Anda di halaman 1dari 11

DINAMIKA POPULASI EKOSISTEM PESISIR PANTAI INDONESIA:

Apa fakta yang sedang terjadi saat ini?

Ayu Virnanda 13026190251

1
Pendidikan Fisika, Universitas Negeri Jakarta.

Email: ayuvirnanda300702@gmail.com

Abstract

The coastal area is an important zone because it is basically composed of various


ecosystems such as mangroves, coral reefs, seagrasses, sandy beaches and others
which are interrelated to one another (Masalu, 2008). Unfortunately, in reality
today threat after threat that can damage the coastal and coastal ecosystems
continues to arrive, such as the disposal of plastic and industrial waste into the
sea, fish bombing, and illegal oil mining. Population dynamics of coastal
ecosystems have continued to decline to date, recorded outside the Mangrove
area, fish and coral reef populations are also declining. Then what factors are
causing the decline in population dynamics and what efforts can we do in the
future? This paper will discuss how population dynamics in coastal ecosystems in
recent years are based on research that has been done and literature reviews, as
well as what factors influence the dynamics of these ecosystem populations..

Keywords: Population, Ecosystem, and Coastal Dynamics.

Abstrak

Wilayah pesisir merupakan zona penting karena pada dasarnya tersusun dari
berbagai macam ekosistem seperti mangrove, terumbu karang, lamun, pantai
berpasir dan lainnya yang satu sama lain saling terkait (Masalu, 2008).
Sayangnya, pada kenyataan saat ini ancaman demi ancaman yang dapat merusak
ekosistem pesisir dan pantai ini terus menerus berdatangan, seperti pembuangan
limbah plastic dan industry ke laut, pengeboman ikan, serta pertambangan
minyak illegal. Dinamika populasi ekosistem pesisir pun terus menerus menurun
hingga saat ini, tercatat luar area Mangrove, populasi ikan dan terumbu karang
pun semakin menurun. Lalu factor-faktor apa saja yang menjadi penyebab
menurunnya dinamika populasi tersebut dan bagaimana upaya yang dapat kita
laukan kedepannya? Makalah ini akan membahas bagaimana dinamika populasi
pada ekosistem pesisir pantai beberapa tahun terakhir berdasarkan penelitian-
penelitian yang telah dilakukan dan kajian pustaka, serta faktor apa saja yang
memengaruhi dinamika populasi ekosistem tersebut.

Kata Kunci: Dinamika Populasi, Ekosistem, dan Pesisir Pantai.

1. PENDAHULUAN
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menjabarkan fakta bahwa
Indonesia merupakan negara kelautan tropis terbesar didunia dan memiliki
keanekaragaman hayati terbesar yang ada dilaut (Rangkuti:2018)., khususnya
pada wilayah pesisir dan pantai, terdapat banyak sekali ekosistem-ekosistem
yang ada disana, dimulai dari terumbu karang, mangrove, lamun, pantai
berpasir dan ekosistem lainnya yang satu sama lain saling berkaitan, membuat
sebuah ekologi yang ada di pesisir dan pantai (Masalu, 2008). Sayangnya, pada
kenyataan saat ini ancaman demi ancaman yang dapat merusak ekosistem
pesisir dan pantai ini terus menerus berdatangan. Penyebab utama kerusakan
ekosistem pesisir dan pantai secara garis besar disebabkan oleh faktor alam dan
faktor manusia. Kerusakan yang disebabkan faktor alam misalnya: perubahan
suhu air laut, topan gempa bumi, dan sebagainya. Sementara kerusakan yang
disebabkan faktor manusia lebih kronis dan tidak bersifat sementara, seperti
halnya pembuangan limbah plastik dan industri ke laut, serta pengeboman ikan
oleh oknum tidak bertanggung jawab semakin merajalela (Uar:2016). Kondisi
ini sangat miris mengingat laut merupakan ekosistem yang memuat SDA dan
keragaman hayati yang sangat melimpah untuk keberlangsungan hidup
manusia serta keseimbangan alam yang ada disekitarnya. Pada makalah ini
akan membahas bagaimana dinamika populasi pada ekosistem pesisir pantai
beberapa tahun terakhir berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan
dan kajian pustaka, serta faktor apa saja yang memengaruhi dinamika populasi
ekosistem tersebut. .

