Anda di halaman 1dari 12

SITOSKELETON

Oleh
DEDI PIRDAUS 04112682024001
RUMI RAHMADANI SAPUTRI 04112682024002
AMRINA ROSYADA 04112682024003
SHINTA AYUNI WULANDARI 04112682024013

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020
PENDAHALUAN
Sitoskeleton merupakan molekul struktural yang berperan dalam pemeliharaan bentuk
sel, dan menjaga struktur sel sehingga memungkinkan terjadinya pergerakan organel,
kromosom, silia, maupun pergerakan sel itu sendiri.
Sel-sel eukariotik yang berada dalam suatu jaringan akan membutuhkan konstraksi sel-sel
otot, perpanjangan sel-sel syaraf, penonjolan bagian sel untuk berbagai fungsi, serta
membentuk dan mengatur pemisahan bagian sel saat mitosis. Dalam berbagai aktivitas
tersebut, maka dibutuhkan perpindahan oleh sel, yang meliputi pembagian kromosom,
pengaliran sitosol, serta transport membran vesikula-vesikula, dan makromolekul.
Pergerakan internal sel tersebut merupakan bagian penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan sel yang membutuhkan mekanisme kerja dari bagian yang disebut
sitoskeleton, yaitu serabut-serabut dalam sel yang membantu dalam pergerakan sel
bersangkutan. Sitoskeleton juga berperan penting dalam pengorganisasian struktur dan
aktivitas sel dengan fungsi terjelas adalah memberikan dukungan mekanis sel dan
mempertahankan bentuknya.
Seluruh filamen sitoskeleton adalah polimer yang panjang dari subunitsubunit protein.
Pengaturan kerjasama sistem sitoskeleton secara bersama-sama antar polimer atau secara
mandiri, akan mengontrol bentuk sel. pada banyak sel keberadaan sitoskeleton cenderung
stabil, tetapi pada sel yang lain bentuk akan mengalami perubahan secara terus menerus.
Pengurangan sitoskeleton pada beberapa bagian sel dan juga pertumbuhan pada bagian yang
lainnya dapat menjadikan perubahan bentuk dan menghasilkan pergerakan bagi sel. Misalkan
sel dapat mengirimkan keluar suatu bahan menuju ke permukaan sel atau kepada sel yang
lain dan kemudian menarik kembali badan sel dari yang lain pada akhirnya. Sel dapat
berpindah rata-rata pada jarak 20μm/ detik. Perpindahan tersebut terjadi manakala sel berada
pada fase perkembangan embrionik dari organisme-organisme multiseluler untuk menyusun
suatu jaringan dan selama proses pendewasaan, termasuk bertahan terhadap infeksi,
mentransportkan nutriens, dan juga menyembuhkan luka. Terdapat tiga tipe filamen
penyusun sitoskeleton yang memiliki karakteristik unik dan terdistribusi dalam sel, seperti
ditunjukkan pada gambar di bawah ini;
A. STRUKTUR
- Mikrotubul
Mikrotubulus merupakan sitoskeleton yang panjang, kaku, lurus, berbentuk silinder
berlubang dengan diameter dalam sebesar 15 nm dan diameter luar sebesar 25 nm. Tiap
mikrotubulus terdiri dari 13 protofilamen yang tersusun atas heterodimer dari subunit α-
dan β- tubulin. Polimerisasi dari heterodimer tersebut membutuhkan ion magnesium
(Mg2+) dan Guanosine Triphosphate (GTP), serta beberapa macam protein tertentu, yang
disebut microtubule-associated proteins (MAPs). MAPs selain berpengaruh dalam
pertambahan panjang mikrotubulus, juga berperan dalam pergerakan organel dan vesikel
intraselular di sepanjang monorail mikrotubulus, dengan dua arah gerak yaitu menuju
ujung positif dan menuju ujung negatif.) Peran ini dimainkan oleh dua MAPs utama,
yaitu kinesin dan dynein. Dengan adanya ATP, kinesin membawa vesikel dan organel
menuju ke arah ujung positif dari mikrotubulus, sebaliknya, dynein ke arah ujung negatif
dari mikrotubulus.
Dalam menunjang pergerakan sel maka mikrotubul terorganisasi dalam aturan sistem
struktur spesial yang disebut microtubule-organizing center (MTOC). MTOC akan
memberikan arah untuk pergerakan vesikula, dan orientasi organel dalam sitoplasma. Hal
ini disebabkan karena transport vesikula dan organel bergerak sepanjang mikrotubul
sehingga MTOC bertanggungjawab untuk keseimbangan polaritas sel sekaligus proses
pembagian sitoplasma menjadi dua selama interfase dan mitosis sel.
Sel berisi dua populasi mikrotubul, yaitu pada kondisi stabil adalah mikrotubul yang
panjang dan kondisi tidak stabil yaitu mikrotubul yang pendek. Mikrotubul tersebut
termasuk silia dan flagel, yang merupakan perpanjangan dari membran plasma sebagai
bagian yang melewati permukaan epitel untuk membantu sperma berenang, atau
mendorong sel telur keluar menuju oviduct.
Struktur mikrotubul tersusun dari tubulin subunit yang terdiri dari heterodimer antara
α dan β tubulin. Keduanya memiliki 55.000 monomer yang ditemukan dalam sel
eukariotik dan tersusun secara tepat. Dalam mikrotubul terjadi interaksi secara lateral dan
longitudinal antara subunit tubulin yang bertanggungjawab untuk membangun bentuk
tubulernya. Hubungan longitudinal terjadi antara kontak akhir yang berbatasan dengan
bagian kepala menjadi struktur protofilamen. Masing-masing protofilamen akan tersusun
ulang setiap 8nm. Interaksi lateral yang membentuk protofilamen akan berasosiasi per
bagian menjadi lembaran yang memutar menjadi silinder-yaitu sebuah mikrotubul.
Kepala hingga ekor dengan struktur α dan β tubulin monomer dalam protofilament
tersebut menyusun dinding mikrotubul sehingga memiliki polaritas. Mikrotubul dalam sel
dapat meliputi bentuk singlet, doublet (cilia, flagella), dan triplet (basal bodi, dan
sentriol).

