Anda di halaman 1dari 19

FIQIH ZAKAT

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah


Fikih Zakat
Dosen pengampu: Hj. Siti Zulaikha, S.Ag.,MH dan Riyan Erwin Hidayat, M.Sy

Disusun Oleh

Dina Mariana (1502100033)

Kelas : B

Program Studi S1 Perbankan Syariah


Fakultas Ekonomi Islam dan Bisnis
Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Jurai Siwo Metro
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima
kasih pada Ibu Hj. Siti Zulaikha, S.Ag.,MH yang telah memberikan tugas ini
kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Fikih Zakat. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah
sederhana ini dapat dipahami bagi pembaca.

Metro, 17 Februari 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata pengantar ii

Daftar Isi iii

BAB I : Pendahuluan

A. Latar belakang....................................................................................1

B. Rumusan Masalah..............................................................................1

C. Tujuan.................................................................................................2

BAB II : Pembahasan

A. Zakat...................................................................................................3

B. Landasan Normatif Zakat...................................................................4

C. Kedudukan Zakat...............................................................................8

D. Tujuan Zakat.......................................................................................10

E. Implikasi Sosial Zakat........................................................................11

BAB III : Penutup

Kesimpulan.....................................................................................................13

Daftar Pustaka

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Zakat merupakan ibadah dan kewajiban sosial bagi para Aghniya


(hartawan) setelah kekayaannya memenuhi batas minimal (nishab) dan
rentang waktu setahun (haul). Tujuannya untuk mewujudkan pemerataam
keadilan dalam ekonomi. Sebagai salah satu aset-lembaga-ekonomi Islam,
zakat merupaka sumber dan potensial strategis bagi upaya membangun
kesejahteraan umat. Karena itu, al-Quran memberi rambu agar zakat yng
di himpun di salurkan kepada mustahiq (orang yang benar-benar berhak
menerima zakat).

Pada awal Islam, zakat di kelola negara/pemerintah. Pendapat ini


memang dapat diperdebatkan. Tetapi kalau Rasullah SAW di posisikan
sebagai nabi dan negarawan (the Prophent and Statesmen) maka
keberadaan beliau adalah sebagai pemimpin negara dan pemerintahan.
Praktik semacam ini juga di teruskan pada masa Khulafa’ al-Rasydin. Pada
masa Abu Bakar al-Shidiq, waraga yang enggan membayar zakat di
perangi. Beliau merasa wajib untuk mengefektifkan penghimpun zakat.
Dalam pendistribusian zakat misalya, ‘Umar bin al-Khattab r.a tidak
memberikan bagian zakat kepada muallafah qulubuhum (pemula muslim)
karena pertimbangan, “politis”.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian zakat?

2. Apa landasan hukum zakat?

3. Apa kedudukan zakat?

4
4. Apa tujuan zakat?

5. Apa implikasi sosial zakat?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian zakat

2. Untuk mengetahui landasan hukum zakat

3. Untuk mengetahui kedudukan zakat

4. Untuk mengetahui tujuan zakat

5. Untuk mengetahui implikasi sosial zakat

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. ZAKAT

1. Pengertian Zakat

Kata zakat berasal dari kata zaka yang artinya tumbuh dengan
subur. Makna lain dari kata zaka adalah suci dari dosa. Zakat menurut
bahasa ialah “membersihkan” atau “tumbuh”. Dalam kitab-kitab
hukum Islam, kata zakat diartikan dengan suci, tumbuh dan
berkembang serta berkah. Dan jika pengertian itu di hubungkan
dengan harta, maka menurut ajaran islam, harta yang di zakati itu akan

6
tumbuh berkembang, bertambah karena suci dan berkah (membawa
kebaikan bagi hidup dan kehidupan yang punya).1

Berdasarkan etimologi, zakat berasal dari kata (bahasa arab):


“zakkaa-yuzakkii-tazkiyatan-zakaatan”. Yang memiliki arti thaharah
yang berarti bersih-membersihkan, namaa’ yang berarti tumbuh atau
berkembang, dan barakah yang berarti balasan atau karunia Allah yang
di berikan kepada hamba-Nya yang tiada tara bandingannya, atau amal
soleh.

