontrak dengan tarip bunga yang
berlaku. Kalau ini terjadi maka akibatnya dalah bahwa kos tercatat
terlalu tinggi. Walaupun demikian, kalau jangka waktu kontrak pendek
maka jumlah kelebihan kos adalah kecil dan tidak cukup berarti
sehingga nilai kontrak dapat dianggap sebagai jumlah rupiah tunai
sebagai dasar untuk mencatat kos.

Potongan tunai dan Keringanan. Kos akan tercatat terlalu tinggi


kalau potongan tunai (cash disount) dan keringanan-keringanan lain
tidak dikurangkan terhadap harga kesepakatan. Secara teknis,
pembukuan memang dimuungkinkan untuk sementara mendebit harga
faktur bruto ke dalam akun aset yang bersangkutan dan nantinya harus
dilakukan penyesuaian untuk mengurangi jumlah yang tercatat tersebut
menjadi jumlah setara tunai.potongan yang dimanfaatkan oleh pembeli
sering dianggap sebagai laba. Hal ini tidak sejalan dengan konsep yang
mendasarinya yaitu bahwa laba tidak diperoleh melaui proses
pembelian atau pemerolehan potensi jasa. Pembelian semata-mata
merupakan langkah pertama dalam upaya (effort) untuk menghasilkan
pendapatan laba. Dalam perusahaan yang dikelola dengan baik,
melewatkan potongan merupakan suatu kesalahan yang mengakibatkan
rugi. Rugi bukan sumber ekonomik dan kerananya tidak selayaknya
kalau dicatat sebagai aset. Sebenarnya perusahaan sudah tau pasti
berapa harga yang sesungguhnya harus dibayar dalam suatu transaksi.

Rugi Dalam Pemerolehan Aset. Sebelum pendapatan terjadi yang


ditimbulkan oleh upaya yang direpresentasi olh biaya, kos semata-mata
mengalami penghimpunan, penggabungan dan reklasifikasi. Kos yang
terhimpun tersebut tetap merepresentasi aset kalau aset tersebut belum
dikeluarkan sebagai biaya. Akan tetapi, dapat terjadi bahwa karena
sesuau hal (atau keadaan yang tidak normal) potensi jasa tertentu
menjadi tidak mempunyai lagi kemampuan atau daya dalam
menghasilkan pendapatan pada waktu mendatang. Pengikatan atau
kontrak yang tidak bijaksana, kecurangan pihak lain atau sekadar
musibah belaka tidak jarang mengakibatkan hangusnya (dissipation)
manfaat ekonomik dalam perioda pendirian badan usaha atau
pembangunan pabrik. Pemogokan yang berkepanjangan, kebakaran
besar, banjir bandang atau bencana lainnya adalah contoh keadaan
khusus yang tidak normal yang dapat mengakibatkan rugi besar.

1.3 Penilaian

Pengukuran adalah penentuan angka satuan pengukur terhadap suatu


objek untuk menunjukkan makna tertentu objek tersebut. Objek dapat berupa
barang, jasa, binatang, tubuh manusia, dan benda atau konstruk lainnya.
Makna (atribute) dapat berupa nilai, luas, berat, volume, tinggi, umur, indeks
prestasi, dan sebagainya. Di dalam akuntansi istilah pengukuran dan penilaian
sering tidak dibedakan karena adanya asumsi bahwa akuntansi menggunakan
unit moneter untuk mengukur makna ekonomik suatu objek, pos, atau elemen.
Pengukuran biasanya digunakan akuntansi untuk menunjukan proses
penentuan jumlah rupiah yang harus dicatat untuk menunjuk proses penentuan
jumlah rupiah yang harus dicatat untuk objek pada saat pemerolehan. Dalam
penilaian suatu pos untuk tujuan penyajian, akuntansi dapat menggunakan
berbagai dasar penilaian (bases for valuation) bergantung pada makna yang
ingin direpresentasi melalui pos statemen keuangan. Penilaian pos aset
dimaksudkan untuk menentukan berapa jumalah rupiah yang harus dilekatkan
pada tiap pos aset dan apa dasar penilaiannya.

a. Tujuan Penilaian Aset

Karena aset merupakan elemen pembentuk posisi keuangan


sebagai informasi semantik sebagai investor dan kreditor, tujuan penilaian
aset harus berpaut dengan tujuan pelaporan keuangan. Tujuan pelaporan
keuangan adalah menyediakan informasi yang dapat membantu investor
dan kreditor dalam menilai jumlah, saat dan ketidakpastianaliran kas
bersih ke badan usaha. Jadi tujuan penilaian aset adalah merepresentasi
atribut pos-pos aset yang berpaut dengan tujuan pelaporan keuangan
dengan menggunakan basis penilaian yang sesuai.

b. Konsep dan Basis Penilaian

Nilai yang diperoleh atas dasar pertukaran disebut dengan nilai


pemasukan (input/entry values atau exchange input values). Sedangkan
yang diperoleh dari pertukaran pemanfaatan disebut nilai keluaran
(output/exit values atau exchange output values).

c. Nilai Masukan

Didasarkan atas jumlah rupiah yang harus dikeluarkan atau


dikorbankan untuk memperoleh aset atau objek jasa tertentu yang masuk
dalam unit usaha. Kalau tujuan menyajikan makna aset ini adalah untuk
menunjukkan aliran kas yang akan keluar dari unit usaha (seandainya unit
usaha harus memperoleh objek jasa yang sama) maka nilai masukan
merupakan alternatif nilai keluaran untuk objek jasa bila memang tidak
ada pasar objek tersebut sehingga nilai keluaran tidak dapat diukur dengan
cukup pasti dan andal. Sebagai nilai alternatif nilai keluaran, nilai masukan
menunjukkan secara konservatif nilai maksimum objek jasa atau pos aset
bersangkutan.

 Kos Historis

Kos Historis sebagai nilai masukan merupakan pengukur


potensi jasa yang paling objektif untuk pos aset yang baru diperoleh.
Kos menunjukan harga pertukaran pada saat terjadinya. Salah satu
keunggulan pos historis dari sudut konsep penilaian adalah dapat
diujinya hasil penilaian tersebut (verifiable) karena kos historis terjadi
dari hasil kesepakatan dua pihak yang independen. Karena dapat diuji
validitas penilaiannya, kos historis dapat dihandalkan sebagai
informasi (reliable). Kos historis merupakan nilai kesepakatan
terendah bagi pembeli karena dianggap pembeli tidak dapat
memperoleh barang/jasa yang sama ditempat lain dengan nilai lebih
rendah.

Kos kebijaksanaan adalah kos selayaknya yang manajemen


bijaksana, atau hati-hati bersedia membayarnya untuk suatu objek. Kos
ini tidak termasuk kos yang merepresentasi ketidaknormalan atau
ketidakbijaksanaan seperti pemborosan (waste), manipulasi salah urus,
atau kurang kompetennya manajemen.

Kos standar adalah kos yang seharusnya terjadi dalam kondisi proses
produksi tertentu yang diasumsi. Walaupun kos standar lebih banyak
diterapkan untuk tujuan internal manajemen (untuk pengendalian), kos
standar dapat dipertimbangkan sebagai pengukur aset (khususnya
sediaan barang) untuk merefleksi kos produksi dalam kondisi
perusahaan beroperasi pada tingkat efisiensi dan kapasitas normal.

Kos asli merupakan kos suatu aset bagi perusahaan yang pertama kali
menempatkannya untuk digunakan dalam layanan publik. Kos asli
dikenal dalam konteks layanan publik khususnya bila perusahaan
membeliaset bekas dari perusahaan layanan publik lain. Walaupun
bermanfaat untuk penetapan tarif layanan publik, kos asli tidak relevan
untuk tujuan penilaian aset karena tidak merefleksi penghargaan
sepakatan.

 Kos Pengganti

Kos Pengganti atau kos masukan sekarang menunjukan jumlah


rupiah harga pertukaran atau kesepakatan yang diperlukan sekarang oleh
unit usaha untuk memperoleh aset yang sama jenis dan kondisinya atau
penggantinya yang setara (ekuivalen). Kos pengganti hampir sama
konsepnya dengan kos standar sekarang (current standart cost). Kos
standar sekarang adalah berapa kos yang seharusnya untuk
menghasilkan suatu produk dengan kondisi harga, teknologi, dan
efisiensi sekarang. Kos pengganti berbeda dengan kos standar sekarang
karena kos pengganti hanya didasarkan pada harga sekarang tetapi
masih tetap didasarkan pada teknologi dan efisiensi masa lalu.

Nilai penaksiran adalah nilai taksiran kos sekarang atau nilai sekarang
yang ditentukan dengan prosedur dan analisis sistematik oleh pihak
independen yang kompeten. Nilai penaksiran biasanya ditujukan untuk
aset tetap perusahaan yang berjalan terus guna menetapkan “nilai buku
sekarang” yaitu kos pengganti atau reproduksi sekarang dikurangi
depresiasi sampai tanggap penaksiran.

