PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Telah kita pelajari pola pewarisan sifat yang diatur oleh gen-gen berangkai
atau gen-gen yang terletak pada satu kromosom. Keberadaan gen berangkai pada
suatu spesies organisme, yang meliputi urutan dan jaraknya satu sama lain,
menghasilkan peta kromosom untuk spesies tersebut, misalnya peta kromosom
pada lalat Drosophila melanogaster yang terdiri atas empat kelompok gen
berangkai.
Salah satu dari keempat kelompok gen berangkai atau keempat pasang
kromosom pada D. melanogaster tersebut, dalam hal ini kromosom nomor 1,
disebut sebagai kromosom kelamin. Pemberian nama ini karena strukturnya pada
individu jantan dan individu betina memperlihatkan perbedaan sehingga dapat
digunakan untuk membedakan jenis kelamin individu. Ternyata banyak sekali
spesies organisme lainnya, terutama hewan dan juga manusia, mempunyai
kromosom kelamin.
Gen-gen yang terletak pada kromosom kelamin dinamakan gen rangkai
kelamin (sex-linked genes) sementara fenomena yang melibatkan pewarisan gen-
gen ini disebut peristiwa rangkai kelamin (linkage). Adapun gen berangkai yang
dibicarakan pada Bab V adalah gen-gen yang terletak pada kromosom selain
kromosom kelamin, yaitu kromosom yang pada individu jantan dan betina sama
strukturnya sehingga tidak dapat digunakan untuk membedakan jenis kelamin.
Kromosom semacam ini dinamakan autosom.
Seperti halnya gen berangkai (autosomal), gen-gen rangkai kelamin tidak
mengalami segregasi dan penggabungan secara acak di dalam gamet-gamet yang
terbentuk. Akibatnya, individu-individu yang dihasilkan melalui kombinasi gamet
tersebut memperlihatkan nisbah fenotipe dan genotipe yang menyimpang dari
hukum Mendel. Selain itu, jika pada percobaan Mendel perkawinan resiprok
(genotipe tetua jantan dan betina dipertukarkan) menghasilkan keturunan yang
1
sama, tidak demikian halnya untuk sifat-sifat yang diatur oleh gen rangkai
kelamin.
Gen rangkai kelamin dapat dikelompok-kelompokkan berdasarkan atas
macam kromosom kelamin tempatnya berada. Oleh karena kromosom kelamin
pada umumnya dapat dibedakan menjadi kromosom X dan Y, maka gen rangkai
kelamin dapat menjadi gen rangkai X (X-linked genes) dan gen rangkai Y (Y-
linked genes). Di samping itu, ada pula beberapa gen yang terletak pada
kromosom X tetapi memiliki pasangan pada kromosom Y. Gen semacam ini
dinamakan gen rangkai kelamin tak sempurna (incompletely sex-linked genes).
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai pewarisan jenis
kelamin dan peta silsilah keluarga.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pewarisan jenis kelamin?
2. Bagaimana peta silsilah keluarga?
C. Tujuan
1. Mendeskripsikan pewarisan jenis kelamin.
2. Mendeskripsikan peta silsilah keluarga.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Jenis Kelamin
1. Pengertian Jenis Kelmin
Jenis kelamin (sex) merupakan suatu akibat dari dimorfisme seksual
(perbedaan sistematik tampakan luar antar individu yang mempunyai
perbedaan jenis kelamin dalam spesies sama).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), jenis kelamin adalah
sifat (keadaan) jantan atau betina.
Pengertian jenis kelamin (seks) menurut Hungu (dalam
http://www.psychologymania.com, 2012) adalah perbedaan antara
perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Seks
berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki
memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan
secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa jenis
kelamin (sex) adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara
biologis sejak lahir sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya proses
reproduksi seksual untuk mempertahankan keberlangsungan spesies itu.
Jenis kelamin merupakan suatu akibat dari dimorfisme seksual, yang
pada manusia dikenal menjadi laki-laki dan perempuan. Pada
kebanyakan hewannon-hermafrodit, tumbuhan berumah dua (dioecious),
dan berbagai organisme rendah orang menyebutnya jantan dan betina.
