Oleh
DEDI PIRDAUS 04112682024001
RUMI RAHMADANI SAPUTRI 04112682024002
AMRINA ROSYADA 04112682024003
SHINTA AYUNI WULANDARI 04112682024013
- Mikrofilamen
Mikrofilamen merupakan rantai ganda protein yang saling bertautan dan tipis,
termasuk protein yang disebut sebagai miosin (seperti otot) dan aktin (protein globular).
Mikrofilamen dengan diameter sekitar 7 nm, mikrofilamen hadir dalam sel eukariotik.
Mikrofilamen biasanya menyebar di bawah membran plasma.
Mikrofilamen tersebut yakni mempunyai suatu bentuk seperti batang padat dan berisi
rantai aktin bulat, halus dan tipis (7 nm). Panjang mikrofilamen bervariasi. Mikrofilamen
terdiri dari molekul molekul.
Ribuan filamen disusun secara paralel dalam sel otot yang lebih tebal dengan filamen
yang lebih tebal daripada protein yang disebut myosin. Mikrofilamen mengandung
banyak enzim oksidase dan katalase (banyak di antaranya disimpan terhadap sel hati).
- Filamen Intermediate
Filamen intermediat merupakan bagian dari kerangka sel (sitoskeleton) yang
memiliki diameter antara 8 hingga 12 nm, lebih besar daripada diameter mikrofilamen
tetapi lebih kecil daripada diameter mikrotubula, yang fungsinya untuk menahan tarikan
(seperti mikrotubula). Filamen intermediet terdiri dari berbagai jenis yang setiap jenisnya
disusun dari subunit molekuler berbeda dari keluarga protein yang beragam yang disebut
keratin. Mikrotubula dan mikrofilamen, sebaliknya mempunyai diameter dan komposisi
yang sama di seluruh sel eukariot. Dibandingkan mikrofilamen dan mikrotubula yang
sering dibongkar-pasang dalam berbagai macam bagian sel. Filamen intermediet
termasuk peralatan sel yang lebih permanen. Perlakuan kimiawi yang memindahkan
mikrofilamen dan mikrotubula dari sitoplasma meninggalkan jalinan filamen intermediet
yang mempertahankan bentuk aslinya. Berbagai jenis filamen intermediet kemungkinan
berfungsi sebagai kerangka keseluruhan sitoskeleton.
B. FUNGSI
- Mikrotubulus
a. Sebagai tempat untuk melakukan migrasi sel
Dalam suatu penelitian, mirotubulus berperan dalam migrasi sel. Ini terlihat dari berbagai
cara kerja mikrotubulus. Mikrotubulus berperan sebagai truts yang berperan dalam
melawan kontraktibilitas dari sel selama pergerakan sel. Hal dibuktikan ketika
mikrotubulus menjalar di tepi sel. Tepi sel itu bersifat dinamis namun mikrotubulus dapat
dirombak sehingga terjadi retraksi. Ketika dinamika semakin kuat, maka mikrotubulus
tidak dapat dirombak karena melawan kekuatan kontraktil sel. Sehingga mikrotubulus
berperan dalam pergerakan dan membentuk alur.
b. Sebagai tempat pembentukan alur pembelahan
Fungsi ini terdapat pada pembelahan mitosis dan meiosis. Mikrotubulus berperan sebagai
organel yang menarik kromosom menuju ke kutub berlawanan selama terjadi pembelahan
sel
c. Sebagai kerangka sel
Pergerakan atau dinamika subunit tubulin dalam tubuh organisme, khususnya untuk
sistem saraf pada vertebrata tingkat tinggi mampu dikontrol dengan baik bersamaan
dengan komponen-komponen protein lainnya (MAP)
d. Sebagai penggerak silia maupun flagela
Silia dan flagela merupakan juluran dari nukleus mikrotubulus (disebut MTOC). Oleh
karena itu, salah satu protein motorik dari MTOC yaitu protein dynein yang terdapat pada
untaian mikrotubulus sepanjang silia dan flagella mampu mendorong dan memberikan
pergerakan untuk berenang
e. Berperan dalam ekspresi sifat
Ini merupakan hubungan yang jelas dimana kromosom merupakan perintah dan
pembentuk sifat, maka media pembentukan sifat salah satunya yaitu mikrotubula pada
sitoskeleton.
