Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

TREND DAN ISU KEPERAWATAN GERONTIK

UPAYA PELINDUNGAN LANJUT USIA PADA MASA PANDEMI

COVID-19

Disusun Oleh:
Nama : Annisa Roisifa HaningPratiwi
NIM : 30901700006

Dosen Pengampu
Nama : Ns.Nutrisia Nu’im Haiya,M.Kep
NIDN : 0609018004

PROGRAM S-1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2020

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses penuaan merupakan suatu proses alamiah, tidak dapat dicegah, merupakan
hal wajar dialami oleh orang yang dikaruniai umur panjang, di mana semua orang
berharap akan menjalani hidup dengan tetap sehat, tenang, damai, penuh kasih sayang
serta menikmati masa tuanya bersama keluarga tercinta (Siti Khulaifah, Joni Haryanto,
2015) . Bertambahnya usia diharapkan lansia tetap mendapatkan kualitas hidup tetap
baik, tetap melakukan aktivitas hidup sehari-hari dengan mandiri serta tetap menjaga
kesehatannya, tentunya hal ini terutama merupakan tugas dari keluarga (Fatimah, 2009)
namun kenyataanya banyak di temukan penurunan kemandirian pada lansia yang tinggal
dengan keluarga, hal ini karena banyak keluarga lansia sibuk dengan pekerjaan mereka
masing-masing di samping itu meningkatnya kebutuhan ekonomi membuat semua
anggota keluarga bekerja diluar rumah, sehingga menyebabkan keluarga yang
mempunyai 92 lansia kurang memperhatikan atau memberi dukungan yang optimal
kepada lansia(Waston, 2003).
 Sebagai salah satu negara dengan jumlah lansia yang tinggi, pandemi Covid-19
merupakan sebuah ancaman yang nyata bagi Indonesia. Menurut data Biro Pusat
Statistik, pada tahun 2019 persentase lansia di Indonesia mencapai 9,6% dari total
penduduk atau sekitar 25,64 juta orang (BPS, 2019). Jika Covid-19 mengancam 80%
lansia Indonesia seperti halnya di Tiongkok dan Amerika Serikat, maka virus ini
mengancam nyawa sekitar 20 juta lansia di Indonesia(Campbell et all., 2020). Data WHO
mencatat  mulai Tanggal 23 Maret 2020 sebanyak 187 terinfekksi virus tersebut, 294.110
orang terkena virus dan 12.944 meninggal (World Health Organization, 2020).
Penetapan virus corona (Covid-19) sebagai bencana dengan alasan karena  telah
mengancam dan mengganggu aktivitas kehidupan dan penghidupan masyarakat,
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan harta benda, dan dampak

2
psikologis (Danes, 2020). Menurut Pakar Geriatri UGM, Probosuseno (dalam
kompas.com, 21 April 2020), faktor yang membuat lansia rentan tertular Covid-19 adalah
karena lansia mengalami penurunan kapasitas fungsional hampir pada seluruh sistem
tubuh termasuk imunitasnya. Ditambah dengan banyaknya lansia yang mempunyai
penyakit bawaan seperti penyakit autoimun, diabetes, tekanan darah tinggi, kanker dan
jantung. Berbagai fakta tersebut dan fakta bahwa di berbagai negara korban meninggal
karena Covid-19 didominasi oleh lansia, menunjukkan lansia Indonesia pada posisi yang
sangat rentan(Hakim, 2020).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses penyebaran covid-19 di Indonesia ?
2. Bagaimana cara penerapan social distancing?
3. Mengapa lansia rentan terhadap covid 19
4. Bagaimana upaya melindungi lansia dari penularan covid-19?
5. Bagaimana respon stres terhadap pandemi covid-19 pada kelompok rentan?

C. Tujuan

Dari bebrapa masalah yang telah diiindentifikasi dan dirumuskan terdapat tujuan
pembuatan makalah ini yaitu

1. Mengetahui kerentanan kelompok lansia pada pandemi covid-19


2. Mengetahui cara menerapkan social distancing
3. Mengetahui upaya melindungi Lansia dari Penularan dan Dampak Covid-19
4. Mengetahui respon stres terhadap pandemi covid-19 pada lansia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Cara Peyebaran Corona Virus Di Indonesia

