Anda di halaman 1dari 56

Daftar Isi

HALAMAN JUDUL................................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................................................iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................................................v
DAFTAR TABEL ............................................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................................viii
DAFTAR PERSAMAAN…………………………………………………………………….ix
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................3
1.3 Maksud dan Tujuan................................................................................4
1.3.1 Maksud..................................................................................4
1.3.2 Tujuan................................................................................... 4
1.4 Batasan Masalah.....................................................................................5
1.5 Manfaat Penelitian.................................................................................5
1.5.1 Umum.........................................................................................5
1.6 Sistematika Penulisan............................................................................6
BAB II DASAR TEORI..................................................................................................7
2.1 Umum .....................................................................................................7
2.2 Pondasi Dangkal (Shallow Foundation)..............................................7
2.3 Pondasi Dalam (Deep Foundation)......................................................8
2.4 Spesifikasi Pembebanan......................................................................10
2.4.1Beban Mati...................................................................................11
2.4.2 Beban Hidup.............................................................................11
2.4.3 Gaya Akibat Gempat Bumi....................................................11
2.4.4 Gaya Akibat Tekanan Tanah..................................................12
2.5 Kriteria Perencanaan............................................................................12
2.5.1 Tanah Dasar Sebagai Pondasi................................................12
2.6 Dasar-Dasar Perencanaan Pondasi Tiang Pancang...........................13

v
2.7 Daya Dukung Tiang.............................................................................14
2.8 Daya Dukung Tiang Tunggal Berdasarkan Data Parameter Tanah 15
2.8.1 Daya Dukung Ujung Tiang (Qp)...........................................15
2.9 Daya Dukung Tiang Tunggal Berdasarkan Data Uji Lapangan.....22
2.10 Daya Dukung Ijin.......................................................………………………..28

2.11 Tiang Kelompok dan Efisiensi...........................................................29

2.11.1 Jarak antar Tiang Dalam Kelompok................................... 31


2.11.2 Perhitungan Pembagian Tekanan...........................................33
2.12 Daya Dukung Tiang Kelompok......................................................34

2.13 Daya Dukung Lateral......................................................................35

2.14 Penurunan..............................................................................................35

2.14.1 Penurunan Elastik Tiang.........................................................36


2.15 Faktor Keamanan.................................................................................41

2.16 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Dari Hasil Kalendering...44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN......................................................................50


3.1 Lokasi Penelitian..................................................................................50

3.2 Bagan Alur Penulisan..........................................................................52

3.3 Pengumpulan Data..........................................................................50

3.3.1 Data primer...............................................................................51


3.3.2 Data Sekunder..........................................................................51
3.4 Waktu Penelitian.............................................................................53

3.5 Teknik Analisis Data............................................................................53

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pondasi jembatan merupakan struktur bangunan bawah yang sangat penting

karena sebagai penopang berdirinya bangunan yang terletak diatasnya. Mengingat

pentingnya hal tersebut, maka perlu dilakukan perencanaan yang sangat teliti agar

tidak terjadi kegagalan yang menyebabkan keruntuhan terhadap jembatan. Hal yang

pertama di perhitungkan adalah pembebanan yang di terima oleh struktur bawah

jembatan berupa beban mati, beban bergerak atau beban hidup, gaya rem, tekanan

tanah aktif, gaya gesekan dan beban gempa.

Pembangunan suatu pondasi sangat penting fungsinya pada suatu konstruksi.

Secara umum pondasi di definisikan sebagai bangunan bawah tanah yang

meneruskan beban yang berasal dari berat bangunan itu sendiri dan bangunan luar

yang bekerja ke lapisan tanah di bawahnya.

Pemilihan pondasi didasarkan atas penyelidikan tanah yang menunjukkan

bahwa lapisan tanah keras berada cukup dalam, dan melalui pengecekan terlebih

dahulu kekuatan stabilitas abutmen. Bila ternyata stabilitas abutmen tidak

memmenuhi syarat, maka pondasi tiang merupakan pilihan untuk mengatasi hal

tersebut.

Perencanaan pondasi perlu di perhitungkan besarnya beban yang bekerja dan

juga daya dukung tanah setempat, Apabila pondasi yang di rencanakan tidak

1
mencapai tanah keras. Maka akan terjadi penurunan yang tidak merata yang

mengakibatkan kerusakan pada bangunan.

Berdasarkan kedalaman tertanam di dalam tanah, maka pondasi dibedakan

menjadi pondasi dangkal dan pondasi dalam. Dikatakan pondasi dalam apabila

perbandingan antara kedalaman pondasi (D) dengan diameternya (B) adalah lebih

besar atau sama dengan 10 (D/B ≥10). Sedangkan pondasi dangkal apabila D/B ≤ 4.

Pada pondasi dalam dibedakan 2, yaitu pondasi end bearing dan pondasi

floating. Pondasi ujung tiang (end bearing) adalah sistem pondasi yang ujung tiang

pancangnya menyentuh tanah keras, sehingga beban aksial seluruhnya disalurkan

pada tanah keras. Sedangkan pondasi mengambang (floating) adalah sistem pondasi

yang tidak menyentuh tanah keras sehingga beban aksial yang diterima disalurkan

pada tanah sekitar tiang pancang akibat gesekan (friction) antara tiang pancang dan

tanah sekitar tiang pancang.

Pada perencanaan pondasi tiang kelompok, kemampuan menahan beban lateral

dan aksial harus diperhitungkan dengan baik agar dapat menghasilkan suatu struktur

pondasi yang kuat dan efisien. Untuk perencanaan beban aksial saja dapat

diselesaikan dengan mudah menggunakan statika sederhana, namun bila struktur

tanah yang berlapis – lapis akan mengakibatkan respon tanah yang tidak linear.

Sehingga menambah kesulitan dalam merencanakan pembebanan aksial dan lateral

pada tiang pancang kelompok.

Konfigurasi tiang pancang adalah susunan tiang pancang yang berdasarkan

jumlah dan jarak tertentu, perencanaan konfigurasi tiang pancang bertujuan untuk

2
mengurangi penurunan bangunan atas. Menentukan jumlah tiang pancang dapat

menggunakan persamaan pasti yaitu n=P/Qa, sedangkan menentukan jarak antar

tiang pancang tidak ada persamaan pasti, hanya menggunakan range (batasan jarak)

yaitu antara 1.5D s/d 3.5D.

Berdasarkan pembahasan jarak tiang pancang di atas bahwa hanya

menggunakan range (batasan jarak) yaitu antara 1.5D s/d 3.5D, maka dikwatirkan

apabila menggunakan range kecil (1.5D s/d 2.5D) sisi efisiensinya kontruksi tersebut

terabaikan. Dari pengamatan penulis saat pelaksanaan di lapangan dan diverifikasi

oleh gambar rencana, bahwa jarak tiang pancang pembangunan jembatan perniagaan

Samarinda adalah 2.3D untuk arah y-y dan 2.7D untuk arah x-x.

Dari hasil pembahasan jarak tiang pancang pembangunan jembatan perniagaan

Samarinda, penulis menilai terbukanya peluang untuk melakukan evaluasi daya

dukung tiang pancang akibat dari jarak tiang pancang di atas. Namun parameter

penulis untuk melakukan evaluasi tersebut menggunakan daya dukung saat

pelaksanaan di lapangan (kalendering). Titik berat evaluasi penelitian ini

adalah kekuatan dan efisien struktur pondasi jembatan perniagaan Samarinda.

1.2 Rumusan Masalah

1. Berapa besar perbedaan daya dukung pondasi tiang pancang rencana terhadap

daya dukung di lapangan berdasarkan kalendering?

3
2. Berapa deviasi daya dukung tiang pancang rencana berdasarkan perhitungan

teknis, terhadap daya dukung tiang pancang saat pelaksanan di lapangan

berdasarkan kalendering?

