Referat IMS Terhadap Manifestasi Vegetasi
Referat IMS Terhadap Manifestasi Vegetasi
Disusun oleh :
DOSEN PEMBIMBING
dr Wind Faidati, Sp. KK
KEPANITRAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SURABAYA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH IBNU SINA
KABUPATEN GRESIK PERIODE 22019 – 2020
1
KATA PENGANTAR
Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan referat Infeksi Menular Seksual
Terhadap Manifestasi Vegetasi Ini dengan baik sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Tulisan ini adalah hasil studi pustaka dari literature yang ada seperti jurnal kedokteran, textbook
Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dengan adanya penyusunan
referat ini, studi pustaka yang kami lakukan dapat tercatat dengan rapi dan dapat kita pelajari
kembali pada kesempatan yang lain untuk kepentingan proses belajar kita terutama dalam bidang
ilmu penyakit Kulit dan Kelamin. Bersama ini kami juga menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya referat ini, terutama kepada dr.Wind
Dalam penyusunan laporan kasus ini tentu jauh dari sempurna, oleh karena itu segala
kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan referat ini dan untuk
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul.............................................................................................. i
Kata Pengantar…………………......……………………………………... ii
Bab I PENDAHULUAN…………………………………………........... 1
1 Definisi Chlamydia…………………………………....................6
2 Etiologi Chlamydi……...……………………………………......6
3 Manifestasi Klinis………………………………………........... 6
4 Gejala Chlamydia………………………….......…………............6
5 Patofisiologi Sifilis……………………….…………….................8
6 penatalaksanaan……….….......………………...............................8
2 Etiologi Sifilis………………………………………………….....9
3 Patogenesis Sifilis….………..……………………………….........9
3
6 Penatalaksanaan Sifilis…………………………………………….18
2 Epidemiologi Gonore……...………………………………......19
3 Etiologi Gonore……...………….…………………………......20
6 Diagnosis Gonore………………………….......…………............23
8 Patofisiologi Sifilis……………………….…………….................24
9 Penatalaksanaan Gonor..….......………………...............................25
DAFTAR PUSTAKA……………………….…………………...................29
4
BAB I
PENDAHULUAN
Lebih dari 30 jenis patogen dapat ditularkan melalui hubungan seksual dengan
manifestasi klinis bervariasi menurut jenis kelamin dan umur. Meskipun infeksi menular
seksual (IMS) terutama ditularkan melalui hubungan seksual, namun penularan dapat
juga terjadi dari ibu kepada janin dalam kandungan atau saat kelahiran, melalui produk
darah atau transfer jaringan yang telah tercemar, kadang-kadang dapat ditularkan melalui
migrasi penduduk, populasi berisiko tinggi tertular IMS akan meningkat pesat.
Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan suatu penyakit kelamin yang
angka kejadian serta penyebarannya tidak dapat diperkirakan secara tepat sehingga
penting untuk menjadi perhatian masyarakat. Selain itu, Penyakit Infeksi Menular
Seksual (IMS) adalah salah satu penyakit infeksi yang ditularkan melalui hubungan
seksual, baik melalui vagina, mulut, maupun anus. Penyakit ini dapat disebabkan
oleh bakteri, virus, jamur, protozoa, atau ektoparasit. Risiko terkena infeksi menular
seksual pada perempuan lebih besar daripada laki-laki dan seringkali juga berakibat
lebih parah karena gejala awal yang tidak segera dikenali dan penyakit berlanjut ke
tingkat yang lebih parah.Tanda-tanda penyakit infeksi menular seksual ini adalah
keluarnya cairan atau nanah dari alat kelamin dengan wama dan bau yang berbeda
dari biasanya, luka pada alat kelamin, benjolan pada lipatan paha, tumor, kutil, jengger
ayam pada alat kelamin, dan nyeri perut bagian bawah pada perempuan. (Daili, 2007).
5
World Health Organization (WHO) pada tahun 2005 menyatakan bahwa
sebanyak 457 juta orang di seluruh dunia terkena penyakit infeksi menular
seksual. Di Indonesia, infeksi menular seksual yang paling banyak ditemukan adalah
sifilis dan gonorea. Prevalensi infeksi menular seksual di Indonesia sangat tinggi, yakni
dengan prevalensi infeksi gonorea sebanyak 37,4%, chlamydia 34,5%, dan sifilis 25,2%;
Di kota Surabaya prevalensi infeksi paling banyak yaitu chlamydia 33,7%, selanjutnya
sifilis 28,8% dan gonorea 19,8%. Kejadian sifilis terus meningkat setiap tahun,
peningkatan penyakit ini terbukti sejak tahun 2003 meningkat 15,4% sedangkan pada
tahun 2004 terus menunjukkan peningkatan menjadi 18,9%, sementara pada tahun 2005
Namun prevalensi yang paling banyak kejadian IMS di Indonesia khususnya kota
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan suatu penyakit kelamin yang
angka kejadian serta penyebarannya tidak dapat diperkirakan secara tepat sehingga
penting untuk menjadi perhatian masyarakat. Selain itu, Penyakit Infeksi Menular
Seksual (IMS) adalah salah satu penyakit infeksi yang ditularkan melalui hubungan
seksual, baik melalui vagina, mulut, maupun anus. Penyakit ini dapat disebabkan
oleh bakteri, virus, jamur, protozoa, atau ektoparasit. Risiko terkena infeksi menular
seksual pada perempuan lebih besar daripada laki-laki dan seringkali juga berakibat
lebih parah karena gejala awal yang tidak segera dikenali dan penyakit berlanjut ke
tingkat yang lebih parah.Tanda-tanda penyakit infeksi menular seksual ini adalah
keluarnya cairan atau nanah dari alat kelamin dengan wama dan bau yang berbeda
dari biasanya, luka pada alat kelamin, benjolan pada lipatan paha, tumor, kutil, jengger
ayam pada alat kelamin, dan nyeri perut bagian bawah pada perempuan. (Daili, 2007).
