Anda di halaman 1dari 38

REFERAT

INFEKSI MENULAR SEKSUAL TERHADAP


MANIFESTASI VEGETASI

ILMU KEDOKTERAN KULIT DAN KELAMIN

Disusun oleh :

PUTU WIWIK YULANDARI 19710064

DOSEN PEMBIMBING
dr Wind Faidati, Sp. KK

KEPANITRAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SURABAYA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH IBNU SINA
KABUPATEN GRESIK PERIODE 22019 – 2020

1
KATA PENGANTAR

Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan referat Infeksi Menular Seksual

Terhadap Manifestasi Vegetasi Ini dengan baik sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Tulisan ini adalah hasil studi pustaka dari literature yang ada seperti jurnal kedokteran, textbook

kedokteran serta berbagai sumber lain.

Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dengan adanya penyusunan

referat ini, studi pustaka yang kami lakukan dapat tercatat dengan rapi dan dapat kita pelajari

kembali pada kesempatan yang lain untuk kepentingan proses belajar kita terutama dalam bidang

ilmu penyakit Kulit dan Kelamin. Bersama ini kami juga menyampaikan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya referat ini, terutama kepada dr.Wind

Faidati, Sp. KK sebagai pembimbing.

Dalam penyusunan laporan kasus ini tentu jauh dari sempurna, oleh karena itu segala

kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan referat ini dan untuk

pelajaran bagi kita semua.

Gresik, 08 September 2019

Penyusun

Putu Wiwik Yulandari

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul.............................................................................................. i

Kata Pengantar…………………......……………………………………... ii

Daftar Isi…………………………………………………………….......... iii

Bab I PENDAHULUAN…………………………………………........... 1

Bab II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………............. 3

A. Definisi IMS …………………………………………………….3

1 Definisi Chlamydia…………………………………....................6

2 Etiologi Chlamydi……...……………………………………......6

3 Manifestasi Klinis………………………………………........... 6

4 Gejala Chlamydia………………………….......…………............6

5 Patofisiologi Sifilis……………………….…………….................8

6 penatalaksanaan……….….......………………...............................8

B.1 Definisi Sifilis……………………….………………………......9

2 Etiologi Sifilis………………………………………………….....9

3 Patogenesis Sifilis….………..……………………………….........9

4 Gambaran Klinis Sifilis ………………………………………......11

5 Pemeriksaan Penunjang Sifilis……………………………….........17

3
6 Penatalaksanaan Sifilis…………………………………………….18

C.1 Definisi Gonore…………………………………......................19

2 Epidemiologi Gonore……...………………………………......19

3 Etiologi Gonore……...………….…………………………......20

5 Manifestasi Klinis Gonore………………………………........... 22

6 Diagnosis Gonore………………………….......…………............23

7 Diagnosis Banding Gonore…………….….......…………............23

8 Patofisiologi Sifilis……………………….…………….................24

9 Penatalaksanaan Gonor..….......………………...............................25

Bab III KESIMPULAN…………………………………………………..... 28

DAFTAR PUSTAKA……………………….…………………...................29

4
BAB I

PENDAHULUAN

Lebih dari 30 jenis patogen dapat ditularkan melalui hubungan seksual dengan

manifestasi klinis bervariasi menurut jenis kelamin dan umur. Meskipun infeksi menular

seksual (IMS) terutama ditularkan melalui hubungan seksual, namun penularan dapat

juga terjadi dari ibu kepada janin dalam kandungan atau saat kelahiran, melalui produk

darah atau transfer jaringan yang telah tercemar, kadang-kadang dapat ditularkan melalui

alat kesehatan. Dengan perkembangan di bidang sosial, demografik, serta meningkatnya

migrasi penduduk, populasi berisiko tinggi tertular IMS akan meningkat pesat.

Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan suatu penyakit kelamin yang

angka kejadian serta penyebarannya tidak dapat diperkirakan secara tepat sehingga

penting untuk menjadi perhatian masyarakat. Selain itu, Penyakit Infeksi Menular

Seksual (IMS) adalah salah satu penyakit infeksi yang ditularkan melalui hubungan

seksual, baik melalui vagina, mulut, maupun anus. Penyakit ini dapat disebabkan

oleh bakteri, virus, jamur, protozoa, atau ektoparasit. Risiko terkena infeksi menular

seksual pada perempuan lebih besar daripada laki-laki dan seringkali juga berakibat

lebih parah karena gejala awal yang tidak segera dikenali dan penyakit berlanjut ke

tingkat yang lebih parah.Tanda-tanda penyakit infeksi menular seksual ini adalah

keluarnya cairan atau nanah dari alat kelamin dengan wama dan bau yang berbeda

dari biasanya, luka pada alat kelamin, benjolan pada lipatan paha, tumor, kutil, jengger

ayam pada alat kelamin, dan nyeri perut bagian bawah pada perempuan. (Daili, 2007).

5
World Health Organization (WHO) pada tahun 2005 menyatakan bahwa

sebanyak 457 juta orang di seluruh dunia terkena penyakit infeksi menular

seksual. Di Indonesia, infeksi menular seksual yang paling banyak ditemukan adalah

sifilis dan gonorea. Prevalensi infeksi menular seksual di Indonesia sangat tinggi, yakni

dengan prevalensi infeksi gonorea sebanyak 37,4%, chlamydia 34,5%, dan sifilis 25,2%;

Di kota Surabaya prevalensi infeksi paling banyak yaitu chlamydia 33,7%, selanjutnya

sifilis 28,8% dan gonorea 19,8%. Kejadian sifilis terus meningkat setiap tahun,

peningkatan penyakit ini terbukti sejak tahun 2003 meningkat 15,4% sedangkan pada

tahun 2004 terus menunjukkan peningkatan menjadi 18,9%, sementara pada tahun 2005

meningkat menjadi 22,1% (Del Amater, 2007).

Namun prevalensi yang paling banyak kejadian IMS di Indonesia khususnya kota

Surabaya adalah chlamydia, selanjutnya sifilis dan gonorea.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan suatu penyakit kelamin yang

angka kejadian serta penyebarannya tidak dapat diperkirakan secara tepat sehingga

penting untuk menjadi perhatian masyarakat. Selain itu, Penyakit Infeksi Menular

Seksual (IMS) adalah salah satu penyakit infeksi yang ditularkan melalui hubungan

seksual, baik melalui vagina, mulut, maupun anus. Penyakit ini dapat disebabkan

oleh bakteri, virus, jamur, protozoa, atau ektoparasit. Risiko terkena infeksi menular

seksual pada perempuan lebih besar daripada laki-laki dan seringkali juga berakibat

lebih parah karena gejala awal yang tidak segera dikenali dan penyakit berlanjut ke

tingkat yang lebih parah.Tanda-tanda penyakit infeksi menular seksual ini adalah

keluarnya cairan atau nanah dari alat kelamin dengan wama dan bau yang berbeda

dari biasanya, luka pada alat kelamin, benjolan pada lipatan paha, tumor, kutil, jengger

ayam pada alat kelamin, dan nyeri perut bagian bawah pada perempuan. (Daili, 2007).