- Mikrofilamen
Mikrofilamen merupakan rantai ganda protein yang saling bertautan dan tipis,
termasuk protein yang disebut sebagai miosin (seperti otot) dan aktin (protein globular).
Mikrofilamen dengan diameter sekitar 7 nm, mikrofilamen hadir dalam sel eukariotik.
Mikrofilamen biasanya menyebar di bawah membran plasma.
Mikrofilamen tersebut yakni mempunyai suatu bentuk seperti batang padat dan berisi
rantai aktin bulat, halus dan tipis (7 nm). Panjang mikrofilamen bervariasi. Mikrofilamen
terdiri dari molekul molekul.
Ribuan filamen disusun secara paralel dalam sel otot yang lebih tebal dengan filamen
yang lebih tebal daripada protein yang disebut myosin. Mikrofilamen mengandung
banyak enzim oksidase dan katalase (banyak di antaranya disimpan terhadap sel hati).
- Filamen Intermediate
Filamen intermediat merupakan bagian dari kerangka sel (sitoskeleton) yang
memiliki diameter antara 8 hingga 12 nm, lebih besar daripada diameter mikrofilamen
tetapi lebih kecil daripada diameter mikrotubula, yang fungsinya untuk menahan tarikan
(seperti mikrotubula). Filamen intermediet terdiri dari berbagai jenis yang setiap jenisnya
disusun dari subunit molekuler berbeda dari keluarga protein yang beragam yang disebut
keratin. Mikrotubula dan mikrofilamen, sebaliknya mempunyai diameter dan komposisi
yang sama di seluruh sel eukariot. Dibandingkan mikrofilamen dan mikrotubula yang
sering dibongkar-pasang dalam berbagai macam bagian sel. Filamen intermediet
termasuk peralatan sel yang lebih permanen. Perlakuan kimiawi yang memindahkan
mikrofilamen dan mikrotubula dari sitoplasma meninggalkan jalinan filamen intermediet
yang mempertahankan bentuk aslinya. Berbagai jenis filamen intermediet kemungkinan
berfungsi sebagai kerangka keseluruhan sitoskeleton.
B. FUNGSI
- Mikrotubulus
a. Sebagai tempat untuk melakukan migrasi sel
Dalam suatu penelitian, mirotubulus berperan dalam migrasi sel. Ini terlihat dari berbagai
cara kerja mikrotubulus. Mikrotubulus berperan sebagai truts yang berperan dalam
melawan kontraktibilitas dari sel selama pergerakan sel. Hal dibuktikan ketika
mikrotubulus menjalar di tepi sel. Tepi sel itu bersifat dinamis namun mikrotubulus dapat
dirombak sehingga terjadi retraksi. Ketika dinamika semakin kuat, maka mikrotubulus
tidak dapat dirombak karena melawan kekuatan kontraktil sel. Sehingga mikrotubulus
berperan dalam pergerakan dan membentuk alur.
b. Sebagai tempat pembentukan alur pembelahan
Fungsi ini terdapat pada pembelahan mitosis dan meiosis. Mikrotubulus berperan sebagai
organel yang menarik kromosom menuju ke kutub berlawanan selama terjadi pembelahan
sel
c. Sebagai kerangka sel
Pergerakan atau dinamika subunit tubulin dalam tubuh organisme, khususnya untuk
sistem saraf pada vertebrata tingkat tinggi mampu dikontrol dengan baik bersamaan
dengan komponen-komponen protein lainnya (MAP)
d. Sebagai penggerak silia maupun flagela
Silia dan flagela merupakan juluran dari nukleus mikrotubulus (disebut MTOC). Oleh
karena itu, salah satu protein motorik dari MTOC yaitu protein dynein yang terdapat pada
untaian mikrotubulus sepanjang silia dan flagella mampu mendorong dan memberikan
pergerakan untuk berenang
e. Berperan dalam ekspresi sifat
Ini merupakan hubungan yang jelas dimana kromosom merupakan perintah dan
pembentuk sifat, maka media pembentukan sifat salah satunya yaitu mikrotubula pada
sitoskeleton.
- Mikrofilamen
a. Menjaga dan mepertahankan bentuk sel sepanjang mikrotubul
b. Mikrofilamen biasanya membentuk jaringan sub membran plasma untuk mendukung
bentuk sel
c. Kontraksi otot (filament aktin bergantian dengan serat yang lebih tebal dari myosin,
membentuk protein motor, dalam jaringan otot)
d. Siklosis (pergerakan komponen sitoplasma di dalam sel)
e. Pergerakan “amuboid” dan fagositosis
f. Bertanggung jawab untuk pemutusan galur pada sitokinesis hewan
g. Mikrofilamen berperan dalam pergerakan sel dan peroksisom (Badan Mikro).
Organel ini senantiasa berasosiasi dengan organel lain, dan banyak mengandung
enzim oksidase dan katalase (banyak disimpan dalam sel-sel hati).
h. Pengaliran sitoplasma
i. Motilitas sel (seperti pada psuedopodia)
j. Pembelahan dan perubahan bentuk sel
- Filamen Intermediate
a. Memperkuat bentuk sel
b. Menjaga kesetabilan posisi organel sel tertentu
c. Tempat bertautnya nukleus
d. Membentuk lamina nukleus yang melapisi bagian dalam selubung nukleus