Nilai wajar secara umum berarti jumlah rupiah yang dapat diterima
untuk suatu objek dalam suatu transaksi antara pihak-pihak yang
berkehendak bebas tanpa tekanan atau keterpaksaan. Secara khusus,
nilai wajar dimaksudkan untuk menunjuk jumlah rupiah aset untuk
menentukan agar laba yang diperoleh merepresentasi tingkat kembalian
wajar (fair return) bagi investor.

Nilai terrealisasi bersih dikurangi laba normal adalah nilai yang


diharapkan merepresentasi kos pengganti bila data untuk menentukan
kos pengganti tidak tersedia. Jadi, nilai terrealisasi bersih / netto
dikurangi laba normal merupakan cara untuk menaksir kos pengganti
atau kos sekarang.

 Kos Harapan

Secara semantik, kos harapan suatu aset adalah nilai


pengorbanan ekonomik di masa datang seandainya potensi jasa aset
tersebut diperoleh secara bagian demi bagian (piecemeal) dan bukan
sekaligus (lump sum). Untuk penilaian sekarang, kos harapan harus
didiskon menjadi kos harapan sekarang atau kos masukan masa datang
diskonan (discounted future input cost). Untuk dapat menggunakan
dasar penilaian ini tentu saja harus ada alternatif pemerolehan aset
secara bagian demi bagian sebagai pembanding dan diketahui dengan
pasti kos masa datang tiap bagian tersebut.

d. Nilai Keluaran

Nilai keluaran didasarkan atas jumlah rupiah kas atau penghargaan


lainnya (nonkas) yang diterima suatu unit usaha apabila suatu aset atau
potensi jasa akhirnya keluar dari kesatuan usaha melalui pertukaran atau
konversi. Secara umum, penilaian ini lebih berpaut dengan aset tujuannya
adalah dijual atau dikonversi menjadi kas dan bukan digunakan untuk
kegiatan produksi. Ada berbagai dasar penilaian yang dapat digunakan dan
tiap pos aset dapat dinilai menurut dasar yang paling sesuai dengan tujuan
pelaporan tiap pos tersebut.

 Harga Jual Masa Lalu

Harga jual masa lalu (past selling price) sebenarnya


menunjukkan kas yang cukup pasti akan diterima dari konversi suatu
pos aset yang timbul karena transaksi masa lalu. Pos yang mempunyai
atribut semacam ini adalah piutang usaha karena jumlah rupiah piutang
usaha merupakan harga jual masa lalu. Oleh karena itu, harga jual
masa lalu merupakan salah satu bentuk khusus penilaian yang disebut
nilai terrealisasi netto (net realizable values). Disebut netto atau bersih
karena niai keluaran piutang atau sediaan barang tidak termasuk rugi
piutang tak tertagih atau kos kegiatan penjualan tambahan untuk
mendapatkan nilai sekarang pos-pos aset tersebut.

 Harga Jual Sekarang

Harga jual sekarang didasarkan pada anggapan bahwa


perusahaan akan berlangsung terus dan transaksi dilaksanakan dalam
pasar yang normal. Bila tidak ada pasar regular, penilaian dapat
ditentukan atas dasar nilai likuidasi (liquidation values). Nilai likuidasi
hanya dapat digunakan apabila kondisi berikut dipenuhi: (1) bila
produk atau potensi jasa lainnya telah berkurang manfaat normalnya
lantaran menjadi usang atau tidak laku lagi dipasarkan dan (2) bila unit
usaha merencanakan untuk menutup usaha dalam waktu dekat
sehingga tidak dapat menjual seluruh potensi jasa unit usaha dalam
pasar yang normal sehingga perusahaan ada di dalam posisi tawar-
menawar yang lemah (disadvantaged bargaining power).

Nilai jual sekarang sebenarnya didasari oleh konsep setara


tunai sekarang (current cash equivalents). Nilai ini menunjukkan
jumlah rupiah kas atau daya beli yang dapat direalisasi dengan cara
menjual setiap jenis aset di pasar bebas dalam kondisi perusahaan
melikuidasi (menjual) asetnya secara normal. Secara teoritis, setara kas
sekarang merupakan atribut atau properitas yang relevan untuk semua
aset. Artinya, semua aset dapat menggunakan dasar penilaian ini pada
titik waktu tertentu sehingga agregasi jumlah rupiah aset menjadi
bermakna tanpa menghadapi masalah agregasi jumlah rupiah masa
lalu, sekarang, dan masa datang yang skala daya belinya berbeda.
Kelemahannya adalah tidak semua aset mempunyai pasar (untuk
barang tangan kedua) dan harga pasar kutipan sehingga hasil
pengukuran kurang terandalkan.

 Nilai Terrealisasi Harapan

Secara semantik, nilai terrealisasi harapan suatu aset adalah


penerimaan kas atau potensi jasa masa datang yang jumlah dan
waktunya cukup pasti. Untuk penilaian sekarang suatu aset, nilai
terrealisasi harapan harus didiskon menjadi nilai terrealisasi harapan
sekarang atau penerimaan kas / potensi jasa masa datang diskonan
(discounted future cash receipts / service potensials).
Dasar penilaian ini lebih bermanfaat dan valid untuk menilai
investasi tunggal atau perusahaan secara keseluruhan dari sudut
pandang investor. Untuk penilaian aset secara individual, dasar
penilaian ini mengandung beberapa kelemahan yaitu:

1. Kalau tidak ada pasar untuk aset bersangkutan, penentuan aliran


kas masa datang bersifat subjektif sehingga sulit diverifikasi.
2. Pemilihan tarif yang cukup representatif untuk merefleksi risiko
tiap aset sangat problematik.
3. Aliran kas ke perusahaan dihasilkan oleh seluruh aset sebagai satu
kesatuan dalam menghasilkan produk yang akhirnya dijual untuk
mendatangkan kas.
4. Memperkuat alasan 3 diatas, beberapa aset memang tidak
terpisahkan (severable) sehingga nilai sekarang seluruh aset (the
value of the firm) tidak akan sama dengan penjumlahan semua kas
masa datang diskonan tiap pos aset.

 Kos atau Pasar yang Lebih Rendah

Penilaian atas dasar kos atau pasar yang lebih rendah


(KAPYLR, baca: kapiler) atau cost or market whichever is lower
(COMWIL) atau lower of cost or market (LOCOM) ini merupakan
kombinasi nilai masukan dan keluaran karena pengertian pasar dalam
hal ini dapat berarti pasar barang masukkan atau keluaran (input atau
output market).

Penggunaan konsep penilaian ini didasari oleh konsep dasar


konservatisme. Dalam kondisi ketidakpastian, kreditor secara historis
mendasarkan keputusannya pada nilai konversi aset yang terendah
sehinga penyajian aset dalam neraca juga mengikuti konsep ini.

Secara teoritis, penilaian atas dasar kos atau pasar yang lebih
rendah mempunyai banyak kelemahan sehingga mengundang banyak
kritik. Penilaian ini dianggap lemah secara teoretis karena alasan
berikut:

1. Konservatisme cenderung merendahkan aset total. Ini disebabkan


nilai sediaan tidak pernah dilaporkan lebih tinggi dari kos
pemerolehan.
2. Lebih rendahnya sediaan akhir pada suatu periode akan berakibat
lebih rendahnya biaya (dalam bentuk kos barang terjual) pada
periode berikutnya sehingga laba menjadi lebih tinggi.
3. Terjadi inkonsistensi penilaian baik dalam suatu tahun atau antar
periode. Karena penilaian antarperiode dapat berubah-ubah dari kos
ke pasar, penilaian ini dapat mengakibatkan penilaian dalam suatu
periode secara internal tidak konsisten.
4. Salah satu argumen digunakannya metode KAPYLR adalah bila
terjadi penurunan manfaat akibat kerusakan, keusangan, perubahan
harga, atau kemampuan mendatangkan laba maka selayaknyalah
bahwa kos juga harus diturunkan.

KAPYLR sebenarnya merupakan penilaian atas dasar kos


pengganti untuk merefleksi nilai pasar masukan. Argumen yang mendasari
adalah bahwa penurunan dalam kos pengganti pada umumnya merefleksi
atau memberi indikasi dalam penurunan harga jual. Dengan kos pengganti
(melalui KAPYLR), perusahaan dapat mempertahankan tingkat laba kotor
penjualan normal (normal profit margin). Lebih dari itu, bila kos
pengganti dibawah kos tetapi lebih tinggi dari nilai terrealisasi bersih
(NTB) penjualan (net realizable value) yaitu harga jual dikurangi
pengeluaran yang wajar untuk menjual, selisih tersebut akan merupakan
penilaian lebih (overstatement) sediaan barang.