- Mikrofilamen
a. Menjaga dan mepertahankan bentuk sel sepanjang mikrotubul
b. Mikrofilamen biasanya membentuk jaringan sub membran plasma untuk mendukung
bentuk sel
c. Kontraksi otot (filament aktin bergantian dengan serat yang lebih tebal dari myosin,
membentuk protein motor, dalam jaringan otot)
d. Siklosis (pergerakan komponen sitoplasma di dalam sel)
e. Pergerakan “amuboid” dan fagositosis
f. Bertanggung jawab untuk pemutusan galur pada sitokinesis hewan
g. Mikrofilamen berperan dalam pergerakan sel dan peroksisom (Badan Mikro).
Organel ini senantiasa berasosiasi dengan organel lain, dan banyak mengandung
enzim oksidase dan katalase (banyak disimpan dalam sel-sel hati).
h. Pengaliran sitoplasma
i. Motilitas sel (seperti pada psuedopodia)
j. Pembelahan dan perubahan bentuk sel
- Filamen Intermediate
a. Memperkuat bentuk sel
b. Menjaga kesetabilan posisi organel sel tertentu
c. Tempat bertautnya nukleus
d. Membentuk lamina nukleus yang melapisi bagian dalam selubung nukleus
Konsentrasi actin dan tubulin dikontrol secara ketat karena efek kritisnya pada dinamika
sitskeletal. Dalam sel hewan, sintesis tubulin diatur oleh mekanisme umpan balik autoregulasi
yang dapat merasakan konsentrasi heterodimer tubulin untuk mengatur stabilitas ɑ-tubulin, dan
mRNAs β-tubulin. Mirip dengan hewan, sintesis tubulin dalam metazoa juga diatur secara
otomatis karena pengaruh kritisnya. Penelitian telah menunjukkan bahwa overexpression of β-
tubulin di Saccharomyces cerevisiae mengarah pada fungsi mikrotuble abnormal dan
pertumbuhan yang lambat.
Actin overexpression disebabkan oleh mekanisme umpan balik yang tidak lengkap yang
sensitif terhadap konsentrasi monomer actin dapat dicegah dengan adanya wilayah actin mRNA
3' yang tidak diterjemahkan.
D. MEKANISME KERJA
Keseluruhan mekanisme pergerakan sel membutuhkan bahan bakar berupa ATP yang
dikonversikan dalam energi gerak. Sel memiliki dua hal penting dalam pergerakannya, yaitu
1) mekanisme pergerakan dengan adanya mikrofilamen dan mikrotubul yang
bertanggungjawab untuk banyak perubahan bentuk sel, serta 2) mekanisme gerak yang
dipelopori oleh adanya enzim yang disebut protein motor. Protein tersebut menggunakan
ATP sebagai energi untuk membantu pergerakan banyak organel sepanjang mikrofilamen
atau mikrotubul. Secara keseluruhan penyusun serabut sitoskeleton terdapat tiga bentuk
utama, yaitu: mikrotubul, mikrofilamen, dan filamen intermediate.
- Mekanisme mikrotubule
Dalam mikrotubul terjadi interaksi secara lateral dan longitudinal antara subunit
tubulin yang bertanggungjawab untuk membangun bentuk tubulernya. Masing-masing
protofilamen akan tersusun ulang setiap 8nm. Interaksi lateral yang membentuk
protofilamen akan berasosiasi per bagian menjadi lembaran yang memutar menjadi
silinder-yaitu sebuah mikrotubul. Kepala hingga ekor dengan struktur α dan β tubulin
monomer dalam protofilament tersebut menyusun dinding mikrotubul sehingga memiliki
polaritas. Mikrotubul dalam sel dapat meliputi bentuk singlet, doublet (cilia, flagella), dan
triplet (basal bodi, dan sentriol).
Dalam banyak sel, mikrotubulus tumbuh dari sentrosom, suatu daerah yang terletak
dekat nukleus. Mikrotubulus memanjang dengan menambah molekul tubulin di ujung-
ujungnya. Tubulin dapat berpolimerisasi membentuk mikrotubulus. Percobaan
polimerisasi dapat dibuat dengan campuran tubulin, larutan penyangga, dan GTP pada
suhu 37 °C. Dalam tahapannya, jumlah polimer mikrotubulus mengikuti kurva sigmoid.