Ada banyak jenis infeksi yang ditimbulkan dari IMS ada oleh karena bakteri,
Chlamydia
fluor albus disertai dengan gejala ringan yang tak disadari oleh pasien
7
Sifilis
Gonore
gejala kluarnya fluor albus kental yang berlebihan dan sedikit bau.
Herpes genitalis
- Pada laki – laki dan perempuan trdapat lesi vesicular pada daerah
Kondiloma akuminata
- Pada laki – laki terdapat benjolan tumbuh sekita 1-2cm pada daerah
Candidiasis
- Pada laki – laki infeksi tersering terjadi pada daerah gland penis
8
- Pada perempuan mengakibatkan vulvo vaginitis dengan fluor albus
yang bergumpal dan banyak disertai rasa gatal dan terbakar di daerah
vulva
dan berbusa
Surabaya, tercatat yang paling sering yaitu karena disebabkan oleh infeksi bakteri, infeksi
bakteri yang tersering yaitu bakteri Nisseria gonoeehoae, Chlamydia trachomatis, dan
Treponema pallidum.
A1.1 Chlamydia
Infeksi ini dapat diobati dengan mudah tapi jika tidak ditangani dapat menyebabkan
masalah kesehatan dan kesuburan. Klamidia disebabkan oleh bakteri yang berkembang
biak di selaput lendir dari alat kelamin. Hal ini dapat menyebabkan peradangan saluran
kencing, dubur dan leher rahim. Ketika infeksi terjadi pada anus, pasien biasanya tidak
merasakan gejala meskipun mungkin merasa tidak nyaman. Kadang-kadang ada lendir,
iritasi, gatal dan nyeri. Infeksi Chlamyidia di tenggorokan juga mungkin tidak
9
memberikan gejala apapun. Jika mata Anda terinfeksi, bakteri dapat menyebabkan iritasi
dan keluarnya cairan dari salah satu atau kedua mata Anda (konjunktivitis).
yakni radang saluran kemih yang tidak spesifik, yang dikenal merupakan salah satu
infeksi/penyakit, akibat dari hubungan seksual yang terjadi pada pria. Sedangkan pada
wanita klamidia lebih sering menyebabkan cervicitis (serviksitis), yaitu infeksi leher
infertilitas.
dalam penis). Sebanyak 75 persen penderitanya, tidak mendapatkan gejala penyakit ini.
Kalaupun muncul gejala, pada wanita, hanya berupa keputihan. Penyakit menular seksual
(PMS) yang satu ini, dapat menular atau ditularkan pasangan. Masa inkubasi 7 sampai 12
hari.
trachomatis di daerah genital ditandai dengan bertambahnya duh tubuh vagina dan atau
10
nyeri pada waktu buang air kecil, sedangkan yang lainnya tidak ada keluhan yang jelas.
Pada penyelidikan pada wanita usia reproduktif yang datang ke klinik dengan gejala-
1) Endometritis
sehingga terjadi endometritis. Tanda dari endometritis antara lain menorrhagia dan nyeri
panggul yang ringan. Pada pemeriksaan laboratorium, chlamydia dapat ditemukan pada
aspirat endometrium.
2) Salfingitis (PID)
Salfingitis terjadi oleh karena penjalaran infeksi sehingga infeksi sampai ke tuba
dan menyebabkan kerusakan pada tuba (terjadi tuba scarring). Hal ini dapat
11
menyebabkan infertilitas dan kehamilan ektopik. Wanita dengan PID, lebih separuh
disebabkan oleh chlamydia, umumnya mengeluh rasa tidak enak terus di perut bawah. Itu
lantaran infeksi menyebar ke rahim, saluran telur, indung telur, bahkan sampai ke leher
rahim juga.
dan kemudian parakolikal menuju ke diafragma kanan. Beberapa dari penyebaran ini
menimbulkan perihepatitis. Parenchym hati tidak diserang sehingga tes fungsi hati
biasanya normal.