C. AUTOREGULASI SINTESIS PROTEIN SITOKELETAL


Sitoskeleton sel memungkinkan sel untuk bergerak. Misalnya, cytoskeleton sel darah
putih memungkinkan mereka untuk memeras pembuluh darah. Sel-sel saraf yang tumbuh juga
dapat mengirim ekstensi yang memungkinkan mereka untuk memanjang. Mikrotubule
cytoskeleton silia dan flagella pada membran sel memungkinkan mereka untuk bergerak. Selain
itu, protein motorik yang menggunakan energi dari ATP dapat membantu dalam pergerakan sel
dan transportasi intraseluler dengan meluncur di sepanjang serat sitokeletal. Ada tiga jenis
protein motorik dalam cytoskeleton yang mencakup myosin, kinesin dan dyneins. Kinesins
seringkali membawa vesikel dari dalam sel ke pinggiran. Jika kinesin bermutasi, maka
kemungkinan ada gangguan saraf. KIF1β adalah salah satu gangguan yang dihasilkan dari
kinesin yang bermutasi. Ini menyebabkan kurangnya kekuatan di lengan dan kaki. Dynein, di
tangan yang berlawanan, membawa vesikel dari pinggiran kembali ke dalam sel. Protein motorik
mengubah energi menjadi gerakan dan yang ditemukan dalam penggunaan cytoskeleton yang
disimpan ATP. Myosins memungkinkan untuk kontraksi otot. Kinesins memungkinkan untuk
gerakan sepanjang mikrotubules sebagai dyneins membantu dengan gerakan whiplike dari
bundel mikrotubule silia dan flagella. Banyak protein motorik terdiri dari dua kepala (untuk
mengikat serat cytoskeleton), leher dan daerah ekor di ujungnya untuk mengikat organel.

