Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

Dosen pengampu : Ns. Ni Kadek Sutini, S.Kep.,M.Kes

OLEH :

NI PUTU AYU JUNIANTARI

18E10007

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

TAHUN AJARAN 2020


LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

A. Tinjauan Pustaka

1. Definisi

Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu kelompok penyakit metabolik

yang ditandai oleh hiperglikemia karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin,

atau keduanya. Keadaan hiperglikemia kronis dari diabetes berhubungan dengan

kerusakan jangka panjang, gangguan fungsi dan kegagalan berbagai organ,

terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (ADA, 2012).

Diabetes Mellitus adalah sindrom klinis yang ditandai dengan hiperglikemia

karena defisiensi insulin yang absolut maupun relatif. Kurangnya hormon insulin

dalam tubuh yang dikeluarkan dari sel B pankreas mempengaruhi metabolisme

karbohidrat, protein, dan lemak menyebabkan gangguan signifikan. Kadar glukosa

darah erat diatur oleh insulin sebagai regulator utama perantara metabolisme. Hati

sebagai organ utama dalam transport glukosa yang menyimpan glukosa sebagai

glikogen dan kemudian dirilis ke jaringan perifer ketika dibutuhkan (Animesh,

2006).

Gangren atau pemakan luka didefinisikan sebagai jaringan nekrosis atau

jaringan matiyang disebabkan oleh adanya emboli pembuluh darah besar arteri

pada bagian tubuh sehinggasuplai darah terhenti. Dapat terjadi sebagai akibat

proses inflamasi yang memanjang; perlukaan(digigit serangga, kecelakaan kerja

atau terbakar); proses degeneratif (arteriosklerosis) atau gangguan metabolik


diabetes mellitus (Tabber, dikutip Gitarja, 1999). Ganggren diabetik adalah

nekrosis jaringan pada bagian tubuh perifer akibat penyakit diabetes mellitus.

Biasanya gangren tersebut terjadi pada daerah tungkai. Keadaan ini

ditandaidengan pertukaran sekulitis dan timbulnya vesikula atau bula yang

hemoragik kuman yang biasa menginfeksi pada gangren diabetik adalah

streptococcus (Soeatmaji, 1999). Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki

yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di

pembuluh darah sedang atau besar di tungkai. ( Askandar,2001).

2. Klasifikasi

Menurut Amin Huda N dan Hardhi Kusuma (2016) mengatakan bahwa

etiologi diabetes mellitus sebagai berikut:

1. Diabetes mellitus tipe-1

Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel

β pankreas yang disebabkan oleh :

a) Faktor genetic penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi

mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetic kearah

terjadinya diabetes tipe-1

b) Faktor imunologi (autoimun)

c) Faktor lingkungan : virus atau toksin tertentu dapat memicu proses

autoimun yang menimbulkan estruksi sel beta

2. Diabetes mellitus tipe-2

Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin.

Faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe 2:

usia, obesitas, riwayat dan keluarga. Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam

pasca pembedahan dibagi menjadi 3 yaitu : (Sudoyo Aru,dkk 2009)


1) <140 mg/dl normal

2) 140- <200 mg/dl toleransi glukosa terganggu

3) ≥200 mg/dl diabetes

Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan, yaitu:

a. Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai

kela inan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.

b. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.

c. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.

d. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.

e. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.

f. Derajat V  : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai

Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi dua

golongan:

a. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )Disebabkan penurunan aliran darah ke

tungkai akibat adanya makroangiopati ( arterosklerosis )dari pembuluh darah

besar ditungkai, terutama di daerah betis. Gambaran klinis KDI :

- Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.

- Pada perabaan terasa dingin.

- Pulsasi pembuluh darah kurang kuat. Didapatkan ulkus sampai gangren. 

Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN ) Terjadi kerusakan syaraf somatik dan

otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering,

hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki

teraba baik.
3. Patofisiologi

Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM

yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.

Neuropati, baik neuro patisensorik maupun motorik dan autonomik akan

mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit danotot yang kemudian

menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan

selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap

infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor

aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan

kaki diabetes. ( Askandar, 2001 )

a. Etiologi

Ada beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya ulkus diabetik, yaitu :

1) Neuropati diabetic .Adalah kelainan urat saraf akibat DM karena tinggi kadar

dalam darah yang bisa merusakurat saraf penderita dan menyebabkan hilang atau

menurunnya rasa nyeri pada kaki, sehinggaapabila penderita mengalami trauma

kadang-kadang tidak terasa. Gejala-gejala Neuropati :Kesemitan, rasa panas

(wedangan : bahasa jawa), rasa tebal ditelapak kaki, kram, badan sakitsemua

terutama malam hari. 

2) Angiopati Diabetik (Penyempitan pembuluh darah) Pembuluh darah besar atau

kecil pada penderita DM mudah menyempit dan tersumbat oleh gumpalan darah.

