Disusun Oleh:
Kelompok 1
Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan puja dan puji
syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Saintifikasi Jamu
yang berjudul Upaya Mengontrol Kualitas Tanaman Obat Pada Saat
Budidaya dan Pengujiannya.
Makalah ini diharapkan meningkatkan pengetahuan kita tentang
bagaimana budidaya tanaman obat yang baik untuk menghasilkan produk dengan
kualitas baik. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada pihak yang telah
membantu kami dalam pembuatan makalah ini. Namun tidak lepas dari semua itu,
kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun
bahasanya maupun segi lainnya.
Saran dan kritik dari para pembaca makalah kami ini, sangat kami
harapkan untuk dapat memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah Saintifiikasi
Jamu ini kita dapat mengambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat
memberikan inspirasi terhadap pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
PENGANTAR MAKALAH ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan masalah .................................................................................. 2
1.3 Tujuan ..................................................................................................... 2
BAB 2. PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
2.1 Pedoman Budidaya yang Baik .............................................................. 3
2.1.1 Budidaya yang Baik .......................................................................... 3
2.1.2 Pedoman Budidaya yang Baik (GAP) .............................................. 3
2.2 Titik Kendali Panduan Budidaya Yang Baik ...................................... 4
2.2.1 Manajemen Usaha dan Produksi ....................................................... 4
2.2.2 Lahan dan Media Tanam ................................................................... 6
2.2.3 Benih ............................................................................................... 11
2.2.4 Penanaman ...................................................................................... 15
2.2.5 Pemeliharaan ................................................................................... 18
2.2.6 Pemupukan ...................................................................................... 22
2.2.7 Pengairan (Irigasi) ........................................................................... 27
2.2.8 Perlindungan Tanaman.................................................................... 33
2.2.9 Pemanenan ...................................................................................... 35
2.2.10 Penanganan Limbah dan Sampah ................................................... 37
2.2.11 Kesehatan, Keamanan dan Keselamatan Kerja ............................... 38
2.2.12 Kepedulian Lingkungan .................................................................. 43
2.2.13 Pengujian ......................................................................................... 45
BAB 3. PENUTUP............................................................................................... 52
3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 53
iii
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan disusunnya makalah ini yaitu:
a. Untuk mngetahui panduan budidaya tanaman obat yang baik
b. Dapat mengetahui panduan pemanenan tanaman obat yang baik
c. Dapat mengetahui cara pengujian dalam rangka mengontrol kualitas
tanaman obat sehingga memiliki kualitas yang baik
3
BAB 2. PEMBAHASAN
d. Evaluasi Produksi
Evaluasi dilakukan secara berkala, mulai dari perencanaan sampai
dengan akhir usaha tersebut berlangsung, sehingga jika terjadi penyimpangan
dari rencana yang dianggap dapat merugikan, maka segera dilakukan
pengendalian. Evaluasi dilakukan setiap musim tanam. Tindakan perbaikan/
pengendalian/ koreksi dilakukan sesuai hasil evaluasi dan didokumentasikan.
e. Pengendalian Produksi
Pengendalian dalam produksi berfungsi untuk agar proses produksi
berjalan pada rencana yang telah ditetapkan.Misalnya, pengendalian dapat
dilakukan pada masalah kelebihan penggunaan tenaga kerja manusia,
kelebihan penggunaan air, kelebihan pada suatu tahap proses produksi, dan
lain-lain.
1. Arang
Arang bisa berasal dari kayu atau batok kelapa. Karakteristiknya
arang kurang mampu mengikat air dalam jumlah banyak, tidak mudah
lapuk, dan miskin akan unsur hara. Kelebihan dari media jenis arang
adalah sifatnya yang bufer (penyangga), sehingga, jika terjadi
kekeliruan dalam pemberian unsur hara yang terkandung di dalam
pupuk bisa segera dinetralisir dan diadaptasikan.
2. Batang Pakis
Berdasarkan warnanya, batang pakis dibedakan menjadi dua,
yaitu batang pakis hitam dan batang pakis coklat. Karakteristik yang
dimiliki media batang pakis yaitu mudah mengikat air, memiliki aerasi
dan drainase yang baik, serta bertekstur lunak sehingga mudah
ditembus oleh akar tanaman.
3. Kompos
Kompos merupakan media tanam organik yang bahan dasarnya
berasal dari proses fermentasi tanaman atau limbah organik, seperti
jerami, sekam, daun, rumput, dan sampah kota. Karakteristik yang
dimiliki kompos yaitu mampu meningkatkan kesuburan tanah. Peranan
kompos yaitu sebagai soil conditioner dan soil ameliorator. Soil
condotioner berperan memperbaiki struktur tanah, terutama tanah
kering, sedangkan soil ameliorator berfungsi dalam memperbaiki
kemampuan tukar kation pada tanah.
4. Moss
Moss adalah media tanam yang berasal dari akar paku-pakuan.