2. DESKRIPSI EKOSISTEM PANTAI


Ekosistem pantai Indonesia
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lebih
17.000 buah pulau besar dan kecil, dengan panjang garis pantai mencapai
hampir 81.000 km yang dilindungi oleh ekosistem terumbu karang, ekosistem
padang lamun dan ekosistem mangrove. Indonesia merupakan salah satu
Negara terpenting di dunia sebagai penyimpan keanekaeagaman hayati laut
tertinggi. Di Indonesia terdapat 2,500 spesies of molluska, 2,000 spesies
krustasea, 6 spesies penyu laut, 30 mamalia laut, dan lebih dari 2,500 spesies
ikan laut.  Luas ekosistem terumbu karang Indonesia diperkirakan
mencapai 2,5 juta Ha.
Ekosistem pesisir (padang lamun, mangrove dan terumbu karang)
memainkan peranan penting dalam industri wisata bahari, selain memberikan
pelindungan pada kawasan pesisir dari hempasan ombak dan gerusan arus.
Selain itu ekossistem pesisir ini merupakan tempat bertelur, membesar dan
mencari makan dari beaneka ragam biota laut yang kesemuanya merupakan
sumber produksi penting bagi masyarakat pesisir (Kelompok Kerja Nasional
Informasi Geospasial Tematik Pesisir dan Laut, Program Onemap Policy:
2016).

Klarifikasi Dinamika Popolasi Ekosistem Pantai Indonesia


1. Hutan Mangrove
Tabel 3.2 Perhitungan luas area mangrove di Semarang

Tahun Tahun Tahun


2012 2013 2014
Luas 886,86 741,11 542,94
Mangrove
Sumber: Analisis Korelasi Perubahan Garis Pantai Terhadap Luasan
Mangrove Di Wilayah Pesisir Pantai Semarang
Berdasarkan tabel penelitian diatas, luas area Mangrove di salah satu kota
yaitu Semarang semakin menurun dari tahun 2012-2014, dan terus
menurun hingga saat ini. Salah satu situs berita lingkungan Mongabay
memaparkan bahwa dalam kurun waktu tahun 2000-2014, Indonesia
tercatat sebagai negara penyumbang kehilangan hutan mangrove terluas di
dunia, yakni 4.364 km2 atau sekitar 311 km2 per tahunnya (Hamilton
SE:2016). Padahal, Indonesia merupakan penyumbang sepertiga
Mangrove dunia (Onrizal:2018). Selain itu, Hasil penelitian yang penulis
lakukan bersama dengan kolega atas pendanaan dari Kementerian Ristek
Dikti (2018) menunjukan bahwa 38% kawasan mangrove di pesisir timur
Sumatera bagian utara telah hilang dalam kurun waktu 30 tahun terakhir
(Onrizal:2018).

2. Terumbu Karang

Dengan ditemukannya 362 spesies scleractinia (karang batu) yang


termasuk dalam 76 genera, Indonesia merupakan episenter dari sebaran
karang batu dunia. Belakangan ini diperkirakan hamper 25 persen dari
kehidupan di ekosistem terumbu karang telah mati, antara lain akibat dari
peningkatan suhu mencapai sebesar 4ο C (Kelompok Kerja Nasional
Informasi Geospasial Tematik Pesisir dan Laut, Program Onemap Policy:
2016).

Pemutihan karang terakhir terjadi pada Maret hingga Juni 2016, di


mana saat itu tingkat kematian karang mencapai 30 hingga 90 persen
dengan area cakupan ada di perairan Nusa Tenggara Timur, Nusa
Tenggara Barat, selatan Jawa, barat Sumatera, utara Bali, Lombok,
Karimun Jawa, dan Selayar. Menurut Suharsono, pemutihan karang
menjadi ancaman paling serius, karena itu tidak bisa dicegah oleh manusia
dan dampaknya akan terus terjadi sampai kapanpun (Ambari, M:2018).

