Auditing Class…....
18 Oktober 2020
BAB 5
ETIKA PROFESIONAL
APAKAH ETIKA ITU?
Etika (ethics) secara garis besar dapat didefinisikan sebagai serangkaian prinsip
atau nilai moral yang dipakai sebagai pedoman dalam berperilaku di masyarakat
bagi seseorang terkait dengan sifat baik dan buruk.
Masing-masing dari kita memutuskan bagi kita sendiri apa yang kita anggap
sebagai perilaku tidak etis, baik bagi kita sendiri maupun bagi orang lain. Jadi
kita harus memahami apa yang menyebabkan orang-orang bertindak dengan
cara yang kita anggap sebagai tidak etis
Arti istilah profesional adalah tanggung jawab untuk bertindak lebih dari
sekadar memenuhi tanggung jawab diri sendiri maupun ketentuan hukum dan
peraturan masyarakat.
Akuntan publik, sebagai profesional, mengakui adanya tanggung jawab kepada
masyarakat, klien, serta rekan praktisi, termasuk perilaku yang terhormat,
meskipun itu berarti pengorbanan diri. Alasan utama mengharapkan tingkat
perilaku profesional yang tinggi oleh setiap profesi adalah kebutuhan akan
kepercayaan publik atas kualitas jasa yang diberikan oleh profesi, tanpa
memandang individu yang menyediakan jasa tersebut.
Bagi akuntan publik, kepercayaan klien dan pemakai laporan keuangan eksternal atas
kualitas audit dan jasa lainnya sangatlah penting. Jika para pemakai jasa tidak
memiliki kepercayaan kepada para dokter, hakim, atau akuntan publik, maka
kemampuan para profesional itu untuk melayani klien serta masyarakat secara efektif
akan hilang.
Perbedaan Antara Kantor Akuntan
Publik dan Profesional Lainnya
Kantor akuntan publik (KAP) memiliki hubungan khusus dengan para pemakai laporan
keuangan yang berbeda dengan bentuk hubungan antara profesional lain dengan para pemakai
jasanya.
Sebagai contoh, pengacara biasanya bertugas dan dibayar oleh klien dan mempunyai tanggung jawab
utama menjadi pembela bagi klien tersebut. Kantor akuntan publik bertugas dan dibayar oleh
perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan, tetapi yang mendapat manfaat utama dari audit ini
adalah para pemakai laporan keuangan.
Sering kali, auditor tidak mengetahui atau tidak mempunyai hubungan dengan para pemakai laporan
keuangan tetapi sering melakukan pertemuan dan mengadakan hubungan yang berkesinambungan
dengan personil klien. Sangat penting bahwa pemakai laporan memandang kantor akuntan publik
sebagai pihak yang kompeten dan objektif.
Jika pemakai laporan yakin bahwa kantor akuntan publik tidak memberikan jasa yang bernilai
(mengurangi risiko informasi), maka nilai laporan audit serta laporan jasa atestasi lainnya dari
kantor akuntan publik tersebut akan berkurang dan karenanya, permintaan akan jasa audit juga
berkurang. Karena itu, ada insentif yang cukup banyak bagi kantor akuntan publik untuk
berperilaku pada tingkat profesionalisme yang tinggi.
Kode Etik Profesi Akuntan
Publik
Kode Etik Akuntan Indonesia merupakan adopsi dari Handbook of the Code of Ethics for
Professional Accountant 2018 Edition yang dikeluarkan oleh International Ethics Standars
Board for Accountants of The International Federation of Accountants (IESBA-IFAC).
Dalam proses penyusunannya, ketiga asosiasi yakni IAI, IAPI, dan IAMI berkoordinasi
sesuai dengan Nota Kesepahaman tentang Kerjasama Pengembangan Profesi Akuntan di
Indonesia. Dengan tujuan agar terjadi sinergi antar organisasi profesi akuntan dan
menciptakan keseragaman ketentuan etika bagi seluruh akuntan di Indonesia.
Federasi Akuntan Internasional ( IFAC ) adalah organisasi global untuk profesi akuntansi.