3. Bagaimana grafik perbandingan deviasi yang dimaksudkan pada poin 2

di atas?

1.3 Maksud dan Tujuan

1.3.1 Maksud

Maksud dari penelitian ini adalah mengetahui perbandingan daya dukung tiang

pancang abutmen jembatan girder kelas A pada proyek pembangunan jembatan

perniagaan kota Samarinda, berdasarkan perhitungan rencana dengan daya dukung

lapangan dari hasil kalendering.

1.3.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui berapa perbedaan daya dukung tiang pancang rencana

berdasarkan perhitungan teknis terhadap daya dukung di lapangan saat

pelaksanaan berdasarkan kalendering.

2. Untuk mengetahui deviasi daya dukung tiang pancang rencana berdasarkan

perhitungan teknis terhadap daya dukung tiang pancang saat pelaksanan

di lapangan berdasarkan kalendering.

4
3. Mendapatkan grafik perbandingan daya dukung tiang pancang rencana terhadap

daya dukung tiang pancang saat pelaksanan di lapangan berdasarkan

kalendering.

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah pada penulisan ini adalah:

1. Jembatan girder kelas A pada proyek pembangunan jembatan perniagaan kota

Samarinda.

2. Evaluasi daya dukung tiang pancang rencana berdasarkan perhitungan teknis

terhadap daya dukung tiang pancang saat pelaksanan di lapangan berdasarkan

kalendering.

3. Dalam hal pembahasannya penulis menggunakan metode literatur, literatur-

literatur yang digunakan adalah teori-teori yang mendukung tentang daya

dukung tiang pancang pada abutmen jembatan.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Umum

Untuk mengetahui daya dukung tiang pancang pada abutmen jembatan. dan

sebagai pengembangan ilmu yang dipelajari selama perkuliahan dalam menghadapi

dunia kerja.

5
1.6 Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis terlebih dahulu menyajikan

sistematika penulisan, agar para pembaca mendapatkan gambaran dan maksud yang

lebih jelas mengenai isi tugas akhir ini. Adapun sistematika penulisan sebagai

berikut:

BAB I PENDAHULUAN, pada bab ini berisikan tentang latar belakang, rumusan

masalah, batasan masalah, maksud dan tujuan kegunaan penelitian dan sistematika

penulisan.

BAB II DASAR TEORI, pada bab ini menguraikan teori-teori yang menunjang

penulisan atau penelitian yang bisa diperkuat dengan menunjukan hasil penilitian

sebelumnya.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN, pada bab ini menjelaskan tentang sumber

data yang digunakan, teori literatur yang mendukung pokok bahasan. Serta metode

penelitian yang akan digunakan dalam pembahasan penulisan ini.

6
BAB II

DASAR TEORI

2.1 Umum

Dalam setiap bangunan, diperlukan pondasi sebagai dasar bangunan yang kuat

dan kokoh. Hal ini disebabkan pondasi sebagai dasar bangunan harus mampu

memikul seluruh beban bangunan dan beban lainnya yang turut diperhitungkan, serta

meneruskannya ke dalam tanah sampai ke lapisan atau kedalaman tertentu.

Pemilihan tipe pondasi ini didasarkan atas:

- Fungsi bangunan.

- Besarnya beban.

- Keadaan tanah di bawah pondasi.

- Studi untuk memperkirakan penurunan.

- Biaya dari masing-masing bentuk dan pelaksanaan.

2.2 Pondasi Dangkal (Shallow Foundation)

7
Gambar 2.1 Pondasi Dangkal (Shallow Foundation)
Pondasi dangkal apabila perbandingan kedalaman ( L) dengan lebar pondasi ( B)

lebih kecil atau sama dengan 1, diaplikasikan tanah keras pada kedalaman 1 - 2 m.

Yang termasuk pondasi dangkal adalah (a) Spread Foundation (pondasi

telapak), (b) Strip Foundation (pondasi menerus) (c ) Combined Foundation

(kombinasi pondasi telapal dan pondasi menerus) dan (d ) Rat Foundation (pondasi

rakit).

2.3 Pondasi Dalam (Deep Foundation)

Gambar 2.2 Pondasi Dalam (Deep Foundation)

Pondasi dalam apabila perbandingan kedalaman ( L) dengan lebar pondasi ( B)

lebih besar dari 1 (satu) atau sama dengan 1(satu).

Yang termasuk pondasi dalam yaitu:

a. Pondasi Sumuran (Pier) dan Caison

Jenis ini diperuntukkan apabila kedalaman tenah keras kisaran ¿ 2 – 10 m.

8
b. Pondasi Tiang

Adalah jenis pondasi yang mampu menahan gaya orthogonal ke sumbu tiang

dari segala arah dan momen, pondasi tiang dibuat menjadi satu kesatuan dengan

menyatukan pangkal tiang pancang yang terdapat dibawah konstruksi dengan

tumpuan pondasi/abutment. Jenis ini diperuntukkan apabila kedalaman tenah

keras kisaran ¿ 10 – 50 m.

Tiang (Pile) adalah bagian dari suatu bagian konstruksi pondasi tiang.

Beberapa kondisi yang memerlukan pondasi tiang yaitu:

1 Apabila tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung

(bearing capacity), sedangkan tanah kerasnya yang mempunyai daya dukung

yang cukup untuk memikul berat bangunan dan bebannya letaknya sangat

dalam.

2 Ketika menerima gaya-gaya horizontal, pondasi tiang dapat melawan tekuk

sementara menerima gaya-gaya vertikal yang datang dari struktur atasnya.

3 Pondasi untuk jenis struktur ini untuk menahan gaya angkat.

4 Menghindari kemungkinan kehilangan daya dukung dari sebuah pondasi

dangkal yang bisa jadi disebabkan oleh erosi pada permukaan tanah

Pondasi Tiang dibagi dalam kategori:

a. Tiang Baja, Tiang baja umumnya digunakan baik sebagai tiang pipa maupun

sebagai baja penambang H. Tiang pipa dapat diserongkan ke dalam tanah

9
dengan ujung terbuka atau tertutup. Tiang baja apabila diperlukan

disambungkan dengan las atau paku keling.

b. Tiang Beton, Tiang beton dapat dibagi ke dalam 2 (dua) kategori yaitu:

 Tiang Pracetak (Precast Piles), Tiang pracetak dapat dibuat dengana

menggunakan beton bertulang biasa, yang penampangnya bisa jadi bujur

sangkar atau segi delapan (octagonal).

Penulangan diperlukan untuk memungkinkan tiang mampu melawan

momen lentur ketika pengangkatan, beban vertikal, dan momen lentur

yang diakibatkan oleh beban lateral. Tiang dicetak dengan panjang yang

diinginkan dan dirawat hingga sebelum diangkat ke tempat pemancangan.

 Tiang Bor Dicor di Tempat (Cast-In-Situ-Piles), Cor di tempat dengan

terlebih dahulu menggali lubang di tanah dan kemudian mengisinya

dengan beton. Tiang-tiang semacam ni dapat dibagi ke dalam 2 (dua)

kategori besar: dengan casing dan tanpa casing.

Tiang tanpa casing dibuat dengan mendorongkan casing ke dalam tanah

hingga kedalaman yang diinginkan dan kemudian mengisinya dengan

beton segar. Casing kemudian ditarik perlahan-lahan secara bertahap.

2.4 Spesifikasi Pembebanan

Spesifikasi pembebanan yang digunakan untuk menghitung pembebanan yang

dipikul oleh tiang pancang mengacu kepada:

10
BRIDGE MANAGEMENT SYSTEM (BMS) 1992, merupakan Peraturan

Perencanaan Teknik Jembatan.

