Anda di halaman 1dari 59

TUGAS MAKALAH SAINTIFIKASI JAMU

UPAYA MENGONTROL KUALITAS TANAMAN OBAT PADA SAAT


BUDIDAYA

Disusun Oleh:
Kelompok 1

Evianti Takimpo 192211101106


I Wayan Senirta 192211101113
Adelia Anastasya 192211101121
Alwi Robiyanto 192211101128
Zidni Hafizah 192211101130
Pergiwati Dewi Rahayuningtiyas 192211101131
Niswatul A’yunil Akhsan 192211101136
Nur Hidayatul Ilmiyah 192211101157
Silvia Nurul Maulidha 192211101161
Rahma Fatdriyah 192211101167

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2020
PENGANTAR MAKALAH

Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan puja dan puji
syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Saintifikasi Jamu
yang berjudul Upaya Mengontrol Kualitas Tanaman Obat Pada Saat
Budidaya dan Pengujiannya.
Makalah ini diharapkan meningkatkan pengetahuan kita tentang
bagaimana budidaya tanaman obat yang baik untuk menghasilkan produk dengan
kualitas baik. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada pihak yang telah
membantu kami dalam pembuatan makalah ini. Namun tidak lepas dari semua itu,
kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun
bahasanya maupun segi lainnya.
Saran dan kritik dari para pembaca makalah kami ini, sangat kami
harapkan untuk dapat memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah Saintifiikasi
Jamu ini kita dapat mengambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat
memberikan inspirasi terhadap pembaca.

Jember, Februari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
PENGANTAR MAKALAH ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan masalah .................................................................................. 2
1.3 Tujuan ..................................................................................................... 2
BAB 2. PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
2.1 Pedoman Budidaya yang Baik .............................................................. 3
2.1.1 Budidaya yang Baik .......................................................................... 3
2.1.2 Pedoman Budidaya yang Baik (GAP) .............................................. 3
2.2 Titik Kendali Panduan Budidaya Yang Baik ...................................... 4
2.2.1 Manajemen Usaha dan Produksi ....................................................... 4
2.2.2 Lahan dan Media Tanam ................................................................... 6
2.2.3 Benih ............................................................................................... 11
2.2.4 Penanaman ...................................................................................... 15
2.2.5 Pemeliharaan ................................................................................... 18
2.2.6 Pemupukan ...................................................................................... 22
2.2.7 Pengairan (Irigasi) ........................................................................... 27
2.2.8 Perlindungan Tanaman.................................................................... 33
2.2.9 Pemanenan ...................................................................................... 35
2.2.10 Penanganan Limbah dan Sampah ................................................... 37
2.2.11 Kesehatan, Keamanan dan Keselamatan Kerja ............................... 38
2.2.12 Kepedulian Lingkungan .................................................................. 43
2.2.13 Pengujian ......................................................................................... 45
BAB 3. PENUTUP............................................................................................... 52
3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 53

iii
1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Salah satu aspek penting dalam program Saintifikasi Jamu di Indonesia
adalah bahan baku. Seringkali, sumber bahan baku tanaman obat belum terjamin
keseragaman kualitas, kuantitas, dan kontinuitasnya. Salah satu permasalahan
yang sering dialami ialah bahan baku terstandar yang akan menjamin mutu obat
yang akan digunakanoleh pasien. Maka, perlu adanya suatu penanganan khusus
dan tepat dalam rangka menghasilkan bahan baku yang terstandarisasi. Langkah
yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan praktek budidaya yang baik
atau Good Agriculturral Practices.
Good Agricultural Practices (GAP) adalah cara pelaksanaan budi daya
tumbuhan biofarmaka secara baik, benar dan tepat. GAP terdiri dari beberapa
Standar Prosedur Operasional (SPO), mulai dari pemilihan dan penyiapan lahan,
pemilihan benih yang unggul, cara tanam, pemeliharaan, pemupukan, pengairan,
pengendalian hama tanaman, waktu dan cara panen, penanganan pasca panen
sampai penanganan limbah dan sampah. Dengan menerapkan GAP secara ketat,
seluruh kegiatan dalam produksi bahan baku akan tercatat dengan baik dan dapat
dirunut kembali riwayat bahan baku (traceability). GAP tanaman perlu
dilaksanakan untuk merespon kebutuhan masyarakat yang mulai menghendaki
produk-produk jamu yang bebas residu pestisida dan pupuk kimia sehingga tidak
hanya aman dikonsumsi, menyehatkan tetapi juga dapat mensejahterahkan
masyarakat terutaman petani.
Apoteker selaku penanggungjawab pengadaan bahan baku dalam
Saintifikasi Jamu perlu memahami serta menerapkan GAP, sehingga bahan baku
yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan obat yang memberikan manfaat
kepada pasien dan bukan sebaliknya. Berdasarkan hal tersebut, makalah ini dibuat
dalam rangka memberikan pengetahuan dalam hal pengadaan sumber bahan baku
obat dari tanaman.
2

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, beberapa permasalahan yang dapat
diambil, yaitu:
a. Bagaimana panduan budidaya tanaman obat yang baik?
b. Bagaimana panduan pemanenan tanaman obat yang baik?
c. Bagaimana cara pengujian untuk mengontrol kualitas tanaman obat agar
memiliki kualitas yang baik?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan disusunnya makalah ini yaitu:
a. Untuk mngetahui panduan budidaya tanaman obat yang baik
b. Dapat mengetahui panduan pemanenan tanaman obat yang baik
c. Dapat mengetahui cara pengujian dalam rangka mengontrol kualitas
tanaman obat sehingga memiliki kualitas yang baik
3

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Pedoman Budidaya yang Baik


2.1.1 Budidaya yang Baik
Peraturan menteri pertanian no. 57 menyatakan bahwa perlu adanya usaha
untuk menjamin mutu dan meningkatkan daya saing produk tanaman obat. Serta
memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap aspek keamanan pangan
dan kelestarian lingkungan diperlukan acuan dalam rangka produksi dan
penanganan panen. Peningkatan daya saing produk Tanaman Obat sangat
mendesak untuk dilakukan oleh negara produsen termasuk Indonesia. Seiring
dengan meningkatnya permintaan produk Tanaman Obat baik dalam bentuk segar
maupun sebagai bahan baku industri farmasi dan jamu. Faktor-faktor lain yang
menyebabkan pentingnya peningkatan daya saing produk Tanaman Obat tersebut
yaitu kepedulian konsumen terhadap keamanan pangan dan aspek lingkungan
serta adanya persaingan yang semakin ketat antar negara produsen (Permentan,
2012).

2.1.2 Pedoman Budidaya yang Baik (GAP)


Pedoman budidaya yang baik bertujuan untuk dapat mendapatkan tanaman
obat yang sesuia dengan kualitas yang telah ditetapkan. Sehingga diperoleh
produktifitas yang tinggi, mutu produk yang baik, keuntungan optimum, ramah
lingkungan dan memperhatikan aspek keamanan, kesehatan dan kesejahteraan
petani, serta usaha produksi yang berkelanjutan. Tujuan yang ingin dicapai dalam
penerapan pedoman budidaya yang baik dalah untuk dapat:
1. Meningkatkan produksi dan produktifitas tanaman biofarmaka;
2. Meningkatkan mutu hasil tanaman boifarmasetika termasuk keamanan
konsumsi tanman biofarmasetika;
3. Meningkatkan efisiensi produksi dan daya saing Tanaman Biofarmaka;
4. Memperbaiki efisiensi penggunaan sumberdaya alam;
4

5. Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem


produksi yang berkelanjutan;
6. Mendorong petani dan kelompok tani untuk memiliki sikap mental yang
bertanggung jawab terhadap produk yang dihasilkan, kesehatan dan
keamanan diri dan lingkungan;
7. Meningkatkan peluang dan daya saing penerimaan oleh pasar internasional
maupun domestik;
8. Memberi jaminan keamanan terhadap konsumen (Holtikultura, 2019).

2.2 Titik Kendali Panduan Budidaya Yang Baik


Manajemen adalah ilmu yang mengajarkan proses mengelola dan
mengorganisasikan sumber daya secara kolektif. Manajemen perusahaan
bertujuan agar perusahaan tetap hidup dan berkembang. Manajemen meliputi
kegiatan merencanakan, melaksanakan, mengoordinasikan, dan mengontrol yang
dilakukan untuk mencapai tujuan.
2.2.1 Manajemen Usaha dan Produksi
a. Perencanaan Produksi
Perencanaan merupakan suatu upaya penyusunan program baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Suatu usaha produksi yang baru
memperlukan perencanaan yang bersifat umum atau yang disebut dengan
praperencanaan. Faktor-faktor yang sangat penting dan harus diputuskan
dalam praperencaaan sebagai berikut (Haryanto, 2019) :
 Pemilihan Lokasi Produksi
Usaha berskala kecil mungkin pemilihan lokasi produksi tidak
menjadi suatu prioritas, Namun usaha diskala menengah ke atas, dikelola
dengan modal investasi berjumlah besar, maka pemilihan lokasi tersebut
akan besar pengaruhnya bagi keberhasilan dan kesinambungan usaha.
5

 Pertimbangan Skala Usaha


Skala usaha sangat terkait dengan usaha input dan pasar. Skala
usaha harus diperhitungkan dengan matang, sehingga produksi tidak
mengalami kelebihan pasokan atau permintaan. Begitu juga ketersedian
input, seperti modal, tenaga SDM, bibit, peralatan, serta fasiltas produksi
dan operasi lainnya harus diperhitungkan.
 Perencanaan Proses Produksi
Biaya produksi, penjadwalan proses produksi, pola produksi, dan
sumber-sumber input dan sistem pengadaannya merupakan hal yang perlu
dipertimbangkan dalam perencanaan proses produksi.
 Anggaran Biaya Produksi
Perencanaan biaya produksi sangat terkait dengan kemampuan
pembiayaan yang dimiliki oleh perusahaan., baik dari modal sendiri
ataupun dari luar.
 Penjadwalan Proses Produksi
Penjadwalan dimulai dari pembukaan lahan sampai dengan
penanganan dan pemanenan pasca panen.
b. Kegiatan Produksi
Aktifitas kegiatan produksi telah terlulis pada dokumen. Dokumen
tersebut berisi kegiatan mulai dari awal proses produksi hingga terbentuk
produk segar/ produk antara yang siap dijual. Catatan dokumen tersebut
minimal selama periode satu musim tanam sebelumnya. Dengan demikian
kegiatan produksi harus dilakukan secara efektif dan efisien untuk mencapai
produktifitas yang tinggi (Haryanto, 2019).
c. Pengawasan Produksi
Pengawasan dalam produksi meliputi pengawasan anggaran, proses,
masukan, jadwal kerja, dan lain-lain yang merupakan upaya untuk
memperoleh hasil yang maksimal. Pengawasan dilakukan agar rencana dapat
berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan semua karyawan dapat
melaksanakan tugas sesuai dengan tugas masing-masing.
6

d. Evaluasi Produksi
Evaluasi dilakukan secara berkala, mulai dari perencanaan sampai
dengan akhir usaha tersebut berlangsung, sehingga jika terjadi penyimpangan
dari rencana yang dianggap dapat merugikan, maka segera dilakukan
pengendalian. Evaluasi dilakukan setiap musim tanam. Tindakan perbaikan/
pengendalian/ koreksi dilakukan sesuai hasil evaluasi dan didokumentasikan.
e. Pengendalian Produksi
Pengendalian dalam produksi berfungsi untuk agar proses produksi
berjalan pada rencana yang telah ditetapkan.Misalnya, pengendalian dapat
dilakukan pada masalah kelebihan penggunaan tenaga kerja manusia,
kelebihan penggunaan air, kelebihan pada suatu tahap proses produksi, dan
lain-lain.