Atas dasar penalaran diatas, ketentuan umum penilaian sediaan


dinyatakan sebagai berikut: Sediaan dinilai atas dasar KAPYLR dengan
ketentuan bahwa pasar tidak melebihi nilai terrealisasi bersih atau tidak
lebih rendah dari nilai terrealisasi bersih dikurangi laba kotor normal /
LKN (normal profit margin).

e. Penilaian Menurut FASB

Konsep-konsep penilaian yang dibahas diatas menjadi dasar untuk


menjelaskan berbagai dasar yang dapat digunakan untuk mengukur atau
menilai elemen statement keuangan sesuai dengan atribut yang ingin
direpresentasi oleh pengukuran. Bila dikaitkan dengan aset, dasar
penilaian menurut FASB (SFAC No. 5, prgf 67) dapat disarikan sebagai
berikut ini:

a. Historical Cost. Tanah, gedung, perlengkapan, perlengkapan pabrik,


dan kebanyakan sediaan dilaporkan atas dasar kos historisnya yaitu
jumlah rupiah kas atau setaranya yang dikorbankan untuk
memperolehnya.
b. Current (replacement) Cost. Beberapa sediaan disajikan sebesar nilai
sekarang atau penggantinya yaitu jumlah rupiah kas atau setaranya
yang harus dikorbankan kalau aset tertentu yang sejenis diperoleh
sekarang.
c. Current Market Value. Beberapa jenis investasi dalam surat berharga
disajikan atas dasar nilai pasar sekarang yaitu jumlah rupiah kas atau
setaranya yang dapat diperoleh kesatuan usaha dengan menjual aset
tersebut dalam kondisi perusahaan yang normal (tidak akan
dilikuidasi).
d. Net Realizable Value. Beberapa jenis piutang jangka pendek dan
sediaan barang disajikan sebesar nilai terrealisasi bersih yaitu jumlah
rupiah kas atau setaranya yang akan diterima (tanpa didiskon) dari aset
tersebut dikurangi dengan pengorbanan (kos) yang diperlukan untuk
mengkonversi aset tersebut menjadi kas atau setaranya.
e. Present (or Discounted) Value of Future Cash Flows. Piutang dan
investasi jangka panjang disajikan sebesar nilai sekarang penerimaan
kas di masa mendatang sampai piutang terlunasi (dengan tarif diskon
implisit) dikurangi dengan tambahan kos yang mungkin diperlukan
untuk mendapatkan penerimaan tersebut.

1.4 Pengakuan

Suatu jumlah rupiah atau kos diakui sebagai aset apabila jumlah
rupiah tersebut timbul akibat transaksi, kejadian, atau keadaan yang
mempengaruhi aset. Dengan mengutip Sterling, Belkaoui (1993, hlm. 194-
195) menunjukkan kondisi perlu (necessary) dan kondisi cukup (sufficient)
yang merupakan penguji (test) yang cukup rinci untuk mengakui aset yaitu:

1. Deteksi adanya aset (Detection of Existence Test). Untuk mengakui aset,


harus ada transaksi yang menandai timbulnya aset.
2. Sumber ekonomik dan kewajiban (Economic Resources and Obligation
Test). Untuk mengakui aset, suatu objek harus merupakan sumber
ekonomik yang langka, dibutuhkan, dan berharga.
3. Berkaitan dengan entitas (Entity Association Test). Untuk mengakui aset,
kesatuan usaha harus mengendalikan atau menguasai objek aset.
4. Mengandung nilai (Non-zero Magnitude Test). Untuk mengakui aset,
suatu objek harus mempunyai manfaat yang dapat ditentukan besarnya
secara moneter.
5. Berkaitan dengan waktu pelaporan (Temporal Association Test). Untuk
mengakui aset, semua penguji diatas harus dipenuhi pada tanggal
pelaporan (tanggal neraca).
6. Verifikasi (Verification Test). Untuk mengakui aset, harus ada bukti
pendukung untuk meyakinkan bahwa kelima penguji diatas dipenuhi.

Apa yang dikemukakan Belkaoui diatas sebenarnya adalah apa yang


disebut dengan kaidah pengakuan (Recognition Rules) yang merupakan
petunjuk teknis atau prosedur untuk menerapkan empat kriteria pengakuan
(Recognition Criteria) FASB yaitu definisi, keterukuran, keberpautan, dan
keterandalan.
a. Beban Tangguhan

Untuk beberapa kasus, pelaksanaan kaidah diatas menjadi pelik


karena karakteristik unik kos yang terlibat menyebabkan keraguan.
Paton dan Littleton (1970) sangat mengkritik penggunaan istilah beban
tangguhan ini karena secara konseptual semua aset (yang dipresentasi
dengan kos) merupakan beban tangguhan. Lebih baik kalau pos tersebut
diberi nama yang jelas sesuai dengan sifatnya dan disajikan secara
terpisah dengan pos-pos aset lainnya.

b. Sewaguna

Sewaguna (lease) menimbulkan masalah pelik dalam pengakuan


aset karena di Amerika pada mulanya sewa guna digunakan sebagai
sarana pemerolehan aset tetap atau fasilitas fisis tanpa harus
menunjukkan utang yang timbul dari pemerolehan tersebut.

Oleh karena itu, dengan konsep dasar substansi diatas bentuk


(Substance Over Form), FASB mewajibkan untuk mengakui dan
melaporkan kewajiban yang timbul dari sewaguna dan mengakui
(mengkapitalisasi) fasilitas yang disewaguna sebagai aset perusahaan
kalau secara substantif perjanjian sewaguna tersebut sebenarnya
merupakan pembelian angsuran. Yang menjadi masalah adalah apa
kriteria yang harus dipenuhi agar suatu sewaguna dapat dinyatakan
sebagai pembelian angsuran. FASB mengajukan empat kriteria berikut
ini (SFAS No. 13, prgf. 7):

a. Kontrak sewaguna menyebutkan adanya transfer hak milik barang


atau properitas (property) kepada tersewaguna (lessee) pada akhir
jangka sewaguna.
b. Kontrak sewaguna memuat pasal bahwa tersewaguna boleh pilih
untuk membeli pada tanggal yang ditetapkan dalam jangka
sewaguna dengan harga yang ditetapkan dan harga tersebut cukup
murah sehingga dapat dipastikan di muka bahwa tersewaguna akan
memilih membeli properitas bersangkutan. Pasal semacam ini
disebut Bargain Purchase Option.
c. Jangka sewaguna adalah 75% atau lebih dari sisa umur ekonomis
taksiran properitas sewagunaan sejak penandatanganan kontrak.
Bila sisa umur ekonomik mulai dari penandatanganan kontrak
kurang dari 25% umur ekonomik total, kriteria ini tidak berlaku.

c. Kos bunga

Dalam FASB menyebutkan bahwa tujuan mengkapitalisasi kos


bunga adalah untuk mendapatkan angka kos pemerolehan yang paling
merefleksi investasi total kesatuan usaha dalam aset dan untuk
membebankan suatu kos yang berkaitan dengan memperoleh suatu
sumber ekonomik yang akan memberi manfaat dimasa datang untuk
ditandingkan dengan pendapatan yang dihasilkan oleh maanfaat
tersebut.

 Aset Memenuhi Syarat

Dalam keadaan tertentu kapitalisasi bunga tidak perlu


dilakukan. Standar akuntansi menentukan aset yang memenuhi
syarat (cukup disebut aset memenuhi) untuk dilekati kos bunga
(qualifying assets) yang dalam PSAK No.26 disebut aset tertentu.
FASB (SFAS No.34, prg.9) menetapkan bahwa kapitalisasi bunga
hendaknya dilakukan hanya aset yang memenuhi syarat:

a. Aset yang dibangun atau diproduksi untuk digunakan sendiri


oleh perusahaan (termasuk aset yang dibangun atau diproduksi
oleh pihak lain atas pesanan perusahaan dan untuk
pesanan/kontrak tersebut perusahaan melakukan pembayaran
uang muka atau pembayaran bertahap atas dasar kemajuan
pekerjaan pembangunan aset bersangkutan)
b. Aset dibangun atau diproduksi dengan tujuan untuk dijual
sebagai suatu unit atau projek yang berdiri sendiri terpisah dari
orijek atau kegiatan operasi lainnya (misalnya kapal, kawasan
industri, estat real, jembatan, atau semacamnya)
c. Investasi jangka panajang (ekuitas, pinjaman, dan penanaman
kas) yang diperlakukan dengan metoda ekuitas sementara
terinvestasi (investee) sedang melaksanakan kegiatan
pembangunan fasilitas fisis asalkan kegiatan tersebut
menggunakan dana investasi itu untuk memperoleh fasilitas fisis
tersebut.
Manfaat informasioanal tambahan yang diperoleh dari
kapitalisasi tersebut tidak sepadan dengan tambahan kos akuntansi
dan administrasinya. Karakteristik lain suatu aset yang tidak dapat
menjadi objek kapitalisasi adalah:

a. Aset yang sudah digunakan atau yang sudah siap digunakan


sesuai dengan tujuan penggunaan dalam operasi menghasilkan
pendapatan.
b. Aset yang belum digunakan dalam kegiatan menghasilkan
pendapatan perusahaan dan juga tidak mengalami
penyelesaian/perbaikan atau kegiatan lain yang diperlukan
untuk menjadikan aset tersebut siap digunakan dalam operasi.
Jadi, kalau kegiatan konstruksi berhenti, bunga selama
berhentinya kegiatan tidak dapat dikapitalisasi.
c. Aset yang tidak dimasukkan dalam neraca konsolidasian
perusahaan induk dan perusahaan-perusahaan anaknya.
d. Investasi yang diperlukan dengan metoda ekuitas setelah
kegiatan operasi utama yang direncanakan oleh terinvestasi
dimulai.
e. Investasi dalam perusahaan regulasian (regulated investees)
yang mengkapitalisasi baik kos utang maupun ekuitas (cost of
debt and equity capital).
f. Aset yang diperoleh dengan dana hadiah atau hibah yang
dibatasi penggunaanya oleh penghadiah atau penghibah
semata-mata untuk pemerolehan aset tersebut.
 Besarnya Kapitalisasi Bunga

Besarnya bunga yang harus dikapitalisasi adalah bagian dari


kos bunga yang terjadi selama perioda-perioda pemerolehan aset
yang secara teoritis dapat dihindari seandainya kesatuan usaha tidak
membangun fasilitas fisis yang bersangkutan. Secara teknis, jumlah
rupiah bunga yang dikapitalisasi dalam suatu perioda pemerolehan
adalah tingkat bunga atau tarif kapitalisasi (capitalization rate)
dikalikan dengan rata-rata pengeluaran dana untuk konstruksi selama
perioda akuntansi tersebut.

