Anda di halaman 1dari 38

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 latar belakang
Retardasi mental merupakan masalah dunia dengan implikasi yang besar
terutama bagi Negara berkembang. Diperkirakan angka kejadian retardasi
mental berat sekitar 0.3% dari seluruh populasi dan hamper 3% mempunyai
IQ dibawah 70.Sebagai sumber daya manusia tentunya mereka tidak bias
dimanfaatkan karena 0.1% dari anak-anak ini memerlukan perawatan,
bimbingan serta pengawasan sepanjang hidupnya.(Swaiman KF, 1989).
American Assosiation on Mental Retardation (AAMR) mengungkapkan bahwa
Retardasi mental yaitu : Kelemahan/ketidakmampuan kognitif muncul pada
masa kanak-kanak (sebelum 18 tahun) ditandai  dengan fase kecerdasan
dibawah normal ( IQ 70-75 atau kurang), dan disertai keterbatasan lain.
Berikut ini adalah klasifikasi retardasi mental yang ditunjukkan dengan bagan
(Dr.wiguna & ika, 2005)
Sehingga retardasi mental masih merupakan dilema, sumber kecemasan bagi
keluarga dan masyarakat.Demikian pula dengan diagnosis, pengobatan dan
pencegahannya masih merupakan masalah yang tidak kecil.
Retardasi mental (RM) adalah suatu keadaan dimana seseorang memiliki
kemampuan mental yang tidak mencukupi (WHO). Retardasi mental adalah
kelainan fungsi intelektual yang subnormal terjadi pada masa perkembangan
dan berhubungan dengan satu atau lebih gangguan dari maturasi, proses
belajar dan penyesuaian diri secara sosial. RM adalah suatu keadaan yang di
tandai dengan fungsi intelektual berada di bawah normal, timbul pada masa
perkembangan/dibawah usia 18 tahun, berakibat lemahnya proses belajar dan
adaptasi sosial.
Retardasi mental diartikan sebagai kelemahan atau ketidakmampuan
kognitif muncul pada masa kanak-kanak (sebelum usia 18 tahun) ditandai
dengan fungsi kecerdasan di bawah normal (IQ 70 – 75 atau kurang), dan
disertai keterbatasan lain pada sedikitnya dua area berikut :berbicara dan
berbahasa;ketrampilan merawat diri, ADL; ketrampilan sosial; penggunaan
1
sarana masyarakat; kesehtan dan keamanan; akademik fungsional; bekerja dan
rileks, dll.
Retardasi mental adalah kondisi sebelum usia 18 tahun yang ditandai
dengan rendahnya kecerdasan (biasanya nilai IQ-nya di bawah 70) dan sulit
beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari. Retardasi mental tertuju pada
sekelompok kelainan pada fungsi intelektual dan defisit pada kemampuan
adaptif yang terjadi sebelum usia dewasa. Akan tetapi, klasifikasi retardasi
mental lebih bergantung pada hasil penilaian IQ dari pada kemampuan adaptif.
Menurut Rusdi Maslim (2001) retardasi mental adalah suatu keadaan
perkem-bangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai
oleh terjadinya hendaya ketrampilan selama masa perkembangan, sehingga
berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya
kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial.

Menurut The American Association on Mental Deficiency (AAMD),


definisi retardasi mental mencakup dua dimensi utama yaitu perilaku adaptif
dan kecerdasan. Retardasi mental didefinisikan sebagai suatu keadaan
dimana fungsi intelektual umum dibawah rerata normal disertai dengan
kekurangan atau hendaya dalam perilaku adaptif yang muncul pada periode
perkembangan (Grossman, 1983 cit Drew, 1986, Cytryn dan Lourie, 1980).

Kaplan (1985) mengemukakan bahwa dalam konsep definisi retardasi


mental terdapat dua model pendekatan yang dipakai yaitu model pendekatan
biomedik dan pendekatan sosiokultural. Dari pendekatan biomedik lebih
menitikberatkan pada perubahan-perubahan dasar pada sistem otak, sedangkan
pendekatan sosiokultural menyotroti fungsi-fungsi sosial dan adaptasi secara
umum untuk mengikuti norma-norma yang berlaku.

Beberapa istilah yang dipakai untuk retardasi mental adalah


keterbelakangan mental, lemah ingatan, cacat mental, tuna mental. Istilah
asing yang sering digunakan adalah mental deficiency, oligophrenia, amentia,
dan mental subnormality (Rumini, 1987).

1.2 Rumusan masalah


1. Apa yang di maksud retardasi mental ?
2
2. Bagaimana klasifikasi retardasi mental ?
3. Bsgsimana etiologi retardasi mental ?
4. Bagaimana patofisiologi retardasi mental?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang retardasi mental ?
6. Bagaimana komplikasi retardasi mental ?
7. Bagaimana penatalaksanaan retardasi mental ?
8. Bagaimana pencegahan retardasi mental ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan teori pada retardasi mental ?
10. Bagaimana asuhan keperawatan kasus pada retardasi mental ?
1.3 Tujuan
Adapun penyusun makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi yang
meliputi:

1. Mahasiswa mampu memahami tentang definisi retardasi mental


2. Mahasiswa mampu memahami tentang klasifikasi dari retardasi mental
3. Mahasiswa mampu memahami tentang etiologi dari retardasi mental
4. Mahasiswa mampu memahami tentang patofisiologi retardasi mental
5. Mahasiswa mampu memahami tentang pemeriksaan penunjang retardasi
mental
6. Mahasiswa mampu memaahami tentang komplikasi retardasi mental
7. Mahasiswa mampu memahami tentang penatalaksanaan retardasi mental
8. Mahasiswa mampu memahami tentang pencegahan retardasi mental
9. Mahasiwa mampu memahami teori asuhan keperawatan retardasi mental
10. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan retardasi mental

1.4 Manfaat

1. Bagi Penulis
Memperoleh pengetahuan tentang asuhan keperawatan anak dengan
retardasi mental dan penatalaksanaan serta meningkatkan keterampilan
dan wawasan.
2. Bagi Pembaca
Memperoleh dan menambah wawasan mengenai asuhan keperawatan anak
dengan retardasi mental.
3
3. Bagi FKK
Bahan masukan bagi calon perawat dalam meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan dengan masalah asuhan keperawatan anak dengan retardasi
mental.

