Beberapa Stimulus Fiskal yang Diberikan oleh Pemerintah agar dapat bertahan
dimasa pandemi serta tetap mampu mempekerjakan pekerja/buruh. Direktur Pelaksana IMF
Kristalina Georgieva mengatakan, akibat virus ini, sepertiga dari 189 negara anggota IMF
akan terimbas. Georgieva mengatakan IMF saat ini memprediksi pertumbuhan ekonomi
global 2020 akan berada di bawah level 2,9% dan perkiraan revisi akan dikeluarkan dalam
beberapa minggu mendatang.
Perubahan pandangan ini akan merepresentasikan lebih dari penurunan 0,4 poin
persentase dari tingkat pertumbuhan 3,3% 2020 yang IMF perkirakan pada Januari
berdasarkan meredanya ketegangan perdagangan AS-China.
"Pertumbuhan tahun ini akan jatuh di bawah level tahun lalu," kata Georgieva. Dia
menolak untuk mengatakan apakah krisis kesehatan yang meningkat dapat mendorong
ekonomi dunia ke dalam resesi. Georgieva dan Presiden Bank Dunia David Malpass
menggarisbawahi pentingnya tindakan terkoordinasi untuk membatasi dampak ekonomi dan
manusia dari virus. Reuters menyebut, IMF menyediakan dana senilai US$ 50 miliar dalam
dana darurat untuk anggota yang mencakup pinjaman berbunga sangat rendah, sehingga
dapat membantu negara-negara miskin dalam menghadapi pandemi corona. "Ini adalah durasi
wabah yang saat ini sulit untuk diprediksi," katanya kepada Reuters. Dia menambahkan
bahwa efektivitas langkah-langkah mitigasi akan memainkan peran kunci dalam menentukan
dampak ekonomi.
Melambatnya ekonomi global tentu akan berdampak pada ekonomi di dalam negeri.
Di Indonesia, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahkan telah menyusun berbagai
skenario pertumbuhan ekonomi tahun ini di tengah ancaman virus corona. Menurut Sri
Mulyani, efek wabah virus corona terhadap ekonomi diperkirakan masih dapat diatasi
sehingga ekonomi tumbuh di atas 4% pada tahun ini. Namun, dengan skenario yang lebih
berat, ekonomi Indonesia diproyeksi hanya akan tumbuh 2,5% dan bahkan 0%. Sementara
itu, Bank Indonesia juga merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini dari
semula 5%-5,4% menjadi hanya 4,2%-4,6%.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan revisi pertumbuhan ekonomi ini
tidak terlepas dari efek penyebaran wabah virus corona atau Covid-19. "Covid-19 juga
memberikan tantangan bagi Indonesia dalam menjaga stabilitas ekonomi dan sistem
keuangan," kata Perry dalam telekonferensi Kamis (19/3). BI juga merevisi proyeksi
pertumbuhan ekonomi global tahun ini dari 3% menjadi 2,5% dengan risiko yang cenderung
bisa ke bawah.
Demi memperkecil efek virus corona bagi perekonomian, pemerintah telah merilis berbagai
stimulus fiskal yang ditujukan bagi masyarakat dan sektor-sektor yang terdampak. Ke depan,
pemerintah masih akan terus mengeksplorasi berbagai langkah yang bisa dilakukan untuk
membendung efek covid-19 terhadap perekonomian. Beberapa stimulus aying yang telah
digelontorkan pemerintah antara lain, pada paket stimulus pertama difokuskan untuk
meredam risiko pada sektor pariwisata yaitu hotel, restoran, dan kawasan wisata di
daerah-daerah.
Pada paket stimulus berikutnya, pemerintah memberikan insentif pajak untuk meredam
dampak wabah virus corona. Sebagai aying hukumnya, Kementerian Keuangan telah
menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23 tahun 2020 tentang
Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona.
Kemenkeu memberikan empat jenis insentif pajak terkait ketentuan Pajak Penghasilan
(PPh) pasal 21, PPh pasal 22 impor, PPh pasal 25 dan Pajak Pertambahan Nilai
(PPN).