Organisasi ini mendukung pengembangan, adopsi, dan implementasi standar internasional
untuk pendidikan akuntansi, etika, dan sektor publik serta audit dan asurans. Ini mendukung
empat dewan pengaturan standar independen, yang menetapkan standar internasional tentang
etika , audit dan jaminan , pendidikan akuntansi, dan akuntansi sektor publik
Dewan Standar Etika Internasional untuk Akuntan (IESBA) mengembangkan dan mempromosikan
Kode Etik Internasional untuk Akuntan Profesional.
BAGIAN 1
PRINSIP DASAR ETIKA
1. INTEGRITAS
Integritas menyiratkan anggota harus berterus terang dan selalu mengatakan yang
sebenarnya. Anggota tidak boleh secara sengaja dikaitkan dengan laporan, komunikasi, atau
informasi lain ketika Anggota percaya bahwa informasi tersebut: (a) Berisi kesalahan atau
pernyataan yang menyesatkan secara material; (b) Berisi pernyataan atau informasi yang
dibuat secara tidak hati-hati; atau (c) Terdapat penghilangan atau pengaburan informasi yang
seharusnya diungkapkan, sehingga akan menyesatkan.
2. OBJEKTIVITAS
Anggota harus mematuhi prinsip objektivitas yang mensyaratkan Anggota untuk tidak
mengompromikan pertimbangan profesional atau bisnis karena adanya bias, benturan
kepentingan, atau pengaruh yang tidak semestinya dari pihak lain.
Anggota harus patuh terhadap prinsip kompetensi dan kehati-hatian profesional yang
mensyaratkan Anggota untuk: (a) Mencapai dan mempertahankan pengetahuan serta
keahlian profesional pada level yang disyaratkan untuk memastikan bahwa klien atau
organisasi tempatnya bekerja memperoleh jasa profesional yang kompeten berdasarkan
standar profesional dan standar teknis terkini dan sesuai dengan perundang-undangan yang
berlaku; dan (b) Bertindak sungguh-sungguh dan sesuai dengan standar profesional dan
standar teknis yang berlaku
Pemberian jasa kepada klien dan organisasi tempatnya bekerja dengan kompetensi
profesional mensyaratkan Anggota untuk menggunakan pertimbangan yang baik
dalam menerapkan pengetahuan dan keahlian profesional ketika melakukan aktivitas
profesional.
4. KERAHASIAAN
Anggota harus mematuhi prinsip kerahasiaan, yang mensyaratkan Anggota untuk menjaga
kerahasiaan informasi yang diperoleh sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnis.
Anggota harus: (a) Mewaspadai terhadap kemungkinan pengungkapan yang tidak disengaja,
termasuk dalam lingkungan sosial, dan khususnya kepada rekan bisnis dekat, anggota keluarga
inti, atau keluarga dekat; (b) Menjaga kerahasiaan informasi di dalam Kantor atau organisasi
tempatnya bekerja; (c) Menjaga kerahasiaan informasi yang diungkapkan oleh calon klien atau
organisasi tempatnya bekerja; (d) Tidak mengungkapkan informasi rahasia yang diperoleh dari
hubungan profesional dan bisnis di luar Kantor atau organisasi tempatnya bekerja tanpa
kewenangan yang memadai dan spesifik, kecuali jika terdapat hak atau kewajiban hukum atau
profesional untuk mengungkapkannya; (e) Tidak menggunakan informasi rahasia yang diperoleh
dari hubungan profesional dan hubungan bisnis untuk keuntungan pribadi atau pihak ketiga; (f)
Tidak menggunakan atau mengungkapkan informasi rahasia apapun, baik yang diperoleh atau
diterima sebagai hasil dari hubungan profesional atau bisnis maupun setelah hubungan tersebut
berakhir; dan (g) Melakukan langkah-langkah yang memadai untuk memastikan bahwa personel
yang berada di bawah pengawasannya, serta individu yang memberi advis dan bantuan
profesional, untuk menghormati kewajiban Anggota guna menjaga kerahasiaan informasi.
Prinsip kerahasiaan merupakan bentuk perlindungan kepentingan
publik karena memfasilitasi aliran informasi yang bebas dari klien
atau organisasi tempatnya bekerja kepada Anggota dengan
pemahaman bahwa informasi tersebut tidak akan diungkapkan
kepada pihak ketiga.