Konsentrasi actin dan tubulin dikontrol secara ketat karena efek kritisnya pada dinamika
sitskeletal. Dalam sel hewan, sintesis tubulin diatur oleh mekanisme umpan balik autoregulasi
yang dapat merasakan konsentrasi heterodimer tubulin untuk mengatur stabilitas ɑ-tubulin, dan
mRNAs β-tubulin. Mirip dengan hewan, sintesis tubulin dalam metazoa juga diatur secara
otomatis karena pengaruh kritisnya. Penelitian telah menunjukkan bahwa overexpression of β-
tubulin di Saccharomyces cerevisiae mengarah pada fungsi mikrotuble abnormal dan
pertumbuhan yang lambat.

Actin overexpression disebabkan oleh mekanisme umpan balik yang tidak lengkap yang
sensitif terhadap konsentrasi monomer actin dapat dicegah dengan adanya wilayah actin mRNA
3' yang tidak diterjemahkan.

D. MEKANISME KERJA
Keseluruhan mekanisme pergerakan sel membutuhkan bahan bakar berupa ATP yang
dikonversikan dalam energi gerak. Sel memiliki dua hal penting dalam pergerakannya, yaitu
1) mekanisme pergerakan dengan adanya mikrofilamen dan mikrotubul yang
bertanggungjawab untuk banyak perubahan bentuk sel, serta 2) mekanisme gerak yang
dipelopori oleh adanya enzim yang disebut protein motor. Protein tersebut menggunakan
ATP sebagai energi untuk membantu pergerakan banyak organel sepanjang mikrofilamen
atau mikrotubul. Secara keseluruhan penyusun serabut sitoskeleton terdapat tiga bentuk
utama, yaitu: mikrotubul, mikrofilamen, dan filamen intermediate.
- Mekanisme mikrotubule
Dalam mikrotubul terjadi interaksi secara lateral dan longitudinal antara subunit
tubulin yang bertanggungjawab untuk membangun bentuk tubulernya. Masing-masing
protofilamen akan tersusun ulang setiap 8nm. Interaksi lateral yang membentuk
protofilamen akan berasosiasi per bagian menjadi lembaran yang memutar menjadi
silinder-yaitu sebuah mikrotubul. Kepala hingga ekor dengan struktur α dan β tubulin
monomer dalam protofilament tersebut menyusun dinding mikrotubul sehingga memiliki
polaritas. Mikrotubul dalam sel dapat meliputi bentuk singlet, doublet (cilia, flagella), dan
triplet (basal bodi, dan sentriol).
Dalam banyak sel, mikrotubulus tumbuh dari sentrosom, suatu daerah yang terletak
dekat nukleus. Mikrotubulus memanjang dengan menambah molekul tubulin di ujung-
ujungnya. Tubulin dapat berpolimerisasi membentuk mikrotubulus. Percobaan
polimerisasi dapat dibuat dengan campuran tubulin, larutan penyangga, dan GTP pada
suhu 37 °C. Dalam tahapannya, jumlah polimer mikrotubulus mengikuti kurva sigmoid.
Pada fase lag, tiap molekul tubulin berasosiasi untuk membentuk agregat yang agak
stabil. Beberapa di antaranya berlanjut membentuk mikrotubulus. Saat elongasi, tiap
subunit berikatan dengan ujung ujung mikrotubulus. Saat fase plato, (mirip fase log pada
pembelahan sel), polimerisasi dan depolimerisasi berlangsung secara seimbang karena
jumlah tubulin bebas yang ada pas-pasan.