 Perioda Kapitalisasi

Kapitalisasi kos bunga diperhitungkan untuk perioda


pemerolehan (acquisition period) sehingga perioda tersebut menjadi
perioda kapitalisasi. Perioda kapitalisasi dimulai ketiaka tiga kondisi
berikut dipenuhiPerioda kapitalisasi dimulai ketiaka tiga kondisi
berikut dipenuhi:

a. Pengeluaran untuk pembangunan aset telah dilakukan atau terjadi.


b. Kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk menyelesaikan
pembangunan sampai siap dipakai masih berlangsung
c. Kos bunga telah terhimpun (occured) atau terjadi bersamaan
dengan berjalannnya pembangunan aset.
 Pengungkapan

Bila sebagian atau seluruh bunga dikapitalisasitentu saja


akan ada sebagian informasi yang hilang. Oleh karena itu, perlu ada
pengungkapan (disclosure) tentang hal ini sehingga statemen
keuangan tidak menyesatkan. Agar statemen keuangan tetap
informatif, hal-hal berikut ini harus diungkapkan sebagai penjelesan
statemen keuangan:

a. Bila tidak ada kos bunga yang dikapitalisasi, total bunga yang
terjadi selama perioda dan dibebankan sebagai biaya perioda
tersebut.
b. Bila sebagian kos bunga dikapitalisasi, bunga total yang terjadi
dan bagian yang dikapitalisasi.
1.5 Penyajian

Prinsip akuntansi berterima umum, terutama standar akuntansi,


menetapkan penyajian dan pengungkapan tiap pos-pos aset. Walaupun aset
didefinisi secara umum sebagai manfaat ekonomik masa datang yang dikuasai
kesatuan usaha dan yang benar-benar timbul dari transaksi yang sah, tiap pos
aset didefinisi lebih lanjut atau spesifik sesuai dengan sifat pos tersebut.
Pengungkapan dan penyajian pos-pos aset harus dipelajari dari standar yang
mengatur tiap pos. Secara umum, prinsip akuntansi berterima umum memberi
pedoman penyajian dan pengungkapan aset sebagai berikut:

a. Aset disajikan di sisi debit atau kiri dalam neraca berformat akun atau
dibagian atas dalam neraca berformat laporan.
b. Aset diklasifikasi menjadi aset lancar dan tetap.
c. Aset diurutkan penyajiannya atas dasar likuiditas atau kelancarannya, yang
paling lancar dicantumkan pada urutan pertama.
d. Kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan pos-pos tertentu harus
diungkapkan (misalnya metoda depresiasi aset dan dasar penilaian sediaan
barang).
Kalau suatu kontrak sewaguna memuat pasal – pasal atau ketentuan –
ketentuan yang memenuhi salah satu atau lebih kriteria diatas maka sewaguna
tersebut harus diperlakukan sebagai kontrak pembelian angsuran dan
properitas yang terlibat harus dikapitalisasi.

IAI juga mengeluarkan standar untuk mengkapitalisasi


sewaguna.kriteria yang diajukan adalah (PSAK No.30,bab II prg.3 )

a. Penyewa guna usaha memiliki hak opsi untuk membeli aset yang
disewagunausahakan pada akhir masa masa sewa guna usaha dengan harga
yang disetujui bersama pada saat dimulainya perjanjian sewa guna usaha.
b. Seluruh pembayaran berkala yang dilakukan oleh penyewa guna usaha
ditambah dengan nilai sisa mencakup pengembalian harga perolehan
barang modal yang disewagunakan serta bunganya,sebagai keuntungan
perusahaan sewa guna usaha
c. Masa sewa guna usaha minimum 2 tahun.

d. Jadi kriteria kaoitalisasi menurut PSAK No 30 adalah lemah bahkan


kosong dengan makna kesubstanfan transaksi sebagaipembelian sehingga
kalau suatu sewa memenuhi ketiga kriteria kapitalisasi tersebut akan
bersifat arbirer.

KEWAJIBAN

1. Pengertian Kewajiban

FASB mendefinisi kewajiban dalam rerangka konseptualnya bahwa


kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang cukup
pasti yang timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk
mentransfer aset atau menyediakan atau menyerahkan jasa kepada kesatuan
lain di masa datang sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu.
Definisi FASB digunakan sebagai basis pembahasan karena definisi tersebut
cukup lengkap secara sistematik. Artinya definisi tersebut telah mencakupi
berbagai gagasan atau kata kunci yang terkandung dalam beberapa definisi
kewajiban oleh sumber-sumber lain.

Secara umum dapat dikatakan bahwa kewajiban mempunyai tiga


karakteristik utama yaitu: (a) pengorbanan manfaat ekonomik masa datang,
(b) keharusan sekarang untuk mentransfer aset, dan (c) timbul akibat
transaksi masa lalu.

Pengorbanan Manfaat Ekonomik

Untuk dapat disebut sebagai kawajiban, suatu objek harus memuat


suatu tugas (duty) atau tanggungjawab (responsibility) kepada pihak lain
yang mengharuskan kesatuan usaha untuk melunasi, menunaikan, atau
melaksanakannya dengan cara mengorbankan manfaat ekonomik yang
cukup pasti di masa datang. Pengorbanan manfaat ekonomik diwujudkan
dalam bentuk transfer atau menggunaan aset kesatuan usaha.

Transfer manfaat ekonomik kepada pemilik (pemegang saham) tidak


termasuk dalam pengertian pengorbanan sumber ekonomik masa datang
yang membentuk kewajiban karena untuk menjadi kewajiban pengorbanan
tersebut harus bersifat memaksa (nondiscretionary) dan bukan atas dasar
kebijakan atau keleluasaan menajemen untuk memutuskan (discretionary)
baik dalam hal jumlah rupiah maupun dalam saat transfer. Secara umum,
keharusan mengorbankan sumber ekonomik masa datang tidak dapat
menjadi kewajiban kalau kaharusan tersebut bersifat terbuka atau tidak pasti
(open-ended). Kesatuan usaha tidak mempunyai keharusan untuk
mentransfer aset ke pemilik kecuali dalam hal kesatuan usaha dilikuidasi.

Bahwa pengorbanan ekonomik harus dikaitkan dengan pihak lain


berarti bahwa kewajiban hanya dapat terjadi antarkesatuan usaha atau paling
tidak melibatkan kesatuan usaha yang lain. kewajiban tidak timbul dari
kejadian internal suatu kesatuan usaha.

Keharusan Sekarang

Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu pengorbanan ekonomik


masa datang harus timbul akibat keharusan (obligation atau duties)
sekarang. Pengertian “sekarang” (present) dalam hal ini mengacu pada dua
hal: waktu dan adanya. Waktu yang dimaksud adalah tanggal pelaporan
(neraca). Artinya, pada tanggal neraca kalau perlu atau kalau dipaksakan
pengorbanan sumber ekonomik harus dipenuhi karena keharusan untuk itu
telah ada. Tentu saja jumlah rupiah pengorbanan yang dipaksakan pada
tanggal neraca tidak akan sebesar jumlah rupiah yang akan dibayar di masa
datang (setelah tanggal neraca). Perbedaan ini terjadi akiat sifat yang
melekat pada kewajiban yaitu bunga yang bermakna sebagai nilai waktu
uang atau harga penundaan (the time value of money or the price of delay).

Menurut Kam (1990. Hlm.111-112) pendefinisian kewajiban sebagai


pengorbanan sumber ekonomik masa datang tidak menunjuk pada sesuatu
yang sekarang ada dan nyata (real) tetapi menunjuk pada kejadian masa
datang yang jelas belum terjadi. Dengan kata lain, pengorbanan tersebut
tidak nyata pada saat sekarang. Objek yang nyata (real-world-object)
sebenarnya adalah keharusan yang sekarang ada. Jadi, keharusan sekarang
seharusnya menjadi fokus atau kata kunci definisi.

