Anda di halaman 1dari 14

Lo9Laporan Kasus

1. IDENTITAS PASIEN
 Nama : Nn. D
 Umur :25 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Pekerjaan :Swasta
 Alamat :Jl Pinang ranti no. 99 T 017/001, Jakarta timut
 Agama :Kristen
 Pendidikan : SMA
 Suku : Jawa

2. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF
 Keluhan Utama :Sakit saat menelan
 Keluhan Tambahan : Mendengkur ketika tidur, sesak demam, menggigil,
badan terasa ngilu, pusing
 Riwayat Penyakit Sekarang:
 Pasien datang ke Poli THT RSU UKI dengan keluhan rasa sakit ketika
menelan makanan. Keluhan tersebut sudah dirasakan sejak 5 hari yang
lalu. Pasien mengeluhkan rasa sakit saat menelan makanan, namun tidak
mengalami kesulitan dalam menelan makanan ( padat/lunak) dan minum.
Pasien juga mengalami demam, menggigil, badan terasa ngilu serta pusing
sejak 5 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh terkadang sesak. Pasien juga
mengaku selama sakit tidurnya menjadi mendengkur. Karena rasa sakit
saat menelan, pasien mengaku nafsu makannya juga menurun. Tidak
terjadi penurunan berat badan pada pasien. Sebelumnya pasien pergi ke
klinik dekat rumahnya dan oleh dokter diminta untuk dirujuk ke rumah
sakit karena harus dioperasi amandelnya dan pasien tidak diberi obat oleh
dokter klinik. Pasien mengaku membeli sendiri obat paracetamol di apotik
untuk mengatasi demam dan nyeri nya. Pasien tidak mengalami kesulitan
dalam membuka mulut. Pasien tidak mengeluhkan batuk dan pilek,
ataupun adanya dahak didalam ditenggorokan. Pasien tidak mengeluhkan
suaranya serak. Pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan di kedua

1
telinganya. Pasien juga tidak mengeluhkan hidungnya tersumbat dan
bersin di pagi hari.

 Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien pernah mengaku awal sakit amandel ( tonsilitis) sejak TK. Dan
penyakitnya biasanya kambuh dalam setahu 3-4 kali. Pasien memiliki
riwayat sakit Maag. Riwayat Asma disangkal, riwayat alergi disangkal,
riwayat sakit gigi disangkal.
 Riwayat Penyakit Keluarga:
Anggota keluarga lain tidak pernah mengalami keluhan yang sama dengan
pasien, riwayat alergi dalam keluarga disangkal
 Riwayat Kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan merokok.
3. PEMERIKSAAN OBYEKTIF
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 80 x/menit
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
RR : 16 x/menit
Suhu : 38 O C

Kepala dan Leher


Kepala : Normocephali
Mata : CA -/-, SI -/-
Leher anterior : KGB tidak teraba membesar
Leher posterior : KGB tidak teraba membesar

Status Lokalis
1. Telinga
Dextra Sinistra

Auricula Bentuk (N), Nyeri Bentuk (N), Nyeri


tekan (-) tekan (-)

2
Preauricula Fistel (-), Abses (-), Fistel (-), Abses (-),
Hiperemis (-),Nyeri Hiperemis (-),Nyeri
tekan (-) Tragus pain tekan (-), Tragus pain
(-) (-)

Retroauricula Hiperemis (-), udema Hiperemis (-), udema


(-), Nyeri tekan (-) (-), Nyeri tekan (-)

Mastoid Hiperemis (-), udema Hiperemis (-), udema


(-), Nyeri tekan (-) (-), Nyeri tekan (-)

CAE Hiperemis (-), udema Hiperemis (-), udema


(-), Corpus alineum (-) (-), Corpus alineum (-)

Discharge (-) Discharge (-)

Tes Rinne : positif ( normal)

Tes Webber : tidak lateralisasi ( normal)

Tes Swabach : tidak dilakukan

Audiogram :

Uji keseimbangan :

Membran tympani :

Dextra Sinistra

Perforasi (-), MT Intak (-), MT Intak

Reflex cahaya (+) (+)

Warna Putih keabu-abuan Putih keabu-abuan


seperti mutiara seperti mutiara

Bentuk Normal, bulging(-) Normal, bulging(-)

Pemeriksaan rutin khusus : Tidak dilakukan pemeriksaan.

