Disusun Oleh :
Dindha Pratiwi 192211101021
Riska Fauriyah 192211101022
Jumahwi 192211101023
Alik Almawadah 192211101024
Novita Putri A. 192211101025
Elvira Yuliana 192211101026
Oktaviana Y. 192211101027
Nabila Rahmadiba 192211101028
Intan Rahma Sakti 192211101029
Zuliana Nurvidiati 192211101030
Bayu Dwi Permana 192211101031
Daniel Njoto Santoso 192211101032
M. Zulfikar Arif 192211101033
Nandea Zulfana H. 192211101034
Fina Rahma Sona 192211101035
Dwi Suwarni 192211101036
Zubaidah Hoiril W. 192211101037
Ulfia Dwi Novita 192211101038
Akbar Abdillah P. 192211101039
Wening Wulandari 192211101040
HALAMAN JUDUL
Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker di
Fakultas Farmasi Universitas Jember
Disetujui Oleh :
Lestyo Wulandari, S.Si., Apt., M. Farm. Lidya Ameliana, S. Si., Apt., M.Farm.
NIP.197604142002122001 NIP. 198004052005012005
ii
KATA PENGANTAR
Penulis mengharapkan semoga ilmu dan pengalaman yang telah diperoleh selama
PKPA di Instalasi Framasi Kabupaten Jember dapat berguna bagi calon Apoteker
untuk terjun ke masyarakat dalam rangka pengabdian profesi dan laporan ini
dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi pemerintahan.
iii
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
2.4 Tugas dan Tanggung Jawab Apotek di Instalasi Farmasi Kabupaten ... 7
2.5 Tugas dan Tanggung Jawab Apotek di Instalasi Farmasi Kabupaten ... 9
2.5.2 Pengadaan.................................................................................. 12
3.3 Lokasi, Sarana, dan Prasarana Instalasi Farmasi Kab. (IFK) Jember . 21
4.2.2 Pengadaan.................................................................................. 26
BAB 5. PENUTUP............................................................................................... 40
5.1 Kesimpulan.......................................................................................... 40
LAMPIRAN ......................................................................................................... 43
v
DAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar 3.1 Denah ruangan IFK Jember.............................................................. 23
Gambar 3.2 Struktur organisasi IFK Jember........................................................ 24
Gambar 4.13Struktur organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Jember ................. 35
vi
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
Lampiran 1. Tempat obat yang akan didistribusikan ke Puskesmas ..................... 43
Lampiran 2. Ruang penyimpanan lantai 1 ............................................................ 43
Lampiran 3. Ruang penyimpanan lantai 2 ............................................................ 44
Lampiran 4. Ruang penyimpanan lantai 3 ............................................................ 44
Lampiran 5. Tempat penyimpanan obat kadaluarsa ............................................. 44
Lampiran 6. Jadwal distribusi obat di seluruh Puskesmas Kabupaten Jember ..... 45
Lampiran 7. Lemari pendingin .............................................................................. 45
Lampiran 8. Tempat penyimpanan vaksin ............................................................ 46
Lampiran 9. Pengukur suhu ruangan dan kartu pemeriksaan suhu ruangan ......... 46
Lampiran 10. Kartu stok ....................................................................................... 47
Lampiran 11. Lemari penyimpanan narkotika ...................................................... 47
Lampiran 12. Lemari penyimpanan psikotropika ................................................. 48
Lampiran 13. Bagan Organisasi ............................................................................ 48
vii
BAB 1. PENDAHULUAN
1
2
4
5
2.5.1 Perencanaan
Perencanaan untuk penggunaan obat dan perbekalan kesehatan adalah
kegiatan yang dilakukan untuk menentukan proses pengadaan obat dan
perbekalan kesehatan. Perencanaan tersebut dilakukan untuk menetapkan Janis
obat dan jumlah yang tepat. Dimana hal tersebut telah disesuaikan oleh pola
penyakit dan kebutuhan PKD. Perencanaan dan perbekalan kesehatan ini dapat
meminimalisir terjadinya kekosongan obat. Sehingga dibutuhkan tim perencanaan
obat terpadu untuk berkoordinasi, barintegrasi dan mensinkronasi instansi yang
terkait dalam perencanaan obat disetiap Kabupaten/Kota guna meningkatkan
efisiensi dan efektivitas penggunaan dana. Perencanaan obat terpadu dapat
menghindari terjadinya tumpang tindih dalam penggunaan anggaran. Selain itu
perencanaan obat terpadu juga memiliki manfaat dalam penggunaan dan
perencanaan, estimasi kebutuhan obat lebih tepat, keterpaduan dalam evaluasi,
koordinasi antara penyedia anggaran dan pemakai obat, kesamaan presepsi antara
pemakai obat dan penyedia anggaran serta pemanfaatan dana pengadaan yang
lebih optimal (Kementerian Kesehatan RI, 2010).
