Anda di halaman 1dari 5

Pembahasan

Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau triester gliserol.Kedua senyawa ini
tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik non polar atau semi polar. Lemak dan
minyak merupakan salah satu bagian darilipida. Perbedaan antara suatu lemak dan suatu
minyak yaitu pada temperatur kamar lemak berbentuk padat dan minyak bersifat cair.
Sebagian besar gliserida pada hewan adalah berupa lemak, sedangkan gliserida dalam
tumbuhancenderung berupa minyak. Karena itulah, biasa terdengar ungkapan lemak hewani
atau minyak nabati.
Pada percobaan ini,akan ditentukan bilangan asam dan bilangan perokisda dengan sampel
minyak sawit dan minyak jelantah,menggunkan metode titrasi alkalimetri untuk bilangan
asam dan titrasi iodometri untuk bilangan peroksida.
-Bilangan Asam
Bilangan asam adalah jumlah milligram NaOH/g yang dibutuhkan untuk menetralkan asam
lemak dalam 1 gramlemak/minyak.
Bilangan Asam dapat menggunkan rumus:
vol peniter x N peniter x BM NaOH
bilangan asam=
bobot sampel (gram)
Kadar Asam Lemak Bebas dapat menggunakan rumus:
vol peniter x N peniter x BM NaOH
bilangan asamlemak bebas= x 100 %
bobot sampel (mg)
Derajat Asam dapat menggunakan rumus:
vol peniter x N NaOH x 100
derajat asam=
bobot sampel ( gram)
Penentuan asam lemak bebas atau biasa disebut dengan FFA yang merupakan singkatan dari
Free Fatty Acid sangat penting kaitannya dengan kualitas lemak. Karena bilangan asam
dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam lemak.
Semakin besar nilai berarti kandungan asam lemak bebas semakin tinggi, sementara asam
lemak bebas yang terkandung dalam sampel dapat berasal dari proses hidrolisis ataupun
karena proses pengolahan yang kurang baik. Karena proses hidrolisis dapat berlangsung
dengan penambahan asam dan dibantu oleh panas.Angka asam dapat menunjukan asam
lemak bebas yang berasal dari hidrolisa minyak ataupun karena proses pengolahan yang
kurang baik. Makin tinggi angka asam maka makin rendah kualitasnya.Reaksi yang terjadi
pada proses hidrolisis adalah sebagai berikut:
Mula mula bahan di timbang dan di tambahkan alkohol dan benzene (1:1) Untuk mengetahui
banyaknya asam. Pada praktikum ini, setelah dititrasi dengan NaOH, larutan alkohol dan
minyak yang telah ditetesi indikator fenolftalein (pp) berubah warna menjadi merah muda.
Hal ini membuktikan bahwa larutan tersebut bersifat basa. Penggunaan NaOH saat proses
titrasi adalah untuk menentukan kadar asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak
kelapa. Jumlah volume yang digunakan untuk mentitrasi larutan minyak dan alkohol
digunakan dalam proses penentuan asam lemak bebas.Digunakan alkohol karena bila kondisi
tidak netral, titrasi asam-basa akan berakhir dengan diperoleh data yang salah. Sesuai dengan
definisi bilangan asam itu sendiri yaitu jumlah miligram NaOH atau basa-basa lainnya yang
dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak. Kemudian sampel ditambahkan indikator
fenolftalein (PP). Indikator ini merupakan indikator yang sering dipergunakan untuk titrasi
asam-basa. Indikator ini akan berubah menjadi merah muda bila suasana basa dan tetap
bening jika dalam suasana asam. Titrasi alkalimetri dengan larutan standar basa NaOH Analit
bersifat asam pH mula-mula rendah, penambahan basa menyebabkan pH naik secara perlahan
dan bertambah cepat ketika akan mencapai titik ekuivalen (pH=7). Titran ditambahkan titer
sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen (artinya secara stoikiometri titrat
dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai “titik ekivalen”. Pada saat titik
ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan
Untuk sampel minyak Sawit,volume NaOH yang diperlukan yaitu 1 ml, sedangkan dengan
sampel minyak jelantah diperlukan NaOH yaitu 1,5 ml Berdasarkan hasil perhitungan,
diperoleh bilangan asam dari minyak Sawit sebesar 4 mg NaOH/gram minyak dan untuk
minyak jelantah diperoleh bilangan asam sebesar 6 mg NaOH/gram minyak. Dapat kita lihat
bahwa nilai bilangan asam dari minyak jelantah lebih tinggi dibandingkan dengan minyak
sawit. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan asam lemak bebas dari minyak jelantah jauh
lebih banyak dibandingkan dengan kandungan asam lemak bebas yang terdapat pada minyak
Bimoli. Lebih tingginya bilangan asam pada minyak jelantah ini disebabkan oleh karena
minyak jelantah merupakan minyak bekas pakai dan sering melalui pemanasan berulang.
Selama pemanasan minyak goreng mengalami perubahan fisik dan kimia dikarenakan
terjadinya reaksi oksidasi minyak dan degradasi asam lemak.
Kadar asam lemak bebas dalam minyak kelapa sawit,biasanya hanya dibawah 1%, Lemak
dengan kadar asam lemak bebas lebih besar dari 1%, jika dicicipi akan terasa pada
permukaan lidah dan tidak berbau tengik, namun intensitasnya tidak bertambah dengan
bertambahnya jumlah asam lemak bebas. Asam lemak bebas, walaupun berada dalam jumlah
kecil mengakibatkan rasa tidak lezat.
Nilai angka asam yang diperbolehkan menurut SNI NO.3741:2013(Minyak Goreng), yaitu 06
mg NaOH/gram minyak. Apabila bilangan asam melebihi batas yang ditetapkan oleh SNI,
maka minyak tersebut sudah tidak layak pakai. Jadi berdasarkan data yang diperoleh, untuk
sampel minyak tersebut masih memiliki bilangan asam yang bisa ditolerir sesuai dengan
standar SNI. Untuk minyak jelantah seharusnya di dapatkan bilangan asam yang relative
tinggi,tetapi karena minyak jelantah yang digunakan pada percobaan ini adalah minyak
jelantah yang hanya baru digunakan sekitar 1-2 kali.
-Bilangan Peroksida
Angka peroksida merupakan banyaknya miligram ekivalen peroksida yang terbentuk setiap
100 gr minyak atau lemak. Peroksida adalah salah satu hasil oksidasi lemak, karena minyak
atau lemak sangat mudah teroksidasi (terutama autooksidasi). Sehingga angka peroksida
dapat digunakan untuk menentukan kualitas (ketengikan) dari minyak goreng. Peroksida
terbentuk karena asam lemak tak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya
membentuk peroksida dan akhirnya membentuk aldehid yang akan menyebabkan bau tengik
pada minyak. Peroksida terbentuk pada tahap inisiasi oksidasi, pada tahap ini hidrogen
diambil dari senyawa oleofin menghasikan radikal bebas. Keberadaan cahaya dan logam
berperan dalam proses pengambilan hidrogen tersebut. Radikal bebas yang terbentuk bereaksi
dengan oksigen membentuk radikal peroksi, selanjutnya dapat mengambil hidrogen dari
molekul tak jenuh lain menghasilkan peroksida dan radikal bebas yang baru Uji ini untuk
menentukan derajat ketidak jenuhan asam lemak. Dengan prinsip Iodium dapat bereaksi
dengan ikatan rangkap dalam asam lemak.