2. Hidung dan sinus paranasal

3
a. Hidung
Dextra Sinistra

Hidung Bentuk normal Bentuk normal

Sekret (-) (-)

Mukosa konka Hiperemis(-), Hiperemis(-),


media hipertrofi (-) hipertrofi(-)

Mukosa konka Hiperemis(-), Hiperemis(-),


inferior hipertrofi (-) hipertrofi(-)

Meatus media Hiperemis(-), Hiperemis(-),


hipertrofi (-) hipertrofi(-)

Meatus inferior Hiperemis(-), Hiperemis(-),


hipertrofi (-) hipertrofi(-)

Septum Deviasi (-) Deviasi (-)

Massa (-) (-)

Pemeriksaan rutin khusus :tidak dilakukan pemeriksaan

b. Sinus Paranasal
Dextra
Sinistra
Infraorbita :
Supraorbita :
Glabella : Tidak dilakukan pemeriksaan
Diafanoskopi :
Lain-lain :
3. Tenggorok
Faring
 Dinding Faring : Hiperemis (+),Tidak bergranul
 Mukosa : Hiperemis (+)
 Uvula : Ditengah
 Arkus faring : Simetris (+), hiperemis (-)

4
Tonsil :
Dextra Sinistra

Ukuran T4 T4

Kripte Tidak Melebar Tidak Melebar

Perlekatan Tidak ada Tidak ada

Sikatrik Tidak ada Tidak ada

Detritus (+) (+)

Pemeriksaan rutin khusus : Tidak dilakukan

Nasofaring
 Discharge : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Mukosa : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Adenoid : Tidak hipertrofi
 Massa : (-)

Laringofaring
 Mukosa :
 Massa : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Lain-lain

Laring
 Epiglotis :
 Plica vocalis :
- Gerakan :
- Posisi : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Tumor :
 Massa :

4. RESUME

5
Status Generalis dalam batas normal

 Status THT

Telinga

Liang telinga lapang/lapang, hiperemis -/-

Sekret -/- : Serumen -/+

Membran timpani telinga kanan dan kiri intak. AD: Warna putih keabuan seperti
mutiara dan AS : Warna putih keabuan seperti mutiara, refleks cahaya +/+,
perforasi -/-

Tes Rinne : positif ( normal)

Tes Webber : tidak lateralisasi ( normal)

Tes Swabach : tidak dilakukan

Audiogram :

Uji keseimbangan :

 Hidung

 Cavum nasi lapang/lapang

 Mukosa hiperemis -/-

 Konka eutrofi / eutrofi

 Sekret pada meatus -/-

 Tenggorok

 Dinding faring bergranul (-), hiperemis (+)

 Mukosa faring hiperemis (+)

 Tonsil :

 Pembesaran T4-T4

 Kripta tidak melebar

 Detritus terlihat

DIAGNOSIS KERJA

 Faringitis Akut

DIAGNOSIS BANDING

6
 Tonsilitis Kronik

Rencana Penatalaksanaan

Medikamentosa

 Antibiotik oral

 Obat kumur

 Obat batuk antitusif

Non Medikamentosa

 Menjaga kebesihan mulut

 Kurangi makanan merangsang (pedas, dingin, dan berminyak)

 Apabila menderita batuk dan pilek segera diobati agar penyakit tidak
berulang

 Minum obat teratur sampai habis

 Kontrol ke dokter jika keluhan masih ada

Prognosis

Ad vitam : bonam

Ad functionum : bonam

Ad sanationum : bonam

7
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Definisi Faringitis

Faring merupakan sebuah bangunan berbentuk pipa yang menghubungkan


bagian belakang hidung dan rongga mulut dengan pintu masuk laring dan introitus-
esofagus. Faring dibagi menjadi tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring, dan
laringofaring.

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh


virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi,trauma toksin dan lain-lain. Virus dan bakteri
melakukan invasi ke faring dan meninmbulkan reaksi inflamasi local.