a. Tahap Perencanaan Kebutuhan Obat
Pertama yaitu tahap pemilihan obat yang digunakan untuk menentukan obat
dan perbekalan farmasi yang diperlukan sesuai jumlah pasien ataupun kunjungan
serta pola penyakit pada daerah tersebut. Dasar seleksi kebutuhan obat menurut
Depkes RI (2007) adalah pemilihan obat dan perbekalan kesehatan yang memiliki
izin edar. Pemilihan obat berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik yang
dapat memberikan efek terapi yang lebih baik dari pada risiko dan efek samping
yang ditimbulkan. Menghindari pemilihan jenis obat duplikasi dan memiliki
10
kesamaan jenis. Obat baru harus memiliki bukti yang spesifik untuk terapi yang
lebih baik. Menghindari penggunaan obat kombinasi kecuali jika memiliki efek
yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan tunggal. Memilih obat dari
penyakit yang prevalensinya tinggi jika terdapat banyak jenis obat.
Kedua yaitu tahap kompilasi pemakaian obat. Tahap ini digunakan untuk
mengetahui seberapa banyak jumlah pemakaian obat dari setiap bulannya untuk
masing-masing jenis obat di unit pelayanan kesehatan atau puskesmas selama 1
tahun dan menentukan berapa stok optimum (stok kerja dan pengaman) yang
dibutuhkan. Informasi yang perlu didapat menurut Kementerian Kesehatan RI
(2010) adalah jumlah pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing unit
pelayanan kesehatan atau puskesmas. Presentase pemakaian tiap jenis obat
terhadap total pemakaian setahun dari seluruh unit pelayanan kesehatan atau
puskesmas. Jumlah pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat
Kabupaten/Kota serta pola penyakit yang ada.
b. Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat
Metode konsumsi yaitu metode perhitungan yang didasarkan pada hasil rill
konsumsi perbekalan farmasi pada periode sebelumnya dengan dilakukan
berbagai koreksi dan penyesuaian kembali. Langkah-langkah penentuan metode
konsumsi menurut Kementerian Kesehatan RI (2010) adalah pengumpulan dan
pengolahan data, analisa data untuk informasi dan evaluasi, perhitungan perkiraan
kebutuhan obat dan penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana.
Serta dibutuhkan data daftar nama obat, stok awal, penerimaan, pengeluaran, sisa
stok, obat hilang, rusak, kadaluarsa, kekosongan obat, pemakaian rata-rata obat
tiap tahun, serta waktu tunggu dan stok pengaman. Berikut merupakan rumus
metode konsumsi.
A=(B+C+D)-E
VEN A B C
V VA VB VC
E EA EB EC
N NA NB NC
Metode kombinasi analisa ABC dan VEN ini digunakan untuk menentukan
prioritas obat dan melakukan pengurangan obat bila terjadi ketidaksesuaian
anggaran dana dan diperlukan pengurangan obat. Maka obat yang masuk kategori
NC adalah obat pertama yang dikurangi atau dihilangkan. Selanjutnya jika masih
tidak memadai maka perlu dihilangkan atau dikurangi lagi dengan kategori
selanjutnya yaitu NB dan NA (Kementerian Kesehatan RI, 2010)
Terakhir yaitu tahap koordinasi lintas program. Dari perencanaan awal
dibutuhkan tim perencanaan obat terpadu untuk berkoordinasi, barintegrasi dan
mensinkronasi instansi yang terkait dalam perencanaan obat disetiap
Kabupaten/Kota guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana.
Perencanaan obat terpadu dapat menghindari terjadinya tumpang tindih dalam
penggunaan anggaran. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010) beberapa
sumber anggaran dana yang digunakan untuk membiayai pengadaan obat dan
perbekalan kesehatan yaitu dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus
(DAK), PAD atau APBD II, program kesehatan, jaminan kesehatan masyarakat
(Jamkesmas) dan sumber lain-lain.