Pada pria yang terkena infeksi bakteri ini dapat menyebabkan terjadinya dan
penyakit seperti :
1) Uretritis
untuk uretritis yang disebabkan oleh C. trachomatis bervariasi dari sekitar 1 – 3 minggu.
Pasien dengan chlamydia, uretritis mengeluh adanya duh tubuh yang jernih dan nyeri
pada waktu buang air kecil (dysuria). Infeksi uretra oleh karena chlamydia ini dapat juga
terjadi asimtomatik.
2) Proktitis
penderita ringan dimana dapat ditemukan cairan mukus dari rektum dan tanda-tanda
12
3) Epididimitis
Sering kali disebabkan oleh C. trachomatis, yang dapat diisolasi dari uretra atau
dari aspirasi epi didimis. Dari hasil penelitian terakhir mengatakan bahwa C.
Gejala
Gejala mula timbul dalam waktu 3-12 hari atau lebih setelah terinfeksi. Pada penis
atau vagina muncul lepuhan kecil berisi cairan yang tidak disertai nyeri. Lepuhan ini
berubah menjadi ulkus (luka terbuka) yang segera membaik sehingga seringkali tidak
pada salah satu atau kedua selangkangan. Kulit diatasnya tampak merah dan teraba
hangat, dan jika tidak diobati akan terbentuk lubang (sinus) di kulit yang terletak diatas
kelenjar getah bening tersebut. Dari lubang ini akan keluar nanah atau cairan kemerahan,
lalu akan membaik; tetapi biasanya meninggalkan jaringan parut atau kambuh kembali.
13
Gambar I. Infeksi klamidia trakomatis pada serviks
Penyakit klamidia tidak memandang gender, penyakit klamidia ini bisa menyerang
pria juga wanita. penyakit klamidia bisa menyebabkan gangguan pada saluran air seni,
leher rahim, jalur pelepasan dubur, tenggorokan, dan mata. Penyakit klamidia akan
menunjukkan reaksinya sekitar 2-14 hari setelah terinfeksi. Pada wanita reaksi yang
umum terjadi adalah kejang pada perut bagian bawah, perubahan jadwal haid, juga sakit
saau buang air kceil. Penderita bisa mengidap penyakit ini selama berbulan-bulan bahkan
tahunan tanpa pernah tahu mengidap penyakit berbahaya ini. Penyakit ini bisa menyerang
Gejala lainnya adalah demam, tidak enak badan, sakit kepala, nyeri sendi, nafsu
makan berkurang, muntah, sakit punggung dan infeksi rektum yang menyebabkan
keluarnya nanah bercampur darah. Akibat penyakit yang berulang dan berlangsung lama,
A1.4 Patofisiologi
14
Klamidia disebabkan oleh bakteri Chlamydia trachomatis. Bakteri ini dapat
ditularkan dari satu orang ke orang lain selama hubungan seksual. Klamidia juga dapat
ditularkan dari ibu yang terinfeksi kepada bayinya selama kelahiran vagina. Bayi yang
A1.5 Penatalaksanaan
B1. Sifilis
Sifilis adalah penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh Treponema pallidum yang
sangat kronis dan bersifat sistemik. Pada perjalanannya dapat menyerang hampir seluruh bagian
tubuh terutama pada mukosa, dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten dan
dapat ditularkan melalui cairan tubuh saat berhubungan seksual, dan dari ibu ke janin.
B1.1 Etiologi
15
Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman yaitu
Spirochaetaceae dan genus Treponema. Bentuk T.pallidum spiral teratur, pipih atau tipis,
memanjang seperti kumparan, memiliki panjang sekitar 6-15 mikrometer dan lebar 0,15
mikrometer, terdiri atas delapan sampai dua puluh empat lekukan. Pembiakannya dengan
cara membelah diri pada posisi melintang dalam waktu setiap 30 jam. Pembiakan tidak
dapat terjadi diluar tubuh, karena T.pallidum akan cepat mati, namun dapat hidup dalam
struktur yang terdiri dari membran sel bagian dalam, dinding sel dilapisi oleh
peptidoglikan tipis, dan membran sel bagian luar. Treponema pallidum memiliki empat
B1.2 Patogenesis
T. pallidum berkembang biak dalam waktu 30-33 jam, kemudian muncul lesi
primer di tempat bakteri pertama kali masuk, bertahan selama 4-6 pekan lalu sembuh
secara spontan. Pada tempat masuk, bakteri ini akan bermultiplikasi dan tubuh bereaksi
ditandai dengan munculnya sel imun berupa limfosit, makrofag dan sel plasma sehingga
menimbulkan infiltrat dan memberi gambaran klinis berupa papul. 7 Selain itu, bakteri
berada di antara endotel kapiler saat berinteraksi dengan sel imun mengakibatkan reaksi
radang yang mengenai jaringan vaskular dan menimbulkan hipertrofi endotel sehingga
16
aliran darah sehingga papul dapat berubah menjadi erosi atau ulkus, kelainan ini disebut
dengan chancre.