Karakteristiknya, moss memiliki banyak rongga sehingga
memungkinkan akar tanaman tumbuh dan berkembang dengan leluasa,
mampu mengikat air dengan baik serta memiliki sistem drainase dan
aerasi yang lancar.
5. Pupuk kandang
Pupuk kandang merupakan pupuk organik yang berasal dari
kotoran hewan. Kandungan unsur haranya yang lengkap seperti
9
natrium (N), fosfor (P), dan kalium (K). Pupuk kandang yang akan
digunakan sebagai media tanam harus yang sudah matang dan steril.
Hal itu ditandai dengan warna pupuk yang hitam pekat.
6. Cocopeat
Cocopeat merupakan media tanam alternatif dari bahan organik
sabut kelapa. Cocopeat diambil dari buah kelapa yang sudah tua dan
memiliki serat yang kuat. Karakteristik : cocopeat mampu mengikat
dan menyimpan air dengan kuat, dan mengandung unsur-unsur hara
esensial, seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K), natrium
(N), dan fosfor (P).
7. Sekam
Sekam adalah media tanam yang berasal dari kulit biji padi yang
sudah digiling. Karakteristik yang dimiliki sekam yaitu sistem drainase
yang buruk dan cenderung miskin akan unsur hara.
8. Humus
Humus adalah segala macam hasil pelapukan bahan organik oleh
jasad mikro. Karakteristik humus memiliki kemampuan daya tukar ion
yang tinggi sehingga bisa menyimpan unsur hara.
Bahan Anorganik
Bahan anorganik adalah bahan dengan kandungan unsur mineral
tinggi yang berasal dari proses pelapukan batuan induk di dalam bumi.
Berdasarkan bentuk dan ukurannya, mineral yang berasal dari pelapukan
batuan induk dapat digolongkan menjadi 4 bentuk, yaitu kerikil atau batu-
batuan (berukuran lebih dari2 mm), pasir (berukuran 50 /-1- 2 mm), debu
(berukuran 2-50u), dan tanah liat. Selain itu, bahan anorganik juga bisa
berasal dari bahan-bahan sintetis atau kimia yang dibuat di pabrik.
Beberapa media anorganik yang sering dijadikan sebagai media tanam
yaitu :
10
1. Gel
Gel atau hidrogel adalah media tanam yang berasal dari kristal-
kristal polimer yang sering digunakan untuk tanaman hidroponik.
Penggunaan media jenis ini sangat praktis dan efisien.
2. Pasir
Pasir adalah media tanam alternatif untuk menggantikan fungsi
tanah. Karakteristik pasir memiliki pori-pori berukuran besar (pori-pori
makro) sehingga mudah basah dan cepat kering oleh proses penguapan.
3. Kerikil
Kerikil sebagai media tanam tidak jauh berbeda dengan pasir.
Hanya saja, kerikil memiliki pori-pori makro lebih banyak daripada
pasir.
4. Pecahan batu bata
Pecahan batu bata merupakan media tanam alternatif. Karakteristik
pecahan batu bata miskin hara dan tidak mudah lapuk.
5. Spons (floralfoam)
Spons dimanfaatkan sebagai media tanam anorganik. Kekurangan
spons yaitu penggunaannya tidak tahan lama karena bahannya mudah
hancur.
6. Tanah liat
Tanah liat merupakan jenis tanah yang bertekstur paling halus dan
lengket atau berlumpur. Karakteristik dari tanah liat adalah memiliki
pori-pori berukuran kecil (pori- pori mikro) sehingga mempunyai
kemampuan mengikat air yang cukup kuat dan miskin unsur hara.
7. Vermikulit dan perlit
Vermikulit adalah media anorganik steril yang dihasilkan dari
pemanasan kepingan-kepingan mika serta mengandung potasium dan
hilum. Karakteristiknya yaitu memiliki kemampuan kapasitas tukar
kation yang tinggi, sehingga dapat menurunkan berat jenis, dan
meningkatkan daya serap air. Perlit merupakan produk mineral
berbobot ringan serta memiliki kapasitas tukar kation dan daya serap air
11
2.2.3 Benih
Menurut Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
57/Permentan/OT.140/9/2012 Tentang Pedoman Budidaya Tanaman Obat Yang
Baik (Good Agriculture Practices For Medicinal Crops) benih tanaman yang
selanjutnya disebut benih adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk
memperbanyak dan/atau mengembangbiakkan tanaman. Perbenihan tanaman
adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pengadaan, pengelolaan, dan
peredaran benih tanaman. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 44 tahun 1995 tentang Pembenihan Tanaman, pengaturan perbenihan
tanaman bertujuan untuk:
a. menjamin terpenuhinya kebutuhan benih bermutu secara memadai dan
berkesinambungan;
b. menjamin kelestarian plasma nutfah dan pemanfaatannya.