Karena COVID-19 adalah penyakit baru, banyak aspek mengenai bagaimana


penyebarannya sedang diteliti. Penyakit ini menyebar selama kontak dekat, seringkali
oleh tetesan kecil yang dihasilkan selama batuk, bersin, atau berbicara. Tetesan
ditularkan, dan menyebabkan infeksi baru, ketika dihirup oleh orang-orang dalam
kontak dekat (1 hingga 2 meter, 3 hingga 6 kaki). Mereka diproduksi selama bernafas,
namun karena mereka relatif berat, mereka biasanya jatuh ke tanah atau permukaan.
Berbicara dengan suara keras melepaskan lebih banyak tetesan dari pada pembicaraan
normal. Sebuah penelitian di Singapura menemukan bahwa batuk yang tidak tertutup
dapat menyebabkan tetesan mencapai 4,5 meter (15 kaki). Sebuah artikel yang
diterbitkan pada bulan Maret 2020 berpendapat bahwa saran tentang jarak tetesan
mungkin didasarkan pada penelitian tahun 1930-an yang mengabaikan efek dari udara
yang dihembuskan lembab yang hangat di sekitar tetesan dan bahwa batuk atau bersin
yang tidak terbuka dapat berjalan hingga 8,2 meter (27 kaki) (Archika & Dwi, 2020).

Setelah tetesan jatuh ke lantai atau permukaan, mereka masih dapat


menginfeksi orang lain, jika mereka menyentuh permukaan yang terkontaminasi dan
kemudian mata, hidung atau mulut mereka dengan tangan yang tidak dicuci. Pada
permukaan, jumlah virus aktif berkurang dari waktu ke waktu hingga tidak lagi
menyebabkan infeksi. Namun, secara eksperimental, virus dapat bertahan di berbagai
permukaan selama beberapa waktu, (misalnya tembaga atau kardus selama beberapa
jam, dan plastik atau baja selama beberapa hari). Permukaan mudah didekontaminasi
dengan desinfektan rumah tangga yang membunuh virus di luar tubuh manusia atau
di tangan. Khususnya, bagaimanapun desinfektan atau pemutih tidak boleh ditelan
atau disuntikkan sebagai tindakan perawatan atau pencegahan, karena ini berbahaya
atau berpotensi fatal (Archika & Dwi, 2020).

4
Dahak dan air liur membawa sejumlah besar virus. Beberapa prosedur medis
dapat menyebabkan virus ditransmisikan lebih mudah dari biasanya untuk tetesan
kecil seperti itu, yang dikenal sebagai transmisi udara . Virus ini paling menular
selama tiga hari pertama setelah timbulnya gejala, meskipun penyebaran diketahui
terjadi hingga dua hari sebelum gejala muncul (penularan secara asimptomatik) dan
pada tahap selanjutnya dari penyakit. Beberapa orang telah terinfeksi dan pulih tanpa
menunjukkan gejala, tetapi ketidakpastian tetap dalam hal penularan tanpa gejala.
Meskipun COVID-19 bukan infeksi menular seksual , dicium, hubungan intim, dan
rute oral feses diduga menularkan virus(Archika & Dwi, 2020).

B. Sosial Distancing

1) Pengertian Social Distancing

Social distance atau social distancing adalah masyarakat diminta untuk


menghindari hadir di pertemuan besar atau kerumunan orang. Jika Anda harus berada
di sekitar orang, jaga jarak dengan orang lain sekitar 6 kaki (2 meter). Ketika
menerapkan social distancing, seseorang tidak diperkenankan untuk berjabat tangan
serta menjaga jarak setidaknya 1 meter saat berinteraksi dengan orang lain, terutama
dengan orang yang sedang sakit atau berisiko tinggi menderita COVID-19 (Stein,
2020).

Selain itu, ada beberapa contoh penerapan social distancing yang umum
dilakukan, yaitu:

1. Bekerja dari rumah (work from home)


2. Belajar di rumah secara online bagi siswa sekolah dan mahasiswa
3. Menunda pertemuan atau acara yang dihadiri orang banyak, seperti konferensi,
seminar, dan rapat, atau melakukannya secara online lewat konferensi video atau
teleconference
4. Tidak mengunjungi orang yang sedang sakit, melainkan cukup melalui telepon
atau video call.