Bilangan peroksida adalah salah satu parameter terpenting untuk menentukan derajat
kerusakan pada minyak atau lemak. Hal ini dikarenakan minyak atau lemak adalah ester
dari asam-asam lemak dan gliserol. Ikatan rangkap diantara asam lemak yang
membentuk ester pada minyak akan menghasilkan minyak tidakjenuh sehingga mudah
mengalami kerusakan dengan adanya oksidasi. Proses oksidasi yang dimaksud adalah
ketika asam lemak tidak jenuh mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya dan membentuk
hidroperoksida atau yang dikenal sebagai peroksida. Pemecahan senyawa peroksida
selanjutnya akan membentuk aldehida, keton, dan asam-asam lemak bebas yang
diidentifikasi sebagai aroma tidak sedap dari minyak yang digunakan dalam
penggorengan berulang. Oleh karena itu, tingkat kerusakan minyak dapat diukur dengan
menentukan jumlah senyawa peroksida yang terbentuk dalam minyak. Berikut reaksi
pembentukan peroksida secara umum :
Untuk sampel minyak Sawit,volume sampel yang diperlukan yaitu 2,6 ml, sedangkan dengan
sampel minyak jelantah diperlukan vol sampel yaitu 2,9 ml Berdasarkan hasil perhitungan,
diperoleh bilangan peroksida dari minyak Sawit sebesar 1,12 mekO2/kg minyak dan untuk
minyak jelantah diperoleh bilangan asam sebesar 1,36 mekO2/kg minyak. Dapat kita lihat
bahwa nilai bilangan peroksida dari minyak jelantah lebih tinggi dibandingkan dengan
minyak sawit. Hal ini kemungkinan dikarenakan laju pembentukan peroksida baru lebih
kecil dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain. Apabila laju
pembentukan hidroperoksida lebih rendah dibandingkan dengan laju dekomposisi
hidroperoksida pada minyak, maka akan mengakibatkan rendahnya angka
peroksida(Rukmini dan Rahardjo, 2010).Senyawa peroksida yang terbentuk tidak stabil
sehingga dapat mengalami degradasi membentuk karbonil dan senyawa aldehid

menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) yakni 10 mekO2/kg. Akan tetapi, pada
penggorengan ke-5, angka peroksida minyak telah melampaui SNI yaitu 11,0341
meO2/kg. Berdasarkan data yang diperoleh, dapat diketahui pula bahwa terjadi
peningkatan angka peroksida yang signifikan setiap pengulangan penggorengan.

Anda mungkin juga menyukai