Pada fase lag, tiap molekul tubulin berasosiasi untuk membentuk agregat yang agak
stabil. Beberapa di antaranya berlanjut membentuk mikrotubulus. Saat elongasi, tiap
subunit berikatan dengan ujung ujung mikrotubulus. Saat fase plato, (mirip fase log pada
pembelahan sel), polimerisasi dan depolimerisasi berlangsung secara seimbang karena
jumlah tubulin bebas yang ada pas-pasan.
- Mekanisme mikrofilamen
Aktin terdiri dari monomer globular yang disebut G-aktin dan filamen polimer yang
disebut F-aktin. Masing-masing molekul aktin tersebut berisi ion Mg2+ yang secara
kompleks berikatan dengan ATP atau ADP. Keberadaan ATP dan ADP yang terikat
dengan Gaktin menyempurnakan konfronmasi protein sebagai molekul nukleotida yang
memiliki fungsi. Kenyataannya, tanpa ikatan nukleotida G aktin akan terdenaturasi
dengan cepat.
Kondisi keberadaan ion-ion Mg2+, K+ , atau Na+ dalam larutan di sekitar Gaktin
akan menginduksi polimerisasi G-aktin menjadi filamen F-aktin. Proses ini dapat berbalik
dengan terurainya F-aktin menjadi G-aktin ketika kondisi ion dalam larutan sekitar
menurun. Kemampuan perubahan tersebut menjadi hal penting dalam struktur aktin
secara keseluruhan, dan berpengaruh terhadap pergerakan sel.
Filamen aktin dibutuhkan di banyak tempat dalam sel yang akan terorganisasi
membentuk sitoskeleton dan tidak mengalami perubahan, seperti sarkomer otot atau yang
terdapat pada membran eritrosit. Kondisi polimerisasi dan depolarisasi aktin pada sel
menjadikan penyebab adanya banyak jenis pergerakan pada sel. Aktin membentuk
jaringan dalam sel dan saling melintas secara teratur sesuai kebutuhan dan jenis sel.
Selain aktin dalam pergerakan sel terdapat struktur yang disebut myosin yang terdiri dari
satu atau dua rantai polimer protein yang secara umum akan mengatur banyak fungsi
pergerakan. Myosin memiliki struktur kepala, leher, dan ekor yang ditemukan pada
banyak jenis myosin.
Pergerakan sel memiliki banyak variasi dan menjelaskan bahwa jenis filamen aktin
dengan myosin mengatur pergerakan tertentu, seperti cytokinesis dan kontraksi otot.
Pergerakan sel yang lain adalah transport vesikula, pembentukan membran, dan
pergerakan kromosom, yang akan membutuhkan jenis myosin yang lain, atau 54
polimerisasi aktin. Kontraksi, merupakan jenis pergerakan sel yang merupakan hasil dari
interaksi aktin dan myosin II, dan banyak terdapat pada sel-sel otot skeletal. Struktur
myosin yang beragam dengan berat molekul, ukuran, serta aktivitas pergerakannya dalam
sel
- Mekanisme Filamen intermediate
Dibandingkan mikrofilamen dan mikrotubula yang sering dibongkar-pasang dalam
berbagai macam bagian sel. Filamen intermediet termasuk peralatan sel yang lebih
permanen. Perlakuan kimiawi yang memindahkan mikrofilamen dan mikrotubula dari
sitoplasma meninggalkan jalinan filamen intermediet yang mempertahankan bentuk
aslinya.
Pada vertebrata komposisi FI merupakan famili α protein helical yang ditemukan
dalam sitoplasma jaringan yang berbeda dan dalam membran inti. FI memiliki banyak
subunit molekuler berbeda dari keluarga protein dengan berat molekul beragam yang
disebut lamina, dengan tiga jenis lamina yaitu A, B, dan C yang spesial terdapat dalam
inti. Jenis FI yang lain adalah keratin yang banyak terdapat pada sel-sel epitel.
E. ASPEK PATOLOGIS
Penyimpangan protein sitoskeletal adalah penyebabnya alasan untuk banyak fenotipe
patologis. Tidak mengejutkan bahwa modifikasi dalam sel yang begitu penting struktur lar
mengarah pada kondisi patologis. Memang, banyak penyakit sekarang telah dikaitkan dengan
kelainan- malitas dalam protein sitoskeletal dan nukleoskeletal, termasuk beberapa sindrom
penyakit kardiovaskular, neurodegeneration, kanker (invasi), sirosis hati, fibrosis paru dan
kulit melepuh (Ramaekers, 2004).
