Lokal :
Selama masa pandemi Covid-19 terdapat 3.000 kasus sejak 1 Januari hingga 19 Juni 2020. Di antaranya
852 kekerasan fisik, 768 psikis, dan 1.848 kasus kekerasan seksual, angka ini tergolong tinggi. Ungkap
Asisten Deputi Bidang perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi, Valentina Gintings. (tirto.id,
24/6/2020)
Nasional
Internasional
negara Afrika Utara saat ini memiliki salah satu tingkat kekerasan domestik tertinggi di dunia dengan
penelitian menunjukkan bahwa hampir separuh dari semua perempuan menjadi korban kejahatan ini
pada suatu masa dalam kehidupan mereka. Sebuah studi yang dilakukan oleh Perempuan Demokrat
Tunisia (ATFD, akronim Prancis) mengungkapkan bahwa 84% perempuan yang menjadi korban
kekerasan sudah menikah, dan 82% kasus terjadi di rumah dengan ikatan pernikahan
penelitian lain, yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian, Studi, Dokumentasi, dan Informasi tentang
Perempuan (sebuah kelompok Tunisia bekerja sama dengan PBB), menemukan bahwa 70 – 90 persen
perempuan telah menjadi korban pelecehan seksual, sebagian besar pada transportasi umum, mulai
tahun 2011 hingga 2015.
Menurut Kementerian Kehakiman Turki, sejak 2003 (ketika AKP berkuasa) hingga 2014, ada peningkatan
1.400 persen dalam jumlah pembunuhan perempuan. Dan perlu dicatat bahwa perubahan terbesar
dalam hukum dan peraturan sesuai dengan perjanjian internasional seperti CEDAW dan Deklarasi
Beijing dibuat oleh pemerintahan AKP.
Menurut TUIK (Lembaga Statistik Turki), empat dari sepuluh perempuan menghadapi kekerasan dalam
rumah tangga, sementara Kementerian Keluarga dan Kebijakan Sosial Turki melaporkan bahwa 86%
perempuan di Turki mengalami kekerasan fisik atau psikologis dari pasangan atau anggota keluarga.
Lebih dari 300 perempuan meninggal karena kekerasan dalam rumah tangga pada tahun 2015 saja.
Pada tahun 2014, puluhan perempuan dibunuh oleh pasangan mereka yang kasar bahkan setelah
mengajukan permohonan perlindungan polisi.
Di Afghanistan, 80% perempuan Afghanistan mengalami atau pernah mengalami setidaknya satu jenis
kekerasan selama hidup mereka (UNFPA 2016).
Sekitar 1,5 juta perempuan di Mesir menjadi sasaran kekerasan dalam rumah tangga setiap tahunnya
dengan tingkat lebih dari 4.000 kasus setiap hari (Dewan Nasional untuk Perempuan di Mesir / 2016).
Indonesia memiliki statistik serupa yang secara singkat menyatakan bahwa 245.548 kasus kekerasan
terhadap istri terjadi pada tahun 2016 saja (Komnas Perempuan, 2016). Malaysia mengikuti dengan
10.282 kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dilaporkan pada bulan Januari 2016 saja (WAO,
2016.)
• Menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), Tunisia adalah suatu negara sumber,
tujuan, dan transit bagi perempuan yang “mengalami kerja paksa dan perdagangan seks.”
Besarnya potensi ekonomi perempuan ini tampak dari data bahwa 63 persen dari 5 juta pelaku
ekonomi di Indonesia didominasi oleh kaum perempuan
Dalam sistem kapitalisme, perempuan dipandang memiliki posisi strategis. Sebagai sumber
daya manusia, perempuan bisa dibayar lebih murah daripada laki-laki untuk posisi kerja yang
sama
meninggalkan pernikahan di usia muda sehingga kelak ketika dewasa mereka menjadi pekerja-
pekerja mumpuni yang dibutuhkan kapitalisme.
• Tidak bekerja kalau malam, tidak bisa angkat berat, pakai kerudung kalau keluar,
Disatu sisi ingin agar perempuan dihormati, namun disis lain perempuan diberi
kebabasan.
Keppres No. 44/1984 memutuskan Hari Anak Nasional diperingati setiap tanggal 23 Juli, yang
selaras dengan tanggal diterbitkannya UU kesejahteraan anak pada 23 Juli 1979. Sejak itu pula
pemerintah Indonesia berupaya mewujudkan Indonesia sebagai negara ramah anak.
Tunisia adalah negara pertama di dunia Arab yang memperkenalkan Kode Status Pribadi
modern (Code of Personal Status, CPS) pada Januari 1957 yang menggantikan banyak hukum
sosial dan keluarga Islam dengan undang-undang yang didasarkan pada sekularisme. Negara
yang sangat sekuler ini selalu disajikan oleh pemerintah, kaum feminis, dan lembaga-lembaga
Barat sebagai model untuk mengamankan hak-hak perempuan di dunia Muslim. Namun,
promosi dan implementasi nilai-nilai, kebijakan, dan hukum-hukum liberal sekuler di dalam
masyarakatnya hanya mengantarkan pada peningkatan terjadinya penindasan terhadap
rakyatnya dan khususnya kekerasan terhadap perempuan.
Masalah tidak bisa diselsaikan hanya oleh individu dan masyarakat. Tapi negara.