2) Tujuan Social Distancing


1. Agar penularan covid-19 tidak menyabar.
2. Menjaga jarak aman agar tetap sehat dan mengurangi penyebaran virus.
3. Menjaga jarak orang yang terinfeksi bersin, batuk, atau berbicara, tetesan itu
menyebar ke udara.
3) Isolasi Mandiri

Isolasi mandiri adalah protokol yang mewajibkan setiap orang untuk tinggal di
dalam rumah atau tempat tinggal masing-masing sambil melakukan upaya
pembatasan fisik dengan orang lain. Pemerintah Indonesia menghimbau setiap orang
untuk melakukan isolasi mandiri. Namun, protokol ini wajib diberlakukan pada
kelompok tertentu, yaitu:

1. Orang yang memiliki gejala COVID-19, seperti demam, batuk, dan sesak napas
dan tidak memiliki penyakit penyerta, seperti diabetes, penyakit jantung, dan
infeksi HIV
2. Orang yang dicurigai atau sudah terkonfirmasi positif COVID-19
3. Orang yang memiliki riwayat bepergian ke zona merah atau wilayah endemis
COVID-19 dalam waktu 2 minggu terakhir
4. Orang yang telah menjalani pemeriksaan rapid test COVID-19

Protokol isolasi mandiri dilakukan dengan beberapa cara berikut ini:

1. Tidak bepergian ke luar rumah. Seluruh aktivitas, termasuk bekerja, beristirahat,


belajar, dan beribadah, dilakukan di dalam kamar masing-masing (tidak
berbarengan dengan orang lain dalam satu kamar).
2. Pakai masker dan selalu jaga jarak minimal 1 meter saat berinteraksi dengan
orang lain. Batasi waktu interaksi paling lama 15 menit.
3. Hindari untuk berkumpul, misalnya untuk makan bersama, selama menjalani
isolasi mandiri.

6
4. Gunakan peralatan makan dan mandi yang terpisah dengan orang lain di dalam
rumah.
5. Pantau suhu tubuh harian dan perhatikan apakah Anda mengalami gejala COVID-
19.
6. Jalani perilaku hidup bersih dan sehat dengan rutin mencuci tangan dengan sabun
dan air bersih, membersihkan rumah dan kamar masing-masing dengan
disinfektan setiap hari, dan menjalani pola makan sehat.
7. Manfaatkan aplikasi kesehatan untuk mendapatkan informasi terkini tentang
COVID-19 atau berkonsultasi dengan dokter untuk memantau kondisi Anda.
8. Segera hubungi dokter atau fasilitas layanan kesehatan terdekat jika Anda
mengalami gejala COVID-19 yang semakin memberat seperti demam tinggi dan
sesak napas.

C. Lansia Rentan Terhadap Covid-19


Menurut Pakar Geriatri UGM, Probosuseno (dalam kompas.com, 21 April 2020),
faktor yang membuat lansia rentan tertular Covid-19 adalah karena lansia mengalami
penurunan kapasitas fungsional hampir pada seluruh sistem tubuh termasuk
imunitasnya. Ditambah dengan banyaknya lansia yang mempunyai penyakit bawaan
seperti penyakit autoimun, diabetes, tekanan darah tinggi, kanker dan jantung.
Berbagai fakta tersebut dan fakta bahwa di berbagai negara korban meninggal karena
Covid-19 didominasi oleh lansia, menunjukkan lansia Indonesia pada posisi yang
sangat rentan (Hakim, 2020)
Kerangka konseptual atau karakteristik rentan yang terjadi pada lansia terdiri atas
3 konsep, yaitu: ketersediaan sumber daya, faktor risiko, dan status kesehatan.
Ketersediaan sumber daya mengacu kepada sumber daya sosial – ekonomi (meliputi
pekerjaan, pendapatan, pendidikan, dan tempat tinggal) dan lingkungan (akses kepada
layanan kesehatan dan kualitas pelayanan kesehatan di wilayah). Faktor risiko
mangacu kepada aksesibilitas individu kepada faktor – faktor yang mempengaruhi
diantaranya : gaya hidup dan perilaku sehari – hari (merokok, pola diit, dan
sebagainya), penggunaan atau pemanfaatan layanan kesehatan, dan stresor yang
muncul (Hakim, 2020)
Sementara status kesehatan menggambarkan kondisi kesehatan individu pada
suatu waktu. Dalam perjalanan proses penuaan yang dialami oleh lanjut usia,
setidaknya terdapat 3 faktor yang terpengaruhi, yaitu fisik, psikologis, dan sosial.
Perubahan tersebut akan menyebabkan terjadinya konsekuensi fungsional pada lansia.
Konsekuensi fungsional adalah suatu efek yang muncul sebagai akibat dari perubahan
fisik, faktor risiko, serta perilaku kesehatan individu atau lanjut usia yang dapat
diobservasi serta mempengaruhi kehidupan sehari – hari lanjut usia. Proses penuaan
yang dialami lansia menyebabkan kelompok ini menjadi salah satu kelompok yang
mengalami efek paling parah akibat COVID-19 (Hakim, 2020)
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat
menyatakan bahwa tidak ada pengobatan antivirus khusus yang direkomendasikan,
dan pasien harus menerima perawatan suportif untuk membantu meringankan gejala
muncul. Untuk kasus yang lebih parah, perawatan harus mencakup mempertahankan
fungsi organ vital. Pencegahan sekunder dan perawatan komplikasi umum dapat
menjadi masalah utama pada pasien lansia. Di Indonesia, persentase harian jumlah
penderita lansia dalam perawatan mencapai rerata 1,7% dari kasus yang ditemukan,
meninggal 0,2%, dan sembuh 0,08%. Angka yang ditemukan ini tentu bukan
merupakan angka final mengingat fenomena gunung es yang terjadi di masyarakat
(Hakim, 2020)

