Pemeriksaan Nervus Kranialis
Pemeriksaan Nervus Kranialis
Saraf otak:
i. Nervus olfaktorius
ii. Nervus optikus
iii. Nervus okulomotorius
iv. Nervus trokhlearis
v. Nervus trigeminus
vi. Nervus abdusen
vii. Nervus fasialis
viii. Nervus vestibulo-kokhlearis
ix. Nervus glosofaringeus
x. Nervus vagus
xi. Nervus aksesorius
xii. Nervus hipoglosus
Interpretasi:
o Gangguan menghidu berarti ada kelainan di sekitar nervus i (olfaktorius). Lesi bisa
terjadi di bulbus atau di traktus olfaktorius.
o Antara contoh kelainan:
Tumor (ex. meningioma), tumor di dasar lobus frontal menekan traktus
olfaktorius.
Tumor di alur olfaktorius atau dipinggir tulang sphenoid.
Infeksi (ex. meningitis basal)
Trauma kapitis dapat menyebabkan terputusnya serabut olfaktorius.
NERVUS CR. II – OPTIKUS
Tujuan pemeriksaan:
i. Mengukur ketajaman penglihatan
ii. Menentukan kelainan visus pada mata itu karena kelainan local atau kelainan saraf.
iii. Untuk memeriksa keadaan papil optik.
Cara pemeriksaan:
i. Ketajaman penglihatan
1. Ketajaman penglihatan pasien dibandingkan dengan penglihatan pemeriksa
yang harusnya normal atau paling tidak pemeriksa telah megoreksi
penglihatannya (misalnya dengan kaca mata).
2. Pasien disuruh mengenali benda yang letaknya jauh (misalnya jam) dan
diminta untuk menyatakan pukul berapa.
v. Pemeriksaan oftalmoskopik
1. Pemeriksaan oftalmoskopik merupakan pemeriksaan rutin neurologi.
2. Pada pemeriksaan oftalmoskopik, kita memerhatikan perubahan papil.
(papil adalah tempat serabut nervus ii memasuki mata).
3. Perubahan yang boleh berlaku adalah mengalami atrofi (primer atau
sekunder), atau sembab papil.
4. Kita perhatikan juga macula dan retina.
5. Papil normal: lonjong, warna jingga muda, bagian temporal agak pucat,
batas dengan retina jelas atau tegas, hanya bagian nasal agak kabur,
physiologic cup, perbandingan vena arteri – 3:2 atau 5:4.
6. Papil atrophy primer terlihat lamina kribosa, papil menjadi pucat, berbatas
tegas, dan pembuluh darah berkurang.
7. Papil atrophy sekunder tidak ditemukan lamina kribosa, warna papil pucat,
dan batasnya tidak tegas (kabur).
Saraf iii – menginervasi m. rektus internus (medialis), m. rektus superior, m. rektus inferior,
m. levator palpebra; serabut visero-motoriknya mengurus m. sfingter pupile (kontraksi pupil)
dan m. siliare (mengatur lensa mata).
Saraf otak iv – menginervasi m. oblikus superior (menyebabkan mata dapat melirik kea rah
bawah dan nasal.
Saraf otak vi – menginervasi m. rectus externus (menyebakan mata boleh melirik kea rah
temporal.
Cara pemeriksaan:
o Selagi menganemnesis pasien perhatikan kondisi mata pasien. Apakah ada ptosis
(kelopak mata jatuh dan mata tertutup tidak dapat dibuka), eksoftalmus,
enoftalmus, dan apakah ada strabismus. Serta apakah ia cenderung memejamkan
matanya yang kemungkinan disebabkan oleh diplopia. Setelah itu lakukan
pemeriksaan yang lebih teliti mengenai ptosis, besar pupil, reaksi cahaya pupil reaksi
akomodasi, kedudukan bola mata, gerakan bola mata dan nistagmus.
o Pupil:
Perhatikan besarnya pupil pada mata kiri dan kanan, apakah sama (isokor),
atau tidak sama (anisokor).
Perhatikan juga bentuk pupil apakah bundar dan rata tepinya (normal).
Bila pupil mengecil = miosis, bila membesar = midriasis.
o Reflex akomodasi:
Penderita disuruh melihat jauh, kemudian ia disuruh melihat dekat, misalnya
jari kita ditempatkan dekat matanya.
Reflex akomodasi positif apabila pupil mengecil.
o Nistagmus:
Pemeriksaan nistagmus dilakukan waktu memeriksakan gerakan bola mata.
Nistagmus ialah gerakan bolak-balik bola mata yang involunter dan ritmik.
Untuk ini penderita diminta melirik terus ke satu arah selama 5-6 detik.
Dalam jangka waktu tersebut akan kelihatan nistagmus.