Ada banyak jenis infeksi yang ditimbulkan dari IMS ada oleh karena bakteri,

virus, jamur, dan parasit.

1. Penyakit yang ditimbulkan akibat infeksi oleh karena bakteri yaitu :

 Chlamydia

- Pada laki – laki terjadi urethritis, epididymitis dan orkitis

- Pada perempuan terjadi servisitis, endometritis, dan salpingitis keluar

fluor albus disertai dengan gejala ringan yang tak disadari oleh pasien
7
 Sifilis

Pada laki – laki dan perempuan ulkus dengan pembesaran kelenjar

getah bening lokal, kondiloma lata

 Gonore

- Pada laki – laki menyebabkan urethritis, epididymitis dan orkitis

- Pada perempuan menyebabkan serviksitis, endometritis dan salfingitis

gejala kluarnya fluor albus kental yang berlebihan dan sedikit bau.

2. Penyakit yang ditimbulkan akibat infeksi virus yaitu :

 Herpes genitalis

- Pada laki – laki dan perempuan trdapat lesi vesicular pada daerah

genitalia atau anus

 Kondiloma akuminata

- Pada laki – laki terdapat benjolan tumbuh sekita 1-2cm pada daerah

penis dan anus

- Pada perempuan benjolan tumbuh sekita 1-2cm pada daerah vulva,

vagina, anus dan serviks

3. Penyakit yang ditimbulkan akibat infeksi jamur yaitu :

 Candidiasis

- Pada laki – laki infeksi tersering terjadi pada daerah gland penis

8
- Pada perempuan mengakibatkan vulvo vaginitis dengan fluor albus

yang bergumpal dan banyak disertai rasa gatal dan terbakar di daerah

vulva

4. Penyakit yang ditimbulkan akibat infeksi protozoa yaitu :

- Pada laki – laki mengakibatkan urethritis non gonokokkus, sering

muncul gejala yang asimtomatik

- Pada perempuan terjadinya vaginitis dengan fluor albus yang banyak

dan berbusa

Pada prevalensi pertumbuhan penyakit infeksi menular seksual (IMS) di

Surabaya, tercatat yang paling sering yaitu karena disebabkan oleh infeksi bakteri, infeksi

bakteri yang tersering yaitu bakteri Nisseria gonoeehoae, Chlamydia trachomatis, dan

Treponema pallidum.

A1.1 Chlamydia

Chlamydia adalah infeksi IMS (infeksi menular seksual) yang sangat umum.

Infeksi ini dapat diobati dengan mudah tapi jika tidak ditangani dapat menyebabkan

masalah kesehatan dan kesuburan. Klamidia disebabkan oleh bakteri yang berkembang

biak di selaput lendir dari alat kelamin. Hal ini dapat menyebabkan peradangan saluran

kencing, dubur dan leher rahim. Ketika infeksi terjadi pada anus,  pasien biasanya tidak

merasakan gejala meskipun mungkin merasa tidak nyaman. Kadang-kadang ada lendir,

iritasi, gatal dan nyeri. Infeksi Chlamyidia di tenggorokan juga mungkin tidak

9
memberikan gejala apapun. Jika mata Anda terinfeksi, bakteri dapat menyebabkan iritasi

dan keluarnya cairan dari salah satu atau kedua mata Anda (konjunktivitis). 

Klamidia adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh bakteri chlamydia

trachomatis (klamidia trakomatis). Klamidia, sering menyebabkan uretritis non spesifik

yakni radang saluran kemih yang tidak spesifik, yang dikenal merupakan salah satu

infeksi/penyakit, akibat dari hubungan seksual yang terjadi pada pria. Sedangkan pada

wanita klamidia lebih sering menyebabkan cervicitis (serviksitis), yaitu infeksi leher

rahim, dan penyakit peradangan pelvis (pinggul/panggul), bahkan menyebabkan

infertilitas. 

Chlamydia trachomatis yang terutama menyerang leher rahim. Biasanya

menyerang saluran kencing atau organ-organ reproduksi. Pada wanita, menyebabkan

infeksi di mulut rahim, sedangkan pada pria, menyebabkan infeksi di urethra(bagian

dalam penis). Sebanyak 75 persen penderitanya, tidak mendapatkan gejala penyakit ini.

Kalaupun muncul gejala, pada wanita, hanya berupa keputihan. Penyakit menular seksual

(PMS) yang satu ini, dapat menular atau ditularkan pasangan. Masa inkubasi 7 sampai 12

hari. 

A1.2 Etioogi Chlamydia

Chlamydia trachomatis, imunotipe D dan K, ditemukan pada 35 – 50 % dari

kasus uretritis non gonokokus di Surabaya. (Del Amater, 2007).

A1.3 Manifestasi klinis

Infeksi pada Wanita Sekitar setengah dari wanita dengan infeksi C.

trachomatis di daerah genital ditandai dengan bertambahnya duh tubuh vagina dan atau

10
nyeri pada waktu buang air kecil, sedangkan yang lainnya tidak ada keluhan yang jelas.

Pada penyelidikan pada wanita usia reproduktif yang datang ke klinik dengan gejala-

gejala infeksi traktus urinarius 10 % ditemukan carier C. trachomatis.

Faktor resiko infeksi C. trachomatis pada wanita adalah :

 - Usia muda, kurang dari 25 tahun

  - Mitra seksual dengan uretritis

  - Multi mitra seksual

 - Swab endoserviks yang menimbulkan perdarahan

 - Adanya sekret endoserviks yang mukopurulen

     -  Memakai kontrasepsi “non barier” atau tanpa kontrasepsi

Sering ditemukan kelainan pada infeksi C. trachomatis yang dapat memnyebabkan

beberapa jenis penyakit lainnya yaitu :

1)  Endometritis

Servisitis oleh karena infeksi C. trachomatis dapat meluas ke endometrium

sehingga terjadi endometritis. Tanda dari endometritis antara lain menorrhagia dan nyeri

panggul yang ringan. Pada pemeriksaan laboratorium, chlamydia dapat ditemukan pada

aspirat endometrium.

2)  Salfingitis (PID)

Salfingitis terjadi oleh karena penjalaran infeksi sehingga infeksi sampai ke tuba

dan menyebabkan kerusakan pada tuba (terjadi tuba scarring). Hal ini dapat

11
menyebabkan infertilitas dan kehamilan ektopik. Wanita dengan PID, lebih separuh

disebabkan oleh chlamydia, umumnya mengeluh rasa tidak enak terus di perut bawah. Itu

lantaran infeksi menyebar ke rahim, saluran telur, indung telur, bahkan sampai ke leher

rahim juga.