2.2.2 Lahan dan Media Tanam


Lahan dan media tanam meliputi lokasi lahan usaha, persiapan
lahan serta media tanam. Pada aspek ini hal yang wajib dilaksanakan ada dua hal
yaitu pemilihan lokasi lahan usaha budidaya dengan kemiringan kurang dari 30%
dan lahan harus bebas dari pencemaran limbah beracun. Pemilihan lokasi lahan
menunjukkan kepedulian terhadap kelestarian lingkungan hidup untuk mencegah
erosi yang akan menyebabkan penurunan tingkat kesuburan lahan, sedangkan
ketentuan lahan harus bebas dari pencemaran menunjukkan bahwa petani yang
telah melaksanakan GAP telah memproduksi sayuran yang bebas dari pencemaran
limbah beracun sehingga aman dikonsumsi.
a. Lahan
Tanah merupakan medium alam untuk pertumbuhan tanaman.
Tanah menyediakan unsur-unsur hara yang merupakan makanan bagi
tanaman. Pada budidaya tanaman obat, persiapan lahan dan pengolahan
lahan harus menjadi perhatian pertama. Lokasi penanaman penting
diperhatikan karena berkaitan 7 langsung dengan lingkungan tumbuh
tanaman yaitu iklim dan kondisi lahan. Ketinggian tempat sangat
mempengaruhi iklim setempat seperti suhu, curah hujan, kelembaban,
7

penyinaran matahari, dan angin. Kemiringan lahan juga menentukan


teknik pengolahan tanah dan teknik budidaya tanaman. Setiap jenis
tanaman obat membutuhkan kondisi tanah tertentu agar dapat tumbuh dan
berkembang optimal.
Kondisi tanah yang harus diperhatikan meliputi kesuburan fisik
tanah (struktur, tekstur, konsistensi, porositas, suhu tanah, aerase dan
drainase tanah), kesuburan kimia (ketersediaan hara, kapasitas tukar
kation, pH tanah), kesuburan biologi (aktivitas mikroorganisme tanah dan
bahan organik tanah (Hakim, 1986). Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam pemilihan lokasi lahan, yaitu :
1. Lahan harus bebas dari pencemaran limbah Bahan Beracun dan
Berbahaya (B3).
2. Pelaku usaha melakukan tindakan konservasi lahan.
3. Pemilihan lokasi lahan jelas status peruntukan dan status
penguasaan
4. Pelaku usaha mengetahui riwayat penggunaan lahan.
Setelah ditentukan lokasi penanaman dan jenis tanah yang sesuai
untuk budidaya tanaman obat selanjutnya dapat dilakukan kegiatan
persiapan dan pengolahan tanah.
b. Media Tanam
Media tanam adalah media yang digunakan sebagai tempat tumbuh
dan berkembangnya tanaman, baik berupa tanah maupun non tanah.
Berdasarkan jenis bahan penyusunnya,media tanam dibedakan menjadi
bahan organik dan anorganik (Hakim, 1986).
 Bahan Organik
Media tanam yang termasuk dalam kategori bahan organik
umumnya berasal dari komponen organisme hidup, misalnya bagian dari
tanaman seperti daun, batang, bunga, buah, atau kulit kayu. Beberapa jenis
bahan organik yang dapat dijadikan sebagai media tanam, yaitu :
8

1. Arang
Arang bisa berasal dari kayu atau batok kelapa. Karakteristiknya
arang kurang mampu mengikat air dalam jumlah banyak, tidak mudah
lapuk, dan miskin akan unsur hara. Kelebihan dari media jenis arang
adalah sifatnya yang bufer (penyangga), sehingga, jika terjadi
kekeliruan dalam pemberian unsur hara yang terkandung di dalam
pupuk bisa segera dinetralisir dan diadaptasikan.
2. Batang Pakis
Berdasarkan warnanya, batang pakis dibedakan menjadi dua,
yaitu batang pakis hitam dan batang pakis coklat. Karakteristik yang
dimiliki media batang pakis yaitu mudah mengikat air, memiliki aerasi
dan drainase yang baik, serta bertekstur lunak sehingga mudah
ditembus oleh akar tanaman.
3. Kompos
Kompos merupakan media tanam organik yang bahan dasarnya
berasal dari proses fermentasi tanaman atau limbah organik, seperti
jerami, sekam, daun, rumput, dan sampah kota. Karakteristik yang
dimiliki kompos yaitu mampu meningkatkan kesuburan tanah. Peranan
kompos yaitu sebagai soil conditioner dan soil ameliorator. Soil
condotioner berperan memperbaiki struktur tanah, terutama tanah
kering, sedangkan soil ameliorator berfungsi dalam memperbaiki
kemampuan tukar kation pada tanah.
4. Moss
Moss adalah media tanam yang berasal dari akar paku-pakuan.
Karakteristiknya, moss memiliki banyak rongga sehingga
memungkinkan akar tanaman tumbuh dan berkembang dengan leluasa,
mampu mengikat air dengan baik serta memiliki sistem drainase dan
aerasi yang lancar.
5. Pupuk kandang
Pupuk kandang merupakan pupuk organik yang berasal dari
kotoran hewan. Kandungan unsur haranya yang lengkap seperti
9

natrium (N), fosfor (P), dan kalium (K). Pupuk kandang yang akan
digunakan sebagai media tanam harus yang sudah matang dan steril.
Hal itu ditandai dengan warna pupuk yang hitam pekat.
6. Cocopeat
Cocopeat merupakan media tanam alternatif dari bahan organik
sabut kelapa. Cocopeat diambil dari buah kelapa yang sudah tua dan
memiliki serat yang kuat. Karakteristik : cocopeat mampu mengikat
dan menyimpan air dengan kuat, dan mengandung unsur-unsur hara
esensial, seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K), natrium
(N), dan fosfor (P).
7. Sekam
Sekam adalah media tanam yang berasal dari kulit biji padi yang
sudah digiling. Karakteristik yang dimiliki sekam yaitu sistem drainase
yang buruk dan cenderung miskin akan unsur hara.
8. Humus
Humus adalah segala macam hasil pelapukan bahan organik oleh
jasad mikro. Karakteristik humus memiliki kemampuan daya tukar ion
yang tinggi sehingga bisa menyimpan unsur hara.
 Bahan Anorganik
Bahan anorganik adalah bahan dengan kandungan unsur mineral
tinggi yang berasal dari proses pelapukan batuan induk di dalam bumi.
Berdasarkan bentuk dan ukurannya, mineral yang berasal dari pelapukan
batuan induk dapat digolongkan menjadi 4 bentuk, yaitu kerikil atau batu-
batuan (berukuran lebih dari2 mm), pasir (berukuran 50 /-1- 2 mm), debu
(berukuran 2-50u), dan tanah liat. Selain itu, bahan anorganik juga bisa
berasal dari bahan-bahan sintetis atau kimia yang dibuat di pabrik.
Beberapa media anorganik yang sering dijadikan sebagai media tanam
yaitu :
10

1. Gel
Gel atau hidrogel adalah media tanam yang berasal dari kristal-
kristal polimer yang sering digunakan untuk tanaman hidroponik.
Penggunaan media jenis ini sangat praktis dan efisien.
2. Pasir
Pasir adalah media tanam alternatif untuk menggantikan fungsi
tanah. Karakteristik pasir memiliki pori-pori berukuran besar (pori-pori
makro) sehingga mudah basah dan cepat kering oleh proses penguapan.
3. Kerikil
Kerikil sebagai media tanam tidak jauh berbeda dengan pasir.
Hanya saja, kerikil memiliki pori-pori makro lebih banyak daripada
pasir.
4. Pecahan batu bata
Pecahan batu bata merupakan media tanam alternatif. Karakteristik
pecahan batu bata miskin hara dan tidak mudah lapuk.
5. Spons (floralfoam)
Spons dimanfaatkan sebagai media tanam anorganik. Kekurangan
spons yaitu penggunaannya tidak tahan lama karena bahannya mudah
hancur.
6. Tanah liat
Tanah liat merupakan jenis tanah yang bertekstur paling halus dan
lengket atau berlumpur. Karakteristik dari tanah liat adalah memiliki
pori-pori berukuran kecil (pori- pori mikro) sehingga mempunyai
kemampuan mengikat air yang cukup kuat dan miskin unsur hara.
7. Vermikulit dan perlit
Vermikulit adalah media anorganik steril yang dihasilkan dari
pemanasan kepingan-kepingan mika serta mengandung potasium dan
hilum. Karakteristiknya yaitu memiliki kemampuan kapasitas tukar
kation yang tinggi, sehingga dapat menurunkan berat jenis, dan
meningkatkan daya serap air. Perlit merupakan produk mineral
berbobot ringan serta memiliki kapasitas tukar kation dan daya serap air
11

yang rendah, sehingga dapat menurunkan berat jenis dan meningkatkan


daya serap air.
8. Gabus (styrofoam)
Styrofoam merupakan bahan anorganik yang terbuat dari
kopolimer styren yang dapat dijadikan sebagai alternatif media tanam.

2.2.3 Benih
Menurut Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
57/Permentan/OT.140/9/2012 Tentang Pedoman Budidaya Tanaman Obat Yang
Baik (Good Agriculture Practices For Medicinal Crops) benih tanaman yang
selanjutnya disebut benih adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk
memperbanyak dan/atau mengembangbiakkan tanaman. Perbenihan tanaman
adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pengadaan, pengelolaan, dan
peredaran benih tanaman. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 44 tahun 1995 tentang Pembenihan Tanaman, pengaturan perbenihan
tanaman bertujuan untuk:
a. menjamin terpenuhinya kebutuhan benih bermutu secara memadai dan
berkesinambungan;
b. menjamin kelestarian plasma nutfah dan pemanfaatannya.
Produksi benih merupakan serangkaian kegiatan untuk menghasilkan
benih. Perolehan benih bermutu untuk pengembangan budidaya tanaman
dilakukan melalui kegiatan penemuan varietas unggul dan/atau introduksi dari
luar negeri. Penemuan varietas unggul dilakukan melalui kegiatan pemuliaan
tanaman yang dapat dilakukan oleh perorangan atau badan hukum berdasarkan
izin (UU RI, 2012). Introduksi dari luar negeri dilakukan dalam bentuk benih atau
materi induk dan hanya dilakukan apabila benih atau materi induk tersebut belum
ada di wilayah negara Republik Indonesia. Introduksi tersebut dilakukan oleh
pemerintah, perorangan atau badan hukum, serta wajib melaporkan dan
menyerahkan sebagian hasil introduksi kepada Menteri. Benih yang diintroduksi
dari luar negeri harus dilengkapi dengan deskripsi varietas dari pemulia atau
instansi yang berwenang di negara asal (Pemerintah RI, 1995).
12

Berdasarkan proses perolehan benih bermutu, dapat diperoleh benih yang


memiliki varietas unggul yang disebut dengan benih bina. Menurut PP Nomor 44
tahun 1995 benih bina adalah benih dari varietas unggul yang telah dilepas, yang
produksi dan peredarannya diawasi. Benih bina dapat dihasilkan melalui
perbanyakan generatif dan/atau vegetatif. Sebelum mendapatkan benih bina,
didapatkan benih inti (Nucleus Seed) yang selanjutnya disebut NS. Benih bina
adalah benih awal yang penyediaanya berdasarkan penelitian, pemuliaan, dan
perakitan. Perbanyakan benih bina secara generatif terdiri atas varietas bersari
bebas dan/atau hibrida. Benih bina dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok,
yaitu:
1. Benih penjenis (Breeder seed)
Benih Penjenis (Breeder Seed) yang selanjutnya disebut BS adalah
Benih yang diproduksi dari NS. Benih ini diproduksi oleh dan di bawah
Pengawasan Pemulia Tanaman atau institusi pemulia.
2. Benih dasar (Foundation seed)
Benih Dasar (Foundation Seed) yang selanjutnya disebut BD adalah
keturunan pertama dari BS yang memenuhi standar mutu kelas BD dan harus
diproduksi sesuai dengan prosedur baku Sertifikasi Benih Bina atau sistem
standardisasi nasional.
3. Benih pokok (Stock seed)
Benih Pokok (Stock Seed) yang selanjutnya disebut BP adalah
keturunan pertama dari BD atau BS yang memenuhi standar mutu kelas BP
dan harus diproduksi sesuai dengan prosedur baku Sertifikasi Benih Bina
atau sistem standardisasi nasional. Benih Pokok dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Benih pokok-1 (Stock seed-1)
Benih Pokok-1 (Stock Seed-1) yang selanjutnya disebut BP1
adalah keturunan pertama dari BP yang memenuhi standar mutu kelas
BP1.
b. Benih pokok-2 (Stock seed-2)
13