N. Trigeminus terdiri dari 2 bagian: bagian sensorik (porsio mayor), dan bagian motorik
(porsio minor)
Motorik menguruskan otot-otot mengunyah, yaitu: m. massetter, m. temporalis
menggerakan rahang ke belakang, m. pterigoid medialis yang berfungsi menutup mulut, dan
m. pterigoideus lateralis yang berfungsi menggerakkan rahang bawah ke samping (lateral)
dan membuka mulut. Gabungan kontraksi m. pterigoideus lateralis dan m. pterigoideus
medialis menggerakkan rahang bawah kedepan.
Bagian sensorik nervus trigeminus:
o Cabang oftalmik: sensibilitas dahi, mata, hidung, kening, selaput otak, sinus
paranasal, dan sebahagian mukosa hidung.
o Cabang maksilaris: sensibilitas rahang atas, gigi atas, bibir atas, pipi, palatum durum,
sinus maksilaris, dan mukosa hidung.
o Cabang mandibularis: sensibilitas rahang bawah, gigi bawah, bibir bawah, mukosa
pipi, 2/3 depan lidah dan sebahagian dari telinga (maetus), dan selaput otak.
Cara pemeriksaan:
o Pasien disuruh merapatkan giginya sekuat mungkin dan kemudian kita raba m.
maseter dan m. temporalis. (perhatikan besarnya, tonus serta bentuknya).
o Kemudian pasien diminta untuk membuka mulut dan perhatikan ada tidak deviasi
rahang bawah (jika ada parese, rahang akan berdeviasi kearah yg lumpuh.
o Kekuatan otot saat menutup mulut dapat dinilai dengan menyuruh pasien menggigit
suatu benda dan dinilai tenaga gigitannya.
o Kemudian pasien disuruh menggerakkan rahang bawahnya ke samping kiri dan
kanan (untuk menilai m. pterigoideus lateralis). Jika terdapat parese, rahang bawah
tidak dapat digerakkan kearah yang bertentangan dengan bahagian parese.
o Untuk menentukan adanya lesi supranuklir diperiksa reflex rahang (jaw reflex).
Pasien disuruh membuka mulut
Kemudian pemeriksa meletakkan satu jari melintang dagu pasien.
Setelah itu, jari pemeriksa diketok dengan palu reflex.
Normal: sedikit saja gerakan atau tiada gerakan sama sekali. Bila gerakannya
hebat sehingga menyebabkan mulut tertutup, dikatakan reflex meninggi. =
lesi di supranuklir.
o Untuk bagian sensorik nervus V, diperiksa dengan menyelidiki rasa raba, nyeri, dan
suhu di daerah-daerah wajah yang di sarafi nervus V.
Cara pemeriksaan:
o Dalam memeriksa fungsi motorik, perhatikan muka penderita apakah simetris atau
tidak. Perhatikan kerutan pada dahi, pejaman mata, plika nasolabialis dan sudut
mulut. Bila asimetri dari muka jelas, maka ini disebabkan oleh kelumpuhan jenis
perifer.
Dalam hal ini kerutan dahi menghilang, mata kurang dipejamkan, plika nasolabialis
mendatar, dan sudut mulut menjadi rendah.
Kelumpuhan sentral (supranuklir), muka dapat simetris waktu istirahat, kelumpuhan
baru nyata bila penderita disuruh melakukan gerakan.
o Fungsi pengecapan.
Kerusakan nervus vii dapat menyebabkan ageusi pada 2/3 lidah bagian
depan.
Untuk memeriksanya penderita disuruh menjulurkan lidah kemudian kita
taruh pada lidahnya bubuk gula, kina, asam sitrat atau garam. (penderita
tidak boleh menarik lidahnya ke dalam mulut).
Penderita disuruh menyatakan pengecapannya dengan isyarat (contoh: 1
manis, 2 asin, dsb).
Saraf ini terdiri atas dua bagian, yaitu saraf kokhlearis dan saraf vestibularis. Saraf kokhlearis
mengurus pendengar dan saraf vestibularis mengurus keseimbangan
Gangguan saraf kokhlearis
o Gangguan pada saraf kokhlearis dapat menyebabkan tuli, tinnitus atau hiperakusis.
o Ada 2 macam ketulian:
Tuli perseptif atau tuli saraf
Tuli konduktif, disebut juga tuli obstruktif atau tuli transmisi.
Nervus ix dan x diperiksa bersamaan, karena kedua saraf ini berhubungan erat. Gangguan
fungsiny jarang tersendiri kecuali pada bagian yang perifer sekali.
Pembentukan suara (fonasi) dilakukan oleh pita suara yang disarafi oleh nervus laryngeus
rekurens (cabang nervus X).
Motorik lain yang penting ialah system parasimpatis eferen visceral yang dari nucleus
motorik dorsal menginervasi otot polos traktus sirkulatorius, traktus respiratorius, dan
traktus digestivus.
Perasaan daripada 1/3 bahagian belakang lidah, palatum molle, uvula dan dinding rongga
dihantar melalui nervus IX.
Pengucapan (artikulasi) diuruskan oleh otot-otot mulut (maseter, pterygoideus lateralis,
orbikularis oris), otot lidah, laring, dan faring.