2.4.1 Beban Mati

Beban mati adalah semua muatan yang berasal dari berat sendiri jembatan atas

bagian jembatan yang ditinjau, termasuk segala unsur tambahan tetap yang dianggap

merupakan satu kesatuan tetap dengannya.

2.4.2 Beban Hidup

Beban hidup adalah semua beban yang berasal dari berat kendaraan-kendaraan

yang bergerak/lalu-lintas dan atau berat orang-orang yang berjalan kaki yang

dianggap bekerja pada jembatan.

2.4.3 Gaya Akibat Gempat Bumi

Pengaruh gempa bumi ini diperhitungkan senilai dengan pengaruh gaya

horizontal pada konstruksi yang ditinjau sebagai berikut:

K h= K r f p b ……………………………………………(2.1)

Dimana:

Kh = koefisien gempa horizontal ekuivalen

Kr = koefisien respon gabungan

f = faktor struktur

p = faktor bahan

11
Gaya horizontal ekuivalen akibat gempa dihitung dengan rumus:

Gh=K h M ………………………………………….(2.2)

Dimana:

Gh = gaya horizontal akibat gempa yang bekerja pada titik

berat struktur

Kh = koefisien gempa horizontal

M = beban mati struktur atau bagian struktur yang ditinjau

2.4.4 Gaya Akibat Tekanan Tanah

Bangunan jembatan yang menahan tanah harus direncanakan dapat menahan

tanah sesuai dengana rumus-rumus yang ada, bila lalu lintas jalan raya dapat

mendekati ujung atas bangunan penahan tanah sampai suatu jarak horizontal sebesar

setengah dari tingginya.

2.5 Kriteria Perencanaan

Kriteria perencanaan pada bab ini adalah untuk menentukan dimensi, jumlah

tiang dan jarak antara tiang pancang.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka kriteria perencanaan in meliputi:

2.4.1 Tanah Dasar Sebagai Pondasi

Tanah mempunyai fungsi yang penting dalam suastu lokasi pekerjaan

konstruksi, tanah adalah pondasi pendukung suatu bangunan. Penyelidikan lapangan

selalu diperlukan untuk mendapatkan data tanah di lapangan, tujuan penyelidikan

12
untuk mendapatkan desain pondasi yang optimal sesuai dengan beban dan sifat-sifat

tanah yang menempati pada area tersebut.

Pelaksanaan penyelidikan tanah meliputi penyelidikan lapangan dengan

menggunakan alat sondir (Cone Penetrometer Test), dengan metoda ini didapat hasil

penyelidikan berupa grafik yang terdiri dari dua parameter yang diukur yang nilai

perlawanan konus (q ¿¿ c) ¿ dan hambatan pelekat ( f s ). Serta penyelidikan boring,

dengan metoda ini dapat menentukan profil tanah sebagai pelengkap bagi informasi

dari pengeboran tanah, mengevaluasi karakteristik, menentukan daya dukung pondasi

dan menentukan penurunan pondasi.

2.8.6 Dasar-Dasar Perencanaan Pondasi Tiang Pancang

Pada tiang, umumnya gaya longitudinal dan gaya orthogonal terhadap batang

serta momen lentur luar yang bekerja pada ujung tiang,. Gaya luar yang bekerja pada

kepala tiang seperti yang terlihat pada Gambar 2.3 (a) dan Gambar 2.3 (b) berikut:

Gambar 2.3(a) Beban yang bekerja Gambar 2.3(b) Gaya yang bekerja
pada kepala tiang pada tubuh tiang

(Sumber: Hardiyanto, Hary Christady, Teknik Pondasi II)

13
2.8.1.7 Daya Dukung Tiang

Ditinjau dari cara mendukung beban, tiang dapat dibagi menjadi 2 (dua)

macam, yaitu:

.7.1 Tiang dukung ujung (end bearing pile)

Tiang dukung ujung adalah tiang yang kapasitas dukungnya ditentukan oleh

tahanan ujung tiang, tiang-tiang dipancang sampai mencapai batuan dasar atau

lapisan keras lain yang dapat mendukung beban yang diperkirakan tidak

mengakibatkan penurunan berlebihan. Kapasitas tiang sepenuhnya ditentukan dari

tahanan dukung lapisan keras yang berada di bawah ujung tiang.

.7.2 Tiang gesek (friction pile)

Tiang gesek adalah tiang yang kapasitas dukungnya lebih ditentukan oleh

perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah di sekitarnya.

Pada dasarnya kapasitas daya dukung tiang dapat dihitung dengan persamaan

dasar yang dikemukakan oleh Tomlinson (1977) berikut:

Q u=Q p +Q s−W p ……………………………………….(2.3)

Dimana:

Qu = Tahanan ultimit tiang

Qp = Tahanan ujung tiang (end bearing)

14
Qs = Tahanan selimut tiang (skin friction)

Wp = Berat tiang

Biasanya harga ℘ (weight of the pile) ini diabaikan karena sangat kecil

pengaruhnya terhadap daya dukung ultimit tiang. Namun dalam beberapa kondisi

seperti tiang pancang pada konstruksi lepas pantai, harga ℘ diperhitungkan karena

panjang tiang yang cukup besar, sehingga dapat ditulis:

Q u=Q p +Q s……………………………………………..(2.4)

Dimana:

Qu = Tahanan ultimit tiang

Qp = Tahanan ujung tiang (end bearing)

Qs = Tahanan selimut tiang (skin friction)

2.8.1.8 Daya Dukung Tiang Tunggal Berdasarkan Data Parameter Tanah

2.8.1.1 Daya Dukung Ujung Tiang (Qp)

A. Metode Statis Meyerhoff

1. Tanah Pasir

Daya dukung titik tiang pada pasir umumnya meningkat dengan nisbah antara

kedalaman penanaman tiang dan lebar tiang ( Lb/ D) dan mencapai nilai

maksimum pada nisbah Lb/ D = ( Lb/ D)cr. Perlu diingat bahwa untuk tanah

homogeny Lb akan sama dengan panjang tiang L (Gambar 2.3 a dan 2.3 b).

Namun pada gambar 2.4, dimana tiang telah masuk ke dalam lapisan pendukung

15
tiang, Lb< L. Di luar nisbah kritis ( Lb/ D)c , nilai qp tetap konstan yaitu

(qp=q 1) .

Fakta ini diperlihatkan pada Gambar 2.4 untuk kasus tanah homogen, yaitu

L=Lb, variasi ( Lb/ D) cr dengan sudut gesek tanah diberikan pada Gambar 2.4

berdasarkan pada variasi ( Lb/ D)cr.

Gambar 2.4 Daya dukung ujung tiang


(Sumber: Simatupang, Pintor Tua, Modul Kuliah Rekayasa Pondasi II)

16
Gambar 2.6 Variasi tahanan titik satuan pada pasir homogen
(Sumber: Simatupang, Pintor Tua, Modul Kuliah Rekayasa Pondasi II)

Meyerhoff memperkenalkan formula daya dukung ujung tiang sebagai berikut:

Q p= A p q p= A p q N ¿q…………………………………..(2.5)

Dimana:

Q p = Daya dukung ujung tiang

A p = Luas penampang ujung tiang

qp = N . L /D ≤ 400

N = daya dukung batas di ujung tiang/ satuan luas

N = daya dukung batas di ujung tiang sekitar diatas

10 D dan di bawah 4 D dari titik pile

q = Tegangan vertical efektif

N ¿q = Faktor daya dukung ujung untuk tanah pasir yang

besarnya tergantung pada nilai  (Gambar 2.6)

Bagaimanapun, q p tidak boleh melebihi batasan nilai A p q 1

sehingga:

Q p=q A p q1 N q< ¿ A ¿ ………………………………………..(2.6)