Namun demikian, berikut ini adalah keadaan ketika Anggota harus mengungkapkan atau mungkin
disyaratkan untuk mengungkapkan informasi rahasia atau ketika pengungkapan tersebut mungkin
layak diungkap:
(a) Pengungkapan disyaratkan oleh hukum, misalnya:
(i) Pembuatan dokumen atau ketentuan lainnya atas bukti dalam proses hukum; atau
(ii) Pengungkapan kepada otoritas publik yang berwenang atas terjadinya indikasi pelanggaran
hukum;
(b) Pengungkapan diizinkan oleh hukum dan diperkenankan oleh klien atau organisasi tempatnya
bekerja; dan
(c) Terdapat kewajiban atau hak profesional untuk mengungkapkan, jika tidak dilarang oleh hukum:
(i) Untuk mematuhi penelaahan mutu oleh asosiasi profesi; (ii) Untuk merespons pertanyaan atau
investigasi oleh asosiasi profesi atau badan regulator; Untuk melindungi kepentingan profesional
Anggota dalam proses hukum; atau (iv) Untuk mematuhi standar profesional dan standar teknis,
termasuk persyaratan etika.
Dalam memutuskan untuk mengungkapkan atau tidak mengungkapkan informasi
rahasia, Anggota mempertimbangkan keadaan yang relevan termasuk:
• Apakah kepentingan semua pihak dirugikan, termasuk pihak ketiga yang
kepentingannya terpengaruh, jika klien atau organisasi tempatnya bekerja
menyetujui pengungkapan informasi tersebut.
• Apakah semua informasi yang relevan diketahui dan didukung bukti yang kuat,
sepanjang praktis.
Salah saji umumnya dianggap material jika gabungan dari kekeliruan dan
kecurangan yang belum dikoreksi dalam laporan keuangan kemungkinan
akan mengubah atau mempengaruhi keputusan orang yang menggunakan
laporan keuangan tersebut. Walaupun sulit mengukur materialitas, auditor
bertanggung jawab untuk memperoleh kepastian yang layak bahwa ambang
batas materialitas ini telah dipenuhi. Namun diperlukan biaya yang sangat
besar (dan mungkin mustahil) bagi auditor untuk memikul tanggung jawab
menemukan semua kekeliruan dan kecurangan yang tidak material.
Kepastian yang Layak
Kepastian atau assurance merupakan ukuran tingkat kepastian yang diperoleh
auditor pada saat menyelesaikan audit. Standar auditing (SAS 104) menyatakan
bahwa kepastian yang layak adalah tingkat kepastian yang tinggi, tetapi tidak
absolut, bahwa laporan keuangan telah bebas dari salah saji yang material.
Konsep kepastian yang layak, bukan yang absolut, mengindikasikan babwa
auditor bukanlah pemberi garansi atau penjamin atas kebenaran laporan
keuangan. Jadi, audit yang dilaksanakan sesuai dengan standar auditing dapat
saja gagal mendeteksi salah saji yang material.
Contoh bukti audit yang sangat persuasif adalah hasil perhitungan ulang oleh
auditor atas bersarnya amortisasi atas beban dibayar di muka. Adapaun contoh bukti
audit yang kurang persuasif adalah hasil tanya jawab dengan karyawan klien.
Auditor bertanggung jawab atas kepastian yang layak, tetapi tidak absolut, karena
beberapa alasan:
1. Sebagian besar bukti audit diperoleh dari pengujian sampel populasi seperti piutang
usaha atau persediaan. Namun penggunaan sampling juga mengandung sejumlah risiko
tidak terungkapnya salah saji yang material. Selain itu, bidang yang diuji; jenis, luas, dan
waktu pengujian: serta evaluasi atas hasil pengujian juga membutuhkan pertimbangan
auditor yang penting. Bahkan dengan itikad baik dan integritas, para auditor dapat
membuat kesalahan dan kekeliruan dalam memberikan pertimbangannya.
2. Penyajian akuntansi mengandung estimasi yang kompleks, yang melibatkan sejumlah
ketidakpastian serta dapat dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa di masa depan.
Akibatnya, auditor harus mengandalkan pada bukti audit yang persuasif, tetapi tidak
meyakinkan.
3. Laporan keuangan yang disusun dengan penuh kecurangan sering kali sangat sulit,
bahkan tidak mungkin, untuk dideteksi aleh auditor, terutama bila ada kolusi di kalangan
manajemen perusahaan.