Apabila sumbatan terjadi di pembuluh darah sedang/ besar pada tungkaimaka

tungkai akan mudah mengalami gangren diabetik yaitu luka pada kaki yang

merahkehitaman dan berbau busuk. Adapun angiopati menyebabkan asupan


nutrisi, oksigen serta antibiotik terganggu sehingga menyebabkan kulit sulit

sembuh.

3) InfeksiInfeksi sering merupakan komplikasi akibat berkurangnya aliran listrik

(neoropati).(Roger Watson, 2002)

b. Proses Terjadi

Menurut Amin Huda N dan Hardhi Kusuma (2015) mengatakan bahwa proses terjadi

diabetes mellitus sebagai berikut:

Faktor pencetus diabetes seperti faktor genetic, infeksi genetic, infeksi virus,

dan penurunan imunologik mengakibatkan kerusakan pada sel beta yang

mengakibatkan ketidakseimbangan prosuksi insulin. Kurangnya produksi insulin

berakibat pada gula darah yang tidak dapat dibawa massuk ke dalam sel yang dapat

mengakibatkan hiperglikemia dan menurunnya anabolisme protein. Hiperglikemia

dapat menyebabkan vikositas darah meningkat, syok hiperglikemia yang melebihi

ambang batas ginjal dapat menyebabkan gluko uria. Syok hiperglikemi dapat

menyebabkan koma diabetic, peningkatan vikositas darah dapat menyebabkan aliran

darah lambat dan menyebabkan iskemik pada jaringan yang dapat menimbulkan

ketidakefektifan perfusi jaringan perifer.

Glukosuria dapat menyebabkan dieresis osmotic dan kehilangan kalori.

Dieresis osmotic dapat menyebabkan poli uri hingga retensi urin yang mengakibatkan

hilangnya elektrolit dalam sel, hilangnya elektrolit dalam sel dapat mengakibatkan

dehidrasi, dehidrasi yang tidak ditangani dapat menimbulkan resiko syok. Kehilangan

kalori mengakibatkan sel mengalami kekurangan bahan makanan untuk metabolism,

sel akan merangsang hipotalamus bagian pusat lapar dan haus yang mengakibatkan
munculnya rasa lapar dan haus yang berlebihan (polidipsia, polipagia), selain itu sel

juga akan melakukan katabolisme lemak dan pemecahan protein.

Katabolisme lemak menghasilkan aam lemak dan pemeahan protein

menghasilkan keton dan ureum. Keton dan asam lemak yang berikatan dapat

menyebabkan ketosidosis. Sel juga akan melakukan pembakaran lemak dan protein

yang akan digunakan untuk metabolism, hal ini dapat mengakibatkan berat badan

menurun dan menimbulkan masalah keletihan.

Anabolisme protein menurun dapat menyebabkan kerusakann terhadap

antibodi yang berakibat pada penurunan sistem kekebalan tubuh. Sistem kekebalan

tubu menurun dapat menyebabkan resiko infeksi dan neuropati sensori perifer.

Neuropati sensori perifer dapat menyebabkan klien tidak merasakan sakit dan

mengakibatkan nekrosis pada luka, yang mengakibatkan luka akan menjadi gangrene

dan menimbulkan masalah kerusakan intergritas jaringan (Amin Huda N dan Hardi

Kusuma, 2015).

c. Manifestasi Klinis

Gangren diabetik akibat mikroangiopatik disebut juga gangren panas karena

walaupunnekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan,

dan biasanya teraba pulsasi arteri di bagian distal. Biasanya terdapat ulkus pada

telapak kaki. Psoses makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah,

sedangkan secara akut emboli akan memberikan gejala klinis 5P, yaitu:

1) Pain (nyeri). 

2) Paleness (kepucatan).

3) Paresthesia (parestesia dan kesemutan).

4) Pulselessness (denyut nadi hilang).


5) Paralysis (lumpuh).

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari

Fontaine,yaitu 4 :

1) Stadium I ; asimptomatis atau gejala tidak khas( kesemutan ) 

2) Stadium II ; terjadi klaudikasio intermiten.

3) Stadium III ; timbul nyeri saat istirahat.

4) Stadium IV ; berupa manifestasi kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).

(Smeltzer C Suzanne, 2001)

d. Komplikasi

Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah

1) Komplikasi Akut

a) Hipoglikemia dan hiperglikemia

b) Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit

jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).

c) Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati,

nefropati.

d) Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom

berpengaruh pada gastro ntestinal, kardiovaskuler (Suddarth and Brunner,

1990).

2) Komplikasi kronik

Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.

a) Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi

koroner, vaskular perifer dan vaskular selebral.


b) Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata

(retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk

memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun

makrovaskular.

c) Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta

menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.

3) Komplikasi menahun Diabetes Mellitus

a) Neuropati diabetik

b) Retinopati diabetik

c) Nefropati diabetik

d) Proteinuria

e) Kelainan koroner

f) Ulkus/gangren (Soeparman, 1987, hal 377)

Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:

1) Grade 0 : tidak ada luka

2) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit

3) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang

4) Grade III : terjadi abses

5) Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal

6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal.