Jantan adalah kelompok yang menyediakan spermatozoid (sel gamet yang
aktif bergerak), sedangkan betina adalah kelompok yang menyediakan sel
gamet yang statik dan menunggu untuk dibuahi. Adanya alat kelamin yang
khas untuk masing-masing seringkali dijadikan penciri bagi masing-masing
jenis kelamin. Sebagi tambahan, sering kali tampak ciri-ciri sekunder yang
terjadi seperti pada manusia (misalnya payudara dan sebaran rambut),
unggas (ayam dan merak), dan sejumlah mamalia (singa).
3
Hermafrodit adalah individu yang dapat berperan sekaligus sebagai
jantan dan betina pada saat yang relatif bersamaan. Pada hewan gejala ini
relatif rendah frekuensinya, tetapi tinggi frekuensinya pada tumbuhan dan
banyak organisme rendah (protista). Hewan hermafrodit yang paling dikenal
adalah siput. Tumbuhan yang berumah tunggal,
baik monoklin (berbunga lengkap, seperti padi) maupun diklin (berbunga
tak lengkap, seperti jagung). Pada sejumlah protista dan bakteri dikenal
organisme dengan jenis kelamin positif (+) dan negatif (-). Penamaan ini
diberikan karena diketahui terjadi transfer material genetik dari satu
individu ke individu yang lain (disebut konjugasi) namun tidak disertai
dengan dimorfisme (tidak ada alat kelamin atau petunjuk seksual lainnya
yang teramati). Hal ini berbeda dari hermafroditisme, karena pada yang
terakhir ini diketahui ada alat kelamin (kedua alat kelamin dimiliki oleh satu
individu) dan terjadi pertukaran material genetik satu sama lain.
2. Berbagai Tipe Penentuan Jenis Kelamin Organisme
Mahluk yang hidup di dunia sangat beraneka ragam, sehingga mudah
dimengerti bahwa cara menetukan seks pada berbagai mahluk itu tidak
sama. Beberapa tipe penentuan jenis kelamin yang dikenal ialah:
a. Tipe XY
1) Pada lalat buah Drosophila melanogaster
Pada awal abad ini lalat buah banyak digunakan dalam
penelitian genetika karena lalat ini mempunyai beberapa
keuntungan, antara lain:
a) Mudah dipelihara pada media makanan yang sederhana,
pada suhu kamar dan di dalam botol susu berukuran sedang.
b) Mempunyai siklus hidup pendek (hanya kira- kira 2
minggu) sehingga dalam waktu satu tahun dapat diperoleh
25 generasi.
c) Mempunyai tanda- tanda kelamin sekunder yang mudah
dibedakan. Lalat betina lebih besar daripada lalat jantan,
ujung abdomen meruncing dan pada abdomen terdapat
4
garis- garis hitam melintang. Lalat jantan lebih kecil, ujung
abdomen tumpul berwarna kehitam- hitaman dan pada
abdomen terdapat garis- garis hitam melintang. Lalat jantan
lebih kecil, ujung abdomen tumpul berwarna kehitam-
hitaman dan pada abdomen terdapat sedikit garis- garis
hitam melintang. Ekstremitas (kaki) depan dari lalat jantan
memiliki sisir kelamin (sex comb ) tetapi lalat betina tidak
memilikinya.
d) Hanya mempunyai 8 kromosom saja, sehingga mudah
menghitungnya. Delapan buah kromosom yang terdapat
dalam inti sel itu dibedakan atas: 6 buah kromosom (3
pasang) yang pada lalat betina maupun jantan bentuknya
sama dan karena itu disebut autosom (kromosom tubuh),
disingkat A. 2 buah pasang kromosom ( 1 pasang) yang
disebut kromosom kelamin (seks kromosom) sebab anggota
dari sepasang kromosom ini tak sama bentuknya pada lalat
betina dan jantan
Kromosom kelamin dibedakan atas:
1) Kromosom-X yang berbentuk batang lurus. Lalat betina memiliki 2
buah kromosom-X.