Benih Pokok-2 (Stock Seed-2) yang selanjutnya disebut BP2


adalah keturunan pertama dari BP1 yang memenuhi standar mutu kelas
BP2.
4. Benih sebar (Extension seed)
Benih Sebar (Extension Seed) yang selanjutnya disebut BR adalah
keturunan pertama dari BP2, BP1, BP, BD, atau BS yang memenuhi standar
mutu kelas BR. Benih sebar dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Benih sebar-1 (Extension seed-1)
Benih Sebar-1 (Extension Seed-1) yang selanjutnya disebut BR1
adalah keturunan pertama dari BR yang memenuhi standar mutu kelas
BR1.
b. Benih sebar-2 (Extension seed-2)
Benih Sebar-2 (Extension Seed-2) yang selanjutnya disebut BR2
adalah keturunan pertama dari BR1 yang memenuhi standar mutu kelas
BR2.
c. Benih sebar-3 (Extension seed-3)
Benih Sebar-3 (Extension Seed-3) yang selanjutnya disebut BR3
adalah keturunan pertama dari BR2 yang memenuhi standar mutu kelas
BR3.
d. Benih sebar-4 (Extension seed-4)
Benih Sebar-4 (Extension Seed-4) yang selanjutnya disebut BR4
adalah keturunan pertama dari BR3 yang memenuhi standar mutu kelas
BR4.
Produksi benih varietas lokal dapat dilakukan setelah varietas didaftar oleh
Kepala Dinas yang selanjutnya dilaporkan kepada Direktur Jenderal dan
ditembuskan kepada kepala UPTD. Produksi Benih Varietas Lokal dapat
dilakukan oleh petani, kelompok tani, atau gabungan kelompok tani setelah
memperoleh Rekomendasi dari UPTD. Benih hasil produksi Varietas Lokal
digolongkan dalam kelas BR (Menteri Pertanian RI, 2018).
Pemerintah melakukan pengawasan terhadap pengadaan dan peredaran
benih bina. Pemerintah dapat melarang pengadaan, peredaran, dan penanaman
14

benih tanaman tertentu yang merugikan masyarakat, budidaya tanaman,


sumberdaya alam lainnya, dan/atau lingkungan hidup. Setiap benih harus
memiliki kualitas yang terstandar. Berdasarkan klasifikasinya, benih bina terdiri
lebih dari satu kelas, penetapan standar mutu dilakukan untuk setiap kelas dari
masing-masing jenis. Untuk memenuhi standar mutu yang ditetapkan pemerintah,
produksi benih bina harus melalui sertifikasi yang meliputi:
a. Pemeriksaan terhadap :
b. Pengujian laboratorium untuk menguji mutu benih yang terdiri atas mutu
fisik, fisiologis, dan/atau tanpa kesehatan benih, sedangkan untuk kemurnian
genetik diambil dari hasil pemeriksaan lapangan
c. Pegawasan pemasangan label
Masing-masing kelas benih digunakan pelabelan yang berbeda-beda.
Untuk kelas benih penjenis digunakan label berwarna kuning; untuk kelas benih
dasar digunakan label berwarna putih; untuk kelas benih pokok digunakan label
berwarna ungu; dan untuk kelas benih sebar digunakan label berwarna biru
(Menteri Pertanian RI, 2015). Setelah benih memenuhi standar mutu yang
ditetapkan, maka produsen benih dapat memperoleh sertifikat benih. Menurut
Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
12/Pertanian/TP.020/04/2018 sertifikat benih adalah keterangan tentang
pemenuhan/telah memenuhi persyaratan mutu yang diberikan oleh lembaga
sertifikasi pada kelompok benih yang disertifikasi. Penerbitan sertifikat benih bina
ditujukan untuk menjamin mutu dan memastikan bahwa benih bina telah melalui
sistem standardisasi nasional.
Sertifikat benih bina dapat dicabut oleh pihak yang berwenang apabila:
a. data kelompok Benih Bina tidak sesuai dengan data awal kelompok
Benih Bina yang diajukan; dan/atau
b. kelompok Benih Bina dipindah tempat tanpa dilaporkan kepada UPTD
yang melaksanakan pengawasan dan Sertifikasi Benih.
15

2.2.4 Penanaman
Penanaman adalah kegiatan pembenaman biji pada tanah untuk
memperoleh produktivitas tinggi, atau bagian yang digunakan untuk
memperbanyak atau mengembangkan tanaman. Penanaman merupakan proses
pemindahan benih ke dalam tanah dengan tujuan agar tanaman tumbuh dan
berkembang dengan baik. Pertanaman yang baik dapat diperoleh dengan cara
sebelum penanaman harus dilakukan pengolahan tanah yang sempurna, penentuan
jarak tanam yang tepat, penentuan jumlah benih perlobang tanam dan benih yang
akan di tanam adalah benih yang bermutu tinggi. Teknik penanaman diawali
dengan pengolahan tanah, pembibitan, penanaman, pemupukkan, pengendalian
hama, penyakit, dan gulma, dan diakhiri dengan panen. Faktor-faktor yang
mempengaruhi produktifitas dalam penanaman antara lain lahan pertanian dengan
macam dan tingkat kesuburannya, bibit, varietas, pupuk, obat-obatan, dan gulma
(Hanum, 2008). Pada proses penanaman ada beberapa yang harus diperhatikan,
seperti :
1. waktu tanam
Penyesuaian waktu tanam merupakan cara yang paling murah dan efisien
untuk meningkatkan produktivitas tanaman. Dengan penyesuaian waktu tanam,
kondisi iklim pada awal dan selama musim tanam sudah dipertimbangkan untuk
menghindari gagal tanam dan gagal panen akibat kekeringan atau banjir. waktu
tanam dapat berubah sepanjang waktu karena perubahan iklim maupun perubahan
teknologi dan sosial ekonomi. Salah satu strategi untuk mengantisipasi
ketidakpastian awal musim dan kejadian iklim ektrem adalah dengan
menyesuaikan waktu tanam. Untuk mengatur waktu tanam dan panen, berbagai
negara menggunakan kalender tanam. Kalender tanam merupakan alat bantu bagi
petani dan penyuluh untuk mengambil keputusan dalam menentukan waktu
tanam, penyiapan benih, pengolahan lahan, kebutuhan tenaga kerja, dan mengatur
penggunaan alat mesin untuk pengolahan lahan dan panen.
Untuk mengetahui awal musim tanam di suatu daerah selama setahun,
pemerintah mengembangkan kalender tanam untuk memberikan rekomendasi
waktu tanam dan berbagai informasi pendukung lainnya. Informasi awal musim
16

hujan (MH) yang dikeluarkan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) merupakan dasar dalam menentukan rekomendasi waktu tanam. Namun,
selain awal MH, faktor penting yang memengaruhi pertumbuhan tanaman adalah
panjang maksimum deret hari kering atau hari tanpa hujan. Tetapi saat ini
informasi panjang maksimum deret hari kering masih belum menjadi
pertimbangan dalam menentukan waktu tanam (Surmaini dan Syahbuddin, 2016).
2. pola tanam
Pola tanam adalah usaha penanaman pada sebidang lahan dengan
mengatur susunan tata letak dan urutan tanaman selama periode waktu tertentu
termasuk masa pengolahan tanah dan masa tidak ditanami selama periode tertentu.
Pola tanam ada tiga macam, yaitu : monokultur, rotasi tanaman dan polikultur
(Anwar, 2012).
a. Monokultur
Pertanian monokultur adalah pertanian dengan menanam tanaman sejenis.
Penanaman monokultur menyebabkan terbentuknya lingkungan pertanian
yang tidak mantap. Hal ini terbukti dari tanah pertanian harus selalu diolah,
dipupuk dan disemprot dengan insektisida sehingga resisten terhadap hama.
b. Rotasi tanaman (crop rotation)
Rotasi tanaman atau pergiliran tanaman adalah penanaman dua jenis atau lebih
secara bergiliran pada lahan penanaman yang sama dalam periode waktu
tertentu. Rotasi tanam dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan
mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat keuntungan
maksimum. Faktor-faktor tersebut adalah :
a) Pengolahan yang bisa dilakukan dengan menghemat tenaga kerja, biaya
pengolahan tanah dapat ditekan, dan kerusakan tanag sebagai akibat terlalu
sering diolah dapat dihindari.
b) Hasil panen secara beruntun dapat memperlancar penggunaan modal dan
meningkatkan produktivitas lahan
c) Dapat mencergah serangan hama dan penyakit yang meluas
d) Kondisi lahan yang selalu tertutup tanaman sangat membantu mencegah
terjadinya erosi
17

e) Sisa komoditi tanaman yang diusahakan dapat dimanfaatkan sebagai


pupuk hijau
c. Polikultur
Polikultur Tanaman polikultur terbagi menjadi beberapa pola tanam, pola
tanam tersebut adalah:
a) Tumpang sari (Intercropping) adalah penanaman lebih dari satu tanaman
pada waktu atau periode tanam yang bersamaan pada lahan yang sama
(Thahir, 1999).
b) Tanaman Bersisipan ( Relay Cropping ) Merupakan pola tanam dengan
menyisipkan satu atau beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok
(dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu yang berbeda). Kegunaan
dari sistem ini yaitu pada tanaman yang ke dua dapat melindungi lahan
yang mudah longsor dari hujan sampai selesai panen pada tahun itu.
c) Tanaman Campuran ( Mixed Cropping ) Merupakan penanaman jenis
tanaman campuran yang ditanam pada lahan dan waktu yang sama atau
jarak waktu tanam yang singkat, tanpa pengaturan jarak tanam dan
penentuan jumlah populasi. Kegunaan sistem ini dapat melawan atau
menekan kegagalan panen total (Kustantini, 2012).
3. jarak tanam
Jarak tanam merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman,
karena penyerapan energi matahari oleh permukaan daun sangat menentukan
pertumbuhan tanaman. Semakin rapat suatu populasi tanaman maka semakin
sedikit jumlah intensitas cahaya matahari yang didapat oleh tanaman dan semakin
tinggi tingkat kompetisi antar tanaman untuk mendapatkan sinar matahari
tersebut. Tujuan pengaturan jarak tanam adalah untuk mendapatkan ruang tumbuh
yang baik bagi pertumbuhan tanaman guna menghindari persaingan unsur hara
dan sinar matahari, mengetahui jumlah benih yang diperlukan, serta
mempermudah dalam pemeliharaan terutama dalam penyiangan. Jarak tanam
dapat mempengaruhi hasil, karena dengan populasi tanaman yang berbeda akan
menghasilkan pertumbuhan tanaman yang berbeda pula. Peningkatan jarak tanam
sampai tingkat tertentu, hasil per satuan luas dapat meningkat sedangkan hasil tiap
18

tanaman dapat menurun. Rekomendasi jarak tanam tergantung pada jenis


tanaman, kondisi iklim dan tingkat kandungan hara dalam tanah (Erwin dkk.,
2015).