4. Pemeriksaan Diagnostik

1) Kadar glukosa darah

Tabel : Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatiksebagai

patokan penyaring

Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)


Kadar Glukosa Darah Sewaktu DM Belum Pasti DM
Plasma vena >200 100-200
Darah kapiler >200 80-100
Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl)
Kadar Glukosa Darah Puasa DM Belum Pasti DM
Plasma vena >120 110-120
Darah kapiler >110 90-110

2) Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :

a) Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

b) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

c) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75

gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl).

3) Tes Laboratorium DM

Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostik, tes pemantauan terapi dan

tes untuk mendeteksikomplikasi.

4) Tes Saring

Tes-tes saring pada DM adalah:

a) GDP

b) GDS

c) Tes Glukosa Urin:

(a) Tes konvensional (metode reduksi/Benedict)

(b) Tes carik celup (metode glucose oxidase/hexokinase


5) Tes Diagnostik

Tes-tes diagnostik pada DM adalah:1.GDP2.GDS3.GD2PP (Glukosa Darah 2 Jam Post

Prandial)4.Glukosa jam ke-2 TTGO

6) Tes Monitoring Terapi

Tes-tes monitoring terapi DM adalah:

a) GDP : plasma vena, darah kapiler

b) GD2 PP : plasma vena

c) A1c : darah vena, darah kapiler

7) Tes Untuk Mendeteksi Komplikasi

Tes-tes untuk mendeteksi komplikasi adalah:

a) Mikroalbuminuria : urin

b) Ureum, Kreatinin, Asam Urat

c) Kolesterol total : plasma vena (puasa)

d) Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)

e) Kolesterol HDL : plasma vena (puasa)

f) Trigliserida : plasma vena (puasa)


5. Penatalaksanaan Medis

a. Penatalaksanaan Terapi

1) Diet

a) Syarat diet DM hendaknya dapat:

(1) Memperbaiki kesehatan umum penderita

(2) Mengarahkan pada berat badan normal

(3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda

(4) Mempertahankan kadar KGD normal

(5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik

(6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.

(7) Menarik dan mudah diberikan

b) Prinsip diet DM, adalah:

(1) Jumlah sesuai kebutuhan

(2) Jadwal diet ketat

(3) Jenis: boleh dimakan/tidak

c) Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan

kandungan kalorinya.

(1) Diit DM I : 1100 kalori

(2) Diit DM II : 1300 kalori

(3) Diit DM III : 1500 kalori

(4) Diit DM IV : 1700 kalori

(5) Diit DM V : 1900 kalori


(6) Diit DM VI : 2100 kalori

(7) Diit DM VII : 2300 kalori

(8) Diit DM VIII : 2500 kalori

Keterangan :

• Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk

• Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal

• Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau

diabetes komplikasi.

Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J

yaitu:

- JI : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau

ditambah

- J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.

- J III : jenis makanan yang manis harus dihindari

Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status

gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of

relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:

BBR = BB (Kg) X 100 %

TB (cm) – 100

Keterangan Hasil:

• Kurus (underweight) : BBR < 90 %

• Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %

• Gemuk (overweight) : BBR > 110 %

• Obesitas, apabila : BBR > 120 %

• Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %


• Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %

• Obesitas berat : BBR 140 – 200 %

• Morbid : BBR > 200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita

DM yang bekerja biasa adalah:

 kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari

 Normal : BB X 30 kalori sehari

 Gemuk : BB X 20 kalori sehari

 Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari

2) Latihan

Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:

a) Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 ½

jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita

dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan

sensitivitas insulin dengan reseptornya.

b) Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore

c) Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen

d) Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein

e) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang

pembentukan glikogen baru

f) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran

asam lemak menjadi lebih baik.


b. Penatalaksaan Operatif

Obat

a) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)

(1)      Mekanisme kerja sulfanilurea

 kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas

 kerja OAD tingkat reseptor

(2)      Mekanisme kerja Biguanida

Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat

meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:

(a)      Biguanida pada tingkat prereseptor ® ekstra pankreatik

 Menghambat absorpsi karbohidrat

 Menghambat glukoneogenesis di hati

 Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin

(b)      Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin

(c)      Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler

b)   Insulin

 Indikasi penggunaan insulin :

(1)      DM tipe I

(2)      DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD

(3)      DM kehamilan

(4)      DM dan gangguan faal hati yang berat

(5)      DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)

(6)      DM dan TBC paru akut

(7)      DM dan koma lain pada DM


(8)      DM operasi

(9)      DM patah tulang

(10)  DM dan underweight

(11)  DM dan penyakit Graves

 Beberapa cara pemberian insulin

(1) Suntikan insulin subkutan

Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan subcutan,

kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa factor antara lain:

  Lokasi suntikan

ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu dinding perut, lengan, dan paha. Dalam

memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat

suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.