2) Kromosom-Y yang lebih pendek daripada kromosom-X dan
ujungnya sedikit membengkok. Lalat jantan memiliki sebuah
kromosom-X dan sebuah kromosom-Y. Lalat betina normal tidak
memiliki kromosom-Y. Karena lalat betina memiliki 2 kromosom
kelamin sejenis (yaitu 2 kromosom-X), maka lalatbetina dikatakan
bersifat homogametik. Lalat jantan bersifat heterogametik, karena
memiliki kromosom-X dan kromosom-Y. Berhubung dengan itu
formula kromosom untuk lalat Drosophila ialah:
Lalat betina : AAXX
Lalat jantan : AAXY
5
Dalam keadaan normal, lalat betina membentuk satu macam sel telur
haploid (AX). Lalat jantan membentuk 2 macam spermatozoa, yaitu yang
membawa kromosom-X (AX) dan yang membawa kromosom-Y (AY).
Apabila spermatozoa pembawa kromosom-X membuahi ovum (AX)
terjadilah anak lalat betina (AAXX), sedangkan bila spermatozoa pembawa
kromosom-Y membuahi ovum terjadilah anak lalat jantan (AAXY).
Kadang- kadang diwaktu meiosis selama pembentukan sel- sel kelamin,
sepasang kromosom kelamin tidak memisah diri, melainkan tetap
berkumpul. Peristiwa tidak memisahkannya sepasang kromosom selama
pembelahan sel dinamakan gagal memisah (“ nondisjunction”). Jika
nondisjunction itu berlangsung selama oogenesis, maka terbentuklah 2
macam ovum, yaitu sebuah ovum yang memiliki dua kromosom-X dan
sebuah ovum lainnya yang hanya mengandung autosom saja tanpa
kromosom-X.
Adanya nondisjunction ini tentu saja mengakibatkan terjadinya
berbagai macam kelainan dalam keturunan, yaitu:
1) Lalat betina super (AAXXX), yaitu apabila spermatozoa yang membawa
kromosom-X membuahi sel telur yang mempunyai dua kromosom-X. Lalat
ini tidak sempurna pertumbuhannya, steril, sangat lemah dan hidup tidak
lama.
2) Lalat AAXXY, yaitu apabila spermatozoa pembawa kromosom-Y
membuahi sel telur yang mempunyai 2 kromosom-X. Lalat ini betina,
subur, tak ada bedanya dengan lalat biasa. Berarti bahwa kromosom-Y
pada Drosophila tidak memberi pengaruh pada seks.
3) Lalat AAXO, yaitu apabila spermatozoa pembawa kromosom-X
membuahi sel telur tanpa kromosom-X. Lalat ini jantan dan steril.
Sebaliknya, manusia XO adalah perempuan steril. Tetapi tikus XO
adalah betina fertile. Drosophila YO tidak dikenal, sebab bila
spermatozoa pembawa kromosom-Y membuahi sel telur tanpa
kromosom-X akan berakibat letal.
6
4) Lalat Ginandromof, ialah lalat yang tubuhnya separoh bersifat betina
dan lainnya jantan, dengan batas yang tegas. Berhubung dengan itu
untuk lalat ini tidak dapat diberikan formula kromosomnya.
5) Lalat interseks (AAAXX), yaotu lalat yang merupakan campuran antara
lalat betina dan jantan, triploid (3n) untuk autosomnya dan memiliki 2
kromosm-X steril. Lalat ini kini lazim disebut lalat interseks triploid
setelah Bridges berhasil membuat berbagai macam Drosophila
tetraploid seperti betina tetraploid (AAAAXXXX), interseks tetraploid
(AAAAXXX), jantan super tetraploid (AAAAX).
6) Lalat jantan super (AAXY), ialah lalat jantan triploid untuk autosomnya.
Seperti halnya dengan lalat betina super maka pertumbuhannya tidak
sempurna, steril, sangat lemah dan hidup tak lama.
7) Lalat dengan kromosom-X melekat pada salah satu ujungnya
(“ attched-X chromosomes”). Lalat ini mempunyai fenotip seperti lalat
betina normal, tetapi bila diperiksa secara mikroskopis maka inti selnya
mengandung sepasang kromosom-X yang saling melekat pada salah
satu ujungnya dan ditambah dengan adanya kromosom-Y. Drosophila
dengan “attached-X chromosomes” mempunyai formula kromosom
AAXXY.