2.2.5 Pemeliharaan
Pemeliharaan adalah rangkaian kegiatan yang mencakup pembumbunan,
penyulaman, penyiraman, pembersihan lahan dari gulma (penyiangan),
penjarangan, pengaturan pohon naungan serta pengendalian hama/penyakit
tanaman (Dirjen Holtikultura, 2019). Berikut merupakan rangkaian kegiatan
pemeliharaan:
a. Penyiangan Gulma
Menurut Klingman (1964) dalam Zaenudin dkk (2015) gulma
didefinisikan sebagai tumbuhan yang tumbuh di tempat yang tidak
dikehendaki. Penyiangan dilakukan untuk membebaskan lahan dari gulma dan
tanaman lainnya. Gulma dan tanaman lain dapat berfungsi sebagai kompetitor
dalam mendapatkan air, unsur hara, dan energi matahari. Selain itu, gulma atau
tanaman lain juga dapat menjadi inang bagi hama dan penyakit tertentu atau
memungkinkan menjadi tempat penyerbukan silang dengan tanaman benih.
Pengendalian gulma dapat dilakukan secara manual (dengan cara mencabut),
mekanis (menggunakan alat), dan kimiawi (bahan kimia). Pada saat
penyiangan, biasanya juga dilakukan pendangiran untuk memperbaiki aerasi di
daerah sekitar perakaran tanaman (Nurwadani, 2008).
b. Penyulaman
Penyulaman adalah kegiatan penanaman kembali bagian-bagian yang
kosong bekas tanaman mati/akan mati dan rusak sehingga jumlah tanaman
normal sesuai dengan jarak tanamnya. Penyulaman bertujuan untuk
meningkatkan persentase tanaman dalam satu kesatuan luas tertentu sehingga
memenuhi jumlah yang diharapkan (Kementrian Kehutanan, 2012).
Penyulaman dilakukan 17 hari setelah tanam. Hal dikarena waktu tersebut
tanaman sudah mulai tumbuh secara merata. Bagi tanaman yang tidak tumbuh
secara baik baru dilakukan penyulaman pada tanaman tersebut.
19

c. Pendangiran
Pendangiran adalah kegiatan penggemburan tanah disekitar tanaman yang
bertujuan memperbaiki sifat fisik tanah (aerasi tanah) sebagai upaya memacu
pertumbuhan tanaman. Waktu pendangiran dilakukan pada musim kemarau
menjelang musim hujan tiba (Kementrian Kehutanan, 2012). Menurut
Kementrian Kehutanan (2012), waktu yang ideal untuk melakukan kegiatan
pendangiran ini adalah ketika tanaman berumur 1-4 tahun dan diutamakan pada
tanaman yang mengalami pertumbuhan atau tempat tumbuhnya bertekstur berat
dan lahan tidak melalui pengolahan tanah. Pendangiran tanaman dilaksanakan
1-2 kali dalam satu tahun, tergantung pada tingkat tekstur tanahnya. Makin
berat tekstur tanahnya, sebaiknya semakin sering untuk dilakukan pendangiran.
Tanah yang harus didangir kisarannya 1-3 m sekeliling tanaman.
d. Pemangkasan Cabang
Pemangkasan cabang dilakukan dengan menggunakan alat yaitu golok,
dilakukan dengan memotong cabang-cabang baru yang dapat mengganggu
pertumbuhan tanaman. Tujuan dari pemangkasan ini untuk menjaga tanaman
agar tidak terlalu tinggi sehingga antara cabangnya tidak saling bersinggungan.
Tujuan dari pemeliharaan adalah untuk menjaga pertumbuhan,
perkembangan dan kesehatan tanaman yang optimal serta menjaga sanitasi
kebun.
A. Informasi Pokok
1. Kondisi pertanaman tumbuh baik bilamana : tanaman tumbuh pada kondisi
lahan dan iklim yang sesuai serta terbebas dari gangguan hama, penyakit
dan gulma serta gangguan lainnya;
2. Penyiraman dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan iklim
setempat;
3. Penyulaman pada umur 1 BST dengan menggunakan benih yang telah
disiapkan dengan umur yang sama;
4. Penyiangan secara berkala atau sesuai dengan kebutuhan dengan cara yang
aman dan benar, sebaiknya dilakukan secara rutin setiap 2 bulan sekali;
20

5. Penyiangan dilakukan dengan mekanis atau manual, tidak dianjurkan


menggunakan herbisida;
6. Pembumbunan dilakukan mulai umur 2 BST bersamaan dengan
penyiangan;
7. Penjarangan dilakukan dengan cara memangkas batang tua/tidak produktif
sehingga dapat memicu pertumbuhan bunga pada batang produktif;
8. Pengaturan pohon naungan perlu dilakukan agar tanaman kapulaga
mendapatkan sinar matahari sesuai kebutuhan; dan
9. Pengaturan saluran drainase sangat penting terutama saat hujan lebat agar
lahan tidak jenuh air dan tergenang.

B. Alat dan Bahan


1. Benih cadangan untuk penyulaman;
2. Cangkul;
3. Kored;
4. Sabit;
5. Air bebas bahan berbahaya, beracun, dan bercemaran (B3);
6. Selang;
7. Ember; A
8. Jir;
9. Tali; dan
10. Sarung tangan.

C. Prosedur Kerja
1. Melakukan penyiangan dan pembumbunan dimulai sekitar umur tanaman 2
BST dan melakukannya secara rutin setiap 2 bulan sekali, dengan
memperhatikan agar rumpun/tunas baru tidak rusak akibat mekanis;
2. Melakukan penyiraman sesuai dengan kebutuhan dan keadaan iklim
setempat;
3. Melakukan penyulaman jika benih yang ditanam mati atau tidak dapat
tumbuh normal pada umur 1 BST, dengan menggunakan benih yang
berumur sama;
21

4. Melakukan pemangkasan batang-batang tua/tidak produktif mulai umur 2


tahun;
5. Memangkas dahan dan ranting dari pohon naungan yang terlalu rimbun;
6. Pengaturan saluran drainase terutama saat hujan lebat agar lahan tidak
jenuh air dan tergenang;
7. Mencatat semua aktivitas pemeliharaan.

D. Sasaran
Terwujudnya lingkungan tumbuh tanam yang optimal secara berkelanjutan
bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Gambar 2. 1 Penyiangan secara berkala


22

E. Lampiran Catatan Kegiatan Pemeliharaan

2.2.6 Pemupukan
A. Definisi
Pupuk adalah bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara tanaman
yang jika diberikan ke pertanaman dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil
tanaman (Glio dkk, 2015). Pemupukan adalah kegiatan penambahan unsur hara
ke dalam tanah sekitar tanaman sesuai dengan tahap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman (Dirjen Holtikultura, 2019).
B. Tujuan
Tujuan pemupukan adalah menjamin ketersediaan unsur hara bagi
tanaman sehingga produktivitasnya optimal (Dirjen Holtikultura, 2019).
Penggunaan pupuk yang efisien pada dasarnya adalah memberikan pupuk
bentuk dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tanaman, dengan cara yang
tepat dan pada saat yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan tingkat
pertumbuhan tanaman tersebut.
C. Jenis Pupuk
23

Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk


anorganik (Maryam dkk.,2008). Lingga dan Marsono (2011) menjelaskan
bahwa pupuk anorganik adalah pupuk yang dibuat oleh pabrik dengan meramu
bahan– bahan kimia dan memiliki kandungan unsur hara yang tinggi. Pupuk
anorganik memiliki beberapa keuntungan yaitu pemberiannya dapat terukur
dengan tepat, kebutuhan unsur hara tanaman dapat terpenuhi dengan
perbandingan yang tepat, dan tersedia dalam jumlah yang cukup. Sedangkan
kelemahan dari pupuk anorganik yaitu hanya memiliki unsur hara makro,
pemakaian yang berlebihan dapat merusak tanah bila tidak diimbangi dengan
pupuk kandang atau kompos, dan pemberian yang berlebihan dapat membuat
tanaman mati (Lingga dan Marsono, 2011). Suwahyono (2011) menjelaskan
bahwa pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari bahan organik
seperti tumbuhan atau kotoran hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat
berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk menyediakan kebutuhan unsur
hara tanaman dan dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
Yuliarti (2009) menyatakan bahwa pupuk organik mampu menggemburkan
lapisan permukaan tanah, meningkatkan populasi jasat renik, mempertinggi
daya serap dan daya simpan air, serta meningkatkan kesuburan tanah.
D. Informasi Pokok
a. Sangat dianjurkan hanya menggunakan pupuk organik, jika
menggunakan pupuk anorganik hanya diberikan untuk memacu saat
pertumbuhan vegetatif dengan dosis sesuai rekomendasi daerah
setempat;
b. Pupuk organik telah mengalami dekomposisi dan layak digunakan;
c. Pupuk organik yang diberikan bermutu baik dengan ciri tidak berbau
menyengat, remah, tidak membawa gulma maupun hama/penyakit;
d. Pupuk kandang (kambing, ayam, domba, atau sapi) diberikan pada
tahap penyiapan lahan sebagai pupuk dasar sebanyak 10-20 ton/ha atau
setara dengan 5-10 kg/lubang tanam;
e. Pupuk susulan berupa pupuk kandang pada umur 6 BST sebanyak 10
kg/rumpun, kemudian diulangi lagi setiap 6 bulan;
24

f. Pupuk anorganik diberikan jika kondisi tanaman kurang subur dengan


perhitungan : untuk setiap hektar diberikan dengan dosis 100-150 kg
Urea + 100-120 kg TSP + 100-200 kg KCl.
E. Alat dan Bahan
1. Pupuk kandang yang bermutu;
2. Pupuk anorganik sesuai rekomendasi;
3. Ember;
4. Cangkul/kored; dan
5. Sarung tangan;
F. Teknik Pemupukan
Teknik pemupukan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui akar
dan daun. Pemupukan melalui akar bertujuan memberikan unsur hara pada
tanah untuk kebutuhan tanaman. Pemberian pupuk melalui akar dapat
dilakukan dengan cara disebar (broadcasting), ditempatkan dalam lubang (spot
placement), larikan atau barisan (ring placement). Sedangkan melalui daun,
pemupukan dilakukan secara penyemprotan (spraying) (Setyamidjaja, 1986).
1. Broadcasting
Pemupukan dengan cara disebar dilakukan apabila jarak tanam
rapat dan teratur dalam barisan, contohnya tanaman padi. Selain itu cara
ini cocok dilakukan untuk tanaman yang mempunyai akar dangkal, tanah
cukup subur, dan dosis tinggi atau takaran pemupukan yang banyak.
Keuntungan memberi pupuk secara broadcasting yaitu lebih hemat waktu
dan tenaga kerja serta mudah diaplikasikan untuk pemupukan tanaman
budidaya, sedangkan kelemahan pemupukan secara disebar ialah
berpotensi terjadinya penguapan atau volatilisasi ammonium (NH4)
menjadi bentuk gas ammonia (NH3), memacu pertumbuhan gulma.
2. Ring placement
Pupuk ditaburkan di antara larikan tanaman, kemudian ditutup
kembali dengan tanah. Ring placement umumnya digunakan untuk
tanaman tahunan dengan ditaburkan melingkari tanaman dengan jarak
tegak lurus daun terjauh (tajuk daun) dan ditutup kembali dengan tanah.
25

Cara ini dapat dilakukan apabila jarak tanaman tidak rapat, kesuburan
tanah rendah dan perkembangan akar tanaman yang sedikit. Keuntungan
aplikasi secara larikan atau barisan ialah pengambilan unsur hara pupuk
oleh tanaman lebih mudah dan kehilangan hara pupuk dapat di kurangi,
sedangkan untuk kelemahannya yaitu kesuburan tanah rendah jika jumlah
pupuk sedikit dan persebaran pupuk tidak merata.
3. Spot placement
Caranya di samping tanaman dibuat lubang sedalam kurang lebih
5- 10 cm, kemudian pupuk dimasukkan ke dalam lubang, setelah itu
ditutup dengan tanah. Aplikasi pupuk secara spot placement dapat
dilakukan apabila jarak tanam cukup lebar. Pemupukan pada tanaman
jagung dapat menggunakan metode ini. Keuntungan memberi pupuk
secara spot placement yaitu pupuk tidak mudah menguap dan langsung ke
dalam tanah dekat dengan akar tanaman. Kelemahannya ialah waktu yang
diperlukan cukup lama, takaran pupuk diatur agar seragam tiap lubangnya.
4. Pemupukan lewat daun atau foliar application
Pupuk dilarutkan ke dalam air dengan konsentrasi sangat rendah
kemudian disemprotkan langsung kepada daun dengan alat penyemprot
biasa seperti hand sprayer. Jika area budidaya lebih luas, dapat digunakan
knapsact sparayer. Aplikasi dilakukan untuk daun bagian bawah, agar
nutrisi dapat mudah diserap oleh stomata daun.
G. Faktor Pemupukan
Faktor yang berpengaruh terhadap pemupukan
1. Tanah: kondisi fisik (kelerengan, jeluk mempan perakaran, retensi
lengas dan aerasi), kondisi kimiawi (retensi hara tersedia, reaksi tanah,
bahan organik tanah, sematan hara, status dan imbangan hara), kondisi
biologis (pathogen, gulma).
2. Tanaman: jenis, umur dan hasil panen yang diharapkan.
3. Pupuk: sifat, mutu, ketersediaan dan harga.
4. Iklim: temperatur, curah hujan, panjang penyinaran dan angin.
26

H. Prosedur Kerja
1. Memberikan pupuk organik yang bermutu pada tahap penyiapan lahan
sebanyak 10-20 ton/ha atau 5-10 kg/ lubang tanam;
2. Memberikan pupuk organik susulan pada 6 bulan setelah tanam (BST)
sebanyak 10 kg/rumpun;
3. Jika menggunakan pupuk anorganik diberikan menjelang akhir musim
kemarau dengan cara membuat lubang melingkar pada jarak ± 20 cm
dari rumpun batang kapulaga, kedalam 5 – 10 cm , lalu disebarkan
merata dan ditutup kembali dengan tanah;
4. Mencatat semua aktivitas pemupukan.