Infeksi bakteri grup A Streptokokus Beta hemolitikus dapat menyebabkan


kerusakan jaringan yang hebat karena bakteri ini melepaskan toksin ekstraseluler yang
dapat menimbulkan demam rheumatic, kerusakan katub jantung, glomerulonephritis
akut karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-
antibodi. Bakteri ini banyak menyerang anak usia sekolah, orang dewasa, dan jarang
pada anak kurang dari 3 tahun. Penularan ingeksi melalui secret hidung dan ludah
(droplet infection). 1

1.2. Epidemiologi Faringitis

Setiap tahunnya ± 40 juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan


karena faringitis. Anak-anak dan orang dewasa umumnya mengalami 3−5 kali infeksi
virus pada saluran pernafasan atas termasuk faringitis. Frekuensi munculnya faringitis
lebih sering pada populasi anak-anak. Kira-kira 15−30% kasus faringitis 12 pada
anak-anak usia sekolah dan 10% kasus faringitis pada orang dewasa. Biasanya terjadi
pada musim dingin yaitu akibat dari infeksi Streptococcus ß hemolyticus group A.
Faringitis jarang terjadi pada anak-anak kurang dari tiga tahun.4

1.3. Etiologi

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh:

8
o Virus (40−60%), Virus yaitu Rhinovirus, Adenovirus, Parainfluenza, Coxsackievirus,
Epstein –Barr virus, Herpes virus.
o Bakteri (5−40%), Bakteri yaitu, Streptococcus ß hemolyticus group A, Chlamydia,
Corynebacterium diphtheriae, Hemophilus influenzae, Neisseria gonorrhoeae.
o alergi, trauma, iritan, dan lain-lain seperti GERD, trauma bahan kimia dan merokok. 2

1.4. Klasifikasi Faringitis


1. Faringitis Akut
a. Faringitis viral

Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudia


menimbulkan faringitis. Gejala dan tandanya adalah sebagai berikut:

 Demam disertai rinorea


 Mual
 Nyeri tenggorok
 Sulit menelan

Pada pemeriksaan tamoak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza,


coxaschievirus dan cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat.
Coxachievirus dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi kulit
berupa maculopapular rash.

Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan


gejala konjungtivitia terutama pada anak.

Epstein Barr Virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai


produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran
retroservikal dan hepatosplenomegali.

Faringitis yang disebabkan HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri


tenggorok, nyeri menelan, mual ,dan demam. Pada pemeriksaan tampak
faring hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien
tampak lemah.

Terapi dari faringitis akut viral adalah dengan istirahat dan minum
yang cukup. Kumur dengan air hangat. Analgetika bila perlu dan tablet
hisap. Antivirus metisoprinol (Isoprenosine( di berikan pada infeksi
herpes simpleks dengan dosis 60-100 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali
pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak <5 tahun diberikan 50
mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari..

b. Faringitis bakterial

Infeksi grup A Streptokokus Beta Hemolitikus merupakan penyebab


faringitis akut pada orang dewasa(15%) dan pada anak (30%) dengan
gejala dan tanda sebagai berikut:

9
 Nyeri kepala yang hebat
 Muntah
 Kadang disertai demam dengan suhu tinggi
 Jarang disertai batuk

Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar ,faring dan tonsil hiperemis


dan terlihat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian muncul
bercak petekie pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior
membesar,kenyal dan nyeri pada penekanan. Berikut adalah Centor
Scoring System L

        No. Variabel Keterangan skor

3-14 tahun +1

1 Umur 15-44 tahun 0

≥45 tahun -1

Tidak 0
Pembengkakan tonsil
2
(amandel)
Ya +1

Tidak 0
Nyeri tekan di kelenjar
3
getahbening pada leher
Ya +1

Tidak 0
4 Demam (>380 C)
Ya +1

Tidak +1
5 Batuk
Ya 0

Terapi yang diberikan adalah

 Antibiotik

10
Diberikan terutama bila diduga penyebab faringitis akut ini
grup A streptokokus Beta hemolitikus. Penicillin G Banzatin 50.000
U/KgBB, IM dosis tunggal, atau amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi
3 kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3x500 mg selama 6-10 hari
atau eritromisin 4x500 mg/hari.

 Kortikosteroid

Deksametason 8-16 mg IM 1 kali

Pada anak : 0,08-0,3 mg/kgBB IM 1 kali.

 Analgetika
 Kumur dengan air hangan atau antiseptic

c. Faringitis fungal

Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring. Dengan


gejala dan tanda:

 Nyeri tenggorok
 Nyeri menelan
 Pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan mukosa faring
lainnya hiperemis.