D. Upaya Pelindungan Terhadap Lansia


Dalam upaya memberikan pelindungan bagi lansia maka negara harus
mempunyai perencanaan komprehensif yang meliputi program jangka pendek
dan jangka panjang. Program jangka pendek merupakan langkahlangkah cepat
yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengurangi jumlah korban lansia baik
dari segi kesehatan, ekonomi, maupun keamanan selama masa pandemi Covid-
19. Sementara program jangka panjang adalah langkah-langkah strategis untuk
mempersiapkan terciptanya lansia yang tangguh, mandiri, sehat dan berkualitas.
Program jangka pendek yang harus dilakukan selama masa pandemi Covid-19
adalah, pemerintah secara masif memberikan pengetahuan dan pemahaman
akan ancaman kesehatan, ekonomi dan keamanan dari pandemi Covid-19, di

8
mana pendekatan strategi komunikasi terfokus menyasar kelompok lansia.
(Teli, 2020)
Pemerintah juga perlu mendorong partisipasi masyarakat dalam
memberikan pelindungan bagi kerabat dan tetangga lansia, karena sulit bagi
unsur pemerintah untuk mengawasi seluruh lansia. Tradisi mudik di bulan
Ramadhan berpotensi menyebarkan Covid-19 di daerah-daerah. Hal ini harus
mendapatkan penanganan yang serius. Urbanisasi mengakibatkan banyaknya
lansia yang tetap tinggal di desa sementara anak-anaknya tinggal di perkotaan.
Dengan fasilitas pelayanan kesehatan di desa yang masih terbatas membuat
mudik merupakan ancaman yang serius bagi para lansia yang tinggal di desa.
Kebijakan pemerintah dengan melakukan klasifikasi bahwa masyarakat dengan
usia di bawah 45 tahun dapat beraktivitas sementara di atas usia 45 dibatasi
merupakan kebijakan pemerintah yang harus diapresiasi. Namun demikian
harus diawasi pelaksanaannya. (Hakim, 2020)
Program jangka panjang yang krusial dilakukan adalah segera
menyelesaikan Revisi UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut
Usia. Terdapat satu prinsip yang harus diakomodir pada revisi RUU tersebut
agar di masa mendatang tercipta lansia yang berkualitas, yaitu prinsip
kelanjutusiaan. Negara harus melihat lansia sebagai sebuah proses panjang.
Dengan prinsip kelanjutusiaan maka negara melalui perangkatnya yaitu
kementerian/lembaga di pusat dan pemerintah daerah secara bersamasama
melakukan langkah-langkah untuk menciptakan lansia yang berkualitas. Prinsip
kelanjutusiaan dipahami sebagai perencanaan yang disusun negara untuk
mempersiapkan terciptanya warga negara yang sehat dan berkualitas sejak masa
di dalam kandungan, masa balita, masa kanakkanak, masa remaja awal, masa
remaja akhir, masa dewasa awal, masa dewasa akhir, masa lansia awal, masa
lansia akhir, dan masa manula. Lansia yang berkualitas diindikasikan dengan
lansia yang aktif. (Danes, 2020)
Para ahli gerontologi dan World Health Organization (WHO)
memperkenalkan dan mendorong negara-negara menggunakan pendekatan
active ageing terhadap lansia. Active ageing adalah sebuah konsep yang
memfokuskan diri pada keberfungsian lansia terhadap lingkungannya. WHO
(2002) mendefinisikan active ageing sebagai penuaan aktif, yaitu proses
mengoptimalkan peluang untuk kesehatan, partisipasi, dan keamanan untuk
meningkatkan kualitas hidup orang tua seiring bertambahnya usia. Dengan tiga
pilar utama active ageing adalah kesehatan, keamanan dan partisipasinya
kepada masyarakat.
Pemerintah juga perlu melakukan upaya yang mencakup promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif bagi lansia (World Health Organization,
2020) sebagai berikut :
1. Upaya promotif yaitu bertujuan menciptakan banyak lansia
berkualitas di Indonesia.
2. Upaya preventif lansia ditujukan untuk mencegah terjadinya lansia
yang sakit secara fisik, psikis, kesulitan secara ekonomi, terlantar,
menjadi korban kejahatan, mencegah menjadi korban, baik bencana
alam maupun bencana sosial.
3. Upaya kuratif merupakan kegiatan pemberian pelayanan kesehatan
terhadap lansia yang sakit agar dapat kembali beraktivitas secara
wajar di lingkungan keluarga, lembaga, dan masyarakat.
4. Upaya rehabilitatif yaitu kegiatan untuk memulihkan fungsi sosial
lansia yang sakit. Terakhir yang juga sangat penting adalah
pembenahan data lansia. Data yang lengkap, akurat, terpilah dan
diperbaharui 16 secara periodik akan memudahkan program-
program kerja pemerintah (Hakim, 2020)