Sedangkan menurut terminologi syariat (istilah), zakat adalah


bagian dari sejumlah harta tertentu dimana harta harta tersebut telah
mencapai nishab (batasan yang wajib dizakatkan), yang diwajibkan
Allah SWT untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak
menerimanya dengan syarat tertentu. 2

2. Pengertian Zakat Menurut para Ulama

a. Mazhab Maliki mendefinisikan zakat dengan “mengeluarkan


bagian yang khusus dari harta yang khusus pula yang telah
mencapai nishab (batas kuantitas yang mewajibkan zakat) kepada
orang-orang yang berhak menerimanya. Dengan catatan
kepemilikan itu penuh dan mencapai hawl (setahun), bukan barang
tambang dan bukan pertanian”.

b. Mazhab Hanafi mendefinisikan zakat dengan “menjadikan


sebagian harta yang khusus dari harta yang khusus sebagai milik
orang yang khusus, yang ditentukan oleh syariat karena Allah
SWT”.

1 Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat Dan Wakaf, (Jakarta: UI-Press Salemba 4,
1998), h. 38-39.

2Syarif Hidayatullah, Ensiklopodia Rukun Islam Ibadah Tanpa Khilafiah Zakat, (Jakarta:
Indocamp, 2008), h. 1-2.

7
c. Mahzab Syafi’i, mendefiniskan zakat adalah sebuah ungkapan
untuk mengkeluarkan harta atau tubuh sesuai dengan cara khusus.

d. Mazhab Hanbali, mendefiniskan zakat ialah hak yang wajib (di


keluarkan dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus
pula. Yang di maksudkan dengan kelompok khusus adalah delapan
kelompok yang di isyaratkan oleh Allah SWT. 3

Dengan demikian, zakat adalah pembersihan harta yang didasarkan


pada keimanan kepada Allah, bahwa dalam setiap harta yang diperoleh
terdapat hak fakir miskin dan orang yang meminta-minta. 4

B. Landasan Normatif

1. Dasar Hukum dari Al-Quran

a. Surat At-Taubah ayat 103:

‫طه زر زهم لوتززل كيهم ب لها لو ل‬


‫صل‬ ‫زخذ من ألم لوا لهم ل‬
‫صدل قلة ت ز ل‬
‫سمي ٌع لعلي ٌم‬ ‫س لك ٌن له زهم ل‬
‫واز ل‬, ‫صللى ت ل لك ل‬
‫لعلليهم إ هن ل‬

Artinya:

“Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan


menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya

3 Wahbah Zuhayly, Zakat: Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), h.
83-84.

4 K. H. Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Fiqh Ibadah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009),
h. 205-206.

8
doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah
Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS At Taubah: 103)

Menurut ayat tersebut, zakat harus diambil. Oleh karena itu,


pada masa Khalifah Abu Bakar, orang kaya dan tidak berzakat di
nyatakan telah murtad. Di Indonesia pun telah disahkan Undang-
Undang Zakat, tetapi dalam praktiknya belum ada pengambilan
zakat yang di laksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Kekayaan setiap warga negara di periksa, pendapatan pertahunnya di
periksa, usahanya di berbagai bidang, misalnya perdagangan,
pertanian, perkebunan, jasa, peternakan, seluruhnya di periksa,
sehingga ketika ada peraturan perundang-undangan yang
memberikan wewenang melakukan pengambilan zakat, objek yang
di ambil didasarkan diambil di dasarkan kepada pemeriksaan dan
datanya sangat akurat.5

b. Surat al-Bayyinah juga di jelaskan:

‫ زحنلفلا لء لويزقي زموا‬, ‫لو لما أزم زروا أله ليلعبزدزوا ال زمخلصينل للهز الدينل‬
‫ات لوذلل لك دي زن القلي لمة‬ ‫صللة للويزؤتزوا ه‬
‫الز لك ل‬ ‫ال ه‬
Artinya:

“Mereka tidak di perintah kecuali supaya meyembah Allah dengan


memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalannkan) agama
dengan lurus dan suapaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan
zakat. Dan yang demikian itulah agama yang lurus”. (QS al-Bayinah:
5)6

5 Ibid,..., h. 207

6 Syaikh Hasan Ayyub diterjemahkan oleh Abdul Rosyad Shiddiq, Fikih Ibadah, (Jakarta Timur:
Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 502-503.

