Komunikasi nonverbal adalah komunikasi tanpa kata-kata. Kemampuan kita untuk menangkap
dan menggunakan bahasa nonverbal mempengaruhi efektivitas komunikasi interpersonal yang
kita lakukan.
1. Body gestures
Kinesics adalah mempelajari komunikasi melalui pergerakan tubuh, yakni:
a. Emblems. Emblems adalah gerakan tubuh tertentu yang menggantikan kata-kata secara
spesifik. Misalkan thumbs up untuk menunjukkan persetujuan, atau meletakan jari di depan
mulut untuk meminta seseorang untuk diam. Namun demikian embles berbeda-beda tiap
budaya.
e. Adaptors. Komunikasi nonverbal untuk memenuhi kebutuhan dan biasanya terjadi tanpa
disadari. Ada tiga jenis adaptors. Yang pertama self adaptors, untuk memenuhi kebutuhan
fisik, seperti menggaruk kepala yang gatal, membasahi bibir kering. Yang kedua alter
adaptors digunakan untuk merespon interaksi, misalkan menyilangkan lengan di dada
ketika orang yang tidak kita harapkan mendekat. Object adaptors adalah komunikasi
nonverbal yang melibatkan benda untuk melampiaskan perasaan, misalkan membolongi
kertas atau menggambar di cangkir kopi ketika bosan, atau mengunyah kuku ketika cemas.
2. Body appearance
Tubuh, tanpa bergerak, juga mengkomunikasikan sesuatu. Orang bisa membentuk impresi
terhadap kita berdasarkan penampilan tubuh kita: potongan rambut, tinggi tubuh, kulit, mata
dan warna rambut. Orang dengan warna rambut pirang misalnya secara umum dianggap
kurang baik dalam segi intelektualitas di Amerika (Lihat film Legally blond). Orang yang
bertubuh tinggi misalnya dinilai memiliki presidential look sehingga berkemungkinan lebih besar
dipilih sebagai presiden dibandingkan orang bertubuh pendek.
3. Facial communication
Ekspresi wajah kita mengkomunikasikan emosi kita seperti: bahagia, terkejut, takut, marah,
sedih, jijik, dan tertarik. Facial communication ini bisa diartikan berbeda tergantung konteks.
Misalkan, kalau kita tersenyum saat lawan bicara sedang cemberut, senyum kita bisa diartikan
sebagai jahat. Kalau kita tersenyum saat lawan bicara sedang sedih, senyum bisa diartikan
sebagai upaya menghibur.
Facial management
Ketika mempelajari sistem komunikasi nonverbal, kita juga belajar teknik facial management
yang memungkinkan kita mengkomunikasikan perasaan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk
menyembunyikan perasaan. Facial management ini membantu kita mengekspresikan emosi
yang diterima secara umum.
a. Intensify. Melebih-lebihkan perasaan. Misalkan menunjukan keterkejutan yang berlebihan
ketika seseorang menyelenggarakan surprise birthday party.
b. Deintensify. Membatasi ekspresi. Misalkan kita dapat IP di atas 3,5 tapi sahabat kita
dibawah 2, kita berusaha tidak menunjukkan kegembiraan berlebihan untuk menjaga
perasaan sahabat.
c. Neutralize. Kita tidak menunjukkan perasaan, atau bersikap biasa-biasa saja. Misalkan
tidak menunjukan muka sedih agar pasangan kita tidak kuatir.
d. Mask. Menampilkan ekspresi yang berlawanan dari yang kita rasakan. Misalkan
menunjukan kegembiraan ketika seorang teman jadi finalis Putri Indonesia, sementara kita
gagal.
e. Simulate, Membuat ekspresi yang sebenarnya tidak kita rasakan. Contoh marah ketika
sebenarnya tidak sedang marah.
Facial feedback. Ketika kita menunjukan emosi melalui wajah kita, efek feedback terjadi — >
ekspresi facial mempengaruhi perasaan kita. Misalkan memasang muka sedih makin
meningkatkan perasaan sedih, atau melotot membuat kita merasa semakin marah.
Culture and facial communication. Tiap budaya memiliki norma sendiri terkait dengan
ekspresi wajah. Di Amerika misalnya, bila tidak menyukai seseorang, ekspresi wajah akan
terlihat jelas. Sementara orang Jepang, biasanya ekspresinya tetap datar.