Kekeliruan versus Kecurangan
Kekeliruan (error) adalah salah saji dalam laporan keuangan yang tidak
disengaja, sementara kecurangan (fraud) adalah salah saji yang disengaja. Dua
contoh kekeliruan antara lain kesalahan perhitungan harga dikalikan dengan
kuantitas pada faktur penjualan dan salah melihat bahan baku yang lama dalam
menentukan nilai persediaan dengan metode yang terendah antara harga perolehan
atau harga pasar.
Ada perbedaan penting antara pencurian aset dan salah saji yang diakibatkan oleh pencurian
aset ini. Perhatikan ketiga situasi berikut:
1. Aset dicuri dan pencurian itu ditutupi dengan menyajikan secara salah aset tersebut.
Sebagai contoh, kas yang ditagih dari pelanggan dicuri sebelum dicatat sebagai
penerimaan kas, dan piutang usaha tersebut tidak dikreditkan. Salah saji tersebut tidak
terungkapkan.
2. Aset dicuri dan pencurian tersebut ditutupi dengan menyajikan pendapatan terlalu rendah
atau melebihsajikan beban. Sebagai contoh, uang kas yang diperoleh dari penjualan tunai
dicuri, dan transaksi tersebut tidak pernah dicatat. Atau, pengeluaran yang tidak
diotorisasikan kepada seorang karyawan dicatat sebagai beban rupa-rupa. Salah saji
tersebut tidak terungkapkan.
3. Aset dicuri, tetapi misapropriasi tersebut berhasil diungkapkan. Laporan laba rugi dan
catatan kaki yang terkait mengungkapkan dengan jelas misapropriasi ini.
Skeptisme profesional
Sikap yang selalu mempertanyakan dan
melakukan evaluasi bukti audit secara kritis
Kelengkapan-Asersi ini menyatakan apakah semua akun yang harus disajikan dalam
laporan keuangan pada kenyataannya sudah dicantumkan. Sebagai contoh, manajemen
menegaskan bahwa wesel bayar di neraca mencakup semua kewajiban entitas seperti itu.
Asersi kelengkapan menyatakan hal-hal yang berlawanan dengan asersi eksistensi. Asersi kelengkapan
bersangkutan dengan kemungkinan penghilangan pos-pos dari laporan keuangan yang sebenarnya harus
dicantumkan, sedangkan asersi eksistensi bersangkutan dengan pencantuman jumlah yang seharusnya tidak
boleh dimasukkan. Jadi, pelanggaran atas asersi eksistensi berkaitan dengan lebih saji akun, sedangkan
pelanggaran atas asersi kelengkapan berkaitan dengan kurang saji akun. Pencantuman piutang dari pelanggan
fiktif melanggar asersi eksistensi, sedangkan kelalaian untuk mencatat piutang dari seorang pelanggan melanggar
asersi kelengkapan.
Penilaian atau Alokasi-Asersi penilaian dan alokasi berkaitan dengan apakah akun aset,
kewajiban, dan kepentingan ekuitas telah dimasukkan dalam laporan keuangan pada
jumlah yang tepat, termasuk setiap penyesuaian penilaian untuk mencerminkan jumlah
aset pada nilai realisasi bersih. Sebagai contoh, manajemen menegaskan bahwa properti
dicatat pada biaya historis dan biaya seperti itu secara sistematis dialokasikan ke periode
akuntansi yang tepat melalui penyusutan. Demikian pula, manajemen menegaskan bahwa
piutang usaha yang dicantumkan di neraca dinyatakan pada nilai realisasi bersih
Hak dan Kewajiban-Asersi ini membahas tentang apakah aset merupakan hak
entitas dan apakah kewajiban merupakan kewajiban entitas pada tanggal tertentu.
Sebagai contoh, manajemen menegaskan bahwa aset yang dimiliki oleh perusahaan
atau jumlah yang dikapitalisasi untuk lease dalam neraca merupakan biaya atas hak
entitas untuk meleasekan properti dan kewajiban lease yang terkait dengan aset
tersebut merupakan kewajiban entitas.
3. Asersi tentang Penyajian dan
Pengungkapan
Keterjadian serta Hak dan Kewajiban-Asersi ini menyatakan apakah peristiwa-
peristiwa yang diungkapkan telah terjadi dan merupakan hak serta kewajiban entitas.