1. insentif PPh Pasal 21 akan diberikan kepada para pemberi kerja dari klasifikasi 440
lapangan usaha yang tercantum dalam lampiran PMK 23/2020 dan merupakan
perusahaan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE). Melalui insentif ini,
pemerintah akan menanggung PPh Pasal 21 dari pegawai dengan penghasilan bruto
tetap dan teratur, yang jumlahnya tidak lebih dari Rp 200 juta dalam setahun.
Untuk mendapatkan insentif ini, pemberi kerja dapat menyampaikan
pemberitahuan untuk pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 kepada Kepala KPP
terdaftar. Insentif pemerintah ini akan diberikan sejak Masa Pajak April 2020 hingga
September 2020.
2. insentif PPh Pasal 22 Impor yang dipungut oleh Bank Devisa atau Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) pada saat Wajib Pajak melakukan impor barang. WP
yang dapat dibebaskan dari pungutan ini adalah usaha yang sesuai dengan kode
klasifikasi pada lampiran PMK 23/2020 dan telah ditetapkan sebagai Perusahaan
KITE.
Permohonan Surat Keterangan Bebas Pemungutan PPh Pasal 22 harus
diajukan oleh WP secara tertulis kepada Kepala KPP tempat WP Pusat terdaftar.
Jangka waktu pembebasan dari pemungutan PPh berlaku sejak tanggal Surat
Keterangan Bebas diterbitkan sampai dengan tanggal 30 September 2020.
3. pemerintah memberikan insentif pengurangan Angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30%
dari angsuran yang seharusnya terutang. Pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal
25 dilakukan dengan menyampaikan pemberitahuan pengurangan besarnya angsuran
secara tertulis kepada Kepala KPP tempat WP terdaftar. Jika WP memenuhi kriteria
insentif tersebut, maka pengurangan besarnya angsuran akan berlaku sampai dengan
Masa Pajak September 2020.
4. insentif PPN bagi WP yang memiliki klasifikasi lapangan usaha terlampir di PMK
23/2020 dan telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE. Selain itu, Pengusaha Kena
Pajak (PKP) ini adalah WP yang PPN lebih bayar restitusinya paling banyak Rp 5
miliar.
Selain stimulus fiskal, pemerintah juga memberikan beberapa stimulus non fiskal untuk
mendorong kegiatan ekspor impor antara lain yaitu :
Tak hanya itu, pemerintah juga terus memberikan stimulus lanjutan. Untuk menopang
konsumsi rumah tangga miskin, pemerintah juga akan menyediakan jaring pengaman sosial
dengan berbagai tahapan. Mulai dari pemberian bantuan lewat Program Keluarga Harapan
(PKH) bagi setidaknya 10 juta penerima manfaat dan bantuan sosial (bansos) untuk 15 juta
penerima manfaat. Pemerintah juga tengah mengkaji untuk menaikkan nilai manfaat yang
akan diberikan untuk setiap keluarga penerima.
Selain itu, pemerintah juga akan memberikan insentif bagi mereka yang terkena pemutusan
hubungan kerja (PHK) melalui BPJS Ketenagakerjaan dengan pemberian pelatihan dan
pemberian santunan Rp 1 juta per kepala.
Insentif juga akan diberikan untuk menangani wabah Covid-19 khususnya di bidang
kesehatan. Termasuk biaya perawatan bagi pasien yang positif Covid-10, pengadaan
peralatan penunjang para medis seperti alat pelindung diri (APD), test kid, serta obat-obatan
lainnya. Bagi tenaga medis yang saat ini berada di garda terdepan dalam memerangi wabah
Covid-19, terutama mereka yang bekerja di rumahsakit rujukan juga akan diberikan insentif.
Pemerintah telah memutuskan untuk memberikan insentif bagi para tenaga medis, dari mulai
dokter spesialis, dokter umum dan dokter gigi, perawat serta tenaga medis lainnya dengan
besaran tertentu, mulai Rp 5 juta per bulan untuk tenaga medis lainnya, hingga yang terbesar
Rp 15 juta untuk dokter spesialis.
Guna menjaga stabilitas sistem keuangan, Menkeu yang juga Ketua Komite Stabilitas Sistem
Keuangan (KSSK) juga telah mepersiapkan dan menyempurnakan protokol manajemen krisis
jika sewaktu-waktu dibutuhkan.