2.5.2 Pengadaan
Pengadaan obat merupakan proses penyediaan obat yang dibutuhkan oleh
unit pelayanan kesehatan. Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan bertujuan
untuk menjamin ketersediaan, mutu obat dan perbekalan kesehatan yang
dibutuhkan sehingga obat dan perbekalan kesehatan yang dibutuhkan dapat
diperoleh. Menurut Peraturan Presiden RI No.16 (2018) ketentuan-ketentuan
tentang pengadaan barang tau jasa adalah E-purchasing yang dilaksanakan untuk
barang atau jasa yang sudah tercantum dalam katalog elektronik, pengadaan
langsung yang dilaksanakan untuk barang atau jasa yang bernilai paling banyak
13
2.5.3 Penerimaan
Penerimaan merupakan suatu kegiatan untuk menerima obat dan perbekalan
farmasi yang telah diadakan sesuai dengan prosedur dan aturan kefarmasian.
Penerimaan bertujuan untuk menjamin bahwa obat dan perbekalan farmasi yang
telah diterima sesuai dengan kontrak, spesifikasi, jumlah dan waktu kedatangan.
Penerimaan obat dan perbekalan farmasi harus dilakukan oleh petugas yang
bertanggungjawab serta menguasai dan mengerti sifat penting dari perbekalan
farmasi. Dalam penerimaan perbekalan farmasi, bahan yang berbahaya harus
14
memiliki Material Safety Data Sheet (MSDS) dan memiliki sertifikat asli untuk
alat kesehatan serta sertifikat analis produk (Kementerian Kesehatan RI, 2010).
2.5.4 Penyimpanan
Penyimpanan merupakan kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara
menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman
dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak obat. Tujuan dari
penyimpanan yaitu memelihara mutu sediaan farmasi, menghindari penggunaan
yang tidak bertanggung jawab, menjaga keterdsediaan dan memudahkan
pencarian dan pengawasan (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Langkah-langkah
penyimpanan menurut Kementerian Kesehatan RI (2010) yaitu menggunakan
prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO), obat dengan
kemasan besar disusun diatas palet dan obat dengan kemasan kecil disusun diatas
rak, penggunaan lemari khusus untuk sediaan narkotika dan psikotropika,
stabilitas obat dimana penyimpanan obat harus sesuai stabilitasnya seperti
temperature, udara, cahaya serta kontaminasi bakteri, mencantumkan nama pada
masing-masing obat pad arak dengan rapi, jika obat berada dalam ketersediaan
yang banyak maka obat dibiarkan tetap berada didalam box masing-masing, untuk
mempermudah pengendalian stok penyusunan obat merupakan hal penting yang
harus diperhatikan.
Mutu obat dapat dilihat dan dinilai dari hasil pengamatan mutu obat yang
disimpan di ruang penyimpanan. Mutu obat dalam penyimpanan dapat mengalami
perubahan yang dikarenakan oleh faktor fisik maupun faktor kimiawi. Petugas
gudang harus melakukan pengecekan terhadap mutu obat secara berkala, jika dari
pengamatan tersebut diketahui ada berbagai tanda bahwa sediaan tidak memenuhi
persyaratan seperti terjadi perubahan warna, bau, rasa, terdapat bintik-bintik pada
sediaan, wadah retak atau berlubang, antar sediaan melekat, terdapat bubuk atau
lembab, kerusakan kemasan, perubahan konsistensi, warna, terdapat endapan dan
lain sebagainya maka perlu dilakukan pengujian lebih lanjut. Jika dari
pengamatan visual diduga ada kerusakan yang tidak dapat ditetapkan dengan
15
2.5.5 Pendistribusian
Distribusi adalah rangkaian dari suatu kegiatan dalam rangka pengeluaran
dan pengiriman obat-obatan yang terjamin keabsahan, bermutu, serta tepat jenis
dan jumlah dari gudang obat secara merata serta teratur dalam pemenuhan
kebutuhan unit-unit pelayanan kesehatan. Pendistribusian harus mengikuti
Pedoman Teknis CDOB atau Cara Distribusi Obat yang Baik. Distribusi
dilakukan agar persediaan jumlah dan jenis yang cukup sehingga dapat
menghindari kekosongan dan menumpuknya persediaan dan mempertahankan
tingkat persediaan obat. Tujuan kegiatan distribusi adalah terlaksananya
pengiriman obat yang merata serta teratur sehingga dapat diperoleh saat
dibutuhkan, mutu obat dan perbekalan kesehatan terjamin ketika pendistribusian,
cukup dan terpeliharanya penggunaan obat di unit pelayanan kesehatan, serta
pemerataan kecukupan obat yang sesuai kebutuhan pelayanan dan program
kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2010).