BAB 2

TINJAUAN TEORI
4
2.1 Definisi Retardasi Mental
Menurut WHO (dikutip dari Menkes 1990), retardasi mental adalah
kemampuan mental yang tidak mencukupi. Retardasi mental adalah fungsi
intelektual di bawah rata-rata (IQ di bawah70) yang disertai dengan
keterbatasan yang penting dalam area fungsi adaptif, seperti keterampilan
interpersonal atau sosial, penggunaan sumber masyarakat, penunjukkan diri,
keterampilan akademis, pekerjaan, waktu senggang, dan kesehatan serta
keamanan (King, 2000 dalam Videback, 2008).
Retardasi mental adalah keadaan yang penting secara klinis maupunn
sosial. Kelainan ditandai oleh keterbatasan kemampuan yang diakibatkan oleh
ganggugan yang bermakna dalam intelegensia terukur dan perilaku
penyesuaian diri (adaptif). Retardasi mental juga mencakup status sosial, hal
ini dapat lebih menyebabkan kecacatan daripada cacat khusus itu sendiri.
Karena batas-batas antara normalitas dan retardasi seringkali sulit
digambarkan, identifikasi pediatri, evaluasi, dan perawatan anak dengan
kesulitan kognitif serta keluarganya memerlukan tingkat kecanggihan teknis
maupun sensitivitas interpersonal yang besar (Behrman, 2000).
American Association on Mental Retardation (AAMR, 2002) juga
menguraikan bahwa retardasi mental adalah suatu keadaan dengan cirri-ciri,
yaitu disabilities yang ditandai dengan suatu imitasi/ keterbatasan yang
bermakna baik dalam fungsi intelektual maupun perilaku adaptif yang
diekspresikan dalam keterampilan konseptual, sosial, dan praktis. Keadaan ini
terjadi sebelum usia 18 tahun (Kusumawardhani, 2013).
American Association on Mental Retardation (AAMR) menggunakan
suatu pendekatan multi-dimensional atau biopsikososial yang mencakup 5
dimensi yaitu: kemampuan intelektual, perilaku adaptif, partisipasi, interaksi,
dan peran sosial, kesehatan fisik dan mental, konteks budaya dan juga
lingkungan. Oleh karena itu, tingkat IQ yang ditetapkan hanya merupakan
petunjuk dan seharusnya tidak ditetapkan secara kaku dalam memandang
keabsahan permasalahan lintas budaya. Derajat retardasi mental dipengaruhi
berbagai faktor seperti misalnya terdapatnya berbagai disabilitas (misalnya
5
panca-indera), tersedianya sarana pendidikan, sikap dari caregiver dan
stimulasi yang diberikan (Kusumawardhani, 2013).
Fungsi intelektual dapat diketahui dengan test fungsi kecerdasan dan
hasilnya dinyatakan sebagai suatu taraf  kecerdasan atau IQ (intelegence
Quotient).

MA
IQ= X 100%
CA
Ket:
MA  = Mental Age, umur mental yang didapat dari hasil test
CA  = Chronological Age, umur berdasarkan perhitungan tanggal lahir
Yang dimaksud fungsi intelektual dibawah normal yaitu apabila IQ
dibawah 70. Anak ini tidak dapat mengikuti pendidikan sekolah biasa, karena
cara berpikirnya yang terlalu sederhana, daya tangkap dan daya ingatnya
lemah, demikian pula dengan pengertian bahasa dan hitungannya juga sangat
lemah. Sedangkan yang dimaksud dengan perilaku adaptif sosial adalah
kemampuan seeorang untuk mandiri, menyesuaikan diri dan mempunyai
tanggung jawab sosial yang sesuai dengan kelompok umur dan budayanya.
Pada penderita retardasi mental gangguan perilaku adaptif yang paling
menonjol adalah kesulitan menyesuaikan diri dengan masyarakatsekitarnya.
Biasanya  tingkah lakunya kekanak-kanakan tidak sesuai dengan umurnya.
Gejala tersebut harus timbul pada masa perkembangan, yaitu dibawah
umur 18 tahun. Karena kalau gejala tersebut timbul setelah umur 18 tahun,
bukan lagi disebut retardasi mental tetapi penyakit lain sesuai dengan gejala
klinisnya.
Keterbelakangan Mental (Retardasi Mental, RM) adalah suatu keadaan
yang ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah rata-rata
disertai dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri
(berpelilaku adaptif), yang mulai timbul sebelum usia 18 tahun. Orang-orang
yang secara mental mengalami keterbelakangan, memiliki perkembangan
kecerdasan (intelektual) yang lebih rendah dan mengalami kesulitan dalam

6
proses belajar serta adaptasi sosial. 3% dari jumlah penduduk mengalami
keterbelakangan mental.

2.2 Klasifikasi Retardasi Mental


2.2.1. Retardasi mental ringan
Kelompok ini merupakan bagian terbesar dari Retardasi mental.
Kebanyakan dari mereka ini termasuk dari tipe sosial-budaya dan
diagnosis dibuat setelah anak beberapa kali tidak naik kelas.
Golongan ini termasuk mampu didik, artinya selain dapat daiajar
baca tulis bahkan bisa sampai kelas 4-6 SD, juga bisa dilatih
keterampilan tertentu sebagai bekal hidupnya kelak dan mampu
mandiri seperti orang dewasa yang normal. Tetapi pada umumnya
mereka ini kurang mampu menghadapi stress sehingga tetap
membutuhkan bimbingan dari keluarganya.
Ringan (IQ 52-69; umur mental 8-12 tahun)
Karakteristik:
1. Usia prasekolah tidak tampak sebagai anak RM, tetapi
terlambat dalam kemampuan berjalan, bicara, makan sendiri,
dll.
2. Usia sekolah dapat melakukan keterampilan, membaca dan
aritmatik dengan pendidikan khusus diarahkan pada
kemampuan aktivitas sosial.
3. Usia dewasa melakukan ketrampilan sosial dan vokasional,
diperbolehkan menikah tidak dianjurkan memiliki anak.
Ketrampilan psikomotor tidak berpengaruh kecuali koordinasi.
2.2.2. Retardasi mental sedang
Kelompok ini kira-kira 12% dari seluruh penderita Retardasi
mental, merek ini mampu latih tetapi tidak mampu didik. Taraf
kemampuan intelektualnya hanya dapat sampai kelas dua SD saja,
tetapi dapat dilatih menguasai suatu ketrampilan tertentu, misalnya
pertukangan, pertanian, dll. Apabila bekerja nanti mereka ini perlu