4. Eye communication
Occulesis adalah studi terhadap pesan yang dikomunikasikan melalui mata, melalui durasi,
arah dan kualitas dari eye behavior. Contoh durasi eye gaze rata-rata di Inggris dan Amerika
adalah 2.95 detik, atau 1.18 detik untuk mutual eye gaze. Bila eye contact lebih pendek dari
1.18 detik maka orang tersebut dinilai pemalu, tidak tertarik. Bila lebih dari itu, menunjukkan
ketertarikan. Di Amerika, tatapan mata langsung dinilai sebagai ekspresi kejujuran, namun di
Jepang menunjukan ketidakhormatan. Arah pandangan mata juga dinilai sebagai komunikasi.
Contoh ketika kita berbicara pada seseorang dan tatapan mata sebentar-sebentar beralih dari
wajah lawan bicara ke jam atau ke orang lain, hal tersebut mengkomunikasikan ketidakterarikan
untuk meneruskan percakapan. Kualitas pandangan, misalnya seberapa besar kita membuka
mata ketika berkomunikasi, menunjukkan sejauh mana kita tertarik pada komunikasi yang
sedang berlangsung atau tidak. Mata yang membesar juga misalnya menunjukkan ketertarikan
atau ketakutan.
Eye avoidance. Ada beberapa situasi di mana kita biasanya melakukan eye avoidance.
Misalkan ketika kita melihat pasangan sedang bertengkar, kita biasanya menghindari
pandangan mata untuk mengkomunikasikan pesan “Saya tidak ingin ikut campur.” Eye
avoidance juga dilakukan ketika kita menghadapi sesuatu yang tidak menyenangkan, misalkan
orang yang terluka parah dalam kecelakaan. Sebaliknya, ini juga dilakukan untuk sesuatu yang
menyenangkan, misalkan mencium bunga sambil menutup mata, menikmati musik sambil
menutup mata.
Pupil dilatation. Ukuran pupil mata menunjukan minat dan derajat emosi dalam komunikasi.
Pupil mata seseorang membesar ketika sedang tertarik pada sesuatu.
5. Touch communication
Tactile communication, atau komunikasi melalui sentuhan adalah salah satu bentuk komunikasi
yang paling tua. Sentuhan adalah indera pertama yang digunakan manusia, ketika masih
berada dalam kandungan. Dalam tahap awal hubungan, sentuhan yang dihindari atau
digunakan minimal, ketika hubungan berlanjut, lebih banyak sentuhan digunakan, ketika
hubungan menurun, sentuhan kembali lebih sedikit digunakan.
Arti sentuhan:
a. Positive emotions. Sentuhan mengkomunikasikan emosi yang positif, biasanya antara
orang yang memiliki hubungan yang dekat untuk menunjukkan dukungan, penghargaan,
ketertarikan seksual dan kasih sayang.
b. Playfulness. Touch often communicates a desire to play. Misalnya ketika setelah seseorang
marah, dia menyentuh lawan bicaranya untuk tidak terlalu serius menanggapi
kemarahannya.
c. Control. Sentuhan digunakan untuk mengontrol atau mengatur tindakan, sikap atau
perasaan seseorang. Contoh, kita menggenggam kedua lengan seseorang untuk
memintanya diam di tempat.
d. Ritual. Sentuhan kerap dilakukan sebagai bagian dari ritual, contoh bersalaman ketika
bertemu, melambaikan tangan atau memeluk ketika berpisah.
e. Task related. Sentuhan yang dilakukan untuk fungsi atau tujuan tertentu, misalkan
menyingkirkan debu dari pakaian seseorang, membantu seseorang turun dari mobil atau
memegang dahi untuk mengukur suhu.
Penggunaan sentuhan mesti pada situasi dan konteks yang tempat. Terlalu banyak sentuhan di
awal hubungan bisa membuat hubungan jadi negatif.
Touch avoidance. Seseorang menghindari sentuhan biasanya karena merasa tidak nyaman
dengan komunikasi yang sedang berlangsung. Orang yang cenderung menghindari sentuhan
juga biasanya adalah orang yang tertutup. Semakin bertambah umur, seseorang cenderung
makin menghindari menyentuh atau disentuh orang yang berbeda jenis kelamin. Laki-laki
cenderung lebih menghindari sentuhan ketika berkomunikasi dengan sesama laki-laki,
dibandingkan wanita dengan wanita.
Culture and touch. Sentuhan sebagai komunikasi ini dipandang dengan cara yang berbeda
pada budaya yang berbeda. Di Korea misalnya, bila pemilik toko menyentuh pelanggannya,
dinilai tidak sopan. Orang yang datang dari budaya yang banyak menggunakan sentuhan akan
menilai bahwa orang Korea ini dingin dan tidak ramah.