Gambar penentuan jenis kelamin pada manusia
7
Jika pada Drosophila lalat XO merupakan lalat jantan steril, maka pada
belalang ini individu XO adalah jantan fertil.
c. Tipe ZW
Burung, kupu-kupu dan beberapa jenis ikan mengikuti tipe
penentuan jenis kelamin ini. Di sini yang heterogametik adalah yang
betina, sedangkan yang jantan homogametik. Untuk menghindari
kekeliruan dengan tipe XY, maka disini digunakan Z dan W. Jadi
burung betina adalah ZW (atau XY), yang jantan ZZ (atau
XX)
d. Tipe ZO
Pada unggas (ayam, itik dsb) juga yang betina heterogametik, tetapi
hanya memiliki sebuah kromosom selamin saja (ZO atau XO), sedang
yang jantan homogametik (ZZ atau XX).
e. Tipe Ploidi
Beberapa serangga dapat melakukan partenogenesis, artinya dari
sel telur dapat terbentuk makhluk baru tanpa didahului pembuahan oleh
spermatozoa.
Contohnya lebah madu (Apis sp.)
Jelaslah bahwa penentuan jenis kelamin pada lebah madu tidak
dipengaruhi oleh kromosom kelamin seperti pada makhluk lainnya,
melainkan oleh sifat ploidi dan makhluknya. Lebah yang diploid (2n)
adalah betina, sedangkan yang haploid (n) adalah jantan.
8
3. Diagram persilangan rangkai kelamin X pada Drosophila
Pada Drosophila, dan juga beberapa spesies organisme lainnya,
individu betina membawa dua buah kromosom X, yang dengan
sendirinya homolog, sehingga gamet-gamet yang dihasilkannya akan
mempunyai susunan gen yang sama. Oleh karena itu, individu betina ini
dikatakan bersifat homogametik. Sebaliknya, individu jantan yang
hanya membawa sebuah kromosom X akan menghasilkan dua macam
gamet yang berbeda, yaitu gamet yang membawa kromosom X dan
gamet yang membawa kromosom Y. Individu jantan ini dikatakan
bersifat heterogametik.
Rangkai X pada kucing
Warna bulu pada kucing ditentukan oleh suatu gen rangkai X.
Dalam keadaan heterozigot gen ini menyebabkan warna bulu yang
dikenal dengan istilah tortoise shell. Oleh karena genotipe heterozigot
untuk gen rangkai X hanya dapat dijumpai pada individu betina, maka
kucing berbulu tortoise shell hanya terdapat pada jenis kelamin betina.
Sementara itu, individu homozigot dominan (betina) dan hemizigot
dominan (jantan) mempunyai bulu berwarna hitam. Individu homozigot
resesif (betina) dan hemizigot resesif (jantan) akan berbulu kuning.
Istilah hemizigot digunakan untuk menyebutkan genotipe
individu dengan sebuah kromosom X. Individu dengan gen dominan
yang terdapat pada satu-satunya kromosom X dikatakan hemizigot
dominan. Sebaliknya, jika gen tersebut resesif, individu yang
memilikinya disebut hemizigot resesif.
Rangkai X pada manusia
Salah satu contoh gen rangkai X pada manusia adalah gen
resesif yang menyebabkan penyakit hemofilia, yaitu gangguan dalam
proses pembekuan darah. Sebenarnya, kasus hemofilia telah dijumpai
sejak lama di negara-negara Arab ketika beberapa anak laki-laki
meninggal akibat perdarahan hebat setelah dikhitan. Namun, waktu itu
kematian akibat perdarahan ini hanya dianggap sebagai takdir semata.
9
Hemofilia baru menjadi terkenal dan dipelajari pola
pewarisannya setelah beberapa anggota keluarga Kerajaan Inggris
mengalaminya. Awalnya, salah seorang di antara putra Ratu Victoria
menderita hemofilia sementara dua di antara putrinya karier atau
heterozigot. Dari kedua putri yang heterozigot ini lahir tiga cucu laki-
laki yang menderita hemofilia dan empat cucu wanita yang heterozigot.
Melalui dua dari keempat cucu yang heterozigot inilah penyakit
hemofilia tersebar di kalangan keluarga Kerajaan Rusia dan Spanyol.