Selain itu, terumbu karang di Nias juga terus tujun dlan beberapa tahun
terakhir. Berikut adalah grafik penurunan populasi terumbu karang hidup
di Nias.
Gambar 17. Perbandingan nilai tutupan karang hidup tahun 2014, 2015,
2016 dan 2017 di perairan Kabupaten Nias Utara (Siringoringo:2017)

3. Biota Pesisir Pantai

Tidak hanya Mangrove dan terumbu karang, dinamika populasi biota


pesisir pantai-pun turut menurun secara terus menerus hingga saat ini,
salah satunya yaitu Penyu. National Geographic memaparkan bahwa
hewan yang paling terancam punah pada saat ini adalah penyu, lebih parah
dari ikan, amfibi, mamalia, dan burung. Sebanyak 61 persen spesies penyu
terancam punah. Bila hal ini terus terjadi, bukan tidak mungkin bila dalam
beberapa tahun ke depan spesies penyu akan benar-benar punah (Putri,
LN:2018). Populasi penyu penyu hijau dan hitam belum disurvei cukup
lama untuk menentukan tren. Namun, pengamatan kualitatif kunjungan
penyu betina selama beberapa tahun menunjukkan penurunan besar
(Administrator Yayasan Penyu Indonesia : 2019).

Selain itu, salah satu situs berita lingkungan Mongabay memaparkan


bahwa sebuah survei menyebutkan ada penurunan ikan karang jenis
kerapu berukuran dewasa di laut selama 1998 hingga 2017. Penurunannya
berkala dan cukup drastis dari 760 ekor/ha pada 1999 menjadi 200 ekor/Ha
pada tahun 2017 (Suriyani, L.D : 2018).
Faktor-faktor yang memengaruhi Menurunnya Dinamika Populasi

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengonfirmasi tentang


kerusakan terumbu karang di perairan Indonesia selama ini. Selain karena
faktor perubahan iklim, kerusakan terumbu karang terjadi karena di Indonesia
berlangsung aktivitas penangkapan ikan dengan cara merusak (destruktif).
Perilaku tersebut, mengakibatkan terumbu karang mengalami kerusakan
dengan sangat cepat (Ambari, M:2018).

Selain itu, populasi biota dalam ekosistem pesisirpun terus menerus


menurun dikarenakan semakin berkurangnya oksigen yang ada di bawah laut.
Berkurangnya oksigen bawah laut ini dapat disebabkan oleh pemanasan global
dan terhambatnya perkembangan ganggang akibat limbah pupuk (Badan
LitBang : 2018).

Tak hanya itu, ulah manusiapun tak luput dari penyebab menurunnya
dinamika populasi ekosistem yang ada di pantai. Membuang sampah
sembarangan di area pantai merupakan salah satu tindakan tak bertanggung
jawab yang manusia lakukan, terutama sampah plastik. Koalisi Rakyat untuk
Keadilan Perikanan (KIARA) mencatat, setiap tahun sedikitnya sebanyak 1,29
juta ton sampah dibuang ke sungai dan bermuara di lautan. Dari jumlah
tersebut, sebanyak 13.000 plastik mengapung di setiap kilometer persegi setiap
tahunnya. Fakta tersebut menasbihkan Indonesia menjadi negara nomor dua di
dunia dengan produksi sampah plastik terbanyak di lautan. Sekretaris Jenderal
KIARA Susan Herawati mengatakan, semakin banyak sampah plastik di
lautan, maka semakin besar ancaman bagi kelestarian ekosistem di laut
(Ambari, M:2018).

Pengeboran dan pencairan minyak bumi dan gas di tengah lautan oleh
oknum yang tidak bertanggung jawab-pun turut menjadi penyebabnya
(National Geographic Indonesia:2019). Begitu pula dengan metode pengboman
untuk menangkap ikan, membuang limbah industri ke laut, pemburuan illegal,
dan tindakan tidak bertanggung jawab lainnya .
Upaya Yang Dapat Dilakukan Manusia Untuk Melestarikan Populasi
Ekosistem Yang Ada Dipesisir Pantai

Pelestarian bisa diartikan sebagai upaya atau usaha kita untuk menjaga dan
memelihara sesuatu yang masih berkaitan erat dengan lingkungan. Manusia
perlu menyadari bahaya tidak melestarikan lingkungan khususnya ekosistem
laut. Bukan hanya merusak mata pencaharian sebagian besar orang Indonesia,
kegiatan yang tidak bertanggungjawab ini juga dapat menimbulkan bencana
bagi manusia sendiri. Oleh karena itu sangat penting pengenalan manfaat
ekologi bagi kehidupan manusia sejak dini. Hal ini untuk menimbulkan
kesadaran pada manusia bahwa manusia tidak hidup sendiri di Bumi ini(Ali,
N : 2019).