7
pengawasan. Mereka juga perlu dilatih bagaimana mengurus diri
sendiri. Kelompok ini juga kurang mampu menghadapi stress dan
kurang mandiri sehingga perlu bimbingan dan pengawasan.
Sedang (IQ 35-40 hingga 50-55, umur mental 3-7 tahun)
Karakteristik:
1. Usia prasekolah, kelambatan terlihat pada perkembangan
motorik, terutama bicara , respon saat belajar dan pierawatan
diri.
2. Usia sekolah dapat mempelajari komunikasi sederhana, dasar
kesehatan, perilaku aman, serta ketrampilan mulai sederhana,
tidak ada kemampuan membaca dan menghitung.
3. Usia dewasa melakukan aktivitas latihan tertentu
berpartisipasi dalam rekreasi, dapat melakukan perjalanan
sendiri ke tempat yang dikenal, tidak bisa membiayai sendiri.
2.2.3. Retardasi mental berat
Sekitar 7%dari seluruh penderita retardasi mental masuk kelompok
ini. Diagnosis mudah ditegakkan secara dini karena selain adanya
gejala fisik yang menyertai juga berdasarkan keluhan orangtua
dimana anak sejak awal sudah terdapat keterlambatan perkembangan
motorik dan bahasa. Kelompok ini termasuk tipe klinik. Mereka
dapat dilatih hygiene dasar saja kemampuan berbicara yang
sederhana, tidak dapat dilatih ketrampilan kerja, dan memerlukan
pengawasan dan bimbingan sepanjang hidupnya
Berat (IQ 20-25 sampai dengan 35-40: umur mental <3 tahun)
Karakteristik:
1. Usia prasekolah kelambatan nyata pada perkembangan
motorik, kemampuan komunikasi sedikit bahkan tidak ada,
bisa berespon dalam perawatan diri tingkat dasar seperti
makan.
2. Usia sekolah, gangguan spesifik dalam kemampuan berjalan,
memahami sejumlah komunikasi atau berespon, membantu
bila dilatih sistemastis.
8
3. Usia dewasa, melakukan kegiatan rutin dan aktivitas
berulang, perlu arahan berkelanjutan dan proktektif
lingkungan, kemampuan bicara minimal, menggunakan gerak
tubuh.
2.2.4. Retardasi mental sangat berat
Kelompok ini sekitar 1% dan termasuk dalam tipe klinik.
Diagnosis ini mudah dibuat karena gejala baik mental dan fisik
sangat jelas. Kemampuan berbahasanya sangat minimal. Mereka ini
seluruh hidupnya tergantung orang disekitarnya.
Sangat Berat (IQ dibawah 20-25; umur mental seperti bayi)
Karakteristik:
1. Usia prasekolah retardasi terlihat, fungsi sensori dan motorik
minimal, butuh perawatan total.
2. Usia sekolah, kelambatan nyata disemua area perkembangan,
memperlihatkan respon emosional dasar, ketrampilan latihan
kaki, tangan dan rahang. Butuh pengawasan pribadi.
3. Usia dewasa mungkin bisa berjalan, butuh perawatan total,
biasanya diikuti dengan kelainan fisik.
Tingkatan retardasi mental menurut kesepakatan Asosiasi
Keterbelakangan Mental Amerika Serikat (American Association of
Mental Retardation) seperti dikemukakan oleh Sarwono Sarlito
Wirawan (1999, dalam Sunaryo, 2004) sebagai berikut:
1. Retardasi mental lambat belajar (slow learner, IQ= 85-90)
2. Retardasi mental taraf perbatasan (borderliner, IQ= 70-84)
3. Retardasi mental ringan (debil atau moron) (mild, IQ= 55-69)
4. Retardasi mental sedang (moderate, IQ= 36-54)
5. Retardasi mental berat/ imbecile (sever, IQ= 20-35)
6. Retardasi mental sangat berat atau idiot (profound, IQ= 0-19)

2.3 Etiologi Retardasi Mental


Menurut Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memaparkan
bahwa 30% dari anak-anak yang cacat mental serius disebabkan oleh
9
ketidaknormalan genetik, seperti down syndrom, 25% disebabkan oleh
cerebrum palsy, 30% disebabkan oleh meningitis dan masalah prenatal
sedangkan 15% sisanya belum dapat ditemukan (Muhammad, 2008). Anak
yang mengalami retardasi mental dapat disebabkan beberapa faktor diantara
faktor genetik atau juga kelainan dalam kromosom, faktor ibu selama hamil
dimana terjadi gangguan dalam gizi atau penyakit pada ibu seperti rubella,
atau adanya virus lain atau juga faktor setelah lahir dimana dapat terjadi
kerusakan otak apabila terjadi infeksi seperti terjadi meningitis, ensefalitis,
dan lain-lain (Hidayat, 2005).
1. Penyebab pranatal
a. Kelainan kromosom
Kelainan kromosom penyebab retardasi mental yang terbanyak
adalah sindrom Down. Disebut demikian karena Langdon Down
pada tahun 1866 untuk pertama kali menulis tentang gangguan ini,
yaitu bayi yang mempunyai penampilan seperti mongol dan
menunjukkan keterbelakangan mental seperti idiot. Hal ini tidak
sepenuhnya benar, karena sebagian besar dari golongan ini
termasuk retardasi mental sedang. Sindrom Down merupakan 10-
32% dari penderita retardasi mental. Diperkirakan insidens dari
sindrom Down antara 1-1,7 per 1000 kelahiran hidup per tahun.
Risiko timbulnya sindrom Down berkaitan dengan umur ibu saat
melahirkan. Ibu yang berumur 20-25 tahun saat melahirkan
mempunyai risiko 1:2000, sedangkan ibu yang berumur 45 tahun
mempunyai risiko 1:30 untuk timbulnya sindrom Down. Analisis
kromosom pada sindrom Down 95% menunjukkan trisomi –21,
sedangkan 5% sisanya merupakan mosaik dan translokasi.
Kelainan kromosom lain yang bermanifestasi sebagai retardasi
mental adalah trisomi-18 atau sindrom Edward, dan trisomi-13 atau
sindrom Patau, sindrom Cri-du- chat, sindrom Klinefelter, dan
sindrom Turner. Berdasarkan pengamatan ternyata kromatin seks,
yang merupakan kelebihan kromosom -X pada laki-laki lebih
banyak ditemukan di antara penderita retardasi mental dibandingkan
10
laki-laki normal. Diperkirakan kelebihan kromosom-X pada laki-
laki memberi pengaruh tidak baik pada kesehatan jiwa, termasuk
timbulnya psikosis, gangguan tingkah laku dan kriminalitas.
Kelainan kromosom-X yang cukup sering menimbulkan
retardasi mental adalah Fragile-X syndrome, yang merupakan
kelainan kromosom-X pada band q27. Kelainan ini merupakan X-
linked, dibawa oleh ibu. Penampilan klinis yang khas pada kelainan
ini adalah dahi yang tinggi, rahang bawah yang besar, telinga
panjang, dan pembesaran testis. Diperkirakan prevalens retardasi
mental yang disebabkan fragile-X syndrome pada populasi anak usia
sekolah adalah 1 : 2610 pada laki-laki, dan 1: 4221 pada
perempuan.
b. Kelainan genetik /herediter
c. Gangguan metabolik
Kelainan metabolik yang sering menimbulkan retardasi mental
adalah Phenylketonuria (PKU), yaitu suatu gangguan metabolik
dimana tubuh tidak mampu mengubah asam amino fenilalanin
menjadi tirosin karena defisiensi enzim hidroksilase. Penderita laki-
laki tenyata lebih besar dibandingkan perempuan dengan
perbandingan 2:1. Kelainan ini diturunkan secara autosom resesif.
Diperkirakan insidens PKU adalah 1:12 000-15 000 kelahiran
hidup. Penderita retardasi mental pada PKU 66,7% tergolong
retardasi mental berat dan 33,3% retardasi mental sedang.
Galaktosemia adalah suatu gangguan metabolism karbohidrat
disebabkan karena tubuh tidak mampu menggunakan galaktosa
yang dimakan. Dengan diet bebas galaktosa bayi akan bertambah
berat badannya dan fungsi hati akan membaik, tetapi menurut
beberapa penulis perkembangan mental tidak mengalami
perubahan.
Penyakit Tay-Sachs atau infantile amaurotic idiocy adalah suatu
gangguan metabolisme lemak, dimana tubuh tidak bisa mengubah
zat-zat pralipid menjadi lipid yang diperlukan oleh sel-sel otak.
11
Manifestasi klinis adalah nistagmus, atrofi nervus optikus, kebutaan,
dan retardasi mental sangat berat.
Hipotiroid congenital adalah defisiensi hormon tiroid bawaan
yang disebabkan oleh berbagai faktor (agenesis kelenjar tiroid,
defek pada sekresi TSH atau TRH, defek pada produksi hormon
tiroid). Kadang-kadang gejala klinis tidak begitu jelas dan baru
terdeteksi setelah 6-12 minggu kemudian, padahal diagnosis dini
sangat penting untuk mencegah timbulnya retardasi mental atau
paling tidak meringankan derajat retardasi mental. Gejala klasik
hipotiroid kongenital pada minggu pertama setelah lahir adalah
miksedema, lidah yang tebal dan menonjol, suara tangis yang serak
karena edema pita suara, hipotoni, konstipasi, bradikardi, hernia
umbilikalis. Prevalens hipotiroid congenital berkisar 1:4000
neonatus di seluruh dunia. Defisiensi yodium secara bermakna
dapat menyebabkan retardasi mental baik di negara sedang
berkembang maupun di negara maju. Diperkirakan 600 juta sampai
1 milyar penduduk dunia mempunyai risiko defisiensi yodium,
terutama di negara sedang berkembang. Penelitian WHO
mendapatkan 710 juta penduduk Asia, 227 juta Afrika, 60 juta
Amerika Latin, dan 20-30 juta Eropa mempunyai risiko defisiensi
yodium. Akibat defisiensi yodium pada masa perkembangan otak
karena asupan yodium yang kurang pada ibu hamil meyebabkan
retardasi mental pada bayi yang dilahirkan. Kelainan ini timbul bila
asupan yodium ibu hamil kurang dari 20 ug ( normal 80-150 ug) per
hari. Dalam bentuk yang berat kelainan ini disebut juga kretinisme,
dengan manisfestasi klinis adalah miksedema, kelemahan otot,
letargi, gangguan neurologis, dan retardasi mental berat. Di daerah
endemis, 1 dari 10 neonatus mengalami retardasi mental karena
defisiensi yodium.
d. Sindrom dismorfik
e. Infeksi intrauterine