¿
p

q 1=50 N ¿q tan ……………………………………………….(2.7)

Q p = A p 50 N ¿q tan ………………………………...………(2.8)

2. Tanah Lempung

Formula yang digunakan adalah:

17
Q p=¿ A ………………....(2.9)
q p= A p (C u N ¿c +q 1 N ¿q )¿
p

Untuk tiang pada lempung jenuh dengan kondisi taksalur (=0),

berlaku:

Q p=N ¿c C u A p =9 Cu …………..........………………(2.10)

Dimana:

Q p = Daya dukung ujung tiang

A p = Luas penampang ujung tiang

q p = Daya dukung batas diujung tiang per satuan luas

C u = Kuat geser undrained

N ¿c = Faktor daya dukung untuk tanah lempung (lihat Gambar 2.7)

2.8.2 Daya Dukung Selimut Tiang (Qs)

A. Metode Meyerhoff

1. Tanah Pasir

Tahanan gesek atau tahanan kulit tiang dapat ditulis sebagai berikut:

Q s =¿❑ ❑ f ¿…………………………...………(2.11)
p l

Dimana:

p = keliling penampang tiang

❑l= panjang tiang

f = tahanan gesek pada setiap kedalaman z

18
Tahanan gesek satuan untuk kedalaman tertentu tiang dapat

dinyatakan sebagai berikut:

f =K ’ v tan………………………………………….(2.12)

Dimana:

K = koefisien tekanan tanah

’v = tegangan vertikal efektif

 = sudut gesek antara tanah – tiang

Nilai rata-rata K dapat digunakan pada persamaan sesuai Tabel 2.1 di

bawah ini:

Tabel 2.1 Nilai Rata-rata Koefisien Tanah

Cara Pemasukan Tiang K

Tiang bor atau Jetter K = Ko = 1 – sin 


Tiang pancang perpindahan rendah K = Ko (batas bawah)
K = 1,4 Ko (batas atas)
Tiang pancang perpindahan tinggi K = Ko (batas bawah)
K = 1,8 Ko (batas atas)
(Sumber : Simatupang, Pintor Tua. Modul Kuliah Rekayasa Pondasi

II)

Nilai  dari berbagai investigasi diperoleh dalam jangkauan 0,5 

sampai 0,8 . Untuk memilih  ini perlu keputusan yang benar-benar

baik.

19
B. Metode 

1. Tanah lempung

Metode ini diajukan oleh Vijayvergia dan Focht (1972). Metode ini

mengasumsikan bahwa perpindahan tanah yang disebabkan oleh

pemasukan tiang ke dalam tanah menghasilkan suatu tekanan lateral

pasif pada suatu kedalaman tertentu, dan satuan rata-rata dapat

dinyatakan sebagai berikut:

fav=(’ v+ 2. Cu)…..…………………………...(2.13)

Dimana:

’v = nilai tengah tegangan vertikal efekktif untuk


seluruh panjang tiang
Cu = nilai tengah kuat geser taksalur (konsep  = 0)

20
Gambar 2.5 Variasi  dengan panjang tiang
(Sumber: M.C. Clelland, 1974)

Nilai  akan berubah dengan kedalaman penetrasi tiang, maka

tahanan gesek total dapat dihitung sebagai berikut :

Qs =p L fav …………………………………………….(2.14)

Perlu kehati-hatian dalam menentukan nilai-nilai ’ v dan Cu untuk

tanah berlapis, nilai tengah Cu adalah (Cu(1)L 1+ Cu(2) L2+ …) /L.

Nilai tengah tegangan efektif :

A1 A 2 A 3
’V = …………………………………………(2.15)
L

Dimana:

A1 A 2 A 3,… = luas diagram tegangan vertikal efektif

C. Metode 

1. Tanah Lempung

Menurut metode ,tahanan kulit satuan pada tanah kelempungan

dapat digambarkan dengan persamaan berikut :

F=C u………………………………………………(2.16)

Dimana:

 = faktor adhesion empiris

21
Untuk nilai  ditunjukkan pada Gambar 2.7. Lempung terkonsolidasi

normal dengan Cu≤ sekitar 50 kN/m2. Nilai ¿ 1, maka :

Q s =¿❑ p ❑
f ……………………………..(2.17)
¿
l=¿❑C u p ❑l ¿

Gambar 2.6 Variasi  dengan kohesi taksalur


(Sumber: Chellis, Robert D. Pile Foundation)

2.9 Daya Dukung Tiang Tunggal Berdasarkan Data Uji Lapangan

.9.1 Daya Dukung Ujung Tiang (Qp)

A. Metode Nottingham & Schrtmann, menggunakan Data Sondir

Karena cara statik membutuhkan parameter tanah yang umumnya tidak

tersedia secara kontinu sepanjang tiang, maka terdapat resiko karena

menggunakan parameter untuk mewakili suatu lapis tanah yang memiliki

kuat geser dengan suatu rentang. Kecenderungan baru adalah

22
menggunakan data uji lapangan yang lebih bersifat kontinu, yaitu data

sondir.

Penggunaan data sondir untuk perhitungan daya dukung pondasi tiang

telah mengalami beberapa perkembangan cukup baik karena sondir

sendiri adalah merupakan model dari pondasi tiang itu sendiri.

Komponen-komponen daya dukung pondasi tiang meliputi parameter

yang diukur dengan uji sondir yaitu perlawanan ujung dan gesekan

selimut. Perbedaan utama antara alat uji sondir dan pondasi tiang terletak

pada ukurannya, bentuk ujung dan kekasaran permukaan.

Nottingham-Schmertmann (1975), mengajukan perhitungan daya dukung

ujung pondasi tiang menurut cara Begemann. Yaitu diambil dari nilai

rata-rata perlawanan ujung sondir 8 D di atas ujung tiang dan 0.7 D – 4 D

di bawah ujung tiang, D adalah diameter tiang. Daya dukung ujung tiang

dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:

qc 1+ qc 2 . Ap
Qp= …………...………………………………..(2.18)
2

Dimana:

Qp = Daya dukung ujung tiang

Ap = Luas penampang tiang

23
qc 1 = Nilai qc rata-rata 0.7 D−4 D di bawah ujung tiang (jalur

a-b-c). Hitung qc ke arah bawah (jalur a-b) dan nilai qc

minimum pada jalur b-c

qc 2 = Nilai rata-rata 8 D di atas ujung tiang (jalur c-d).

Gunakan jalur minimum yang sudah dibuat pada jalur

b-c. Penentuan harga qc 1 dan qc 2 dapat dilihat pada

Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Data sondir untuk menghitung daya dukung Tiang (Sumber:
Simatupang, Pintor Tua. Modul Kuliah Rekayasa Pondasi II)

24
Bila zona lembek di bawah tiang masih terjadi pada kedalaman

4 D−10 D, maka perlu dilakukan reduksi terhadap nilai rata-rata tersebut.

Pada umumnya nilai perlawanan ujumg diambil tidak lebih dasri 150

kg/cm2 untuk pasir dan tidak melebihi 100 kg/cm2 untuk tanah pasir

kelamaan. Jika sondir mekanis digunakan pada tanah lempung, tahanan

ujung harus dikalikan dengan angka 0,6 karena nilai q c dapat bertambah

akibat gesekan pada selimut dan jika desain didasarkan pada batas leleh,

maka daya dukung harus dikalikan dengan 0,73.

B. Metode Standard Penetration Test (SPT)

Metode pengujian dengan SPT termasuk cara yang cukup ekonomis

untuk memperoleh informasi mengenai kondisi di bawah permukaan

tanah yang diperkirakan 85% dari desain pondasi untuk gedung

bertingkat menggunakan cara ini. Karena banyaknya data SPT korelasi

empiris telah banyak memperoleh kemajuan.

