Anda di halaman 1dari 14

PANDUAN

ASESMEN AWAL
PASIEN KORBAN KEKERASAN DAN TERLANTAR
RSU AMINAH BLITAR
TAHUN 2014

BIDANG KEPERAWATAN
RUMAH SAKIT UMUM AMINAH BLITAR
TAHUN 2014

1
DAFTAR ISI

Halaman judul ....................................................................................................... 1

Daftar isi ....................................................................................................... 2

BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................... 3

BAB II. DEFINISI..................................................................................................... 5

BAB III. RUANG LINGKUP.................................................................................... 9

BAB IV. TATA LAKSANA...................................................................................... 9

BAB V. DOKUMENTASI PELAPORAN................................................................ 14

BAB VI. PENUTUP.................................................................................................. 14

2
PANDUAN
ASESMEN AWAL
PASIEN KORBAN KEKERASAN DAN TERLANTAR
RUMAH SAKIT UMUM AMINAH BLITAR

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini telah dikenal suatu model asuhan pasien di rumah sakit yaitu model
Patient Centered Care (Asuhan Terpusat pada Pasien), dimana pasien dan keluarga
merupakan mitra dalam asuhan pelayanan kesehatan. Pasien dan keluarga ikut serta dalam
menentukan keputusan mengenai asuhan yang akan diberikan kepada pasien, sehingga
kebutuhan dan nilai-nilai pribadi pasien (personalized care) dapat lebih dihormati dan
direspon dengan baik oleh tenaga kesehatan. Untuk dapat mewujudkan asuhan yang
berpusat pada pasien, rumah sakit perlu mengidentifikasi kebutuhan pasien dengan tepat
dengan suatu prosedur asesmen/pengkajian yang berpusat pada pasien, dilakukan oleh
petugas yang berkompeten, dan terdokumentasi.
Pasien yang merupakan individu dari populasi tertentu yang memiliki kebutuhan
khusus, sehingga memerlukan modifikasi proses asesmen. Modifikasi asesmen tersebut
dimaksudkan untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan khusus pada populasi tersebut.
Di antara populasi yang termasuk memiliki kebutuhan khusus dan memerlukan asesmen
individual khusus adalah pasien yang diduga korban kekerasan atau terlantar. Pasien yang
diduga korban kekerasan akan bersinggungan dengan hukum dan boleh jadi memerlukan
pengamanan khusus selama dirawat di rumah sakit. Sedangkan pada pasien yang terlantar,
perlu digali sebab dan akibat dari kondisi terlantar pada pasien tersebut dan mungkin akan
berhubungan dengan instansi yang berwenang. Untuk memberikan acuan dalam pelaksanaan
asesmen korban kekerasan atau terlantar ini dan koordinasi antar unit terkait, diperlukan
suatu panduan asesmen awal pasien korban kekerasan dan terlantar.

3
B. Dasar
Sebagai dasar ditetapkannya Panduan Asesmen Awal Pasien Korban Kekerasan
dan Terlantar ini adalah:
a. Undang –Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
b. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
c. Kepmenkes No. 1226/Menkes/SK/XII/2009 tentang Pedoman Penatalaksanaan
Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak
d. Undang-Undang No.11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
e. Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
f. Undang-undang No.4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat

C. Tujuan

1. Tujuan Umum
Sebagai upaya mewujudkan sumber daya manusia RSU Aminah Blitar yang terampil
dalam pengetahun dan penerapan dalam melakukan asesmen awal pada pasien korban
kekerasan dan terlantar.

2. Tujuan Khusus
Tujuan penetapan panduan asesmen awal pasien korban kekerasan dan terlantar adalah
sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi kebutuhan pelayanan pasien rawat inap yang diduga korban
kekerasan dan terlantar dengan prosedur asesmen yang tepat sehingga dapat
memenuhi kebutuhan layanan kesehatan pasien.
b. Memberikan acuan kepada tenaga kesehatan di RSU Aminah Blitar mengenai tata
cara asesmen awal pasien korban kekerasan dan terlantar.