- Mekanisme mikrofilamen
Aktin terdiri dari monomer globular yang disebut G-aktin dan filamen polimer yang
disebut F-aktin. Masing-masing molekul aktin tersebut berisi ion Mg2+ yang secara
kompleks berikatan dengan ATP atau ADP. Keberadaan ATP dan ADP yang terikat
dengan Gaktin menyempurnakan konfronmasi protein sebagai molekul nukleotida yang
memiliki fungsi. Kenyataannya, tanpa ikatan nukleotida G aktin akan terdenaturasi
dengan cepat.
Kondisi keberadaan ion-ion Mg2+, K+ , atau Na+ dalam larutan di sekitar Gaktin
akan menginduksi polimerisasi G-aktin menjadi filamen F-aktin. Proses ini dapat berbalik
dengan terurainya F-aktin menjadi G-aktin ketika kondisi ion dalam larutan sekitar
menurun. Kemampuan perubahan tersebut menjadi hal penting dalam struktur aktin
secara keseluruhan, dan berpengaruh terhadap pergerakan sel.
Filamen aktin dibutuhkan di banyak tempat dalam sel yang akan terorganisasi
membentuk sitoskeleton dan tidak mengalami perubahan, seperti sarkomer otot atau yang
terdapat pada membran eritrosit. Kondisi polimerisasi dan depolarisasi aktin pada sel
menjadikan penyebab adanya banyak jenis pergerakan pada sel. Aktin membentuk
jaringan dalam sel dan saling melintas secara teratur sesuai kebutuhan dan jenis sel.
Selain aktin dalam pergerakan sel terdapat struktur yang disebut myosin yang terdiri dari
satu atau dua rantai polimer protein yang secara umum akan mengatur banyak fungsi
pergerakan. Myosin memiliki struktur kepala, leher, dan ekor yang ditemukan pada
banyak jenis myosin.
Pergerakan sel memiliki banyak variasi dan menjelaskan bahwa jenis filamen aktin
dengan myosin mengatur pergerakan tertentu, seperti cytokinesis dan kontraksi otot.
Pergerakan sel yang lain adalah transport vesikula, pembentukan membran, dan
pergerakan kromosom, yang akan membutuhkan jenis myosin yang lain, atau 54
polimerisasi aktin. Kontraksi, merupakan jenis pergerakan sel yang merupakan hasil dari
interaksi aktin dan myosin II, dan banyak terdapat pada sel-sel otot skeletal. Struktur
myosin yang beragam dengan berat molekul, ukuran, serta aktivitas pergerakannya dalam
sel
- Mekanisme Filamen intermediate
Dibandingkan mikrofilamen dan mikrotubula yang sering dibongkar-pasang dalam
berbagai macam bagian sel. Filamen intermediet termasuk peralatan sel yang lebih
permanen. Perlakuan kimiawi yang memindahkan mikrofilamen dan mikrotubula dari
sitoplasma meninggalkan jalinan filamen intermediet yang mempertahankan bentuk
aslinya.
Pada vertebrata komposisi FI merupakan famili α protein helical yang ditemukan
dalam sitoplasma jaringan yang berbeda dan dalam membran inti. FI memiliki banyak
subunit molekuler berbeda dari keluarga protein dengan berat molekul beragam yang
disebut lamina, dengan tiga jenis lamina yaitu A, B, dan C yang spesial terdapat dalam
inti. Jenis FI yang lain adalah keratin yang banyak terdapat pada sel-sel epitel.

