Anda di halaman 1dari 19

CRITICAL BOOK REVIEW

MK.PROFESI
KEPENDIDIKAN
PRODI S1 PENDIDIKAN
GEOGRAFI

Skor Nilai:

WAWANCARA KONSELING DI SEKOLAH

(Arintoko, 2010)

NAMA : ERSAN KARSETA


KARO SEKALI

NIM : 3193131020

DOSEN PENGAMPU : Sani Susanti, S.Pd., M.Pd

MATA KULIAH : PROFESI KEPENDIDIKAN

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GEOGRAFI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

MEI 2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah melimpahkan
berkatNya sehingga saya dapat menyelesaikan Critical Book Review tentang Wawancara
Konseling di Sekolah ini dengan baik. Critical Book Review ini telah saya susun dengan
semaksimal mungkin dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan Critical Book Review ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan Critical Book
Review ini.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, saya yakin masih banyak
kekurangan dalam Critical Book Review ini. Semoga Critical Book Review sederhana ini
dapat dipahami bagi siapa pun pembacanya. Sekiranya Critical Book Review ini dapat
berguna bagi penulis sendiri maupun bagi orang yang membacanya.

Medan, Mei 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………….. i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Rasionalisasi Pentingnya CBR……………………………………………….. 1
1.2 Tujuan Penulisan………………………………………………………………1
1.3 Manfaat Penulisan……………………………………………………………..1
1.4 Identitas Buku………………………………………………………………… 1
BAB II RINGKASAN ISI BUKU……………………………………………… 3
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Pembahasan Isi Buku………………………………………………………….9
3.2 Kelebihan Buku………………………………………………………………. 13
3.3 Kekurangan Buku…………………………………………………………….. 13
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan………………………………………………………………….... 14
4.2 Saran………………………………………………………………………….. 14
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………. 15

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Rasional Pentingnya CBR

Critical book review ini sangatlah penting untuk dibahas karena dari tugas CBR ini
mahasiswa mendapatkan pengetahuan tentang bagaimana cara mengkritik suatu buku
dengan cara yang benar dan tepat yang sebelumnya tidak diketahui. Dengan tugas ini pula
mahasiswa mendapatkan wawasan tentang bagaimana cara untuk membandingkan dan
lebih bisa memahami maksud atau isi dari buku tersebut.

1.2 Tujuan Penulisan CBR

Critical book review ini dibuat untuk menyelesaikan tugas dari mata kuliah Ilmu
Komputer dan bertujuan untuk memenuhi nilai dari mata kuliah tersebut, serta
meningkatkan dan menguatkan pemikiran yang kritis untuk memahami sebuah buku.
Adapun tujuan yang lain yaitu untuk mengetahui tentang bagaimana cara serta manfaat
manfaat yang diperoleh tentang wawancara konseling di sekolah.

1.3 Manfaat CBR


Dengan selesainya tugas critical book review ini, sebagai mahasiswa kita mendapatkan
ilmu atau wawasan tentang betapa pentingnya mengetahui keseluruhan dan isi dari sebuah
buku yang akan dikritik. Adapaun manfaat lain yaitu agar pembaca dapat lebih mudah
mengetahui apa simpulan atau isi dalam buku ini melalui ringkasan yang dibuat dalam
tulisan ini, agar pembaca dapat mengetahui apa kelebihan dan kekurangan suatu buku.