Keharusan mengorbankan sumber ekonomik dapat timbul akibat


pejanjian antara dua kesatuan usaha, pengenaan/pemaksaan (imposition)
pada entitas oleh pemerintah atau pengadilan, atau kondisi lingkungan
bisnis (soail, politik, dan ekonomik). Pengertian kewajiban mencakupi
keharusan kontraktual (contractual atau legally enforceable obligations),
keharusan konstruktif atau bentukan (constructive obligations), keharusan
demi keadilan (equitable obligations), dan keharusan bergantung atau
bersyarat (contingent obligations).
 Keharusan kontraktual adalah keharusan yang timbul akibat
perjanjian atau peraturan hukum yang di dalamnya kewajiban bagi
suatu kesatuan ussaha dinyatakan secara eksplisit atau implisit dan
mengikat. Kewajiban ini muncul karena aspek hukum sebagi
lingkungan eksternal yang tidak dapat dihindari (unavoidalbe) dan
dapat memaksakan secara hukum untuk memenuhinya (legally
unforceableI). Penghindaran kewajiban dari keharusan kontraktual
menimbulkan sanksi atau hukuman. Pihak yang harus dilunasi pada
umumnya sudah jelas dan bukti tentang adanya keharusan ini biasanya
didukung oleh dokumen tertulis sehingga keterverifikasiannya tinggi.

 Keharusan konstruktif adalah keharusan yang timbul akibat


kebijakan kesatuan usaha dalam rangka menjalankan dan memajukan
usahanya untuk memenuhi apa yang disebut praktik usaha yang baik
(best business practice) atau atika bisnis (business ethics) dan bukan
untuk memenuhi kewajiban yuridis. Kebijakan tersebut menimbulkan
kewajiban karena kesatuan usaha sengaja memberi, mengkonstruksi,
atau membentuk hak bagi pihal lain tanpa harus melalui perjanjian
tertulis yang disepakati kedua pihak.

 Keharusan demi keadilan adalah keharusan yang ada sekarang yang


menimbulkan kewajiban bagi perusahaan semata-mata karena
panggilan etis atau moral dari pada karena peraturan hukum atau
praktik bisnis yang sehat. Keharusan ini muncul dari tugas kepada
pihak lain untuk melaksanakan sesuatu yang dipandang wajar, adil,
dan benar menurut hati nurani dan rasa keadilan. Tidak ada sanksi
hukum untuk tidak memnuhi keharusan ini tetapi kewajiban ini
mengikat lantaran sanksi sosial atau moral.

 Keharusan bergantung atau bersyarat adalah keharusan yang


pemenuhannya (jumlah rupiahnya atau jadi-tidaknya dipenuhi) tidak
pasti karena bergantung pada kejadian masa datang atau terpenuhinya
syarat-syarat tertentu di masa datang. Kebergantungan (contingency)
adalah suatu kondisi, situasi, atau serangkaian keadaan yang
melibatkan ketidakpastian yang menyangkut laba atau rugi yang
mungkin terjadi.

Keempat keharusan di atas merupakan keharusan sekarang yang


memenuhi kriteria kewajiban. Untuk keharusan kontraktual, konstruktif, dan
demi keadilan, pengorbanan sumber ekonomik masa datang pada umumnya
dianggap cukup pasti karena kesepakatan telah dicapai atau kebijakan telah
diputuskan sehingga sudah cukup jelas jumlah dan waktu pengorbanannya.
Untuk keharusan bergantung, pengorbanan sumber ekonomik masa datang
belum pasti jumlah rupiah maupun jadi tidaknya. Oleh karena itu, tidak
semua kewajiban yang timbul akibat keharusan sekarang tersebut dapat
diakui sebagai kewajiban.

Akibat Transaksi atau Kejadian Masa Lalu

Transaksi atau kejadian masa lalu adalah kriteria untuk memenuhi


definisi tetapi bukan kriteria untuk pengakuan. Jadi, adanya pengorbanan
manfaat ekonomik masa datang tidak cukup untuk mengakui suatu objek ke
dalam kewajiban kesatuan usaha untuk dilaporkan via statemen keuangan.
Transaksi masa lalu yang dimaksud adalah transaksi yang menimbulkan
keharusan sekarang telah terjadi. Untuk memnuhi definisi kewajiban,
keharusan sekarang harus di dahului transaksi atau kejadian masa lalu.

Kebanyakan kewajiban terjadi karena adanya transaksi pertukaran


antara kesatuan usaha dan kesatuan usaha lainnya. Anggaran pembelian
suatu mesin yang telah disetujui disertai jadwal pembelian dan pembayaran
mempunyai implikasi pengorbanan sumber ekonomik di masa datang. Akan
tetapi, anggaran tidak menimbulkan kewajiban meskipun persetujuan
anggaran dipandang sebagai kejadian masa lalu. Alasannya adalah belum
terjadi transaksi atau kejadian yang memberi kesatuan usaha penguasaan
atau pengendalian terhadap manfaat ekonomik masa datang atau yang
mengharuskan kesatuan usaha untuk mentransfer aset atau menyediakan
jasa kepada kesatuan usaha yang lain.

Hak-Kewajiban Takbersyarat

Konsep hak-kewajiban takbersyarat menyatakan “tidak ada hak tanpa


kewajiban dan sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak”. Secara teknis,
konsep ini diartikan bahwa hak atau kewajiban timbul bila salah satu pihak
telah berbuat sesuatu. Kontrak-kontrak semacam ini dikenal dengan nama
konrak saling-mengimbangi takbersyarat (unconditionally offsetting
contracts) atau kontrak eksekutori (executory contracts).

Transaksi atau kejadian yang dapat dijadikan dasar untuk menandai


saat, titik, atau tanggal pengakuan hak dan kewajiban dalam suatu kontrak
memang sangat pelik. Dalam hal kontrak, Most (1982 hlm. 352)
menunjukkan bahwa titik atau saat tersebut dapat berupa:

1. Tanggal kontrak ditandatangani.


2. Tanggal objek kontrak telah diperoleh salah satu pihak.
3. Tanggal objek kontrak telah siap digunakan oleh salah satu pihak.
4. Tanggal objek kontrak telah dipisahkan untuk digunakan oleh pihak
lain.
5. Tanggal objek kontrak telah diserahkan.
6. Tanggal telah diterima/dibayarnya uang muka, kalau ada.
7. Dalam kasus kontrak konstruksi jangka panjang:
a. Suatu titik selama kosntruksi berjalan.
b. Pada saat konstruksi dimulai.

Saat penentuan transaksi masa lampau perlu dipertimbangkan dengan


seksama dengan memperhatikan kondisi yang melingkupi suatu kontrak.
Secara konseptual diperlukan pedoman atau kriteria untuk memilih saat
yang tepat. Most mengemukakan hal yang harus dipertimbangkan untuk
memilih saat yang tepat yaitu:
a. Pemenuhan definisi aset dan kewajiban.
b. Kekuatan mengikat yaitu seberapa kuat bahwa pelaksanaan kontrak
tidak dapat dibatalkan.
c. Kebermanfaatan bagi keputusan.

Karakteristik Pendukung

FASB mnyebutkan beberapa karakteristik pendukung yaitu membayar


kas, identitas terbayar jelas, dan terpaksakan secara atau berkekuatan
hukum.
 Keharusan membayar kas. Keharusan membayar kas pada waktu dan
jumlah rupiah tertentu di masa datang merupakan petunjuk yang kuat
atau jelas mengenai kewajiban. Akan tetapi, untuk menjadi kewajiban,
penyerahan aset (kas) bukan satu-satunya kriteria tetapi lebih meliputi
pula penyerahan jasa. Esensi kewajiban lebih terletak pada
pengorbanan manfaat ekonomik masa datang dari pada terjadinya
pengeluaran kas. Meski demikian adanya pengeluaran kas merupakan
hal penting untuk mengaplikasi definisi kewajiban karena dua hal
yaitu: (1) sebagai bukti adanya suatu kewajiban dan (2) sebagai
pengukur atribut atau besarnya kewajiban yang cukup objektif.
 Identitas terbayar jelas. Bila identitas terbayar sudah jelas, hal tersebut
hanya menguatkan bahwa kewajiban memang ada tetapi tidak untuk
menjadi kewajiban identitas terbayar tidak harus dapat ditentukan
pada saat keharusan terjadi.
 Berkekuatan hukum. Memang pada umumnya, keharusan suatu entitas
untuk mengorbankan manfaat ekonomik timbul akibat klaim yuridis
yang mempunyai kekuatan memaksa. Adanya daya paksa yuridis
hanya menunjukan bahwa kewajiban tersebut memang ada dan dapat
dibuktikan secara yuridis material. Meskipun demikian, daya paksa
yang melekat pada klaim-klaim hukum bukan merupakan syarat
mutlak untuk mengakui adanya kewajiban. Keharusan melakukan
pengorbanan manfaat ekonomik masa datang tidak harus timbul dari
desakan pihak eksternal tetapi dari minat atau kebijakan internal
manajemen. Itulah sebabnya kewajiban mencakupi pengorbanan
sumber ekonomik masa depan yang timbul akibat keharusan
konstruktif dan dan demi keadilan.