Kegiatan pendistribusian Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota merencanakan
dan melaksanakan pendistribusian obat ke unit pelayanan kesehatan di wilayah
kerjanya sesuai dengan kebutuhan. Perencanaan distribusi obat pada setiap unit
pelayanan kesehatan termasuk rencana tingkat persediaan, didasarkan pada
besarnya stok optimum setiap jenis obat di setiap unit pelayanan kesehatan.
Menurut Kemenkes RI (2010), rumus perhitungan adalah sebagai berikut:
Stok Optimum = (a + b+ c)
Permintaan = (a +b + c) – d
Keterangan :
a : Pemakaian waktu tertentu
b : Buffer Stock 10% dari a
c : Lead Time 10% dari a
d : Sisa stok
Posisi persediaan yang direncanakan bertujuan untuk mengatasi
16
2.5.6 Pemusnahan
Pemusnahan adalah rangkaian kegiatan pemusnahan sediaan farmasi dalam
rangka pembebasan barang milik/kekayaan negara dari tanggung jawab
17
3.2.2 Misi
Untuk mewujudkan Visi “Masyarakat Jember yang sehat, mandiri dan
berkeadilan” yaitu:
a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan
masyarakat dan peningkatan aksesibilitas pelayanan kesehatan masyarakat.
21
e. Sarana penyimpanan yang terdiri dari rak, palet, lemari, lemari khusus
(narkotika dan psikotropika), lemari pendingin untuk vaksin (suhu -15°C s/d
25°C untuk vaksin polio dan 2°C s/d 8°C untuk vaksin selain polio) cold
chain (medical refrigerator), cold box, cold pack, generator, alat pengukur
suhu dan kelembapan, AC (Air conditioner), tangga, trolley, dan alat
pengangkut barang (lift)
f. Sarana administrasi umum yang terdiri dari brankas, mesin tik, dan lemari
arsip
g. Sarana administrasi obat dan perbekalan kesehatan yang terdiri dari kartu
stok/kartu persediaan obat kartu induk persediaan obat, buku harian
pengeluaran barang, SBBK (Surat Bukti Barang Keluar), LPLPO (Laporan
Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat), kartu rencana distribusi, dan
lembar bantu penentuan proporsi stok optimum
h. Sarana pengamanan seperti pagar, teralis, dan alat pemadam api ringan
(APAR)
i. Sarana penunjang seperti meja kerja, kursi, dan lemari arsip.
IFK Jember terdiri dari 3 (tiga) lantai yang diperuntukkan sebagai berikut:
a. Lantai I
1. Ruang penerimaan barang atau ruang karantina untuk menerima barang
dari distributor sekaligus ruang karantina barang yang sudah diterima,
kecuali untuk vaksin atau obat yang perlu disimpan dalam suhu dingin
maka langsung dibawa ke ruang penyimpanan bersuhu dingin namun
dipisahkan dari produk lain
2. Ruang penyimpanan suhu dingin 2°C s/d 8°C untuk vaksin selain polio
3. Ruang penyimpanan sediaan cair
4. Cool storage atau ruang penyimpanan suhu dingin yang selalu dimonitor
suhu dan kelembapannya dua kali sehari yaitu setiap pagi dan sore hari
5. Freezer.untuk menyimpan produk dengan suhu penyimpanan -15°C s/d
25°C untuk vaksin polio
b. Lantai II
23
c. Lantai III
1. Ruang penyimpanan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) dan alat
kesehatan)
