Anda di halaman 1dari 4

A.

Definisi
Acute Nonlymphoid (myelogenous) Leukemia (ANLL atau AML) adalah salah
satu jenis leukemia; dimana terjadi proliferasi neoplastik dari sel mieloid
(ditemukannnya sel mieloid : granulosit, monosit imatur yang berlebihan). AML
meliputi leukemia mieloblastik akut, leukemia monoblastik akut, leukemia mielositik
akut, leukemia monomieloblastik, dan leukemia granulositik akut.

Akut Myeloid Leukimia (AML) adalah kegagalan sumsum tulang akibat di


gantinya elemen normal sumsum tulang oleh blas (sel darah yang masih muda)
leukemik (Robbins, 2007).
Akut Myeloid Leukimia (AML) adalah suatu penyakit yang di tandai dengan
transformaasi neoplastik dan gangguan diferensi sel-sel progenitor dari sel mieloid
(sifat kemiripan dengan sumsum tulang belakang) (Kurniandra, 2007).

B. Etiologi
Seperti halnya leukemia jenis ALL (Acute Lymphoid Leukemia), etiologi
AML sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti, diduga karena virus (virus
onkogenik). Faktor lain yang turut berperan adalah :
1. Faktor endogen
Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom (resiko terkena AML
meningkat pada anak yang terkena Down Sindrom), herediter (kadang-
kadang dijumpai kasus leukemia pada kakak beradik atau kembar satu
telur).
2. Faktor eksogen
Seperti sinar X, sinar radioaktif, hormon, bahan kimia (Benzol, Arsen,
preparat Sulfat), infeksi (virus, bakteri).

C. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala AML digolongkan menjadi 3 golongan besar:
1.    Gejala kegagalan sumsung tulang, yaitu:
a.    Anemia minimbulkan gejala pucat dan lemah.
b.    Netropenia menimbulkan infeksi yang ditandai oleh demam,
infeksi rongga mulut, tenggorokan, kulit, saluran napas, dan sepsis.
c.   Trombositopenia menimbulkan perdarahan kulit, perdarahan
mukosa, seperti perdarahan gusi dan epistaksis.
2.    Keadaan hiperkatabolik, yang ditandai oleh:
a.    Kaheksia
b.    Keringat malam
c.    Hiperurikemia yang dapat menimbulkan gout dan gagal ginjal
3.    Infiltrasi ke dalam organ menimbulkan organomegali dan seperti:
a.    Nyeri tulang dan nyeri sternum
b.    Splenomegali atau hepatomegali yang biasanya ringan
c.    Hipertrofi gusi dan infiltrasi kulit.
d.   Sindrom meningeal : sakit kepala, mual, muntah, mata kabur.
Gejala lain yang dapat dijumpai:
Leukostatis terjadi jika leukosit terjadi melebihi 50.000/Ul (Bakta, 2013).

D. Pemeriksaan diagnostik
Pada leukemia akut sering dijumpai kelainan laboratorik, seperti berikut:
1.    Darah tepi
a.   Dijumpai anemia normokromik-normositer, anemia sering berat dan
timbul cepat.
b.    Leukosit menigkat, tetepi dapat juga normal atau menurun. Sekitar 25%
menunjukkan leukosit normal atau menurun, sekitar 50% menunjukkan
leukosit meningkat 10.000-100.000/mm, dan 25% meningkat di atas
100.000/mm
c.   Darah tepi: menunjukkan adanya sel muda (meiloblast, promirlosit,
limfoblast, monoblast, erythroblast atau megakariosit) yang melebihi 5%
dari sel berinti pada darah tepi. Sering di jumpai pseudo pelger-huet
anomaly, yaitu netrofil dengan lobus sedikit (dua atau satu) yang di sertai
dengan hipo atau agranular.

2.    Sumsum tulang (Trasplantasi sumsum tulang)


Hiperseluler, hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia (blast),
dengan adanya leukemic gap (terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel
yang matang. Jumlah Blast minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang (dalam
hitung 500 sel pada asupan sumsum tulang).
a.    Merupakan terapi yang memberi harapan penyembuhan,
b.    Efek samping dapat berupa: penemonia intersisial,
c.    Hasil baik jika usia penderita < 40 tahun,
d.   Sekarang lebih sering di berikan dalam bentuk transplantasi sel induk dari
darah tepi.
3.    Pemeriksaaan sitogenetik (Pemeriksaan kromosom)
Pemeriksaan kromosom merupakan pemeriksaan yang sangat diperlukan
dalam diagnosis leukemia karena kelainan kromosom dapat di hubungkan dengan
prognosis, seperti terlihat pada klasifikasi WHO (Bakta,2013).

E. Penatalaksanaan
Terapi pengobatan pasien AML menurut Mehta dan Hoffbrand (2008) yaitu:
1.    Fase pertama terapi (remisi-induksi) adalah pengobatan dengan kemoterapi
kombinasi intensif dosis tinggi untuk mengurangi atau meneradikasi sel leukemik
dari sumsum tulang dan mengembalikan hemopoiesis normal.
2.    Kemoterapi paska induksi: hal ini dapat intensif (kemoterapi “intensifikasi” atau
“konsulidasi”) atau kurang intensif (kemoterapi rumatan). Setiap perjalanan
pengobatan intensif biasanya memerlukan waktu 4-6 minggu di rumah sakit.
3.    Treanspalntasi sumsum tulang
a.    Merupakan kemoterapi postremisi yang memberi harapan penyembuhan.
b.    Efeksamping dapat berupa: pneumonia interstitial.
c.    Hasil baik jika umur penderita <40 tahun
d.   Sekarang lebih sering di berikan dalam bentuk transplantasi sel induk dari
darah tepi.
Terapi untuk leukemia akut (Bakta, 2013), dapat di golongkan menjadi dua,
yaitu:
1.    Terapi spesifik: dalam bentuk kemoterapi.
2.    Terapi suportif: untuk mengatasi kegagalan sumsum tulang, baik karena
proses leukemia sendiri atau sebagai akibat terapi.
Tiga metode terapi konsulidasi adalah kemoterapi sendiri,transplantasi
sumsum tulang autologus, atau transplantasi alogenik dari donor dengan HLA yang
identik saat ini nampaknya transplantasi sumsum tulang autologus menunjukkan hasil
baik, namun transplantasi alogenik dari donor dengan HLA yang identik masih
merupakan yang terbaik untuk kesembuhan (Permono, 2012).
DAFTAR PUSTAKA

Allen, K Eileen & Marotz, Lynn R. (2010). Profil Perkembangan Anak: Pra Kelahiran
hingga Usia 12 Tahun. Jakarta: PT. Indeks.
Bakta, I Made. (2013). Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.
Carpenito, L.J. (2004). Buku Saku Diagnosa Keperawatan (10th ed.). Jakarta: EGC.
Handayani,W., & Haribowo, A.S. (2008). .Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Kurnianda, Johan. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit  Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Kusuma, Hardhi & Nurarif, Amin Huda. (2012). Handbook for Health Student: Nursing,
Midwife, Pharmacy, Docter. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Permono, Bambang. (2012). Buku Ajar Hematologi – Onkologi Anak (4th ed.). Ikatan Dokter
Anak Indonesia.
Robbins. (2007). Buku Ajar Patologi. EGC.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. (2007). Buku Kuliah 1: ilmu kesehatan anak (11th ed.).
Jakarta: Infomedika.

Anda mungkin juga menyukai