Berbagai upaya pelestarian lingkungan hidup yang bisa kita lakukan untuk
menjaga dan melestarikan laut diantaranya dengan menjaga kebersihan pantai
dan laut dengan tidak membuang sampah di laut, tidak merusak terumbu
karang sebagai habitat berbagai biota laut, tidak menggunakan bom ikan,
racun, dan pukat harimau dalam menangkap ikan, tidak melakukan perburuan
liar, dan bersama dengan pemerintah, melakukan penanaman bakau atau
mangrove di pesisir pantai (Ali, N : 2019).

Sedangkan pemerintah dapat membantu pelestarian laut dan biota laut


didalamnya dengan cara melarang penggunaan bom ikan, racun dan pukat
harimau, membatasi dan mengawasi penambangan minyak bumi, mengawasi
dan menindak pihak industri dan pabrik yang membuang limbah ke laut,
mengadakan penanaman mangrove di pesisir pantai yang rawan abrasi, dan
melindungi populasi hewan laut yang terancam punah seperti paus, hiu, dan
penyu laut (Ali, N : 2019).

Demikian beberapa cara melestarikan laut yang dapat dilakukan oleh


masyarakat dan pemerintah. Upaya pelestarian ini tidak akan berjalan apabila
tidak ada kerjasama yang baik antara masyarakat dan pemerintah. Oleh karena
itu perlu kesadaran dari masing-masing individu untuk memahami pentingnya
ekosistem laut bagi kehidupannya (Ali, N : 2019).
3. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Ekosistem pesisir (padang lamun, mangrove dan terumbu karang)


memainkan peranan penting dalam industri wisata bahari, selain memberikan
pelindungan pada kawasan pesisir dari hempasan ombak dan gerusan arus.
Selain itu ekossistem pesisir ini merupakan tempat bertelur, membesar dan
mencari makan dari beaneka ragam biota laut yang kesemuanya merupakan
sumber produksi penting bagi masyarakat pesisir (Kelompok Kerja Nasional
Informasi Geospasial Tematik Pesisir dan Laut, Program Onemap Policy:
2016).

Pada kenyataan saat ini, ancaman demi ancaman yang dapat merusak
ekosistem pesisir dan pantai ini terus menerus berdatangan. Penyebab utama
kerusakan ekosistem pesisir dan pantai secara garis besar disebabkan oleh
faktor alam dan faktor manusia. Sebaliknya, berbagai upaya pelestarian
lingkungan hidup yang bisa kita lakukan untuk menjaga dan melestarikan laut
diantaranya menjaga kebersihan pantai dan laut dengan tidak membuang
sampah di laut, melakukan daur ulang limbah industri dan pabrik sebelum
dibuang melalui aliran air, laut, atau udara, dan tidak merusak terumbu karang
sebagai habitat berbagai biota laut.

Saran

Pada kenyataan saat ini, ancaman demi ancaman yang dapat merusak
ekosistem pesisir dan pantai ini terus menerus berdatangan. Oleh karena itu,
kita sebagai manusia harus memiliki kesadaran diri untuk melestarikan
ekosistem dan lingkungan sekitarnya.
REFERENSI

