Disusun Oleh:
Kelompok 1
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas mata
kuliah Farmasi Industri, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran. Kami juga
berterimakasih pada Bapak Dudi Runadi, M.Si., Apt. yang telah memberikan tugas
ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini sangat berguna dalam menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Produksi Sediaan Steril, meliputi sediaan injeksi
kering dan injeksi cair. Kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dan jauh
dari sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, meningat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran membangun. Semoga makalah ini dapat
dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................................................................ii
Daftar Isi...................................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan..................................................................................................1
1.1........................................................................................................ Latar Belakang
...............................................................................................................................1
1.2................................................................................................... Rumusan Masalah
...............................................................................................................................2
1.3.................................................................................................... Tujuan Penulisan
...............................................................................................................................2
BAB II Produksi Sediaan Steril..............................................................................3
2.1. Prinsip Produksi.................................................................................................3
2.2. Validasi................................................................................................................5
2.3. Proses Sterilisasi..................................................................................................5
2.4. Klasifikasi Ruang Produksi Steril.....................................................................14
2.5. Evaluasi Sediaan Steril......................................................................................15
2.6. Alur Produksi Sediaan Injeksi Kering...............................................................17
2.7. Alur Produksi Sediaan Injeksi Cair...................................................................19
2.8. Kualifikasi Tenaga Kerja...................................................................................23
2.9. Sanitasi dan Higiene..........................................................................................29
BAB III Kesimpulan...............................................................................................33
3.1. Kesimpulan........................................................................................................33
Daftar Pustaka........................................................................................................34
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
kualitas sediaan dapat terjamin selama waktu yang telah ditentukan (sebelum tanggal
kadaluarsa). Setiap memproduksi satu bets, ada dokumen-dokumen yang harus
dilengkapi untuk mencapai standar sediaan yang efektif dan aman.
Setiap proses produksi sediaan farmasi diawasi oleh apoteker, karenanya
pengetahuan tentang produksi sediaan farmasi harus dipahami oleh apoteker,
sehingga apoteker dapat memastikan mutu suatu sediaan farmasi.
2
BAB II
PRODUKSI SEDIAAN STERIL
3
7. Pemeriksaan jumlah hasil nyata dan rekonsiliasinya hendaklah dilakukan
sedemikian untuk memastikan tidak ada penyimpangan dari batas yang telah
ditetapkan.
8. Pengolahan produk yang berbeda hendaklah tidak dilakukan secara bersamaan
atau bergantian dalam ruang kerja yang sama kecuali tidak ada risiko terjadinya
campur baur ataupun kontaminasi silang.
9. Tiap tahap pengolahan, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap
pencemaran mikroba atau pencemaran lain.
10. Bila bekerja dengan bahan atau produk kering, hendaklah dilakukan tindakan
khusus untuk mencegah debu timbul serta penyebarannya. Hal ini terutama
dilakukan pada penanganan bahan yang sangat aktif atau menyebabkan
sensitisasi.
11. Selama pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau mesin
produksi dan bila perlu ruang kerja yang dipakai hendaklah diberi label atau
penandaan dari produk atau bahan yang sedang diolah, kekuatan (bila ada) dan
nomor bets. Bila perlu, penandaan ini hendaklah juga menyebutkan tahapan
proses produksi.
12. Label pada wadah, alat atau ruangan hendaklah jelas, tidak berarti ganda dan
dengan format yang telah ditetapkan. Label yang berwarna seringkali sangat
membantu untuk menunjukkan status (misalnya: karantina, diluluskan, ditolak,
bersih dan lain-lain).
13. Pemeriksaan perlu dilakukan untuk memastikan pipa penyalur dan alat lain untuk
transfer produk dari satu ke tempat lain yang telah terhubung dengan benar.
14. Penyimpangan terhadap instruksi atau prosedur sedapat mungkin dihindarkan.
Bila terjadi penyimpangan maka hendaklah ada persetujuan tertulis dari kepala
bagian Pemastian Mutu dan bila perlu melibatkan bagian Pengawasan Mutu.