Artikulasi merupakan kerjasama antara saraf V, VII, IX, X dan XII.
Kelumpuhan saraf-saraf ini dapat mengakibatkan ketidak mampuan untuk mengucapkan
kata-kata dengan baik. (Disartria).
Cara pemeriksaan:
o Fungsi motorik:
Dalam memeriksa fungsi motorik, perhatikan kualitas suara pasien. Apakah
suaranya normal?apakah suaranya berkurang?, serak (disfonia) atau tidak
ada sama sekali (afonia)? – pasien disuruh menyebutkan ‘Aaaaaaa’.
Pada kelumpuhan cabang nervus X didapatkan disfonia.
Kemudian penderita disuruh mengucapkan kata-kata misalnya:
“Ari lari di lororng-lorong lurus”.
Perhatikan adakah dia dapat menyebut kata-kata tersebut dengan baik.
Untuk mengucapkan kata-kata dibutuhkan otot-otot artikulasi. Kelumpuhan
saraf-saraf yang menginervasi otot-otot ini dapat mengakibatkan penderita
tidak dapat mengucapkan kata-kata dengan baik. (Disartria).
Perhatikan juga kalau pasien bicaranya sengau. Karena akibat kelumpuhan N
IX dan X, palatum molle tidak sanggup menutup jalan ke hidung waktu
berbicara.
Penderita disuruh memakan makanan padat, lunak, dan menelan air. Kalau
ada salah telan (disfagia), ini adalah tanda kelumpuhan nervus IX dan X. Hal
ini sering dijumpai pada hemiparese duplex.
Kemudian suruh pasien membuka mulut. Bila terdapat parese otot-otot
faring dan palatum molle, maka palatum molle, uvula, dan arkus faring sisi
yang lumpuh letaknya lebih rendah dari pada yang sehat.
Cara pemeriksaan:
o Perhatikan keadaan otot sternokeidomastoideus dalam keadaan istirahat dan
bergerak. Dalam keadaan istirahat kita dapat melihat kontur otot ini. Bila terjadi
parese perifer kita akan melihat ada atrofi.
o Untuk menentukan atau mengukur kekuatan otot dapat dilakukan:
Pasien disuruh menggerakkan bagian badan yang digerakkan oleh otot yang
kita ingin periksa, dan kita tahan gerakan ini.
Kita gerakkan bahagian badan pasien dan disuruh ia menahannya. Dengan
demikian kita peroleh kesan mengenai kekuatan otot.
o Untuk otot sternokleidomastoideus pemeriksa sering pakai cara pertama dengan
menyuruh pasien menoleh ke kanan. Kemudian kita menahan gerakan ini.
Bandingkan kekuatan otot kiri dan kanan.
o Pemeriksaan otot trapezius, perhatikan keadaan otot dalam keadaan istirahat dan
bergerak. Apakah ada atrofi atau fasikulasi? Bagaimana kontur otot? Posisi bahu,
adakah ada yang lebih rendah? (pada kelumpuhan otot trapezius bahu yang sakit
lebih rendah dari sisi yang sehat).
o Tenaga otot trapezius diperiksa dengan menempatkan tangan pemeriksa atas bahu
penderita. Kemudian penderita disuruh mengangkat bahunya dan kita tahan.
Dengan demikian kitav dapat menilai kekuatan otot.
o Pada kelumpuhan otot sternokeidomastoideus dan otot trapezius kepala cenderung
jatuh ke depan, dan penderita tidak dapat mengangkat dagunya.
Saraf XII mengandungi serabut somato-motorik yang menginervasi otot ekstrinsik dan otot
intrinsic lidah.
Fungsi otot ekstrinsik lidah ialah menggerakkan lidah.
Fungsi otot intrinsic, mengubah-ubah bentuk lidah.
Cara pemeriksaan:
o Suruh penderita membuka mulut dan perhatikan lidah dalam keadaan istirahat dan
bergerak. Kita perhatikan besarnya lidah, kesamaan bagian kiri dan kanan dan
adanya atrofi.
o Pada lesi perifer, didapatkan lidah atrofi dan berkerut.
o Perhatikan juga adakah lidah mencong. Pada parese satu sisi lidah yang dijulurkan
mencong ke sisi yang lumpuh
o Tremor lidah dapat dijumpai pada pasien yang sakit berat, demesia paralitika, dan
intoksikasi.
o Fasikulasi dijumpai pada lesi nuklir.
o Jik a terdapat kelumpuhan dua sisi, lidah tidak dapat di gerakkan atau dijulurkan.
Terdapat disartria dan kesukaran menelan. Selain itu, juga didapatkan kesukaran
bernafas, kerana lidah dapt terjatuh kebelakang, dan menghalangi jalan pernafasan.
o Untuk menilai tenaga lidah, kita suruh penderita menjulurkan lidah dan
menggerakkannya ke segala jurusan. Perhatikan kekuatan geraknya.