“Dalam kondisi terburuk, kita sudah punya KSSK. Kami juga punya first line dan second
line of defense yang menjadi payung jika kondisi ekonomi semakin memburuk. Namun tentu
itu tidak kami harapkan terjadi,” kata Luky beberapa waktu lalu.
Dengan menempuh BSF, pemerintah dalam jangka pendek akan melakukan pembelian SBN
di pasar sekunder, sedangkan dalam jangka menengah pemerintah membentuk bond
stabilization fund. Untuk menopang likuiditas dunia usaha, pemerintah kini tengah menjajaki
penerbitan Recovery Bond.
Sekretaris Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso
mengatakan Recovery Bond rencananya akan diterbitkan dalam denominasi rupiah. Surat
utang ini nantinya akan dibeli oleh Bank Indonesia (BI) atau investor swasta lain sehingga
mengalirkan dana segar untuk pemerintah.
Kemudian dana dari surat utang tersebut akan disalurkan oleh pemerintah untuk dunia usaha
melalui skema kredit khusus.
“Skema kredit khusus ini nantinya kami buat seringan mungkin bagi pengusaha untuk
membangkitkan kembali usahanya,” jelas Susi.
Namun, ada dua syarat bagi perusahaan yang hendak memanfaatkan skema kredit
khusus tersebut yaitu :
Restrukturisasi kredit
Bank dapat menerapkan kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi untuk
debitur yang terkena dampak penyebaran covid-19, termasuk debitur UMKM.
Kebijakan stimulus ini, terdiri dari penilaian kualitas kredit hanya berdasarkan ketepatan
pembayaran pokok dan atau bunga untuk kredit hingga Rp 10 miliar.
Bank bisa melakukan restrukturisasi untuk seluruh kredit tanpa melihat batasan plafon kredit
atau jenis debitur, termasuk debitur UMKM. Kualitas kredit yang dilakukan restrukturisasi
ditetapkan lancar setelah direstrukturisasi.
Perubahan anggaran
Berbagai langkah ini tentu akan berdampak pada postur Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). Tak hanya dari sisi belanja, tetapi juga dari sisi pembiayaan.
Lantaran berbagai insentif terus bergulir yang akan beferek ke anggaran, pemerintah kini
tengah menyiapkan postur APBN perubahan dengan kemungkinan pelebaran defisit anggaran
yang melebihi batas yang ditetapkan Undang-Undang (UU) No.17 tahun 2003 tentang
Keuangan Negara yaitu sebesar 3% terhadap PDB.
Dalam konferensi pers yang digelar secara virtual Selasa (24/3) lalu, Sri Mulyani
mengungkapkan saat ini fokus pemerintah adalah kesehatan dan keselamatan masyarakat dan
mengurangi risiko ekonomi bagi masyarakat dan dunia usaha terutama dari kemungkinan
kebangkrutan. Karenanya, pemerintah saat ini tidak akan memaksakan agar defisit di bawah
3% sesuai UU.
Menurutnya, landasan hukum untuk APBN Perubahan 2020 akan diputuskan langsung oleh
Presiden Joko Widodo. Kemungkinan besar melalui penerbitan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perppu) sesuai rekomendasi yang disampaikan oleh Badan
Anggaran DPR.
Menkeu juga menegaskan KSSK yang beranggotakan Kementerian Keuangan bersama Bank
Indonesia, OJK dan LPS juga telah berkomunikasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
baik Banggar maupun Komisi XI untuk membahasnya.
Di sisi moneter, BI juga melakukan berbagai langkah untuk mendukung stimulus fiskal yang
telah digelontorkan pemerintah guna meredam efek virus corona terhadap perekonomian.
Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berakhir Kamis (19/3) BI kembali memangkas
suku bunga BI 7 day reverse repo rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,5% dan suku
bunga deposit facility sebesar 25 bps menjadi 3,75% dan suku bunga lending facility sebesar
25 bps menjadi 5,25%.