4
BAB II
DEFINISI

1. Asesmen Pasien
Asesmen pasien adalah suatu proses pengumpulan dan analisis informasi tentang kebutuhan
pelayanan pasien. Hasil identifikasi dan analisis informasi tersebut digunakan oleh tenaga
kesehatan untuk menyusun rencana pelayanan dan memberikan pelayanan kepada pasien
sesuai kebutuhannya.
2. Asesmen Awal Pasien Korban Kekerasan dan Terlantar
Asesmen awal pasien korban kekerasan korban dan terlantar adalah suatu proses
pengumpulan dan analisis informasi yang bersifat individual dan khusus tentang kebutuhan
pelayanan pasien rawat inap yang diduga koban kekerasan dan terlantar, yang dilakukan
dalam 24 jam setelah pasien masuk rawat inap.
3. Korban : seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental dan atau kerugian ekonomi
yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.
4. Kekerasan fisik : perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.
5. Kekerasan psikis : perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri,
hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan berat pada
psikis seseorang.
6. Kekerasan seksual : setiap pernuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual,
pemanksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan
hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
7. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) : setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual, psikologis,
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup keluarga.
8. Luka :
Luka ringan : luka tidak menyebabkan sakit atau halangan pekerjaan / jabatan
Luka sedang : luka menyebabkan sakit atau halangan pekerjaan / jabatan sementara
Luka berat : luka menyebabkan sakit atau halangan pekerjaan / jabatan menetap

5
9. Visum et repertum : keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang
berwenang mengenai hasil pemeriksaan medic terhadap manusia, baik hidup atau mati atau
bagian atau diduga bagian dari tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah
sumpah, untuk kepentingan peradilan.
10. Unit Pelayanan Terpadu : suatu unit kesatuan yang menyelenggarakan pelayanan terpadu
bagi perempuan dan anak korban kekerasan yang berada di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT)
berbasis rumah sakit, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak
(P2TP2A), Pusat Krisis Terpadu (PKT), Woman Crisis Center (WCC), Unit Pelayanan
Perempuan dan Anak (UPPA), Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) dan lembaga
sejenis lainnya.
10. Anak : seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk janin yang berada dalam
kandungan
11. Anak dan Balita terlantar
Anak dan Balita terlantar, berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak adalah :
 Anak balita / usia dini yang terlantar / tanpa asuhan yang layak
a. Anak yang berasal dari keluarga sangat miskin / miskin
b. Anak yang kehilangan hak asuh dari orang tua / keluarga
c. Anak yang mengalami perlakuan salah dan ditelantarkan oleh orang tua / keluarga
d. Anak yang dieksploitasi secara ekonomi
e. Anak yang menderita gizi buruk atau kurang
 Anak terlantar / tanpa asuhan yang layak
a. Anak yang mengalami perlakuan salah dan ditelantarkan oleh orang tua atau keluarga
b. Anak kehilangan hak asuh dari orang tuan / keluarga
 Anak yang memerlukan perlindungan khusus, berdasarkan Undang-Undang No. 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan kriteria usia 6-18 tahun adalah :
a. Anak dalam situasi darurat dan berada dalam lingkungan yang buruk / diskriminasi
b. Anak korban perdagangan manusia
c. Anak korban kekerasan fisik dan/ mental dan seksual
d. Anak korban eksploitasi ekonomi atau seksual
e. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi serta dari komunitas adat terpencil