9
2. Dasar hukum dari hadis

a. Hadits dari Ath-Thabrani dan Ali bin Abi Thalib

‫ض لعللى ألغنيلاءال زمسلمينل في ألم لوالهم بقلدلر‬ ‫إ هن ال فل لر ل‬


‫عواألو لع زروا‬ ‫الهذي يل ل‬
‫س زع فزقل لرا لء زهم لوللن يلج لهدلالفزقل لرا لء اذلا لجا ز‬
‫ اللل لوأل هن ال يز لحاسبز زهم ح ل‬.‫الهب لما يلسنل زع ألغنيلاؤز زهم‬
‫سا‬
‫ )رواه الطبرانى‬.‫)باشلديد لاويزعلذبز زهم لعذلاباألليما‬
Artinya:

“Allah SWT mewajibkan zakat pada harta orang-orang kaya dari


kaum Muslimin sejumlah yang dapat melapangi orang-orang miskin
diantara mereka. Fakir miskin itu tidak akan menderita karena
kelaparan dan kesulitan sandang, kecuali karena perbuatan orang-
orang kaya. Ingatlah Allah akan mengadili mereka nanti secara tegas
dan menyiksa mereka dengan pedih.” (HR Ath-Thabrani).7

b. Hadis Riwayat Ahmad dan Muslim

‫من‬ ‫ما ن‬ ‫سل م ا‬


‫م ا‬ ‫ل اللهعالايهن وا ا‬
‫ص م‬
‫ل ارسول اللهن ا‬ ‫عان أابنى ه اري ارةا قاا ا‬
‫م‬
‫جهان م ا‬‫يعالايهن فني ناارن ا‬ ‫م ا‬‫بكانز لايؤادىى ازكاا تاه إنل مأح ن‬ ‫ح ا‬‫صا ن‬‫ا‬
‫رواه‬-‫ الحدث‬.‫جبهاته‬ ‫صفاا ئنح فاتكواى بنهاا ا‬
‫جنبااه وا ا‬ ‫فايجعال ا‬
‫أحمدومسلم‬
Artinya:

“Dari Abu Hurairah, “Rasullah Saw. Telah berkata, ‘Seseorang yang


menyimpan hartanya, tidak di keluarkan zakat, akan di bakar dalam
neraka jahanam, baginya di buatkan setrika api, kemudian di

7 Ibid,..., h. 214

10
setrikakan ke kambung dan dahinya ..., dan seterusnya.” (HR Ahmad
dan Muslim)8

3. Dasar hukum dari ijma para ulama

Para imam sepakat bahwa zakat diwajibkan kepada orang Islam


yang merdeka, baligh, dan berakal sehat. Mereka berbeda pendapat
tentang kewajiban zakat bagi budak.

Hanafi berpendapat “wajib zakat sepersepuluh atas tumbuh-


tumbuhan milik mukatab, tidak pada hartanya yang lain”. Sedangkan
Maliki, Syafi’i, dan Hambali berpendapat bahwa tidak diwajibkan
zakat atas budak mukatab. Ketiga ulama mazhab tersebut juga
berpendapat bahwa orang murtad yang semasa keislamanya telah
diwajibkan membayar zakat, maka kewajiban tersebut tidak gugur
lantaran kemurtadannya. Sementara Hanafi mengatakan kewajiban
tersebut gugur.

Terkait harta anak kecil dan orang gila, mazhab Maliki, Syafi’i,
dan Hambali berpendapat bahwa wajib dikeluarkan zakatnya. Yaitu
walinya harus mengeluarkan zakat itu dari harta mereka. Sedangkan
mazhab Hanafi berpendapat bahwa zakat atas harta anak kecil dan
orang gila tidak diwajibkan.

Pemilikan selama setahun (hawl) merupakan syarat wajibnya


zakat. Demikian menurut ijma para mujtahid. Di riwayatkan bahwa
Ibn Mas’ud r.a dan Ibn Abbas r.a mewjibka zakat semata-mata adanya
pemilikan harta meskipun belum setahun. Kemudian, apabila sudah di
miliki setahun maka wajib di keluarkan lagi zakatnya. Ibn Mas’ud r.a
apabila menerima sesuatu pemberian, ia langsung mengeluarkkan
zakatnya.
8 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012), h. 195.

11
Jika seseorang memiliki barang yang mencapai nisab maka ia
harus mengeluarkan zakatnya. Kalau pada pertengahan tahun barang
itu di jual atau di tukarkan dengan sesuatu yang lain, maka gugurlah
hitungan hawl-nya. Demikian menurut Syafi’i dan Hambali.

Hanafi berpendapat, tidak gugur hitungan hawl jika barang


yang di tukar tersebut berupa emas dan perak. Namun jika barang itu
berupa binatang ternak maka gugurlah hitung hawl-nya. Sementara itu,
Maliki berpendapat, jika barang itu di tukar dengan sesuatu yang
sejenisnya, maka hitungan hawl-nya tidak putus.