3)  Perihepatitis (Fitz - Hugh - Curtis Syndrome)

Infeksi C. trachomatis dapat meluas dari serviks melalui endometrium ke tuba

dan kemudian parakolikal menuju ke diafragma kanan. Beberapa dari penyebaran ini

menyerang permukaan anterior liver dan peritoneum yang berdekan sehingga

menimbulkan perihepatitis. Parenchym hati tidak diserang sehingga tes fungsi hati

biasanya normal. 

Pada pria yang terkena infeksi bakteri ini dapat menyebabkan terjadinya dan

penyakit seperti :

1) Uretritis

Infeksi di uretra merupakan manifestasi primer infeksi chlamydia. Masa inkubasi

untuk uretritis yang disebabkan oleh C. trachomatis  bervariasi dari sekitar 1 – 3 minggu.

Pasien dengan chlamydia, uretritis mengeluh adanya duh tubuh yang jernih dan nyeri

pada waktu buang air kecil (dysuria). Infeksi uretra oleh karena chlamydia ini dapat juga

terjadi asimtomatik. 

2)  Proktitis

c.trachomatis dapat menyebabkan proktitis terutama pada pria homoseks. Keluhan

penderita ringan dimana dapat ditemukan cairan mukus dari rektum dan tanda-tanda

iritasi, berupa nyeri pada rektum dan perdarahan.

12
3) Epididimitis

Sering kali disebabkan oleh C. trachomatis, yang dapat diisolasi dari uretra atau

dari aspirasi epi didimis. Dari hasil penelitian terakhir mengatakan bahwa C.

trachomatis merupakan penyebab utama epididimitis pada pria kurang dari 35 tahun

(sekitar 70 -90%). Secara klinis, chlamydial epididimitis dijumpai berupa nyeri dan

pembengkakan scrotum yang unilateral dan biasanya berhubungan dengan chlamydial

uretritis, walaupun uretritisnya asimptomatik.

 Gejala

Gejala mula timbul dalam waktu 3-12 hari atau lebih setelah terinfeksi. Pada penis

atau vagina muncul lepuhan kecil berisi cairan yang tidak disertai nyeri. Lepuhan ini

berubah menjadi ulkus (luka terbuka) yang segera membaik sehingga seringkali tidak

diperhatikan oleh penderitanya. Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar getah bening

pada salah satu atau kedua selangkangan. Kulit diatasnya tampak merah dan teraba

hangat, dan jika tidak diobati akan terbentuk lubang (sinus) di kulit yang terletak diatas

kelenjar getah bening tersebut. Dari lubang ini akan keluar nanah atau cairan kemerahan,

lalu akan membaik; tetapi biasanya meninggalkan jaringan parut atau kambuh kembali.

13
Gambar I. Infeksi klamidia trakomatis pada serviks

Penyakit klamidia tidak memandang gender, penyakit klamidia ini bisa menyerang

pria juga wanita. penyakit klamidia bisa menyebabkan gangguan pada saluran air seni,

leher rahim, jalur pelepasan dubur, tenggorokan, dan mata. Penyakit klamidia akan

menunjukkan reaksinya sekitar 2-14 hari setelah terinfeksi. Pada wanita reaksi yang

umum terjadi adalah kejang pada perut bagian bawah, perubahan jadwal haid, juga sakit

saau buang air kceil. Penderita bisa mengidap penyakit ini selama berbulan-bulan bahkan

tahunan tanpa pernah tahu mengidap penyakit berbahaya ini. Penyakit ini bisa menyerang

baik laki-laki maupun perempuan semua usia, terutama dewasa muda.

Gejala lainnya adalah demam, tidak enak badan, sakit kepala, nyeri sendi, nafsu

makan berkurang, muntah, sakit punggung dan infeksi rektum yang menyebabkan

keluarnya nanah bercampur darah. Akibat penyakit yang berulang dan berlangsung lama,

maka pembuluh getah bening bisa mengalami penyumbatan, sehingga terjadi

pembengkakan jaringan. Infeksi rektum bisa menyebabkan pembentukan jaringan parut

yang selanjutnya mengakibatkan penyempitan rektum.

A1.4 Patofisiologi

14
Klamidia disebabkan oleh bakteri Chlamydia trachomatis. Bakteri ini dapat

ditularkan dari satu orang ke orang lain selama hubungan seksual. Klamidia juga dapat

ditularkan dari ibu yang terinfeksi kepada bayinya selama kelahiran vagina. Bayi yang

tertulari akan mengalami peradangan paru (pneumonia) atau mata (konjunktivitis). 

A1.5 Penatalaksanaan

a. Erythromycin 4 x 500 mg/hari selama 7 hari


b. Ofloxacin 2 x 300 mg/hari selama 7 hari.
c. Erythromycin base 4 x 500 mg/hari selama 7 hari
d. Partner seksualnya juga harus diobati
e. Batasi partner seksual
f. Gunakan kondom dengan benar

B1. Sifilis

Sifilis adalah penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh Treponema pallidum yang

sangat kronis dan bersifat sistemik. Pada perjalanannya dapat menyerang hampir seluruh bagian

tubuh terutama pada mukosa, dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten dan

dapat ditularkan melalui cairan tubuh saat berhubungan seksual, dan dari ibu ke janin.

B1.1 Etiologi

15
Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman yaitu

Traponema pallidum, termasuk dalam ordo Spirochaetales, merupakan familia dari

Spirochaetaceae dan genus Treponema. Bentuk T.pallidum spiral teratur, pipih atau tipis,

memanjang seperti kumparan, memiliki panjang sekitar 6-15 mikrometer dan lebar 0,15

mikrometer, terdiri atas delapan sampai dua puluh empat lekukan. Pembiakannya dengan

cara membelah diri pada posisi melintang dalam waktu setiap 30 jam. Pembiakan tidak

dapat terjadi diluar tubuh, karena T.pallidum akan cepat mati, namun dapat hidup dalam

darah untuk tranfusi selama 72 jam.

Treponema pallidum merupakan organisme microaerophylic dan memiliki

struktur yang terdiri dari membran sel bagian dalam, dinding sel dilapisi oleh

peptidoglikan tipis, dan membran sel bagian luar. Treponema pallidum memiliki empat

subspesies, yaitu Treponema pallidum (penyebab sifilis), Treponema pallidum pertenue

(penyebab yaws/chronic treponematous disease), Treponema pallidum carateum

(penyebab treponematous disease), dan Treponema pallidum endemicum.