12
Infeksi rubela pada ibu hamil triwulan pertama dapat
menimbulkan anomali pada janin yang dikandungnya. Risiko
timbulnya kelainan pada janin berkurang bila infeksi timbul pada
triwulan kedua dan ketiga. Manifestasi klinis rubela kongenital
adalah berat lahir rendah, katarak, penyakit jantung bawaan,
mikrosefali, dan retardasi mental.
Infeksi cytomegalovirus tidak menimbulkan gejala pada ibu
hamil tetapi dapat memberi dampak serius pada janin yang
dikandungnya. Manifestasi klinis antara lain hidrosefalus,
kalsifikasi serebral, gangguan motorik, dan retardasi mental.
f. Intoksikasi
2. Penyebab perinatal
a. Prematuritas
b. Asfiksia
c. Kernikterus
d. Hipoglikemia
e. Meningitis
f. Hidrosefalus
g. Perdarahan intraventrikular
3. Penyebab postnatal
a. Infeksi (meningitis, ensefalitis)
b. Trauma
c. Kejang lama
d. Intoksikasi (timah hitam, merkuri)
Terjadinya retardasi mental tidak dapat dipisahkan dari tumbuh
kembang seorang anak. Seperti diketahui faktor penentu tumbuh
kembang seorang anak pada garis besarnya adalah faktor
genetik/heredokonstitusional yang menentukan sifat bawaan anak
tersebut dan faktor lingkungan. Yang dimaksud dengan lingkungan
pada anak dalam konteks tumbuh kembang adalah suasana (milieu)
dimana anak tersebut berada. Dalam hal ini lingkungan berfungsi
sebagai penyedia kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang.
13
Kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang ini secara garis besar
dapat digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu:
1. Kebutuhan fisis-biomedis (asuh)
a. Pangan (gizi, merupakan kebutuhan paling
b. penting)
c. Perawatan kesehatan dasar (Imunisasi, ASI,
d. penimbangan bayi secara teratur,
e. pengobatan sederhana, dan lain lain)
f. Papan (pemukiman yang layak)
g. Higiene, sanitasi
h. Sandang
i. Kesegaran jasmani, rekreasi
2. Kebutuhan emosi/kasih sayang (asih). Pada tahun- tahun pertama
kehidupan hubungan yang erat mesra dan selaras antara ibu dan
anak merupakan syarat mutlak untuk menjamin suatu proses
tumbuh kembang yang selaras, baik fisis, mental maupun sosial.
3. Kebutuhan akan stimulasi mental (asah). Merupakan cikal bakal
proses pembelajaran (pendidikan dan pelatihan) pada anak.
Stimulasi mental ini membantu perkembangan mental psikososial
(kecerdasan, ketrampilan, kemandirian, kreativitas, kepribadian,
moral-etika dan sebagainya). Perkembangan ini pada usia balita
disebut sebagai perkembangan psikomotor.