Berdasarkan (Rimbun, 2015) membahas tentang struktur dan peran sitoskeleton
pada eritrosit. Eritrosit merupakan sel darah yang bertanggung jawab terhadap transpor
oksigen (O2) ke seluruh jaringan tubuh dan transpor karbondioksida (CO2) dari seluruh
jaringan tubuh. Sepanjang 120 hari hidupnya, tiap eritrosit melalui seluruh sistem
vaskular sedikitnya 100.000 kali, termasuk harus melewati pembuluh kapiler yang
diameternya lebih kecil dari diameter eritrosit. Untuk memudahkan fungsi ini, eritrosit
harus memiliki bentuk lentur dan dapat menahan kekuatan geseran yang besar. Membran
eritrosit dan sitoskeleton memegang peranan penting untuk mempertahankan integritas
struktur dan fungsi eritrosit.
Sitoplasma sel eukariota mengandung sitoskeleton berupa jaringan anyaman
filamen-filamen protein yang cukup rumit. Sitoskeleton bertanggung jawab untuk
mempertahankan morfologi sel. Selain itu, sitoskeleton juga berpartisipasi dalam
pergerakan dalam sel, baik pergerakan organelorganel di dalam sitoplasma, pergerakan
suatu daerah pada sel, maupun pergerakan keseluruhan dari sel tersebut Pada dasarnya
seluruh sel eukariota mengandung tiga jenis komponen filamen, yaitu filamen aktin
(disebut juga mikrofilamen), mikrotubulus, dan intermediet filamen. Masing-masing
komponen filamen tersebut dapat dibedakan secara biokimia bentuk sel, memungkinkan
adanya pergerakan organel, pergerakan kromosom, dan pergerakan sel itu sendiri
Defek pada komponen sitoskeleton eritrosit menyebabkan beberapa penyakit yang
ditandai perubahan bentuk abnormal eritrosit, contoh hereditary spherocytosis dan
hereditary elliptocytosis. Pada penyakit ini, eritrosit menjadi rentan dan mengalami
penurunan kemampuan transport oksigen (hanya dapat membawa lebih sedikit oksigen
dibanding eritrosit normal). Spherocytosis akan dihancurkan di limpa, sehingga terjadi
anemia hemolitik.
Hereditary spherocytosis (HS) merupakan penyakit yang disebabkan karena
kelainan genetik autosomal dominan yang ditemukan pada 1:5000 orang populasi kulit
putih di Amerika Utara. HS ditandai dengan adanya sferosit pada darah tepi, yaitu sel
darah merah lebih kecil, lebih gelap, dan berbentuk sferis, sehingga luas permukaan
sferosit lebih kecil daripada eritrosit normal dan lain dari penderita HS antara lain
terdapat gejala anemia hemolitik dan pembesaran limpa, karena sferosit mudah
dihancurkan oleh sistem retikuloendotelial tubuh. HS dapat disembuhkan dengan
splenektomi, dengan harapan sferosit dapat tetap bertahan di dalam darah tanpa harus
dihancurkan oleh limpa. HS disebabkan karena berkurangnya jumlah atau abnormalitas
struktur dari spektrin yang menyebabkan spektrin tidak terikat sempurna pada protein
lain, sehingga struktur membran eritrosit menjadi tidak kuat dan menjadi berbentuk
sferis. Selain itu, HS juga disebabkan karena abnormalitas bentuk dari ankirin, protein
band 3, 4.1, dan 4.2.
Hereditary elliptocytosis merupakan penyakit genetik yang mirip dengan
Hereditary spherocytosis. Sel darah merah pada hereditary elliptocytosis berbentuk elips
atau lempengan. Kelainan bentuk sel darah merah ini juga disebabkan terutama karena
abnormalitas dari spektrin, dimana heterodimer tidak dapat membentuk tetramer, Selain
itu juga terdapat abnormalitas dari protein 4.1 atau glycophorin C
DAFTAR PUSTAKA
Rimbun. 2015. Struktur dan Peran Sitoskeleton pada Eritrosit. Biomorfologi. (28)2:38-45.
Ramaekers, Frans CS., Bosman, Fred T. 2004. The Cytoskeleton and Desase. Journal
Of Pathology. 204: 351-354.
Lukitasari, Marheny. 2015. Buku Biologi Sel. Malang: Universitas Negeri Malang.