E. ASPEK PATOLOGIS
Penyimpangan protein sitoskeletal adalah penyebabnya alasan untuk banyak fenotipe
patologis. Tidak mengejutkan bahwa modifikasi dalam sel yang begitu penting struktur lar
mengarah pada kondisi patologis. Memang, banyak penyakit sekarang telah dikaitkan dengan
kelainan- malitas dalam protein sitoskeletal dan nukleoskeletal, termasuk beberapa sindrom
penyakit kardiovaskular, neurodegeneration, kanker (invasi), sirosis hati, fibrosis paru dan
kulit melepuh (Ramaekers, 2004).
Berdasarkan (Rimbun, 2015) membahas tentang struktur dan peran sitoskeleton
pada eritrosit. Eritrosit merupakan sel darah yang bertanggung jawab terhadap transpor
oksigen (O2) ke seluruh jaringan tubuh dan transpor karbondioksida (CO2) dari seluruh
jaringan tubuh. Sepanjang 120 hari hidupnya, tiap eritrosit melalui seluruh sistem
vaskular sedikitnya 100.000 kali, termasuk harus melewati pembuluh kapiler yang
diameternya lebih kecil dari diameter eritrosit. Untuk memudahkan fungsi ini, eritrosit
harus memiliki bentuk lentur dan dapat menahan kekuatan geseran yang besar. Membran
eritrosit dan sitoskeleton memegang peranan penting untuk mempertahankan integritas
struktur dan fungsi eritrosit.
Sitoplasma sel eukariota mengandung sitoskeleton berupa jaringan anyaman
filamen-filamen protein yang cukup rumit. Sitoskeleton bertanggung jawab untuk
mempertahankan morfologi sel. Selain itu, sitoskeleton juga berpartisipasi dalam
pergerakan dalam sel, baik pergerakan organelorganel di dalam sitoplasma, pergerakan
suatu daerah pada sel, maupun pergerakan keseluruhan dari sel tersebut Pada dasarnya
seluruh sel eukariota mengandung tiga jenis komponen filamen, yaitu filamen aktin
(disebut juga mikrofilamen), mikrotubulus, dan intermediet filamen. Masing-masing
komponen filamen tersebut dapat dibedakan secara biokimia bentuk sel, memungkinkan
adanya pergerakan organel, pergerakan kromosom, dan pergerakan sel itu sendiri
Defek pada komponen sitoskeleton eritrosit menyebabkan beberapa penyakit yang
ditandai perubahan bentuk abnormal eritrosit, contoh hereditary spherocytosis dan
hereditary elliptocytosis. Pada penyakit ini, eritrosit menjadi rentan dan mengalami
penurunan kemampuan transport oksigen (hanya dapat membawa lebih sedikit oksigen
dibanding eritrosit normal). Spherocytosis akan dihancurkan di limpa, sehingga terjadi
anemia hemolitik.
Hereditary spherocytosis (HS) merupakan penyakit yang disebabkan karena
kelainan genetik autosomal dominan yang ditemukan pada 1:5000 orang populasi kulit
putih di Amerika Utara. HS ditandai dengan adanya sferosit pada darah tepi, yaitu sel
darah merah lebih kecil, lebih gelap, dan berbentuk sferis, sehingga luas permukaan
sferosit lebih kecil daripada eritrosit normal dan lain dari penderita HS antara lain
terdapat gejala anemia hemolitik dan pembesaran limpa, karena sferosit mudah
dihancurkan oleh sistem retikuloendotelial tubuh. HS dapat disembuhkan dengan
splenektomi, dengan harapan sferosit dapat tetap bertahan di dalam darah tanpa harus
dihancurkan oleh limpa. HS disebabkan karena berkurangnya jumlah atau abnormalitas
struktur dari spektrin yang menyebabkan spektrin tidak terikat sempurna pada protein
lain, sehingga struktur membran eritrosit menjadi tidak kuat dan menjadi berbentuk
sferis. Selain itu, HS juga disebabkan karena abnormalitas bentuk dari ankirin, protein
band 3, 4.1, dan 4.2.
Hereditary elliptocytosis merupakan penyakit genetik yang mirip dengan
Hereditary spherocytosis. Sel darah merah pada hereditary elliptocytosis berbentuk elips
atau lempengan. Kelainan bentuk sel darah merah ini juga disebabkan terutama karena
abnormalitas dari spektrin, dimana heterodimer tidak dapat membentuk tetramer, Selain
itu juga terdapat abnormalitas dari protein 4.1 atau glycophorin C

DAFTAR PUSTAKA
Rimbun. 2015. Struktur dan Peran Sitoskeleton pada Eritrosit. Biomorfologi. (28)2:38-45.

Ramaekers, Frans CS., Bosman, Fred T. 2004. The Cytoskeleton and Desase. Journal
Of Pathology. 204: 351-354.

Alda. 2019.Sitoskeleton. Makalah. Dalam: Tugas Mikrobiologi, 28 Maret 2019.

Lukitasari, Marheny. 2015. Buku Biologi Sel. Malang: Universitas Negeri Malang.

Anda mungkin juga menyukai