1.4 Identitas Buku


Buku I (Utama)
1. Judul buku : Wawancara Konseling di Sekolah
2. Penulis : Arintoko
3. Kota terbit : Yogyakarta
4. Tahun terbit : 2010
5. Penerbit : ANDI Yogyakarta
6. ISBN : 978-979-29-2666-8

Buku II (Pembanding 1)

1
1. Judul buku : Memahami Dasar-Dasar Konseling
2. Penulis : Dr. Namora Lumongga Lubis, M.Sc.
3. Kota terbit : Medan
4. Tahun terbit : 2011
5. Penerbit : KENCANA PRENADA MEDIA GROUP
6. ISBN : 978-602-8730-68-6

Buku III (Pembanding 2)


1. Judul buku : Bimbingan dan Konseling (Aplikasi di SD dan TK)
2. Penulis : Dr. Anak Agung Ngurah Adhiputra, M.Pd
3. Kota terbit : Denpasar
4. Tahun terbit : 2012
5. Penerbit : GRAHA ILMU
6. ISBN : 978-979-756-963-1

BAB II
RINGKASAN ISI BUKU

2
BAB I RUANG LINGKUP KONSELING
Mengajarkan nilai-nilai secara kognitif tentunya akan lebih mudah bagi seorang
guru daripada mendampingi peserta didik dalam pembentukan kepribadiannya. Sekolah
harus mempunyai tempat/wadah bagi peserta didiknya agar mereka dapat membagikan
konflik pribadi, pengalaman, atau perasaannya. Masalah yang dialami siswa akan
menimbulkan kesulitan belajar tersendiri bagi mereka. Dalam situasi ini guru wajib
mendampingi siswa yang sedang menghadapi konflik tersebut, dan proses selanjutnya
adalah guru akan mengadakan konseling. Dalam hal ini, siswa yang bermasalah akan
disebut konseli, sedangkan konseling di sekolah adalah guru BK (konselor sekolah) atau
guru konselor.
Menurut Burk dan Stefflre, konseling mengidentifikasi hubungan professional
antara konselor terlatih dengan klien. Sedangkan menurut Ensiklopedi Pendidikan
menyatakan bahwa konseling adalah suatu usaha dari pihak pimpinan suatu lembaga
pendidikan untuk membantu siswa secara perorangan agar dalam menghadapi masalah
yang berhubungan dengan studi dan kemasyarakatan, mereka secara optimal mencapai
penyelesaian, yang selanjutnya juga akan mengakibatkan tercapainya hasil maksimal dari
studi dan perekmbangan sosialnya. Sementara menurut Mapiare konseling adalah
serangkaian kegiatan pokok bimbingan dalam usaha membantu klien secara tatap muka
dengan tujuan klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan
atau masalah khusus.
Konseling merupakan hubungan komunikasi antarpribadi, sebagai proses yang
harus dilalui oleh orang yang dilayani, yang bersifat psikologis. Jadi kesimpulannya adalah
konseling adalah proses wawancara yang bertujuan untuk memberikan bantuan kepada
seseorang sehingga orang yang dilayani dapat lebih berkembang dalam kehidupannya.
Adapun tujuan dari kegiatan konseling yaitu pemahaman, hubungan dengan orang
lain, kesadaran diri, penerimaan diri, pemecahan masalah, aktualisasi diri atau
individualisasi, pendidikan psikologi, keterampilan sosial, perubahan kognitif, perubahan
tingkah laku, perubahan system, penguatan, restitusi, reproduksi dan aksi sosial.
Jika dilihat dari pihak orang yang akan dibantu, proses konseling ini membatasi
beberapa hal (Winkell, 1991:67), yaitu:
 Orang harus sudah mencapai umur tertentu sehingga bisa sadar dengan tuugasnya
 Orang harus bisa menggunakan pikiran dan kemauan sendiri

3
 Orang harus rela memanfaatkan pelayanan bimbingan dalam proses konseling
 Harus ada kebutuhan objektf untuk menerima pelayanan bimbingan
Menurut Winkell ada beberapa syarat dalam bimbingan konseling yaitu:

Di pihak konselor:

 Menerima, memahami, dan sikap bertiindak secara jujur


 Kepekaan terhadap apa yang ada di balik kata-kata yang diungkapkan konseli
 Kemampuan dalam hal komunikasi yang tepat
 Memiliki kesehatan jasmani dan mental yang sehat
 Wajib menaati kode etik jabatan sesuai yang telah disusun dalam Konvensi
Nasional Bimbingan I
Di pihak konseli
 Motivasi yang mengandung keinsyafan akan adanya suatu masalah, kesediaan
untuk mengungkapkan masakahnya dengan tulus, jujur, dan adanya kemauan untuk
mencarai penyelesaian masalah itu
 Keberanian untuk mengungkapkan data-data yang ada dalam dirinya sehingga
konselor akan lebih mudah memahami/mengenal konseli secara lebih mendalam
Menurut Winkell, pelayanan seoramg konselor terhadap konseli yang bercorak
membantu dan dibantu (helping relationship), yang berlangsung secara formal dan
dikelola secara professional, kiranya harus memperhatikan berbagi asas yang harus
dipahami bersama, yaitu:
 Bermakna, baik untuk konselor maupun konseli karena kedua belah pihak
melibatkan diri sepenuhnya
 Mengandung unsur kognitif dan efektif karena konselor dan konseli berpikir
bersama
 Berdasarkan sikap saling percaya dan slaing terbuka
 Berlangsung atas dasar saling memberikan persetujuan
 Terdapat suatu kebutuhan di pihak konseli, yang diharapkan dapat terpenuhi
melalui wawancara konseling
 Terdapat komunikasi dua arah
 Mengandung strukturalisasi

4
 Berdasarkan kerelaan dan usaha bekerja sama agar tujuan yang disepakati bersama
tercapai
 Mrngarah pada suatu perubahan pada diri konseli
 Terdapat jaminan bahwa kedua partisipan merasa aman
BAB II TEKNIK KONSELING (VERBAL DAN NONVERBAL)
Teknik konseling secara verbal adalah sebagai beriku (Winkell, 1991:316):
1. Ajakan untuk memulai
2. Penerimaan/pengertian
3. Perumusan pikiran-gagasan/refleksi pikiran
4. Perumusan perasaan/refleksi perasaan\
5. Penjelasan pikiran-gagasan/refleksi pikiran
6. Penjelasan perasaan/klarifikasi perasaan
7. Permintaan dan melanjutkan
8. Pengulangan satu-dua kata
9. Ringkasan/rangkuman
10. Pertanyaan mengenai hal tertentu
11. Pemberian umpan balik
12. Pemberian informasi
13. Penyajian alternative
14. Penyelidikan
15. Pemberian struktur
16. Interpretasi
17. Konfrontasi
18. Diagnosis
19. Dukungan/bombongan
20. Usul/saran
21. Penolakan
Teknik-teknik konseling tersebut harus digunakan oleh konselor secara spontan dan
luwes.
Teknik konseling nonverbal adalah sebagai berikut:
1. Anggukan kepala
2. Senyuan
3. Tatapan mata

5
4. Intonasi suara
5. Ekspresi muka
6. Diam
7. Gerakan tangan
8. Gerakan bibir
9. Pakaian
10. Jarak tempat duduk
Ada beberapa alasan yang mendasari mengapa teknik nonverbal sangat penting
untuk dilakukan (Leather, dalam Rakhmat, 1991:287-289), yaitu:
 Factor nonverbal sangat menentukan makna komunikasi interpersonal
 Perasaan dan emosi lebih dicermati jika disampaikan lewat pesan nonverbal
daripada pesan verbal
 Pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relative bebas dari
penipuan, distorsi, dan kerancuan
 Pesan nonverbal menyampaikn fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan
untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi
 Pesan nonverbal merupakan cara berkomunikasi yang lebih efisien daripada verbal
 Pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat
BAB III TEORI-TEORI KONSELING
Beberapa teori yang relevan untuk mendukung konseling di sekolah yaitu:
Pendekatan berpusat pada klien difokuskan pada tanggung jawab dan kesanggupan
konseli untuk menemukan cara-cara mengahadapi kenyataan secara lebih penuh. Dalam
hal ini, konseli adalah orang yang mengetahui dirinya sendiri, orang yang harus
menemukan tingkah laku yang pantas baginya. Menurut Winkell (1991:339), konseling
berpusat pada klien adalah corak konselng yang menekankan peranan konseli sendiri
dalam proses konseling. Corak konseling ini berpijak pada beberapa keyakinan dasar
tentang martabat manusia dan hakikat kehidupan manusia.
Sifat dan factor adalah corak konseling yang menekankan pemahaman diri melalui
pengujian psikologis dan penerapan pemahaman itu dalam pemecahan-pemecahan masalah
yang dihadapi, terutama yang menyangkut pilihan program studi, jurusan, atau bidang
pekerjaan. Corak konseling ini menilai tinggi kemampuan manusia untuk berpikir rasional
dan memandang masalah konseli sebagai persoalan yang haruus dipecahkan dengan
kemampuan itu.