B1.2 Patogenesis

T. pallidum berkembang biak dalam waktu 30-33 jam, kemudian muncul lesi

primer di tempat bakteri pertama kali masuk, bertahan selama 4-6 pekan lalu sembuh

secara spontan. Pada tempat masuk, bakteri ini akan bermultiplikasi dan tubuh bereaksi

ditandai dengan munculnya sel imun berupa limfosit, makrofag dan sel plasma sehingga

menimbulkan infiltrat dan memberi gambaran klinis berupa papul. 7 Selain itu, bakteri

berada di antara endotel kapiler saat berinteraksi dengan sel imun mengakibatkan reaksi

radang yang mengenai jaringan vaskular dan menimbulkan hipertrofi endotel sehingga

terjadi obliterasi lumen kapiler. Kerusakan jaringan vaskular mengakibatkan penurunan

16
aliran darah sehingga papul dapat berubah menjadi erosi atau ulkus, kelainan ini disebut

dengan chancre.

Beberapa saat setelah inokulasi, T. pallidum akan menembus jaringan kulit dan

masuk ke aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Ketika masuk ke dalam tubuh, T.

pallidum akan merangsang sel inflamasi seperti sel T CD4+ (pada chancre), sel T CD8+

(pada sifilis sekunder), sitokin Th 1, IL-2 dan IFN-Ɣ. Respon imun humoral ditandai

dengan produksi IgM dua pekan setelah terinfeksi, diikuti dengan IgG dua pekan

kemudian. Pada infeksi bakteri secara umum, respon imun berperan untuk membunuh

bakteri yang menyerang tubuh, jika pada sifilis, jika respon imun tidak mampu

membunuh T. pallidum, bakteri tersebut dapat menyerang sistem yang mengatur

kekebalan tubuh (sistem saraf pusat, mata dan plasenta), selain itu terjadi penekanan

respon sel Th1 yang menyebabkan bakteri susah untuk dibunuh. Dibandingkan dengan

orang yang pertama kali terserang sifilis, pada orang yang terinfeksi kedua kali

cenderung memiliki manifestasi sifilis sekunder dan lebih sering menjadi sifilis laten.5

Sifilis primer yang tidak diobati, dapat menjadi sifilis sekunder 2-8 pekan setelah

chancre timbul. Sifilis sekunder menyebar melalui kelenjar limfe ke aliran darah,

kemudian ke seluruh tubuh dan mengakibatkan supresi cell mediated immunity sehingga

mengakibatkan peningkatan proliferasi T. pallidum. Pada stadium ini terjadi peningkatan

antibodi yang disebabkan peningkatan jumlah bakteri dalam tubuh yang menyerang dan

menimbulkan gejala berupa ruam di seluruh tubuh.2 Stadium laten merupakan stadium

setelah sifilis sekunder. Pada stadium ini reaksi hipersensitivitas tidak terjadi sehingga

stadium ini tidak memiliki gejala klinis. Pada sifilis tersier, terjadi mekanisme reaksi

17
hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV) sehingga menimbulkan pembentukan granuloma.

Stadium ini muncul minimal lebih dari 1 tahun setelah riwayat kontak.

B1.3 Gambaran Klinis

Klasifikasi

Pembagian klasifikasi sifilis dalam buku Infeksi Menular Seksual yang

diterbitkan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 2017, membagi sifilis

menjadi 4 stadium yaitu:

1. Sifilis stadium primer

2. Sifilis tadium sekunder

3. Stadium laten

4. Tersier

Sifilis Primer

Lesi sifilis dimulai sekitar 3 minggu setelah infeksi dengan T.pallidum. Lesi sifilis

primer yang khas berupa papul tunggal merah-kecoklatan berdiameter 0,5-1,5 cm, dalam

beberapa hari akan menjadi erosi dan membentuk ulkus primer (Chancre). Ulkus primer

terbentuk pada lokasi awal kontak dengan lesi infeksius pasangan seklusal, sekitar 95%

berada di daaerah gento-anus. Laki-laki sering pada penis terutama pada glans penis atau

sekitar sulkus koronarius dan skrotum. Pada perempuan mengenai daerah vulva, serviks,

fourchette atau perineum. Ulkis primer yg khas memiliki gambaran sebagai ulkus yang

18
tidak nyeri, tepi berindurasi, keras sehingga disebut sebagai ulkus durum atau ulkus yang

keras.

Setelah masa inkubasi 10-90 hari (rerata 3 pekan), di lokasi penetrasi treponema

akan muncul makula merah gelap yang kemudian menjadi papul lalu menjadi chancre

yang berulserasi. Chancre biasanya ditemukan di genitalia eksternal Chancre berbentuk

bulat atau oval dengan diameter ≤ 2 cm, dan tepi yang berbatas tegas, reguler, meninggi,

kenyal, tidak nyeri, dengan dasar bersih. Pada palpasi, konsistensi chancre teraba seperti

kartilago. Chancre seperti ini disebut ‘Hunterian chancre’, dapat ditemukan pada 60%

kasus. Jika tidak diterapi, chancre menetap selama 1 sampai 6 pekan. Dengan terapi,

chancre hilang 1-2 pekan setelah terapi, dan sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut.

Chancre umumnya soliter, meski bisa juga multipel. Chancre multipel bisa

terdeteksi pada sampai 47% kasus. Edema, fimosis, balanitis erosif, limfangitis, dan

tromboflebitis vena dorsalis dapat ditemukan. Pada negara industri, koinfeksi herpes

genitalis adalah penyebab utama chancre multipel. Pada laki-laki, lokasi umum adalah

glans, sulkus koronaria, dan prepusium. Jika dilakukan tarikan ke belakang (retraksi),

chancre di prepusium akan berbalik kembali, disebut fenomena dory flop. Chancre di

orifisium uretra dilaporkan menyebabkan fimosis inflamatori yang kemudian dapat

mengakibatkan gangren.

19
Gambar 2. a. Chancre yang baru tumbuh b. Chancre pada sifilis stadium primer

Pada perempuan, bagian serviks, labia, fourchette, dan uretra dapat terkena.

Chancre pada perempuan umumnya memiliki indurasi yang edematosa (Gambar 2a).

Chancre di dalam serviks dapat terjadi pada 44% kasus, tetapi biasanya jarang terdeteksi.

‘Kissing chancre’ umumnya timbul pada daerah yang memiliki kontak kulit ke kulit

seperti vulva.

Sekitar dua per tiga chancre ekstragenital terjadi di atas leher, dan setengah di

antaranya terdapat pada bibir, daerah perioral, atau kavum oral. Chancre orolabial terjadi

akibat seks secara oral. Sisanya terdapat pada jari, payudara, badan, perut, dan

ekstremitas. Chancre pada jari mungkin terasa nyeri. Orang yang melakukan seks secara

anal berisiko mengalami chancre anorektal (Gambar 3).