Apabila sebagian barang senisab itu rusak atau di rusak sebelum


genap setahun, maka hitungan hawl-nya gugur. Demikian menurut
Hanafi dan Syafi’i, sementara itu, Maliki dan Hambali berpendapat,
jika perusakannya di maksudkan untuk menghidari kewajiban zakat,
maka hitungan hawl-nya tidak gugur dan tetap wajib di keluarkan
zakat kalau sudah genap satu tahun.9

C. Kedudukan Zakat

Sebagai suatu ibadah pokok, zakat termasuk salah satu rukun


Islam, sehingga keberadaannya dianggap sebagai ma’lum min ad diin bi
adl dlaurah, yaitu diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian
mutlak dari keislaman seseorang.

Zakat merupakan salah satu rukun islam dan merupakan salah satu
bangunannya yang sangat penting. Hal ini sebagaimana tampak jelas
dalam ayat-ayat Al-Quran, Allah menyebutkan perintah untuk menunaikan
zakat beriringan dengan perintah untuk shalat sebanyak delapan puluh dua
kali. Ini menunjukn pentingnya zakat dan eratnya kaitan shalat dengannya.

9 Abdullah Zaki Alkaf, Fiqih Empat Mazhab, (Bandung: Hasyimi, 2012), h. 118.

12
Sehingga, wajar Khalifah Abu Bakar r.a mengatakan. “Saya akan
memerangi orang yang akan memisahkan anatara shalat dengan zakat”.

Allah berfirman, dalam surat al-Baqarah ayat 43:

‫آلز لكوة ل‬ ‫وألقي زمواآل ه‬...


‫صللوة ل لو لءاتزوا ه‬ ‫ل‬
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukunlahbersama orang-
orang yang ruku’.”

Kaum muslimin sepakat bahwa hukum zakat adalah wajib. Mereka


juga sepakat bahwa zakat adalah rukun Islam yang ketiga. Orang yang
tidak mengakui kewajibannya adalah kafir serta di bolehkan memerangi
orang yang tidak mau menunaikannya.

Zakat di wajibkan pada tahun dua hijriyah. Kala itu Rasullah


mengutus orang-orang untuk memungut dan mengumpulkan zakat,
kemudian membaginya. Hal ini terus di lakukan sehingga masa Khulafaur
Rasydin dan di lanjutkan oleh kaum muslimin.

Di wajibkannya zakat adalah untuk kebaikan manusia. Ia


merupakan sarana untuk menyucikan dan menjaga harta, serta sebagai
bentuk penghambaan kepada Allah.

Allah berfirman dalam surat At Taubah ayat 103

‫صل لعلليهم‬
‫طه زر زهم لوتززل كيهم ب لها لو ل‬ ‫زخذ من ألم لوا لهم ل‬
‫صدل قلة ت ز ل‬
‫سمي ٌع لعلي ٌم‬ ‫س لك ٌن له زهم ل‬
‫واز ل‬, ‫صللى ت ل لك ل‬
‫إ هن ل‬
“Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan
mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu

13
(menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar,
Maha Mengetahui.”

Dengan demikian, zakat merupakan sarana untuk menyucikan diri


dari sifat bakhil dan kikir. Juga merupakan ujian bagi orangkaya agar
mendekatkan kepada Allah dengan sedikit harta yang dicintanya.10

D. Tujuan Zakat

Yang di maksudkan dengan tujuan zakat, dalam hubugan ini, adalah


sasaran praktisnya. Tujuan tersebut, selain yag telah di singgung di atas,
antara lain adalah sebagai berikut:

1. Mengangkat derajat fakir-miskin dan membantunya ke luar dari


kesulitan hidup serta penderitaan;
2. Membantu pemecahan permasalahan yang di hadapi oleh para
gharimin, ibnussabil, dan mustahiq lainnya;
3. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam
dan manusia pada umumnya;
4. Menghilangkan sifat kikir dan atau lomba pemilik harta;
5. Membersihkan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati
orang-orang miskin;
6. Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin
dalam suatu masyarakat;
7. Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang,
terutama pada mereka yang mempunyai harta;
8. Mendidik manusia untuk berdisplin menunaikan kewajiban dan
menyerahkan hak orang lain yang ada padanya;

10 Saleh al-Fauzan, Fiqih Sehari-Hari, (Jakarta: Gema Insani Pers, 2005), h. 244-245.

14
9. Sarana pemerataan pendapatan (rezeki) untuk mencapai keadilan
sosial.11

E. Implikasi Sosial

Pengaruh zakat pada masyarakat dan ekonomi Islam juga sudah


jelas. Karena pendistribusian zakat jelas dapat membantu orang-orang
fakir dan membuat kemaslahatan umum.