2. Ruang penyimpanan bahan yang tidak dapat ditampung di lantai I atau II
3. Ruang penyimpanan untuk produk yang kedaluwarsa.
25
4.2 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di IFK Jember
Penyediaan dan pengelolaan obat terutama obat generik dan perbekalan
kesehatan adalah bagian dari upaya untuk meningkatkan akses dan kualitas
pelayanan kesehatan dasar (PKD), serta secara tidak langsung mendukung
pelayanan kesehatan sekunder maupun tersier dalam rangka perbaikan status gizi
masyarakat, pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. Pengelolaan
Perbekalan Farmasi di Instalasi Farmasi Kabupaten Jember meliputi:
4.2.1 Perencanaan
Proses perencanaan obat bertujuan untuk menetapkan jenis serta jumlah
obat dan perbekalan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan
dasar termasuk obat program kesehatan yang telah ditetapkan Metode yang
digunakan untuk perencanaan obat dan perbekalan kesehatan yang dibutuhkan
oleh puskesmas dan rumah sakit di Kabupaten Jember berdasarkan metode
konsumsi. Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan oleh tim
perencanaan di Instalasi Farmasi Kabupaten Jember yang dibuat setiap tahun
untuk memenuhi kebutuhan selama 18 bulan. LPLPO (Lembar Pemakaian dan
Lembar Penerimaan Obat) dari puskesmas dan rumah sakit yang ada di
Kabupaten Jember sebagai dasar dan data pedoman dalam melakukan
perencanaan. LPLPO tersebut diserahkan kepada IFK setiap 6 bulan sekali yaitu
pada bulan Juni dan Desember. Setelah dilakukan perencanaan kebutuhan obat
dan perbekalan kesehatan berdasarkan data LPLPO oleh IFK, kemudian data
perencanaan diserahkan kepada Dinkes Kabupaten untuk mendapat persetujuan
dan dilakukan pengadaan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Jember. Proses
perencanaan obat dan perbekalan kesehatan di IFK Jember sudah sesuai dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1121/ MENKES/ SK/
XII/ 2008 Tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar.
4.2.2 Pengadaan
Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan kegiatan untuk
menyediaan obat yang dibutuhkan di unit pelayanan kesehatan. Pengadaan obat
26
dan perbekalan kesehatan dilaksanakan oleh dinas kesehatan provinsi dan
kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Dalam rangka
meningkatkan efektifitas, efisiensi dan transparansi dalam proses pengadaan obat
program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan obat program lainnya maka
pengadaan berpedoman pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 48 Tahun
2013 tentang petunjuk pelaksanaan pengadaan obat dengan menggunakan
prosedur e-purchasing berdasarkan e-catalogue.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 63 Tahun 2014 tentang
pengadaan obat berdasarkan katalog elektronik (e-catalogue) atas pertimbangan
dari Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 48 Tahun 2013 tentang petunjuk
pelaksanaan pengadaan obat dengan menggunakan prosedur e-purchasing
berdasarkan e-catalogue, katalog elektronik (e-catalogue) adalah sistem informasi
elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis, dan harga barang tertentu
dari berbagai penyedia barang atau jasa pemerintah. Tujuan adanya e-catalogue
adalah untuk menjamin transparansi, efektifitas dan efisiensi proses pengadaan
obat dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang hasilnya dapat
dipertanggung jawabkan, sedangkan e-purchasing adalah tata cara pembelian
barang atau jasa melalui sistem katalog elektronik.
Proses pengadaan obat di luar e-catalogue dengan mengacu pada Peraturan
Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang perubahan kedua dan Peraturan Presiden
Nomor 172 Tahun 2014 tentang perubahan ketiga dan Peraturan Presiden Nomor
4 Tahun 2015 atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan
barang dan jasa. Pengadaan obat di luar e-catalogue dapat dilaksanakan melalui:
a. Pelelangan umum;
b. Pelelangan terbatas;
c. Pelelangan sederhana;
d. Penunjukan langsung;
e. Pengadaan langsung;
f. Kontes.
Proses pengadaan obat dan perbekalan kesehatan di IFK Jember sudah
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
27
4.2.3 Penerimaan
Penerimaan adalah salah satu kegiatan yang bertujuan untuk membuat obat
diterima sesuai dengan jenis dan jumlah dan sesuai dengan dokumen yang
menyertainya. Tanda terima yang dilakukan oleh petugas yang ada di Instalasi
Farmasi Kabupaten (IFK) Jember, biasanya memeriksa kesesuaian barang dengan
faktur terlebih dahulu. Adapun beberapa data yang diperiksa seperti nama obat,
jumlah paket / krat, jenis dan jumlah obat, bentuk sediaan obat, nomor batch,
kemasan, dan masa kedaluwarsa sesuai dengan isi dokumen dan ditandatangani
oleh petugas penerima. Jika sumber dana yang digunakan adalah anggaran
kabupaten, maka akan melalui berbagai prosedur, salah satunya adalah
keberadaan ruang karantina karena barang tidak dapat dinyatakan sebagai stok di
IFK setelah diterima oleh panitia penerima, sehingga membutuhkan pemeriksaan
ulang oleh Dinas Kesehatan Kabupaten yang melakukan pengadaan. Instalasi
Farmasi Kabupaten Jember mengharuskan produk diterima jika serangkaian
pemeriksaan obat telah dilakukan, sehingga barang tidak boleh digunakan terlebih
dahulu, tetapi akan disimpan di gudang karantina terlebih dahulu. Setelah obat
berada di gudang karantina, obat tersebut diperiksa kembali oleh Pejabat /
Penerima Penerima Hasil Kerja (PPHP) yang merupakan utusan dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Jember. Setelah memeriksa barang, PPHP akan
membuatkan dokumen sebagai bukti bahwa barang telah selesai diperiksa dan
dapat diterima oleh IFK Jember. Selanjutnya, barang tersebut dipindahkan dari
ruang karantina ke lantai 2, pada ruang penyimpanan IFK Jember.