  Pengaruh latihan pada absorpsi insulin

Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah

suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit

setelah suntikan.

(2) Pemijatan (Masage)

Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.

(3) Suhu

Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi insulin.

         Dalamnya suntikan

Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini berarti suntikan

intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada subcutan.

         Konsentrasi insulin


Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi

apabila terdapat penurunan dari u –100 ke u – 10 maka efek insulin dipercepat.

(4) Suntikan intramuskular dan intravena

Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-kasus dengan

degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan

untuk terapi koma diabetik.

B. Tinjauan Teori Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu

proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk

mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. (Nursalam, 2013)

a. Data Subjektif

Data Subjektif adalah persepsi dan sensasi klien tentang masalah Kesehatan. Data

subjektif dari :

1) Identitas penderita

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,

status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan

diagnosa medis.

2) Keluhan Utama adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba

yang menurun, adanya lukayang tidak sembuh- sembuh dan berbau, adanya

nyeri pada luka.


3) Riwayat kesehatan

a) Riwayat Kesehatan sekarang

Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya

yang telahdilakukan oleh penderita untuk mengatasinya. 

b) Riwayat kesehatan dahulu

Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit- penyakit lain yang ada

kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya

riwayat penyakit jantung, obesitas,maupun arterosklerosis, tindakan medis

yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasadigunakan oleh

penderita.

c) Riwayat kesehatan keluarga

Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang

jugamenderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan

terjadinya defisiensi insulinmisal hipertensi, jantung.

d) Riwayat psikososial

Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami

penderitasehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap

penyakit penderita.

b. Data Objektif

Pemeriksaan data subjektif adalah data yang diperoleh melalui suatu pengukuran

dan pemeriksaan dengan menggunakan standar yang di akui atau berlaku.

1) Kebutuhan bio-psiko-sosial dan spiritual

a) Biologis
(a) Pola nutrisi

Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi

insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga

menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak

minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut

dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme

yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.

(b) Pola tidur dan istirahat

Adanya poliuri, dan situasi rumah sakit yang ramai akan

mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola

tidur dan waktu tidur penderita.

(c) Pola eliminasi (BAB/BAK)

Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis

osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan

pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi

relatif tidak ada gangguan.

(d) Aktivitas sehari-hari

Penilaian didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam

meningkatkan aktivitas fungsional. Penilaian meliputi makan,

mandi, toiletingberpakaian, mobilisasi di tempat tidur, mobilisasi

berpindah, berias dan ROM.

b) Sosial

(a) Dukungan keluarga

(b) Hubungan dengan keluarga

(c) Hubungan dengan orang lain


c) Spiritual

(a) Pelaksanaan ibadah

(b) Keyakinan tentang Kesehatan

2) Pemeriksaan fisik

(a) Status kesehatan umum

Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan

dan tanda- tanda vital. 

(b) Kepala dan leher

Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga

kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa

tebal, ludah menjadi lebihkental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan

berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda,diplopia, lensa mata keruh.

(c) Sistem integument

Kaji Turgor kulit menurun pada pasien yang sedang mengalami dehidrasi, kaji

pula adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan suhu kulit

di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka,

tekstur rambut dan kuku.

(d) Sistem pernafasan

Adakah sesak nafas menandakan pasien mengalami diabetes ketoasidosis, kaji

juga adanya batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi

infeksi.

(e) Sistem kardiovaskuler


Perfusi  jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/

bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, ardiomegalis.

(f) Sistem gastrointestinal

Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,

perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas

(g) Sistem urinary

Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat

berkemih.

(h) Sistem musculoskeletal

Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah,

lemah dannyeri, adanya gangren di ekstrimitas.

(i) Sistem neurologis

Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek

lambat,kacau mental, disorientasi.

(j) Informasi Penujang

Informasi penunjang yang dimaksud adalah data dari hasil pemereiksaan

laboratorium, rontgen, ataupun yang lainnya.

c. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang mungkin muncul :

a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

gangguan keseimbangan insulin, makanan dan aktivitas jasmani

b. Resiko syok berhubungan dengan ketidakmampuan elektrolit kedalam sel

tubuh, hipovolemia
c. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan nekrosis kerusakan

jaringan (nekrosis luka gangrene)

d. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma pada jaringan, proses penyakit

(diabetes mellitus)

e. Retensi urin berhubungan dengan inkomplit pengosongan kantung kemih,

spingter kuat dan poliuria

f. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan

sirkulasi darah kapiler, proses penyakit.

g. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan gejala poliuria dan

dehidrasi.

h. Keletihan

i. Ketidakstabilan kadar gula darah

j. Resiko Jatuh

k. Defisiensi Pengetahuan

2. Perencanaan keperawatan

a. Prioritas Diagnosa Keperawatan

1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

2) Ketidakstabilan kadar gula darah

3) Resiko syok

4) Kerusakan integritas jaringan

5) Resiko infeksi

6) Retensi urin

7) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

8) Resiko ketidakseimbangan elektrolit


9) Keletihan

10) Resiko Jatuh

11) Defisiensi pengetahuan


b. Rencana Asuhan Keperawatan

1) Dx. 1 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan gangguan keseimbangan insulin, makanan dan

aktivitas jasmani

a) Rencana Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi

pada klien terpenuhi

b) Kriteria hasil :

(1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

(2) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

(3) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

(4) Tidak ada tanda-anda mal nutrisi

(5) Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dan menelan

(6) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

c) Rencana Tindakan :

(1) Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.