Produksi benih merupakan serangkaian kegiatan untuk menghasilkan
benih. Perolehan benih bermutu untuk pengembangan budidaya tanaman
dilakukan melalui kegiatan penemuan varietas unggul dan/atau introduksi dari
luar negeri. Penemuan varietas unggul dilakukan melalui kegiatan pemuliaan
tanaman yang dapat dilakukan oleh perorangan atau badan hukum berdasarkan
izin (UU RI, 2012). Introduksi dari luar negeri dilakukan dalam bentuk benih atau
materi induk dan hanya dilakukan apabila benih atau materi induk tersebut belum
ada di wilayah negara Republik Indonesia. Introduksi tersebut dilakukan oleh
pemerintah, perorangan atau badan hukum, serta wajib melaporkan dan
menyerahkan sebagian hasil introduksi kepada Menteri. Benih yang diintroduksi
dari luar negeri harus dilengkapi dengan deskripsi varietas dari pemulia atau
instansi yang berwenang di negara asal (Pemerintah RI, 1995).
12
2.2.4 Penanaman
Penanaman adalah kegiatan pembenaman biji pada tanah untuk
memperoleh produktivitas tinggi, atau bagian yang digunakan untuk
memperbanyak atau mengembangkan tanaman. Penanaman merupakan proses
pemindahan benih ke dalam tanah dengan tujuan agar tanaman tumbuh dan
berkembang dengan baik. Pertanaman yang baik dapat diperoleh dengan cara
sebelum penanaman harus dilakukan pengolahan tanah yang sempurna, penentuan
jarak tanam yang tepat, penentuan jumlah benih perlobang tanam dan benih yang
akan di tanam adalah benih yang bermutu tinggi. Teknik penanaman diawali
dengan pengolahan tanah, pembibitan, penanaman, pemupukkan, pengendalian
hama, penyakit, dan gulma, dan diakhiri dengan panen. Faktor-faktor yang
mempengaruhi produktifitas dalam penanaman antara lain lahan pertanian dengan
macam dan tingkat kesuburannya, bibit, varietas, pupuk, obat-obatan, dan gulma
(Hanum, 2008). Pada proses penanaman ada beberapa yang harus diperhatikan,
seperti :
1. waktu tanam
Penyesuaian waktu tanam merupakan cara yang paling murah dan efisien
untuk meningkatkan produktivitas tanaman. Dengan penyesuaian waktu tanam,
kondisi iklim pada awal dan selama musim tanam sudah dipertimbangkan untuk
menghindari gagal tanam dan gagal panen akibat kekeringan atau banjir. waktu
tanam dapat berubah sepanjang waktu karena perubahan iklim maupun perubahan
teknologi dan sosial ekonomi. Salah satu strategi untuk mengantisipasi
ketidakpastian awal musim dan kejadian iklim ektrem adalah dengan
menyesuaikan waktu tanam. Untuk mengatur waktu tanam dan panen, berbagai
negara menggunakan kalender tanam. Kalender tanam merupakan alat bantu bagi
petani dan penyuluh untuk mengambil keputusan dalam menentukan waktu
tanam, penyiapan benih, pengolahan lahan, kebutuhan tenaga kerja, dan mengatur
penggunaan alat mesin untuk pengolahan lahan dan panen.
Untuk mengetahui awal musim tanam di suatu daerah selama setahun,
pemerintah mengembangkan kalender tanam untuk memberikan rekomendasi
waktu tanam dan berbagai informasi pendukung lainnya. Informasi awal musim
16
hujan (MH) yang dikeluarkan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) merupakan dasar dalam menentukan rekomendasi waktu tanam. Namun,
selain awal MH, faktor penting yang memengaruhi pertumbuhan tanaman adalah
panjang maksimum deret hari kering atau hari tanpa hujan. Tetapi saat ini
informasi panjang maksimum deret hari kering masih belum menjadi
pertimbangan dalam menentukan waktu tanam (Surmaini dan Syahbuddin, 2016).
2. pola tanam
Pola tanam adalah usaha penanaman pada sebidang lahan dengan
mengatur susunan tata letak dan urutan tanaman selama periode waktu tertentu
termasuk masa pengolahan tanah dan masa tidak ditanami selama periode tertentu.
Pola tanam ada tiga macam, yaitu : monokultur, rotasi tanaman dan polikultur
(Anwar, 2012).
a. Monokultur
Pertanian monokultur adalah pertanian dengan menanam tanaman sejenis.