2.4 Patofisiologi

14
1. Kecemasan keluarga 1. Gangguan Funsi Intelektual
2. Kurang pengetahuan komunikasi verbal
3. Koping keluarga 2. Gangguan bermain
tidak efektif 3. Isolasi sosial
4. Kerusakan interaksi
sosial 1. Keterlambatan
pertumbuhan dan
perkembangan
2. Risiko
1. Deficit perawatan Ketergantungan
diri 3. Risiko cedera
2. Keseimbangan
nutrisi kurang dr
kebutuhan

Patofisiologi Retardasi Mental (Mutaqqin, 2008)

15
2.5 Pemeriksaan penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada anak yang menderita
retardasi mental, yaitu: (shonkof JP. 1992)
1. Kromosomal Kariotipe
a. Terdapat beberapa kelainan fisik yang tidak khas
b. Anamnesis ibu tercemar zat-zat teratogen
c. Terdapat beberapa kelainan kongenital
d. Genetalia abnormal
2. EEG (Elektro Ensefalogram)
a. Gejala kejang yang dicurigai
b. Kesulitan mengerti bahasa yang berat
3. CT ( Cranial Computed Tomography) atau MRI ( Magnetic Resonance
Imaging)
a. Pembesaran kepala yang progresif
b. Tuberous sklerosis
c. Dicurigai kelainan otak yang luas
d. Kejang local
e. Dicurigai adanya tumor intracranial
4. Titer virus untuk infeksi kongenital
a. Kelainan pendengaran tipe sensorineural
b. Neonatal hepatosplenomegali
c. Petechie pada periode neonatal
d. Chorioretinitis
e. Mikroptalmia
f. Kalsifikasi intrakranial
g. Mikrosefali
5. Serum asam urat ( uric acid serum)
a. Gout
b. Sering mengamuk
6. Laktat dan piruvat darah
a. Asidosis metabolik
b. Kejang mioklonik
16
7. Plasma asam lemak rantai sangat panjang
a. Hepatomegali
b. Tuli
c. Kejang dini dan hipotonia
d. Kista pada ginjal
8. Serum seng (Zn)
a. Acrodermatitis
9. Logam berat dalam darah
a. Anamnesis adanya pika
b. anemia
10. Serum tembaga (Cu) dan ceruloplasmin
a. Gerakan yang involunter
b. Sirosis
c. Cincin kayser-fleischer
11. Serum asam amino atau asam organik
a. Kejang yang tidak diketahui sebabnya pada bayi
b. Gagal tumbuh
c. Bau yang tidak biasa pada air seni atau kulit
d. Warna rambut yang tidak biasa
e. Mikrosefali
f. Asidosis yang tidak diketahui sebabnya
12. Plasma ammonia
a. Muntah-muntah dengan asidosis metabolik
13. Analisa enzim lisozom pada lekosit atau biopsy kulit:
a. Kehilangan fungsi motorik dan kognitif
b. Atrofi N.Optikus
c. Degenerasi retina
d. Serebelar ataksia yang berulang
e. Mioklonus
f. Hepatosplenomegali
g. Kulit yang kasar dan lepas-lepas
h. Kejang
17
i. Pembesaran kepala yang dimulai setelah umur 1 tahun

2.6 Komplikasi
1. Serebral palcy
2. Gangguan kejang
3. Gangguan kejiwaan
4. Gangguan konsentrasi /hiperaktif
5. Defisit komunikasi
6. Konstipasi (karena penurunan motilitas usus akibat obat-obatan
antikonvulsi, kurang mengkonsumsi makanan berserat dan cairan)
2.7 Penatalaksanaan
Menurut jevuska (2010), latihan dan pendidikan yang diberikan kepada
anak retardasi mental yaitu:

1. Mempergunakan dan mengembangkan sebaik-baiknya kapasitas yang


ada

2. Memperbaiki sifat-sifat yang salah atau yang anti sosial

3. Mengajarkan suatu keahlian (skill) agar anak itu dapat mencari nafkah
kelak
Latihan anak-anak ini lebih sulit dari pada anak-anak biasa karena
perhatian mereka mudah sekali tertarik kepada hal-hal yang lain. Harus
diusahakan untuk mengikat perhatian mereka dengan merangsang panca
indera, misalnya dengan alat permainan yang berwarna atau yang berbunyi,
dan semuanya harus konkrit, artinya dapat dilihat, didengar dan diraba.
Prinsip-prinsip ini yang mula - mula dipakai oleh Fiabel dan Pestalozzi,
sehingga sekarang masih digunakan ditaman kanak-kanak (Judarwanto,
2009). Latihan diberikan secara kronologis dan meliputi :
1. Latihan rumah, yaitu pelajaran-pelajaran mengenai makan sendiri,
berpakaian sendiri, kebersihan badan.

2. Latihan sekolah, yaitu penting dalam hal ini ialah perkembangan sosial.

18
3. Latihan teknis, yaitu berikan sesuai dengan minat, jenis kelamin dan
kedudukan sosial.

4. Latihan moral, yaitu sejak kecil anak harus diberitahukan apa yang baik
dan apa yang tidak baik. Agar ia mengerti maka tiap-tiap pelanggaran
disiplin perlu disertai dengan hukuman dan tiap perbuatan yang baik perlu
disertai hadiah.

2.8 Pencegahan Retardasi Mental Ringan


Secara umum menurut Judarwanto (2009) pencegahan anak retardasi mental
yaitu:

1. Pencegahan primer
Dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan pada masyarakat,
perbaikan keadaan sosio-ekonomi, konseling genetik dan tindakan
kedokteran (umpamanya perawatan prenatal yang baik, pertolongan
persalinan yang baik, kehamilan pada wanita adolesen dan diatas 40
tahun dikurangi dan pencegahan peradangan otak pada anak-anak).

2. Pencegahan sekunder
Yang meliputi diagnosa dan pengobatan dini peradangan otak,
perdarahan subdural, kraniostenosis (sutura tengkorak menutup terlalu
cepat, dapat dibuka dengan kraniotomi; pada mikrosefali yang
kogenital, operasi tidak menolong).
3. Pencegahan tersier
Yang meliputi pendidikan penderita atau latihan khusus sebaiknya di
sekolah berkebutuhan khusus. Dapat diberi neuroleptika kepada yang
gelisah, hiperaktif atau dektrukstif.
4. Konseling kepada orang tua dilakukan secara fleksibel dan pragmatis
dengan tujuan antara lain membantu mereka dalam mengatasi frustrasi
oleh karena mempunyai anak dengan retardasi mental. Orang tua sering
menghendaki anak diberi obat, oleh karena itu dapat diberikan
penjelasan bahwa sampai sekarang.