Jenis-jenis hammer yang digunakan biasanya bermacam-macam, namun

demikian semua mempunyai berat yang sama yaitu 63,5 kg. Masalah

dengan perbedaan jenis hammer adalah bahwa energi yang ditransfer

berbeda-beda.

Mengingat jenis hammer memberikan energi yang berbeda, maka koreksi

terhadap jenis hammer ini juga harus dilakukan, Besarnya koreksi

diberikan.

25
ƞ=Es/ En…………………………………………….(2.19)

Dimana:

Es = energi aktual yang ditransfer ke batang

En = energi teoritis sesuai dengan tinggi jatuh atau kecepatan

impak dari palu

Masalahnya sekarang adalah bahwa En yang harus dijadikan standar

harus ditentukan. Mengenai hak ini terdapat 3 buah pandangan yaitu : =

50% - 55% (Robertson & Campanella, 1983), = 60% (Seet et al., 1983),

dan = 70%-80% (Riggs, 1986). Untuk memakai di Indonesia

dianjurkan menggunakan = 60%.

Dapat ditulis secara lebih rinci perbedaan yang menyebabkan nilai SPT

adalah:

a. Peralatan dibuat oleh pabrik yang berbeda.

b. Konfigurasi hammer

c. Panjang batang penghubung untuk panjang batang lebih dari 10

meter dan nilai SPT 30 meter.

d. Tegangan vertikal efektif

e. Variasi tinggi jatuh

f. Bila digunakan (cat head), jumlah lilitan mempengaruhi energi

g. Cara pemboran dan metode stabilitas dinding lubang bor berpengaruh

terhadap nilai NSPT.

26
h. Lubang yang tidak sempurna pembersihannya dapat mengakibatkan

terperangkapnya lumpur ke dalam sampel dan dapat menyebabkan

kenaikan NSPT.

i. Dipakai atau tidaknya linier pada sampel.

j. Ukuran lubang bor

Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data N-SPT

dapat digunakan persamaan:

Q p=¿ 40 N b A p A p (harga N b< 40)¿ ………………………(2.20)

.9.2 Daya Dukung Selimut Tiang (Qs)

A. Metode Nottingham & Schmertmann

Tahanan kulit (skin friction) dihasilkan dari nilai slip relativ yang kecil

diantara tiang pancang dan tanah. Slip merupakan jumlah perbedaan

(accumulated difference) dalam regangan poros dari beban aksial dan

regangan tanah, yang disebabkan oleh beban yang dipindakhkan ke tanah

tersebut melalui tahanan kulit. Kontribusi tahanan kulit pada umumnya

dihitung sebagai suatu nilai rata-rata pada satu atau dua pertambahan

kedalaman. Korelasi yang lebih baik bisa didapatkan jika penjumlahan dibuat

utuk setiap laisan yang ditembus serta dengan menggunakan perkiraan yang

terbaik dari parameter-parameter tanah yang dapat dipakai untuk lapisan

tersebut. Untuk mendapatkan daya dukung selimut tiang dapat digunakan

formula sebagai berikut:

27
8D L
Qs=Ks . c [∑( z=0
Z
8D ) ]
. fs . As+ ∑ fs. As ………...(2.21)
z=8 D

Dimana:

Qs = Daya dukung selimut tiang

K = Faktor koreksi fs, Ks untuk tanah pasir dan Kc untuk tanah lempung

Z = Kedalaman dimana fs diambil

D = Diameter tiang

fs = Gesekan selimut sondir

As = Luas selimut tiang setiap interval kedalaman fs

L = Panjang total bagian tiang yang terbenam

B. Metode Standard Penetration Test (SPT)

Qs =¿ 0,2N A harga N<10 ¿…………………………….(2.22)


s

.10 Daya Dukung Ijin

Daya dukung batas tiang dapat dihitung sebagai jumlah dari daya dukung

ujung dan daya dukung tahanan kulit. Dengan diperolehnya daya dukung batas, maka

daya dukung tiang ijin dapat diperoleh dengan menggunakan suatu faktor keamanan

sedemikian hingga beban ijin total untuk masing-masing tiang dapat dihitung dengan:

Qu
Q all = ………………………………………………….(2.23)
FS

Dimana:

Qall = Daya dukung ijin masing-masing tiang

FS = Faktor keamanan

28
(Faktor keamanan umumnya dalam rentang 2,5 – 4)

Meskipun perhitungan-perhitungan daya dukung batas tiang dapat dibuat

namun perlu diingat beberapa hal berikut:

1. Untuk suatu nilai sudut gesek tanah () tertentu, pemancangan tiang pada pasir

bisa menunjukkan tahanan ujung satuan lebih tinggi 50 – 100% bila

dibandingkan dengan tiang bor. Hal ini disebabkan oleh definisi tanah selama

pemancangan.

2. Pada tanah pasir, tiang yang di cor di tempat dengan piedestral bisa

memperlihatkan tahanan ujung satuan yang lebih tinggi 50 – 100% dibandingkan

dengan tiang yang dicor di tempat tanpa pedestral. Energi berdampak tinggi dari

plug yang dipakai membuat pedestral menyebabkan untuk tanah memadat

sehingga meningkatkan besar sudut gesek tanah.

3. Dalam perhitungan luas penampang ( A¿¿ P)¿dan keliling ( p) tiang profil

pabrikasi, seperti tiang H dan tiang pipa terbuka, pengaruh plug tanah harus

dipertimbangkan. Juga perlu dicatat bahwa tiang H, oleh karena d 2>d 1 maka

D=d 1.

4. Hubungan beban titik batas untuk beban titik batas kotor, yaitu termasuk berat

tiang. Sehingga bebam titik batas bersih dapat dihitungkan.

.11 Tiang Kelompok dan Efisiensi

Pada umumnya tiang digunakan dalam bentuk kelompok untuk meneruskan

beban struktural ke tanah. Kepala tiang umumnya dibuat menyentuh permukaan tanah

29
atau bisa juga terletak di atas permukaan tanah sebagaimana kasus konstruksi lepas

pantai.

Tiang-tiang dalam sebuah kelompok harus cukup memiliki jarak sedemikian

rupa hingga daya dukung kelompok tidak kurang dari jumlah daya dukung masing-

masing tiang tunggal. Dalam praktek jarak dari pusat tiang yang satu ke pusat tiang

lainnya (d) minimum 2,5D, namun dalam situasi biasanya jarak ini sekitar 3 – 3,5D.

Gambar 2.8 Tiang Kelompok


(Sumber: Simatupangm, Pintor Tua, Modul Kuliah Rekayasa Pondasi II)

Efisiensi daya dukung tiang kelompok dapat didefinisikan sebagai berikut:

Qg(u)
¿ …………………………………………………(2.24)
Qg(u)

30
Dimana:

= efisiensi kelompok

Qg(u) = daya dukung batas tiang kelompok

Qg = daya dukung batas tiang tunggal tanpa pengaruh

kelompok

Keuntungan dari digunakannya kelompk tiang adalah:

1. Tiang tunggal tidak mempunyai kapasitas yang cukup untuk menahan beban

kolom.

2. Pemancangan tiang atau instalasi tiang dapat meleset (sampai dengana 15 cm) dari

posisinya. Eksentrisitas yang ditimbulkan terhadap pusat beban dari kolom

dapat menimbulkan momen-momen tambahan.

3. Kegagalan dari sebuah tiang dapat diminimalisir akibatnya oleh adanya tiang

yanag lain.

4. Pemadatan kearah lateral pada saat pemancangan memperbesar tekanan tanah

lateral yang bekerja di sekeliling tiang sehingga meningkatkan kapasitas

tahanan geseknya.