Rasional: Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi

pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang

adekuat

(2) Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.

Rasional: Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi

terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.

(3) Timbang berat badan setiap seminggu sekali.


Rasional: Mengetahui perkembangan berat badan pasien (berat

badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet).

(4) Identifikasi perubahan pola makan.

Rasional: Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program

diet yang ditetapkan.

(5) Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan

diet diabetik.

Rasional: Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan

glukosa ke dalam jaringan sehingga gula darah menurun,

pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula

darah dan mencegah komplikasi.

2) Dx. 2 Resiko syok berhubungan dengan ketidakmampuan elektrolit

kedalam sel tubuh, hipovolemia

a) Rencana Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan resiko syok pada

klien tidak terjadi

b) Kriteria hasil :

(1) Nadi dalam batas yang diharapkan

(2) Irama jantung dalam batas yang diharapkan

(3) Frekuensi nafas dalam batas yang diharapkan

(4) Irama nafas dalam batas yang diharapkan

(5) Natrium serum dalam batas normal

(6) Kalium serum dalam batas normal

(7) Klorida serum dalam batas normal

(8) Kalsium serum dalam batas normal


(9) Magnesium ser,um dalam batas normal

(10) PH darah serum dalam batas normal

c) Rencana Tindakan :

(1) Monitor tanda awal syok

Rasional: Melihat adanya gejala awal syok agar dapat ditangani

lebih dini.

(2) Monitor suhu dan pernapasan

Rasional: Monitor ttv pada pasien untuk mendeteksi adanya

ketidaknormalan pada pasien sehingga dapat dilakuakan tindakan

segera.

(3) Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda dan gejala datangnya

syok dan tentang langkah untuk mengatasi gejala syok

Rasional: pasien dan keluarga perlu mengerti tanda dan gejala syok

agar dapat mengatasi gejala syok dan memebrikan pertolongan

pertama.

3) Dx. 3 Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan nekrosis

kerusakan jaringan (nekrosis luka gangrene)

a) Rencana Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kerusakan integritas

kulit dapat terkontrol dan terhindar dari infeksi

b) Kriteria hasil :

(1) Integritas kulit bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur,

hidrasi dan pigmentasi)

(2) Tidak ada luka / lesi pada kulit

(3) Perfusi jaringan baik


(4) Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan

mencegah terjadinya cedera berulang

(5) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit

dan perawatan alami

c) Rencana Tindakan :

(1) Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.

Rasional: Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses

penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan

selanjutnya.

(2) Observasi luka: lokasi, dimensi, kedalaman luka, jaringan nekrotik,

tanda-tanda infeksi local, formasi traktus.

Rasional: Observasi luka untuk dilakukan perawatan luka.

(3) Rawat luka dengan baik dan benar : Membersihkan luka secara

abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa

balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang

mati.

Rasional: Merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga

kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan

granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat

menghambat proses granulasi.

(4) Anjurkan untuk makan dan minum yang adekuat.

Rasional: menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi.

(5) Ajarkan keluarga tentang luka dan perawatan luka

Rasional: Pasien dan keluarga perlu mengerti bagaimana merawat

luka yang benar.


(6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan

kulturpus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.

Rasional: insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan

kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotic yang tepat

untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darah untuk mengetahui

perkembangan penyakit.

4) Dx. 4 Resiko infeksi berhubungan dengan trauma pada jaringan, proses

penyakit (diabetes mellitus)

a) Rencana Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan resiko infeksi tidak

terjadi

b) Kriteria hasil :

(1) Klien bebas dari trauma dan gejala infeksi

(2) Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang

mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya

(3) Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

(4) Jumlah leukosit dalam jumlah normal

(5) Menunjukan prilaku hidup sehat

c) Rencana Tindakan :

(1) Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.

Rasional: Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran

infeksi dapat membantu menentukan tindakan selanjutnya.

(2) Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga

kebersihan diri selama perawatan.


Rasional: Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara

untuk mencegah infeksi kuman.


(3) Lakukan perawatan luka secara aseptik.

Rasional: Untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran

infeksi.

(4) Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan

yang ditetapkan.

Rasional: Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat

meningkatkan daya tahan tubuh, pengobatan yang tepat,

mempercepat penyembuhan sehingga memperkecil kemungkinan

terjadi penyebaran infeksi.

(5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.