6
f. Anak yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA
g. Anak yang terinfeksi HIV / AIDS
11. Lanjut Usia : seseorang yang telah berusia 60 tahun ke atas
12. Lanjut Usia Terlantar
Lanjut usia adalah orang yang berusia > 60 tahun. Lanjut usia yang mengalami keterlantaran
didasarkan pada kriteria berikut :
a. Memiliki pakaian kurang dari 2 stel
b. Tidak memilki tempat tidur sendiri
c. Tempat tinggal kurang dari 8m persegi
d. Makan kurang dari 2 kali sehari
e. Makan daging kurang dari 1x seminggu
f. Sakit tidak diobati secara medis
13. Penyandang cacat : setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang
dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan
kegiatan secara selayaknya, yang terdiri dari : penyandang cacat fisik, cacat mental, cacat
fisik dan mental. Orang dengan kecacatan secara umum dibagi menjadi 4 kategori yaitu :
a. Orang dengan kecacatan tubuh / tuna daksa
Tuna daksa dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu :
 Ringan : untuk kebutuhan aktivitas hidup sehari-hari tidak membutuhkan bantuan
orang lain.
 Sedang : untuk kebutuhan aktivitas hidup sehari-hari harus dilatih dahulu.
 Berat : untuk kebutuhan aktivitas hidup sehari-hari harus selalu memerlukan
pertongan orang lain.
b. Orang dengan kecacatan pendengaran dan bicara / tuna rungu wicara
Adalah orang dengan kecacatan yang disebabkan kerusakan fungsi dari sebagian atau
seluruh alat dan organ pendengaran, sehingga tidak dapat berinteraksi dengan baik. Tuna
rungu wicara dapat diketahui dengan pemeriksaan audiometer. Tuna rungu wicara
dikelompokkan menjadi : Sangat ringan : 27 – 40 db, Ringan : 41 – 55 db, Sedang : 56 –
70 db, Berat : 71 -90 db, Sangat berat : 91 db ke atas

7
c. Orang dengan kecacatan penglihatan / tuna netra
Tuna netra adalah orang yang kehilangan daya lihatnya sedemikian rupa sehingga tidak
dapat menggunakan fasilitas pendidikan anak awas/normal pada umumnya sehingga
untuk mengembangkan potensinya diperlukan layanan pendidikan khusus. Tuna netra
dibagi menjadi dua , yaitu:
 Kurang awas (low vision), yaitu seseorang dikatakan kurang awas bila ia masih
memiliki sisa penglihatan sedemikian rupa sehingga masih dapat sedikit melihat atau
masih bisa membedakan gelap dan terang.
 Buta (blind), yaitu seseorangdikatakan buta apabila ia sudah tidak memiliki sisa
penglihatan sehingga tidak dapat membedakan gelap dan terang.
d. Orang dengan kecacatan mental / tuna grahita
Dibedakan menjadi :
 Kecacatan Mental Grahita / Retardasi Mental adalah setiap orang yang mempunyai
kelainan mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan
baginya untuk melakukan kegiatan secara layak. Hal ini terutama ditandai dengan
intelegensi yang terbatas dan ketidak mampuan penyesuaian diri dengan lingkungan.
 Kecacatan Mental eks Psikotik : Penyandang cacat mental eks psikotik (Tuna Laras)
adalah seseorang yang mempunyai kelainan mental atau tingkah laku karena pernah
mengalami sakit jiwa yang oleh karenanya merupakan rintangan atau hambatan
baginya untuk melakukan pencarian nafkah atau kegiatan kemasyarakatan dengan
faktor penyebab utama adalah adanya kerusakan/tidak berfungsinya salah satu atau
lebih Sistim Syaraf Pusat (SSP) yang terjadi sejak lahir, penyakit, kecelakaan dan
juga karena keturunan dengan ciri-ciri sebagai berikut :
- Mengalami hambatan fisik mobilitas dalam kegiatan sehari-hari.
- Memiliki hambatan dan gangguan dalam keterampilan kerja produktif.
- Memiliki hambatan/kecanggungan mental psikologis yang menimbulkan rasa
rendah diri, lemah kemauan dan kerja serta rasa tanggung jawab terhadap masa depan
sendiri.
- Memiliki hambatan dalam melaksanakan fungsi sosial secara wajar.

8
BAB III
RUANG LINGKUP

Lembar pengkajian Asesmen Awal Korban Kekerasan dan Terlantar merupakan


catatan pasien yang diduga mengalami kekerasan dan atau terlantar pada saat masuk untuk
rawat inap di rumah saki. Asesmen tersebut harus lengkap dalam 24 jam setelah pasien
rawat inap.