15. Akses ke bangunan dan fasilitas produksi hendaklah dibatasi hanya untuk personil
yang berwenang.
4
16. Pada umumnya pembuatan produk non obat hendaklah dihindarkan dibuat di area
dan dengan peralatan yang khusus untuk produk obat.
2.2. Validasi
Studi validasi hendaklah memperkuat pelaksanaan CPOB dan dilakukan
sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Hasil validasi dan kesimpulan
hendaklah dicatat. Sebelum suatu Prosedur Pengolahan Induk diterapkan, hendaklah
diambil langkah untuk membuktikan prosedur tersebut cocok untuk pelaksanaan
produksi rutin, dan bahwa proses yang telah ditetapkan dengan menggunakan bahan
dan peralatan yang telah ditentukan, akan senantiasa menghasilkan produk yang
memenuhi persyaratan mutu. Hendaklah secara rutin dilakukan validasi dan/atau
peninjauan ulang secara kritis terhadap proses dan prosedur produksi untuk
memastikan bahwa proses dan prosedur tersebut tetap mampu memberikan hasil yang
diinginkan (BPOM, 2006).
5
o alat mematikan bisa
mikroba disterilisasi
6
Panas Air Zat-zat yang Dimana panas Alat-alat
Basah Mendidih tahan akan membuat bedah
pengurain protein
pada penyusun
temperatur tubuh mikroba
diatas kira2- akan
kira 140 ºC mengalami
(284 F) bisa koagulasi dan
dibuat steril denaturasi
dengan cara
pamanasan.
Pemaparan
selama 2 jam
pada
temperatur
180 ºC atau 45
menit pada
260 ºC,
biasanya dapat
diharapkan
memhunuh
spora dan
bentuk
vegetaif dan
semua
mikroorganis
me.
7
Berteka- dilakukan dengan kadar dipergunakan
nan dalam autoklaf air besar untuk larutan
dan umumnya dalam
menggunakan lebih mudah jumlah besar,
uap air dibunuh. alat-alat
dgengan Spora-spora gelas,
tekanan. yang kadar pembalut
Sebagian besar airnya relatif operasi dan
produk rendah lebih instrumen
farmasi tidak sukar
tahan panas dihancurkn.
dan tidak Mekanisme
dapat penghancuran
dipanaskn bakteri
degan aman Beberapa
pada protein
temperatur esensial
yang organisme
dibutuhkan tersebut.
untuk Adanya uap
sterilisasi air yang panas
panas kering dalam sel
(lebih kurang mikroba
170 ºC) karena menimbulkan
tidak kerusakan pada
memungkinka temperatur
n mendaptkan yang relatif
uap air dgn rendah.
8
temperatur Kematian oleh
diatas 100 pemanasan
derajat ºC) pd kering timbul
kondisi karena sel
atmosfer, mikroba
maka tekanan mengalami
digunakan dehidrasi
untuk diikuti dengan
mencapai proses
temperatur oksidasi.
yang tinggi
9
disterilkan ulang karena panas seperti
selama bakterinya beberapa
beberapa tidak langsung biakan
menit pada mati. mengandung
suhu 100 ºC, Sterililasi zat nitrogen
kemudian pertama spora bersama
didinginkan bakteri tidak gula
pada suhu mati tapi (sekarang
kamar selama diubah dalam tidak
18-24 jam bentuk digunakan
sesudah vegetatif. lagi karena
pemanasan, Sterilisasi memerlukan
merangsang kedua waktu lama).
germinasi. selanjutnya
akan
membunuh
bentuk
vegetatifnya.