Penanaman monokultur menyebabkan terbentuknya lingkungan pertanian
yang tidak mantap. Hal ini terbukti dari tanah pertanian harus selalu diolah,
dipupuk dan disemprot dengan insektisida sehingga resisten terhadap hama.
b. Rotasi tanaman (crop rotation)
Rotasi tanaman atau pergiliran tanaman adalah penanaman dua jenis atau lebih
secara bergiliran pada lahan penanaman yang sama dalam periode waktu
tertentu. Rotasi tanam dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan
mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat keuntungan
maksimum. Faktor-faktor tersebut adalah :
a) Pengolahan yang bisa dilakukan dengan menghemat tenaga kerja, biaya
pengolahan tanah dapat ditekan, dan kerusakan tanag sebagai akibat terlalu
sering diolah dapat dihindari.
b) Hasil panen secara beruntun dapat memperlancar penggunaan modal dan
meningkatkan produktivitas lahan
c) Dapat mencergah serangan hama dan penyakit yang meluas
d) Kondisi lahan yang selalu tertutup tanaman sangat membantu mencegah
terjadinya erosi
17
2.2.5 Pemeliharaan
Pemeliharaan adalah rangkaian kegiatan yang mencakup pembumbunan,
penyulaman, penyiraman, pembersihan lahan dari gulma (penyiangan),
penjarangan, pengaturan pohon naungan serta pengendalian hama/penyakit
tanaman (Dirjen Holtikultura, 2019). Berikut merupakan rangkaian kegiatan
pemeliharaan:
a. Penyiangan Gulma
Menurut Klingman (1964) dalam Zaenudin dkk (2015) gulma
didefinisikan sebagai tumbuhan yang tumbuh di tempat yang tidak
dikehendaki. Penyiangan dilakukan untuk membebaskan lahan dari gulma dan
tanaman lainnya. Gulma dan tanaman lain dapat berfungsi sebagai kompetitor
dalam mendapatkan air, unsur hara, dan energi matahari. Selain itu, gulma atau
tanaman lain juga dapat menjadi inang bagi hama dan penyakit tertentu atau
memungkinkan menjadi tempat penyerbukan silang dengan tanaman benih.
Pengendalian gulma dapat dilakukan secara manual (dengan cara mencabut),
mekanis (menggunakan alat), dan kimiawi (bahan kimia). Pada saat
penyiangan, biasanya juga dilakukan pendangiran untuk memperbaiki aerasi di
daerah sekitar perakaran tanaman (Nurwadani, 2008).
b. Penyulaman
Penyulaman adalah kegiatan penanaman kembali bagian-bagian yang
kosong bekas tanaman mati/akan mati dan rusak sehingga jumlah tanaman
normal sesuai dengan jarak tanamnya. Penyulaman bertujuan untuk
meningkatkan persentase tanaman dalam satu kesatuan luas tertentu sehingga
memenuhi jumlah yang diharapkan (Kementrian Kehutanan, 2012).
Penyulaman dilakukan 17 hari setelah tanam. Hal dikarena waktu tersebut
tanaman sudah mulai tumbuh secara merata. Bagi tanaman yang tidak tumbuh
secara baik baru dilakukan penyulaman pada tanaman tersebut.
19
c. Pendangiran
Pendangiran adalah kegiatan penggemburan tanah disekitar tanaman yang
bertujuan memperbaiki sifat fisik tanah (aerasi tanah) sebagai upaya memacu
pertumbuhan tanaman. Waktu pendangiran dilakukan pada musim kemarau
menjelang musim hujan tiba (Kementrian Kehutanan, 2012). Menurut
Kementrian Kehutanan (2012), waktu yang ideal untuk melakukan kegiatan
pendangiran ini adalah ketika tanaman berumur 1-4 tahun dan diutamakan pada
tanaman yang mengalami pertumbuhan atau tempat tumbuhnya bertekstur berat
dan lahan tidak melalui pengolahan tanah. Pendangiran tanaman dilaksanakan
1-2 kali dalam satu tahun, tergantung pada tingkat tekstur tanahnya. Makin
berat tekstur tanahnya, sebaiknya semakin sering untuk dilakukan pendangiran.
Tanah yang harus didangir kisarannya 1-3 m sekeliling tanaman.
d. Pemangkasan Cabang
Pemangkasan cabang dilakukan dengan menggunakan alat yaitu golok,
dilakukan dengan memotong cabang-cabang baru yang dapat mengganggu
pertumbuhan tanaman. Tujuan dari pemangkasan ini untuk menjaga tanaman
agar tidak terlalu tinggi sehingga antara cabangnya tidak saling bersinggungan.
Tujuan dari pemeliharaan adalah untuk menjaga pertumbuhan,
perkembangan dan kesehatan tanaman yang optimal serta menjaga sanitasi
kebun.