20
Gambar 3. aChancre pada vagina Gambar b. Chancre anorektal

Chancre atipikal juga biasa ditemukan. Infeksi spirochaeta dan mikroorganisme lain

pada saat bersamaan dapat menyebabkan chancre atipikal. Chancre campuran disebabkan

oleh infeksi Haemophilus ducreyi dan T. pallidum menghasilkan lesi yang berbeda dari

chancroid dan sifilis primer. Lesi tersebut memiliki karakteristik nyeri yang timbul beberapa

hari setelah paparan (karena masa inkubasi chancroid pendek), kemudian berubah menjadi

lesi berindurasi seperti pada sifilis. Chancre phagedenic merupakan kombinasi dari chancre

sifilis dan bakteri kontaminatif yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang parah dan

menghasilkan jaringan parut.

Tabel 1. Gejala klinis sifilis sesuai stadium


Stadium Manifestasi klinis Periode inkubasi
Primer Chancre, limfadenopati regional 3 pekan (3-90 hari)
Ruam, demam, malaise, limfadenopati 2-12 pekan (2 pekan-6 bulan)
Sekunder generalisata, lesi di mukosa,
kondilomata lata, alopesia, meningitis,
nyeri kepala, uveitis, retinitis
Laten Asimtomatik Dini: <1 tahun
Lambat: ≥1 tahun
Tersier
Kardiovaskular Aneurisma aorta, regurgitasi aorta, 10-30 tahun
stenosis ostium arteri koronaria
Neurosifilis Asimtomatik-simtomatik (nyeri <2 tahun-20 tahun
kepalla, vertigo, perubahan
kepribadian, demensia, ataksia,
Gumma pupil Argyll Robertson) 1-46 tahun (rerata 15 tahun)
Penghancuran jaringan organ;
manifestasi tergantung organ mana
yang terkena

Sifilis Sekunder

Lesi sifilis primer dapat sembuh spontan tanpa diobati dalam waktu 2-3 minggu.

Pada 10-40% sifilis sekunder dapat ditemukan ulkus telah menyembuh saat didiagnosis,

21
namun terjadi multiplikasi dan penyebaran treponema ke seluruh tubuh, yang dapat

ditemukan dalam berbagai jaringan didalam tubuh. Stadium sekunder terjadi antara 4-8

minggu setelah lesi primer menghilang, dan berlangsung selama beberapa minggu sampai

beberapa bulan.

Temuan awal sifilis berupa roseola atau roseola sifilitika merupakan kelainan

sifilis sekunder dengan gambaran makula eritem, berwarna merah tembaga, berbentuk

bulat atau lonjong, dominan pada bagian tubuh, dan ekstremitas termasuk telapak tangan

dan kaki namun jarang pada wajah (Gambar 4).

Gambar 4. Ruam sifilis sekunder pada telapak tangan dan kaki.

Papul merupakan bentuk yang paling sering terlihat pada sifilis sekunder,

karakteristik khas papul pada sifilis sekunder adalah papul berwarna merah tembaga

berbentuk bulat

Sifilis Stadium Laten

Stadium laten terjadi setelah hilangnya sifilis sekunder. Merupakan seseorang

dengan riwayat menderita sifilis dibuktikan dengan pemeriksaan serologis dan

dinyatakan positif, belum pernah diobati dan tidak menunjukkan gejala atau manifestasi

klinis.

22
Sifilis laten terbagi menjadi dua yaitu sifilis laten dini dan sifilis laten lanjut.

Stadium laten lanjut dinyatakan bila pasien sudah terinfeksi selama 1 tahun atau bila

durasi infeksi tidak diketahui. Pada stadium laten lanjut ini sudah tidak lagi dapat

ditularkan melalui hubungan seksual, namun treponema dapat tetap ditularkan melalui

plasenta kepada janin. Terdapat kemungkinan seseorang dengan stadium sifiilis laten

lanjut menjadi stadium sifilis tersier dalam waktu 3-10 tahun.

Sifilis Tersier

Terdapat masa interval 1-20 tahun sejak infeksi akut hingga awitan klinis sifilis

tersier, sehingga orang sudah melupakan lesi sifilis dini yang terjadi jauh sebelumnya.

Beberapa sindrom klinis pada sifilis tersier terdiri atas 3 kelompok utama yaitu

neurosifilis, sifilis kardiovaskular, dan sifilis jinak lanjut. Apabila T.pallidum

menginfeksi susunan saraf pusat maka akan terjadi neurosifilis. Spiroketa yang menetap

dalam susunan saraf pusat beresiko menimbulkan neurosifilis simtomatik. Neurosifilis

dini terjadi bersamaan dengan sifilis primer atau sekunder dan umumnya asimtomatik.

Cairan serebrospinal, pembuluh darah otak dan meningen seringkali terkena, namun otak

dan medula spinalis jarang terkena. Sifilis pada meningen bermanifestasi sebagai nyeri

kepala, kaku leher, mual dan muntah. Neurosifilis lanjut akan mengenai meningen dan

otak atau medulla spinalis.

Sifilis pada sistem kardiovaskular bermanifestasi pada dinding aorta terjadi infiltrasi

perivaskular yang terdiri atas sel limfosit dan sel plasma. Lapisan intima dan media juga

dirusak sehingga terjadi pelebaran aorta yang menyebabkan aneurisma. Manifestasi lain

berupa insufisiensi aorta, stenosis aorta, stenosis arteri koronaria dan miokarditis.

23
Lesi kulit berasal dari kutan (tuberous syphilids) maupun subkutan (gumma),

berupa nodul berkelompok dan asimetris. Lesi tidak menular, dapat hilang spontan,

dengan meninggalkan jaringan parut. Tuberous syphilids yang khas berbentuk papul

arsiform, dengan daerah atrofi yang mengalami hiperpigmentasi atau depigmentasi,

jaringan parut di bagian tengah dan meluas dari bagian tepi. Gumma diawali dengan

nodul subkutan yang kecil dan keras yang tumbuh menginvasi dermis.

Pemeriksan Penunjang Sifilis

 Tes serologi

Tes serologi sifilis merupakan pemeriksaan penunjang penting untuk

mendiagnosis sifilis. Sifilis primer pada mulanya memberi hasil negatif (seronegatif),

kemudian menjadi positif (seropositif) dengan titer rendah, disebut positif lemah. Pada

sifilis sekunder dini menjadi positif sedang, yang akan menjadi sangat kuat pada sifilis

sekunder lanjut. Pada sifilis tersier reaksi menurun lagi menjadi positif lemah atau

negatif.