6. Paralanguage
Paralanguage adalah bagaimana kita mengatakan sesuatu, misalnya karakter suara seperti
kecepatan dan volume bicara. Paralanguage juga termasuk vokalisasi seperti he eh, hmm, dan
pitch atau ketinggian nada. Pitch seseorang meningkat ketika misalnya berbohong atau cemas.
Kita membentuk kesan terhadap seseorang berdasarkan salah satunya pada paralanguage.
Orang yang berbicara dengan kecepatan yang stabil dengan volume sedang misalkan dilihat
sebagai orang yang berpendidikan baik, sementara orang yang berbicara dengan tidak
beraturan dengan volume suara keras cenderung dilihat sebagai orang dari kelas bawah. Orang
yang berbicara dengan cepat lebih persuasif dan dinilai memiliki intelektualitas yang lebih tinggi
dibandingkan orang yang berbicara lambat.
Sekali lagi, paralanguage juga dipengaruhi budaya. Di Korea, orang yang bicara dengan cepat
kurang dihargai dibandingkan dengan di Amerika.
7. Silence
Diam adalah bentuk komunikasi. Fungsi diam:
a. To provide time to think. Diam memberikan kesempatan pembicara untuk berpikir dan
memformulasikan pesan yang akan disampaikan berikutnya.
b. To hurt. Diam digunakan untuk menyakiti orang lain, misalnya ketika kita marah kita
memberlakukan silence treatment atau mendiamkan. Diam juga digunakan untuk
menunjukkan kita tidak menganggap penting seseorang atau disconfirmation.
c. To respond to personal anxiety. Diam dilakukan sebagai bentuk kecemasan pribadi ketika
berkomunikasi dengan orang lain, atau malu berkomunikasi dengan orang lain, ketika
misalnya kita berada di tengah-tengah orang yang baru dikenal.
f. To achieve specific effects. Diam digunakan untuk mendapatkan efek tertentu. Misalkan
diam sebelum bicara untuk menunjukkan bahwa apa yang kita katakan dipikirkan dengan
baik-baik. Diam sebelum bicara juga bisa digunakan untuk menarik perhatian orang agar
sepenuhnya berkonsentrasi pada apa yang kita katakan.
g. To say nothing. Diam ketika memang kita tidak ingin mengatakan apa pun.
The spiral of silence theory. Teori ini menyatakan bahwa seseorang cenderung akan
menyuarakan persetujuan, dan akan diam bila tidak setuju dengan mayoritas. Ini membuat
suara mayoritas lebih kuat dan membuat suara minoritas lebih lemah.
Silence and culture. Di budaya tertentu, diam dinilai sebagai bentuk ketidaksopanan karena
bisa dianggap tidak tertarik, atau tidak peduli seperti di Amerika. Di budaya Jawa, diam ketika
mendengarkan orang tua berbicara justru dinilai sebagai sesuatu yang sopan dan bantahan
dinilai tidak sopan.
Jenis lain dari komunikasi yang terkait dengan jarak adalah territoriality.
a. Primary territories atau home territories adalah daerah yang kita sebut sebagai daerah
milik kita: misalkan kamar kita, meja kita atau ruang kantor kita
b. Secondary territories adalah area yang bukan milik kita tapi biasa kita gunakan, contoh
tempat duduk di ruang kuliah yang kerap kita tempati.
c. Public territories adalah daerah yang terbuka untuk semua orang, contoh bioskop, mall.
Ketika kita berada di primary territory, kita memiliki keuntungan interpersonal karena bisa
mengatur komunikasi yang terjadi: kita yang memulai pembicaraan, lebih rileks dan lebih
percaya diri.
b. Boundary marker. Barang-barang yang kita tempatkan untuk memberi batas teritori kita,
seperti pagar, sandaran kursi di bioskop.
c. Ear marker. Tanda untuk mengidentifikasi kepemilikan kita terhadap satu area, misalkan
papan nama.
Invasi teritori bisa terjadi, misalnya orang yang berkedudukan lebih tinggi di kantor bisa
menginvasi teritori dengan masuk ke ruangan kantor bawahannya dan duduk dengan nyaman
di sofa.