A. Informasi Pokok
1. Kondisi pertanaman tumbuh baik bilamana : tanaman tumbuh pada kondisi
lahan dan iklim yang sesuai serta terbebas dari gangguan hama, penyakit
dan gulma serta gangguan lainnya;
2. Penyiraman dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan iklim
setempat;
3. Penyulaman pada umur 1 BST dengan menggunakan benih yang telah
disiapkan dengan umur yang sama;
4. Penyiangan secara berkala atau sesuai dengan kebutuhan dengan cara yang
aman dan benar, sebaiknya dilakukan secara rutin setiap 2 bulan sekali;
20
C. Prosedur Kerja
1. Melakukan penyiangan dan pembumbunan dimulai sekitar umur tanaman 2
BST dan melakukannya secara rutin setiap 2 bulan sekali, dengan
memperhatikan agar rumpun/tunas baru tidak rusak akibat mekanis;
2. Melakukan penyiraman sesuai dengan kebutuhan dan keadaan iklim
setempat;
3. Melakukan penyulaman jika benih yang ditanam mati atau tidak dapat
tumbuh normal pada umur 1 BST, dengan menggunakan benih yang
berumur sama;
21
D. Sasaran
Terwujudnya lingkungan tumbuh tanam yang optimal secara berkelanjutan
bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
2.2.6 Pemupukan
A. Definisi
Pupuk adalah bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara tanaman
yang jika diberikan ke pertanaman dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil
tanaman (Glio dkk, 2015). Pemupukan adalah kegiatan penambahan unsur hara
ke dalam tanah sekitar tanaman sesuai dengan tahap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman (Dirjen Holtikultura, 2019).
B. Tujuan
Tujuan pemupukan adalah menjamin ketersediaan unsur hara bagi
tanaman sehingga produktivitasnya optimal (Dirjen Holtikultura, 2019).
Penggunaan pupuk yang efisien pada dasarnya adalah memberikan pupuk
bentuk dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tanaman, dengan cara yang
tepat dan pada saat yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan tingkat
pertumbuhan tanaman tersebut.
C. Jenis Pupuk
23
Cara ini dapat dilakukan apabila jarak tanaman tidak rapat, kesuburan
tanah rendah dan perkembangan akar tanaman yang sedikit. Keuntungan
aplikasi secara larikan atau barisan ialah pengambilan unsur hara pupuk
oleh tanaman lebih mudah dan kehilangan hara pupuk dapat di kurangi,
sedangkan untuk kelemahannya yaitu kesuburan tanah rendah jika jumlah
pupuk sedikit dan persebaran pupuk tidak merata.
3. Spot placement
Caranya di samping tanaman dibuat lubang sedalam kurang lebih
5- 10 cm, kemudian pupuk dimasukkan ke dalam lubang, setelah itu
ditutup dengan tanah. Aplikasi pupuk secara spot placement dapat
dilakukan apabila jarak tanam cukup lebar. Pemupukan pada tanaman
jagung dapat menggunakan metode ini. Keuntungan memberi pupuk
secara spot placement yaitu pupuk tidak mudah menguap dan langsung ke
dalam tanah dekat dengan akar tanaman. Kelemahannya ialah waktu yang
diperlukan cukup lama, takaran pupuk diatur agar seragam tiap lubangnya.
4. Pemupukan lewat daun atau foliar application
Pupuk dilarutkan ke dalam air dengan konsentrasi sangat rendah
kemudian disemprotkan langsung kepada daun dengan alat penyemprot
biasa seperti hand sprayer. Jika area budidaya lebih luas, dapat digunakan
knapsact sparayer. Aplikasi dilakukan untuk daun bagian bawah, agar
nutrisi dapat mudah diserap oleh stomata daun.
G. Faktor Pemupukan
Faktor yang berpengaruh terhadap pemupukan
1. Tanah: kondisi fisik (kelerengan, jeluk mempan perakaran, retensi
lengas dan aerasi), kondisi kimiawi (retensi hara tersedia, reaksi tanah,
bahan organik tanah, sematan hara, status dan imbangan hara), kondisi
biologis (pathogen, gulma).
2. Tanaman: jenis, umur dan hasil panen yang diharapkan.
3. Pupuk: sifat, mutu, ketersediaan dan harga.
4. Iklim: temperatur, curah hujan, panjang penyinaran dan angin.
26
H. Prosedur Kerja
1. Memberikan pupuk organik yang bermutu pada tahap penyiapan lahan
sebanyak 10-20 ton/ha atau 5-10 kg/ lubang tanam;
2. Memberikan pupuk organik susulan pada 6 bulan setelah tanam (BST)
sebanyak 10 kg/rumpun;
3. Jika menggunakan pupuk anorganik diberikan menjelang akhir musim
kemarau dengan cara membuat lubang melingkar pada jarak ± 20 cm
dari rumpun batang kapulaga, kedalam 5 – 10 cm , lalu disebarkan
merata dan ditutup kembali dengan tanah;
4. Mencatat semua aktivitas pemupukan.
5. Penyimpanan Pupuk
a. Penyimpanan pupuk harus dilakukan di tempat yang aman, kering
dan terlindung serta terpisah dari hasil tanaman, benih dan
pestisida.
b. Pupuk disimpan dengan baik untuk mengurangi resiko cemaran
pada lingkungan.
c. Pelaku usaha/ petani melakukan inventarisasi pembelian,
penggunaan dan stok pupuk.
9. Sasaran
Terpenuhinya kebutuhan unsur hara makro-mikro yang dapat diserap
tanaman disetiap tahap pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
27
dalam proses pemberian air tidak terjadi kehilangan air dalam bentuk
limpasan.