Administrator Yayasan Penyu Indonesia. (2019). Populasi Penyu,


http://yayasanpenyu.org/populasi-penyu/. Diakses pada 15 Juni 2020.
Ali, N., Sinilele, A. 2019. Kearifan Lokal Dalam Melestarikan Pulau Dan
Laut Di Pulau Bonetambu Sulawesi Selatan. Hasanuddin Journal Of
Sociology. Volume 1, Issue 2, 2019 P-ISSN: 2685-5348, E-ISSN: 2685-4333.
Hal. 105.
Ambari, M. (2018). Ancaman Sampah Plastik untuk Ekosistem Laut Harus
Segera Dihentikan, Bagaimana Caranya?,
https://www.mongabay.co.id/2018/07/26/ancaman-sampah-plastik-untuk-
ekosistem-laut-harus-segera-dihentikan-bagaimana-caranya/. Diakses pada 15
Juni 2020.
Ambari, M. (2018). Kerusakan Terumbu Karang di Indonesia Dipicu Dampak
Perubahan Iklim?, https://www.mongabay.co.id/2018/11/30/kerusakan-
terumbu-karang-di-indonesia-dipicu-dampak-perubahan-iklim/. Diakses pada
15 Juni 2020.
Aulia, R., Prasetyo, Y., Hani ‘ah. 2015. Analisis Korelasi Perubahan Garis
Pantai Terhadap Luasan Mangrove Di Wilayah Pesisir Pantai Semarang.
Jurnal Geodesi UNDIP. Volume 4, Nomor 2, Tahun 2015,(ISSN :2337-845X).
Hal 157.
Badan LitBang. (2018). Kadar Oksigen Bumi Menurun, Ilmuwan dan Peneliti
Sarankan Lakukan Hal Ini, https://litbang.kemendagri.go.id/website/kadar-
oksigen-bumi-menurun-ilmuwan-dan-peneliti-sarankan-lakukan-hal-ini/.
Diakses pada 15 Juni 2020.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten, Administrator.
(2016). Artikel Mengenal Ekosistem Laut.
Hamilton SE, and Casey D. 2016. Global Ecol Biogeogr, 25, 729–738.
Kelompok Kerja Nasional Informasi Geospasial Tematik Pesisir dan Laut,
Program Onemap Policy. 2016. Tentang Terumbu Karang,
http://coremap.oseanografi.lipi.go.id/berita/520. Diakses pada 15 Juni 2020.
Masalu, D.C. (2008). Data dan Informasi Pesisir Manajemen untuk
Pengelolaan Pesisir Terpadu; peran IODE. Elsevier. Olicy laut 32: 544-550.
National Geographic Indonesia. (2019). 9 Ancaman Terbesar yang Dihadapi
Laut dan Isinya Akibat Ulah Manusia,
https://nationalgeographic.grid.id/read/131656602/9-ancaman-terbesar-yang-
dihadapi-laut-dan-isinya-akibat-ulah-manusia?page=all. Diakses pada tanggal
15 Juni 2020.
Onrizal et al. 2018. Indeks kerawanan konversi mangrove di pesisir timur
Sumatera Utara dan implikasinya pada upaya mitigasi perubahan iklim.
[Laporan Pendahuluan]. Medan: Universitas Sumatera Utara

Onrizal. (2018). Mangrove, Ekosistem Penting Langka yang Semakin


Terancam, https://www.mongabay.co.id/2018/08/13/mangrove-ekosistem-
penting-langka-yang-semakin-terancam/. Diakses tanggal 15 Juni 2020.

Putri, L.N,. (2018). Populasi Penyu Terus Berkurang, Kepunahan pun


Membayangi Mereka,
https://nationalgeographic.grid.id/read/13937639/populasi-penyu-terus-
berkurang-kepunahan-pun-membayangi-mereka. Diakses pada 15 Juni 2020.
Rangkuti, A.M., Cordova, M.R, Yulma, A.R., Adimu, H.E. (2018). Ekosistem
dan Pesisir Laut Indonesia, http://lipi.go.id/publikasi/ekosistem-pesisir-dan-
laut-indonesia/23085. Diakses Tanggal 15 Juni 2020.
Siringoringo, R.M., Suharsono, Sari N.W.P., Arafat, Y., Arbi, U.Y., Azkab, H,.
Dharmawan, I.W.Y., Sianturi, O.R., Anggraeni, K. Monitoring Kesehatan
Terumbu Karang Dan Ekosistem Terkait Di Kabupaten Nias Utara 2017.
http://oseanografi.lipi.go.id/laporan/RIKOH_LAPORAN%20RHM%20NIAS
%20UTARA%2014122017.pdf. Laporan RHM Nias Utara.
Suriyani, L.D. (2018). Ikan Karang di Laut Stoknya Mulai Menurun. Kenapa
Bisa Terjadi?, https://www.mongabay.co.id/2018/03/07/ikan-karang-di-laut-
stoknya-mulai-menurun-kenapa-bisa-terjadi/. Diakses pada tanggal 15 Juni
2020.
Uar, N.D., Murti, S.H., Hadisusanto, S. 2016. Kerusakan Lingkungan terhadap
Ativitas Manusi Pada Ekosistem Terumbu Karang. Proposal Disertasi. Fakultas
Geografi Universitas Gadjah Mada.

Anda mungkin juga menyukai