Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

TARSAL TUNNEL SYNDROME

Disusun Oleh :

Ajeng Damarianti

1765050297

Pembimbing :

dr. Chintya M. Sahetapy,Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF

PERIODE 1 APRIL – 4 MEI 2019

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tarsal tunnel syndrome atau sindroma terowongan tarsal merupakan sebuah keadaan

yang disebabkan karena adanya kompresi pada nervus tibialis atau yang berhubungan dengan

percabangannya yang melewati bagian bawah dari flexor retinaculum pada pergelangan kaki

atau di bagian distalnya. Sindroma ini disebut juga dengan neuralgia tibia posterior. Tarsal tunnel

syndrome dapat disamakan dengan carpal tunnel syndrome yaitu yang terjadi pada pergelangan

tangan. Pada tahun 1962, Keck dan Lam pertama kali mendiskripsikan syndrome ini dan

terapinya.

Tarsal Tunnel Syndrome (TTS) adalah neuropati yang disebabkan karena terperangkapnya nervus

tibialis posterior atau cabang-cabangnya didalam celah fibro-osseus dibawah fleksor retinaculum pada sisi

medial dari pergelangan kaki. Hal ini jarang terjadi tetapi merupakan kondisi yang penting dimana

biasanya jarang terdiagnosis karena banyaknya gejala yang mempengaruhi pada aspek plantar kaki.6

Tarsal tunnel syndrome disebabkan oleh beraneka segi kompresi yang menimbulkan

neuropathy dengan bermanifestasi sebagai rasa nyeri dan paresthesi yang meluas dari bagian

distal dalam pergelangan kaki dan terkadang sampai dengan bagian proximal. Dalam

menegakkan tanda-tanda dan gejala dari tarsal tunnel syndrome, maka hal ini didasarkan dari

berbagai macam penyebab, yang dikelompok-kelompokkan berdasarkan ekstrinsik dan intrinsik

atau faktor-faktor ketegangan. Sebagai contoh trauma eksternal yang dapat menyebabkan tarsal

tunnel syndrome yaitucrush injury, stretch injury, fraktur, dislokasi dari ankle dan hindfoot, dan

severe ankle sprains. Untuk faktor intrinsic yaitu space-occupying masses, tumor-tumor lokal,
bony prominences dan pleksus dari vena pada tarsal canal, Nerve tension disebabkan dari valgus

foot yang identik dengan gejala terkompresinya saraf circumferential.1

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Definisi

Tarsal tunnel adalah ruang sempit atau disebut terowongan yang terletak di bagian dalam

(medial) pergelangan kaki sebelah tulang pergelangan kaki. Terowongan ditutupi dengan

ligament tebal (flexor retinaculum) yang melindungi dan memelihara struktur yang terkandung

dalam terowongan yaitu arteri,vena,tendon dan saraf. Salah satu struktur ini adalah saraf tibialis

posterior, yang merupakan focus dari sindrom terowongan tarsal.6

Tarsal tunnel syndrome adalah kompresi pada saraf tibialis posterior yang menghasilkan

gejala sepanjang jalur nervus tersebut. Tarsal tunnel syndrome mirip dengan carpal tunnel

syndrome, yang terjadi dipergelangan tangan. Kedua gangguan timbul dari kompresi saraf dalam

ruang tertutup.7

B. Epidemiologi

Sindrom tarsal tunnel merupakan penyakit yang jarang ditemukan, tetapi kasus ini sering

ditemukan pada orang yang sering bekerja menggunakan sendi anklenya ataupun pada atlet

olahraga. Di Amerika tercatat 1,8 juta kasus setiap tahunya. Dimana penyakit ini lebih dominan

pada wanita dewasa.


C. Anatomi

Nervus Tibialis

Nervus tibialis berasal dari bagian anterior dari plexus sacralis. Yang keluar melalui

region posterior dari paha dan kaki, dan cabang-cabangnya masuk kedalam bagian medial dan

lateral dari nevus plantaris. Inervasi dari nervus tibialis ke kulit adalah menuju bagian betis dan

permukaan plantar dari kaki. Inervasi nervus tibialis ke otot terdapat paling banyak ke daerah

posterior dari paha dan otot-otot kaki dan beberapa pada otot-otot intrinsik dari kaki.2Nervus

tibialis posterior merupakan cabang dari nervus sciatika dengan suplai akar saraf dari L4, L5, S1,

S2, dan S3.