Memasak
dengan
bakterisid
a
Radias Menggunakan radiasi Radiasi Digunakan
i energi tinggi yang pengionan untuk
Pengio terpancar dari isotop menghancurka mensterilisas
n radioaktif sapaerti Co-60 n i alat-alat
(sinar gamma) atau yg mikroorganis yang tidak
dihasilkan oleh percepatan me dengan tahan
10
mekanis elektron sampai menghentikan dengan
kecepatan dan energi reproduksi setrilisasi
sangat tinggi (sinar katoda, sebagai akibat menggunaka
sinar beta) mutasi letal. n panas.
Mutasi ini
diakibatkan
oleh tranfer
energi sinar
radiasi
menjadi
molekul, di
mana panjang
gelombang
UV 200-310
nm dan
panjang
gelombang
efektif yang
digunakan
adalah 265
nm.
2 Kimi Bahan
a Kimia
Gas Bahan yang Etilen oksida Etilen
akan dianggap oksida
dietrilisasi di menghasilkan dipakai
dalam ruangan efek letal secara luas
yang terhadap terhadap
11
dipaparkan mikroorganis bahan
dalam me dengan plastik,
kelembapan mengalkilasi barang-
relatif sampai metabolit barang dari
98% selama esensial yang karet, dan
60 menit atau terutama alat-alat
lebih. mempengaruh optik yang
Kemudian i proses halus,
ditempatkan reproduktif. perangkat
dalam ruang Alkilasi ini parenteral,
yang sudah terjadi dengan jarum
dipanaskan menghilangka suntik, alat
sampai kira- n hidrogen suntik
kira aktif pada plastik, dan
kira 55 0C gugus beberapa
(131 0F) dan sulhidril, bahan terkait
dipasang suatu amino, yangtertutup
vakum awal karboksil, atau dalam
kira-kia 27 hidroksil kemasan
inci hg. Etilen dengan satu distribusi
oksida radikal dngan kardus
kemudian hidroksietil kertas atau
dialirkan metabolit yang plastik.
bersama uap telah diubah
air untuk tidak tersedia
membentuk bagi
kelembabapan mikroorganis
relatif 50-60 % me, sehingga
12
dalam tekanan mikroorganis
yang me ini mati
diperlukan tanpa
untuk reproduksi.
membuat
konsentrasi
etilen oksida
yang
diinginkan
13
dengan
mengayak,
maka segala
jenis partikel
dalam larutan
tertahan di
permukaan
14
Gambar. Klasifikasi ruang bersih dan sarana udara bersih
15
tersebut ke dalam eksikator yang divakumkan. Jika ada kebocoran akan
diserap keluar.
g. Uji Kejernihan dan Warna ( Lachman, 1994): Umumnya setiap larutan suntik
harus jernih dan bebas dari kotoran-kotoran. Uji ini sangat sulit dipenuhi bila
dilakukan pemeriksaan yang sangat teliti karena hampir tidak ada larutan
jernih. Oleh sebab itu untuk uji ini kriterianya cukup jika dilihat dengan mata
biasa saja yaitu menyinari wadah dari samping dengan latar belakang
berwarna hitam dan putih. Latar belakang warna hitam dipakai untuk
menyelidiki kotoran-kotoran berwarna muda, sedangkan latar belakang putih
untuk menyelidiki kotoran-kotoran berwarna gelap.
2. Evaluasi Biologi
a. Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba <61> (FI ed IV, HAL 854-855)
b. Uji Sterilitas <71> (FI ed. IV, HAL 855-863)
c. Uji Endotoksin Bakteri <201> (FI ed. IV, HAL 905-907)
d. Uji Pirogen <231> (FI ed. IV, HAL. 908-909)
e. Uji Kandungan Zat Antimikroba <441> (FI ed. IV, HAL. 939-942)
3. Evaluasi Kimia
a. Uji Identifikasi (Sesuai dengan monografi sediaan masing-masing)
b. Penetapan Kadar (Sesuai dengan monografi sediaan masing-masing
16
2. Molekul zat aktif yang dibuat dalam bentuk serbuk injeksi termasuk beta
laktam, sefalosporin, dan acyclovir.