Pembiakan jamur dilakukan pada agar Sabouroud dextrose. Terapi


yang diberikan adalah Nystatin 100.000-400.000 2 kali/hari dan
analgetika.

d. Faringitis Gonorea

Hanya pada pasien yang melakukan kontak orogenital. Diberikan


terapi Sefalosporin generasi -3, ceftriakson 250 mg,IV.

2. Faringitis Kronik

Terdapat dua bentuk yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis kronis
atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di farin ini ialah rhinitis
kronik,sinusitis,iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang
merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya
adalah pasien yang biasa bernapas lewat mulut karena hidung tersumbat.

a. Faringitis Kronik Hiperplastik

Terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak kelenjar


limfa di bawah mukosa faring dan lateral band hyperplasia. Pada
pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata, bergranul.

11
Gejalala:

 Mula-mula tenggorok kering gatal akhirnya menjadi batuk berdahak

Terapi

Terapi local dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat


kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter) .
Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur atau tablet hisap. Jika
diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau ekspektoran .
Penyakit di hidung dan sinus paranasal harus diobati.

b. Faringitis Kronik Atrofi

Sering timbul bersama rhinitis atrofi yaitu udara pernapasan tidak


diatur suhu serta kelembabannya sehingga menimbulkan rangsangan serta
infeksi pada faring.

Gejala dan tandanya adalah mengeluh tenggorokan kering dan tebal


serta mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh
lender yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.

Terapi pengobatan ditunjukkan pada rhinitis atrofinya dan untuk


faringitis kronis atrofi ditambahkan dengan obat kumur untuk menjaga
kebersihan mulut.

1.5. Patofisiologi Faringitis

Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara
langsung menginvasi mukosa faring dan akan menyebabkan respon inflamasi lokal.
Kuman akan menginfiltrasi lapisan epitel, lalu akan mengikis epitel sehingga jaringan
limfoid superfisial bereaksi dan akan terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi
leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemis, kemudian edema
dan sekresi yang meningkat.

Pada awalnya eksudat bersifat serosa tapi menjadi menebal dan kemudian
cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan keadaan
hiperemis, pembuluh darah dinding faring akan melebar. Bentuk sumbatan yang
berwarna kuning, putih atau abu-abu akan didapatkan di dalam folikel atau jaringan
limfoid.

Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring


posterior atau yang terletak lebih ke lateral akan menjadi meradang dan membengkak.
Virus-virus seperti Rhinovirus dan 18 Coronavirus dapat menyebabkan iritasi
sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal. I

Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan


pelepasan extracelullar toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan

12
jaringan yang hebat karena fragmen M protein dari Streptococcus ß hemolyticus
group A memiliki struktur yang sama dengan sarkolema pada miokard dan
dihubungkan dengan demam reumatik dan kerusakan katub jantung. Selain itu juga
dapat menyebabkan glomerulonefritis akut karena fungsi glomerulus terganggu akibat
terbentuknya kompleks antigenantibodi.3

1.6. Prognosis

Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik.


P a s i e n d e n g a n f a r i n g i t i s  biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu.

1.7. Komplikasi

Adapun komplikasi dari faringitis yaitu sinusitis, otitis media,


epiglotitis, mastoiditis, pneumonia, abses peritonsilar, abses retrofaringeal. Selain
itu juga dapat terjadi komplikasi lain berupa septikemia, meningitis,
glomerulonefritis, demam rematik akut. Hal ini terjadi
secara perkontuinatum, limfogenik maupun hematogenik.  1

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi E.A, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti R.D. Buku Ajar Ilmu


Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Ed 7. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI; 2017. 193-6

2. Kenealy T. Acute Infective Sore Throat. Aafp.org. 2018 [cited 15 October


2018]. Dapat diakses di: https://www.aafp.org/afp/2015/0515/p689.html

3. Kalra M, Higgins K, Perez E. Common Questions About Streptococcal


Pharyngitis. American Family Physician. 2016; 94(1); 24-31

4. Regoli M, Chiappini E, Bonsignori F, Galli L, de Martino M. Update on the


management of acute pharyngitis in children. Italian journal of pediatrics.
2011 Dec;37(1):10.

14

Anda mungkin juga menyukai