Sistem irigasi curah cocok pada daerah di mana kecepatan
angin tidak terlalu besar, yang menyebabkan sebagian air yang
diberikan hilang melalui evaporasi. Dengan demikian efisiensi
penggunaan air irigasi yang lebih tinggi dapat dicapai. Jumlah air
irigasi yang diaplikasikan pada sistem irigasi curah akan bervariasi
sesuai dengan tekstur tanah dan kedalaman akar tanaman.
3) Irigasi Mikro / Irigasi Tetes
Irigasi tetes merupakan cara pemberian air pada tanaman secara
langsung, baik pada permukaan tanah maupun di dalam tanah melalui
tetesan secara sinambung dan perlahan pada tanah di dekat tumbuhan.
Alat pengeluaran air pada sistem irigasi tetes disebut emiter atau
penetes. Setelah keluar dari penetes (emiter), air menyebar ke dalam
profil tanah secara horizontal maupun vertikal akibat gaya kapilaritas
dan gravitasi.
Irigasi tetes cocok untuk tanah yang tidak terlalu kering. Luas
daerah yang diairi tergantung pada besarnya debit keluaran dan
interval, struktur dan tekstur tanah, kelembaban tanah, serta
permeabilitas tanah. Cara ini bertujuan untuk memanfaatkan air dalam
jumlah terbatas dalam budidaya tanaman sayur di lahan kering.
4) Irigasi Bawah Permukaan
Sistem irigasi bawah permukaan merupakan salah satu bentuk
dari irigasi mikro, namun jaringan atau alat irigasinya diletakkan di
bawah permukaan tanah. Irigasi ini bisa berupa pipa-pipa semen
dengan diameter 10 cm dan tebal dinding 1 cm yang disambung-
sambung.
Sistem irigasi bawah permukaan lebih sesuai diterapkan pada
daerah dengan tekstur tanah sedang sampai kasar, agar tidak sering
terjadi penyumbatan pada lubang-lubang tempat keluarnya air. Selain
itu, kadar garam tanah yang rendah juga dibutuhkan untuk jenis irigasi
31
2.2.9 Pemanenan
Pamanenan adalah rangkaian kegiatan pengambilan hasil budidaya
berdasarkan umur, waktu, dan cara sesuai dengan sifat dan/atau karakter produk.
Panen merupakan upaya memanfaatkan hasil budidaya dengan cara tertentu sesuai
sifat dan/atau karakter tanaman. Hasil panen secepat mungkin dilaksanakan
perlakuan pascapanen yang baik seperti dipindahkan ke tempat yang aman untuk
meminimalisasi terjadinya susut/kerusakan. Disamping itu diupayakan agar
produk atau tanaman sesedikit mungkin dipindah tangankan. Beberapa hal yang
harus diperhatikan pada saat proses pemanenan (Kemenkes RI, 2011), yaitu:
1. Waktu Panen
Waktu yang tepat untuk panen tanaman obat disesuaikan dengan kadar
kandungan senyawa aktif,, bag ian tanaman yang akan dipanen, kondisi iklim
untuk menghindari fermentasi, pertumbuhan jamur, atau pembusukan bahan,
dan jumlah biomasa.
2. Bahan yang Dipanen
Identitas tanaman harus jelas agar tidak tercampur dengan tanaman lain yang
tidak diinginkan. Tanaman yang akan dipanen dipilih yang utuh dan sehat.
Tanaman yang terinfeksi jamur atau serangga tidak dipanen karena produk
organisme tersebut dapat mengubah profil kandungan kimia bahan bahkan
menghasilkan racun.
3. Teknik Panen
Teknik panen bahan simplisia nabati tergantung dari bag ian tanaman yang
dipanen, dirinci sebagai berikut:
a. Kulit batang (cortex): dari batang utama atau cabang, dikelupas dengan
ukuran panjang dan lebar tertentu. Untuk bahan yang mengandung minyak
atsiri atau senyawa fenol sebaiknya digunakan alat pengelupas bukan
logam. Contoh: Burmani cortex (k lit kayu manis).
b. Batang (caulis): dari cabang tanaman dipotong sepanjang ± 50 cm.
Contoh: Tinospora eaulis (Batang brotowali).
c. Kayu (lignum): dari batang atau cabang, dikelupas kulitnya dan dipotong
sepanjang ± 50 em. Contoh: Sappan lignum (kayu secang).