BAB IV
TATA LAKSANA

A. Umum

Dalam mengisi lembar Asesmen Awal Korban Kekerasan dan Terlantar


memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Informasi yang diberikan adalah berupa informasi penting, singkat padat dan jelas. Informasi
atau catatan pasien yang rinci dan banyak disampaikan dicatat sesuai kolom yang tersedia.
2. Lembar Asesmen Awal Korban Kekerasan dan Terlantar harus terisi lengkap maksimal 24 jam
setelah pasien dirawat.
3. Tulis nama/ inisial dan tanda tangan setelah menuliskan informasi/ catatan pasien pada kolom
masing-masing kolom pengkajian.
4. Setiap temuan ditulis sesuai pada kolom yang tersedia.
5. Apabila dalam pengkajian ditemukan masalah , dan memerlukan tindak lanjut maka untuk
pengkajian lebih lanjut dibutuhkan lembaran pengkajian baru sesuai masalah yang dihadapi
pasien.

9
B. Petunjuk pengisian Lembar Asesmen Awal Korban Kekerasan dan Terlantar

Kolom 1
Identitas pasien dan catatan waktu
1. Pengkajian identitas pasien meliputi nama, jenis kelamin, tanggal lahir/umur, dan
nomor rekam medis.
2. Mencatat tanggal dan jam saat dilakukan asesmen.
Kolom 2

Pengkajian Umum

Perawat melakukan pengkajian umum yang meliputi :


a. Mengkaji diagnosa masuk : diagnosa masuk dari dokter UGD dicatat kembali
sebagai acuan dalam pengkajian selanjutnya.
b. Mengkaji riwayat penyakit sekarang : riwayat penyakit sekarang ditulis secara
singkat dan jelas, terutama yang berhungan dengan
dugaan kekerasan atau terlantar.
c. Mengkaji pemeriksaan fisik : melakukan pemeriksaan fisik dan mencatat hasil dari
pemeriksaan fisik yang berhubungan dengan dugaan
kekerasan atau terlantar.
d. Pihak yang mengantar korban :mengkaji siapa yang mengantar korban ke rumah
sakit. Hal ini penting dikaji untuk menentukan langkah
selanjutny, misalnya melaporkan ke polisi atau dinas
sosial.
Kolom 3

Asesmen pasien diduga korban kekerasan

1. Mengkaji apakah pasien diduga mengalami kekerasan

Pasien dapat diduga mengalami kekerasan apabila : pasien dan/atau pihak yang
mengantar mengatakan pasien mengalami kekerasan baik kekerasan fisik, psikis
maupun seksual, terdapat luka baik luka tajam maupun tumpul, terdapat luka pada
alat kelamin / anus / sekitar alat kelamin, pasien mengalami ketakutan / cemas /
depresi.

10
2. Mengkaji jenis kekerasan yang dialami

Kekerasan yang diduga dialami pasien dapat digolongkan ke dalam 3 kelompok yaitu
fisik / psikis / seksual, tergantung temuan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pasien dapat mengalami lebih dari satu jenis kekerasan.

3. Mengkaji akibat dari kekerasan yang dialami

Mengkaji apakah pasien mengalami trauma fisik atau psikologis. Apabila mengalami
trauma fisik selanjutnya dikaji jenis trauma (tajam atau tumpul) dan derajat beratnya
luka sebagaimana dijelaskan pada bab definisi. Keadaan umum pasien dapat
disimpulkan non kritis/semi kritis/kritis berdasarkan status kesadaran dan kegawatan
trauma yang dialami.

4. Mengkaji tempat terjadinya kekerasan

Kekerasan dapat terjadi di dalam rumah tangga, tempat kerja, jalanan atau kekerasan
yang terjadi di tempat konflik.

5. Tindak lanjut terhadap pasien korban kekerasan

a. Tindakan pertama yang dilakukan adalah penanganan medis.

b. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan teliti dan dicatat dengan lengkap, bila perlu
didokumentasikan (difoto) untuk keperluan medikolegal apabila dikemudian hari
diminta visum.

c. Apabila pasien diduga kekerasan dan belum ditangani kepolisian, RS dapat


melaporkan kepada kepolisian melalui bagian keamanan RS.

d. Dilakukan visum apabila ada permintaan dari kepolisian.

c. Merujuk pasien terutama perempuan dan anak korban kekerasan ke unit pelayanan
terpadu.

d. Memberikan konseling psikologis bila ada trauma psikologis.

e. Memberikan pelayanan penjagaan oleh sekuriti apabila dikhawatirkan ada ancaman


kekerasan kepada pasien selama dalam perawatan di RS.