5. Penyimpanan Pupuk
a. Penyimpanan pupuk harus dilakukan di tempat yang aman, kering
dan terlindung serta terpisah dari hasil tanaman, benih dan
pestisida.
b. Pupuk disimpan dengan baik untuk mengurangi resiko cemaran
pada lingkungan.
c. Pelaku usaha/ petani melakukan inventarisasi pembelian,
penggunaan dan stok pupuk.
9. Sasaran
Terpenuhinya kebutuhan unsur hara makro-mikro yang dapat diserap
tanaman disetiap tahap pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
27

Gambar 2. 2 Pupuk kandang yang siap dipakai


10. Lampiran Catatan Kegiatan Pemupukan

2.2.7 Pengairan (Irigasi)


Irigasi secara umum didefinisikan sebagai pemberian air kepada tanah
dengan maksud untuk memasok kelembaban tanah yang penting bagi
pertumbuhan tanaman. Tujuan umum irigasi adalah:
1. Menjamin keberhasilan produksi tanaman dalam menghadapi kekeringan
jangka pendek
2. Mendinginkan tanah dan atmosfir sehingga akrab dengan pertumbuhan
tanaman
3. Mengurangi bahaya cekaman kekeringan
28

4. Mencuci atau melarutkan garam dalam tanah


5. Melunakkan lapisan olah dan gumpalan-gumpalan tanah
Seluruh keperluan air bagi tanaman dan untuk kelembaban tanahnya
dicukupi oleh ketersediaan air pengairan yang berasal dari air permukaan dan air
tanah. Sumber air permukaan yaitu sungai, danau, waduk dan curah air hujan,
sedangkan sumber air tanah yaitu air tanah bebas dan air tanah tertekan (Hanum,
2007).
a. Klasifikasi Air Pengairan
Kualitas air pengairan yang perlu diperhatikan adalah kandungan zat-
zat yang terdapat pada air tersebut. Dalam penilaian air irigasi berhubungan
dengan kandungan kimia dari unsur-unsur berbahaya yang biasa disebut SAR.
Klasifikasi air pengairan berdasarkan nilai SAR menurut perhitungan US
Salinity Laboratory Staff dapat dilihat pada tabel 1. US Salinity Laboratory
Staff mengemukakan metode tentang klasifikasi air pengairan berdasarkan
penilaian terhadap tingkat DHL (daya hantar listrik), kadar garam total, dan
persentase natrium dan kadar unsur boron, yang mempengaruhi pertumbuhan
tanaman. Hasil pengamatan ini kemudian diklasifasikan atas beberapa kelas
yaitu:
1) Klasifikasi 1 (Kelas 1) merupakan air pengairan (irigasi) yang baik sekali
bagi pemanfaatannya di bidang pertanian
2) Klasifikasi 2 (Kelas 2) masih dinyatakan cukup baik
3) Klasifikasi 3 (Kelas 3) perlu dihindari karena dapat banyak merugikan.
Air pengairan yang tergolong baik sekali (Kelas 1) dalam keadaan
normal dapat diberikan kepada relatif semua jenis tanaman, sedangkan kelas 2
baik untuk jenis tanaman tertentu saja. Sedang air pengairan yang tergolong
kelas 3 adalah yang kurang baik bagi pertumbuhan tanaman sehingga air
pengairan ini perlu dicegah bagi usaha pertanian.
29

Tabel Klasifikasi air pengairan berdasarkan nilai SAR

b. Beberapa jenis irigasi (pengairan)


1) Irigasi permukaan
Irigasi permukaan merupakan penerapan irigasi dengan cara
mendistribusikan air ke lahan pertanian dengan memanfaatkan
gravitasi atau membiarkan air mengalir dengan sendirinya di lahan.
Jenis irigasi ini adalah cara yang paling banyak digunakan petani.
Pemberian air bisa dilakukan dengan mengalirkan di antara bedengan
supaya lebih efektif. Pemberian air biasanya juga dilakukan dengan
menggenangi lahan dengan air sampai ketinggian tertentu.
Irigasi permukaan cocok digunakan pada tanah yang bertekstur
halus sampai sedang. Untuk tanah bertekstur kasar akan sulit
menerapkan sistem ini karena sebagian besar air akan hilang pada
saluran dan yang berupa penggenangan cocok diterapkan pada daerah
dengan topografi relatif datar agar pemberian air dapat merata pada
areal pertanaman.
2) Irigasi Curah
Irigasi curah merupakan cara irigasi dengan menyemprotkan air
ke udara dan kemudian air jatuh ke permukaan tanah seperti air hujan.
Tujuan dari cara ini adalah agar air dapat diberikan secara merata dan
efisien pada areal pertanaman, dengan jumlah dan kecepatan
penyiraman kurang atau sama dengan laju infiltrasi. Dengan demikian
30

dalam proses pemberian air tidak terjadi kehilangan air dalam bentuk
limpasan.
Sistem irigasi curah cocok pada daerah di mana kecepatan
angin tidak terlalu besar, yang menyebabkan sebagian air yang
diberikan hilang melalui evaporasi. Dengan demikian efisiensi
penggunaan air irigasi yang lebih tinggi dapat dicapai. Jumlah air
irigasi yang diaplikasikan pada sistem irigasi curah akan bervariasi
sesuai dengan tekstur tanah dan kedalaman akar tanaman.
3) Irigasi Mikro / Irigasi Tetes
Irigasi tetes merupakan cara pemberian air pada tanaman secara
langsung, baik pada permukaan tanah maupun di dalam tanah melalui
tetesan secara sinambung dan perlahan pada tanah di dekat tumbuhan.
Alat pengeluaran air pada sistem irigasi tetes disebut emiter atau
penetes. Setelah keluar dari penetes (emiter), air menyebar ke dalam
profil tanah secara horizontal maupun vertikal akibat gaya kapilaritas
dan gravitasi.
Irigasi tetes cocok untuk tanah yang tidak terlalu kering. Luas
daerah yang diairi tergantung pada besarnya debit keluaran dan
interval, struktur dan tekstur tanah, kelembaban tanah, serta
permeabilitas tanah. Cara ini bertujuan untuk memanfaatkan air dalam
jumlah terbatas dalam budidaya tanaman sayur di lahan kering.
4) Irigasi Bawah Permukaan
Sistem irigasi bawah permukaan merupakan salah satu bentuk
dari irigasi mikro, namun jaringan atau alat irigasinya diletakkan di
bawah permukaan tanah. Irigasi ini bisa berupa pipa-pipa semen
dengan diameter 10 cm dan tebal dinding 1 cm yang disambung-
sambung.
Sistem irigasi bawah permukaan lebih sesuai diterapkan pada
daerah dengan tekstur tanah sedang sampai kasar, agar tidak sering
terjadi penyumbatan pada lubang-lubang tempat keluarnya air. Selain
itu, kadar garam tanah yang rendah juga dibutuhkan untuk jenis irigasi
31

ini, Dengan demikian target pengairan untuk mengairi langsung pada


sasaran akar tanaman dapat dicapai dengan efektif.
c. Beberapa Cara Pemberian Air Pengairan
Pemberian air pengairan pada permukaan tanah tujuannya adalah
melakukan pembasahan di sekitar lapisan olah tanah (top soil). Cara
pemberian air pengairan pada permukaan tanah dapat dibedakan menjadi:
1) Cara penggenangan (flooding)
Cara penggenangan adalah cara pemberian air ke lahan
pertanian sehingga menggenangi permukaan tanahnya. Cara
penggenangan ini dapat dikelompokkan atas penggenangan secara
bebas; dan penggenangan secara terbatas, seperti pada petak-petak
pertanaman yang dibatasi dengan galengan- galengan, contohnya pada
petak-petak persawahan.
2) Cara penyaluran air di antara bedengan
Kalau lahan pertanaman dirancang secara yang pada batas tiap
bedengan dibuatkan parit kecil yang sangat dangkal, maka air
pengairan dapat disalurkan ke dalamnya. Dengan cara demikian
penggunaan air pengairan dapat dikurangi, karena tidak seluruh
permukaan tanah harus diairi seperti halnya pada cara penggenangan.
3) Cara penyaluran air di antara larikan/baris tanaman
Larikan bentuknya hampir sama dengan bedengan, bedanya
adalah dalam hal lebarnya, yang lebih sempit dari bedengan. Air
pengairan dialirkan pada alur-alur kecil yang membatasi tiap larikan.
d. Prinsip-prinsip Dasar Penataan Jaringan Pengairan
Adapun prinsip-prinsip dasar penataan jaringan antara lain :
1) Sistem irigasi bagi lahan-lahan pertanian harus berada pada tempat
tertentu yang letaknya lebih tinggi dari letak lahan pertanaman.
2) Sistem irigasi harus ditata sependek atau sesingkat mungkin sehingga
dapat mencegah berkurangnya tekanan aliran air.
3) Jaringan irigasi utama dan jaringan irigasi tersier sebaiknya dibangun
sejalan mengikuti garis kontur atau mendekati ke arah itu untuk
32

memperoleh ketinggian terjunan aliran air yang cukup menambah


tekanan aliran air, sehingga air pengairan dapat mencapai lahan
pertanaman.
4) Saluran-saluran tersier harus mampu mengalirkan air dengan cukup ke
petak- petak tersier, dalam hal ini untuk pesawahan harus mampu
melakukan penggenangan (flooding).
5) Pembangunan tanggul-tanggul di kedua tepi saluran tersier ataupun
kuarter sebaiknya tidak terlalu tinggi agar air permukaan pada saluran-
saluran dapat mudah dilimpahkan ke areal pertanaman yang akan
diberi air.
6) Saluran pembuang air pengairan dari petak-petak pertanaman yang
airnya telah dimanfaatkan untuk flooding (penggenangan) ataupun
furrowing (penyaluran) hendaknya dibuat sedemikian rupa agar dapat
berfungsi dengan lancar, karena kalau saluran-saluran pembuang itu
tidak berfungsi dengan baik atau pun pembuatannya diabaikan, banyak
kemungkinan terjadinya kejenuhan pada air di petak-petak
pertanaman. Disamping itu dapat terjadi peluapan mengingat
masuknya air secara terus menerus sedang pembuangannya sangat sulit
atau tidak ada. Saluran pembuang air ini lebih baik berhubungan
langsung dengan saluran pembuang yang alami (sungai, celah-celah
jurang, dan sebagainya) atau dibuat khusus tergantung pada keadaan
lahan setempat dan kepentingannya.
e. Ketepatgunaan Pengairan untuk Mencukupi Kebutuhan Air
Berbagai faktor yang berpengaruh terhadap kebutuhan dan
ketersediaan air adalah sebagai berikut :
1) Jenis dan sifat tanah, pada tanah berpasir dibutuhkan lebih banyak air
diandingkan tanah liat atau lempung.
2) Macam dan jenis tanaman, tanaman padi membutuhkan lebih banyak
air dibandingkan dengan tanaman kacangan ataupun padi gogo.
3) Keadaan iklim, teruma cuah hujan dan suhu harian, kedua peubah ini
merupakan penentu dari neraca air tanah.
33

4) Keadaan topografi berbeda memberikan penangan yang berbeda, tanah


bertofografi datar membutuhkan air lebih kecil dibandingkan yang
tofografi bergelombang atau berbukit.
5) Luas lahan pertanaman.