4.2.4 Penyimpanan
Penyimpanan adalah kegiatan menyimpan dan memelihara dengan
menempatkan obat-obatan dan persediaan medis yang diterima di tempat yang
dianggap aman dari pencurian dan gangguan fisik yang dapat merusak kualitas
obat-obatan dan persediaan medis. Tujuan dari penyimpanan obat dan persediaan
medis adalah untuk: menjaga kualitas obat, menghindari penyalahgunaan dan
penyalahgunaan, menjaga inventaris, memfasilitasi pencarian dan pengawasan.
28
IFK Jember memiliki tiga lantai yang terdiri:
1) Lantai satu digunakan untuk penyimpanan sediaan cair seperti infus, cairan
obat merah, dan vaksin serta terdapat ruangan penerimaan/karantina dan
ruangan yang digunakan untuk proses distribusi.
2) Lantai dua digunakan untuk penyimpanan sediaan oral (tablet, kapsul,
golongan narkotika dan psikotropika) dan injeksi, serta salep.
3) Lantai tiga digunakan untuk penyimpanan alat kesehatan, BMHP serta
ruangan khusus untuk menyimpan obat kedaluwarsa.
Di setiap lantai tempat obat dan persediaan medis disimpan Ada alat
pengukur suhu dan kelembaban. Proses pemeriksaan suhu kamar dilakukan dua
kali sehari setiap hari dan sore hari. Dalam penyimpanan kamar juga termasuk rak
dan palet agar tidak lembab dan menjaga tidak bersentuhan dengan tanah.
Penyususnan obat dilakukan dengan alfabetis metode sistem FEFO (First Expired
First Out), dan sistem FIFO (First In First Out). ungsi penyimpanan alfabet
adalah, untuk memudahkan pencarian obat sesuai dengan huruf awal alfabet.
Penyimpanan berdasarkan obat-obatan dan sifat-sifat obat untuk obat-obatan yang
harus disimpan dalam kebutuhan khusus untuk kebutuhan ruang dingin. Untuk
FEFO didasarkan pada waktu kadaluwarsa obat tercepat, sedangkan FIFO
didasarkan pada waktu kedatangan obat, yang datang lebih awal maka obat akan
dirilis terlebih dahulu. Adapun tujuan lain yang sangat penting, yaitu keselamatan
(terkait suhu, kelembaban, dan cahaya) dan keamanan pasokan medis (terutama
kelompok narkotika dan psikotropika) sehingga mereka dapat memenuhi
kebutuhan obat-obatan yang dibutuhkan. Penyimpanan harus dapat meningkatkan
obat yang diperlukan untuk meningkatkan kondisi fisik dan kimia yang dapat
mempengaruhi efek klinisnya. Untuk penyimpanan narkotika dan obat-obatan
psikotropika dengan pintu ganda. Setiap lantai memiliki pengatur suhu kamar.
Pemeriksaan suhu kamar dilakukan dua kali sehari setiap pagi dan sore.
Penggunaan palet memberikan beberapa keuntungan, mengalokasikan: sirkulasi
air dari bawah dan perlindungan terhadap banjir, serangan serangga (rayap),
melindungi persediaan dari kelembaban, memfasilitasi penyimpanan stok.
29
Obat-obatan farmasi dan persediaan disimpan dalam IFK dalam kemasan
karton dan karton. Obat-obatan dalam kemasan eceran dan dibeli di rak obat.