6
Behaviouristik adalah pandangan ilmu tentang tingkah laku manusia. Teknik-teknik yang
biasa digunakan untuk mendapatkan sasaran perilaku dengan konseli adalah:
Menentang keyakinan irasional
Membingkai kembali isu
Mengulang kembali penggunaan beragam pernyataan diri dengan konselor
Mencoba menggunakan berbagai pernyataan diri yang berbeda dengan situasi riil
Mengukur perasaan konseli
Menugaskan pekerjaan rumah
Terapi emotif rasional adalah aliran yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan
dengan potensi, baik untuk bepikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan
jahat. Terapi emotif rasional menegaskan bahwa manusia memiliki sumber yang tak
terhingga bagi aktualisasi dirinya dan bisa mengubah ketentuan bagi dirinya dan
masyarakat. Menurut Winkell, terapi emotif rasional adalah corak konseling yang
mnekankan kebersamaan dan interaksi antara berpikir dengan akal sehat, berperasaan, dan
berperilaku serta menekankan bahwa suatu perubahan berarti dalam cara berperasaan dan
berperilaku.
Konseling ekletik menurut Thorne (Winkell, 1991:372) bermaksud mengembangkan dan
memanfaatkan kemampuan konseli untuk berpikir benar dan tepat sehingga konseli
menjadi mahir dalam memcahkan persoalan-petsoalan yang dihadapinya (problem
solving). Menurut ekletik, kebutuhan konseli adalah mencapai level tertinggi dari
integritasnya sepanjang waktu.

7
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pembahasan Isi Buku
Dalam buku Memahami Dasar-dasar Konseling, menjelaskan bahwa pengertian
konseling menurut Rogers (dikutip dari Lesmana, 2005) adalah hubungan yang membantu
dimana salah satu pihak (konselor) bertujuan meningkatkan kemampuan dan fungsi mental
pihak lain (klien), agar dapat menghadapi persoalan/konflik yang dihadapi dengan lebih
baik. Konseling adalah cabang keilmuan yang telah berdiri sendiri sejak mendapat
pengukuhan dari American Psychological Assiciation (APA) pada tahun 1952. Meskipun
demikian, konseling tetap harus menyesuaikan diri dan berdampingan dengan cabang ilmu
lain seperti adaptasi dengan ilmu pendidikan, ilmu kesehatan, ilmu agama, bidang industry,
dan ilmu lain.
Ada beberapa karakteristik dari konselor yaitu congruence (terlebih dahulu
memahami dirinya sendiri), unconditional positive regard (konselor harus dapat menerima
walaupun dengan keadaan yang tidak dapat diterima oleh lingkungan), emphaty