Rasional: Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin

akan menurunkan kadar gula dalam darah sehingga proses

penyembuhan akan lebih cepat.

5) Dx. 5 Retensi urin berhubungan dengan inkomplit pengosongan kantung

kemih, spingter kuat dan poliuria

a) Rencana Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pola eleminasi klien

kembali lancar

b) Kriteria hasil :

(1) Kandung kemih kosong secara penuh

(2) Tidak ada residu urine >100-200 cc

(3) Bebas dari ISK

(4) Tidak ada spasme bleder

(5) Balance cairan seimbang


c) Rencana Tindakan :

(1) Monitor intake dan output cairan.

Rasional: Melihat balance cairan yang masuk ketubuh agar dapat

dinilai jumlah urine yang dikeluarkan.

(2) Instruksikan pada pasien dan keluarga untuk mancatat output urine.

Rasional: Melihat balance cairan yang masuk ketubuh agar dapat

dinilai jumlah urine yang dikeluarkan.

(3) Stimulasi reflex bladder dengan kompres dingin pada abdomen.

Rasional: Memberikan kompres dingin pada abdomen untuk

stimulasi reflex bladder.

(4) Monitor tanda dan gejala ISK (panas, hematuria, perubahan baud

an konsistensi urine).

Rasional: Monitor gejala dan tanda ISK agar dapat ditemukan

segera dan diobati segera.

6) Dx. 6 Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

penurunan sirkulasi darah kapiler, proses penyakit (DM).

a) Rencana Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan perfusi jaringan

pasien efektif

b) Kriteria hasil :

(1) Tekanan sistol dan diastole dalam rentang yang diinginkan

(2) Tidak ada ortostatis hipertensi

(3) Tidak ada tanda-tanda peningkatan intracranial, tekanan

intracranial tidak lebih dari 15 mmHg


c) Rencana Tindakan :

(1) Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi

Rasional: Dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.

(2) Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran

darah: Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung (posisi

elevasi padawaktu istirahat), hindari penyilangkan kaki, hindari

balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan

sebagainya.

Rasional: Meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga

tidak terjadi oedema.

(3) Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa: Hindari

diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan

merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.

Rasional: Kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya

arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya

vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek

dari stres.

(4) Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian

vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen

(HBO).

Rasional: Pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi

pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki,

sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui

perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki

oksigenasi daerah ulkus/gangren.


7) Dx. 7 Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan gejala

poliuria dan dehidrasi.

a) Rencana Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan resiko

ketidakseimbangan elektrolit tidak terjadi

b) Kriteria hasil :

(1) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan berat badan

(2) Tekanan, darah, nadi dan suhu tubuh dalam batas normal

(3) Tidak ada tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membrane

mukosa lembab, dan tidak ada rasa haus yang berlebihan

c) Rencana Tindakan :

(1) Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah

ortostatik.

Rasional: Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan

takikardia.

(2) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, torgor kulit dan membran

mukosa, pantau intake dan output

Rasional: Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit

baik, membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang

berlebihan.

(3) Ukur masukan dan keluaran cairan dan elektrolit.

Rasional: Memantau cairan yang masuk dan keluar pada pasien

untuk mengetahui apakah sama atau tidak intake dan output.

(4) Berikan dorongan untuk memperbanyak masukan cairan.


Rasional: Memberikan dorongan pada pasien dapat memotivasi

pasien supaya memperbanyak cairan yang masuk.

(5) Kolaborasikan pemberian cairan dan elektrolit IV sesuai program.

Rasional: Melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain

untuk memberikan cairan dengan melalui IV.

8) Dx. 8 Keletihan

a) Rencana Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan keletihan klien

teratasi

b) Kriteria hasil :

(1) Memverbalisasikan peningkatan energy dan merasa lebih baik

(2) Menjelaskan penggunaan energy untuk mengatasi keletihan

(3) Kecemasan menurun

(4) Glukosa darah adekuat

(5) Kualitas hidup meningkat

(6) Istirahat cukup

(7) Mempertahankan kemampuan untuk berkosentrasi

c) Rencana Tindakan :

(1) Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas

Rasional: Membatasi aktivitas agar pasien tidak banyak

mengeluarkan energy untuk beraktifitas dan mengurangi adanya

efek keletihan.

(2) Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan

Rasional: Dengan dapat diketahuinya faktor penyebab kelelahan

maka akan dapat segera ditangani dan keletihan tidak akan terjadi.
(3) Monitor pola tidur dan lamanya tidur/ istirahat pasien

Rasional: Manfaatkan adanya energy yang adekuat untuk

membantu dalam aktifitas.

(4) Dukung pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan,

berhubungan dengan perubahan hidup yang disebabkan keletihan

Rasional: Dengan bantuan saat beraktifitas dapat membantu

meringankan keletihan pada pasien tetapi harus juga dimandirikan

jika keletihan pada pasien sudah tidak terjadi.