Selain itu, Bank Indonesia juga telah menetapkan tujuh langkah kebijakan sebagai
kelanjutan stimulus yang sudah digelontorkan BI sebelumnya untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi di tengah penyebaran virus corona.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, langkah ini dilakukan demi memperkuat bauran
kebijakan yang diarahkan untuk mendukung upaya mitigasi risiko untuk mendorong
momentum pertumbuhan ekonomi.
ketersediaan uang layak edar yang higienis, layanan kas, dan backup layanan kas
alternatif, serta menghimbau masyarakat agar lebih banyak menggunakan transaksi
pembayaran secara nontunai.
mendorong penggunaan pembayaran nontunai dengan menurunkan biaya Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), dari perbankan ke Bank Indonesia yang
semula Rp 600 menjadi Rp 1 dan dari nasabah ke perbankan semula maksimum Rp
3.500 menjadi maksimum Rp 2.900, berlaku efektif sejak 1 April 2020 sampai
dengan 31 Desember 2020; dan
mendukung penyaluran dana nontunai program-program Pemerintah seperti
Program Bantuan Sosial PKH dan BPNT, Program Kartu Prakerja, dan Program
Kartu Indonesia Pintar-Kuliah.
"Berbagai langkah kebijakan Bank Indonesia tersebut ditempuh dalam koordinasi yang
sangat erat dengan pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam memitigasi dampak
COVID-19 sehingga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan tetap terjaga, serta
momentum pertumbuhan ekonomi dapat dipertahankan," kata Perry dalam telekonferensi
hasil rapat Dewan Gubernur BI Kamis (19/3).
Hingga Selasa (24/3), BI menyatakan telah melakukan injeksi likuiditas di pasar uang dan
perbankan hampir Rp 300 triliun, yakni melalui pembelian SBN Rp 168 triliun, repo Rp 55
triliun dan dari penurunan GWM sebesar Rp 75 triliun.
Ke depan, Perry bilang, BI akan terus menempuh berbagai langkah dengan menggunakan
berbagai instrumen yang ada untuk memperkuat dan menstabilisasi pasar valas dan pasar
keuangan. "BI bersama pemerintah dan OJK juga akan menyediakan berbagai aspek yang
berkaitan dengan penyediaan pembiayaan perbankan," jelasnya.
https://fokus.kontan.co.id/news/ekonomi-porak-poranda-akibat-corona-bagaimana-langkah-
penyelamatan-oleh-pemerintah-1?page=all
Shinta Kamdani menyebutkan ada dua hal yang menjadi tumpuan bagi dunia usaha dalam
menekan potensi gelombang PHK. Keduanya adalah stimulus kredit dan penurunan beban
finansial perusahaan.
Shinta menjelaskan stimulus kredit berupa relaksasi kredit, penurunan suku bunga kredit, dan
restrukturisasi kredit akan membantu perusahaan dalam pengadaan cash flow. Upaya lain
juga bisa dilakukan seperti mempercepat pencairan restitusi pajak untuk mempertahankan
kemampuan finansial perusahaan.
Faktor kedua, penurunan beban-beban finansial perusahaan yang sifatnya tidak urgent atau
non-primer bisa ditunda atau dikoreksi besarannya. Hal ini bisa dilakukan dengan
menurunkan tarif listrik sesuai dengan penurunan harga minyak dunia maupun penundaan
pembayaran semua bentuk pajak, bea, dan pungutan lain.
Penurunan beban juga bisa dilakukan dalam bentuk penundaan kewajiban pembayaran
tunjangan hari raya (THR) hingga iuran BPJS Kesehatan. "Ini dilakukan agar perusahaan
punya cukup dana untuk menggaji karyawan selama mungkin sampai kondisi berangsur
normal," ujar Shinta.
Shinta mengatakan, kedua faktor tersebut sudah dilakukan perusahaan semaksimal mungkin.
Beberapa perusahaan sudah berhasil merestrukturisasikan utangnya. Sementara itu, sebagian
lain masih dalam proses dengan bank atau institusi jasa keuangan lain.
Banyak perusahaan juga sudah mengajukan klaim untuk insentif fiskal dan meminta
percepatan restitusi pajak. Namun, Shinta menjelaskan, insentif ini belum banyak membantu
karena pemerintah hanya berfokus pada sektor manufaktur.
Untuk upaya lain, Shinta menambahkan, perusahaan juga mengkaji kembali dan merevisi
struktur pengeluaran perusahaan. Dari ulasan (review) ini, banyak aspek pengeluaran yang
dapat dihilangkan atau setidaknya dipangkas. Upaya tersebut dilakukan oleh pelaku usaha
agar perusahaan punya cukup dana untuk bertahan hidup dan melaksanakan kewajiban-
kewajiban usaha, termasuk menggaji karyawan.