Sementara itu, anggota keluarga Kerajaan Inggris saat ini yang
merupakan keturunan putra/putri normal Ratu Victoria bebas dari
penyakit hemofilia.
Rangkai Z pada ayam
Pada dasarnya pola pewarisan sifat rangkai Z sama dengan
pewarisan sifat rangkai X. Hanya saja, kalau pada rangkai X individu
homogametik berjenis kelamin pria/jantan sementara individu
heterogametik berjenis kelamin wanita/betina, pada rangkai Z justru
terjadi sebaliknya. Individu homogametik (ZZ) adalah jantan, sedang
individu heterogametik (ZW) adalah betina.
Contoh gen rangkai Z yang lazim dikemukakan adalah gen
resesif br yang menyebabkan pemerataan pigmentasi bulu secara
normal pada ayam. Alelnya, Br, menyebabkan bulu ayam menjadi
burik. Jadi, pada kasus ini alel resesif justru dianggap sebagai tipe alami
atau normal (dilambangkan dengan +), sedang alel dominannya
merupakan alel mutan.
Pewarisan Rangkai Y
Pada umumnya kromosom Y hanya sedikit sekali mengandung
gen yang aktif. Jumlah yang sangat sedikit ini mungkin disebabkan oleh
sulitnya menemukan alel mutan bagi gen rangkai Y yang dapat
menghasilkan fenotipe abnormal. Biasanya suatu gen/alel dapat
dideteksi keberadaannya apabila fenotipe yang dihasilkannya adalah
abnormal. Oleh karena fenotipe abnormal yang disebabkan oleh gen
10
rangkai Y jumlahnya sangat sedikit, maka gen rangkai Y diduga
merupakan gen yang sangat stabil.
Gen rangkai Y jelas tidak mungkin diekspresikan pada individu
betina/wanita sehingga gen ini disebut juga gen holandrik. Contoh gen
holandrik pada manusia adalah Hg dengan alelnya hg yang
menyebabkan bulu kasar dan panjang, Ht dengan alelnya ht yang
menyebabkan pertumbuhan bulu panjang di sekitar telinga, dan Wt
dengan alelnya wt yang menyebabkan abnormalitas kulit pada jari.
4. Kromatin Kelamin
Seorang ahli genetika dari Kanada, M.L. Barr, pada tahun 1949
menemukan adanya struktur tertentu yang dapat memperlihatkan reaksi
pewarnaan di dalam nukleus sel syaraf kucing betina. Struktur semacam
ini ternyata tidak dijumpai pada sel-sel kucing jantan. Pada manusia
dilaporkan pula bahwa sel-sel somatis pria, misalnya sel epitel selaput
lendir mulut, dapat dibedakan dengan sel somatis wanita atas dasar ada
tidaknya struktur tertentu yang kemudian dikenal dengan nama
kromatin kelamin atau badan Barr.
11
Sebaliknya, wanita penderita sindrom Turner (XO) tidak mempunyai
kromatin kelamin yang seharusnya ada pada wanita normal.
Mary F. Lyon, seorang ahli genetika dari Inggris mengajukan
hipotesis bahwa kromatin kelamin merupakan kromosom X yang
mengalami kondensasi atau heterokromatinisasi sehingga secara genetik
menjadi inaktif. Hipotesis ini dilandasi hasil pengamatannya atas ekspresi
gen rangkai X yang mengatur warna bulu pada mencit. Individu betina
heterozigot memperlihatkan fenotipe mozaik yang jelas berbeda dengan
ekspresi gen semidominan (warna antara yang seragam). Hal ini
menunjukkan bahwa hanya ada satu kromosom X yang aktif di antara
kedua kromosom X pada individu betina. Kromosom X yang aktif pada
suatu sel mungkin membawa gen dominan sementara pada sel yang lain
mungkin justru membawa gen resesif.
Hipotesis Lyon juga menjelaskan adanya mekanisme kompensasi
dosis pada mamalia. Mekanisme kompensasi dosis diusulkan karena
adanya fenomena bahwa suatu gen rangkai X akan mempunyai dosis
efektif yang sama pada kedua jenis kelamin. Dengan perkataan lain, gen
rangkai X pada individu homozigot akan diekspesikan sama kuat dengan
gen rangkai X pada individu hemizigot.
