Anda di halaman 1dari 3

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan BTA
Pemeriksaan BTA/bacilloscopy merupakan prosedur dasar penegakan diagnosis lepra, dapat
dilakukan dalam praktik sehari-hari, mudah, cepat, dan murah dengan spesifisitas tinggi
(100%) walaupun sensitifitasnya rendah (10-50%).Pada PNL (Pure neural leprosy), sampel
diambil dari daerah yang dianggap basilnya paling mungkin ditemukan, yaitu daerah kulit
yang dingin seperti lobus telinga, siku, dan lutut. Pemeriksaan BTA (Bacilloscopy) positif
jika ditemukan 104 basil/gram jaringan. Jika indeks bakteri (IB) lebih besar dari nol, maka
diagnosis PNL (Pure neural leprosy) tidak dapat ditegakkan dan pasien diklasifikasikan
sebagai kusta multi-basiler (MB).
Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi dari biopsi saraf sangat penting dan merupakan gold standard
diagnosis PNL (Pure neural leprosy). Sensitivitas biopsi saraf pada PNL (Pure neural
leprosy) lebih besar (75,9%) dibandingkan biopsi kulit (58,6%), dengan tingkat keberhasilan
(hasil positif) berbeda-beda, satu laporan menyatakan hanya 15% kasus yang memberikan
hasil positif.10 Pada kasus biopsi saraf negatif atau tidak spesifik, perlu dilakukan biopsi kulit
pada daerah yang terlibat dan mukosa hidung.16 Biopsi saraf dilakukan pada saraf yang
dicurigai terutama saraf sensoris, dan sangat jarang pada saraf motoris.Saraf sensoris yang
sering dibiopsi adalah saraf ulnaris pada punggung tangan, saraf suralis pada pergelangan
kaki, dan saraf peroneus di atas pergelangan kaki. Biopsi jarang dilakukan pada saraf
fibularis superior, medianus, ataupun radialis. Sampel saraf diambil dan dipotong menjadi
dua bagian. Satu bagian difiksasi dengan larutan Carson’s (fomalin buffer Millonig) selama
72 jam kemudian dibuat blok parafin rutin dan yang lainnya dibekukan untuk pemeriksaan
polymerase chain reaction (PCR). Pemotongan blok sebaiknya longitudinal atau transversal
dengan ketebalan semi-thin (5- μm) kemudian diwarnai dengan hematoksilin eosin, Fite
faraco untuk menilai BTA dan imunohistokimia untuk menilai antibodi antiBCG. Modifikasi
Wade dari metode ZiehlNielsen juga bisa digunakan untuk mendeteksi BTA (bacilloscopy).
Tes Mitsuda
Dikenal juga dengan nama tes lepromin, yaitu penilaian adanya CMI. Tes ini dilakukan
dengan cara menyuntikkan intradermal kuman M. leprae yang sudah diautoklaf (lepromin A)
0,1 mL di lengan atas, kemudian hasilnya dibaca dalam 48-72 jam (reaksi Fernandez) dan 3-4
minggu (reaksi Mitsuda). Reaksi Fernandez menandakan adanya reaksi hipersensitivitas tipe
IV (delayed-tipe hypersensitivity) dan reaksi Mitsuda menandakan CMI. Tes Mitsuda
dikatakan positif jika muncul indurasi atau nodul eritem ≥4mm. Tes Mitsuda negatif belum
dapat menyingkirkan diagnosis PNL (Pure neural leprosy).
Tes Serologis
Merupakan salah satu pendukung diagnosis PNL (Pure neural leprosy) untuk mendeteksi
antibodi PGL-1,30 dapat dilakukan dengan cara enzymelinked immunosorbent assay
(ELISA), passive hemagglutination test (PHA), dan hemagglutination on gelatin particle.
Phenolic glycolipid I adalah antibodi spesifik untuk M. leprae, yaitu suatu Imunoglobulin M
(IgM), kadarnya berbanding lurus dengan jumlah kuman lepra dan pada PNL(Pure neural
leprosy) berbanding lurus dengan banyaknya saraf yang terkena. Sensitivitas pemeriksaan ini
pada pasien MB adalah 78%, pausi basiler (PB) 23%10 dan bisa juga ditemukan positif pada
kontak yang sehat. Nilai titer pemeriksaan ELISA > 0,15 menunjukkan bahwa pasien harus
diobati sebagai MB.Selain untuk diagnosis, pemeriksaan PGL-1 juga bisa untuk follow up
neuropati dan memantau terapi terutama untuk pasien MB yang berisiko kambuh.
Elektromiografi
Elektromiografi (EMG) sangat perlu untuk memeriksa hantaran saraf tepi. Sekitar 98%
pasien lepra menunjukkan perubahan EMG. Elektromiografi terbukti efektif untuk diagnosis
penyakit lepra dalam setiap tahap atau bentuk klinis terutama diagnosis awal digunakan juga
untuk evaluasi terapi dan untuk menentukan saraf yang akan dibiopsi. EMG sangat
membantu penegakan diagnosis PNL.
Polymerase Chain Reaction
Polymerase chain reaction sangat membantu mendeteksi DNA M. leprae, terutama jika klinis
dan histopatologis tidak mendukung diagnosis. Sampel pemeriksaan dapat diambil dari swab
nasal, kerokan kulit, dan biopsi kulit dan saraf, juga bisa dari kerokan kulit, urin, darah,
ataupun dari lesi di mata. Sampel tidak difiksasi, diberi dry ice.