11
f. Memberikan edukasi kepada pasien untuk menggunakan alarm tanda bahaya.

Kolom 4

Asesmen pasien yang diduga terlantar

1. Mengkaji apakah pasien diduga terlantar.

Pasien dapat diduga terlantar apabila : kondisi saat datang penampilan kotor/tidak
terawat, kurang gizi, sakit, tidak memiliki identitas, tidak diantar keluarga.

2. Mengkaji apakah pasien dapat menghubungi / mengetahui keberadaan keluarga.

Apabila pasien kooperatif dan cakap dapat ditanyakan mengenai keberadaan keluarga
atau alamat keluarga.

3. Mengkaji apakah pasien mengalami kondisi yang mengindikasikan terlantar.

a. Mengkaji apa yang dialami pasien yang mengindikasikan terlantar untuk anak < 18
tahun misalnya : kehilangan hak asuh orang tua, korban penculikan, korban bencana
/ konflik, eksploitasi ekonomi dan/atau seksual.

b. Untuk pasien lansia > 60 tahun dapat dikaji kriteria terlantar pasien lansia, yaitu :
pakaian < 2 stel, tidak memilki tempat tidur, tempat tinggal < 8m2, makan < 2x/hari,
makan daging < 1x/minggu, sakit yang tidak diobati secara medis.

4. Mengkaji kondisi yang mengindikasikan terlantar pada pasien cacat.

Untuk pasien cacat dikaji kategori kecacatannya, kemudian dikaji kemandirian pasien
dengan mengkaji hambatan dalam aktivitas sehari-hari akibat kecacatan.

5. Mengkaji kondisi pasien akibat terlantar.

Mengkaji kondisi pasien akibat terlantar. Pada umumnya pasien yang terlantar
mengalami hal-hal berikut : gangguan tumbuh kembang (untuk anak-anak), malnutrisi
akibat kurang makan, sakit yang dibiarkan, penampilan tidak terawat, keadaan umum
lemah.

6. Tindak lajut terhadap pasien terlantar.

12
Tindak lanjut yang dilakukan terhadap pasien terlantar yaitu : penanganan medis,
dilaporkan ke dinas sosial atau kepolisian, atau dirujuk ke rumah sakit lain yang
bekerjasama dengan dinas sosial, dapat dilakukan pendampingan psikologis terutama
untuk pasien anak-anak.

C. Dokumen Lembar Asesmen Awal Korban Kekerasan dan Terlantar

(1) Semua hal – hal yang bersifat informatif untuk disampaiakan harus dicatat dalam rekam
medis.
(2) Seluruh dokumen mengenai lembar Asesmen Awal Korban Kekerasan dan Terlantar
harus disimpan bersama-sama rekam medis.
(3) Format lembar Asesmen Awal Korban Kekerasan dan Terlantar menggunakan formulir
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Diketahui dan ditandatangani oleh perawat yang mengisi sesuai kolom yang diisi.
b. Format harus terisi lengkap maksimal 24 jam setelah pasien rawat inap.

BAB V

DOKUMENTASI PELAPORAN

Catatan informasi pasien ditulis dalam lembar Asesmen Awal Korban Kekerasan dan
Terlantar didokumentasikan dalam status pasien, dievaluasi oleh rekam medis dalam
ketidaklengkapan catatan medis (KLPCM). Persyaratan, petunjuk pengisian persetujuan
tindakan medis sebagaimana telah dijelaskan pada bab tatalaksana.

13
BAB VI

PENUTUP

Dengan ditetapkannya Panduan Lembar Asesmen Awal Korban Kekerasan dan


Terlantar ini maka setiap petugas kesehatan Rumah Sakit Umum Aminah Blitar agar
melaksanakan ketentuan tentang panduan ini dengan sebaik - baiknya.

14

Anda mungkin juga menyukai