12
adrenalin menghasilkan steroid yang secara kimia berhubungan erat
dengan gonad.
13
Namun, individu jantan dengan genotipe tertentu sebenarnya juga
mempunyai potensi untuk menghasilkan keturunan dengan produksi susu
yang tinggi sehingga keberadaannya sangat diperlukan dalam upaya
pemuliaan ternak tersebut.
B. PETA SILSILAH
1. Pengertian Peta Silsilah
Sifat-sifat yang dimiliki orang tua diturunkan pada anaknya melalui
pola pewarisan tertentu. Salah satu metode mempelajari penurunan sifat manusia
banyak digunakan adalah dengan metode asal usul atau peta silsilah dalam bentuk
pedigree (peta silsilah).
Pedigree selalu menggunakan simbol silsilah keluarga, seperti:
1. = (kotak tanpa arsiran), simbol untuk laki-laki normal
2. = (kotak dengan arsiran penuh),simbol untuk laki-laki yang menderita
kelainan atau penyakit tertentu.
3. = (kotak dengan arsiran tidak penuh),simbol untuk laki-laki normal
carier untuk penyakit tertentu.
4. = (lingkaran tanpa arsiran) , simbol untuk perempuan normal
5. = (lingkaran dengan arsiran tidak penuh), simbol untuk perempuan
normal carier untuk penyakit atau kelainan tertentu
6. = (lingkaran dengan arsiran penuh) , simbol untuk perempuan dengan
kelainan atau penyakit tertentu.
Peta Silsilah Golongan Darah
Terdapat tiga sistem dalam silsilah golongan darah, yaitu:
a. Sistem ABO
Karl Landsteiner, seorang ilmuwan asal Austria yang menemukan 3 dari 4
golongan darah dalam sistem ABO pada tahun 1900 dengan cara memeriksa
golongan darah beberapa teman sekerjanya. Percobaan sederhana ini pun
dilakukan dengan mereaksikan sel darah merah dengan serum dari para donor.
Hasilnya adalah dua macam reaksi (menjadi dasar antigen A dan B,
dikenal dengan golongan darah A dan B) dan satu macam tanpa reaksi (tidak
memiliki antigen, dikenal dengan golongan darah O). Kesimpulannya ada dua
14
macam antigen A dan B di sel darah merah yang disebut golongan A dan B, atau
sama sekali tidak ada reaksi yang disebut golongan O.
Kemudian Alfred Von Decastello dan Adriano Sturli yang masih kolega
dari Landsteiner menemukan golongan darah AB pada tahun 1901. Pada golongan
darah AB, kedua antigen A dan B ditemukan secara bersamaan pada sel darah
merah sedangkan pada serum tidak ditemukan antibodi.
Dalam sistem ABO, golongan darah dibagi menjadi 4 golongan:
Golongan Sel Darah Merah Plasma
A Antigen A Antibodi A
B Antigen B Antibodi B
AB Antigen A & B Tidak ada antibodi
Antibodi Anti A &
O Tidak ada antigen
Anti B
15
golongan darah pada sistem MN juga berdasarkan pada ada tidaknyaaglutinogen
pada sel darah merah, tetapi tidak dikenal adanya agglutinin. Jumlah alelyang
menentukan golongan darah seseorang hanya ada 2, yaitu IM dan IN. Kedua alel
tersebut bersifat kodominan.
c. Sistem Rhesus
16
Jika janin yang dikandung Rh+, sedangkan ibu Rh–, pada kehamilan
pertama bayi tersebut terlahir selamat. Hal ini disebabkan antibodi ibu
terhadap antigen Rh– belum banyak diproduksi. Akan tetapi, pada kehamilan
kedua, jika janin Rh+, janin tersebut akan diserang oleh antibodi ibu (anti–
Rh+). Akibatnya, jika janin Rh+, akan menderita eritroblastosis fetalis.
Keadaan ini tidak terjadi jika pria Rh– dan wanita Rh+ atau keduanya
memiliki golongan Rh yang sama.