Tarsal Tunnel
Celah tarsal merupakan sebuah celah fibro-osseus dibawah fleksor retinculum, didalam

dan di inferior dari malleolus medial. Alasnya terbentuk dari dinding medial dari talus,

kalkaneum, dan dinding medial dari tibia distal. Bentuk dari fleksor retinaculum membentuk

batas superior dan inferior sebaik atapnya.

Struktur yang tentu saja berada di dalam celah tarsal, dari medial ke lateral, tendon

tibialis posterior, tendon fleksor digitorum longus, arteri dan vena tibialis posterior, nervus

tibialis posterior, dan tendon fleksor hallucis longus.

Sebagal tempat berjalannya nervus tibialis, melalui celah tarsal ini akan bercabang

menjadi nervus plantaris medial dan lateral. Percabangan ini terjadi ke sisi proksimal pada 5%

kasus . Dua cabang tersebut akan keluar pada celah tarsal, menyusuri melewati kira-kira 1

sentimeter dari jaringan lemak, dan kemudian memasuki celah mereka masing-masing. Nervus

plantaris medial akan menuju kedalam muskulus abductor hallucis dan muskulus fleksor hallucis

longus, dan kemudian terbagi aras tiga nervus digitalis. Nervus plantaris lateral secara langsung

melewati perut muskulus abductor hallucis sebagaimana akan melintang kearah sisi lateral dari

kaki sebelum menuju divisi terminal. Keduanya baik nervus plantar medial maupun lateral akan

menyediakan serabut otonomik, sensorik dan motorik dari plantar kaki.

Nervus kalkaneus medialis akan selalu merupakan bercabang dari nervus tibialis

posterior: akan langsung menancap pada fleksor retinaculum untuk menghasilkan inervasi

sensorik dari aspek posterior dan medial pada tumit. Meskipun, banyak variasi dari anatomi yang

mana mungkin saja bercabang sebelum dan berjalan pada superfisial ke fleksor retinaculum.
Inervasi dari percabangan dari saraf tibialis posterior:

- Percabangan calcaneal - Aspek medial dan posterior dari tumit

- Percabangan media plantar – percabangan cutaneous dari aspek plantar medial dari kaki,

percabangan motorik dari otot abductor hallucis dan flexor digitorum brevis, dan

percabangan talonavicular dan calcaneonavicular joints.

- Percabangan lateral plantar – percabangan motorik dari otot abductor digiti quinti dan

quadrates plantae, saraf cutaneos ke jari ke V, percabangan-percabangan tersebut

berhubungan ke saraf bagian jari IV, percabangan motorik ke lumbricalis: kedua, ketiga,

dan keempat dari percabangan interosei ke bagian atas dari transversa dari adductor

hallucis dan otot pertama dari interosseous space.2,3


D. Etiologi

Beberapa faktor berhubungan dengan terjadinya tarsal tunnel neuropathy. Soft-tissue

masses dapat menimbulkan compression neuropathy dari bagian saraf tibialis posterior. Contoh

termasuuk lipoma, tendon sheath ganglia, neoplasma pada tarsal canal, nerve sheath dan nerve

tumor, dan vena varicose. Tulang yang menonjol dan exostoses dapat pula menimbulkan

gangguan. Sebuah penelitian dari Daniel dan teman-temannya menunjukkan adanya deformitas

dari valgus pada rearfoot yang menghasilkan neuropathy dengan menigkatnya tensile load pada

saraf tibial.2,3

Penyebab TTS dapat diklasifikasikan baik interinsik, eksterinsik, atau kombinasi dari

keduanya. Di dalam tinjauan literatur sebelumnya, hal tersebut telah di prediksi bahwa dari 80%

kasus, penyebab spesifik yang menjadi penyebab dapat di kenali.