8
(memahami orang lain dari sudut kerangka berpikirnya). Adapun beberapa kepribadian
konselor menurut Latipun (2001) yang dibahas dalam buku ini yaitu spontanitas
(kemampuan konselor untuk merespon peristiwa ke situasi seperti yang dilihat atau yang
diperoleh dalam bimbingan konseling), fleksibilitas (kemampuan konselor untuk
mengubah, memodifikasi, dan menetapkan cara-cara yang digunakan jika keadaan
megharuskan), konsentrasi (kepedulian konselor sepenuhnya terhadap klien), keterbukaan
(bebas), stabilitas emosi (tidak mengalami gangguan mental), berkeyakinan akan
kemampuan untuk berubah (konselor harus yakin bahwa kliennya memiliki kemampuan
untuk mengubah dirinya menjadi lebih baik), komitmen pada rasa kemanusiaan, kemauan
membantu klien mengubah lingkungannya, pengetahuan konselor, totalitas (harus memiliki
kualitas pribadi dan kesehatan mental yang baik). Masalah-masalah yang sering dihadapi
oleh konselor yaitu kebosanan, hostilitas, kesalahan-kesalahan konselor, manipulasi,
penderitaan, hubungan yang membantu vs tidak membantu, dan mengakhiri konseling.
Karakteristik menurut Willis (2009) juga dibahas dalam buku ini, diantaranya klien
sukarela (klien yang datang pada konselor atas kesadaran sendiri karna ada maksud dan
tujuan tertentu), klien terpaksa (klien yang datang pada konselor bukan atas kemauannya
sendiri tapi atas dorongan teman atau keluarga), klien enggan (klien yang datang pada
konselor karena hanya senang berbincang dengan konselor, bukan untuk menyelesaikan
masalah), klien bermusuhan/menentang (tertutup, menentang, bermusuhan, dan menolak
secara terbuka), dan klien krisis (klien yang mendapat musibah seperti kematian orang
terdekat, kebakaran rumah, dan pemerkosaan).
Krumboltz (dikutip dari Latipun, 2001) mengelompokkan tujuan konseling menjadi
tiga jenis yaitu mengubah penyesuian perilaku yang salah, belajar membuat keputusan,
serta mencegah munculnya masalah. Gladding (dikutip dari Lesmana, 2005) menjelaskan
ada lima factor yang mempengaruhi konseling, yaitu struktur (proses yang dilakukan
konselor secara sistematis), inisiatif (motivasi untuk berubah), tatanan/setting fisik, kualitas
klien, dan kualitas konselor.
Menurut hasil penelitian Hadley dan Stupp (dikutip dari Willis, 2009) maka dapat
disimpulkan faktor penyebab permasalahan dalam konseling yaitu konselor terlalu dalam
dalam mengeksplorasi klien, konselor terlalu hati-hati dalam mengeksplorasi klien,
aplikasi teknis yang tidak tepat, hubungan konseling yang tidak efektif, masalah
komunikasi, focus (gagal membuat focus masalah), dan kelemahan konselor (terlalu
terpaku padaa teori sendiri, keliru menggunakan teknik konseling, penafsirang yang kurang