2.2.8 Perlindungan Tanaman


Perlindungan tanaman merupakan suatu rangkaian kegiatan untuk
mencegah atau mengurangi organisme pengganggu tumbuhan (OPT) (PMP,
2006). Perlindungan tanaman didasarkan pada efektivitas, efisiensi, dan keamanan
terhadap manusia, sumberdaya alam, dan lingkungan hidup, sehingga diharapkan
tujuannya yaitu mempertahankan, meningkatkan produksi dan mendukung
pembangunan melalui pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Penggunaan pestisida yang tidak tepat dalam pengendalian organisme
pengganggu tumbuhan dapat menimbulkan akibat yang tidak diinginkan, sehingga
penggunaan pestisida harus dilakukan dengan sebaik-baiknya dengan menekan
seminimal mungkin dampak negatif yang ditimbulkan (PPRI, 1995).
a. Prinsip perlindungan tanaman
1) Perlindungan tanaman dilaksanakan sesuai dengan sistem
Pengendalian Hama terpadu (PHT), menggunakan sarana dan cara
yang tidak mengganggu kesehatan manusia, serta tidak
menimbulakan gangguan dan kerusakan lingkungan hidup.
2) Perlindungan tanaman dilaksanakan pada masa pra tanam, masa
pertumbuhan tanaman dan atau masa pasca panen, disesuaikan
dengan kebutuhan
3) Semua produk perlindungan (pestisida, perangkap, hormon,
agensia hayati dll) yang diaplikasikan sesuai dengan sasaran
b. Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
1) Penggunaan pestisida merupakan alternatif terakhir apabila cara-
cara yang lain dinilai tidak memadai. Petisida yang digunakan
yaitu pestisida yang telah terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian
untuk tanaman yang bersangkutan, dan efektif terhadap OPT yang
34

menyerang. Penggunaan pestisida memenuhi 6 (enam) kriteria


tepat serta memenuhi ketentuan baku lainnya sesuai dengan
“Pedoman Umum Penggunaan Pestisida”, yaitu :
 Tepat jenis
 Tepat mutu
 Tepat dosis / konsentrasi
 Tepat waktu
 Tepat Sasaran (OPT target dan komoditi)
 Tepat cara dan alat aplikasi
2) Tindakan pengendalian OPT dilakukan atas dasar hasil pengamatan
terhadap OPT dan faktor yang mempengaruhi perkembangan serta
terjadinya serangan OPT.
3) Penggunaan sarana pengendalian OPT (pestisida, agen hayati, serta
alat dan mesin), dilaksanakan sesuai dengan aturan dan dalam
penerapannya telah mendapat bimbingan/latihan dari penyuluh
atau para ahli di bidangnya (PMP, 2006).
Berdasarkan Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia No. 6 Tahun
1995, Sarana pengendalian organisme pengganggu tumbuhan dalam rangka
perlindungan tanaman berupa:
1. Alat dan mesin
Digunakan untuk mematikan, melemahkan, mengusir, atau
mengumpulkan organisme pengganggu tumbuhan. Peralatan yang digunakan
harus memadai, alat dirawat secara teratur agar selalu berfungsi dengan baik
dan terdapat panduan peralatan dan aplikasi bahan pengendali OPT.
2. Musuh alami
Dimanfaatkan untuk pengendalian organisme tumbuhan secara biologi.
3. Pestisida/biopestisida
Digunakan untuk perlindungan tanaman dimana penggunaan pesitida atau
biopestisida harus terdaftar maupun mendapat izin resmi dari pemerintah dan
penggunaannya harus sesuai dengan instruksi label.
35

2.2.9 Pemanenan
Pamanenan adalah rangkaian kegiatan pengambilan hasil budidaya
berdasarkan umur, waktu, dan cara sesuai dengan sifat dan/atau karakter produk.
Panen merupakan upaya memanfaatkan hasil budidaya dengan cara tertentu sesuai
sifat dan/atau karakter tanaman. Hasil panen secepat mungkin dilaksanakan
perlakuan pascapanen yang baik seperti dipindahkan ke tempat yang aman untuk
meminimalisasi terjadinya susut/kerusakan. Disamping itu diupayakan agar
produk atau tanaman sesedikit mungkin dipindah tangankan. Beberapa hal yang
harus diperhatikan pada saat proses pemanenan (Kemenkes RI, 2011), yaitu:
1. Waktu Panen
Waktu yang tepat untuk panen tanaman obat disesuaikan dengan kadar
kandungan senyawa aktif,, bag ian tanaman yang akan dipanen, kondisi iklim
untuk menghindari fermentasi, pertumbuhan jamur, atau pembusukan bahan,
dan jumlah biomasa.
2. Bahan yang Dipanen
Identitas tanaman harus jelas agar tidak tercampur dengan tanaman lain yang
tidak diinginkan. Tanaman yang akan dipanen dipilih yang utuh dan sehat.
Tanaman yang terinfeksi jamur atau serangga tidak dipanen karena produk
organisme tersebut dapat mengubah profil kandungan kimia bahan bahkan
menghasilkan racun.
3. Teknik Panen
Teknik panen bahan simplisia nabati tergantung dari bag ian tanaman yang
dipanen, dirinci sebagai berikut:
a. Kulit batang (cortex): dari batang utama atau cabang, dikelupas dengan
ukuran panjang dan lebar tertentu. Untuk bahan yang mengandung minyak
atsiri atau senyawa fenol sebaiknya digunakan alat pengelupas bukan
logam. Contoh: Burmani cortex (k lit kayu manis).
b. Batang (caulis): dari cabang tanaman dipotong sepanjang ± 50 cm.
Contoh: Tinospora eaulis (Batang brotowali).
c. Kayu (lignum): dari batang atau cabang, dikelupas kulitnya dan dipotong
sepanjang ± 50 em. Contoh: Sappan lignum (kayu secang).
36

d. Daun (folium): dipilih daun yang tua sebelum menguning, dipetik secara
manual (dipetik satu per satu dengan tangan), Contoh: Blumea folium
(daun sembung).
e. Bunga (flos): dari kuneup bunga atau bunga yang telah mekar atau
mahkota bunga, dipetik secara manual. Contoh: Jasminum flos (bunga
melati).
f. Pucuk (shoot): pucuk daun yang masih muda beserta bunganya (tanaman
yang berbunga di ujung) dipetik dengan tangan, Contoh: Timus folium
(pucuk daun timi).
g. Akar (radix): diambil dari bag ian batang di bawah tanah, dipotong dengan
ukuran 5-10 cm dari pangkal batang agar tanaman tidak mati. Contoh:
Rouvolfia serpentina radix (akarpule pandak).
h. Rimpang (rhizoma): digali atau dicabut dan dibuang akarnya. Contoh :
Curcuma rhizoma (rimpang temulawak).
i. Buah (fructus): dipilih yang tua hampir masak atau telah masak, dipetik
dengan tangan atau gunting. Contoh: Morinda fructus (mengkudu).
j. Biji (semen): dipilih buah yang tua/masak, dikupas kulit buahnya,
dikeluarkan bijinya. Contoh: Colae semen (biji kola).
k. Herba: tanaman dipotong pada pangkal batang (2-10 cm) dan dibersihkan
dan kotoran yang menempel. Contoh: Stevia herba (stevia) .
l. Umbi dan umbi lapis (bulbus): tanaman dicabut, umbi dipisahkan dari
daun dan akar kemudian dibersihkan. Contoh : Alium cepa bulbus
(bawang merah) .
m. Kulit buah (pericarpium): buah yang sudah masak dipetik dan dikupas
kulit buahnya sedangkan biji dan isi buah dibuang. Contoh: Graniti
pericarpium (kulit buah delima).
4. Alat-alat Panen
Alat dan wadah yang digunakan untuk panen tanaman obat harus bersih dan
bebas dari sisa tanaman yang dipanen sebelumnya. Jika wadah yang
digunakan berupa plastik harus dipastikan memiliki sirkulasi udara yang baik
sehingga kelembaban di dalam wadah terjaga. Ketika wadah tidak digunakan,
37

dijaga agar tetap kering dan diletakkan dalam ruang yang bersih, terhindar
dari serangga, burung dan binatang lain.
5. Hal-hal yang Harus Diperhatikan Saat Panen
Hasil panen berupa daun dan bunga yang lebih rapuh atau mudah membusuk
harus ditangani dengan hati-hati. Kerusakan yang tidak semestinya harus
dihindari agar tanaman yang dipotong dapattumbuh kembali. Kerusakan
mekanis bahan yang dipanen harus dihindari untuk mencegah perubahan
kualitas bahan. Gulma atau tanaman beracun yang mungkin mencampuri
bahan simplisia dan mengurangi kemurniannya harus dibuang. Masing-
masing jenis tanaman yang dipanen harus dimasukkan ke dalam wadah
terpisah.

2.2.10 Penanganan Limbah dan Sampah


Limbah dan sampah telah menjadi permasalahan nasional sehingga
pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke
hilir agar memberikan manfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat dan aman
bagi lingkungan, serta dapat mengubah perilaku masyarakat (Sujarwo dkk., 2014).
Pengelolan sampah dan limbah diperlukan mengingat dampak buruk bagi
kesehatan dan lingkungan. Sampah dan limbah menjadi tempat
berkembangbiaknya organisme penyebab dan pembawa penyakit. Limbah dan
sampah juga dapat mencemari lingkungan dan mengganggu keseimbangan
lingkungan. Beberapa aspek yang harus diperhatikan terkait urgensi pengolahan
limbah (Sujarwo dkk., 2014), yaitu:
1. Reduce
Prinsip reduce adalah meminimalisasi limbah, terutama hasil akhir proses
produksi. Meski demikian, bukan tidak mungkin tahap ini juga dapat
dilakukan sedari awal yaitu pada awal proses produksi. Hal ini menunjukan
semua proses produksi pada dasarnya mampu diupayakan untuk
menghasilkan limbah seminimal mungkin. Tahapan ini biasanyadilakukan
dengan sistem filterisasi sehingga semakin tinggi dari tingkatan filterisasi
38

maka secara otomatis limbah yang dihasilkan semakin berkurang, begitu juga
sebaliknya.
2. Reuse
Prinsip reuse adalah upaya pemanfaatan kembali limbah yang dihasilkan
selama proses budidaya tanaman. Pemanfaatan yang dimaksud, yaitu bisa
dalam bentuk proses lanjutan atau pemanfaatan untuk kegiatan di bidang
yang lain, misalnya pakan ternak atau pemanfaatan lainnya. Persoalan reuse
banyak disebabkan karena tidak adanya kepentingan yang bersinergi antara
limbah yang dihasilkan dengan tujuan pemanfaatan. Hal ini mengindikasikan
pentingnya mata rantai industri yang terbangun dari semua aspek, terutama
hulu sampai hilir.
3. Recycle
Prinsip recycle adalah proses daur ulang dari limbah yang telah dihasilkan
sehingga bisa dimanfaatkan untuk kepentingan lain tanpa mengurangi
produksi. Pemahaman recycle tidak bisa lepas dari kepentingan untuk
optimalisasi semua hasil akhir proses produksi, baik itu berupa limbah padat,
cair atau gas. Hal ini dapat dilakukan dengan proses kimia atau non-kimia.
Selain itu, proses recycle juga bisa dilakukan dengan cara alamiah, meski ini
membutuhkan waktu yang lebih lama terutama jika dibandingkan dengan cara
yang menggunakan proses percepatan. Selain itu, proses ini juga
dimungkinkan dengan pemanfaatan yang bersifat non-ekonomi.