Faktor interinsik mencangkup: osteofit, retinaculum hipertrofi, tendonopati, lesi desak

ruang seperti pembesaran vena, ganglia, lipoma, tumor, dan neuroma. Perdarahan sekunder ke

trauma mungkin akan mengarahkan kearah iskemia dari beberapa nervus untuk gejala sensorik.

Celah fibro-osseus memiliki beberapa septa berserat dalam yang mana akan menyatu dengan

periosteum yang berdekatan. Berkas neurovaskular seringkali menyatu dengan septa ini,

menerjemahkan diri mereka sendiri lebih bertanggung jawab untuk derajat minor dari traksi pada

gerakan dari kaki.6

Faktor ekstrinsik mencangkup: trauma langsung, penggunaan kaki konstriktif, varus atau

valgus pada kaki belakang, edema generalisata oada anggota gerak bawah (kehamilan, kongesti

vena), inflamasi sistemik antropati, diabetes, dan luka paska bedah. Sebuah perangkap dari

cabang pertama dari nervus plantaris lateral (nervus Baxter) adalah eksasebasi oleh supinasi

kaki.6
E. Gejala Klinis

Gejala dari tarsal tunnel syndrome bervariasi dari masing-masing individu, tetapi dari

klinis umumnya: gangguan sensorik yang bervariasi dari mulai sharp pain sampai hilangnya

sensasi, gangguan motorik dengan resultant atrophy dari intrinsic musculature, dan gait

abnormality (Contoh Overpronation dan pincang karena nyeri dengan weight bearing).

Deformitas dari hindfoot valgus berpotensi ke dalam gejala dari tarsal tunnel syndrome karena

deformitas tersebut dapat meningkatkan tension menjadi peningkatan dari eversion dan

dorsiflexion. Tidak ada penelitian lainnya yang dapat menunjukkan hubungan secara statistik

dari tarsal tunnel syndrome dalam kondisi bekerja atau beraktivitas sehari-hari. Prevalensi dan

insiden dari tarsal tunnel syndrome belum pernah dilaporkan.1

Gejala predominan adalah nyeri secara langsung yang melalui celah tarsal didalam

malleolus medialis dengan radiasi kearah arkus longitudinal dan aspek plantar dari kaki termasuk

tumit. Sebuah sensasi seperti terikat dan beberapa derajat variasi dari gejala sensorik seperti rasa

terbakar, kesemutan, dan baal juga kadang terjadi. Gejala akan bereksaserbasi oleh aktifitas

seperti berdiri lama, atau berjalan. Gejala malam tidak jarang terjadi, terutama hari setelah

adanya aktifitas mengangkat beban yang berkepanjangan. Istirahat dan elevasi tungkai akan

memperbaiki gejala.
Titik nyeri pada abductor hallucis.

F. Patofisiologi

Sindrom tarsal tunnel adalah kompresi neuropathy dari nervus tibial pada tarsal canal.

Tarsal canal terdiri dari flexor retinaculum, dimana berada posterior dan distal dari maleolus

medial. Gejala dari kompresi dan tension neuropathy adalah mirip; akan tetapi, perbedaan dari

kondisi ini tidaklah semudah dengan mengidentifikasi gejalanya saja. Pada akhir-akhir ini,

kompresi dan tension neuropathy merupakan gejala yang terdapat bersama-sama. Fenomena

double-crush yang dipublikasikan oleh Upton dan McComas pada tahun 1973. Dengan

hipotesanya adalah: kerusakan lokal pada saraf pada satu sisi sepanjang saraf tersebut dapat

cukup merusak dari seluruh fungsi dari sel saraf (axonal flow), dimana sel saraf menjadi lebih

mudah terkena trauma kompresi pada bagian distal. Jaringan saraf mempunyai tanggung jawab

dalam menyalurkan sinyal afferent dan efferent sepanjang saraf tersebut dan mereka juga

mempunyai tanggung jawab dalam penyaluran nutrisi,dimana secara esensial untuk optimalnya

fungsi. Pergerakan dari nutrisi intraselular melewati beberapa tipe dari sitoplasma pada sel saraf