(5) Konsultasi dengan ahli gizi untuk meningkatkan asupan makanan

yang berenergi tinggi

Rasional: Asupan makanan yang tinggi gizi dapat meningkatkan

energy untuk aktifitas dan keletihan tidak akan terjadi.

9) Dx. 9 Ketidakstabilan kadar gula darah

a) Rencana Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan ketidakstabilan

kadar gula darah pada klien tidak terjadi

b) Kriteria hasil :

(1) kadar glukosa darah (4-5)

(2) glukosurine (4-5)

(3) ketonurine (3-4)

c) Rencana Tindakan :

(1) Lakukan cek glukosa darah dengan fingerstick .

Rasional: memantau kadar gula darah.


(2) Identifikasi program diet yang dijalani pasien.

Rasional: untuk mengidentifikasi program yang dijalani klien

apakah terjadi penyimpangan dari rencana terapi yang dapat

memicu ketidakstabilan glukosa dan hiperglikemia tak terkendali.

(3) Identifikasi terapi insulin yang digunakan pasien meliputi lama

kerja insulin dan jenisnya.

Rasional: lama kerja dan jenis insulin ini mempengaruhi waktu

efek dan waktu potensi terjadinya ketidakstabilan glukosa darah.

(4) Amati tanda-tanda hipoglikemia; kulit dingin dan lembab,

takikardia.

Rasional: setelah metabolisme karbohidrat, kadar glukosa darah

akan turun, dan insulin diberikan, mungkin hipoglikemia terjadi.

(5) Kolaborasi pemantauan glukosa serum, aseton, pH, dan HCO3-

Rasional: glukosa darah akan turun perlahan dengan terapi insulin.

Dengan dosis insulin yang optimal, glukosa kemudian dapat masuk

ke dalam sel dan digunakan untuk menjadi energi. Ketika itu

terjadi, kadar aseton menurun dan asidosis dapat dikoreksi.

(6) Kolaborasi pada ahli gizi untuk berkonsultasi memulai kembali

asupan oral.

Rasional: untuk menghindari hipoglikemia, saat terapi insulin.

(7) Observasi bising usus dari sakit perut, kembung, mual atau

muntah.

Rasional: hiperglikemia dan gangguan cairan dan eletrolit

menurunkan motilitas dan fungsi lambung dapat mengakibatkan

gastroparesis dan rencana tindakan yang akan dilakukan pada


pasien. Catatan jangka panjang: kesulitan dengan gastroparesis dan

menurunnya motilitas usus mengakibakan neuropati otonom

saluran cerna dan memerlukan pengobatan simtomatik

10) Dx. 10 Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan sensori (tidak mampu

melihat.

a) Rencana Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan dapat menurunkan

resiko jatuh pada diri klien

b) Kriteria hasil :

(1) Mengidentifikasi bahaya lingkungan yang dapat meningkatkan

kemungkinan cedera

(2) Mengidentifikasi tindakan preventif atas bahaya tertentu

(3) Melaporkan penggunaan cara yang tepat dalam melindungi diri

dari cedera.

c) Rencana Tindakan :

(1) Kaji ulang adanya faktor-faktor resiko jatuh pada klien

Rasional : untuk mengetahui fakto-faktor risiko jatuh pada klien

(2) Lakukan modifikasi lingkungan agar lebih aman (memasang

pinggiran tempat tidur dll) sesuai hasil pengkajian bahaya jatuh

pada poin 1.

Rasonal : modifikasi lingkungan dapat menurunkan resiko jatuh

pada klien.

(3) Ajarkan klien tentang upaya pencegahan cedera (menggunakan

pencahayaan yang baik, memasang penghalang tempat tidur,

menempatkan benda berbahaya ditempat yang aman).


Rasional : Meningkatkan kemandirian klien untuk mencegah risiko

jatuh

(4) Kolaborasi dengan dokter untuk penatalaksanaan vertigo pada

klien

Rasional : kolaborasi dengan dokter untuk memberikan terapi yang

sesuai dengan penyakit yang diderita pasien.

11) Dx. 11 Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif

a) Rencana Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan dapat

menunjukan pengetahuan tentang proses penyakit

b) Kriteria hasil :

(1) Klien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,

kondisi, prognosis dan program pengobatan

(2) Klien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan

secara benar

(3) Klien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yan

dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya

c) Rencana Tindakan :

(1) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarganya

Rasional : Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien dan

keluarga dala resiko jatuh

(2) Gambarkan tanda dan gejala yang bisa muncul pada penyakit

dengan cara yang tepat

Rasional : Agar mengetahui tanda dan gejala yang dapat muncul

pada penyakit tesebut.


(3) Memberikan informasi yang tepat dan akurat sesuai dengan

kebutuhan klien

Rasional : Informasi yang tepat dari tenaga kesehatan akan

membuat klien merasa dirinya memiliki sumber informasi yang

terpercaya

(4) Menginstrusikan kepada klien untuk bertanya kepada penyedia

layanan kesehatan manapun tentang segala hal yang berhubungan

dengan kesehatannya.