 Nontreponemal

Pada tes ini digunakan antigen tidak spesifik yaitu kardio lipin yang

dikombinasikan dengan lesitin dan kolestrol, karena itu tes ini dapat member Reaksi

Biologik Semu. Antibodi terbentuk setelah infeksi T.pallidum disebut reagin, tetapi zat

tersebut terdapat pada berbagai penyakit lain dan selama kehamilan. Reagin ini dapat

bersatu dengan suspense ekstrak lipid dari binatang atau tumbuhan, menggumpal

24
membentuk masa yang dapat dilihat pada tes flokulasi. Massa tersebut juga dapat bersatu

dengan komplemen yang merupakan dasar bagi tes ikatan komplemen.

1) Tes fiksasi komplemen : Wasserman (WR), Kolmer.

2) Tes flokulasi : VDRL (Venereal Disease Research Laboratories), Kahn, RPR (Rapid

Plasma Reagin), ART (Automated Reagin Test), dan RST (Reagin Screen Test).

 Mikroskop lapang gelap

Pada semua pasien dengan ulkus di genital yang bersifat akut, sebaiknya

dilakukan pemeriksaan mikroskopi lapang gelap. Mikroskop lapang gelap merupakan tes

diagnostik pilihan pada chancre dan lesi basah pada sifilis sekunder, khususnya

kondiloma lata dan mukosa. Tes ini tidak valid untuk lesi di daerah oral karena di dalam

mulut biasa terdapat spirochaeta komensal yang tidak bisa dibedakan dengan T.

pallidum.

B1.4 Penatalaksanaan

Pengobatan pilihan pada semua stadium sifilis adalah penisilin parenteral.

Penisilin oral tidak direkomendasikan karena kemungkinan kepatuhan yang kurang.

Kadar penisilin yang bersifat treponemisidal adalah >0,018 mg/l, kadar efektif maksimal

secara in vitro adalah lebih dari 0,36 mg/l. Kegagalan terapi jarang ditemukan dan

biasanya akan respon terhadap terapi penisilin kedua dengan dosis yang sama atau lebih

tinggi. Penisilin parenteral adalah terapi utama pada neurosifilis, infeksi HIV, dan

kehamilan. Antibiotik lain seperti tetrasiklin, eritromisin, dan sefalosporin generasi III

mempunyai efek antitreponemal yang kuat namun hasilnya tidak efektif seperti penisilin.

Tes HIV direkomendasikan pada setiap penderita sifilis.

25
Pengobatan sifilis dini (primer, sekunder, dan laten dini tidak lebih dari 1 tahun)

dapat diterapi dengan: Penisilin G benzatin 2,4 juta unit satu kali suntikan intra

musukular (IM) atau Penisilin G prokain dalam akua 600.000 unit IM selama 10 hari.

Pemberian 10 hari pada sifilis primer seronegatif, sedangkan pada keadaan seropositif

dan sifilis sekunder diberikan selama 10 hari.

C1 Gonorea

C1.1 Definisi

Gonore merupakan penyakit menular seksual yang bersifat akut yang disebabkan

oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae, dimana pada permulaannya keluar nanah dari OUE

(orifisium uretra eksternum) sesudah melakukan hubungan seksual. Bakteri ini biasanya

ditemukan pada cairan penis atau vagina dari orang yang terinfeksinya. Gonore juga

dapat menular melalui hubungan seks oral atau rektal

C1.2 Epidemiologi

Diperkirakan terdapat sekitar 60 juta kasus baru setiap tahun di seluruh dunia.

Pada tahun 2008, world health organization (WHO) memperkirakan 106 juta kasus

gonore terjadi secara global diantara orang dewasa. Di Eropa, gonore merupakan

penyakit infeksi bakteri terbanyak kedua setelah infeksi klamidia yang ditularkan melalui

hubungan seksual. Angka kejadian penyakit ini untuk sebagian besar negara tidak

diketahui karena pengawasan dan sistem pelaporan yang kurang, tetapi secara luas

dianggap bahwa angka kejadian penyakit dan komplikasinya jauh lebih tinggi di negara-

negara berkembang seperti di Afrika, Asia dan Amerika Latin.

26
Seperti penyakit infeksi menular seksual (IMS) lainnya, angka kejadian infeksi

tertinggi terjadi pada anak muda, terutama pada wanita remaja dan pria umur dua

puluhan. Angka kejadian infeksi juga meningkat pada kelompok usia yang lebih tua.

Prevalensi gonore terbanyak pada populasi kulit hitam, dan pada pria yang berhubungan

seks dengan pria. Sosio-ekonomi, faktor perilaku, dan pola seks campuran,

mempengaruhi penyebarannya. Gonore memiliki infektivitas tinggi dan mudah menular

sebelum timbulnya gejala.

C1.3 Etiologi

Penyebab gonore adalah gonokokus yang ditemukan oleh Neisser pada tahun 1879

dan baru diumumkan pada tahun 1882. Kuman tersebut termasuk dalam grup Neisseria dan

dikenal ada 4 spesies, yaitu N. Gonorrhoeae dan N.meningitidis yang bersifat patogen serta

N.catarrhalis dan N.pharyngis sicca yang bersifat komensal. Keempat spesies ini sukar

dibedakan kecuali dengan tes fermentasi.

Gonokokus termasuk golongan diplokok berbentuk biji kopi berukuran lebar 0,8 µ

dan panjang 1,6 µ, bersifat asam. Pada sediaan langsung dengan pewarnaan Gram bersifat

Gram negatif, terlihat di luar dan di dalam leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat

mati dalam keadaan kering, tidak tahan suhu di atas 390C, dan tidak tahan zat disinfektan.

Secara morfologik gonokokus ini terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang

mempunyai pili yang bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak mempunyai pili dan

bersifat nonvirulen. Pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan menimbulkan reaksi

radang.

C1.4 Patogenesis

27
Neisseria gonorrhoeae dapat ditularkan melalui kontak seksual atau melalui

penularan vertikal pada saat melahirkan. Bakteri ini terutama mengenai epitel kolumnar

dan epitel kuboidal manusia. Patogenesis gonore terbagi menjadi 5 tahap sebagai berikut.

Fase 1 adalah bakteri Neisseria gonorrhoeae menginfeksi permukaan selaput lendir dapat

ditemukan di uretra, endoserviks dan anus.

Fase 2 adalah bakteri ke microvillus sel epitel kolumnar untuk kolonisasi selama

infeksi, bakteri dibantu oleh fimbriae, pili. Fimbriae terutama terdiri dari protein pilin

oligomer yang digunakan untuk melekatkan bakteri ke sel-sel dari permukaan selaput

lendir. Protein membran luar PII Oppacity associated protein (OPA) kemudian membantu

bakteri mengikat dan menyerang sel inang.

Fase 3 adalah masuknya bakteri ke dalam sel kolumnar dengan proses yang

disebut endositosis di mana bakteri yang ditelan oleh membran sel kolumnar, membentuk

vakuola.