yang dinamakan axoplasma (sitoplasma dari Akson). Axoplasma bergerak bebas sepanjang dari
keseluruhan panjangnya saraf. Jika aliran dari axoplasma (axoplasmic flow) terhalangi, maka

jaringan saraf di bagian distal mengalami penurunan dari nutrisi dan mudah mengalami injury

sebagai akibat dari penekanan tersebut.4

Upton dan McComas menemukan (75%) dari pasien-pasien yang mengalami lesi saraf

perifer, kenyataannya didapatkan adanya lesi sekunder. Penulis menyetujui bahwa dengan

adanya lesi-lesi tersebut dapat menimbulkan gejala-gejala pada pasien. Lesi-lesi tersebut telah

dipelajari pada beberapa kasus yang sama sebagai kerusakan dari flexus brachialis dengan

meningkatnya insiden dari carpal tunnel neuropathy. Contoh yang dapat disamakan sebagai

double crush phenomenon yang terjadi pada kaki sebagai akibat kompresi dari cabang nervus S1,

yang dihubungkan dengan compression neuropathy pada kanal tarsal.2,3

G. Pemeriksaan Fisik

Pasien-pasien umumnya dengan gejala yang tidak jelas pada nyeri kaki, dimana

terkadang dihubungkan dengan plantar fasitis. Adanya nyeri, parestesia, dan rasa tebal

merupakan gejala yang tidak jelas. Pada beberapa kasus, adanya atropi pada otot intrinsik kaki

dapat ditemukan, meskipun secara klinik sulit untuk dapat dipastikan. Eversion dan dorsofleksi

dapat menimbulkan gejala yang bertambah berat.4,1Pada kasus kronik, kontraktur pada jari kaki

kedua dan kelemahanpada muskulus interinsik dari kaki akan terjadi. Bengkak lokal mungkin

dapat menghasilkan lesi desak ruang.

Tanda Tinel (nyeri yang menyebar dan parestesi sepanjang perjalanan dari saraf) dapat

timbul pada bagian posterior dari maleolus medial. Gejala-gejala tersebut umumnya akan

berkurang saat beristirahat, meskipun tidak semua gejala tersebut hilang seluruhnya. Perkusi dari

saraf bagian distal dengan manifestasi berupa parestesia dikenal sebagai tanda Tinel. Hal ini
jangan sampai dibingungkan dengan tanda dari Phalen, yaitu kompresi saraf selama 30 detik,

dengan timbulnya kembali gejala-gejala tersebut.4,1

Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya penurunan sensitivitas akan tekanan ringan,

tusukan dengan peniti, dan suhu pada pasien-pasien dengan distal symmetric sensorimotor

neuropathy. Pemeriksaan dengan radiografi pada pasien-pasien dengan gangguan pada anggota

geraknya menunjukkan adanya pengurangan dari densitas tulang, penipisan pada phalang, atau

adanya bukti akanneuropathy (contoh: Charcot disease) pada long-standing neuropathies.

Sebagai tambahan adanya perubahan-perubahan pada anggota tubuh seperti pes cavus, rambut

rontok, dan ulkus. Penemuan-penemuan tersebut sangat berhubungan dengan diabetes, amyloid

neurophaty, leprosy, atau hereditary motor sensory neurophaty (HMSN) disertai dengan

gangguan sensorik. Menipisnya jaringan perineural ditemukan juga pada kasus-kasus leprosy

dan amyloid neuropathy.1,4,5

H. Pemeriksaan penunjang

- Pemeriksaan Electromyography(EMG) dan nerve conduction velocity (NCV) dapatlah

berguna untuk mengevaluasi penyebab dari tarsal tunnel syndrome dan untuk

memastikan adanya neuropathy. Sebagai tambahan, dapat membedakan dari tipe-tipe dari

jaringan saraf (sensorik, motorik atau keduanya) dan patofisiologi (aksonal vs

demyelinating dan simetrik vs asimetrik) dari pemeriksaan EMG dan/atau NCV. Psikiater

atau neurolog yang telah cukup berpengalaman dalam pemeriksaan ekstremitas dengan