9
tepat, konselor tidak memiliki banyak alternative sehingga tidak mampu merespon perilaku
klien yang bearagam).
Langkah-langkah dalam konseling menurut Brammer, Abrego & Shostrom (dikutip
dari Lesmana, 2005) yaitu membangun hubungan, identifikasi dan penilaian masalah,
memfasilitasi perubahan konseling, serta evaluasi dan terminasi. Teknik konseling
diantaranya melayani (attending), empati, refleksi, eksplorasi, menangkap pesan utama
(paraphrasing), bertanya untuk membuka percakapan (open question), bertanya tertutup
(closed questions), dorongan minimal (minimal encouragement), interpretasi, mengarahkan
(directing), menyimpulakn sementara (summarizing), memimpin (leading), konfrontasi,
menjernihkan (clarifying), memudahkan (facilitating), diam, mengambil inisiatif, memberi
nasihat, memberikan informasi, merencanakan, dan akhirnya menyimpulkan.
Konselor sebaiknya tidak terlalu memaksakan kehendaknya agar klien bersedia
menjalankan apa pun yang menjadi rancangan startegi, karena hal itu hanya akan membuat
klien mundur. Konselor juga harus tepat memilih strategi intervensi yang paling sesuai
dengan permasalahan klien agar tujuan dapat tercapai dengan baik. Pendekatan yang
terdapat dalam pelaksanaan konseling yaitu pendekatan psikoanalisis, pendekatan
eksistensial-humanistis, pendekatan client-centered, terapi gestalt, terapi tingkah laku
(behaviouristik), terapi rasional-emotif, terapi realitas, serta pendekatan ekletik.
Sedangkan dalam buku yang berjudul Bimbingan dan Konseling (Aplikasi di SD
dan TK) menuliskan menurut Surya (1988: 12), bimbingan adalah suatu proses
pembenaran bantuan yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang
dibimbing agar mencapai kemandirian dalam pemahaman diri, penerimaan diri,
pengendalian diri, dan perwujudan diri dengan lingkungan. Adapun konseling adalah
bantuan iri sendiri untuk memperbaiki tingkah laku pada masa yang akan datang.
Jadi dalam buku ini kesimpulan dari pengertian bimbingan dan konseling adalah
bantuan yang memungkinkan peserta didik mencapai kemandirian antara mengenal dan
menerima diri sendiri, mengenal dan menerima lingkungannya secara positif dan dinamis.
Adapun tujuan dari bimbingan konseling yang dituliskan dalam buku ini adalah sama
dengan tujuan pendidikan sebagaimana dalam UU No.2/1989, tentang system pendidikan
nasional yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, beriman dan
bertaqwa kepada TYME dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab yang
kemasyarakatan dan kebangsaan. Upaya bimbingan yang dilakukan yaitu melalui

10
pengembangan potensi individu secara optimal. Bimbingan dan konseling di sekolah
bertujuan untuk mengembangkan peserta didik agar dapat mengendalikan diri, cerdas,
kreatif, serta memiliki keterampilan yang diperlukan dirinya sendiri maupun untuk orang
lain yang ada di sekitarnya.
Adapun fungsi lain dari bimbingan konseling yang dijelaskan dalam buku ini yaitu
fungsi pemahaman (pemahaman tentang diri sendiri, lingkungan sekitar, maupun
lingkungan yang lebih luas), fungsi pencegahan (program orientasi dengan memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mengenal lingkungan sekolah sebagai suatau hal
yang baru, dan program kegiatan kelompok dengan berdiskusi, bermain peran, dan lain
sebagainya), fungsi perbaikan (untuk mengantisipasi dan mengatasi masalah yang dialami
peserta didik), fungsi pemeliharaan dan pengembangan (untuk mengembangkan pribadi
siswa agar lebih terarah), dan fungsi penyesuaian (membantu terciptanya penyesuaian
antara siswa dengan lingkungannya). Prinsip dari bimbingan konseling yang dituliskan
dalam buku ini yaitu:
 Berkenaan dengan sasaran layanan
 Berkenaan dengan permasalahan individu
 Berkenaan dengan program pelayanan
 Berkenaan dengan pelaksanaan dan pelayanan

Asas dalam bimbingan konseling dalam buku ini yaitu asas kerahasiaan, asas
kesukarelaan, asas keterbukaan, asas kekinian, asas kegiatan, asas kedinamisan, asas
keterpaduan, asas kenormatifan, asas keahlian, asas alih tangan, dan asas tut wuri
handayani. Pelayanan bimbingan dan konseling juga perlu dilakukan di TK dan SD agar
pribadi dan segenap potensi yang dimiliki murid dapat berkembang secara optimal. Jenis
layanan bimbingan dan konseling di SD meliputi layanan orientasi, layanan informasi,
layanan penempatan dan penyaluran, layanan pembelajaran, layanan konseling perorangan,
layanan bimbingan kelompok, dan layanan konseling kelompok.