Beberapa saat setelah inokulasi, T. pallidum akan menembus jaringan kulit dan
masuk ke aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Ketika masuk ke dalam tubuh, T.
pallidum akan merangsang sel inflamasi seperti sel T CD4+ (pada chancre), sel T CD8+
(pada sifilis sekunder), sitokin Th 1, IL-2 dan IFN-Ɣ. Respon imun humoral ditandai
dengan produksi IgM dua pekan setelah terinfeksi, diikuti dengan IgG dua pekan
kemudian. Pada infeksi bakteri secara umum, respon imun berperan untuk membunuh
bakteri yang menyerang tubuh, jika pada sifilis, jika respon imun tidak mampu
kekebalan tubuh (sistem saraf pusat, mata dan plasenta), selain itu terjadi penekanan
respon sel Th1 yang menyebabkan bakteri susah untuk dibunuh. Dibandingkan dengan
orang yang pertama kali terserang sifilis, pada orang yang terinfeksi kedua kali
cenderung memiliki manifestasi sifilis sekunder dan lebih sering menjadi sifilis laten.5
Sifilis primer yang tidak diobati, dapat menjadi sifilis sekunder 2-8 pekan setelah
chancre timbul. Sifilis sekunder menyebar melalui kelenjar limfe ke aliran darah,
kemudian ke seluruh tubuh dan mengakibatkan supresi cell mediated immunity sehingga
antibodi yang disebabkan peningkatan jumlah bakteri dalam tubuh yang menyerang dan
menimbulkan gejala berupa ruam di seluruh tubuh.2 Stadium laten merupakan stadium
setelah sifilis sekunder. Pada stadium ini reaksi hipersensitivitas tidak terjadi sehingga
stadium ini tidak memiliki gejala klinis. Pada sifilis tersier, terjadi mekanisme reaksi
17
hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV) sehingga menimbulkan pembentukan granuloma.
Stadium ini muncul minimal lebih dari 1 tahun setelah riwayat kontak.
Klasifikasi
diterbitkan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 2017, membagi sifilis
3. Stadium laten
4. Tersier
Sifilis Primer
Lesi sifilis dimulai sekitar 3 minggu setelah infeksi dengan T.pallidum. Lesi sifilis
primer yang khas berupa papul tunggal merah-kecoklatan berdiameter 0,5-1,5 cm, dalam
beberapa hari akan menjadi erosi dan membentuk ulkus primer (Chancre). Ulkus primer
terbentuk pada lokasi awal kontak dengan lesi infeksius pasangan seklusal, sekitar 95%
berada di daaerah gento-anus. Laki-laki sering pada penis terutama pada glans penis atau
sekitar sulkus koronarius dan skrotum. Pada perempuan mengenai daerah vulva, serviks,
fourchette atau perineum. Ulkis primer yg khas memiliki gambaran sebagai ulkus yang
18
tidak nyeri, tepi berindurasi, keras sehingga disebut sebagai ulkus durum atau ulkus yang
keras.
Setelah masa inkubasi 10-90 hari (rerata 3 pekan), di lokasi penetrasi treponema
akan muncul makula merah gelap yang kemudian menjadi papul lalu menjadi chancre
bulat atau oval dengan diameter ≤ 2 cm, dan tepi yang berbatas tegas, reguler, meninggi,
kenyal, tidak nyeri, dengan dasar bersih. Pada palpasi, konsistensi chancre teraba seperti
kartilago. Chancre seperti ini disebut ‘Hunterian chancre’, dapat ditemukan pada 60%
kasus. Jika tidak diterapi, chancre menetap selama 1 sampai 6 pekan. Dengan terapi,
chancre hilang 1-2 pekan setelah terapi, dan sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut.
Chancre umumnya soliter, meski bisa juga multipel. Chancre multipel bisa
terdeteksi pada sampai 47% kasus. Edema, fimosis, balanitis erosif, limfangitis, dan
tromboflebitis vena dorsalis dapat ditemukan. Pada negara industri, koinfeksi herpes
genitalis adalah penyebab utama chancre multipel. Pada laki-laki, lokasi umum adalah
glans, sulkus koronaria, dan prepusium. Jika dilakukan tarikan ke belakang (retraksi),
chancre di prepusium akan berbalik kembali, disebut fenomena dory flop. Chancre di
mengakibatkan gangren.
19
Gambar 2. a. Chancre yang baru tumbuh b. Chancre pada sifilis stadium primer
Pada perempuan, bagian serviks, labia, fourchette, dan uretra dapat terkena.
Chancre pada perempuan umumnya memiliki indurasi yang edematosa (Gambar 2a).
Chancre di dalam serviks dapat terjadi pada 44% kasus, tetapi biasanya jarang terdeteksi.
‘Kissing chancre’ umumnya timbul pada daerah yang memiliki kontak kulit ke kulit
seperti vulva.