Sebagai contoh, jika klien mengungkapkan bahwa ia telah mengakuisisi perusahaan lain,
hal ini menegaskan bahwa transaksi bersangkutan telah selesai.
Tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi mengikuti dan berhubungan erat
dengan asersi manajemen tentang kelas transaksi.
Ada perbedaan antara tujuan audit umum yang berkaitan dengan transaksi dan
tujuan audit khusus yang berkaitan dengan transaksi bagi setiap kelas transaksi.
Keenam tujuan audit umum yang berkaitan dengan transaksi yang dibahas di sini
dapat diterapkan pada setiap kelas transaksi, dan dinyatakan dalam istilah yang
luas.
Tujuan audit khusus yang berkaitan dengan transaksi juga diterapkan pada setiap kelas
transaksi, tetapi dinyatakan dalam istilah yang disesuaikan untuk kelas transaksi khusus,
seperti transaksi penjualan.
Setelah auditor menetapkan tujuan audit umum yang berkaitan dengan transaksi, hal itu
dapat digunakan untuk mengembangkan tujuan audit khusus yang berkaitan dengan
transaksi bagi setiap kelas transaksi yang akan diaudit.
6 Tujuan Audit Umum yang Berkaitan dengan
Transaksi
1. Keterjadian-Transaksi yang Dicatat Memang Ada-Tujuan ini berkenaan
dengan apakah transaksi yang tercatat memang benar-benar terjadi. Pencatatan
transaksi penjualan ke dalam jurnal penjualan padahal transaksi itu tidak terjadi
merupakan pelanggaran atas tujuan keterjadian. Tujuan ini merupakan padanan
auditor atas asersi manajemen tentang keterjadian untuk kelas transaksi.
Ada dua perbedaan antara tujuan audit yang berkaitan dengan saldo dan tujuan audit
yang berkaitan dengan transaksi. Pertama, seperti yang tersirat dalam istilahnya, tujuan
audit yang berkaitan dengan saldo diterapkan pada saldo akun seperti piutang usaha dan
persediaan, bukan kelas transaksi seperti transaksi penjualan dan pembelian persediaan.
Kedua, ada delapan tujuan audit yang berkaitan dengan saldo dibandingkan dengan
enam tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi.
Apabila digunakan tujuan audit yang berkaitan dengan saldo untuk mengaudit saldo akun,
auditor akan mengumpulkan bukti untuk memverifikasi rincian yang mendukung saldo
akun, bukan memverifikasi saldo akun itu sendiri. Sebagai contoh, dalam mengaudit
piutang usaha, auditor mendapatkan daftar file induk piutang usaha yang cocok dengan
saldo buku besar umum. Tujuan audit yang berkaitan dengan saldo piutang usaha
diterapkan pada akun pelanggan dalam daftar tersebut.
Tujuan Audit Umum Yang Berkaitan Dengan Saldo
6. Hubungan yang Rinci (Detail Tie-In)-Rincian Saldo Akun Sesuai dengan Jumlah
pada File Induk yang Berkaitan, Sesuai dengan Total Saldo Akun, dan Sesuai
dengan Total Buku Besar- Saldo akun dalam laporan keuangan didukung oleh rincian
pada file induk dan skedul yang dibuat oleh klien. Tujuan hubungan yang rinci ini
memastikan rincian dalam daftar telah disiapkan secara akurat, ditambahkan dengan
benar, dan sesuai dengan buku besar. Sebagai contoh, setiap piutang usaha yang tertera
dalam daftar piutang usaha harus sama dengan yang ada dalam file induk piutang usaha,
dan totalnya harus sama dengan akun pengendalian buku besar.
7. Nilai yang Dapat Direalisasi-Aset yang Telah Dicantumkan dalam Jumlah yang
Diestimasi Akan Direalisasi- Tujuan ini terkait dengan apakah saldo akun telah
dikurangi untuk memperhitungkan penurunan biaya historis ke nilai realisasi bersih.
Contoh-contoh penerapan tujuan ini antara lain mempertimbangkan kecukupan
penyisihan piutang tak tertagih dan penghapusan persediaan yang usang. Tujuan ini
hanya diterapkan pada akun aset serta merupakan bagian dari asersi penilaian dan
alokasi untuk saldo akun.