19
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI RETARDASI MENTAL

20
3.1 Pengkajian

1. Identitas

Identitas meliputi nama (harus lengkap dan jelas), umur perlu


dipertanyakan untuk interprestasi tingkat perkembangan anak yang sudah
dicapai sesuai dengan umur, jenis kelamin, (anak laki-laki lebih sering
sakit dibanding anak perempuan tetapi belum diketahui secara pasti
mengapa demikian).
Namun orang tua harus diketahui, supaya tidak keliru dengan orang
lain. Alamat untuk mempermudah komunikasi, kondisi lingkungan dan
komunitas, untuk mengetahui epidemiologi (orang, tempat, waktu).
Umur, pendidikan dan pekerjaan untuk pendekatan anamnesis dalam
memperoleh data yang akurat, menggambarkan tingkat status sosial dan
pola asuh, asah, dan asih. Agama dan suku menilai perilaku tentang
kesehatan dan penyakit yang berhubungan dengan kebiasaan dan tradisi
yang dapat menunjang atau menghambat perilaku sehat.
Keluhan yang membuat klien dibawa ke rumah sakit karena
pertumbuhan perkembangan anaknya yang terlambat dari kelompok
seusianya.
1. Riwayat penyakit saat ini
Biasanya diawali dari pengalaman dan perasaan cemas ibu kilen yang
pertumbuhan dan perkembangan anaknya terlambattidak sesuai kelompok
seusianya.
2. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit seperti rubella, tetanus, difteri, meningitis, morbili, polio,
pertusis, varicella, dan ensefalitis dapat berkaitan atau mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan baik secara enteral maupun parenteral.
3. Riwayat antenatal, natal, dan pascanatal
Antenatal. Kesehatan ibu selama hamil, penyakit yang pernah diderita
serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi penyakitnya, berapa kali
perawatan antenatal, kemana serta kebiasaan minum jamu-jamuan dan
obat yang pernah diminum serta kebiasaan selama hamil.
21
Natal. Tanggal, jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang
menolong, cara persalinan (spontan, ekstraksi vakum, ekstrasi forcep,
section sesaria, dan gamelli), presentasi kepala, dan komplikasi atau
kelainan congenital. Keadaan saat lahir dan morbiditas pada hari pertama
setelah lahir, masa kehamilan (cukup, kurang, lebih) bulan.
Pascanatal. Lama dirawat dirumah sakit, masalah-masalah yang
berhubungan dengan gangguan sistem, masalah nutrisi, perubahan berat
badan, warna kulit, pola eliminasi, dan respons lainnya. Selama neonatal
perlu dikaji adanya asfiksia, trauma, dan infeksi.
4. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Berat badan, lingkar kepala, linkar lengan kiri atas, lingkar dada terakhir.
Tingkat perkembangan anak yang telah dicapai maotorik kasa, motorik
halus, kemampuan bersosialisasi, dan kemampuan bahasa.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Sosial, perkawinan orang tua, kesejahteraan dan ketentraman, rumah
tangga yang harmonis dan pola asah, asuh, dan asih. Ekonomi dan adat
istiadat berpengaruh dalam pengelolaan lingkungan internal dan eksternal
yang dapat mempengaruhi perkembangan intelektual dan pengetahuan
serta keterampilan anak. Disamping itu juga berhubungan dengan
persediaan dan pengadaan bahan pangan, sandang, dan papan.
6. Pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi, makanan pokok uatama apakah ASI atau PASI pada
umur anak tertentu. Jika diberikan PASI ditanyakan jenis, takaran,
dan frekuensi pemberian serta makanan tambahan yang diberikan.
Adakah makanan yang disukai, alergi, atau masalah makanan
lainnya.
b. Pola eliminasi, sistem pencernaan dan perkemihan pada anak perlu
dikaji BAB atau BAK (konsisten, warna, frekuensi, jumlah serta
bau). Bagaimamana tingkat toilet training sesuai dengan tingkat
perkembangan anak.
c. Pola aktivitas, kegiatan dan gerakan yang sudah dicapai anak pada
usia sekelompoknya mengalami kemunduran atau percepatan.
22
d. Pola istirahat, kebutuhan istirahat setiap hari, adakah gangguan
tidur, hal-hal yang mengganggu tidur dan yang mempercepat tidur.
e. Pola kebersihan diri, bagaimana perawatan pada diri anak, apakah
sudah mandiri atau masih ketergantungan sekunder pada orang lain
atau orang tua.
7. Pemeriksan fisik
Keeadaan umum
Kondisi klien saat dikaji, kesan kesadaran, tanda-tanda vital (perubahan
suhu, frekuensi pernapasan, sistem sirkulasi, dan perfusi jaringan).
Kepala dan lingkar kepala hendaknya diperiksa sampai anak usia 2 tahun
dengan pengukuran diameter oksipito-frontalis terbesar. Ubun-ubun
normal: besar rata atau sedikit cekung sampai anak usia 18 bulan.
Mata, reflex mata baik, sclera adakah ikterus, konjungtiva adakah anemis,
penurunan penglihatan (visus).
Telinga, simetris, fungsi pendengaran baik.
Mulut/leher, keadaan faring, tonsil (adakah pembesaran, hyperemia),
adakah pembesaran kelenjar limfa, lidah dan gigi (kotor atau tidak,
adakah kelainan, bengkak, dan gangguan fungsi). Kelenjar tiroid adakah
pembesaran (gondok) yang dapat mengganggu proses pertumbuhan anak.
Kulit, keadaan warna, turgor, edema, keringat, dan infeksi.
Thoraks, bentuk simetris, gerakan.
Paru, normal vesicular, adakah kelainan pernapasan (ronkhi, wheezing)
Jantung, pembesaran, irama, suara jantung, dan bising.
Genetalia, testis, jenis kelamin, apakah labia mayor menutupi labia
minora pada perempuan.Ekstremitas , refleks biologis, refleks patologis,
refleks memegang, sensibilitas, tonus, dan motorik.
8. Pemeriksaan diagnostik
Penatalaksanaan pada anak retardasi mental meliputi:
a. Radiologi
b. Pemeriksaan EEG
c. Pemeriksaan CT scan
d. Thorak AP/PA
23
e. Laboratorium: SE (serum elektrolit), FL, UL, BUN, DL, LED,
serum protein, IgG/IgM.
f. Konsultasi:
Bidang THT, jantung, paru
Bidang mata
Rehabilitasi medis
g. Program terapi
Gizi seimbang
Multivitamin
AB sesuai dengan infeksi penyerta

3.2 Diangnosa keperawatan

1. Status perkembangan berhubungan dengan kondisi individu mengalami


gangguan
2. Nyeri akut emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual
atau fungsional
3. Defisit Nutrisi berhubungan dengan nutrisi kurang dari kebutuhan

3.3 Intervensi keperawatan


No. Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
1. Status perkembangan Status perkembangan Dukungan perkembangan
berhubungan dengan Kode : L. 10101 spritual
kondisi individu a. keterampilan perilaku Kode : I 11352
mengalami gangguan sesuai dari skala 5  Sediakan lingkungan
(meningkat) menjadi skala 3 tenang untuk
24
(sedang) merefleksi diri
b. kemampuan melakukan  Fasilitasi
perawatan diri dari skala 2 mengidentifikasi
(cukup menurun) menjadi hambatan dalam
skala 4 (cukup meningkat) pengenalan diri
c. respon sosial kontak mata  Fasilitasi
dari skala 1 (menurun) menjdi mengeksplorasi
skala 3 (sedang) keyakinan terkait
d. kemarahan dari skala 1 pemulihan tubuh,
(meningkat) menjadi skala 3 pikiran, dan jiwa
(sedang