Sekitar dua per tiga chancre ekstragenital terjadi di atas leher, dan setengah di
antaranya terdapat pada bibir, daerah perioral, atau kavum oral. Chancre orolabial terjadi
akibat seks secara oral. Sisanya terdapat pada jari, payudara, badan, perut, dan
ekstremitas. Chancre pada jari mungkin terasa nyeri. Orang yang melakukan seks secara
20
Gambar 3. aChancre pada vagina Gambar b. Chancre anorektal
Chancre atipikal juga biasa ditemukan. Infeksi spirochaeta dan mikroorganisme lain
pada saat bersamaan dapat menyebabkan chancre atipikal. Chancre campuran disebabkan
oleh infeksi Haemophilus ducreyi dan T. pallidum menghasilkan lesi yang berbeda dari
chancroid dan sifilis primer. Lesi tersebut memiliki karakteristik nyeri yang timbul beberapa
hari setelah paparan (karena masa inkubasi chancroid pendek), kemudian berubah menjadi
lesi berindurasi seperti pada sifilis. Chancre phagedenic merupakan kombinasi dari chancre
sifilis dan bakteri kontaminatif yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang parah dan
Sifilis Sekunder
Lesi sifilis primer dapat sembuh spontan tanpa diobati dalam waktu 2-3 minggu.
Pada 10-40% sifilis sekunder dapat ditemukan ulkus telah menyembuh saat didiagnosis,
21
namun terjadi multiplikasi dan penyebaran treponema ke seluruh tubuh, yang dapat
ditemukan dalam berbagai jaringan didalam tubuh. Stadium sekunder terjadi antara 4-8
minggu setelah lesi primer menghilang, dan berlangsung selama beberapa minggu sampai
beberapa bulan.
Temuan awal sifilis berupa roseola atau roseola sifilitika merupakan kelainan
sifilis sekunder dengan gambaran makula eritem, berwarna merah tembaga, berbentuk
bulat atau lonjong, dominan pada bagian tubuh, dan ekstremitas termasuk telapak tangan
Papul merupakan bentuk yang paling sering terlihat pada sifilis sekunder,
karakteristik khas papul pada sifilis sekunder adalah papul berwarna merah tembaga
berbentuk bulat
dinyatakan positif, belum pernah diobati dan tidak menunjukkan gejala atau manifestasi
klinis.
22
Sifilis laten terbagi menjadi dua yaitu sifilis laten dini dan sifilis laten lanjut.
Stadium laten lanjut dinyatakan bila pasien sudah terinfeksi selama 1 tahun atau bila
durasi infeksi tidak diketahui. Pada stadium laten lanjut ini sudah tidak lagi dapat
ditularkan melalui hubungan seksual, namun treponema dapat tetap ditularkan melalui
plasenta kepada janin. Terdapat kemungkinan seseorang dengan stadium sifiilis laten
Sifilis Tersier
Terdapat masa interval 1-20 tahun sejak infeksi akut hingga awitan klinis sifilis
tersier, sehingga orang sudah melupakan lesi sifilis dini yang terjadi jauh sebelumnya.
Beberapa sindrom klinis pada sifilis tersier terdiri atas 3 kelompok utama yaitu
menginfeksi susunan saraf pusat maka akan terjadi neurosifilis. Spiroketa yang menetap
dini terjadi bersamaan dengan sifilis primer atau sekunder dan umumnya asimtomatik.
Cairan serebrospinal, pembuluh darah otak dan meningen seringkali terkena, namun otak
dan medula spinalis jarang terkena. Sifilis pada meningen bermanifestasi sebagai nyeri
kepala, kaku leher, mual dan muntah. Neurosifilis lanjut akan mengenai meningen dan
Sifilis pada sistem kardiovaskular bermanifestasi pada dinding aorta terjadi infiltrasi
perivaskular yang terdiri atas sel limfosit dan sel plasma. Lapisan intima dan media juga
dirusak sehingga terjadi pelebaran aorta yang menyebabkan aneurisma. Manifestasi lain
berupa insufisiensi aorta, stenosis aorta, stenosis arteri koronaria dan miokarditis.
23
Lesi kulit berasal dari kutan (tuberous syphilids) maupun subkutan (gumma),
berupa nodul berkelompok dan asimetris. Lesi tidak menular, dapat hilang spontan,
dengan meninggalkan jaringan parut. Tuberous syphilids yang khas berbentuk papul
jaringan parut di bagian tengah dan meluas dari bagian tepi. Gumma diawali dengan
nodul subkutan yang kecil dan keras yang tumbuh menginvasi dermis.
Tes serologi
mendiagnosis sifilis. Sifilis primer pada mulanya memberi hasil negatif (seronegatif),
kemudian menjadi positif (seropositif) dengan titer rendah, disebut positif lemah. Pada
sifilis sekunder dini menjadi positif sedang, yang akan menjadi sangat kuat pada sifilis
sekunder lanjut. Pada sifilis tersier reaksi menurun lagi menjadi positif lemah atau
negatif.