2.2.11 Kesehatan, Keamanan dan Keselamatan Kerja


Kesehatan dan Keselamatan Kerja merupakan upaya untuk mengurangi
potensi terjadinya kontaminasi pada produk dan kecelakaan kerja. Prosedur
operasional kesehatan dan keselamatan kerja:
a. menggunakan baju dan perlengkapan pelindung sesuai anjuran baku,
menjaga penampilan dan kebanggaan kerja;
b. menyiapkan standar kesehatan dan kompetensi pekerja;
c. menyiapkan blanko pernyataan sehat dari pekerja;
d. menyiapkan jalur evakuasi jika terjadi kecelakaan;
39

e. menyiapkan prosedur penanganan terkait kesehatan dan keselamatan


pekerja;
f. menyiapkan sarana kesehatan dan keselamatan kerja serta fasilitas
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K);
g. menyiapkan kelengkapan lambang/rambu-rambu kesehatan dan
keselamatan pekerja;
h. menyiapkan jaminan pelayanan kesehatan dan keselamatan pekerja seperti
asuransi.

Indikator pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja:


a. tersedia standar kesehatan pekerja;
b. tersedia blanko pernyataan sehat dari pekerja;
c. tersedia jalur evakuasi jika terjadi kecelakaan;
d. tersedia prosedur penanganan terkait kesehatan dan keselamatan pekerja;
e. tersedia sarana kesehatan dan keselamatan kerja;
f. tersedia fasilitas Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K);
g. tersedia kelengkapan lambang/rambu-rambu kesehatan dan keselamatan
pekerja;
h. tersedia jaminan pelayanan kesehatan dan keselamatan pekerja seperti
asuransi.

Titik kritis pada kesehatan dan keselamatan kerja:


a. menyiapkan sarana kesehatan dan keselamatan kerja;
b. menyiapkan fasilitas atau sarana Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan
(P3K);
40

c. menyiapkan kelengkapan lambang/rambu-rambu kesehatan dan


keselamatan pekerja (Permenper, 2013).

Fasilitas Kebersihan dan Kesehatan Pekerja:


a. Pekerja sebaiknya telah mendapat pelatihan penggunaan alat dan/atau
mesin.
b. Sangat dianjurkan tersedia prosedur penanganan kecelakaan.
c. Tersedia fasilitas P3K di tempat kerja.
d. Pekerja sangat dianjurkan memahami tata cara penanganan P3K di
tempat kerja.
e. Sangat dianjurkan ada tanda peringatan bahaya yang terlihat jelas.
f. Pekerja sangat dianjurkan memahami bahaya pestisida dalam
keselamatan kerja.
g. Pekerja sangat dianjurkan menggunakan perlengkapan pelindung
sesuai dengan anjuran.
h. Pakaian dan peralatan pelindung sangat dianjurkan ditempatkan secara
terpisah dari kontaminan.
i. Pekerja yang menangani pestisida sebaiknya mendapatkan pengecekan
kesehatan secara berkala (Aziz, 2011)
41

Anjuran Kesejahteraan Pekerja:


a. Tersedia tata cara/ aturan tentang kebersihan bagi pekerja.
b. Tersedia toilet dan fasilitas cuci tangan di sekitar tempat kerja.
c. Toilet dan fasilitas cuci tangan selalu terjaga kebersihannya dan dapat
berfungsi dengan baik.
d. Pekerja memiliki akses terhadap air minum, tempat makan, tempat
istirahat.
e. Pekerja dianjurkan dapat berkomunikasi dengan pihak pengelola (Aziz,
2011)
42

Contoh lembar penilaian kesehatan, keamanan, dan kesejahteraan pekerja


(Dirjen Hortikultura, 2019)
43

2.2.12 Kepedulian Lingkungan


Kegiatan di bangsal pascapanen harus dilakukan bersifat ramah
lingkungan, sehingga tidak menimbulkan pencemaran, eksternalitas lingkungan,
masalah sosial budaya dengan masyarakat sekelilingnya. Dalam pengelolaan
bangsal pascapanen harus menyusun rencana cara-cara penanggulangan
pencemaran dan kelestarian lingkungan, terutama aspek penanganan limbah dan
sampah. Penanganan limbah dan sampah merupakan upaya mengelola limbah dan
sampah selama proses penanganan produk dalam bangsal sesuai ketentuan yang
berlaku agar tidak terjadi pencemaran produk, lingkungan, dan serangan penyakit
menular.
Prosedur operasional pengelolaan lingkungan:
a. menyiapkan instruksi kerja penanganan limbah dan sampah;
b. menyiapkan rekaman pengelolaan limbah dan sampah;
c. menyiapkan sarana penampungan dan penanganan limbah dan sampah;
d.menyiapkan prosedur/standar penanganan limbah dan sampah;
d. menyiapkan kelengkapan lambang/rambu-rambu operasional pembuangan
limbah dan sampah.
44

Indikator pelaksanaan pengelolaan lingkungan, terutama penanganan limbah


dan sampah:
a. tersedia instruksi kerja;
b. tersedia rekaman pengelolaan limbah dan sampah;
c. tersedia sarana penanganan limbah dan sampah;
d. tersedia prosedur/standar penanganan limbah dan sampah;
e. tersedia sarana pengolahan dan pembuangan limbah yang baik;
f. tersedia kelengkapan lambang/rambu-rambu operasional pembuangan
limbah dan sampah.
Titik kritis pada penanganan limbah dan sampah: Menyiapkan sarana untuk
penampungan dan penanganan limbah dan sampah, serta penanganan masalah
lingkungan (Permenper, 2013).

Contoh lembar penilaian kepedulian lingkungan (Dirjen Hortikultura, 2019)


45

2.2.13 Pengujian
1. Penetapan Kadar Air Benih
 Terdapat dua metode yang digunakan pada penetapan kadar air benih
yaitu:
Metode Langsung : kadar air benih dihitung secara langsung dari
berkurangnya berat benih akibat hilangnya air, dengan menggunakan oven
suhu konstan. Pengujian KA benih dilakukan dengan menggunakan metode
langsung yang menggunakan oven suhu rendah yaitu 103±2 ºC selama 17±1
jam. Benih yang telah dioven dimasukkan ke dalam desikator selama 30
hingga 45 menit. KA benih dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:

Keterangan :
KA : Kadar air (%)
M1 : Bobot cawan + tutup (g)
M2 : Bobot cawan + tutup + benih sebelum dioven (g)
M3 : Bobot cawan + tutup + benih setelah dioven (g)
 Metode tidak langsung: kadar air benih diukur tanpa mengeluarkan air
dalam benih dengan menggunakan hambatan listrik dalam benih yang
dikorelasikan dengan kadar air benih. Pengukuran kadar air benih dengan
metode tidak langsung diukur menggunakan alat moisture meter seperti
Steinlite moister meter dan Dole aparatus. Pengukuran dilakukan dengan
pengulangan dua kali, dimana hasil yang didapatkan dihitung dengan
rumus:
46

Keterangan :
M1 dan M2 adalah hasil pembacaan ulangan satu dan ulangan dua pada
moisture meter.

2. Pengujian Daya Berkecambah (DB)


Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengujian daya
berkecambah antara lain:
 Alat pengecambah benih: kertas merang dan pasir, kertas saring atau
kertas Koran
 Ruang penyemaian: media pasir, serbuk gergaji, arang sekam
 Persentase perkecambahan (germination percentage)
Parameter ini merupakan persentase jumlah kecambah normal yang dihasilkan
benih murni pada kondisi lingkungan tertentu

Keterangan :
DB : Daya berkecambah (%)
KN I : Jumlah kecambah normal pada hitungan pertama (5 HST)
KN II : Jumlah kecambah normal pada hitungan kedua (10 HST)
Parameter laju perkecambahan ini diukur dengan menghitung jumlah hari
yang diperlukan untuk munculnya perakaran dan pertunasan

Keterangan:
N= jumlah benih berkecambah pada waktu tertentu
T= Jumlah waktu antara awal pengujian sampai dengan akhir interval
tertentu suatu pengamatan.
47

Pengujian daya perkecambahan dapat dilakukan dengan:


a. Uji Kertas Digulung dalam Plastik (UKDdp)
Uji daya kecambah benih dimana contoh kerja diletakkan di antara
substrat kertasyang telah dilembabkan lalu digulung. Pengujian daya
kecambah adalahmengecambahkan benih pada kondisi yang sesuai untuk
kebutuhan perkecambahanbenih tersebut, lalu menghitung presentase daya
berkecambahnya. Prosedur ujidaya kecambah dilakukan dengan
menjamin agar lingkungan menguntungkan bagiperkecambahan seperti
ketersediaan air, cahaya, suhu dan oksigen. Media kertasdigulung akan
mempermudah dalam mengontrol suhu, kelembaban, intensitascahaya, dan
kondisi air dari media untuk pertumbuhan benih yang optimal.
b. UDK (Uji Di atas Kertas)
Uji daya kecambah benih dimana contoh kerja diletakkan di atas
substrat kertas yang telah dilembabkan. Metode ini sangat baik digunakan
untuk benih yang membutuhkan cahaya bagi perkecambahannya. Kertas
merang digunakan dalam metode UDK karena kertas merang memiliki
daya mempertahankan air yang tinggi, walaupun tujuh hari tidak diberi air.
Untuk benih yang besar cukup 10 butir sedang benih yang kecil 25 butir.
c. (UAK) Uji Antar Kertas
Metode ini digunakan untuk benih yang tidak peka terhadap
cahaya. Contoh benih bayam, padi, sorgum.
d. UKD (Uji Kertas Digulung)
Pada uji ini kertas digulung. Digunakan pada benih yang tidak peka
cahaya
3. Uji Penyakit Pada Tanaman
Untuk mendiagnosis penyakit tumbuhan, yang perlu dilakukan yaitu:
a. Amati gejala yaitu segala kelainan bentuk atau kelainan sifat tanaman.
b. Pilih bagian tanaman sakit yang memperlihatkan gejala yang belum lanjut
(belum rusak atau busuk keseluruhan) atau terlalu awal.
c. Gejala yang terlalu lanjut biasanya sudah ditumbuhi cendawan serta
bakteri saprofit yang sering kali mengganggu pertumbuhan bakteri
48

utamanya. Gejala yang terlalu awal juga menyulitkan diagnosa karena


sukar memperoleh tanda penyakit.
d. Bersamaan dengan melihat gejala ini perlu pula dilihat tanda penyakit
untuk memperkuat hasil pemeriksaan gejala.
e. Gejala dan tanda penyakit yang belum dikenal atau diragukan
identifikasinya yang nampaknya penyebab penyakit tersebut belum pernah
dilaporkan sebelumnya (penyakit baru) maka harus dilakukan serangkaian
45 pengujian untuk membuktikan hipotesa bahwa bakteri yang diisolasi
adalah penyebab penyakitnya melalui postulat Koch.
f. Gejala yang disertai tanda keberadaan bakteri penyebab penyakit dapat
dilakukan identifikasi lebih lanjut di laboratorium.
 Uji Postulat Koch
Uji postulat Koch bertujuan untuk membuktikan bahwa isolat yang
diperoleh merupakan agen penyebab dari gejala penyakit yang diamati.
Kegiatan ini terdiri atas inokulasi isolat pada tanaman contoh, reisolasi
jaringan tanaman yang memperlihatkan gejala, dan identifikasi isolat hasil
reisolasi. Tanaman contoh yang digunakan merupakan bibit kayu afrika
umur ± 4 bulan dari penyapihan. Setiap isolat cendawan diinokulasikan
terhadap 8 bibit kayu afrika dan diberi 2 perlakuan, yaitu dilukai dan tidak
dilukai, pelukaan menggunakan serbuk karborundum. Inokulasi dilakukan
pada sore hari menggunakan metode oles dengan cara mengoles isolat
yang ditanam pada media PDB dengan menggunakan kuas ke daun
(Ahmad et al., 2012). Penyiapan sumber inokulum pengolesan cendawan
dilakukan berdasarkan dari metode Ismail et al. (2012) dengan modifikasi
menggunakan media PDB. Sumber inokulum diperoleh dari isolat di
media PDB (Potato Dextrose Broth) berumur 10 hari yang telah ditanam
biakan isolat media PDA dengan cork borer (Ø 7 mm) berumur 5 hari.
Setelah itu koloni isolat cendawan yang telah berumur 10 hari di media
PDB tersebut diaduk menggunakan blender agar tercampur rata.
Kemudian dioles dengan kuas ke seluruh permukaan daun. Perlakuan
pelukaan menggunakan bubuk karborundum yang dioles dengan cotton
49