E. Respon Lansia Terhadap Stres


Social distancing yang dilakukan saat ini diketahui memiliki efek negatif pada
lansia dan dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang serius karena risiko
tinggi masalah kardiovaskular, autoimun, neurokognitif, dan kesehatan mental yang
dapat muncul pada lansia. Mengisolasi lansia mungkin dapat mengurangi penularan,
dimana tujuan utamanya adalah untuk menunda memuncaknya kasus yang ada, dan
meminimalkan penyebaran ke kelompok berisiko tinggi. Mengisolasi diri tidak cocok

10
dilakukan lansia yang sangat bergantung pada kontak sosial di luar rumah, seperti
layanan homecare, komunitas lansia, dan tempat ibadah. Mereka yang tidak memiliki
keluarga atau teman dekat, dan bergantung pada dukungan layanan sukarela atau
perawatan sosial, dapat mengalami rasa kesepian, terisolasi, atau terpencil. Banyak
lansia memiliki kondisi mental dan fisik yang menyedihkan dan seringkali tidak
memiliki akses ke pelayanan kesehatan, yang mana dapat mengarah pada masalah
potensial. Lansia yang mengalami pemisahan dari dunia luar sering kali tidak
diikutsertakan dan dilibatkan dalam pelayanan kesehatan yang dapat diakses maupun
dalam memilih layanan kesehatan sesuai keinginannya (Pradana & Anung, 2020)
Dampak dari kecemasan yang tinggi pada lansia adalah lahirnya penyakit stress
yang puncaknya disebut sebagai psikosomatis, menurut para ahli, penyakit
psikosomatis berasal dari stress emosinal dan bermanifistasi dalam tubuh sebagai rasa
sakit fisik dan gejala lainnya. Ketika kita stres kita akan mengalami psikosomatis,
akhirnya kita merasa bingung, seperti merasa sesak, padahal mungkin saja sesak itu
hanya karena cemas. Dan apabila dibiarkan bisa saja masalah tersebut akan
berdampak vatal terhadap kehidupan seorang lansia(Rosyanti, 2020).Respons
terhadap pandemic dapat mencakup perubahan konsentrasi,kecemasan,insomnia yang
mengacu pada stress dengan tingkat keparahan gejala sebagian tergantung pada durasi
dan luas karantina, perasaan kesepian, ketakutan terinfeksi, informasi yang tidak
memadai, dan stigma, pada kelompok yang lebih rentan seperti lansia sangat beresiko
mengalami hal tersebut (Wasistiono et al., 2020)
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Proses penuaan merupakan suatu proses alamiah, tidak dapat dicegah,
merupakan hal wajar dialami oleh orang yang dikaruniai umur panjang, di mana
semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tetap sehat, tenang, damai,
penuh kasih sayang serta menikmati masa tuanya bersama keluarga tercinta.
 Sebagai salah satu negara dengan jumlah lansia yang tinggi, pandemi
Covid-19 merupakan sebuah ancaman yang nyata bagi Indonesia. Menurut data
Biro Pusat Statistik, pada tahun 2019 persentase lansia di Indonesia mencapai
9,6% dari total penduduk atau sekitar 25,64 juta orang (BPS, 2019). Jika Covid-19
mengancam 80% lansia Indonesia seperti halnya di Tiongkok dan Amerika
Serikat, maka virus ini mengancam nyawa sekitar 20 juta lansia di
Indonesia(Campbell et all., 2020). Data WHO mencatat  mulai Tanggal 23 Maret
2020 sebanyak 187 terinfekksi virus tersebut, 294.110 orang terkena virus dan
12.944 meninggal.
Pemerintah juga perlu melakukan upaya yang mencakup promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif bagi lansia.Upaya promotif yaitu bertujuan
menciptakan banyak lansia berkualitas di Indonesia. Upaya preventif lansia
ditujukan untuk mencegah terjadinya lansia yang sakit secara fisik, psikis,
kesulitan secara ekonomi, terlantar, menjadi korban kejahatan, mencegah menjadi
korban, baik bencana alam maupun bencana sosial. Upaya kuratif merupakan
kegiatan pemberian pelayanan kesehatan terhadap lansia yang sakit agar dapat
kembali beraktivitas secara wajar di lingkungan keluarga, lembaga, dan
masyarakat. Sementara Upaya rehabilitatif yaitu kegiatan untuk memulihkan
fungsi sosial lansia yang sakit. Terakhir yang juga sangat penting adalah
pembenahan data lansia. Data yang lengkap, akurat, terpilah dan diperbaharui 16
secara periodik akan memudahkan program-program kerja pemerintah .