8. Hak dan Kewajiban- Selain eksistensi, sebagian besar aset juga harus dimiliki
sebelum dapat dicantumkan dalam laporan keuangan. Demikian pula, utang harus
merupakan kewajiban entitas. Hak selalu berkaitan dengan aset dan kewajiban dengan
utang. Tujuan ini adalah padanan auditor terhadap asersi manajemen tentang hak dan
kewajiban untuk saldo akun.
Tujuan Audit Khusus Yang Berkaitan
Dengan Saldo
Seperti halnya tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi, setelah tujuan
audit umum yang berkaitan dengan saldo ditentukan, tujuan audit khusus yang
berkaitan dengan saldo untuk setiap saldo akun dalam laporan keuangan dapat
dikembangkan. Sedikitnya satu tujuan audit spesifik yang berkaitan dengan
saldo harus disertakan untuk masing-masing tujuan audit umum yang berkaitan
dengan saldo, kecuali auditor yakin bahwa tujuan audit umum yang berkaitan
dengan saldo tidak relevan atau tidak penting bagi saldo akun yang sedang
dipertimbangkan.
3. TUJUAN AUDIT YANG BERKAITAN DENGAN
PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN
Perhatian atas pengumpulan bukti audit yang cukup dan tepat serta pengendalian biaya
audit membutuhkan perencanaan penugasan. Rencana ini harus menghasilkan pendekatan
audit yang efektif dengan biaya yang masuk akal. Auditor melaksanakan prosedur ini
untuk menilai risiko bahwa salah saji yang material mungkin telah ada dalam laporan
keuangan.
Merencanakan Dan Merancang Pendekatan
Audit (Fase 1)
Memahami Pengendalian Internal dan Menilai Risiko Pengendalian- Risiko salah saji
dalam laporan keuangan akan berkurang bila klien memiliki pengendalian yang efektif
atas pengoperasian komputer dan pemrosesan transaksi. Menilai risiko pengendalian
adalah proses di mana auditor mengidentifikasi pengendalian internal dan mengevaluasi
keefektifannya. Jika pengendalian internal dianggap efektif, risiko pengendalian yang
ditetapkan dapat dikurangi dan jumlah bukti audit yang harus dikumpulkan secara
signifikan dapat menjadi lebih sedikit ketimbang pengendalian internal yang tidak
memadai
Menilai Risiko Salah Saji yang Material- Auditor menggunakan pemahamannya atas
industri klien dan strategi bisnisnya, serta keefektifan pengendalian internalnya, untuk
menilai risiko salah saji dalam laporan keuangan. Penilaian ini kemudian akan
mempengaruhi rencana dan sifat audit, penetapan waktu, dan rentang prosedur audit.
Sebagai contoh, jika klien memperluas penjualan dengan merangkul pelanggan baru
yang memiliki peringkat kredit yang buruk, auditor akan menilai risiko salah saji yang
lebih tinggi atas nilai realisasi bersih piutang usaha dan merencanakan untuk
memperluas pengujian di bidang ini.
Melaksanakan pengujian pengendalian dan
pengujian subtantif atas transksi (fase II)
Pengujian atas rincian saldo (tests of details of balances) merupakan prosedur spesifik yang ditujukan untuk
menguji salah saji moneter pada saldo-saldo dalam laporan keuangan. Suatu contoh yang berkaitan dengan
tujuan ketepatan untuk piutang usaha (tujuan audit yang berkaitan dengan saldo) adalah komunikasi tertulis
secara langsung dengan para pelanggan klien guna mengidentifikasi jumlah yang salah. Pengujian atas rincian
saldo akhir merupakan hal yang esensial dalam pelaksanaan audit karena sebagian besar bukti diperoleh dari
sumber yang independen terhadap klien sehingga dianggap bermutu tinggi.
Menyelesaikan Audit Dan
Menerbitkan Laporan Audit (Fase
IV)
Setelah menyelesaikan semua prosedur bagi setiap tujuan audit dan bagi setiap akun
laporan keuangan serta pengungkapan yang terkait, auditor harus menggabungkan
informasi yang diperoleh guna mencapai kesimpulan menyeluruh tentang apakah
laporan keuangan telah disajikan secara wajar. Proses yang subjektif ini sangat
mengandalkan pada pertimbangan profesional auditor. Apabila audit telah selesai
dilakukan, akuntan publik harus menerbitkan laporan audit untuk melengkapi
laporan keuangan yang dipublikasikan oleh klien.