Fase 4 adalah vakuola ini kemudian dibawa ke membran basal sel inang, dimana

bakteri berkembang biak setelah dibebaskan ke dalam jaringan subepitel dengan proses

eksositosis. Peptidoglikan dan bakteri LOS (Lipo Oligo Sakharida) dilepaskan selama

infeksi. Gonococcus dapat memiliki dan mengubah banyak jenis antigen dari Neisseria

LOS. LOS merangsang tumor necrosis factor, atau TNF, yang akan mengakibatkan

kerusakan sel.

Fase 5 reaksi inflamasi yang dihasilkan menyebabkan infiltrasi neutrofil. Selaput

lendir hancur mengakibatkan akumulasi Neisseria gonorrhoeae dan neutrofil pada

jaringan ikat subepitel. Respon imun host memicu Neisseria gonorrhoeae untuk

28
menghasilkan protease IgA ekstraseluler yang menyebabkan hilangnya aktivitas antibodi

dan mempromosikan virulensi.

C1.4 Manifestasi Klinis

Neisseria gonorrhoeae dapat menyebabkan gejala simptomatik maupun

asimptomatik infeksi pada saluran genital. Gejala kliniknya tumpang tindih dengan gejala

penyakit infeksi menular seksual lainya. Infeksi gonokokal terbatas pada permukaan yang

mengandung mukosa. Infeksi terjadi pada area yang dilapisi dengan epitel kolumner,

diantaranya serviks, uretra, rectum, faring dan konjungtiva.

Gambar 5. a nanah pada penis Gambar b. cairan putih pada vagina

Pada pria keluhan subjektif yang paling sering timbul adalah rasa gatal, disuria,

polakisuria, keluar duh tubuh mukopurulen dari ujung yang kadang-kadang dapat disertai

darah dan rasa nyeri pada saat ereksi. Pada pemeriksaan orifisium uretra ekternum tambap

29
kemerahan, edema dan pasien merasa panas. Pada beberapa kasus didapati pula

pembesaran kelenjar getah bening inguinal unilateral maupun bilateral.

Pada wanita gejala klinis jarang didapatkan, hal ini disebabkan karena pendeknya

uretra wanita dan gonokokus lebih banyak menyerang serviks dengan gejala utama

meliputi duh tubuh vagina yang berasal dari endoservisitis yang bersifat purulen dan agak

berbau namun pada beberapa pasien kadang mempunyai gejala minimal. Kemudian timbul

disuria dan dispareunia. Jika bersifat asimptomatis maka dapat berkembang menjadi

penyakit radang panggul. Penyakit ini bisa akibat dari menjalarnya infeksi ke

endometrium, tuba falopii, ovarium dan peritoneum.

Selain itu, Infeksi gonore pada kehamilan dapat pula ditularkan pada bayi yang

dilahirkan, seperti timbulnya keadaan oftalmia neonatorum gonore, uretritis, vaginitis,

infeksi anorektal, faringitis, rinitis, abses kulit kepala rambut, artritis dan juga sepsis.

C1.5 Diagnosis

Diagnosis gonore dapat ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan mikroskopis yang digunakan adalah dengan

perwarnaan gram. Pengambilan sampel dari swab endoservik pada wanita dan uretra pada

pria, bila hasil positif akan tampak diplokokus gram negatif. Pengecatan positif pada wanita

memiliki sensitivitas sebesar 30% - 50% dan spesifitas sebesar 90-99 %.

Untuk identifikasi digunakan kultur yang akan dilakukan pembiakan dengan

menggunakan media selektif yang diperkaya yaitu Media Thayer Martin yang mengandung

vankomisin, dan nistatin yang dapat menekan pertumbuhan bakteri Gram positif, Gram

negatif dan jamur, dimana tampak koloni berwarna putih keabuan, mengkilat dan cembung.

30
Kultur diinkubasi pada suhu 350C – 370C dan atmosfer yang mengandung CO2 5%.

Pemeriksaan kultur dengan bahan dari duh uretra pria, sensitivitasnya lebih tinggi 94% -

98% daripada duh endoserviks 85 % - 95%, sedangkan spesifisitasnya sama yaitu 99%.

Terdapat 2 pemeriksaan definitif untuk penyakit gonore, yaitu tes oksidase dan tes

fermentasi. Pada tes oksidase koloni genus Neisseria menghasilkan indofenol oksidase

sehingga memberikan hasil tes oksidase positif. Tes oksidase dilakukan dengan cara

meneteskan 13 reagen 1% tetrametil parafenilen diamin monohidrokhlorid pada koloni. Jika

hasil tes positif maka akan berubah menjadi merah jambu dan makin lama semakin

menghitam. Sebaliknya hasil negatif menunjukkan warna koloni tidak berubah atau tetap

berwarna coklat. Dalam tes ini, reagen tersebut membunuh mikroorganisme tetapi tidak

merubah morfologi dan sifat pewarnaan.

Tes fermentasi digunakan untuk mengidentifikasi bakteri yang mampu

memfermentasikan karbohidrat. Pada tes fermentasi terjadi perubahan warna pada media

glukosa yang berubah menjadi warna kuning, artinya bakteri ini membentuk asam dari

fermentasi glukosa. Media glukosa juga terbentuk gelembung pada tabung Durham yang

diletakkan terbalik didalam tabung media, artinya hasil fermentasi berupa gas.

C1.6. Diagnosis Banding

Penyebab lain yang menyebabkan discharge pada uretra dan cerviks pada laki-laki

dan perempuan harus diperhatikan. Diantarnya, infeksi dengan Chlamydia trachomatis,

Trichomonas vaginalis, jamur, dan bakteri anaerob juga harus dimasukkan dalam

diagnosis banding rutin.

31
Diagnosis bandingnya antara lain, Infeksi traktus urinarius, Chlamydia, PID,

Trichomoniasis, Bacterial Vaginosis, Vaginitis, Endometriasis, Infeksi Mycoplasma,

Orchitis dan epididymitis.

C1.7. Tatalaksana

Dalam hal tatalaksana duh tubuh uretra dan vagina perlu dipertimbangkan

ketersediaan sarana pemeriksaan pada lokasi layanan kesehatan . Yang paling ideal adalah

melakukan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui mikroorganisme penyebab. Oleh

karena itu pada praktisnya perlu dibedakan antara ada atau tidaknya fasilitas pemeriksaan

mikroskopis.

Untuk daerah tanpa fasilitas pemeriksaan dan laboratorium lengkap, tatalaksana

dapat dapat dilakukan dengan sindrom approach (pendekatan sindrom) berupa penilaian

faktor resiko, dan langsung mengobatinya. Untuk lokasi layanan kesehatan yang

mempuyai fasilitas pemeriksaan dan laboratorium lengkap, pendekatan dapat lebih

sempurna.