12
DAFTAR PUSTAKA

Archika, & Dwi, N. (2020). Corona Virus Disease-19. https://doi.org/10.31219/osf.io/vydbg

Campbell, V. A., Gilyard, J. A., Sinclair, L., S. (2020). Catatan Tentang Aspek Kesehatan Jiwa
dan Psikososial Wabah Covid-19 Versi 1.0. Iasc, Feb, 1–20.

Danes, V. (2020). Panduan Perlindungan Lanjut Usia Berperspektif Gender Pada Masa Covid-
19. 18.

Fatimah. (2009). Trend dan Isu keperawatan gerontik. Journal Information, 10(2010), 1–16.

Hakim, L. N. (2020). Pelindungan Lanjut Usia Pada Masa Pandemi Covid-19. Perlindungan
Lanjut Usia Pada Masa Pandemi Covid-19.

Pradana, A., & Anung. (2020). PENGARUH KEBIJAKAN SOCIAL DISTANCING PADA
WABAH COVID-19 TERHADAP KELOMPOK RENTAN DI INDONESIA. Vol. 09, 22.

Rosyanti, L., & Hadi, I. (2020). Dampak Psikologis dalam Memberikan Perawatan dan Layanan
Kesehatan. Health Information : Jurnal Penelitian, 12(1), 107–130.
https://doi.org/10.36990/hijp.vi.191

Siti Khulaifah, Joni Haryanto, H. E. N. (2015). HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA


DENGAN KEMANDIRIAN LANSIA DALAM PEMENUHAN ACTIVITIE DAILY LIVING
DI DUSUN SEMBAYAT TIMUR, KECAMATAN MANYAR, KABUPATEN GRESIK. 031, 1–
6.

Stein, A. (2020). COVID-19 : The Critical Importance of Social Distancing and Working from
Home. April. https://doi.org/10.20944/preprints202004.0078.v1

Teli, M. (2020). TREND ISSUE KEPERAWATAN Pendahuluan. IASC.

Wasistiono, S., Indrayani, E., & Pitono, A. (2020). Panduan Pelayanan Lansia Di EraCovid 19.
Quality, March, 1–6. https://doi.org/10.1111/j.1365-2818.2007.01711.x
Waston, R. (2003). Perawatan Pada Lansia. EGC.

World Health Organization. (2020). Materi Komunikasi Risiko COVID-19 untuk Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. World Health Organization, 1–11.

LAMPIRAN

A. Panduan Aman Dari Covid Untuk Lansia

14

Anda mungkin juga menyukai