Dari apa yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa definisi


kewajiban sebenarnya merupakan bayangan cermin dari definisi aset.
Transaksi, kejadian, atau keadaan dapat mempengaruhi aset dan kewajiban
secara bersamaan karena konsep kesatuan usaha yagn mendasari sistem
berpasangan. Konsep hak-kewajiban takbersyarat sebernya juga mengatakan
bahwa dalam hal tertentu adanya aset harusa diimbangi dengan timbulnya
kewajiban atau sebaliknya timbulnya kewajiban harus diimbangi akses atau
kendali terhadap suatu aset. Walaupun demikian, perubahan aset tidak selalu
disertai dengan perubahan kewajiban.

2. Pengakuan, Pengukuran, dan Penilaian


Sebagai bayangan cermin aset, kewajiban juga harus diukur dan
diakui pada saat terjadinya. Kalau aset diukur dengan dasar penghargaan
sepakatan (kos), demikian juga kewajiban. Jadi kos sebagai pengukur tidak
hanya diterapkan untuk aset pemerolehan tetapi juga untuk kewajiban pada
saat terjadinya.
Kewajiban memiliki tiga tahap perlakuan yaitu penanggungan
(pengakuan terjadinya), penelusuran, dan pelunasan (penyelesaian).
Penelusuran berarti penentuan status dan jumlah rupiah (kos) kewajiban
setiap saat. Penentuan kos setiap saat (termasuk pada saat tanggal neraca)
dapat disebut dengan penilaian kewajiban.
Pengakuan
Kam (1990, hlm.109) membedakan antara kaidah pengakuan dan
criteria pengakuan. Criteria pengakuan lebih berkaitan dengan pedoman
umum dalam rangka memenuhi karakteristik kualitatif informasi sehingga
elemen statemen keuangan hanya dapat diakui bila criteria definisi,
keberpautan, keterandalan, dan keterukuran dipenuhi. Kaidah pengakuan
merupakan prosedur aplikasi untuk menandai adanya elemen dan saat
dipenuhinya criteria pengakuan umum. Dalam hal kewajiban, kaidah
pengakuan berkaitan dengan saat ata apa yang menandai bahwa kewajiban
telah mengikat sehingga suatu kewajiban dapat diakui (dibukukan). Kam
mengajukan empat kaidah pengakuan untuk menandai pengakuan kewajiban
yaitu (hlm.119-120):
1. Ketersediaan dasar hukum. Kalau terdapat bukti yuridis yang kuat
tentang adanya daya paksa untuk memenuhi keharusan, jelas tidak
dapat disangkal bahwa suatu kewajiban memang ada. Kaidah ini
terkait dengan kualitas keterandalan dan keberpautan informasi.
Kaidah ini tidak mutlak sehingga kewajiban juga dapat diakui bila
terbukti substantive adanya keharusan konstruktif atau demi keadilan.
2. Keterterapan konsep dasar konservatisma. Kaidah ini merupakan
penjabaran barang teknis criteria keterandalan. Keadaan-keadaan
tertentu yang menjadikan konsep konservatisme terterapkan dapat
memicu pengakuan kewajiban. Implikasi dianutnya jinsep
konservatisme adalah rugi dapat diakui segera tetapi tidak demikian
dengan untung. Ini berarti kewajiban dapat diakui segera sedangkan
asset tidak.
3. Ketertentuan substansi ekonomik transaksi. Substansi suatu transaksi
dapat memicu pencatatan seluruh kewajiban yang timbul ketika
transaksi terjadi meskipun secara yuridis/kontraktual kewajiban baru
akan mengikat secara berkala pada saat keharusan sekarang timbul.
Kaidah ini berkaitab dengan masalah relevansi informasi.
4. Keterukuran nilai kewajiban. Keterukuran merupakan salah satu
syarat untuk mencapai kualitas keterandalan informasi. Adanya
kepastian mengenai jumlah rupiah dapat memicu diakuinya suatu
kewajiban. Kalau pengukuran suatu pos kewajiban bersifat sangat
subjektif dan arbiter, pada umumnya pos tersebut tidak diakui.
Hendriksen dan Breda (1991, hlm. 675-676) menunjukkan saat-saat
untuk mengakui kewajiban yaitu:
a. Pada saat penandatanganan kontrak bila pada saat itu hak dan
kewajiban telah mengikat.
b. Bersamaan dengan pengakuan biaya bila barang dan jasa yang
menjadi biaya belum dicatat sebagai asset sebelumnya.
c. Bersamaan dengan pengakuan asset. Kewajiban timbul ketika hak
untuk menggunakan barang dan jasa diperoleh.
d. Pada akhir perioda karena penggunaan asas akrual melalui proses
penyesuaian. Pengakuan ini menimbulkan pos hutang atau kewajiban
akrual (accrual liabilities).
Pengakuan Kewajiban Bergantung
FASB memberikan contoh-contoh keadaan-keadaan kebergantungan
rugi (loss contingencies) yang berpotensi memicu pengakuan kewajiban
sebagai berikut (SFAS No.5, prg. 4):
a. Ketertaggihan piutang usaha
b. Keharusan berkaitan dengan jumlah jaminan produk dan kerusakan
produk
c. Risiko rugi atau kerusajan properitas (fasilitas) kesatuan usaha akibat
kebakaran, ledakan, dan bahaya lainnya.
d. Ancaman pengambilalihan asset oleh pemerintah
e. Persengketaan yang memberatkan atau menunggu keputusan
f. Klaim atau pungutan yang telah diajukan/dikenakan atau yang
mungkin terjadi
g. Risiko rugi akibat bencana yang ditanggung oleh perusahaan asuransi
kerugian dan kecelakaan dan perusahaan reasuransi
h. Jaminan terhadap utang pihak lain
i. Keharusan bank komersial dalam ikatan stanby letters of credit
j. Perjanjian untuk membeli kembali piutang atau asset yang terkait
yang telah dijual
Rugi potensial yang dapat ditimbulkan oleh keadaan kebergantungan
diatas dapat diakui (dibebankan ke pendapatan) sebelum terlaksananya
kejadian yang menjadi syarat terjadinya rugi atau hanya diakui pada saat
diperoleh kepastian tentang status kejadian yang menjadi syarat. FASB
menetapkan bahwa rugi taksiran yang dapat terjadi dari kebergantungan rugi
harus diakru dengan membebankannya ke pendapatan ( sebagai biaya atau
rugi ) bila kedua kondisi berikut dipenuhi (SFASNo.5, prg.8):
a. Informasi yang tersedia sebelum penerbitan statemen keuangan
menunjukkan bahwa suatu asset cukup pasti telah turun nilainya atau
suatu kewajiban cukup pastu telah terjadi pada tanggal statemen
keuangan. Pada tanggal statemen keuangan harus sudah dapat
disimpulkan bahwa kejadian atau beberapa kejadian, yang
menegaskan adanya rugi, cukup pasti akan terjadi.
b. Jumlah rupiah rugi dapat diestimasi dengan cukup tinggi.

Pengukuran

Pengukur yang paling objektif untuk menentukan kos kewajiban pada


saat terjadinya adalah penghargaan sepakatan dalam transaksi bukan jumlah
rupiah pengorbanan ekonomik masa datang. Penghargaan sepakatan suatu
kewajiban merefleksi nilai setara tunai atau nilai sekarang kewajiban yaitu
jumlah rupiah pengorbanan sumber ekonomik seandainya kewajiban
dilunasi pada saat terjadinya. Dengan demikian, basis pencatatan kewajiban
adalah niai setara tunai bukan nilai nominal utang nilai setara tunai lebih
tepat mengukur kewajiban karena asset tang bersangkutan juga diukur
dengan jumlah tersebut

Kewajiban Dalam Pembelian Kredit

Dasar pengukuran asset yang paling objektif adalah kos tunai atau kos
tunai implicit. Karena kewajiban cerminan dari asset, pengukurannya juga
menggunakan pengukuran asset. Bila kewajiban yang timbul dalam rangka
pembelian barang dagangan, kos barang dagangan akan lebih tepat kalau
dicatat atas dasar net invoice method.

Diskun dan Premium Utang Obligasi

Nilai nominal atau jatuh tempo utang obligasi sering dianggap sebagai
jumlah rupiah kesepakatan pada saat penerbitan obligasi baik penerbit
maupun kreditor. Dasar pengukuran demikian sebenarnya tidak tepat. Untuk
suatu kontrak utang dengan ketentuan pembayaran bunga periodic dan
pokok pinjaman pada akhir jangka kontrak, pengukuran jumlah rupiah (kos)
utang dan asset untuk dasar pencatatan pertama kali yang tepat adalah kos
tunai implicit.

Dalam hal obligasi jangka panjang, jumlah rupiah uang yang diterima
oleh penerbit dan yang dibayarkan oleh kredito pada saat penerbitan
hanyalah merupakan bagian kecil dari jumlah rupiah total yang terlibat
dalam kontrak obligasi. Jumlah rupiah ini adalah seluruh jumlah rupiah
pembayaran pembayaran masa dating (bunga periodic dan nominal
obligasi). Pembayaran masa dating ini sebenarnya terdiri dari dua unsure
yaitu (1) nilai sekarang pembayaran bunga periodic dan nilai sekarang
nominal obligasi dan (2) bunga efektif yang terlibat dalam penentuan harga
obligasi tersebut.