bud, setelah itu diamati selama ± 30 hari atau sampai muncul gejala.
Reisolasi cendawan dilakukan dari daun yang menunjukkan gejala hawar
setelah dilakukan inokulasi buatan. Hasil reisolasi kemudian diidentifikasi
dan dibandingkan dengan isolat yang digunakan untuk inokulasi buatan.
Apabila isolat cendawan yang diinokulasikan menghasilkan gejala hawar
daun dan teridentifikasi sebagai cendawan yang identik dengan gejala
hawar daun, maka cendawan tersebut merupakan penyebab dari penyakit
hawar daun.
 Uji Patogenisitas
Tahapan ini dilakukan dengan metode yang sama dengan tahapan
postulat Koch. Tanaman contohnya berumur ± 4 bulan penyapihan.
Tanaman yang telah diinokulasi selanjutnya diinkubasi di bawah paranet
dengan menggunakan rancangan percobaan acak lengkap dengan satu
faktor, yaitu macam isolate. Parameter yang diamati dari kegiatan ini
adalah kejadian penyakit dan keparahan penyakit. Kejadian penyakit
ditentukan dengan menggunakan rumus (Agrios 1988): KP=a/b x 100%
Keterangan :
KP : persentase kejadian penyakit hawar daun
a : jumlah tanaman yang menunjukkan gejala penyakit hawar daun
b : jumlah tanaman yang diamati
Keparahan penyakit ditentukan dengan menggunakan skoring dari
0-5 (Tabel 2). Rumus (Towsend 1963 dalam Kadeni 1990) yang
digunakan sebagai berikut :

Keterangan :
P : persentase keparahan penyakit
N : jumlah daun yang terkena hawar daun setiap kategori
v : nilai numerik dari setiap kategori serangan hawar daun
N : jumlah daun yang diamati
Z : nilai numerik dari kategori serangan tertinggi
50

4. Pengujian Lahan dan Media Tanam


Pengujian lahan dan media tanam ditujukan untuk mengetahui kandungan
senyawa kimia yang terkandung dalam tanah. Tanah sangat mendukung bagi
kehidupan tanaman karena didalamnya mengandung banyak unsur hara dan air.
Unsur hara yang terkandung di dalam tanah ada berbagai macam, diantaranya
terdapat unsur makro dan unsur mikro. Unsur makro dalam tanah antara lain: N,
P, K, S, Ca, dan Mg sedangkan unsur mikro antara lain: Fe, Mn, Co, B, Mo, Cu,
Zn, dan Cl. Unsur-unsur tersebut mempunyai peran tersendiri bagi tumbuh
kembang tanaman. Apabila tanaman kekurangan salah satu dari unsur tersebut,
maka tanaman akan memberikan gejala-gejala perlambatan pertumbuhan dan atau
44 ketidaknormalan pertumbuhan. Untuk mengantisipasi kekurangan hara yang
terjadi, maka tanaman diberikan pupuk memenuhi kebutuhan hara tanaman.
Adapun metode yang digunakan dalam pengujian tanah ini ialah pengujian di
dalam laboratorium. Analisis kandungan N dilakukan dengan metode Kjeldhal
menggunakan asam sulfat (H2SO4) pekat, C Organik dengan metode Walkley dan
Black (Walkley & Black 1934) (menggunakan pengekstrak H2SO4 dan
K2Cr2O7), dan pH H2O diukur dengan pH meter. Analisis P, K,Ca, Mg, Na, Fe,
Mn, dan Cu sampel diekstrak dengan campuran asam keras (kuat) antara HClO4
dan HNO3. Unsur P diukur dengan spektofotometer, sedangkan yang berupa
logam: K, Ca, Mg, Na, Fe, Mn, dan Cu dengan AAS (Atomic Absorption
Spectroscopy).
51

5. Uji Kemurnian Benih


Uji kemurnian benih diuji sebagai berikut:
a. Ambil sampel benih
b. Letakkan pada suatu wadah dan pisahkan: Benih murni, benih utuh, benih
yang berukuran kecil, pecahan benih yang ukurannya lebih dari separuh.
Benih gulma; semua benih atau bagian vegetatif tanaman kategori gulma.
Benih spesies lain; semua benih lain yang ikut tercampur. Bahan lain atau
pengotor, partikel tanah, pasir, sekam, dan lain sebagainya.
c. Analisa kemurnian dilakukan dua kali ulangan minimal
d. Setiap komponen ditimbang lalu ditotal, persentase setiap komponen
didapat dari berat masing-masing komponen dibagi berat total dikali 100%
Benih murni Minimal 85%

Benih varietas lain (campuran) Maksimal 5%

Pengotor Maksimum 2%

Benih gulma Maksimum 2%


52

BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Salah satu hal yang terpenting dalam penggunaan suatu obat tradisional
adalah mutu atau kualitas dari obat itu sendiri. Mutu dari suatu obat dapat berubah
tergantung dari cara penanganannya mulai dari budidaya hingga sampai ke tangan
konsumen atau pasien.
Untuk memenuhi mutu obat ini maka perlu dilakukan penaganna secara
kuhus terutama pada saat penanaman atau budiya tanaman obat tersebut.
Penaganan khusu ini bertujuan untuk menghasilkan bahan baku obat tradisional
yang terstandarisasi. Standarisasi ini dapat dilakukan dengan menerapkan praktek
budidaya yang baik atau Good Agriculturral Practices
Good Agricultural Practices (GAP) adalah cara pelaksanaan budi daya
tumbuhan biofarmaka secara baik, benar dan tepat. GAP terdiri dari beberapa
Standar Prosedur Operasional (SPO), mulai dari pemilihan dan penyiapan lahan,
pemilihan benih yang unggul, cara tanam, pemeliharaan, pemupukan, pengairan,
pengendalian hama tanaman, waktu dan cara panen, penanganan pasca panen
sampai penanganan limbah dan sampah.
53

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, S. 2012. Pola Tanam Tumpangsari. Agroekoteknologi. Litbang : Deptan


Aziz, S. A. 2011. Panduan Budidaya Kolesom Organik (Talinum triangulare
(Jacq)Willd.) (Good Agricultural Practices) yang baik. Departemen
Agronomi dan Hortikultura Southeast Asian Food and Agricultural
Science and Technology, Institut Pertanian Bogor.

Agrios GN. 1988. Plant pathology. 3 rd ed. Departement of Plant Pathology.


University of Florida Gainesville

Dirjen Hortikultura. 2019. Revisi Pedoman Budidaya Tanaman Biofarmaka yang


baik (Good Agriculture Practices). Jakarta: Dirjen Hortikultura.

Dirjen Holtikultura. 2019. Standar operasional prosedur (sop) kapulaga (amomum


cardamomum) kabupaten tasikmalaya. (April)

Erwin, S., Ramli, dan Adrianton. 2015. Pengaruh berbagai jarak tanam pada
pertumbuhan dan produksi kubis (brassica oleracea l.) di dataran
menengah desa bobo kecamatan palolo kabupaten sigi. Agrotekbis.
3(4):491–497.

Firmansyah Muhammad Alam dan Muhammad Hario Alfarisi. 2016. Uji


Patogenisitas Patogen Hawar Daun Pada Tanaman Kayu Afrika
(Maesopsis Eminii Engl.) di Persemaian Permanen Bpdas Bogor. Jurnal
Silvikultur Tropika. 07(2):115-124.

Glio, Tosin M. 2015. Pupuk Organik Dan Pestisida Nabati No.1 Ala Tosin Glio.
Jakarta: PT AgroMedia Pustaka

Hanum, Chairani. 2008. Teknik Budidaya Tanaman Jilid 1. Jakarta: Departemen


Pendidikan Nasional.
54

Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.R. Saul, M.A. Diha, Go
B.H, H.H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung.
488.

Hanum, C. 2007. Teknik Budidaya Tanaman Jilid I. In Departemen Pendidikan


Nasional (Vol. 67, Issue 6).

Haryanto, A. 2019. Teknik pertanian lampung. Jurusan Teknik Pertanian ,


Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 8

Kustantini, D. 2012. Peningkatan Produktifitas dan Pendapatan Petani Melalui


Penggunaan Pola Tanam Tumpangsari pada Produksi Benih Kapas.
Surabaya : Balai Besar Perbanihan dan Proteksi Tanaman Perkebuanan
(BBP2TP).

Kementrian Kehutanan. 2012. Siaran RRI Ke-6 Pemeliharaan Tanaman Hutan.


Makassar: Kementrian Kehutanan.

Kemenkes RI. 2011. Pedoman Umum Panen & Paska Panen. Jakarta: Batlingkes.

Menteri Pertanian Republik Indonesia. 2012. Peraturan Menteri Pertanian


Republik Indonesia Nomor 57/Permentan/Ot.140/9/2012 tentang Pedoman
Budidaya Tanaman Obat Yang Baik (Good Agriculture Practices For
Medicinal Crops). Jakarta: Menteri Pertanian RI.

Menteri Pertanian Republik Indonesia. 2018. Peraturan Menteri Pertanian


Republik Indonesia Nomor 12/Pertanian/Tp.020/04/2018 tentang
Produksi, Sertifikasi, Dan Peredaran Benih Tanaman. Jakarta: Menteri
Pertanian RI.

Menteri Pertanian Republik Indonesia. 2015. Keputusan Menteri Pertanian


Republik Indonesia Nomor : 354/Hk.130/C/05/2015 tentang Pedoman
Teknis Produksi Benih Bina Tanaman Pangan. Jakarta: Menteri
Pertanian RI
55

Nurwadani, Paristiyanti. 2008. Teknik Pembibitan Tanaman dan Produksi Benih


Jilid 1. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia. 2013. Tentang Pedoman Panen,


Pascapanen, dan Pengelolaan Bangsal Pascapanen Hortikultura yang
Baik No. 967. J

PPRI. 1995. Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1995


Tentang Perlindungan Tanaman. Jakarta: Menteri Pertanian.

PMP. (2006). Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48 Tahun 2006. Budidaya


Tanaman Yang Baik dan Benar (Good Agriculture Practice). Jakarta:
Menteri Pertanian

Pemerintah Republik Indonesia. 1995. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


Nomor 44 Tahun 1995 tentang Pembenihan Tanaman. Jakarta:
Pemerintahan RI.

Surmaini, E. dan H. Syahbuddin. 2016. Kriteria awal musim tanam: tinjauan


prediksi waktu tanam padi di indonesia. Litbang Pertanian. 35(2):47–56.

Setyamidjaja, Djoehana. 1986. Pupuk dan Pemupukan. Jakarta: CV Simplex.

Suwahyono, Untung. 2011. Petunjuk Praktis Penggunaan Pupuk Organik Secara


Efektif Dan Efisien. Jakarta: Penebar Swadaya.

Thahir, S. M., Hadmadi. 1999. Tumpang Gilir. Jakarta : Yasaguna.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992. Sistem Budidaya


Tanaman. Jakarta.

Ulfah Hidayati.2014. Penentuan Masak Fisiologi dan Metode Pengujian Viabilitas


Benih Kemangi (Ocimum americanum L.).Bogor:Departemen Agronomi
Dan Hortikultura. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
WHO. 2003. Guidelines pg Good Agricultural and Collection Practices (GACP)
for Medicinal Plants, Geneva
56

Zaenudin, Rahayu, D.S, Soekadar Wiryadiptra. 2015. Pengelolaan Gulma pada


Tanaman Kakao. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Abdulloh Karim. 2017. Modul Teknologi Benih New.


https://www.pioneer.com/web/site/indonesia/Mengenal-Berbagai-
Macam-Jenis-Irigasi-Pertanian

Anda mungkin juga menyukai