Shinta menekankan, kedua faktor tersebut hanya akan efektif mencegah PHK apabila
pemerintah aktif memastikan stimulus-stimulusnya berjalan lancar serta memberikan efek
langsung yang signifikan terhadap relaksasi beban cash flow keuangan. Upaya ini pun
sifatnya hanya menunda PHK, bukan menghentikan PHK. Pasalnya, Shinta menjelaskan,
selama wabah terus menyebar, kondisi ekonomi hanya akan semakin buruk.
Pemerintah menargetkan dapat membantu 6 juta pekerja terdampak tekanan ekonomi akibat
pandemi Covid-19 sampai akhir tahun. Sebanyak 5,6 juta di antaranya merupakan pekerja
informal yang akan dibantu melalui kartu prakerja.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Askolani, mengatakan,
bantuan kepada 400 ribu pekerja sektor formal akan diberikan melalui BPJS Ketenagakerjaan
atau BP Jamsostek.
Republika.co.id/berita//q8kh09440/dampak-virus-corona-berpacu-mencegah-phk-massal
Langkah- Langkah antisipasi PHK akibat pandemi COVID-19 dari segi hukum
Dampak pandemi global COVID-19 ini sangat signifikan bagi perekonomian Indonesia.
Pelemahan perekonomian diproyeksikan akan terjadi selama 4-6 bulan ke depan. Bahkan bisa
jadi lebih lama, karena kita belum bisa memprediksikan kapan wabah ini bisa teratasi dengan
tuntas. Pada fase awal wabah ini di Indonesia, sektor pariwisata, penerbangan, perhotelan,
ritel dan restoran langsung terpukul. Dampak terhadap sektor lain, perlahan akan semakin
terasakan.
Hal ini tentu akan berimbas pada nasib pekerja. Meski pun Presiden Joko “Jokowi” Widodo
telah meminta pengusaha tidak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), namun opsi
ini dikhawatirkan masih akan ditempuh dalam menghadapi krisis saat ini. Di Jakarta saja
telah ada sebanyak 162,416 pekerja telah di-PHK dan dirumahkan tanpa upah sebagai imbas
COVID-19.
Situasi krisis saat ini bisa jadi membuat pengusaha tidak punya pilihan lain selain melakukan
PHK karena mereka harus menekan biaya operasional besar-besaran. Namun Undang-
Undang (UU) No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sudah menegaskan bahwa PHK
seharusnya menjadi langkah terakhir yang ditempuh. Sebelum melakukan PHK, UU
Ketenagakerjaan mengatur bagaimana pengusaha, buruh, serikat buruh, dan pemerintah harus
bekerja sama agar tidak terjadi PHK.
Menghindari PHK
Pengusaha, pekerja, serikat pekerja, dan pemerintah harus mampu menjalin kerja sama yang
mengantisipasi terjadinya PHK.
Berikut ini empat hal yang bisa dilakukan:
1. Lakukan dialog dua arah atau bipartit.
Pengusaha dan pekerja bersama dengan serikat pekerja perlu melakukan dialog secara
transparan sejak dini dalam mengantisipasi kondisi ketenagakerjaan akibat pandemi
COVID-19 ini.
Perusahaan yang karena sifat industrinya mengharuskan kehadiran pekerja maka harus
mengatur sistem kerja dengan mengutamakan keselamatan dan kesehatan kerja.
Selain itu, dialog bipartit juga perlu membahas antisipasi terhadap kondisi terburuk
hubungan kerja di antara mereka seperti efisiensi, pengaturan jam kerja, dan pembagian
kerja.Dialog ini menjadi pintu utama membangun pemahaman bersama menghadapi
dampak pandemi COVID-19 baik bagi perusahaan maupun pekerja.