menggunakan pemeriksaan EMG dan NCV akan lebih mendapatkan hasil yang baik pada

pemeriksaan tersebut. Pemeriksaan EMG menunjukkan fungsi dari saraf tibialis posterior

bagian distal sampai ke otot dari abductor hallucis atau abductor digiti quinti.
Pemeriksaan ini juga dapat disertai dengan adanya penurunan amplitude dari fungsi

motorik atau hilangnya respons dari otot-otot yang diperiksa. Awalnya pada pemeriksaan

sensibilitas bagian medial dan/atau lateral plantar di mana aksi potensial akan

terpengaruhi dengan pemanjangan dari masa laten, lambatnya velocity, dan penurunan

amplitude.

Aksi potensial dari sensorik dapat tidak terdeteksi pada beberapa kasus yang lebih

berat seperti tarsal tunnel syndrome, pemeriksaan dengan jarum (needle) pada otot

abductor hallucis dan/atau abductor digiiti quinti dapat menunjukkan adanya denervation

dan perubahan-perubahan aktif dan/atau kronis. Untuk memastikan hasil penemuan-

penemuan tersebut bukanlah suatu lesi pada cabang dari S1, otot dari tibialis posterior ke

bawah dari tarsal tunnel (posterior tibialis) atau otot-otot lainnya dari bagian otot dari

tibialis posterior (extensor digitorum brevis) harus dilakukan pemeriksaan

pembandingnya. Otot-otot dari lumbosacral paraspinal haruslah sensitif terhadap

pemeriksaan EMG dan NCV.

@ Pemanjangan dari masa laten dari bagian distal motorik:

Terminal latensi dari otot abductor digiti quinti (saraf lateral plantar) yang lebih dari 7

ms adalah abnormal.

@ Terminal latensi dari otot abductor hallucis (saraf medial plantar) lebih dari 6,2 ms

adalah abnormal.

@ Adanya fibrilasi dari otot abductor hallucis juga dapat ditemukan.

Pemeriksaan ulang dari EMG seharusnya dilakukan dalam waktu 6 bulan setelah

tindakan operasi yang biasanya memberikan hasil yang baik setelah penderita menjalani

tindakan dekompresi. Penurunan fungsi dapat ditemukan pada distal latensi, hasil dari
pemeriksaan NCV dapatlah normal pada pasien-pasien dengan small fiber neurophaties.

Sebagai tambahan, respons dari lower-extremity sensory dapat tidak didapatkan pada

pasien-pasien berusia tua. Terlebih lagi pemeriksaan elektrodiagnostik haruslah tidak

boleh digantikan untuk suatu pemeriksaan secara klinis yang baik.

- Generalized amyloidosis dapat menimbulkan peripheral neuropathy bersamaan dengan

atrophy dari jaringan saraf. Central nervous system tidak terpengaruhi kecuali pada area

dengan kurangnya blood-brain barrier, seperti choroid plexus dan kelenjar pineal. Pada

beberapa kasus, biopsi dapat membantu untuk mendiagnosis suatu leprosy, amyloid

neuropati, sarcoidosis, dan leukodystrophies.

- Magnetic resonance imaging (MRI) dan ultrasonography dapat cukup membantu yang

berhubungan dengan kasus soft-tissue masses dan space-occupying lesion lainnya pada

tarsal tunnel. Sebagai tambahan, MRI berguna dalam menilai suatu flexor tenosynovitis

dan unossified subtalar joint coalitions.Magnetic Resonance Imaging akan menambahkan

detil yang lebih lanjut dan memiliki akurasi yang lebih tinggi (83%) ketika menginvestigasi lesi

desak ruang.

- Plain radiography juga berguna untuk mengevaluasi pasien-pasien dengan dasar kelainan

struktur dari kaki, fraktur, bony masses, osteophytes, dan subtalar joint coalition.1,4 Foto

polos dari pergelangan kaki akan sangat berguna untuk menampilkan abnormalitas

struktural seperti varus atau valgus pada kaki belakang, penyatuan tarsal, osteofit atau

adanya trauma sebelumnya.