Makna Harga Efektif Obligasi

Bagi penerbit obligasi, perhitungan biaya bunga menjadi tidak


lengkap (tepat) apabila tidak memperhatikan kedua proses diatas
(perhitungan bunga periodic dan akumulasi diskun). Jumlah rupiah utang
obligasu tiap saat (keharusan saat itu) sebelum jatuh tempo akan terlalu
besar apabila dinyatakan sebesar nominalnya.

Diskun Obligasi

Diskun obligasi yang belum diamortisasi bukan merupakan suatu


kerugian karena asset yang diperoleh sebelumnya tidak ada yang berkurang
atau menguap. Dia juga bukan asset karena tidak ada pengeluaran yang
mengakibatkan bertambahnya asset fisis sebesar jumlah rupiah diskun
tersebut. Simpulan yang pasti adalah bahwa diskun utang obligasi pada
waktu penerbiitan adalah suatu jumlah rupuah debit yang menunjukkan
biaya bunga yang harus dibayar pada tanggal jatuh tempo. Diskun tersebut
harus dilaporkan dalam neraca sebagai pengurang nilai nominal (jatuh
tempo) utang obligasi. Jadi akun diskun obligasi merupakan akun penillaian
terhadap akun utang obligasi yang memuat nominal utang.

Premium Obligasi

Mengartikan premium obligasi sebagai “pendapatan tangguhan” jelas


tidak tepat karena secara konseptual pendapatan atau laba tidak timbul dari
proses pemerolehan uutang. Pendapatan hanya timbul dari kegiatan
pembentukan pendapatan. Atas dasar konstinuitas usaha, premium obligasi
yang belum diamortisasi adalah benar-benar merupakan utang dan jumlah
amortisasi periodik adalah merupakan penyesuaian (pengurang) terhadap
biaya bunga dan bukannya merupakan elemen pendapatan. Tanpa
penyesuaian ini biaya bunga periodic akan menjadi tersaji lebih
(overstated).

Kewajiban Moneter dan Nonmoneter

Kewajiban dapat bersifat moneter dan nonmoneter. Kewajiban


moneter adalah kewajiban yang pengorbanan sumber ekonomik masa
datangnya berupa kas dengan jumlah rupiah dan saat yang pasti (baik
jumlah tanggal maupun berapa jumlah pembayarna berkala). Secara
konseptual, pada saat terjadinya, kewajiban moneter diukur atas dasar nilai
diskunan pembayaran kas masa datang. Hal ini berlaku khususnya untuk
kewajiban jangka panjang. Untuk kewajiban moneter jangka pendek,
kewajiban dapat diukur atas dasar nilai nominal berdasarkan konsep
materialitas. Termasuk dalam pengertian kewajiban moneter adalah
penerimaan dimuka yang akan dikompensasikan dengan pembelian barang
dan jasa dimasa dating. Disebut kewajiban moneter karena kalau pembelian
barang dan jasa batal, uang muka tersebut harus dikembalikan.
Kewajiban nonmoneter adalah keharusan untuk menyediakan barang
dan jasa dengan jumlah dan saat yang cukup pasti yang biasanya timbul
karena penerimaan pembayaran dimuka untuk barang dan jasa tersebut. Bila
pembayaran di muka penuh, kewajiban nonmoneter diukur atas dasar
pembayaran tersebut yang menunjukkan harga yang disepakati untuk barang
dan jasa. Pembayaran penuh dimuka tersebut sebenarnya merepresentasikan
jumlah untuk menutup kos barang dan jasa yang jasa yang akan diserahkan
dan laba. Jumlah yang digunakan untuk menutup kos itulah yang murni
merupakan kewajiban sedangkan jumlah untuk menutup laba merupakan
laba tangguhan yang tidak dapat disebut kewajiban karena tidak memenuhi
definisi kewajiban.

Penilaian

Penilaian mengacu pada penentuan nilai keharusan sekarang pada


setiap saat antara terjadinya kewajiban sampai dilunasinya kewajiban.
Makin mendelati saat jatuh tempo, nilai kewajiban akan makin mendekati
nilai nominal kewajiban.
Jadi, penilaian kewajiban pada saat tertentu adalah penentuan jumlah
rupiah yang harus dikorbankan seandainya pada saat tersebut kewajiban
harus dilunasi. Dengan kata lain, penilaian adalah penentuan nilai sekarang
kewajiban. Dalam hal obligasi, nillai sekarang tersebut disebut nilai bawaan
atau nilai pelunasan sekarang. Nilai pelunasan sekarang pada umumnya
bergantung pada nilai pasar obligasi. Amortisasi diskun atau premium
merupakan proses dalam rangka penulusuran kewajiban untuk menentukan
nilai pelunasan sekarang. Untuk kewajiban moneter, nilai sekarangnya
biasanya ditentujan atas dasar aliran kas keluar masa dating diskunan
dengan tingkat bunga pasar sebagai tarif diskun.
3. Pelunasan
Begitu terjadi akibat transaksi, kejadian, atau keadaan yang memicu
kesatuan usaha ang mengikuti kewajiban, suatu kewajiban akan terus
mengikat atau menjadi keharusan sampai keharusan tersebut dipenuhi
melalui transaksi, kejadian, atau keadaan yang mempengaruhi kesatuan
usaha. Pelunasan adalah tindakan atau upaya yang sengaja dilakukan oleh
kesatuan usaha untuk mempengaruhi (to satisfy) kewajiban pada saat dan
dalam kondisi normal usaha (in due course of business) sehingga dia bebas
dar kewajiban tersebut. Pelunasan biasanya merupakan pemenuhan secara
langsung kepada pihak yang berpiutang. Kebanyakan kewajiban dipenuhi
secara langsung dengan pembayaran tunai. Beberapa kewajiban dipenuhi
dengan pentransferan atau penyediaan jasa oleh kesatuan usaha kepada
kesatuan usaha lainnya. Beberapa kewajiban menjadi batal atau kesatuan
usaha menjadi bebas dari kewajiban lantaran pengampunan
sebagian/seluruhnya, kompromi, penimbulan atau pengakuan kewajiban
baru/pengganti, pengambil-alihan kewajiban oleh pihak lain, atau keadaan
khusus misalnya dalam kasus restrukturisasi utang. Bila kewajiban menjadi
hapus lantaran berbagai transaksi atau kejadian tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa keharusan sekarang mengalami pembebasan atau
pembatalan.
Pelunasan secara langsung disebut juga pelunasan secara yudiris
karena kewajiban kepada pihak yang berpiutang secara yudiris hapus
melalui transaksi langsung yang benar-benar terjadi (misalnya pembayaran
tunai secara langsung).
Pada saat pembayaran, pengutang atau debitur secara yuditis bebas
dari kewajiban dan secara teknis/administratif dan tuntas dapat mendebit
utangnya. Pelunasan secara tidak langsung terjadi apabila kesatuan usaha
melakukan tindakan yang mengarah kepelunasan misalnya dengan
pembentukan dana khusus untuk pelunasan baik dikelola sendiri atau
melalui wali amanat. Pembentukan atau penyisihan dana semacam ini
menadikan kesatuan usaha secara subtantif menempati keadaan yang disebut
pembatalan atau pembebasan secara subtantif.
Transfer Aset Finansial
Untuk melunasi kewajiban, suatu entitas dapat mentransfer aset
finansial (termasuk kas ) barang atau jasa. Pada umumnya, bila kewajiban
telah dilunasi dengan mentransfer secara penuh kas, barang atau jasa ke
debitor, maka pada saat itu pelunasan dianggap tuntas. Debitor tidak lagi
terlibat dengan aset atau kreditor secara finansial. Pelunasan kewajiban
dengan aset finansial dapat juga bersifat tuntas bila penyerahan aset
finansial bersifat tak bersyarat dan dianggap sebagai penjualan. Artinya aset
finansial dianggap dijual secara tunai dan kas yang diterima seketika itu
pula dianggap untuk melunasi kewajiban.
Lain halnya kalau pelunasan kewajiban dilakukan dengan transfer aset
finansial yang menimbulkan keterlibatanberlanjut pentransfer dengan aset
transferan atau transfer. Dalam hal ini kewajiban tidak lenyap secara
tuntasatau ada kewajiban baru yang berkaitan dengan aset transferan.
Contoh keterlibatan berlanjut adalah adanya hak regres, janji untuk membeli
kembali, penerbitan opsi, san penjaminan dengan kolateral. Secara umum
transfer aset dianggap sebagai penjualan apabila pentransfer menyerahkan
penguasaan atas aset finansial tersebut dan menerima aset lain sebagai
penghargaan atas aset finansial tersebut.
Pelunasan Sebelum Jatuh Tempo
Bila kewajiban di lunasi sebelum jatuh tempo, nilai jatuh tempo
(nominal) dengan sendirinya merefleksi nilai sekarang (saat pelunasan)
kewajiban sehingga tidak ada selisih antara jumlah rupiah yang dibayar dan
nilai nominal. Nilai jatuh tempo juga akan sama dengan nilai buku atau nilai
bawaan kewajiban karena proses amortisasi selisih antara nominal dan nilai
pasar pada saat penerbitan utang (misalnya obligasi). Selama beredar, nilai
sekarang atau nilai pasar kewajiban berfluktuasi mengikuti tingkat bunga
yang berlaku tetapi pada umumnya fluktuasi tersebut tidak diakui dapam
pembukuan debitor. Oleh karena itu, bila utag dilunasi sebelum jatuh tempo
(APBO No. 26 menyebutkan sebagai early extinguishment of debt), debitor
harus menebus utang tersebut dengan harga pasarnya sehingga dapat terjadi
selisih antara nilai bawaan dan nilai penebusan. Yang menjadi masalah
adalah apakah selisih tersebut dapat diperlakukan sebagai untung/rugi
(masuk statemen laba/rugi) atau sebagai penyesuaian ekuitas pemegang
saham. Bila masuk dalam stetemen laba-rugi apakah selisih tersebut bersifat
ordiner atau ekstaordiner.