11
3.2 Kelebihan dan Kekurangan Buku
Kelebihan dari ketiga buku yang saya review adalah bahasa yang dipergunakan
dalam buku tersebut adalah bahasa yang sederhana sehingga mudah dipahami oleh
pembaca. Tampilan ataupun sampul dari ketiga buku juga tampak menarik sehingga para
pembaca berminat untuk membaca buku tersebut. Buku ini juga sangat bermanfaat bagi
para guru agar dapat memahami bagaimana cara mengenali karakteristik siswa dan
bagaimana cara penanganannya. Bukan hanya untuk guru, buku ini juga sangat bermanfaat
bagi mahasiswa yang berada di jurusan Bimbingan Konseling agar dapat lebih memahami
bagaimana dasar-dasar mengenai bimbingan konseling yang benar dan tepat.
Kekurangan dari ketiga buku tersebut yaitu tidak memiliki kesimpulan atau
rangkuman dari setiap materi yang telah dipaparkan dalam buku tersebut. Buku tersebut
juga hanya monoton berisi tulisan tanpa disertai adanya gambar-gambar atau tabel yang
mendukung adanya penjelasan dari buku tersebut. Bibliografi dari penulis setiap buku juga
tidak dipaparkan dalam buku tersebut. Meskipun buku tersebut mempergunakan bahasa
yang sederhana dan mudah dipahami oleh pembaca, namun ada beberapa kalimat yang
bertele-tele dan sulit dipahami oleh pembaca.

12
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah penulis menilai diantara buku yang satu dan buku yang lainnya
dibandingkan maka secara umum juga kita ketahui bahwasannya yang namanya manusia
tidak luput dari kesalahan tersebut dan juga tidak ada yang sempurna. Sehingga Dalam
buku yang dilihat maka dapat pembanding antara buku yang satu dengan buku
lainnya.Dimana antara kedua buku tersebut memliki kelebihan dan kelemahan , akan tetapi
buku tersebut memiliki kesamaan terhadap buku yang satu dengan buku yang lainnya .
Demikian pula peran pendidik di dalam memberikan materi atau pemahaman mengenai
Bimbingan dann Konseling dapat dipelajari dari ketga buku tersebut. Banyak materi yang
dikembangkan dari hasil ketiga buku tersebut, di antaranya pengertian dari bimbingan dan
konseling itu sendiri , serta penjelasan bagaimana cara untuk mempelajari bimbingan dan
konseling tersebut.
Buku ini dapat menjadi pedoman pembelajaran tetapi dalam buku ini masih
terdapat kata-kata yang kurang efektif. Dalam buku ini dapat kita ketahui arti bimbingan
dan konseling dan peran-peran bimbingan konseling dalam kehidupan sehari-hari serta
implikasi kepada pendidik, mahasiswa sebagai bahan materi perkulihannya.
Adapun kesamaan-kesamaan ketiga buku ini ada menggunakan beberapa sumber
yang sama yang kedua pengarang gunakan atau yang menjadi panduan pengarang dalam
penyusunan ketiga buku tersebut.

13
4.2 Saran
Buku ini dapat di revisi ulang untuk memperbaiki kata-kata yang kurang efektif.
Dan kedua buku tersebut dapat menjadi buku tambahan bagi Dosen, Guru, Mahasiswa
dalam pemebelajaran Bimbingan dan Konseling. Maka ketiga buku ini juga dapat
digunakan.

DAFTAR PUSTAKA
Arintoko. (2010). Wawancara Konseling di Sekolah. Yogyakarta. ANDI Yogyakarta.
Lumongga, Lubis Namora. (2011). Memahami Dasar-Dasar Konseling. Medan.
KENCANA MEDIA PRENADA GRUP.
Adhiputra, Anak Agung. (2012). Bimbingan dan Konseling (Aplikasi SD dan TK).
Denpasar. GRAHA ILMU

14
15

Anda mungkin juga menyukai