Nontreponemal
Pada tes ini digunakan antigen tidak spesifik yaitu kardio lipin yang
dikombinasikan dengan lesitin dan kolestrol, karena itu tes ini dapat member Reaksi
Biologik Semu. Antibodi terbentuk setelah infeksi T.pallidum disebut reagin, tetapi zat
tersebut terdapat pada berbagai penyakit lain dan selama kehamilan. Reagin ini dapat
bersatu dengan suspense ekstrak lipid dari binatang atau tumbuhan, menggumpal
24
membentuk masa yang dapat dilihat pada tes flokulasi. Massa tersebut juga dapat bersatu
2) Tes flokulasi : VDRL (Venereal Disease Research Laboratories), Kahn, RPR (Rapid
Plasma Reagin), ART (Automated Reagin Test), dan RST (Reagin Screen Test).
Pada semua pasien dengan ulkus di genital yang bersifat akut, sebaiknya
dilakukan pemeriksaan mikroskopi lapang gelap. Mikroskop lapang gelap merupakan tes
diagnostik pilihan pada chancre dan lesi basah pada sifilis sekunder, khususnya
kondiloma lata dan mukosa. Tes ini tidak valid untuk lesi di daerah oral karena di dalam
mulut biasa terdapat spirochaeta komensal yang tidak bisa dibedakan dengan T.
pallidum.
B1.4 Penatalaksanaan
Kadar penisilin yang bersifat treponemisidal adalah >0,018 mg/l, kadar efektif maksimal
secara in vitro adalah lebih dari 0,36 mg/l. Kegagalan terapi jarang ditemukan dan
biasanya akan respon terhadap terapi penisilin kedua dengan dosis yang sama atau lebih
tinggi. Penisilin parenteral adalah terapi utama pada neurosifilis, infeksi HIV, dan
kehamilan. Antibiotik lain seperti tetrasiklin, eritromisin, dan sefalosporin generasi III
mempunyai efek antitreponemal yang kuat namun hasilnya tidak efektif seperti penisilin.
25
Pengobatan sifilis dini (primer, sekunder, dan laten dini tidak lebih dari 1 tahun)
dapat diterapi dengan: Penisilin G benzatin 2,4 juta unit satu kali suntikan intra
musukular (IM) atau Penisilin G prokain dalam akua 600.000 unit IM selama 10 hari.
Pemberian 10 hari pada sifilis primer seronegatif, sedangkan pada keadaan seropositif
C1 Gonorea
C1.1 Definisi
Gonore merupakan penyakit menular seksual yang bersifat akut yang disebabkan
oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae, dimana pada permulaannya keluar nanah dari OUE
(orifisium uretra eksternum) sesudah melakukan hubungan seksual. Bakteri ini biasanya
ditemukan pada cairan penis atau vagina dari orang yang terinfeksinya. Gonore juga
C1.2 Epidemiologi
Diperkirakan terdapat sekitar 60 juta kasus baru setiap tahun di seluruh dunia.
Pada tahun 2008, world health organization (WHO) memperkirakan 106 juta kasus
gonore terjadi secara global diantara orang dewasa. Di Eropa, gonore merupakan
penyakit infeksi bakteri terbanyak kedua setelah infeksi klamidia yang ditularkan melalui
hubungan seksual. Angka kejadian penyakit ini untuk sebagian besar negara tidak
diketahui karena pengawasan dan sistem pelaporan yang kurang, tetapi secara luas
dianggap bahwa angka kejadian penyakit dan komplikasinya jauh lebih tinggi di negara-
26
Seperti penyakit infeksi menular seksual (IMS) lainnya, angka kejadian infeksi
tertinggi terjadi pada anak muda, terutama pada wanita remaja dan pria umur dua
puluhan. Angka kejadian infeksi juga meningkat pada kelompok usia yang lebih tua.
Prevalensi gonore terbanyak pada populasi kulit hitam, dan pada pria yang berhubungan
seks dengan pria. Sosio-ekonomi, faktor perilaku, dan pola seks campuran,
C1.3 Etiologi
Penyebab gonore adalah gonokokus yang ditemukan oleh Neisser pada tahun 1879
dan baru diumumkan pada tahun 1882. Kuman tersebut termasuk dalam grup Neisseria dan
dikenal ada 4 spesies, yaitu N. Gonorrhoeae dan N.meningitidis yang bersifat patogen serta
N.catarrhalis dan N.pharyngis sicca yang bersifat komensal. Keempat spesies ini sukar
Gonokokus termasuk golongan diplokok berbentuk biji kopi berukuran lebar 0,8 µ
dan panjang 1,6 µ, bersifat asam. Pada sediaan langsung dengan pewarnaan Gram bersifat
Gram negatif, terlihat di luar dan di dalam leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat
mati dalam keadaan kering, tidak tahan suhu di atas 390C, dan tidak tahan zat disinfektan.
Secara morfologik gonokokus ini terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang
mempunyai pili yang bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak mempunyai pili dan
bersifat nonvirulen. Pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan menimbulkan reaksi
radang.
C1.4 Patogenesis
27
Neisseria gonorrhoeae dapat ditularkan melalui kontak seksual atau melalui
penularan vertikal pada saat melahirkan. Bakteri ini terutama mengenai epitel kolumnar
dan epitel kuboidal manusia. Patogenesis gonore terbagi menjadi 5 tahap sebagai berikut.