- Diagnostik dengan ultrasound akan telah banyak digunakan untuk mendeteksi ganglia, vena

verikosa, lipoma, tenosinovitis dan penyatuan talocalcaneal


I. Tatalaksana

a) Terapi Non Operatif

Terapi medik dari tarsal tunnel syndrome dapat dengan memberikan suntikan lokal

steroid ke dalam tarsal canal. Tindakan konservatif yang dapat diterima pada awal terapi dari

tarsal tunnel neuropathy termasuk penggunaan lokal anestesi dan steroid, dimana dapat

mengurangi nyeri. Terapi ini dapat menghilangkan gejala, tetapi harus diberikan secara

bijaksana, karena dapat menyebabkan kerusakan pada saraf sebagai akibat dari jarum suntikan

tersebut. Physical therapy juga berguna dalam mengurangi local soft-tissue edema, karena dapat

menimbulkan tekanan pada kompartemen tersebut.

Juga pada pasien dengan gejala kontraktur pada otot gastrocnemius dari triceps surae,

stretching exercises berguna untuk meningktakan fleksibilitas dari gastrocnemius. Pada beberapa

kasus tertentu dimana pasien dengan tipe kaki pes planovalgus, diperlukan suatu desain kaki

orthosis untuk mengurangi ketegangan dari nervus tibialis dengan mengurangi beban pada

medial column. Hal ini terbukti dengan memberikan medial longitudinal posting dengan orthosis

pada kedua hindfoot dan forefoot. Penggunaan night splints pada kaki dengan plantar valgus

foot. Penggunaan dalam jangka panjang akan meningkatkan efektivitas, dimana hal ini terbukti

pada penelitian-penelitian saat ini, tetapi hal ini sering kali hanya digunakan pada clinical

practice.

Gejala mungkin juga dikontrol oleh pengurangan tekanan yang berlebihan pada saraf

dengan menggunakan sepatu ortotik, imobilisasi dengan splint pada malam hari atau dengan boot
walker yang dapat dilepas. Aspirasi dari ganglia mungkin akan menghasilkan keuntungan

yangsementara dan injeksi kortikosteroid mungkin dapat cukup utnuk mengembalikan edema

intraneural.

Fisioterapi dapat disertai dengan variasi teknik termasuk taping, bracing, stretchig, icing,

massage dan ultrasound meskipun bukti dari efektifitasnya masih sedikit dalam literatur.

b) Terapi operasi

Ketika konservatif terapi dinyatakan gagal dalam mengurangi gejala-gejala pada pasien,

maka intervensi operasi dapatlah diperhitungkan. Space-occupaying masses harusnya

dihilangkan. Beberapa didapatkan adanya neurilemoma pada saraf tibial, dimana hal ini juga

harus dihilangkan. Pengetahuan yang cukup akan anatomi haruslah dibutuhkan sebelum

dilakukan tindakan pembebasan tersebut yang nantinya akan mempunyaiefek terhadap saraf

tersebut.

External neurolysis pada saraf dapatlah dibutuhkan jika tindakan operasi eksplorasi

didapatkan adanya pelekatan atau adanya jaringan parut yang dapat menyebabkan mengenai

jaringan saraf. Terlebih lagi apabila jaringan parut atau entrapment encapsulates mengenai dari

jaringan saraf, maka tindakan external neurolysis dengan membebaskan dari epineurium

dapatlah dipertimbangkan.

Tindakan preoperasi

Pasien dalam keadaan terlentang atau posisi terlentang miring untuk memfasilitasi bagian

medial lapangan operasi. Penggunaan pneumatic tourniquet sangatlah dibutuhkan.


Tindakan Intraoperasi

Insisi berbentuk kurva haruslah 1 cm posterior dari tibia distal dan menuju kearah plantar,

sejajar dengan terowongan dan malleolus dan masuk kedalam sustentaculum tali. Retinaculum

haruslah dapat di identifikasi dan secara hati-hati dilepaskan seluruhnya. Saraf tibialis posterior

harus dapat diketahui, dilihat, dan jangan diganggu sepanjang tindakan operasi sampai mencapai

bifurcation dari porta pedis. Dalam tindakan operasi tersebut harus dilakukan secara teliti untuk

menghindari terpotongnnya dari small calcaneal branches ini sering sekali dikelilingi oleh

jaringan lemak dan sangatlah sulit terlihat. Cabang dari medial plantar dari saraf tibialis posterior

harus dapat diidentifikasi sepanjang batas dari sarung flexor hallucis longus. Cabang lateral

harus pula diikuti sepanjang abductor hallucis. Beberapa ikatan jaringan ikat juga dikatakan

dapat menimbulkan penarikan dari saraf dan harus secara hati-hati dibebaskan.