17
6. Pengemasan: vial/ampul dimasukkan dalam dus kecil dan dilengkapi dengan
brosur . kemudian dimasukkan dalam individual box, diberi kartu kontrol dan
dimasukkan ke dalam master box, dan disegel.
18
Pemantauan Area
Dekortoning vial
Sterilisasi
Penyegelan wadah
Pengamatan viual
19
Contoh sediaan yang menggunakan metode sterilisasi aseptis yaitu pembuatan
sediaan vaksin yang mengandung bahan biologis. Kelemahan metode ini yaitu proses
kerjanya rumit dan harus memastikan bahwa seluruh aspek (kebersihan, sirkulasi
udara, suhu, kelembapan, jumlah partikel, dll) memenuhi persyaratan, sehingga
menjamin tidak terjadinya kontaminasi. Pemilihan metode pembuatan sediaan steril
harus disesuaikan dengan sifat dan stabilitas dari zat aktif.
20
7. Pengisian
Pengisian larutan steril dilakukan secara otomatis dengan menggunakan mesin
pengisi. Mesin ini harus di desain secara khusus agar dapat memberikan
ketepatan/keakuratan volume larutan yang akan diisi ke dalam wadah.
8. Penyegelan wadah
Penyegelan ampul dilakukan dengan menggunakan mesin filling and sealing.
Cara penyegelan ampul yaitu dengan melelehkan leher gelas, sehingga
membentuk segel dengan nyala api gas oksigen bersuhu tinggi. Sedangkan
penyegelan vial dilakukan secara manual dengan menggunakan pinset steril
secara cermat dan hati-hati. Tutup karet pada vial harus cocok dengan mulut
wadah kemudian di-seal dengan alumunium.
9. Pengamatan visual
Pengamatan visual merupakan suatu pengamatan yang menggunakan indra
penglihatan. Pengamatan visual bertujuan untuk mengamati produk jadi dari
suatu sediaan. Hal-hal yang dapat diamati secara visual yaitu kelarutan,
kejernihan serta warna.
10. Pelabelan dan pengemasan
Pelabelan berfungsi untuk menandakan suatu produk agar tidak tertukar dan
memudahkan dalam proses dokumentasi suatu produk. Sedangkan pengemasan
berfungsi untuk membagi dan mengemas produk ruahan menjadi produk jadi.
Pengemasan aseptis harus memenuhi pernyaratan: produk harus steril, wadah
pengemas harus steril, lingkungan tempat pengisian produk ke dalam wadah
harus steril dan wadah pengepak harus rapat agar mencegah terjadinya
kontaminasi. Vial/ampul dimasukkan dalam dus kecil dan dilengkapi dengan
brosur. kemudian dimasukkan dalam individual box, diberi kartu kontrol,
dimasukkan ke dalam master box dan disegel.
11. Produk akhir
21
Gambar Diagram Alir Produksi Injeksi Cair (Sterilisasi Aseptis)
22
2.8. Kualifikasi Tenaga Kerja
Suatu industri farmasi bertanggung jawab menyediakan personil yang sehat,
terkualifikasi dan dalam jumlah yang memadai agar proses produksi dapat berjalan
dengan baik. Semua personil harus memahami prinsip CPOB agar produk yang
dihasilkan bermutu (BPOM, 2009). Kesehatan personil hendaklah dilakukan pada
saat perekrutan, sehingga dapat dipastikan bahwa semua calon karyawan (mulai dari
petugas kebersihan, pemasangan dan perawatan peralatan, personil produksi
dan pengawasan hingga personil tingkat manajerial) memiliki kesehatan fisik dan
mental yang baik sehingga tidak akan berdampak pada mutu produk yang dibuat. Di
samping itu hendaklah dibuat dan dilaksanakan program pemeriksaan kesehatan
berkala yang mencakup pemeriksaan jenis-jenis penyakit yang dapat berdampak pada
mutu dan kemurnian produk akhir. Untuk masing-masing karyawan hendaklah ada
catatan tentang kesehatan mental dan fisiknya (BPOM, 2009).