Utang Terkonversi

Instrumen keuangan pada dasarnya adalah alat pembayaran atau


penjaminan sehingga dapat digunakan oleh pemegangnya untuk melunasi
utang. Utang terkonversi atau konvertibel merupakan salah satu instrument
financial tersebut. Sekuritas utang semacam ini biasanya mempunyai status
sebagai kewajiban dan ekuitas sekaligus. Artinya, pemegang instrument
mempunyai hak istimewa untuk mengubah status utang menjadi ekuitas
setiap saat selama hak istimewa untuk mengubah status utang menjadi
ekuitas setiap saat selama hak tersebut masih berlaku. Obligasi terkonversi
pada umumnya diterbitkan untuk menarik para investor karena mereka
dapat menggeser risiko atau mengubah status sekuritas menjadi lebih
menguntungkan. Hak konversi digunakan untuk menarik investor untuk
mengimbangi tingkat bunga nominal yang terlalu rendah disbanding tingkat
bunga umum. Oleh karena itu, harga perdana biasanya jauh lebih tinggi dari
obligasi biasa dengan tingkat risiko yang sama. Hendriksen dan Van Breda
(1991, hlm. 688) menunjukkan bahwa obligasi terkonversi biasanya
mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1. Tingkat bunga nominal jauh dibawah tingkat bunga pasar untuk


obligasi biasa yang setara.
2. Hagra konversi yang ditetapkan lebih tinggi dari harga ppasar saham
biasa.
3. Harga konversi tidak pernah menurun selama masa hak konversi
kecuali karena pengecualian yang diperlukan akibat pengembalian hak
yang melekat pada saham biasa seperti dalam hal terjadi pemecahan
saham atau deviden saham.

Karakteristik obligasi konversi menimbulkan masalah akuntansi pada


saat pengakuan, pengkonversian, dan pelunasan. Karena bersifat kewajiban
dan ekuitas, masalah pada saat pengakuan adalah apakah harga penerbitan
obligasi harus dipecah menjadi porsi yang merepresentasi utang obligasi dan
merepresentasi hak konversi atau harga penerbitan tidak dipecah dan utang
terkonversi dianggap utang semata-mata. Utang konversi mengandung sifat
utang dan ekuitaas, kedua komponen harus diakui secara terpisah.
Pandangan ini didasarkan ataas pemikiran sebagai berikut:

a. Hak konversi mempunyai nilai ekonomik sehingga tidak berbeda


sengan sifat hak opsi atau waran.
b. Pada saat penerbitan hak konversi atau nilai utang obligasi biasa dapat
diukur secara cukup andal sehingga tidak ada kesulitan teknis untuk
mengimplementasikan pemisahan tersebut.
c. Tujuan penerbitan utang terkonversi yang sebenarnya adalah
pendanaan dengan ekuitas.

Dasar pemikiran yang melandasi perlakuan sebagai utang semata-


mata dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Utang obligasi terkonversi merupakan sekuritas hibrida sehingga


harus dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
b. Penilaian hak konversi akan bersifat subjektif karena
ketidakterpisahan kedua komponen.

Jadi, ketidakterpisahan dan kepraktisan menjadi landasan pikiran


untuk memperlakukan utang terkonversi semata-mata sebagai utang.
Meskipun demikian, untuk sekuritas utang dengan hak bell saham yang
terpisah, APB mengambil posisi sebaliknya yaitu porsi nilai sekuritas yang
melekat pada hak beli harus di perlakukan sebagai modal setotan dan
nilainya ditentukan atas dasar nilai wajar relative dari kedua sekuritas pada
saat penerbitan.

Pembebasan Substantif

Kewajiban dapat dinyatakan terlunasi dan lenyap apabila telah


dilakukan pembayaran atau telah terjadi pembebasan secara hukum oleh
pihak kreditor atau pengadilan. Bila telah tercapai saat sehingga debitor
tidak perlu lagi melakukan pembayaran dimasa yang berkaitan dengan
pinjaman tersebut, maka pada saat tersebut secara subtanstif debitor sudah
bebas dari kewajiban sehingga dapat mengakui kewajiban dan asset dalam
perwalian meskipun utang belum jatuh waktu. Masalah teoritis dalam hal ini
adalah apakah pada saat terjadi pembebasan substantive perusahaan dapat
mengakui kewajiban.

Pengakuan kewajiban pada saat terjadinya pemnbebasan subtantif


dapat dimanfaatkan oleh debitor untuk melakukan manajemen laba dan
peningkatkan kinerja secara kosmetik. Hal ini dapat dilakukan karena
keuntungan bagi debitor sebagai berikut:

a. Kewajiban dihapus dari neraca sehingga rasio kewajiban-ekuitas


membaik.
b. Laba tahun berjalan akan meningkat dengan jumlah untung yang
terjadi dalam pengakuan kewajiban. Hal ini terjadi bila selisih antara
nilai tunai dana dan nominal utang dicacat sebagai untung.
c. Untung pengakuan kewajiban tidak dikenai pajak (di Amerika) karena
untung tersebut sebenarnya belum terealisasi sehingga perusahaan
dapat menghemat atau menunda pajak dan meningkatkan profitabilitas
secara cukup berarti pada saat pembebasan substantif.
d. Bila aset berupa obligasi pemerintah, maka perusahaan dapat
menghemat pajak karena untuk perhitungan pajak pendapatan bunga
obligasi p[emerintah dapat dikompensasi oleh biaya bunga utang.
e. Pembebasan substansif memungkinkan perusahaan untuk
memperlakukan kewajiban jangka panjang seperti mengelola surat-
surat berharga di sisi aset.

Penyajian

Kewajiban disajikan dalam neraca atas dasar urutan kelancarannya


sejalan dengan penyajian aset. PSAK no 1 pasal 39 menggariskan bahwa
aset lancar disajikan menurut urutan likuiditas sedangkan kewajiban
disajikan menurut urutan jatuh tempo. Ini berarti kewajiban jangka pendek
disajikan lebih dahulu daripada kewajiban jangka panjang. PSAK No. 1
menentukan bahwa semua kewajiban yang tidak memenuhi kriteria sebagai
kewajiban jangka pendek harus diklasifikasi sebagai kewajiban jangka
panjang. Suatu kewajiban dikliasifikasi sebagai kewajiban jangka pendek
bila (paragraf 44) :

a. Diperkirakan akan diselessaikan dalam jangka waktu siklus normal


operasi perusahaan, atau
b. Jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca.

Paragraf 47 menyebutkan bahwa kewajiban berbunga jangka pannjang


tetap diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pannjang, walaupun
kewajiban tersebut akan jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan
sejak tanggal neraca, apabila:

a. Kesepakatan awal perjanjian pinjaman untuk jangka waktu lebih dari


dua belas bulan.
b. Perusahaan bermaksud membiayai kembali kewajibannya dengan
pendanaan jangka panjang.
c. Maksud dari huruf b didukung dengan perjanjian pembiayaan kembali
atau penjualan kembali pembayaran yang resmi disepakati sebelum
laporan keuangan disetujui.
Hak Mengkompensasi

Kompensasi tidak dapat dilakukan karena tidak ada transaksi yang


menghubungkan antara debitor dan kreditor. Artinya, pembentukan dana
merupakan kegiatan internal perusahaan atau kehendak manajemen atau
bukan transakasi yang melibatkan kreditor. Ada kalanya hak mengontra
diperbolehkan bila kondisi ini biasanya berkaitan dengan apa yang disebut
sebagai kontrak bersyarat dan kontrak pertukaran. Kontrak bersyarat adalah
kontrak yang hak dan kewajibannya tergantung pada timbulnya kejadian
masa datang tertentu yang belum tentu terjadi dan dapat mengubah saat
penerimaan, penyerahan, atau pertukaran jumlah rupiah atau instrumen
keuangan.

Hak mengontra dikatakan ada bilamana semua kondisi berikut terpenuhi:

a. Tiap pihak dari dua pihak yang berkontrak utang kepada yang lain
suatu jumlah rupiah tertentu
b. Pihak pelapor (reporting party) mempunyai hak mengontra jumlah
yang diutangnya dengan jumlah yang diutang pihak lain.
c. Pihak pelapor memang berniat untuk mengontra.
d. Hak mengontra terpaksakan secara hukum.

Anda mungkin juga menyukai