Setelah proses pembebasan tersebut semua cabang-cabang dari saraf tibial haruslah

terbebas dari semua permukaan yang menutupinya. Tourniquet haruslah digunakan untuk

mengobservasi dan mengontrol perdarahan. Lapisan penutup harus digunakan, termasuk

permukaan subdermal tetapi bukan flexor retinaculum. Pada proses pelepasan dari tarsal tunnel,

permukaan penutup dari lluka operasi haruslah dilakukan dengan hati-hati dari extensor

retinaculum, karena merupakan penyebab terbanyak yang menimbulkan entrapment neuropathy.

Tindakan Post-operatif

Suatu kompresi ringan dan immobilisasi awal haruslah dilakukan pada area yang

dioperasi dengan menggunakan splint selama 3 minggu tanpa pemberat. Setelah splint dibuka,

pasien dapat menggerakkan sendinya dan kembali ke aktivitas semula.


Kontraindikasi

Tindakan operasi dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat kesehatan yang belum

stabil untuk dilakukan tindakan operasi. Sebelumnya pasien-pasien harus dilakukan pemeriksaan

kesehatan sebelumnya apabila mereka akan dilakukan tindakan operasi. Pada beberapa kondisi

dengan gejala yang mirip atau bersamaan dengan tarsal tunnel neuropathy. Tindakan operasi

harus dilakukan secara akurat pada kondisi yang mirip seperti tarsal tunnel syndrome tetapi

dikatakan tidak terbukti memberikan hasil yang baik setelah dilakuakn tindakan surgical

decompression. Diferensial diagnose dari tarsal tunnel syndrome dapat termasuk adalah fasitis

plantaris, stress fracture dari hindfoot, yang paling sering adalah calcaneus, herniated spinal disk,

peripheral neurophaties seperti yang disebabkan karena diabetes atau alcohol, dan inflammatory

arthritidies seperti Reiter syndrome atau rheumatoid arthritis.

Follow-up

Pasien haruslah tidak menggunakan beban selama 3 minggu, yang berguna untuk

penyembuhan yang baik. Mobilisasi awal harus dimulai untuk mengurangi formasi dari jaringan

parut, di mana hal tersebut akan nantinya menimbulkan compression neuropathy. Penggunaan

sepatu operasi berguna untuk mengurangi tekanan pada tempat operasi. Fisioterapi juga cukup

membantu pasien dalam meningkatkan kekuatan otot dan gerakan dan untuk mengurangi

timbulnya kembali nyeri. Setelah jahitan dibuka, pasien diperbolehkan menggunakan sepatu

yang ringan, tindakan penggunaan sepatu yang berat dapat menyebabkan tekanan atau iritasi

pada bekas operasi. Pada pasien-pasien dengan planus foot type, penggunaan orthosis harus

dipertimbangkan untuk menstabilkan medial column.


J. Komplikasi

Karena dari segi anatomi mempunyai efek pada area tersebut, maka beberapa komplikasi

dari tindakan dekompresi setelah dilakukan tindakan operasi akan muncul kemudian.

Kebanyakan dari semua komplikasi tersebut dapat diminimalkan dengan diseksi yang teliti dan

hati-hati dengan memperhatikan anatominya. Laserasi dari saraf atau arteri posterior dapat secara

signifikan mempunyai efek langsung yang mengganggu fungsi kaki. Kegagalan dari pelepasan

retinaculum sepanjang perjalanan saraf dapat menimbulkan hasil post operasi yang buruk. Hal

ini merupakan penyebab tersering dari gagalnya tindakan operasi. Akhirnya nantinya

dihubungkan dengan fasitis plantaris yang dapat menimbulkan nyeri persisten dari region medial

heel setelah dilakukan tindakan dekompresi. Pada sebuah kasus penelitian oleh Kim dan Dellon

memperlihatkan bahwa neuroma dari bagian distal saraf saphenous dapat difikirkan sebagai

penyebab dari nyeri yang terjadi terus-menerus setelah tindakan operasi.