9. Artifactual communication.
Artifactual communication adalah pesan yang disampaikan melalui obyek yang dibuat
manusia, contohnya warna, perhiasan, tata rambut, parfum.
b. Color communication. Kita seringkali menggunakan warna untuk merujuk pada situasi
tertentu. Misalkan hijau untuk orang muda yang belum berpengalaman, biru untuk
kesedihan, merah untuk keberanian atau kemarahan, hitam untuk kedukaan. Warna
memiliki makna yang berbeda bagi tiap budaya. Contoh: merah di Cina melambangkan
kemakmuran, di Prancis menunjukkan maskulinitas, di Afrika menunjukkan kematian, di
Jepang kemarahan. Warna putih di Thailand dan Indonesia menunjukkan kesucian, di
Jepang kematian dan dukacita.
c. Clothing and body adornment. Cara berpakaian memiliki beberapa fungsi, seperti
melindungi kita dari cuaca, melindungi kita dari luka saat berolahraga, menutupi tubuh,
mengkomunikasikan profesionalisme dalam pekerjaan, menunjukan afiliasi budaya,
menunjukkan kelas sosial. Cara berpakaian juga mempengaruhi perilaku individu dan
kelompok contohnya orang menggunakan baju yang kasual bertindak lebih informal
dibandingkan orang yang mengenakan baju resmi. Perhiasan juga mengkomunikasikan diri
kita. Misalnya cincin pernikahan dan tunangan mengkomunikasikan status hubungan,
menggunakan jam tangan Rolex menunjukan kekayaan, orang yang memiliki tatoo atau
tindik memandang diri mereka sebagai petualang, berani, bebas tapi bisa dinilai orang lain
sebagai orang dengan kredibilitas rendah dan kasar.
d. Scent. Wewangian yang digunakan atau bau tubuh mengkomunikasikan diri kita. Kita
merasa lebih baik ketika berbau harum dan merasa kurang baik ketika bau badan atau
wewangian yang digunakan berbau tidak enak. Bau ini juga mempengaruhi keadaan emosi,
misalnya wangi coklat membuat seseorang lebih rileks. Olfactory communication atau
olfactics penting dalam komunikasi. Tujuan komunikasi olfactory:
• to attract others wewangian, baik dalam bentuk parfum, colognes, after-shave lotion,
bedak, digunakan untuk menarik lawan jenis
• to aid taste. Bau membantu indera perasa. Sulit untuk membedakan rasa kentang
mentah dan apel bila keduanya tidak berbau.
• to aid memory. Bau membantu kita me-recall peristiwa di masa lampau. Misalkan,
mantan pacar menggunakan parfum white-musk, ketika seseorang menggunakan parfum
yang sama lewat di depan kita, membuat kita teringat pada mantan.
• to create image. Bau menciptakan kesan tertentu. Ini digunakan oleh pembuat produk
seperti pasta gigi, sabun d;;.
Orang yang berorientasi pada masa lampau berpikir bahwa apa yang terjadi di masa lalu
harusnya menjadi acuan untuk masa kini. Ini biasanya pada budaya yang kolektivis.
Orang yang berorientasi terhadap kekinian biasanya adalah orang yang tidak memiliki keahlian
tertentu, mereka hidup hanya untuk hari ini dan menghabiskan apa yang mereka miliki di satu
hari. Mereka memandang orang yang berorientasi future sebagai orang-orang ambisius.
Sementara orang dengan keahlian tertentu, seperti guru dan manager cenderung berorientasi
pada masa depan, misal menyimpan uang untuk sekolah anak. Orang-orang yang berorientasi
masa depan ini melihat orang-orang yang berorientasi masa kini malas dan tidak termotivasi.
Waktu formal adalah waktu yang memiliki batasan yang jelas, seperti tanggal, jam. Tidak semua
budaya memiliki waktu formal yang sama. Sebagai contoh, orang dari Saudi yang
menggunakan kalender hijriah, berbeda dengan mayoritas negara lain yang menggunakan
kalender masehi.
Waktu informal adalah referensi waktu yang lebih cari, misalnya “segera”, “selamanya”, “nanti”
“Secepatnya.”
Sama dengan waktu formal, budaya memiliki waktu informal yang berbeda. Misalkan kata
terlambat bisa diartikan berbeda-beda. Di budaya yang on time, 5 menit adalah terlambat,
sementara di Indonesia, 5 menit tidak dikategorikan terlambat.
Monokronik adalah kecenderungan menjadwalkan satu kegiatan pada satu waktu, sementara
polikronik menjadwalkan beberapa kegiatan sekaligus. Contoh polikronik misalnya makan siang
sambil pertemuan bisnis. Atau meeting lewat skype sambil mengerjakan pekerjaan lain.
Orang dengan pengaturan waktu monokronik: 1. Melakukan satu hal pada satu waktu 2. Melihat
jadwal sebagai sesuatu yang penting 3. Melihat pekerjaan sebagai suatu hal yang serius, lebih
penting dari keluarga. 4. Melihat privasi sebagai sesuatu yang serius.
Sementara itu orang dengan pengaturan waktu polikronik: 1. Melakukan beberapa kegiatan
pada satu waktu 2. Melihat agenda dari fungsinya, bisa saja dibatalkan. 3. Melihat keluarga dan
hubungan interpersonal lebih penting daripada pekerjaan. 4. Aktif terlibat dengan orang lain,
bekerja dengan orang lain.
