Anda di halaman 1dari 7

Proposal Penelitian

Fungsi Vitamin D terhadap Pencegahan Penularan COVID-19

Dosen Pengampu :

Sherli Shobur, SKM, MKM

Disusun oleh

Kelompok 2

Nama : Rylis Triany (PO.71.20.1.18.078)

Selvi Dwi Yanti (PO.71.20.1.18.080)

Tingkat : II B

PRODI DIII KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG

TAHUN 2020
Tema : Keperawatan Komunitas
Topik : COVID-19
Masalah Penelitian : Pencegahan COVID-19/Peran Vitamin D

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Corona virus merupakan keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit pada
manusia dan hewan. Pada manusia biasanya menyebabkan penyakit infeksi saluran
pernapasan, mulai flu biasa hingga penyakit yang serius seperti Middle East Respiratory
Syndrome (MERS) dan Sindrom Pernafasan Akut Berat/ Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS). Coronavirus jenis baru yang ditemukan pada manusia sejak kejadian luar biasa
muncul di Wuhan Cina, pada Desember 2019, kemudian diberi nama Severe Acute
Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-COV2), dan menyebabkan penyakit
Coronavirus Disease-2019 (COVID-19). (Kemenkes RI, 2020).

Masalah
Vitamin D telah terbukti mengurangi risiko masuk angin. Ini juga meningkatkan
seluler kekebalan, memodulasi imunitas adaptif, dan meningkatkan ekspresi terkait
antioksidan gen. Oleh karena itu, beberapa penulis mengusulkan suplemen Vitamin D untuk
mencegah dan mengobati Covid-2019. Vitamin D adalah grup vitamin yang larut dalam
lemak prohormon. Vitamin D dikenal juga dengan nama kalsiferol. Penamaan ini
berdasarkan International Union of Pure and Applied Chemist (IUPAC).

Dampak
Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan
(FKKMK) UGM, Prof.dr. Madarina Julia, Sp.A(K),MPH.,Ph.D., mengatakan bahwa tubuh
manusia memerlukan sinar matahari untuk membantu meningkatkan produksi vitamin D
didalam tubuh. Vitamin D ini punya efek imunomodulator yang bisa memperbaiki system
imun tubuh, sistem imun merupakan pertahanan tubuh dalam melawan virus dan bakteri
penyebab penyakit. Sementara itu, jika tubuh kekurangan vitamin D dapat menghambat
pertumbuhan dan rentan terinfeksi virus maupun bakteri, Prof. Mardiana menyampaikan
waktu yang tepat untuk berjemur guna mendapatkan paparan sinar matahari yang cukup bisa
dimulai dari jam 10.00 sampai 15.00, jangan dilakukan lebih pagi karena paparan sinar
mataharinya tidak mencukupi. (Prof. Mardiana, 2020)

Area Spesifik
Vitamin D terbentuk pada kulit, dengan bantuan radiasi sinar ultraviolet B (Ultraviolet
B/UVB) yang mengenai 7-degidrokolesterol pada kulit, diikuti dengan reaksi termal. Vitamin
D akan diubah menjadi bentuk aktif 25(OH)D di liver dan 1,25(OH)2D atau kalsitriol di
ginjal. Sebagian besar efek vitamin D terjadi karena kalsitriol berikatan dengan reseptor
vitamin D pada inti sel. Reseptor tersebut adalah protein pengikat DNA yang secara langsung
berinteraksi dengan sekuens regulator yang berdekatan dengan gen target dan menghimpum
kompleks kromatin aktif yang berperan secara genetik dan epigenetik dalam proses
modifikasi transkripsi. Fungsi lain kalsitriol adalah mengatur konsentrasi kalsium serum,
yang memiliki mekanisme umpan balik dengan hormon paratiroid.