36
d. Daun (folium): dipilih daun yang tua sebelum menguning, dipetik secara
manual (dipetik satu per satu dengan tangan), Contoh: Blumea folium
(daun sembung).
e. Bunga (flos): dari kuneup bunga atau bunga yang telah mekar atau
mahkota bunga, dipetik secara manual. Contoh: Jasminum flos (bunga
melati).
f. Pucuk (shoot): pucuk daun yang masih muda beserta bunganya (tanaman
yang berbunga di ujung) dipetik dengan tangan, Contoh: Timus folium
(pucuk daun timi).
g. Akar (radix): diambil dari bag ian batang di bawah tanah, dipotong dengan
ukuran 5-10 cm dari pangkal batang agar tanaman tidak mati. Contoh:
Rouvolfia serpentina radix (akarpule pandak).
h. Rimpang (rhizoma): digali atau dicabut dan dibuang akarnya. Contoh :
Curcuma rhizoma (rimpang temulawak).
i. Buah (fructus): dipilih yang tua hampir masak atau telah masak, dipetik
dengan tangan atau gunting. Contoh: Morinda fructus (mengkudu).
j. Biji (semen): dipilih buah yang tua/masak, dikupas kulit buahnya,
dikeluarkan bijinya. Contoh: Colae semen (biji kola).
k. Herba: tanaman dipotong pada pangkal batang (2-10 cm) dan dibersihkan
dan kotoran yang menempel. Contoh: Stevia herba (stevia) .
l. Umbi dan umbi lapis (bulbus): tanaman dicabut, umbi dipisahkan dari
daun dan akar kemudian dibersihkan. Contoh : Alium cepa bulbus
(bawang merah) .
m. Kulit buah (pericarpium): buah yang sudah masak dipetik dan dikupas
kulit buahnya sedangkan biji dan isi buah dibuang. Contoh: Graniti
pericarpium (kulit buah delima).
4. Alat-alat Panen
Alat dan wadah yang digunakan untuk panen tanaman obat harus bersih dan
bebas dari sisa tanaman yang dipanen sebelumnya. Jika wadah yang
digunakan berupa plastik harus dipastikan memiliki sirkulasi udara yang baik
sehingga kelembaban di dalam wadah terjaga. Ketika wadah tidak digunakan,
37
dijaga agar tetap kering dan diletakkan dalam ruang yang bersih, terhindar
dari serangga, burung dan binatang lain.
5. Hal-hal yang Harus Diperhatikan Saat Panen
Hasil panen berupa daun dan bunga yang lebih rapuh atau mudah membusuk
harus ditangani dengan hati-hati. Kerusakan yang tidak semestinya harus
dihindari agar tanaman yang dipotong dapattumbuh kembali. Kerusakan
mekanis bahan yang dipanen harus dihindari untuk mencegah perubahan
kualitas bahan. Gulma atau tanaman beracun yang mungkin mencampuri
bahan simplisia dan mengurangi kemurniannya harus dibuang. Masing-
masing jenis tanaman yang dipanen harus dimasukkan ke dalam wadah
terpisah.
maka secara otomatis limbah yang dihasilkan semakin berkurang, begitu juga
sebaliknya.
2. Reuse
Prinsip reuse adalah upaya pemanfaatan kembali limbah yang dihasilkan
selama proses budidaya tanaman. Pemanfaatan yang dimaksud, yaitu bisa
dalam bentuk proses lanjutan atau pemanfaatan untuk kegiatan di bidang
yang lain, misalnya pakan ternak atau pemanfaatan lainnya. Persoalan reuse
banyak disebabkan karena tidak adanya kepentingan yang bersinergi antara
limbah yang dihasilkan dengan tujuan pemanfaatan. Hal ini mengindikasikan
pentingnya mata rantai industri yang terbangun dari semua aspek, terutama
hulu sampai hilir.
3. Recycle
Prinsip recycle adalah proses daur ulang dari limbah yang telah dihasilkan
sehingga bisa dimanfaatkan untuk kepentingan lain tanpa mengurangi
produksi. Pemahaman recycle tidak bisa lepas dari kepentingan untuk
optimalisasi semua hasil akhir proses produksi, baik itu berupa limbah padat,
cair atau gas. Hal ini dapat dilakukan dengan proses kimia atau non-kimia.
Selain itu, proses recycle juga bisa dilakukan dengan cara alamiah, meski ini
membutuhkan waktu yang lebih lama terutama jika dibandingkan dengan cara
yang menggunakan proses percepatan. Selain itu, proses ini juga
dimungkinkan dengan pemanfaatan yang bersifat non-ekonomi.
2.2.13 Pengujian
1. Penetapan Kadar Air Benih
Terdapat dua metode yang digunakan pada penetapan kadar air benih
yaitu:
Metode Langsung : kadar air benih dihitung secara langsung dari
berkurangnya berat benih akibat hilangnya air, dengan menggunakan oven
suhu konstan. Pengujian KA benih dilakukan dengan menggunakan metode
langsung yang menggunakan oven suhu rendah yaitu 103±2 ºC selama 17±1
jam. Benih yang telah dioven dimasukkan ke dalam desikator selama 30
hingga 45 menit. KA benih dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
Keterangan :
KA : Kadar air (%)
M1 : Bobot cawan + tutup (g)
M2 : Bobot cawan + tutup + benih sebelum dioven (g)
M3 : Bobot cawan + tutup + benih setelah dioven (g)
Metode tidak langsung: kadar air benih diukur tanpa mengeluarkan air
dalam benih dengan menggunakan hambatan listrik dalam benih yang
dikorelasikan dengan kadar air benih. Pengukuran kadar air benih dengan
metode tidak langsung diukur menggunakan alat moisture meter seperti
Steinlite moister meter dan Dole aparatus. Pengukuran dilakukan dengan
pengulangan dua kali, dimana hasil yang didapatkan dihitung dengan
rumus:
46
Keterangan :
M1 dan M2 adalah hasil pembacaan ulangan satu dan ulangan dua pada
moisture meter.