.11.1 Jarak antar Tiang Dalam Kelompok

31
Gambar 2.9 Jarak Antar Tiang
(Sumber: Simatupang, Pintor Tua, Modul Kukiah Rekayasa Pondasi II)

Berdasarkan pertimbangan efektifitas, maka jarak antar tiang yaitu:

S= ( 2,5−3,4 ) D………………………………………(2.25)

Dimana:

S= Jarak antara sumbu tiang dalam kelompok (m)

D = Lebar/diameter tiang (m)

Ketentuan tersebut di atas berdasarkan pertimbangan berikut:

Bila S<2,5 D

1. Tanah disekitar kelompok tiang kemungkinan akan naik terlalu berlebihan karena

terdesak oleh tiang perancah terlalu berdekatan.

2. Tiang yang telah dipancang terlebih dahulu di sekitarnya kemungkinan akan

terangkat.

32
Gambar 2.10 Jarak tiang terlalu dekat

(Sumber: Simatupang, Pintor Tua, Modul Kuliah Rekayasa Pondasi II)

Bila S<2,5 D tidak ekonomis karena akan memperbesar ukuran atas dimensi

dari poer (footing).

.11.2 Perhitungan Pembagian Tekanan


Beban normal sentris terjadi bila resultan beban yang bekerja pada

kelompok tiang berhimpit dengan titik berat kelompok tiang.Gambar 2.14

akan menggambarkan bagaimana beban sentris bekerja pada pondasi tiang

pancang yang menahan momen dua arah.

Gambar 2.11 Momen dua arah


(Sumber : Simatupang, Pintor Tua. Modul Kuliah Rekayasa Pondasi II).

33
M =M 1 + M 2……………………..………………...(2.26)

M 1=PA d 1+ PBd 2+ Pc d 3 + PD d 4+ PE d 5 + PF d 6 + PG d 7

Dimana:

M = jumlah momen

P = Beban

d = jarak dari as abutment ke as tiang pancang

.12 Daya Dukung Tiang Kelompok

Penentuan dari daya dukung vertikal sebuah tiang dalam kelompok perlu

dihitung faktor efisiensi dari tiang tersebut di dalam kelompok tiang, karena daya

dukung faktor vertikal sebuah tiang yang berdiri sendiri adalah tidak sama besarnya

dengan tiang yang berada dalam usaha kelompok. Daya dukung sebuah tiang dalam

kelompok adalah sama dengan daya dukung tiang tersebut bila berdiri sendiri

dikalikan dengan faktor efisiensi

Q ag=E Q sp………………………………………………2.27)

Dimana:

34
Q ag= Daya dukung yang diijinkan untuk sebuah tiang dalam

kelompok

Q sp = Daya dukung yang diijinkan untuk sebuah tiang tunggal

E = Faktor efisiensi

.13 Daya Dukung Lateral

Beban lateral dan momen dapat bekerja pada pondasi tiang akibat gaya

gempa, gaya angin pada struktur atas, beban statik seperti misalnya tekanan aktif

pada abutment jembatan atau pada soldier pile. Untuk analisis, kondisi kepala tiang

dibedakan sebagai kondisi kepala tiang terjepit (fixed head) dan kepala tiang bebas

(free head).

Beban lateral yang diijinkan pada pondasi tiang diperoleh berdasarkan salah satu dari

dua kriteria:

1. Beban lateral ijin ditentukan dengan membagi beban ultimit dengan suatu

faktor keamanan.

2. Beban lateral ditentukan berdasarkan defleksi maksimum yang diijinkan.

.14 Penurunan

Dalam kelompok tiang (pile group) ujung tiang dihubungkan satu dengan

lainnya dengan poer (footing) yang kaku, sehingga merupakan satu kelompok yang

kokoh. Dengan poer ini diharapkan bila kelompok tiang dibebani secara merata akan

terjadi penurunan yang merata pula.

35
Menurut L.D. Wesley (“mekanika tanah”), penurunan kelompok tiang adalah

selalu lebih besar daripada penurunan tiang pancang tunggal terhadap beban yang

sama.sedangkan menurut A.R. Jumikis (Foundation Engineeringpe) penurunan

kelompok tiang adalah:

1. Dengan beban yang sama, penurunan kelompok tiang akan lebih besar bila

jumlah tiang bertambah.

2. Dengan memperbesar jarak antar tiang dalam kelompok tiang pancang maka

penurunan kelompok tiang akan berkurang. Dengan jarak antar tiang sama

dengan 6 x diameter tiang, maka penurunan kelompok tiang akan mendekati

penurunan tiang tunggal.

.14.1 Penurunan Elastik Tiang

Penurunan tiang di bawah beban kerja vertikal (Qw ) disebabkan oleh tiga

faktor sebagai berikut:

S=S 1+ S 2+ S 3……………………………………………………(2.28)

Dimana:

S = Penurunan tiang total

S1 = Penurunan batang tiang

S2 = Penurunan tiang akibat beban titik

S3 = Penurunan tiang akibat beban tersalur sepanjang batang

36
Berikut ini adalah prosedur untuk menentukan ketiga faktor penurunan tiang

di atas.

1. Menentukan S1

Jika diasumsikan bahwa bahan tiang adalah elastic, maka deformasi batang tiang

dapat dievaluasi dengan menggunakan prinsip-prinsip mekanika bahan:

( Qwp+Qws ) . L
S1= …………………………………………...(2.29)
Ap . Ep

Dimana:

Qwp = Beban yang dipikul ujung tiang di bawah kondisi beban

kerja

Qws = Beban yang dipikul kulit tiang di bawah kondisi beban

kerja

Ap = Luas penampang tiang

L = Panjang tiang

Ep = Modulus Young bahan tiang

Besarnya  bergantung pada sifat distribusi tahanan kulit sepanjang batang tiang.

Jika distribusi f adalah seragam atau parabola, seperti diperlihatkan pada gambar

empat persegi dan setengah lingkaran, nilai  adalah 0,5. Namun untuk distribusi

f dalam bentuk segitiga, nilai  adalah 0,67.

37
Gambar 2.12 Jenis Distribusi Tahanan Kulit Sepanjang Tiang
(Sumber: Das, Braja M. Principles of Foundation Engineering)

2. Menentukan S2

Penurunan tiang yang ditimbulkan oleh beban pada ujung tiang dapat dinyatakan

dalam bentuk yang sama seperti yang diberikan dalam pondasi dangkal:

(1−s 2)Iwp
S2=q℘ . D …………………………………...(2.30)
Es

qwp = Qwp / Ap…………………………...…………(2.31)

Dimana:

D = Lebar atau diameter tiang

Es = Modulus Young tanah

q℘ =Beban titik per satuan luas ujung tiang

s = Nisbah poison tanah

Iwp = Faktor pengaruh

Untuk tujuan praktis Iwp dapat ditentukan sama dengan  sebagaimana

digunakan pada penurunan elastis pondasi dangkal. Dalam keadaan tidak adanya

38
hasil eksperimen, nilai modulus Young dan nisbah poison dapat diperoleh dari

Tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2. Parameter Elastik Tanah

Modulus Young, ES Nisbah Poison,


Jenis Tanah
MN/m 2
Ib/in 2 s
Pasir Lepas 10.35 – 24.15 1500 – 3500 0.20 – 0.40
Pasir padat medium 17.25 – 27.60 2500 – 4000 0.25 – 0.40
Pasir padat 34.50 – 55.20 5000 – 8000 0.30 – 0.40
Pasir kelanauan 10.35 – 17.25 1500 – 2500 0.20 – 0.40
Pasir dan kerikil 69.00 – 10000 – 25000 0.15 – 0.40
172.50
Lempung lunak 2.07 – 25.18 300 – 750
Lempung medium 5.18 – 10.35 750 – 1500 0.20 – 0.50
Lempung kaku 10.35 – 24.15 1500 - 3500
(Sumber: Simatupang, Pintor Tua, Modul Kuliah Rekayasa Pondasi II)