2. Nyeri akut Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri


Definisi : pengalaman Kode : L.08063 Kode : I.08238
sensorik atau emosional a. melaporkan nyeri a.Observasi
yang berkaitan dengan terkontrol (skala 1  Identifikasi lokasi,
kerusakan jaringan sampai skala 5) karateristik, durasi,
aktual atau fungsional b. kemampuan freskuensi, kualitas,
mengenali onset nyeri intensitas nyeri
(skala 1 sampai skala  Indentifikasi skala nyeri
5)  Indentifikasi respons nyeri
c. kemampuan non verbal
mengenali penyebab  Identifikasi factor yang
nyeri (skala 1 sampai memperberat dan
skala 5) memperingan nyeri
d. kemampuan  Identifikasi pengetahuan
menggunakan teknik dan keyakinantentang
non-farmalogis (skala nyeri
1 sampai skala 5)  Indentifikasi pengaruh
e. dukungan orang budaya terhadap respons
terdekat (skala 1 nyeri
sampai skala 5)
 Indentifikasi pengaruh

25
f. keluhan nyeri (skala 1 nyeri pada kualitas hidup
sampai skala 5) b. Terapeutik
g. penggunaan analgesik  Berikan teknik
(skala 1 sampai skala farmakologis untuk
5) mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
c. Edukasi
 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
 Anjurkan analgetik secara
tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
d. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgenik jika perlu

26
3. Defisitnutrisi Status nutrisi Manajemen Nutrisi
berhubungan dengan Kode : L.03030 Kode : I.03119
napsu makan menurun a. Nyeri abdomen dari a. Identifikasi status
skala 1 (meningkat) nutrisi
menjadi 3 (sedang) b. Berikan makanan tinggi
b. Frekuensi makan dari serat untuk mencegah
skala 1 (memburuk) konstipasi
menjadi skala 3 (sedang) c. Identifikasi makanan
c. Nafsu makan dari yang disukai
skala 1 (memburuk)
menjadi skala 3
(sedang)

3.3 Implementasi
Pengelolahan dan perwujudan dari rencan keprawatan yang telah disusun
pada tahap perencanaan, implementasi, merupakan tahap proses
keperawatan dimana perawat memberikan intervensi keperawatan
langsung dan tidak langsung terhadap klien.
3.4 Evaluasi
Setelah tindakan keperawatan dilaksanakan evaluasi proses dan hasil
mengacu criteria evaluasi yang telah ditentukan pada masing – masing
diagnose keperawatan sehingga :
1. Masalah teratasi atau tujuan tercapai
2. Masalah teratasi atau tercapai sebagian

3.Masalah tidak teratasi atau tujuan tidak tercapa

27
BAB 4

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS PADA PASIEN GLAUKOMA

KASUS

An. A umur 6 tahun dibawa ibunya ke rumah sakit karena terdapat banyak luka
sayatan di tangannya. Ibu B mengatakan anaknya sering bersikap aneh misalnya
sering melukai diri sendiri dan sering mengancam jiwa orang lain. Ibu B
mengatakan anaknya sering menolak ketika diajak bermain oleh teman –
temannya. Ibu B mengatakan An. A belum bisa menulis, membaca dan
melakukan aktivitasnya sendiri.
Saat dilakukan pengkajian terdapat banyak luka sayatan di tangan An. A. saat
diajak berinteraksi, respon An. A sangat lambat dan jawaban An. A juga
menyimpang dari pertanyaan yang diberikan oleh perawat. Ketika diamati tubuh
An. A terlihat kurus, kecil, tidak seperti anak umur 6 tahun pada umumnya. Saat
diberikan mainan oleh perawat An. A terlihat kurang berminat.
Saat dilakukan pemeriksaan TTV didapatkan hasil :
TD : 110/80 mmHg
RR : 32 x / menit
S : 36,5 o C
N : 110x/menit

4.1 Pengkajian

1. Identitas klien
Nama : An. A
Umur : 6 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
BB : 22 kg
Agama : Islam
Alamat : Sidoarjo
Tanggal pengkajian : 12 Agustus 2019

28
2. Keluhan utama
Ibu pasien mengatakan anaknya sering bersikap aneh dan sering
melukai diri sendiri dan sering mengancam iwa orang lain
3. Riwayat kesehatan sekarang
banyak luka sayatan di tangan An. A. saat diajak berinteraksi,
respon An. A sangat lambat dan jawaban An. A juga menyimpang
dari pertanyaan yang diberikan oleh perawat
4. Riwayat kesehatan masa lalu
Ibu pasien mengatakan anaknya belum pernah melakukan operasi,
persalinan dan kelahiran normal, tidak mempunyai riwayat alergi,
dan imunisasi dilakukan secara lengkap.
5. Riwayat nutrisi
Ibu pasien mengatakan kebutuhan nutrisinya kurang dan pola
makan tidak teratur.
6. Riwayat kesehatan keluarga
Ibu pasien mengatakan bahwa dirinya dulu mempunyai penyakit
yang sama.
7. Riwayat tumbuh kembang
Ibu pasien mengatakan jika anaknya sejak lahir sudah terkena
penyakit ini.
8. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum:
a. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum:
1.banyak luka sayatan di tangan An. A.
2. saat diajak berinteraksi, respon An. A sangat lambat dan jawaban
An. A juga menyimpang dari pertanyaan yang diberikan oleh
perawat

29
3. tubuh An. A terlihat kurus, kecil, tidak seperti anak umur 6 tahun
pada umumnya.
4. Saat diberikan mainan oleh perawat An. A terlihat kurang
berminat.

Saat dilakukan pemeriksaan TTV didapatkan hasil :


TD : 110/80 mmHg
RR : 32 x / menit
S : 36,5 o C
N : 110x/menit

4.2 Analisa data

No Data Fokus Masalah Etiologi


1. Data Subjektif : Status Kondisi individu
a. Ibu pasien mengatakan perkembangan mengalami
anaknya sering bersikap aneh gangguan
dan sering melukai diri sendiri
dan sering mengancam jiwa
orang lain
b. . Ibu B mengatakan anaknya
sering bersikap aneh misalnya
sering melukai diri sendiri dan
sering mengancam jiwa orang
lain. Ibu B mengatakan anaknya
sering menolak ketika diajak
bermain oleh teman – temannya.
Ibu B mengatakan An. A belum
bisa menulis, membaca dan
melakukan aktivitasnya sendiri.