Elaborasi
Dipimpin oleh Northwestern University, tim peneliti melakukan analisis statistik data
dari rumah sakit dan klinik di seluruh China, Prancis, Jerman, Italia, Iran, Korea Selatan,
Spanyol, Swiss, Inggris Raya, dan Amerika Serikat. Para peneliti mencatat bahwa pasien dari
negara-negara dengan tingkat kematian COVID-19 yang tinggi, seperti Italia, Spanyol dan
Inggris, memiliki tingkat vitamin D yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien di negara-
negara yang tidak terkena dampak parah.
Di Irlandia, sebagai konsekuensi dari asupan makanan yang buruk, tingkat
suplementasi yang rendah dan paparan sinar matahari yang kurang optimal, prevalensi
defisiensi vitamin D tinggi, terutama di kalangan orang dewasa yang lebih tua, konstituensi
yang paling rentan terhadap kematian Covid-19. Dalam sampel representatif nasional
terakhir, 35,7% orang dewasa berusia 50-64 tahun, dan 44,0% orang dewasa berusia 65-84
tahun memiliki kadar vitamin D serum kurang dari 50nmol / l pada basis sepanjang tahun,
sementara angka ini naik menjadi 55,4 % dan 48,1% masing-masing di musim dingin. Data
ini sangat penting, karena mereka menyarankan bahwa setengah dari orang dewasa yang
lebih tua saat ini memiliki kadar vitamin D serum di bawah ambang batas di mana risiko
infeksi pernafasan virus diketahui meningkat. Juga patut dicatat bahwa kadar vitamin D
bahkan lebih buruk di antara pasien rawat inap di rumah sakit dan rumah sakit di Irlandia,
dengan 37-42% dari orang-orang ini memiliki kadar serum kurang dari 25nmol/l.
Dalam sebuah tinjauan yang melibatkan 11.321 orang dari 14 negara, dilaporkan
bahwa konsumsi suplemen vitamin D menurunkan risiko infeksi pernapasan akut. Efek
perlindungan tersebut paling dirasakan oleh responden dengan kadar vitamin D yang rendah
di dalam tubuh mereka.
Sementara itu dalam penelitian lain, suplemen vitamin D telah terbukti dapat
mengurangi angka kematian pada orang dewasa yang lebih tua dan berisiko memiliki dan
mengembangan penyakit pernapasan seperti COVID-19.

Kontroversi
Defisiensi atau kekurangan vitamin D juga bisa menurunkan fungsi paru-
paru, yang berisiko memengaruhi kemampuan tubuh dalam melawan infeksi saluran
pernapasan. Untuk dapat mengetahui peran Vitamin D pada pencegahan COVID-19 maka
perlu adanya studi untuk membuktikan tindakan ini dalam pencegahan COVID-19.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalahnya adalah “Apa


Fungsi Vitamin D dalam Pencegahan Penularan Covid-19?”

1.3. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui peran vitamin D dalam pencegahan covid-19
b. Tujuan Khusus
1.
1.4. Manfaat Penelitian

a. Manfaat secara teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat terutama


dibidang kesehatan yaitu: menambah khasanah ilmu kesehatan, khususnya terkait
dengan pencegahan covid-19.

b. Manfaat bagi penulis


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman mengenai peran
vitamin D dalam pencegahan Covid-19.

c. Manfaat bagi Institusi Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk standar operasional


prosedur atau meningkatkan mutu layanan keperawatan, sehingga dapat
meningkatkan kualitas layanan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Terkait Variabel

a. Pengertian COVID-19
Coronavirus adalah jenis virus yang menyebabkan penyakit mulai dari gejala
ringan sampai berat. Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang diketahui dapat
menyebabkan penyakit dengan gejala berat seperti Middle East Respiratory
Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Coronavirus
Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis baru yang belum pernah
diidentifikasi sebelumnya pada manusia.

b. Penyebab
Virus penyebab COVID-19 ini dinamakan Sars-CoV-2. Virus corona
umunya ditemukan pada hewan seperti unta, ular, hewan ternak, kucing, dan
kelelawar. Manusia dapat tertular virus apabila terdapat riwayat kontak dengan
hewan tersebut, misalnya pada peternak atau pedagang di pasar hewan.
Namun, adanya ledakan jumlah kasus di Wuhan, China menunjukkan bahwa
coronavirus dapat ditularkan dari manusia ke manusia. Virus bisa ditularkan lewat
droplet, yaitu partikel air yang berukuran sangat kecil dan biasanya keluar saat
batuk atau bersin. Apabila droplet tersebut terhirup atau mengenai lapisan kornea
mata, seseorang berisiko untuk tertular penyakit ini.

c. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala umum infeksi COVID-19 termasuk gejala gangguan
pernapasan akut seperti demam, batuk, dan sesak napas. Masa inkubasi rata-rata
adalah 5 - 6 hari dengan masa inkubasi demam, batuk, dan sesak napas. Pada kasus
yang parah, COVID-19 dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut,
gagal ginjal, dan bahkan kematian (Tosepu et al., 2020).

d. Diagnosis
Infeksi coronavirus umumnya diketahui melalui gejala dan pemeriksaan fisik
yang dikeluhkan pasien. Setelah itu, dokter akan melakukan sejumlah pemeriksaan
penunjang untuk membantu menegakkan diagnosis. Diagnosis COVID-19 didasari
dengan pemeriksaan penunjang. CT scan toraks non kontras merupakan pemeriksaan
yang dapat digunakan untuk mengevaluasi COVID-19. Nucleic Acid Amplification
Test (NAAT) dan tes serologi merupakan tes diagnostik untuk mengonfirmasi
diagnosis COVID-19. Selain itu, pemeriksaan penunjang lainnya adalah Pemeriksaan
Laboratorium dan Pemeriksaan Darah, Analisa Gas Darah (AGD).

e. Fungsi Vitamin D terhadap Pencegahan Penularan COVID-19

Anda mungkin juga menyukai