Vesic (1977) juga mengajukan suatu metode semi empiris untuk menentukan

besarnya penurunan S2. Metode ini dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:

Q℘ .Cp
S2= ………………………….…………….......………(2.32)
D. q p

Dimana:

39
qp = Tahanan ujung batas tiang

Cp = Koefisien empiris

Nilai Cp untuk berbagai jenis tanah diberikan pada Tabel 2.3 berikut:

Tabel 2.3 Nilai Tipikal Koefisien Empiris (Cp)


Jenis Tanah Tiang Pancang Tiang Bor
Pasir (padat ke lepas) 0,02 – 0,04 0,09 – 0,18
Lempung (kaku ke lunak) 0,02 – 0,03 0,03 – 0,06
Lanau (padat ke lepas) 0,03 – 0,05 0,09 – 0,12
(Sumber: Vesic, 1977. Design of Pile Foundation)

3. Menentukan S3

Penurunan tiang yang ditimbulkan oleh pembebanan pada kulit tiang dapat

diberikan dengan persamaan berikut:

S3=(Qws / p l )¿)……......…………………(2.33)

Dimana:

p = Keliling tiang

l = Panjang tiang yang terbenam

I ws = Faktor pengaruh

40
Perlu dicatat bahwa suku Q ws / p l pada persamaan di atas adalah nilai rata-rata f

di sepanjang batang tiang. Faktor pengaruh Iws dapat dinyatakan dengan sebuah

hubungan empiris yang sederhana sebagai berikut:

I ws =2+ 0,35(L/ D)…………………………………(2.34)

Vesic (1977) juga mengajukan sebuah hubungan empiris sederhana untuk

menentukan S3 sebagai berikut:

Qws C s
S3= q p…………………………………………...(2.35)
l

Dimana:

[
C s = Sebuah konstanta empiris = 0,93+0,16 ( DL )] C p

Tabel 2.4 Batas Penurunan Maksimum


Batas Penurunan maksimum
Jenis Pondasi
(mm)
Pondasi terpisah pada tanah lempung 65
Pondasi terpisah pada tanah pasir 40
Pondasi rakit pada tanah lempung 65 – 100
Pondasi rakit pada tanah pasir 40 – 65
(Sumber: Skempton dan Mac. Donald, 1955)

.15 Faktor Keamanan

Faktor keamanan (FK) merupakan nilai banding antara beban layan dengan

kekuatan bahan. Namun kedua besaran banding ini tidak diketahui secara pasti,

sehingga peraturan atau pengalaman sangat diutamakan untuk mendapatkan nilai

yang sesuai. Dalam perencanaan pondasi, nilai faktor keamanan didapat dengan

41
membagi gaya yang dapat ditahan oleh tiang daya dukung ultimit, sehingga diperoleh

daya dukung yang diizinkan.

Besarnya beban yang bekerja harus lebih kecil dari daya dukung ijin tersebut

agar pondasi dapat dinyatakan “aman” untuk memikul beban.

Pernyataan di atas dapat dicontohkan dengan mencari faktor keamanan untuk

gaya lateral yaitu:

Tahanan Lateral ( daya dukung ijin ) ultimit


FK= > 1.10
Gaya Lateral Ultimit

Pada perencanaan struktur untuk menentukan besarnya faktor keamanan

didasarkan pada asumsi bahwa beban yang akan bekerja pada struktur yang akan

direncanakan melebihi dari sebenarnya, atau biasa disebut dengan beban berfaktor.

Sedangkan desain kekuatan bahan diasumsikan bahwa struktur yang direncanakan

memiliki kekuatan yang lebih kecil dari yang sebenarnya, atau biasa disebut dengan

faktor pengurangan/reduksi kekuatan bahan.

Menurut Tomlinson (1977), pada perencanaan pondasi tiang pancang nilai

faktor keamanan diberikan dengan alasan-alasan sebagai berikut:

1. Variasi alami dari kekuatan dan kepadatan tanah

2. Ketidak pastian metode yang digunakan dalam perhitungan

3. Untuk memastikan bahwa tegangan yang bekerja pada bahan pembuat pondasi

tiang berada dalam batas aman.

4. Untuk memastikan penurunan total dari tiang tunggal maupun kelompok berada

dalam batas toleransi.

42
Untuk menentukan faktor keamanan dapat digunakan klasifikasi struktur

menurut Pugsley (1966) sebagai berikut:

1. Bangunan monumental, umumnya memiliki umur rencana 100 tahun.

2. Bangunan permanen, umumnya memikiki umur rencana 50 tahun.

3. Bangunan sementara, umur rencana kurang dari 25 tahun bahkan mungkin hanya

beberapa saat selama konstruksi.

Semakin besar umur rencana suatu bangunan, maka akan digunakan factor

keamanan yang lebih besar, dan sebaliknya. Karena faktor keamanan erat kaitannya

dengan keselamatan manusia.

Faktor-faktor lain kemudian ditentukan berdasarkan tingkat pengendaliannya

pada saat konstruksi:

1. Pengendalian baik, kondisi tanah cukup homogen dan konstruksi didasarkan

pada program penyelidikan tanah dengana tingkat professional.

2. Pengendalian normal, situasi sama dengana kondisi di atas hanya saja keadaan

tanah bervariasi dan tidak tersedia data pengujian tiang.

3. Pengendalian kurang, tidak ada uji pembebanan, kondisi tanah sulit dan

bervariasi, tetapi pengujian tanah dilakukan dengan baik. Pengawasan kurang.

4. Pengendalian buruk, kondisi tanah amat buruk dan sukar ditentukan penyelidikan

tanah tidak memadai.

Tabel 2.5 Faktor Keamanan untuk Pondasi Tiang

Bangunan Bangunan Bangunan


Klasifikasi Struktur
Monumental Permanen Sementara

43
Probabilitas kegagalan yang
10-5 10-4 10-3
dapat diterima
FK (Pengendalian baik) 2.3 2 1.4
Fk (Pengendalian normal
3 2.5 2.0
kurang)
FK (Pengendalian kurang) 3.5 2.8 2.3
FK (Pengendalian buruk) 4 3.4 2.8
(Sumber: Simatupang, Pintor Tua, Modul Kuliah Rekayasa Pondasi II)

.16 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Dari Hasil Kalendering

Untuk perencanaan daya dukung tiang pancang dari hasil calendering ada tiga

metode yang digunakan, yaitu metode Danish Formula, metode Hilley Formula dan

metode modified New ENR.

Formula Danish banyak digunakan untuk menentukan apakah suatu tiang

pancang tunggal telah mencapai daya dukung yang cukup pada kedalaman tertentu,

walaupun pada prakteknya kedalaman dan daya dukung tiang telah ditentukan

sebelumnya. Kapasitas daya dukung tiang berdasarkan metode Danish Formula

adalah:

E
P u=
EL ………………………………………………….....….
(
S+
2 A Ep )
0,5

(2.36)

Dimana:

Pu = Kapasitas daya dukung ultimate tiang.

44
η = Effisiensi alat pancang.

E = Energi alat pancang yang digunakan.

S = Banyaknya penetrasi pukulan diambil dari kalendering


dilapangan.

A = Luas penampang tiang pancang.