Keterangan :
DB : Daya berkecambah (%)
KN I : Jumlah kecambah normal pada hitungan pertama (5 HST)
KN II : Jumlah kecambah normal pada hitungan kedua (10 HST)
Parameter laju perkecambahan ini diukur dengan menghitung jumlah hari
yang diperlukan untuk munculnya perakaran dan pertunasan
Keterangan:
N= jumlah benih berkecambah pada waktu tertentu
T= Jumlah waktu antara awal pengujian sampai dengan akhir interval
tertentu suatu pengamatan.
47
bud, setelah itu diamati selama ± 30 hari atau sampai muncul gejala.
Reisolasi cendawan dilakukan dari daun yang menunjukkan gejala hawar
setelah dilakukan inokulasi buatan. Hasil reisolasi kemudian diidentifikasi
dan dibandingkan dengan isolat yang digunakan untuk inokulasi buatan.
Apabila isolat cendawan yang diinokulasikan menghasilkan gejala hawar
daun dan teridentifikasi sebagai cendawan yang identik dengan gejala
hawar daun, maka cendawan tersebut merupakan penyebab dari penyakit
hawar daun.
Uji Patogenisitas
Tahapan ini dilakukan dengan metode yang sama dengan tahapan
postulat Koch. Tanaman contohnya berumur ± 4 bulan penyapihan.
Tanaman yang telah diinokulasi selanjutnya diinkubasi di bawah paranet
dengan menggunakan rancangan percobaan acak lengkap dengan satu
faktor, yaitu macam isolate. Parameter yang diamati dari kegiatan ini
adalah kejadian penyakit dan keparahan penyakit. Kejadian penyakit
ditentukan dengan menggunakan rumus (Agrios 1988): KP=a/b x 100%
Keterangan :
KP : persentase kejadian penyakit hawar daun
a : jumlah tanaman yang menunjukkan gejala penyakit hawar daun
b : jumlah tanaman yang diamati
Keparahan penyakit ditentukan dengan menggunakan skoring dari
0-5 (Tabel 2). Rumus (Towsend 1963 dalam Kadeni 1990) yang
digunakan sebagai berikut :
Keterangan :
P : persentase keparahan penyakit
N : jumlah daun yang terkena hawar daun setiap kategori
v : nilai numerik dari setiap kategori serangan hawar daun
N : jumlah daun yang diamati
Z : nilai numerik dari kategori serangan tertinggi
50
Pengotor Maksimum 2%
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Salah satu hal yang terpenting dalam penggunaan suatu obat tradisional
adalah mutu atau kualitas dari obat itu sendiri. Mutu dari suatu obat dapat berubah
tergantung dari cara penanganannya mulai dari budidaya hingga sampai ke tangan
konsumen atau pasien.
Untuk memenuhi mutu obat ini maka perlu dilakukan penaganna secara
kuhus terutama pada saat penanaman atau budiya tanaman obat tersebut.
Penaganan khusu ini bertujuan untuk menghasilkan bahan baku obat tradisional
yang terstandarisasi. Standarisasi ini dapat dilakukan dengan menerapkan praktek
budidaya yang baik atau Good Agriculturral Practices
Good Agricultural Practices (GAP) adalah cara pelaksanaan budi daya
tumbuhan biofarmaka secara baik, benar dan tepat. GAP terdiri dari beberapa
Standar Prosedur Operasional (SPO), mulai dari pemilihan dan penyiapan lahan,
pemilihan benih yang unggul, cara tanam, pemeliharaan, pemupukan, pengairan,
pengendalian hama tanaman, waktu dan cara panen, penanganan pasca panen
sampai penanganan limbah dan sampah.
53
DAFTAR PUSTAKA
Erwin, S., Ramli, dan Adrianton. 2015. Pengaruh berbagai jarak tanam pada
pertumbuhan dan produksi kubis (brassica oleracea l.) di dataran
menengah desa bobo kecamatan palolo kabupaten sigi. Agrotekbis.
3(4):491–497.
Glio, Tosin M. 2015. Pupuk Organik Dan Pestisida Nabati No.1 Ala Tosin Glio.
Jakarta: PT AgroMedia Pustaka
Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.R. Saul, M.A. Diha, Go
B.H, H.H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung.
488.
Kemenkes RI. 2011. Pedoman Umum Panen & Paska Panen. Jakarta: Batlingkes.