II
F. E. D. C.
III
K. J. I. G. H.
IV
L. M.
Peta silsilah yang terdiri dari 4 generasi (generasi I, generasi II, generasi III,
dan generasi IV) di atas dapat diuraikan tentang fenotip dan genotipnya, sebagai
berikut:
1. Fenotip
- laki-laki normal adalah individu I a, II d, dan IV l
- laki-laki normal carier adalah II e dan III i
- laki-laki albino adalah III h
- perempuan normal adalah II c, III g, III k
- perempuan normal carier adalah I b, II f, III j, dan IV m
2. Genotip
17
Pada kasus pewarisan sifat albino di atas adalah mudah untuk menentukan
genotipnya yaitu hanya dengan melihat jenis arsiran pada simbol yang digunakan,
yaitu sebagai berikut:
AA (normal homozigot) terdapat pada individu: I a, II c, II d, III g, III k, IV l
Aa (normal heterozygot/normal carier) terdapat pada individu: I b, II e, II f, III i,
dan III j
aa (albino) adalah individu III h
Catatan:
Sering kali dalam menuliskan simbol untuk individu yang normal carier dibuat tanpa
menggunakan arsiran sama sekali, sehingga untuk mencari genotipnya perlu dilakukan
analisis baik dari generasi sesudahnya (filialnya) dan atau dari generasi sebelumnya
(parentalnya).
Contoh yang lain adalah pada penyakit menurun yang terpaut kromosom
kelamin, misalnya pada buta warna yang disebabkan oleh gen resesif (c) terpaut X
yang dilambangkan dengan Xc. Penyakit ini lebih banyak diderita oleh laki-laki
karena pada wanita hanya akan memunculkan ekspresinya apabila dalam keadaan
homozigot, sedangkan dalam keadaan heterozigot tidak akan menampakkan
ekspresinya. Perhatikan contoh peta silsilah di bawah ini.
I
O. N.
II
T. S. Q. P. R.
III
X. W. U. V.
Peta silsilah penyakit buta warna di atas dapat ditentukan fenotip dan
genotipnya sebagai berikut:
1. Laki-laki normal (XY) : I l, II o, dan III s
2. Laki-laki buta warna (XcY) : II p dan III t
3. Perempuan normal (XX) : II m, dan II n
4. Perempuan normal carier (XXc) : I k, II q, dan III r
18
5. Perempuan buta warna (XcXc) : III u
Catatan:
1. Gen buta warna adalah gen resesif yang terpaut X dilambangkan X c sedangkan alelanya yang
menyebabkan normal sering tidak ditulis atau juga dilambangkan dengan C sehingga
menjadi XC.
2. Sama seperti pada penyakit yang terpaut autosom, dalam menuliskan simbol untuk individu
yang normal carier dibuat tanpa menggunakan arsiran sama sekali, sehingga untuk mencari
genotipnya perlu dilakukan analisis baik dari generasi sesudahnya (filialnya) dan atau dari
generasi sebelumnya (parentalnya).
19
Aa
Aa albino
Jadi dari perkawinan seorang pria normal dengan wanita normal yang
keduanya heterozigot menghasilkan keturunan dengan rasio fenotip normal :
albino = 3 : 1.
2) Gangguan mental
Yang dimaksud dengan gangguan mental adalah debil, imbisil, dan ideot.
Salah satu ciri penderita gangguan mental adalah jika urinnya diberikan larutan
ferioksida 5% akan menghasilkan warna hijau kebiruan yang berarti terdapat
senyawa derivat fenilketouria (FKU).
Fenilketouria disebabkan oleh gen resesif ph, sedangkan Ph menentukan
sifat normal. Cara pewarisan Fenilketouria sebagai berikut berikut :
P (normal) Phph X Phph (normal)
Gamet Ph, ph Ph, ph
F 1 PhPh = normal (25%)
2 Phph = normal (50%)
1 phph = fenilketouria (25%)
Jadi rasio fenotipnya adalah normal : fenilketouria = 3 : 1.
3) Kemampuan Mengecap Phenylthiocarbamida (PTC)
Phenylthiocarbamida (PTC) yaitu senyawa kimia yang rasanya pahit.