Dalam kualifikasi dan pengalaman personil yang diperlukan untuk tiap posisi
hendaklah ditetapkan secara tertulis yang disimpan oleh bagian SDM, tapi juga dapat
ditampilkan pada uraian tugas masing-masing (BPOM, 2009). Jumlah personil yang
memadai sangat mempengaruhi proses produksi. Kekurangan jumlah personil
cenderung mempengaruhi kualitas obat, karena tugas akan dilakukan secara tergesa-
gesa dengan segala akibatnya. Di samping itu, kekurangan jumlah karyawan biasanya
mengakibatkan kerja lembur sering dilakukan yang dapat menimbulkan kelelahan
fisik dan mental baik bagi operator ataupun supervisor atau malahan bagi personil
pada tingkat lebih atas yang melakukan evaluasi dan/atau mengambil keputusan
(BPOM, 2009).
Kategori personil kunci bergantung pada kebijakan perusahaan/industri
apakah terbatas hanya pada Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian Pengawasan
Mutu dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Industri dapat
menentukan posisi lain yang lebih tinggi, sama atau lebih rendah dicakup dalam
kategori personil kunci. Yang harus dipertahankan adalah semua Kepala Bagian
23
Produksi dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)/Kepala Bagian
pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang lain (BPOM, 2009).
Jumlah karyawan di semua tingkatan hendaklah cukup serta memiliki
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya. Mereka
hendaklah juga memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik sehingga mampu
melaksanakan tugasnya secara profesional dan sebagaimana mestinya. Mereka
hendaklah mempunyai sikap dan kesadaran tinggi untuk mewujudkan CPOB (BPOM,
2001).
Dalam banyak hal, mutu produksi dalam satu bagian mempunyai pengaruh
yang penting bagi bagian pekerjaan lainnya, karena itu karyawan harus dilatih supaya
mengerti keterkaitan seperti itu. Melatih karyawan harian dalam lingkungan
pembuatan sangat penting, karena karyawan mendapatkan dirinya dalam lingungan
yang relatif teknis, berurusan dengan bahan kimia, dan bekerja menggunakan sistem
berat dan ukuran yang belum biasa bagi mereka. Pelatihan buat karyawan juga
berguna untuk memberikan pengetahuan tentang perkembangan yang terjadi,
pengetahuan tentang alat baru, meningkatkan kemampuan kinerja, da sbagainya
(Dhadhang, 2009).
Hal yang perlu diperhatikan dalam personalia:
Setiap bagian dalam organisasi perusahaan, dipimpin oleh orang yang berlainan.
Mereka tidak boleh mempunyai kepentingan lain diluar organisasi pabrik yang
dapat membatasi tanggungjawabnya atau dapat menimbulkan pertentangan
kepentingan pabrik dan finansial.
Manajer produksi dan pengawasan mutu haruslah seorang apoteker yang cakap,
terlatih, dan berpengalaman di bidang farmasi dan keterampilan dalam
kepemimpinan.
Setiap karyawan atau mereka yang secara langsung ikut serta dalam kegiatan
pembuatan obat, hendaklah mengikuti latihan mengenai prinsip CPOB.
24
Setelah pelatihan, dinilai prestasi karyawan apakah telah memiliki kualifikasi
yang memadai dalam melaksanakan tugas yang akan diberikan atau tidak.
2.8.1. Prinsip
Industi farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang
terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas.
Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan
awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai hygiene yang
berkaitan dengan pekerjaan (BPOM, 2006).
Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi
dan berpengalaman dan praktis dan dalan jumlah yang memadai (BPOM, 2006).
Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan
kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab hendaklah dicantumkan
dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh didelegasikan kepada wakil yang
ditunjuk serta memiliki tingkat kulifikasi yang memadai (BPOM, 2006).
25
untuk melaksakan tugas secara professional. Kepala bagian produksi hendaklah diberi
kewenangan dan tanggung jawab.
1. Memastikan bahwa obat di produksi dan di simpan sesuai prosedur agar
memenuhi persyaratan. Mutu yang di tetapkan.
2. Memberikan persetujuan petunjuk kerja yang terkait dengan produksi dan
memastikan bahwa petunjuk kererja di terapkan secara tepat.
3. Memastikan bahwa catatan produksi telah di evaluasi dan ditanda tangani oleh
kepala bagian produksi sebelum di serahkan kepada kepala menejemen mutu
(pemastian mutu).
4. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian
produksi.
5. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah di laksanakan.
6. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil dan
depertemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan (BPOM, 2006).
26
Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah seorang
Apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memiliki pengalaman praktis yang
memadai dan kemampuan manajerial.
1. Memastikan penerapan (dan bila diperlukan membentuk) sistem mutu.
2. Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan acuan mutu perusahaan
3. Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala
4. Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian PengawasanMutu
5. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit
terhadap pemasok)
6. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi
7. Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Otoritas
Pengawasan Obat (OPO) yang berkaitan dengan mutu produk jadi
8. Mengevaluasi/mengkaji catatan bets
9. Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan
mempertimbangkan semua faktor terkait (BPOM, 2006).
27
11. Inspeksi, penyelidikan dan pengambilan sampel
12. Pemantauan faktor yang mungkin berdampak terhadap mutu produk (BPOM,
2006).
2.8.4. Pelatihan
Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang
tugasnya harus berada didalam produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium
(termasuk personil teknik perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi personil
lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk.
Disamping pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB, personil baru
hendaklah mendapat pelatih sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan
berkesinambungan hendaklah juga diberikan, dan efektifitas juga dinilai secara
berkala. Hendaklah tersedia program pelatihan yang masing masing catatan
pelatih hendaklah disimpan.
Pelatihan spesifik hendaklah diberikan kepada personil yang berkerja di area
dimana pencemaran merupakan bahaya, misal area bersih atau area penanganan
bahaya berpotensi tinggi toksik atau bersifat sensitif.
Pengunjungan atau personil yang tidak mendapat pelatihan sebaiknya tidak
masuk area produksi dan laboratorium pengawasan mutu. Bila tidak dapat
dihindarkan hendaklah mereka diberi penjelasan terlebih dahulu, teruatama
mengenai hygiene perorangan dan pakaian pelindung yang dipersyaratkan serta
diawasi dengan ketat.
Konsep pemastian mutu dan semua tindakan yang tepat untuk meningkatkan
pemahaman dan penerapannya hendaklah dibahas secara mendalam selama
pelatihan
Pelatihan hendaklah diberikan oleh orang yang berkualifikasi.
Seluruh karyawan yang langsung ikut serta dalam kegiatan pembuatan obat
diberikan pelatihan mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya maupun
28
mengenai prinsip CPOB. Pelatihan sesuai tugas yang diberikan, pelatihan
berkesinambungan dan efektifitas penerapan dinilai secara berkala. Pelatihan
diberikan bagi personel yang berada pada:
1. Area produksi
2. Gudang penyimpanan atau Lab.
3. Personel yang kegiatannya berpengaruh pada mutu produk
4. Area dimana pencemaran merupakan faktor resiko, misal pada daerah aseptis.
29
b. Prosedur higiene perorangan termasuk persyaratan untuk mengenakan pakaian
pelindung hendaklah diberlakukan untuk personil baik karyawan purna waktu,
maupun paruh waktu.
c. Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran pakaian kerja kotor dan
lap pembersih kotor hendaklah disimpan dalam wadah tertutup hingga saat
pencucian.