Data Objektif :
a. saat diajak berinteraksi,
respon An. A sangat lambat dan

30
jawaban An. A juga
menyimpang dari pertanyaan
2. Data Subjektif : Nyeri akut emosional yang
Px mengatakan terasa nyeri di berkaitan
bagian tangan saat beraktivitas dengan
P : An A menahan sakit dan kerusakan
menagngis jaringan aktual
Q : px merasakan nangis dan atau fungsional
rewel
R : nyeri berat di tangan px
S : skala nyeti dari skala 1-7
berada di skala 7
T : nyeri saat beraktivitas

Data Objektif :
TD : 110/80 mmHg
RR : 32 x / menit
S : 36,5 o C
N : 110x/menit

3. Data Subjektif : Defisit nutrisi Nutrisi kurang


a. An. A terlihat kurus, kecil, dari kebutuhan
tidak seperti anak umur 6
tahun pada umumnya
Data Objektif :

An.A tampak kurus

31
4.3 Intervensi keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI

1. Status perkembangan Status perkembangan Dukungan perkembangan spritual


berhubungan dengan Kode : L. 10101 Kode : I 11352
kondisi individu a. keterampilan perilaku sesuai  Sediakan lingkungan
mengalami gangguan dari skala 5 (meningkat) menjadi tenang untuk merefleksi
skala 3 (sedang) diri
b. kemampuan melakukan  Fasilitasi
perawatan diri dari skala 2 mengidentifikasi
(cukup menurun) menjadi skala hambatan dalam
4 (cukup meningkat) pengenalan diri
c. respon sosial kontak mata dari  Fasilitasi mengeksplorasi
skala 1 (menurun) menjdi skala keyakinan terkait
3 (sedang) pemulihan tubuh, pikiran,
d. kemarahan dari skala 1 dan jiwa
(meningkat) menjadi skala 3
(sedang
2. Nyeri akut Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri
Definisi : pengalaman Kode : L.08063 Kode : I.08238
sensorik atau emosional h. melaporkan nyeri e. Observasi
yang berkaitan dengan terkontrol (skala 1  Identifikasi lokasi,
kerusakan jaringan aktual sampai skala 5) karateristik, durasi,
atau fungsional i. kemampuan mengenali freskuensi, kualitas,
onset nyeri (skala 1 intensitas nyeri
sampai skala 5)  Indentifikasi skala nyeri
j. kemampuan mengenali  Indentifikasi respons nyeri
penyebab nyeri (skala 1 non verbal
sampai skala 5)  Identifikasi factor yang
k. kemampuan memperberat dan
menggunakan teknik memperingan nyeri
non-farmalogis (skala 1  Identifikasi pengetahuan dan
sampai skala 5) keyakinantentang nyeri

32
l. dukungan orang terdekat  Indentifikasi pengaruh
(skala 1 sampai skala 5) budaya terhadap respons
m. keluhan nyeri (skala 1 nyeri
sampai skala 5)  Indentifikasi pengaruh nyeri
n. penggunaan analgesik pada kualitas hidup
(skala 1 sampai skala 5) f. Terapeutik
 Berikan teknik farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
g. Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan
nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
 Anjurkan analgetik secara
tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
h.Kolaborasi

33
 Kolaborasi pemberian
analgenik jika perlu

3. Defisitnutrisi berhubungan Status nutrisi Manajemen Nutrisi


dengan napsu makan Kode : L.03030 Kode : I.03119
menurun d. Nyeri abdomen dari d. Identifikasi status nutrisi
skala 1 (meningkat) e. Berikan makanan tinggi

menjadi 3 (sedang) serat untuk mencegah

e. Frekuensi makan dari konstipasi


f. Identifikasi makanan
skala 1 (memburuk)
yang disukai
menjadi skala 3 (sedang)
f. Nafsu makan dari skala
1 (memburuk) menjadi
skala 3 (sedang)

4.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

NO Dx Tanggal dan Implementasi Evaluasi


Jam
1. 13 Agustus 1. Memberikan S :An A mengatakan nafsu
2019 / 08.00 maianan agar anak makan meningkat
dapat berekpresi O :
2. 10.00 dengan lingkung An A tampak lebih baik
dari sebelumnya
2. Mengidentifikasi a. Nadi : 100x / menit

34
3. 13.00 status nyeri b. RR : 20x / menit
c. Suhu : 36,5oC
3. Berikan teknik
farmakologis untuk A : masalah teratasi
mengurangi rasa P : Intervensi dilanjutkan
nyri

4. Berikan makanan
yang disukai

1. 14 Agustus 1. Anjurkan pasien S : An. A sudah merasa


2019 / 15.00 untuk bermain tenang
dengan bebas O:
a. Pasien tampak lebih
2. Berikan makanan
tenang
tinggi serat u
2. 17.00 b. Nadi : 100x / menit
3. Berikan empati, c. RR : 20x / menit
kehangatan, dan d. Suhu : 36,5oC
3. 18.30 kejujuran.
A : Masalah teratasi
sebagian
P : intervensi dihentikan

35
36
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Retardasi mental merupakan masalah bidang kesehatan masyarakat,
kesejahteraan sosial dan pendidikan baik pada anak yang mengalami
retardasi mental tersebut maupun keluarga dan masyarakat. Definisi retardasi
mental harus mencakup bidang kognitif (intelegensia) dan adaptasi sosial
yang timbul pada masa perkembangan. Klasifikasi retardasi mental saat ini
yang terbanyak dipakai adalah The ICD-10 Classification of mental and
Behavioural Disorders, WHO, Geneva tahun 1994, yaitu :
1. Mild retardation (Retardasi mental ringan), IQ 50-69
2. Moderate retardation (Retardasi mental sedang), IQ 35-49
3. Severe retardation (Retardasi mental berat), IQ 20-34
4. Profound retardation (Retardasi mental sangat berat), IQ <20

Mengingat besarnya beban yang ditanggung oleh penderita retardasi


mental, keluarga, dan masyarakat maka pencegahan terhadap timbulnya
retardasi mental dan diagnosis dini merupakan pilihan terbaik.

5.2 Saran
Disarankan kepada para ibu agar memperhatikan kesehatan dirinya
seperti memperhatikan gizi, hati-hati mengkonsumsi obat-obatan dan
mengurangi kebiasaan buruk seperti: minum-minuman keras dan merokok.
Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan perlu melakukan
langkah prepentif guna menanggulangi gangguan mental yang dapat
membahayakan kesehatan anak dan remaja caranya yaitu dengan
menggalakkan penyuluhan tentang retardasi mental kepada masyarakat. 

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Huda Amin, kusuma Hrdhi. 2015. NANDA NIC-NOC Jilid 3. Jogjakarta:


Penerbit Mediaction Jogja
2. Betz and Sowden, 2002, Buku saku keperawatan pediatri, EGC, Jakarta.
3. Gordon et.al, 2001, Nursing diagnoses : Definition & classification 2001-2002,
Philadelpia USA
4. Nelson, 1994, Ilmu kesehatan anak, Jilid I. Jakarta; EGC
5. Lusmilasari, L., 2002, Asuhan keperawatan klien dengan retardasi mental :
Materi kuliah tidak di publikasikan, PSIK FK UGM, Jogjakarta
6. Muttaqin arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan kilen dengan gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

38

Anda mungkin juga menyukai