2. Susun kebijakan ketenagakerjaan dalam situasi pandemi COVID-19.
Kebijakan ini harus merespons setiap perubahan yang terjadi akibat pandemi COVID-19
terhadap sistem kerja karyawan. Perubahan tersebut meliputi penerapan sistem bekerja
dari rumah, social distancing, pembatasan sarana transportasi umum, dan lockdown
terbatas yang saat ini sudah dilakukan oleh beberapa pemerintah daerah. Saat ini ada 9
wilayah yang telah mendapat persetujuan untuk menerapkan Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB) seperti Jakarta lalu Bogor di Jawa Barat dan Tangerang Selatan di Banten.
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja harus aktif dalam memberikan
informasi kebijakan untuk bekerja dan melakukan tinjauan kebijakan secara berkala.
Kebijakan yang bisa diterapkan misalnya kebijakan pengurangan hari dan jam kerja,
meliburkan/merumahkan pekerja, dan sebagainya.
Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan rencana mitigasi ketenagakerjaan dalam
menghadapi situasi kerja yang memburuk karena krisis ekonomi sebagai dampak
pandemi COVID-19.
Hal ini bisa dilakukan dengan pelaksanaan program pemerintah yang dapat menyerap
angkatan kerja besar dan program dukungan pengembangan keterampilan seperti
contohnya pemberian Kartu Pra Kerja bagi orang yang baru lulus sekolah dan sedang
mencari pekerjaan.
3. Realisasikan dan pantau implementasi paket insentif bagi pengusaha dan pekerja untuk
bertahan.
Pemerintah sudah menerbitkan paket insentif bagi pengusaha seperti pembebasan atau
pengurangan pembayaran pajak dan hibah anggaran untuk sektor usaha kecil.
Pemerintah sendiri berencana akan memberikan stimulus sebesar Rp 2 triliun untuk
meningkatkan daya beli pelaku koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM).
Selain itu, insentif sosial juga disiapkan oleh pemerintah bagi pekerja yang terkena PHK
atau tidak dapat bekerja seperti pekerja sektor non formal.
Insentif ini berbentuk bantuan langsung dan potongan biaya untuk kebutuhan fasilitas
yang disediakan pemerintah (listrik dan air). Kebijakan ini perlu dipastikan realisasi dan
dipantau agar tepat sasaran.
4. Lakukan dialog tiga arah (tripartit) antara pengusaha, pekerja/serikat pekerja dan
pemerintah.
Paralel dengan pemberian paket insentif bagi pengusaha dan pekerja, dalam situasi yang
sulit ini pemerintah juga harus menjadi pihak yang mampu menengahi dialog antara
pengusaha dengan pekerja dan serikat pekerja baik untuk mencegah terjadinya PHK.
Peran pemerintah dapat diupayakan sebagai penengah mencari solusi yang disepakati
kedua pihak terutama terkait pemenuhan hak-hak pekerja, apabila PHK tidak
terhindarkan.
Dalam hal ini pemerintah dapat membentuk Satuan Tugas Penanganan PHK agar lebih
respons terhadap permasalahan pengusaha dan pekerja selama pandemi ini dapat
diantisipasi dan diselesaikan sejak dini.
5. Risiko PHK Besar-besaran
Organisasi Buruh Internasional (ILO) mengatakan pandemi COVID-19 akan berdampak
pada kelompok tertentu yang rentan terhadap pasar tenaga kerja dan menurunnya jumlah
lapangan kerja, serta kualitas kerja antara lain upah dan perlindungan sosial, Bahkan ILO
memprediksikan dalam kondisi terburuk akan ada hampir 25 juta pengangguran di
seluruh dunia akibat pandemi ini.
Opsi PHK bisa jadi langkah terakhir yang akan ditempuh. Langkah ini menjadi situasi
buruk terutama bagi pekerja. PHK akan berdampak sangat serius pada perekonomian
keluarga pekerja. Di sisi lain, pengusaha juga dalam posisi yang sulit karena harus
memenuhi kewajiban bagi karyawan yang mengalami PHK.
Tugas pemerintah dan kita dalam menyelesaikan pandemi COVID-19 ini masih panjang.
Penyelamatan warga dan menekan penyebaran virus menjadi fokus utama saat ini. Kita
berharap pandemi COVID-19 ini bisa segera teratasi dengan tuntas sehingga pemerintah
dengan dukungan semua pihak bisa segera memulihkan ekonomi.
https://theconversation.com/4-langkah-antisipasi-phk-akibat-pandemi-covid-19-dari-segi-
hukum-135471