Fase 1 adalah bakteri Neisseria gonorrhoeae menginfeksi permukaan selaput lendir dapat
Fase 2 adalah bakteri ke microvillus sel epitel kolumnar untuk kolonisasi selama
infeksi, bakteri dibantu oleh fimbriae, pili. Fimbriae terutama terdiri dari protein pilin
oligomer yang digunakan untuk melekatkan bakteri ke sel-sel dari permukaan selaput
lendir. Protein membran luar PII Oppacity associated protein (OPA) kemudian membantu
Fase 3 adalah masuknya bakteri ke dalam sel kolumnar dengan proses yang
disebut endositosis di mana bakteri yang ditelan oleh membran sel kolumnar, membentuk
vakuola.
Fase 4 adalah vakuola ini kemudian dibawa ke membran basal sel inang, dimana
bakteri berkembang biak setelah dibebaskan ke dalam jaringan subepitel dengan proses
eksositosis. Peptidoglikan dan bakteri LOS (Lipo Oligo Sakharida) dilepaskan selama
infeksi. Gonococcus dapat memiliki dan mengubah banyak jenis antigen dari Neisseria
LOS. LOS merangsang tumor necrosis factor, atau TNF, yang akan mengakibatkan
kerusakan sel.
jaringan ikat subepitel. Respon imun host memicu Neisseria gonorrhoeae untuk
28
menghasilkan protease IgA ekstraseluler yang menyebabkan hilangnya aktivitas antibodi
asimptomatik infeksi pada saluran genital. Gejala kliniknya tumpang tindih dengan gejala
penyakit infeksi menular seksual lainya. Infeksi gonokokal terbatas pada permukaan yang
mengandung mukosa. Infeksi terjadi pada area yang dilapisi dengan epitel kolumner,
Pada pria keluhan subjektif yang paling sering timbul adalah rasa gatal, disuria,
polakisuria, keluar duh tubuh mukopurulen dari ujung yang kadang-kadang dapat disertai
darah dan rasa nyeri pada saat ereksi. Pada pemeriksaan orifisium uretra ekternum tambap
29
kemerahan, edema dan pasien merasa panas. Pada beberapa kasus didapati pula
Pada wanita gejala klinis jarang didapatkan, hal ini disebabkan karena pendeknya
uretra wanita dan gonokokus lebih banyak menyerang serviks dengan gejala utama
meliputi duh tubuh vagina yang berasal dari endoservisitis yang bersifat purulen dan agak
berbau namun pada beberapa pasien kadang mempunyai gejala minimal. Kemudian timbul
disuria dan dispareunia. Jika bersifat asimptomatis maka dapat berkembang menjadi
penyakit radang panggul. Penyakit ini bisa akibat dari menjalarnya infeksi ke
Selain itu, Infeksi gonore pada kehamilan dapat pula ditularkan pada bayi yang
infeksi anorektal, faringitis, rinitis, abses kulit kepala rambut, artritis dan juga sepsis.
C1.5 Diagnosis
Diagnosis gonore dapat ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
perwarnaan gram. Pengambilan sampel dari swab endoservik pada wanita dan uretra pada
pria, bila hasil positif akan tampak diplokokus gram negatif. Pengecatan positif pada wanita
menggunakan media selektif yang diperkaya yaitu Media Thayer Martin yang mengandung
vankomisin, dan nistatin yang dapat menekan pertumbuhan bakteri Gram positif, Gram
negatif dan jamur, dimana tampak koloni berwarna putih keabuan, mengkilat dan cembung.
30
Kultur diinkubasi pada suhu 350C – 370C dan atmosfer yang mengandung CO2 5%.
Pemeriksaan kultur dengan bahan dari duh uretra pria, sensitivitasnya lebih tinggi 94% -
98% daripada duh endoserviks 85 % - 95%, sedangkan spesifisitasnya sama yaitu 99%.
Terdapat 2 pemeriksaan definitif untuk penyakit gonore, yaitu tes oksidase dan tes
fermentasi. Pada tes oksidase koloni genus Neisseria menghasilkan indofenol oksidase
sehingga memberikan hasil tes oksidase positif. Tes oksidase dilakukan dengan cara
hasil tes positif maka akan berubah menjadi merah jambu dan makin lama semakin
menghitam. Sebaliknya hasil negatif menunjukkan warna koloni tidak berubah atau tetap
berwarna coklat. Dalam tes ini, reagen tersebut membunuh mikroorganisme tetapi tidak
memfermentasikan karbohidrat. Pada tes fermentasi terjadi perubahan warna pada media
glukosa yang berubah menjadi warna kuning, artinya bakteri ini membentuk asam dari
fermentasi glukosa. Media glukosa juga terbentuk gelembung pada tabung Durham yang
diletakkan terbalik didalam tabung media, artinya hasil fermentasi berupa gas.