d. Program higiene yang rinci dibuat dan diadaptasikan terhadap berbagai kebutuhan
di dalam area pembuatan.
e. Semua personil menjalani pemeriksaan kesehatan pada saat direkrut, sebelum,
dan selama bekerja, dan pemeriksaan secara berkala.
f. Semua personil menerapkan hygiene perorangan yang baik.
g. Tiap personil yang mengidap penyakit atau yang dapat merugikan mutu produk
dilarang menangani bahan awal.
h. Semua personil diperintahkan dan didorong untuk melaporkan kepada atasan
langsung tiap keadaan.
i. Dihindarkan persentuhan langsung antara tangan operator dengan bahan awal.
j. Personil diintruksikan supaya menggunakan sarana mencuci tangan sebelum
memasuki daerah produksi.
k. Merokok, makan, minum, mengunyah, memelihara tanaman, menyimpan
makanan minuman hanya diperbolehkan di area tertentu.
l. Persyaratan khusus untuk pembuatan produk steril dicakup dalam aneks 1.
30
d. Penyiapan penyimpanan dan konsumsi dibatasi di area khusus.
e. Sampah tidak boleh dibiarkan menumpuk.
f. Rodentisida, insektisida, agen fumigasi dan bahan sanitasi tidak boleh mencemari
peralatan bahan awal, bahan pengemas, bahan yang sedang diproses.
g. Pada prosedur tertulis untuk pemakaian rodentisida, insektisida, fungisida, agen
fumigasi, pembersih dan sanitasi yang tepat.
h. Prosedur tertulis yang menunjukkan penanggung jawab untuk sanitasi mengenai
jadwal, metode, peralatan, dan bahan pembersih yang harus digunakan.
i. Prosedur sanitasi berlaku untuk pekerjaan yang dilaksanakan oleh kontraktor.
j. Segala praktek tidak higienis di area pembuatan dapat merugikan mutu produk.
k. Persyaratan khusus untuk pembuatan produk steril dicakup dalam aneks1.
31
(1) Prosedur tertulis tentang operasi standar yang relevan,
(2) Prosedur evaluasi kebersihan alat,
(3) Bagaimana cara menentukan kadar residu,
(4) Nilai batas kadar cemaran, dan
(5) Protokol validasi.
32
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Dari pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa:
a. Produksi sediaan injeksi kering dilakukan dengan alur pemantauan area,
decartoning, pengeringan dan sterilisasi, pengisian dan penyegelan,
peeriksaan dan pelabelan, diakhiri dengan pengemasan.
b. Produksi sediaan injeksi cair dilakukan dengan alur penyiapan bahan
pengawas, pencucian dan sterilisasi wadah, penyiapan bahan baku,
sterilisasi bahan baku, pencampuran produk, penyaringan larutan,
pengisisan, penyegelan, pengamatan visual, pelabelan dan diakhiri dengan
pengemasan.
c. Persyaratan personalia dalam pembuataan sediaan steril yang utama
adalah kepala bagian produksi, kepala bagian Pengawasan Mutu dan
kepala bagian Menajemen Mutu (Pemastian Mutu). Posisi utama di jabat
oleh personil purna waktu.
d. Penerapan sanitasi dan higiene di industri farmasi harus sesuai dengan
CPOB Indonesia.
33
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2001. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang
Baik. BPOM. Jakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang
Baik. BPOM. Jakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2008. Cara Pembuatan Obat yang Baik.
BPOM. Jakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2009. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang
Baik. BPOM. Jakarta.
Bhattacharya, S.S., Bharti, N., dan Banerjee, S., 2014, Process Validation of
Ceftriaxone and Sulbactam Dry Powder Injection, J Chem Eng Process
Technol, 5-211
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan
RI.
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan
RI.
Lachman dkk. 1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta : UI Press
Prescott, L.M., Harley, J.P. dan Klein, D.A. 2002. Microbiology. fifth edition. Mc
Graw Hill: New York.
34