TATALAKSANA
Pengobatan PNL (Pure neural leprosy) sesuai rekomendasi WHO, yaitu MDT (multi drug
treatment) berdasarkan klasifikasi operasional PB (pausi basiler) atau MB (multi-basiler) dan
pengobatan selesai pada akhir dosis yang ditentukan. Pengobatan MDT (multi drug
treatment) pada pasien PNL (Pure neural leprosy) ditambah prednisolon dengan dosis inisial
40 mg per hari dan diturunkan sampai 5 mg per hari dalam 12 minggu. Pasien PNL (Pure
neural leprosy) yang mendapat prednisolon harus difollow up setiap bulan. Beberapa pasien
tetap mengalami reaksi dan kekambuhan; ditandai dengan munculnya tanda dan gejala baru
dan terdeteksi BTA (Bacilloscopy) kembali pada biopsi kulit atau saraf. Tingkat kekambuhan
bervariasi antara 1% sampai lebih dari 40%, tergantung rejimen pengobatan, durasi follow up
dan pemeriksaan fisik, serta apusan kulit atau biopsi.
Kombinasi Steroid sebagai Terapi Profilaksis Pengobatan PNL (Pure neural leprosy) sesuai
rekomendasi WHO, yaitu MDT (multi drug treatment) berdasarkan klasifikasi operasional
PB (pausi basiler) atau MB (multi-basiler) dan pengobatan selesai pada akhir dosis yang
ditentukan.Pengobatan MDT (multi drug treatment) pada pasien PNL (Pure neural leprosy)
ditambah prednisolon dengan dosis inisial 40 mg per hari, diturunkan sampai 5 mg per hari
dalam 12 minggu. Pasien PNL (Pure neural leprosy) yang mendapat prednisolon harus
difollow up setiap bulan. Meskipun didapatkan perbaikan dengan MDT (multi drug
treatment), beberapa pasien tetap mengalami reaksi dan kekambuhan. Kekambuhan ditandai
dengan tanda dan gejala baru dan terdeteksi BTA (Bacilloscopy) kembali pada biopsi kulit
atau saraf. Tingkat kekambuhan bervariasi antara 1% sampai lebih dari 40%, tergantung
rejimen pengobatan, durasi follow up dan hasil pemeriksaan fisik, serta apusan kulit atau
biopsi.
Kriteria Sembuh Pasien PNL (Pure neural leprosy) dianggap sembuh setelah menerima
regimen MDT (multi drug treatment) yang sesuai dengan tipe lepra, dengan tetap diobservasi
apakah ada perburukan fungsi saraf atau muncul lesi kulit baru. Lesi kulit pada pasien PNL
(Pure neural leprosy) yang mendapat MDT (multi drug treatment) dapat mulai muncul pada
durasi pengobatan bulan ke-3, atau bervariasi pada bulan ke-6 sampai bulan ke-12.

KOMPLIKASI
Kusta merupakan penyakit yang dapat menimbulkan komplikasi berupa ulserasi, mutilasi,
dan deformitas. Komplikasi terjadi akibat kerusakan saraf sensorik dan motorik yang
irreversibel, serta akibat adanya kerusakan berulang pada daerah anestesi yang disertai
paralisis dan atrofi otot.3 Kusta tidak hanya menimbulkan komplikasi dari segi medis, namun
dapat meluas hingga masalah sosial dan ekonomi akibat adanya stigma negatif dari
masyarakat. Reaksi tipe 2 atau Eritema Nodosum Leprosum (ENL) adalah komplikasi
imunologis paling serius pada pasien BL dan LL. Hal ini terjadi apabila basil leprae dalam
jumlah besar terbunuh dan secara bertahap dipecah. Protein dari basil yang mati mencetuskan
reaksi alergi yang akan mengenai seluruh tubuh dan menyebabkan gejala sistemik karena
protein ini terdapat di aliran darah. Pada reaksi ini terjadi peningkatan deposit kompleks imun
di jaringan. Pada suatu studi, dikatakan bahwa ENL adalah komplikasi imunologi yang serius
serta sukar ditangani. Sebagian besar penderita dengan ENL akan mengalami beberapa kali
episode multipel akut atau kronik. Mekanisme imunologi ENL belum sepenuhnya
dimengerti. Peningkatan TNF-α serta IL-6 pada kasus yang lebih berat menunjukkan respon
cell-mediated immune (CMI) juga berperan dalam terjadinya ENL.
PROGNOSIS
Prognosis lepra cukup baik jika dilakukan penatalaksanaan adekuat dan jarang menimbulkan
mortalitas. Gangguan saraf dan kecacatan umumnya tidak kembali normal walaupun mengkonsumsi
obat, tetapi lesi kulit umumnya hilang dalam waktu 1 tahun terapi. Semakin cepat pasien
mengkonsumsi obat maka kemungkinan terjadinya deformitas semakin kecil.

Sumber:
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan lingkungan Kementerian Kesehatan RI.

Esa Sri Iline, & Mulianto Nurrachmat. 2017. “Pure Neural Leprosy”. Surakarta: Fakultas
Kedokteron Universitas Sebelas Maret. Vol., 07., No., 44.
I Gusti Nyoman Darmaputra, & Putu Ayu Dewita Ganeswari. 2018. “ Peran Sitokin Dalam
Kerusakan Saraf Pada Penyakit Kusta: Tinjuan Pustaka”. Intisari Sains Medis. Vol., 09.,
N0., 03.
Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit Lepra. 2012. Kementerian Kesehatan RI.
Smith, Darvin S. Leprosy. Medscape, 2018. https://emedicine.medscape.com/article/220455-overview

Anda mungkin juga menyukai