Rasional : kadang kala klien merasa tidak berani untuk bertanya karena belum

terbina hubungan dekat dengan penyedia layanan kesehatan.

3. Pelaksanaan

Menurut Gordon, 1994 dalam Sunaryo, dkk 2016 mengatakan bahwa

pelaksanaan / implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang

dihadapi, ke status kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang

diharapkan. Oleh karena itu ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada

klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi,

pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah

kesehatan yang muncul di kemudian hari.

4. Evaluasi

Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan

keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien

secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan. Dalam evaluasi
keperawatan menggunakan SOAP atau data subjektif, objektif, analisa dan planning

kedepannya. Jika masalah sudah teratasi intervensi tersebut dapat dihentikan, apabila belum

teratasi perlu dilakukan pembuatan planning kembali untuk mengatasi masalah tersebut.

a. Evaluasi Keperawatan pada Pasien Diabetes Mellitus

Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah sebagai berikut.

1. Kondisi tubuh pasien stabil, tidak terjadi gangrene, tidak terjadi nyeri

2. Turgor kulit normal, tidak terjadi lesi atau integritas jaringan

3. Tanda-tanda vital normal

4. Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada tanda-

tanda malnutrisi.

5. Cairan dan elektrolit pasien diabetes normal.

6. Infeksi dan komplikasi tidak terjadi

7. Rasa lelah atau keletihan berkurang/penurunan rasa lelah

8. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi nya yang menderita diabetes

melitus, efek prosedur dan proses pengobatan.

Evaluasi ini merupakan evaluasi terhadap pasien dengan diabetes mellitus dan

apabila dari poin satu sampai dengan poin 8 tersebut sudah tercapai oleh seorang

pasien, maka dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut sudah sehat dan dapat

meninggalkan rumah sakit. Tetapi pasien tetap harus memperhatikan kadar gulu

dalam darahnya, dengan cara makan makanan yang sehat, bergizi dan rendah gula.
C. WOC (WEB OF CAUTION)

Diabetes Melitus

Keterbatasan kognitif pada klien


Penurunan kadar
glukosa darah

- Kurangnya keinginan
Sel otak tidak untuk mencari
memperoleh cukup informasi
Faktor genetic - Tidak mengetahui
bahan bakar infeksi virus sumber-sumber
Pengerusakan imunologik informasi yang tepat
Lemah pusing - Perilaku yang tidak
diaphoresis, pucat, sesuai
Kerusakan sel beta
takikardia, tremor, dan
perubahan mental
Ketidakseimbangan produksi insulin Defisiensi
Hipoglikemia Pengetahuan

Ketidakstabilan
Glukosa Darah hiperglikemia
Gula dalam darah tidak dapat masuk dlm sel

batas melebihi ambang ginjal syok hiperglikemik Anabolisme protein menurun

glukosuria vikositas darah meningkat koma diabetik Kerusakan pada antibodi

aliran darah lambat


dieresis osmotik Resiko infeksi Kekebalan tubuh menurun
Iskemik jaringan
poliuria Neuropati sensori perifer

Klien tidak merasa sakit


Ketidakefektifan
Retensi urin
perfusi jaringan Kesemutan,
Nekrosis luka
kram otot
Kehilangan elektrolit dalam sel
Gangrene
dehidrasi Resiko Jatuh

Diabetic Foot

Kerusakan integritas
jaringan
Resiko syok kehilangan kalori

merangsang hipotalamus Sel kekurangan bahan untuk metabolism e protein dan lemak dibakar BB menurun

pusat lapar dan haus katabolisme lemak pemecahan protein


Keletihan

polidipsia Asam lemak keton


polipagia ureum

ketoasidosis

Ketidakseimbangan
ketoasidosis
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
DAFTAR PUSAKA

Aini, N. & Aridiana, L. (2016). Asuhan Keperawatan pada Sistem Endokrin dengan

Pendekatan Nanda NIC NOC. Jakarta : Salemba Medika.

Brunner & Suddarth. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC.

Nurarif, A., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis & Nanda NIC NOC Edisi

Revisi Jilid 1. Jogjakarta : Mediaction.

Wijaya & Putri. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta : Nuha Medika.

Price, A.S (1995).Patofisologi: konsep klinis proses-proses penyakit. (edisi4), Jakarta: EGC

Brunner dan Suddarth. (2002).Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta:EGC

Doenges, M.E.et all. (2000).Rencana Asuhan Keperawatan. (edisi 3).Jakarta: EGC

Evelyn C. Pearce (2003).Anatomi Fisiologi; untuk paramedis, Jakarta: PT Gramedia


LEMBAR PENGESAHAN

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Mahasiswa

Ns. Ni Kadek Sutini, S.Kep.,M.Kes Ni Putu Ayu Juniantari

NIDN. 0825128001 NIM.18E10007

Anda mungkin juga menyukai