Ep = Modulus elastis tiang

Tabel 2.6 Effisiensi jenis alat pancang

Jenis Alat Pancang Effisiensi

Pemukul jatuh (drop hammer) 0.75 - 1.00


Pemukul aksi tunggal (single acting hammer) 0.75 - 0.85
Pemukul aksi double (double acting hammer) 0.85
Pemukul diesel (diesel hammer) 0.85 - 1.00
(Sumber: Teknik Pondasi 2, Hardiyatmo, Hary Christady, 2003)

Tabel 2.7 Karakteristik alat pancang diesel hammer

Tenaga Hammer Jumlah. Berat Balok Besi Panjang


Type Pukulan
kN-m Kip-ft Kg-cm Permenit kN Kips Kg

K 150 379.9 280 3872940 45 - 60 147.2 33.11 15014.4


K 60 143.2 105.6 1460640 42 - 60 58.7 13.2 5987.4
K 45 123.5 91.1 1259700 39 - 60 44 9.9 4480
K 35 96 70.8 979200 39 - 60 34.3 7.7 3498.6
K 25 68.8 50.7 701760 39 - 60 24.5 5.5 2499

45
(Sumber: Buku Katalog KOBE Diesel Hammer)

Tabel 2.8 Nilai-nilai k1

Nilai k1 (mm), untuk tegangan


akibat pukulan pemancangan di
Bahan Tiang kepala tiang
3.5
7Mpa 10.5MPa 14Mpa
MPa
Tiang baja atau pipa langsung pada kepala
0 0 0 0
tiang
Tiang langsung pada kepala tiang 1.3 2.5 3.8 5
Tiang beton pracetak dengan 75 – 110 mm
3 6 9 12.5
bantalan didalam cap
Baja tertutup cap yang berisi bantalan kayu
1 2 3 4
untukl tiang baja H atau tiang pipa
Piringan fiber 5 mm diantara dua pelat baja
0.5 1 1.5 2
10 mm
(Sumber: Chellis, 1961)

Tabel 2.9 Nilai Efisiensi eh

Type Efisiensi (eh)


Pemukul Jatuh (Drop Hammer) 0.75 – 1.0
Pemukul Aksi Tunggal (Single Acting Hammer) 0.75 – 0.85

46
Pemukul Aksi Dobel (Double Acting Hammer) 0.85
Pemukul Diesel (Diesel Hammer) 0.85 – 1.0
(Sumber: Bowles, 1991)

Tabel 2.10 Koefisien restitusi n (Bowles, 1991)

Material N
Broomed wood 0
Tiang kayu padat pada tiang 0.25
Bantalan kayu padat pada tiang 0.32
Bantalan kayu padat pada alas tiang 0.40
Landasan baja pada baja pada tiang baja atau beton 0.50
Pemukul besi cor pada tiang beton tanpa penutup (cap) 0.40
(Sumber: Bowles, 1991)

Metode modified New ENR juga banyak digunakan untuk menentukan apakah

suatu tiang pancang tunggal telah mencapai daya dukung yang cukup pada

kedalaman tertentu, walaupun pada prakteknya kedalaman dan daya dukung tiang

telah ditentukan sebelumnya. Kapasitas daya dukung tiang berdasarkan metode

modified New ENR

adalah :

EWg h Wg+ n2 +Wg


Q u= ( S +c)(
Wg +℘
)…………………………………………(2.37)

Dimana:

47
E = Effisiensi hammer

C = 0.254 cm untuk unit S dan h dalam cm

Wp = Berat tiang

WR = Berat hammer

N = koef. Restitusi antara ram dan pile cap

H = tinggi jatuh

WR x h = Energi palu

SF yang direkomendasikan = 3

Cara pengambilan grafik data kalendering hasil pemancangan tiang adalah:

1. Kertas grafik ditempelkan pada dinding tiang pemancang sebelum tiang

tertanam keseluruhan dan proses pemancangan belum selesai.

2. Kemudian alat tulis diletakkan diatas sokongan kayu dengan tujuan agar alat

tulis tidak bergerak pada saat penggambaran grafik penurunan tiang kekertas

grafik ketika berlangsung pemancangan tiang.

3. Pengambilan data ini diambil pada saat kira-kira penurunan tiang pancang mulai

stabil

4. Hasil kalendering pemancangan tiang yang diambil pada 10 pukulan terakhir,

kemudian dirata-ratakan sehingga diperoleh penetrasi titik perpukulan (s).

Metode Gates juga sering dipergunakan dalam perhitungan daya dukung tiang

karena formula ini sederhana dan dapat dipergunakan dilapangan dengan cepat.

Metode ini digunakan dengan rumus:

48
Pu= √a eh Eb ¿ ¿…………………………………………….....…….(2.38)

Pu
Puijin = ………………………………...……………………………,,..(2.39)
SF

Dimana:

Pu = Kapasitas daya dukung ultimate tiang.

Pijin = Daya dukung ijin tiang pancang.

a = Konstanta.

b = Konstanta.

eh = Effisien baru. Eb = Energi alat pancang

s = Banyaknya penetrasi pukulan diambil dari

kalendering dilapangan.

SF = Faktor keamanan (3-6) untuk metode ini.

49
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian beralamat di Kawasan pasar segiri Samarinda jalan


Perniagaan kota Samarinda seperti terlihat pada Gambar 3.1 di bawah ini.

LOKASI
LOKASI PENELITIAN
PENELITIAN

50
Gambar 3.1 lokasi Penelitian

3.2 Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data berupa data primer dan data
sekunder.

3.2.1 Data primer

Dalam penelitian ini penulis mendapatkan data-data yang diperlukan untuk


menyelesaikan tugas akhir dari PT. WASKITA UTAMA selaku konsultan perencana,
CV.BINA CIPTA CONSULTAN selaku konsultan pengawas dan PT. ABEL
BERSAUDARA selaku kontraktor pelaksana, data lapangan yang diambil adalah
data-data dari proyek jembatan perniagaan kota Samarinda yang sesungguhnya
seperti terlihat pada Tabel 3.1 berikut :

Tabel 3.1 Data–Data Primer

No. Perusahaan Jenis Data No. Lanpiran

a. Gambar Design Lampiran 1


1. PT. WASKITA UTAMA
b. Data Penyelidikan Tanah Lampiran 2

a. As Built Drawing Lampiran 3


2. CV. BINA CIPTA CONSULTANT
b. Foto Dokumentasi Lampiran 4

a. Data Kalendering Lampiran 5


3. PT. ABEL BERSAUDARA
b. Jenis & Kafasitas Alat Pancang Lampiran 6

3.3.2 Data Sekunder

Dalam penelitian ini penulis mendapatkan data dari buku-buku referensi yang
diperlukan untuk menyelesaikan tugas akhir.

51
52
3.3 Bagan Alur Penulisan

Mulai

Permasalahan

Data-Data Pendukung:
Lokasi Jembatan
Penampang Sungai
Bentang Jembatan
Pengujian Tanah Data Lapangan:
Kalendering Tiap Tiang Pancang

Pembebanan

PerhitunganPerhitungan
Beban MatiStabilitas
& Beban Geser,
Hidup Guling
Perhitungan Tiang&Pancang
Daya Dukung Tanahukuran & Kedalaman Tanah)
(Pemilihan

Perhitungan Daya Dukung Tiap Tiang Pancang

Pem
bah Tidak

Beban < Daya Dukung


Beban > Daya Dukung
asan
Ya

Beban Tiap Tiang Pancang


 

Kesimpulan

AMAN TIDAK AMAN

Gambar 3.2 Bagan alur penulisan

53
3.4 Waktu Penelitian

Untuk menyelesaikan penelitian tugas akhir ini, penulis merencanakan waktu


seperti pada Tabel 3.2 di bawah ini.

Table 3.2 Rencana Waktu Penelitian

3.5 Teknik Analisis Data

a) Dalam penelitian ini penulis menganalisa secara manual data-data yang telah
didapat dengan menggunakan formula yang ada.
b) Selanjutnya penulis mengadakan analisa terhadap hasil perhitungan yang
dilakukan dan membuat kesimpulan.

54

Anda mungkin juga menyukai