Pedoman tatalaksana pada infeksi gonore :

 Non medikamentosa

1. Bila memungkinkan periksa dan lakukan pengobatan pada pasangan tetapnya

2. Anjurkan abstinensia sampai infeksi dinyatakan sembuh secara laboratoris , bila

tidak memungkinkan anjurkan penggunaan kondom

3. Kunjungan ulang untuk tindak lanjut di hari ke-3 dan hari ke-7

4. Lakukan konseling mengenal infeksi, komplikasi yang dapat terjadi, pentingnya

keteraturan berobat

32
5. Lakukan provider Initiated Testing and Counseling terhadap infeksi HIV dan

kemungkinan mendapat infeksi menular seksual lain.

6. Bila memungkinkan lakukan pemeriksaan penapisan untuk IMS lainnya.

Pada pengobatan yang perlu diperhatikan adalah efektivitas , harga, dan

ketersediaan obat , dan sesedikit mungkin efek toksiknya. Saat ini secara epidemiologis

pengobatan yang dianjurkan adalah obat per oral dengan dosis tunggal. Obat pilihan

utama adalah Sefiksim dosis tunggal, per oral.

 Medikamentosa pewarnaan.

1. Golongan sefalosporin

Sefiksim erupakan sefalosporin generasi 3 dipakai sebagai dosis tunggal 400mg.

Efektivitas dan sensifitas sampai saat ini paling baik, yaitu sebesar 95%.

Antibiotik lain yang bisa digunakan antara lain :

- Dosis tunggal Ceftriaxone, 125 mg IM

- Ceftrizoxime 500 mg IM

- Cefotaxime 500 mg

- Cefoxitin 2.0 g IM dengan probenecid 1.0 g PO

- Ceefpodoxime 400 mg PO

- Cefuroxime axetil 1.0 g

- Untuk pasien dengan alergi cephalosporin bisa diberikan , spectinomycin 2 g

single dose IM

2. Levofloksasin

33
Dari golongan kuinolon , obat yang menjadi pilihan adalah Levofloksasin 500

mg, dosis tunggal. Sedangkan Ciprofloksasin 500 mg, dan Ofloksasin 400mg , per

oral dosis tunggal, dilaporkan sudah resisten pada beberapa daerah tertentu.

3. Tiamfenikol

Dosisnya 3,5 gram dosis tunggal secara oral. Angka kesembuhan 97,7 %. Tidak

dianjurkan pemakaiannya pada kehamilan.

BAB III

KESIMPULAN

Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan suatu penyakit kelamin yang

angka kejadian serta penyebarannya tidak dapat diperkirakan secara tepat sehingga

penting untuk menjadi perhatian masyarakat. Selain itu, Penyakit Infeksi Menular

Seksual (IMS) adalah salah satu penyakit infeksi yang ditularkan melalui hubungan

seksual, baik melalui vagina, mulut, maupun anus. Prevalensi infeksi menular seksual

di Indonesia sangat tinggi, Di kota Surabaya sendiri prevalensi IMS yang paling banyak

yaitu chlamydia 33,7%, selanjutnya sifilis 28,8% dan gonorea 19,8%. (Del Amater, 2007).

34
Klamidia adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh bakteri chlamydia

trachomatis (klamidia trakomatis). Klamidia, sering menyebabkan uretritis non spesifik

yakni radang saluran kemih yang tidak spesifik, yang dikenal merupakan salah satu

infeksi/penyakit, akibat dari hubungan seksual yang terjadi pada pria. Sedangkan pada

wanita klamidia lebih sering menyebabkan cervicitis (serviksitis), yaitu infeksi leher

rahim, dan penyakit peradangan pelvis (pinggul/panggul), bahkan menyebabkan

infertilitas. 

Gonore merupakan penyakit menular seksual yang bersifat akut yang disebabkan

oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae, dimana pada permulaannya keluar nanah dari OUE

(orifisium uretra eksternum) sesudah melakukan hubungan seksual. Bakteri ini biasanya

ditemukan pada cairan penis atau vagina dari orang yang terinfeksinya. Gonore juga

dapat menular melalui hubungan seks oral atau rektal

Tatalaksana IMS yang efektif merupakan dasar dari pengendalian IMS itu sendiri,

karena dapat mengurangi angka kejadian IMS dan mencegah komplikasi yang terjadi. Bila

kebiasaan perilaku seksual masyarakat sudah dapat dikendalikan maka kejadian IMS di

Indonesia khususnya Surabaya akan berangsur – angsur menurun dan berkurang.

Selain itu pemilihan pengobatan dan edukasi yang tepat juga sangat penting,

karena merupakan salah satu dasar untuk menekan angka kejadian IMS tersebut agar

tidak menimbulkan komplikasi lain dan penyakit penyerta yang lainnya.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO task force: Tubal infertility: Serologic relationshipto past chlamydial and
gonococcal infection. Sex Trans.Dis. 2005

2. Abida malik et al. Chlamydia trachomatis infection & female infertility.


Indian J Med Res 123. 2006

3. Hutapea NO, Tarigan J., 1992, Infeksi Chlamydia di antara Mitra Seksual:


Kumpulan Makalah Ilmiah Konas VII PERDOSKI, 171, Bukit Tinggi

36
4. Daili SF. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. ed.7 Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2015

5. Kinghorn GR. Syphilis and bacterial sexually transmitted infections. In: Burns T,
Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook’s Textbook of Dermatology.8th ed.
UK: Wiley-Blackwell; 2010

6. Newman LM, Moran JS, Workowski KA. Update on the management of


gonorrhoea in adults in the United States. USA: CID 2007

7. Miller PJ, Law M, et al. Incident Sexually Transmitted Infections and Their Risk
Factors in an Aboriginal Community in Australia : a Population Based Cohort
Study. Sex Transm Inf. 2001 vol 77

8. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Penyakit Virus, Jakarta : Ilmu Penyakit


Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2010

9. Jawas Fitri, Murtiastutik Dwi. 2013. Penderita Gonore di Divis Penyakit Menular
Seksual Unit Rawar Jalan Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSU Dr. Soetomo
Surabaya Tahun 2002-2006. Surabaya: FK UNAIR

10. Haramaini Armina, Rachmatdinata, Rowawai Rasmia. 2016. Prevalensi Servisitis


Gonore pada Wanit Hamil di Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak Kota Bandung
Tahun 2015. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Hlm: 44-45

11. Stary,Angelika. Sexually Transmitted Infections. In : Jean L. Bolognia, Joseph L.


Jorizzo, Ronald P. Rapini editors. Dermatology volume one. Britain : Mosby; 2008

12. Goldsmith, L.A., Katz, S.I., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Leffell, D.J.,Wolff,
K.2012. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th ed. NewYork:Mc
Graw Hill.

13. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Tatalaksana IMS


2015.

14. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Tatalaksana IMS


2016.

37
38

Anda mungkin juga menyukai