Penyebab lain yang menyebabkan discharge pada uretra dan cerviks pada laki-laki
Trichomonas vaginalis, jamur, dan bakteri anaerob juga harus dimasukkan dalam
31
Diagnosis bandingnya antara lain, Infeksi traktus urinarius, Chlamydia, PID,
C1.7. Tatalaksana
Dalam hal tatalaksana duh tubuh uretra dan vagina perlu dipertimbangkan
ketersediaan sarana pemeriksaan pada lokasi layanan kesehatan . Yang paling ideal adalah
karena itu pada praktisnya perlu dibedakan antara ada atau tidaknya fasilitas pemeriksaan
mikroskopis.
dapat dapat dilakukan dengan sindrom approach (pendekatan sindrom) berupa penilaian
faktor resiko, dan langsung mengobatinya. Untuk lokasi layanan kesehatan yang
sempurna.
Non medikamentosa
3. Kunjungan ulang untuk tindak lanjut di hari ke-3 dan hari ke-7
keteraturan berobat
32
5. Lakukan provider Initiated Testing and Counseling terhadap infeksi HIV dan
ketersediaan obat , dan sesedikit mungkin efek toksiknya. Saat ini secara epidemiologis
pengobatan yang dianjurkan adalah obat per oral dengan dosis tunggal. Obat pilihan
Medikamentosa pewarnaan.
1. Golongan sefalosporin
Efektivitas dan sensifitas sampai saat ini paling baik, yaitu sebesar 95%.
- Ceftrizoxime 500 mg IM
- Cefotaxime 500 mg
- Ceefpodoxime 400 mg PO
single dose IM
2. Levofloksasin
33
Dari golongan kuinolon , obat yang menjadi pilihan adalah Levofloksasin 500
mg, dosis tunggal. Sedangkan Ciprofloksasin 500 mg, dan Ofloksasin 400mg , per
oral dosis tunggal, dilaporkan sudah resisten pada beberapa daerah tertentu.
3. Tiamfenikol
Dosisnya 3,5 gram dosis tunggal secara oral. Angka kesembuhan 97,7 %. Tidak
BAB III
KESIMPULAN
Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan suatu penyakit kelamin yang
angka kejadian serta penyebarannya tidak dapat diperkirakan secara tepat sehingga
penting untuk menjadi perhatian masyarakat. Selain itu, Penyakit Infeksi Menular
Seksual (IMS) adalah salah satu penyakit infeksi yang ditularkan melalui hubungan
seksual, baik melalui vagina, mulut, maupun anus. Prevalensi infeksi menular seksual
di Indonesia sangat tinggi, Di kota Surabaya sendiri prevalensi IMS yang paling banyak
yaitu chlamydia 33,7%, selanjutnya sifilis 28,8% dan gonorea 19,8%. (Del Amater, 2007).
34
Klamidia adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh bakteri chlamydia
yakni radang saluran kemih yang tidak spesifik, yang dikenal merupakan salah satu
infeksi/penyakit, akibat dari hubungan seksual yang terjadi pada pria. Sedangkan pada
wanita klamidia lebih sering menyebabkan cervicitis (serviksitis), yaitu infeksi leher
infertilitas.
Gonore merupakan penyakit menular seksual yang bersifat akut yang disebabkan
oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae, dimana pada permulaannya keluar nanah dari OUE
(orifisium uretra eksternum) sesudah melakukan hubungan seksual. Bakteri ini biasanya
ditemukan pada cairan penis atau vagina dari orang yang terinfeksinya. Gonore juga
Tatalaksana IMS yang efektif merupakan dasar dari pengendalian IMS itu sendiri,
karena dapat mengurangi angka kejadian IMS dan mencegah komplikasi yang terjadi. Bila
kebiasaan perilaku seksual masyarakat sudah dapat dikendalikan maka kejadian IMS di
Selain itu pemilihan pengobatan dan edukasi yang tepat juga sangat penting,
karena merupakan salah satu dasar untuk menekan angka kejadian IMS tersebut agar
35
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO task force: Tubal infertility: Serologic relationshipto past chlamydial and
gonococcal infection. Sex Trans.Dis. 2005
36
4. Daili SF. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. ed.7 Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2015
5. Kinghorn GR. Syphilis and bacterial sexually transmitted infections. In: Burns T,
Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook’s Textbook of Dermatology.8th ed.
UK: Wiley-Blackwell; 2010
7. Miller PJ, Law M, et al. Incident Sexually Transmitted Infections and Their Risk
Factors in an Aboriginal Community in Australia : a Population Based Cohort
Study. Sex Transm Inf. 2001 vol 77
9. Jawas Fitri, Murtiastutik Dwi. 2013. Penderita Gonore di Divis Penyakit Menular
Seksual Unit Rawar Jalan Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSU Dr. Soetomo
Surabaya Tahun 2002-2006. Surabaya: FK UNAIR
12. Goldsmith, L.A., Katz, S.I., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Leffell, D.J.,Wolff,
K.2012. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th ed. NewYork:Mc
Graw Hill.
37
38