Social clock
Setiap kebudayaan memiliki anggapan tentang waktu yang dianggap tepat untuk melakukan
berbagai peristiwa penting dalam hidup seperti kapan seharusnya mulai pacaran, kapan
seharusnya sudah menikah, punya anak, dst. Misalnya, seorang perempuan single pada usia
30-an di Indonesia sering menghadapi pertanyaan dan tekanan mengenai kapan menikah.
Sementara di Amerika, perempuan single pada usia yang sama dilihat biasa saja.
Nonverbal communication competence
Decoding nonverbal messages
Ketika membuat penilaian atau kesimpulan terhadap orang lain berdasarkan komunikasi
nonverbal, pertimbangkan hal-hal ini:
1. When making judments, mindfully seek alternative judgments. Contoh: Bila pacar
menjaga jarak dengan kau, jangan cepat-cepat berpikir dia marah, mungkin hanya butuh
waktu untuk berpikir
3. Notice that messages come from lots of different channels and that reasonably
accurate channels can only be made when multiple channels are taken into
consideration. Contoh: Bila seseorang mendekorasi rumahnya dengan kasual, jangan
cepat mengambil kesimpulan dia kasual, lihat juga dari cara berpakaian dan cara bicara.
4. Even after you’ve explored difference channels, consider the possibility that you are
incorrect. Contoh: bila kita melihat seorang teman berbicara menghindari pandangan mata
dan banyak jeda ketika bicara, jangan cepat-cepat mengambil kesimpulan dia bohong, bisa
saja merasa canggung
5. Interpret your judgments and conclusions against a cultural context. Jangan menilai
pesan nonverbal seseorang berdasarkan budaya yang kita anut tapi berdasarkan budaya
orang tersebut. Misal, kalau orang tersebut misalnya sok ramah, atau sok kenal sok dekat,
itu mungkin ingin menunjukkan keramahan, dan bukan ketidaksopanan karena melanggar
batas privasi Kamu.
6. Consider the multitude of factors that can influence the way a person behaves
nonverbally. Ada faktor-faktor yang mempengaruhi pesan non verbal. Misalkan, orang yang
sedang sakit gigi cemberut karena sakit giginya, bukan karena tidak ramah.
1. Consider your choices for your nonverbal communication just as you do for your
verbal messages. Contoh: kita memikirkan dengan serius misalnya apa yang akan kita
katakan pada seorang teman yang sedang berduka, pada saat yang sama pikirkan dengan
baik bahasa nonverbal yang akan disampaikan (spt. ekspresi prihatin, memeluk untuk
menghibur)
2. Keep your nonverbal messages consistent with your verbal messages. Kalau Kamu
mau dipercaya, gunakan bahasa verbal dan nonverbal secara konsisten. Misalkan jangan
mengatakan “Ikut sedih” tapi sambil tersenyum.
3. Monitor your own nonverbal messages with the same care that you monitor your
verbal messages. Contoh: Kalau diundang makan malam, lalu diminta nambah,
sebagaimana melalui komunikasi verbal kita tidak mengatakan “makanannya tidak enak”
jangan juga bahasa nonverbal kita menunjukkan itu misalnya dengan muka cemberut.
4. Avoid extremes and monotomy. Jangan berlebihan dan monoton ketika menggunakan
komunikasi nonverbal. Misalkan terus menerus menggangguk atau tersenyum ketika
mendengar orang bicara, mungkin malah dinilai tidak tulus mendengarkan.
5. Take the situation into consideration. Komunikasi nonverbal di satu tempat atau di satu
waktu mungkin tidak cocok dilakukan di tempat atau waktu yang berbeda. Contoh, ketika
teman kamu berduka, kamu memeluk untuk menghibur. Tapi akan jadi aneh, kalau kamu
memeluk dia tanpa alasan jelas di konteks yang berbeda.
6. Maintain eyecontact with the speaker. Secara umum eye contact saat bicara dinilai
sebagai bentuk kesopanan karena memperhatikan lawan bicara. tapi perhatikan ada
budaya yang memberlakukan sebaliknya.
7. Avoid using certain adaptors in public. Contoh: mengorek kuping dengan kelingking,
menyisir rambut atau membersihkan gigi di depan umum.
9. Be careful when touching, it may or may not appropriate or polite depending on the
relationship and on the context. Bila Kamu baru ketemu orang, hindari menyentuh orang
tersebut, kecuali bila itu jelas bagian dari budaya orang tersebut.