Allah SWT telah berfirman tentag pendistribusian zakat dalam


surat At-Taubah ayat 60:

‫عللي لها لوآل زم لؤلهفلة قزلزوبز زهم‬ ‫صدلقلتز للفزقل لراء لوآل لم ل‬
‫سكين لوآلعلىملينل ل‬ ‫إنه لم آل ه‬
‫ فلري ل‬,‫سبيل‬
‫ضة منل‬ ‫لوفلى آلرقاب لوآلغلىرمينل لوفى ل‬
‫سبيل ا لوآبن آل ه‬
‫علي ٌم لحكي ٌم‬
‫ لواز ل‬,‫ا‬
Artinya:

“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin,


amil zakat, yang di lunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekkan)
hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan
Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban
dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.”

Diantara delapan golongan ini, ada yang mengambil zakat untuk


memenuhi kebutuhannya sendiri dan ada pula mengambil zakat untuk
kepentingan kaum muslimin. Adapun orang yang mengambil zakat untuk
kepentingan umat islam, misalnya adalah orang yang berhutang untuk
11 Mohammad Duad Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat Dan Wakaf, (Jakarta: UI-Press Salemba 4,
1998), h. 40.

15
mendamaikan orang yang bersengketa, amil zakat, dan orang yang
berjuang di jalan Allah.

Dampak pada perekonomian ialah dengan mengambil zakat dari


harta orang-orang kaya untuk di distribusikan kepada orang-orang fakir,
maka harta kekayaan dapat beredar diantara orang kaya dan orang fakir.
Dalam hal ini terjadi pembagian kekayaan sehingga tidak ada yang terlalu
melimpah di satu sisi dan mengalami kemiskinan dan kefakiran di sisi lain.

Termasuk juga manfaat zakat bagi kemaslahatan masyarakat ialah


menyatukan hati. Sebab, apabila orang-orang fakir melihat orang-orang
kaya mengalurkan tangan kepada mereka dengan memberikan zakat tanpa
mengungkit-ungkitya, lantaran zakat merupakan kewajiban mereka dari
Allah, maka tidak di ragukan lagi bahwa orang fakir tersebut akan
mencintai orang-orang kaya. Sehingga akan terwujud kerukunan diantara
mereka, dan mereka senantiasa mengharapkan infak yang telah di
perintahkan oleh Allah tersebut. Berbeda jika orang kaya tidak mau
membayar zakat, kikir akan hartanya dan memonopoli hartanya sendiri,
maka hak ini terkadang menimbulkan permusuhan dan dengki pada hati
orang-orang fakir.12

12 Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thayyar diterjemahkan oleh Taufik Aulia Rahman,
Fikih Ibadah, (Surakarta: Media Zikir, 2010), h. 299-230.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Zakat adalah bagian dari sejumlah harta tertentu harta dimana harta
tersebut telah mencapai syarat nishab (batasan yang wajib di zakatkan),
yang di wajibkan Allah SWT untuk di keluarkan dan di berikan kepada
yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula. Zakat
mempunyai kedudukan sebagai salah satu rukun Islam yang mempunyai
peranan yang sangat penting. Zakat bertujuan untuk mengangkat derajat

17
fakir-miskin dan membantunya ke luar dari kesulitan hidup serta
penderitaan. Karena dengan adanya zakat bisa menutupi kebutuhan
terutama kebutuhan makanan bagi para fakir miskin. Dengan adanya zakat
juga bermanfaat bagi kemaslahatan umat, yakni menyatukan hati antara
orang miskin dengan orang kaya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat Dan Wakaf, Jakarta:
UI-Press Salemba 4, 1998

Syarif Hidayatullah, Ensiklopodia Rukun Islam Ibadah Tanpa Khilafiah


Zakat, Jakarta: Indocamp, 2008

Wahbah Zuhayly, Zakat: Kajian Berbagai Mazhab, Bandung: PT Remaja


Rosdakarya, 2005

K. H. Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Fiqh Ibadah, Bandung: CV


Pustaka Setia, 2009

Syaikh Hasan Ayyub diterjemahkan oleh Abdul Rosyad Shiddiq, Fikih


Ibadah, Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2005

Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012

Abdullah Zaki Alkaf, Fiqih Empat Mazhab, Bandung: Hasyimi, 2012

Saleh al-Fauzan, Fiqih Sehari-Hari, akarta: Gema Insani Pers, 2005

Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thayyar diterjemahkan oleh


Taufik Aulia Rahman, Fikih Ibadah, Surakarta: Media Zikir, 2010

Anda mungkin juga menyukai