K. Hasil dan Prognosis

Pada akhirnya tindakan dekompresi dapat memberikan hasil yang memuaskan. Tandanya

adalah dengan menurunnya rasa nyeri dan parestesi yang tampak, diikuti dengan berkurangnya

gejala. Resolusi komplet dari gejala-gejala tersebut sangatlah jarang terjadi hal ini disebabkan

karena banyaknya etiologi yang mendasaripenyakit ini dan juga karena area dari saraf yang rusak

tidak dapat kembali normal. Meningkatnya rasa nyeri setelah tindakan dekompresi sangatlah

jarang terjadi. Penelitian dari Mann memperlihatkan sekitar 75% pasien-pasien yang telah

dilakukan tindakan operasi dekompresi didapatkan nyeri yang cukup dirasakan, dan 25%

didapatkan nyeri yang sedikit atau tidak ada sama sekali. Mann juga menyatakan bahwa tindakan
operasi explorasi dari tarsal canal release sangatlah jarang menyebabkan nyeri yang hebat pada

pasien.

Kontroversi

Beberapa menyatakan bahwa tindakan dekompresi dari saraf tibia pada pasien-pasien

dengan pes planovalgus deformitas dapat menyebabkan hilangnya efek nyeri karena tindakan

dekompresi dari medial retinacular compartment yang dihubungkan dengan peningkatan

ketegangan dari saraf. Sehingga timbulnya pertanyaan-pertanyaan bahwa apakah dengan

tindakan stabilisasi dapat mebuat berhasil post operasi. Berdasarkan dari pengetahuan penulis,

tidak ada penelitian yang ada untuk meyakinkan efektivitas dari dekompresi dan stabilisasi,

dekompresi dan tindakan orthoses dan tindakan dekompresi saja.


BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Tarsal Tunnel Syndrome harus di evaluasi berterusan pada penderita yang mempunyai

gejala nyeri di sepanjang nervus tibialis posterior atau gejala nyeri yang menjalar hingga ke regio

bagian tumit. Tindakan bedah harus benar benar menjurus kearah ligamen-ligamen yang

bersangkutan dengan TTS. Perlepasan muskulus abduktor harus dilakukan untuk memberi ruang

kepada nervus medial dan lateral plantar. Struktur vena memainkan peranan yang penting dalam

TTS dan harus diidentifikasi dan di ligasi bila dibutuhkan.


DAFTAR PUSTAKA

1. Persich, G. Tarsal Tunnel Syndrome. Available from: URL:

http://Bedah%20Saraf/Tarsal%20Tunnel%20Syndrome%20%20eMedicine%20Ortho

pedic%20Surgery.htm.

2. Graaff, V.D. Tibial nerves. In: Human anatomy. 6thed. New York: McGraw-Hill.

2001.
3. Feldman et al. Tarsal tunnel syndrome. In: Atlass of neuromuscular diseases; A

practical guidline. New York: SpringerWien. 2005.

4. Leis, A., Vicente, C. Tarsal tunnel syndrome, In: Atlas of electromyography in

extraspinalsciatica, Arch. Neurol,2000.63:1-8

5. William,S.P. Entrapment neurophaties and other focal neurophaties. In: Jhonson’s

Practical Electromyography. 4thed. New York: Lippincott Williams&Wilkins. 2007.

6. Ahmad M, et al. tarsal tunnel syndrome: A literature review. Foot Ankle

Surg(2011),doi:10.1016/j.fas.2011.10.007

7. Antoniadis G, Scheglmann K. posterior tarsal tunnel syndrome: Diagnosis and

treatment. Dtsch Arztebl Int.2008;23(6):404-4

Anda mungkin juga menyukai