Sebagian besar orang dapat merasakan rasa pahit PCT disebut pengecap atau
taster, sedangkan sebagian lainnya tidak dapat merasakan pahit disebut dengan
nontaster. Gen T menentukan sifat perasa PCT, sedangkan alelnya gen t
menentukan seseorang tidak dapat merasakan PTC atau disebut buta kecap. Cara
pewarisan perasa PTC dan bukan perasa PTC dapat dijelaskan dalam persilangan
berikut:
P1 (taster) TT X tt (nontaster)
Gamet T t
F1 Tt (taster)
P2 (taster) Tt X Tt (taster)
Gamet T, t T, t
20
F2 TT
Tt taster (75%)
Tt
Tt nontaster (25%)
Jadi rasio fenotipnya adalah perasa PTC (taster) : buta kecap
(nontaster)=75% : 25% = 3:1
4) Polidaktili
Polidaktili adalah kelainan genetika yang ditandai banyaknya jari tangan
atau jari kaki melebihi normal, misalnya jari tangan atau jari kaki berjumlah enam
buah. Polidaktili dapat terjadi pada kedua jari tangan (kanan dan kiri) atau salah
satu saja. Perhatikan gambar disamping.
5) Thalasemia
Thalasemia merupakan kelainan genetika karena rendahnya pembentukan
hemoglobin. Hal ini mengakibatkan kemampuan eritrosit untuk mengikat oksigen
rendah. Thalassemia diakibatkan ketidakberesan sintesis salah satu rantai globin,
yaitu kesalahan transkripsi mRNA dalam menerjemahkan kodon untuk asam
amino globin.
Thalassemia disebabkan oleh gen dominan Th, sedangkan alelnya th
menentukan sifat normal. Penderita thalassemia bergenotip ThTh (thalassemia
mayor) atau Thth (Thallassemia minor). Penderita thalassemia mayor keadaannya
lebih parah daripada thalassemia minor. Penderita thalassemia mayor biasanya
bersifat letal (mati).
6) Dentinogenesis Imperfecta
Dentinogenesis Imperfecta adalah kelainan pada gigi, yaitu keadaan tulang
gigi berwarna putih seperti air susu. Kelainan itu disebabkan oleh gen Dt,
sedangkan gigi normal ditentukan oleh gen resesif dt.
7) Retinal aplasial
Retinal aplasial adalah kelainan pada mata yang mengakibatkan penderita
mengalami kebutaan sejak lahir. Penyebab kelainan itu yaitu gen dominan R,
sedangkan alel resesif r menentukan sifat mata normal.
8) Katarak
21
Katarak adalah kelainan mata, yaitu kerusakan pada kornea mata. Katarak
dapat mengakibatkan kebutaan. Kelainan ini disebabkan oleh gen dominan K,
sedangkan alel resesif k menentukan sifat mata normal.
9) Botak
Ekspresi gen penyebab botak dibatasi oleh jenis kelamin. Hal ini berarti
dengan genotip yang sama tetapi terdapat pada jenis kelamin yang berbeda akan
menimbulkan ekspresi fenotip yang berbeda. Kebotakan ditentukan oleh gen B
dan gen b untuk kepala berambut normal). Orang yang bergenotip BB, baik
perempuan maupun laki-laki akan mengalami kebotakan. Sebaliknya, genotip Bb
pada laki-laki mengakibatkan kebotakan, tetapi tidak untuk perempuan. Artinya,
genotip Bb tidak mengakibatkan kebotakan pada perempuan. Mengapa demikian?
Hal ini karena perempuan menghasilkan hormon estrogen yang mampu
menghalangi kebotakan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
22
DAFTAR PUSTAKA
Ariyulina, Dyah. 2006. IPA Biologi untuk SMA Kelas XII. Bandung: Esis
Sembiring, Langkah. 2004. IPA Biologi untuk SMA Kelas XII B. Semarang: Sunda
Kelapa Pustaka
Bagod Sudjadi dan Siti Laila. 2006. Biologi sains dalam kehidupan SMA Kelas
XII Semester 1. Surabaya: Yudhistira
Di unduh dari :
www.biologi.blogspot.com pada hari rabu, 30 Maret 2011.
http://www.berbagipengetahuan.com/2012/06/pewarisan-jenis-kelamin-dan-
peta.html
http://www.psychologymania.com/2012/12/pengertian-jenis-kelamin.html
23