Namun, obat-obatan dalam unit kardus sulit diatur secara abjad. Oleh karena itu,
IFK Jember mengatur obat-obatan dengan mengatur dan mengaturnya di ruang
penyimpanan yang tersedia. Serta obat-obatan yang harus dipasang pada suhu
tertentu, seperti metil ergometrin dan supositoria, ditempatkan dalam lemari es
yang dilengkapi dengan monitor suhu. Selain itu, vaksin juga disimpan pada suhu
khusus di lemari pendingin besar dan suhu tetap antara 2-8°C, vaksin folio harus
disimpan di bawah 0°C (dalam kondisi beku).
4.2.5 Pendistribusian
30
Pengiriman obat dilakukan oleh farrnasi. Cara lain adalah dengan pengambilan,
bila puskesmas mengatur sendiri pengabilan obat dari gudang farmasi. Obat yang
dikirim ke puskesmas disertai dengan dokumen penyerahan atau pengiriman obat,
yang dilakukan pemeriksaan terhadap, Jenis dan jumlah obat, Kualitas atau
kondisi obat, Isi kemasan, kekuatan sediaan, Kelengkapan dan kebenaran
dokumen obat. Setiap puskesmas yang telah mengajukan permintaan obat-obatan
dan BMHP mengirimkan daftar kebutuhan obat ke IFK Jember. Sub Unit
Perekaman dan Pelaporan IFK Jember akan melakukan pengecekan ketersediaan
obat-obatan maupun BMHP yang dibutuhkan oleh puskesmas tersebut, kemudian
menyiapkannya sesuai dengan daftar permintaan di LPLPO dan membuat form
distribusi. IFK melaksanakan distribusi obat ke puskesmas dan di wilayah
kerjanya sesuai kebutuhan masing- masing unit pelayanan kesehatan. IFK Jember
melakukan pendistribusian obat ke 50 puskesmas yang berada di Kabupaten
Jember meliputi Puskesmas Jember Kidul, Kaliwates, Mangli, Silo I, Silo II,
Kalisat, Ledokombo, Sumbersari, Gladakpakem, Arjasa, Jelbuk, Mayang,
Pakusari, Panti, Sukorambi, Patrang, Banjarsengon, Rambipuji,Nogosari,
Sukowono, Sumberjambe, Bangsalsari, Sukorejo, Ajung, Curahnongko, Ambulu,
Sabrang, Andongsari, Mumbulsari, Tempurejo, Balung, Karangduren,
Gumukmas, Tembokrejo, Kemuningsari Kidul, Jenggawah, Kencong, Cakru,
Puger, Kasiyan, Sumberbaru, Rowotengah, Jombang, Klatakan, Umbulsari,
Paleran, Wuluhan, Lojejer, Semboro, dan Tanggul.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009
Tentang Pekerjaan Kefarmasian meliputi pengendalian mutu, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian, sehingga dalam proses
pendistribusian dilakukan oleh petugas farmasi. Atas dasar ini dapat ditetapkan
untuk pengiriman pendistribusian dapat dilakukan oleh petugas farmasi, dan
disarankan perlu petugas khusus untuk menangani proses pendisitribusian obat,
terutama saat proses pengirimana dari IFK ke UPT.
31
4.2.6 Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan melaporkan data di IFK adalah upaya mendokumentasikan
obat-obatan yang tertib baik obat-obatan yang diterima, disimpan, didistribusikan
maupun yang digunakan di puskesmas. Ini untuk memudahkan pembicaraan
tentang mutasi obat yang terdiri dari data tentang jenis dan jumlah penerimaan,
penerimaan dan penggunaan / penggunaan. Pencatatan dan penerbitan lisensi.
Pencatatan dan pengelolaan data untuk mendukung perencanaan pengadaan obat
melalui perhitungan kecukupan tingkat obat per puskesmas, memastikan rencana
distribusi dapat didukung oleh pasokan bahan bakar di IFK. IFK Jember memiliki
komitmen untuk melaporkan kegiatan pengelolaan obat untuk kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten Jember. Laporan ini berisi laporan dinamika logistik yang
dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten kepada Bupati dengan salinan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setiap tiga bulan dan dari Dinas Kesehatan
Provinsi ke Kementerian Kesehatan (yaitu untuk Direktorat Jenderal Kefarmasian
dan Alat Kesehatan) setiap tiga bulan, laporan tahunan / profil manajemen Obat di
Kabupaten dikirim ke Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan setelah itu disusun
oleh Dinas Kesehatan Provinsi ke Kementerian Kesehatan (ke Direktorat Jenderal
Kefarmasian dan Alat kesehatan). Kegiatan pencatatan dan pelaporan di IFK
Jember dilakukan dengan menggunakan kartu stok, kartu stok utama dan LPLPO.
Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi obat yang telah dikeluarkan,
dikeluarkan, rusak, rusak atau kedaluwarsa. Setiap kartu stok hanya untuk
menyimpan data pada satu jenis mutasi obat yang diambil dari sumber dana IFK
Jember. Stok kartu disimpan di Kepala Unit Manajemen Medis Umum dan
Perbekalan Kesehatan. Setiap LPLPO diajukan oleh masing-masing puskesmas ke
IFK Jember sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Puskesmas
menggunakan formulir ini untuk membuat permintaan dan mengizinkan
penggunaan obat-obatan. LPLPO dibuat dalam tiga salinan, yang pertama di Unit
Manajemen Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Kabupaten Jember, yang
kedua di pusat kesehatan penerima, dan tiga di arsip Kantor Kesehatan Kabupaten
Jember.
32
Persiapan farmasi, peralatan medis, dan bahan medis habis pakai yang
masuk dan keluar di IFK Jember dilakukan secara manual (menggunakan kartu
stok) dan terkomputerisasi. Setelah pencatatan, pengambilan stok dilakukan
sebulan sekali dan hasil dari pengambilan stok ini akan dikirim ke Dinas
Kesehatan Kabupaten setiap enam bulan dan pada akhir tahun. Pelaporan
pengambilan inventaris ini dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang
persediaan farmasi dan juga layanan kesehatan yang diserahkan ke Dinas
Kesehatan Kabupaten. Memeriksa antara stok kartu, data di komputer, dan barang
fisik dilakukan secara rutin setiap bulan. Pemeriksaan dimulai setiap tahun, tetapi
karena sering terjadi perbedaan, kemudian berubah menjadi pemeriksaan setiap
enam bulan, dan hasilnya masih tetap sama. Kemudian dilakukan langkah
mendalam untuk melacak letak kesalahan dalam perbedaan jumlah obat, dengan
menggunkan sistem pengecekan antara stok kartu, data komputer, dan barang fisik
selama sebulan sekali.
4.2.7 Pemusnahan
Pemusnahan dilakukan untuk mengelola obat dan perbekalan kesehatan
yang sudah melewati waktu kadaluwarsa, tidak memenuhi mutu misalnya rusak,
sehingga tidak menyebabkan kontaminasi pada obat yang lain atau lingkungan.
Pemusnahan bertujuan untuk mengelola obat dan perbekalan kesehatan yang tidak
memenuhi syarat agar dikelola dengan standar yang berlaku. Obat dan perbekalan
kesehatan yang sudah tidak memenuhi syarat akan dibedakan dari obat dan
perbekalan kesehatan lain dalam satu wadah serta ruangan berbeda. Tahapan
pemusnahan di Instalasi Farmasi Kabupaten Jember, terdiri dari:
a. Membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang akan dimusnahkan dari puskesmas atau Intsalasi Farmasi
Kabupaten sendiri dan disimpan pada ruang khusus.
b. Mengajukan surat permohonan kepada Dinas Kesehatan (Dinkes) yaitu
IFK akan membuat berita berita acara mengenai obat yang sudah tidak
sesuai syarat lalu mengajukan surat permohonan mengenai pemusnahan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai kepada Dinas
33
Kesehatan. Surat tersebut akan diteruskan kepada Bupati untuk diberikan
persetujuan. Setelah Bupati memberikan persetujuan maka Dinas
Kesehatan akan menetapkan tanggal pemusnahan obat dan perbekalan
kesehatan. Pemusnahan disaksikan oleh Dinas Kesehatan, Apoteker di IFK
dan pihak kepolisian.
c. Membentuk panitia pemusnahan. Tugas panitia pemusnahan yaitu :
1. Menyiapkan berita acara pemusnahan;
2. Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada
pihak terkait;
3. Menyiapkan tempat pemusnahan; dan melakukan pemusnahan
disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta peraturan yang
berlaku.
IFK Jember dalam hal pemusnahan obat dan perbekalan kesehatan bekerja
sama dengan Ditjen Cipta Karya yaitu penyedia jasa khusus untuk mengurangi
adanya pencemaran limbah berbahaya.. Obat yang berupa padatan biasanya
dihancurkan kemudian dipendam sedangkan obat yang berupa cairan biasanya
akan dicampur dengan semen lalu dipadatkan dengan penambahan semen
sebelum dipendam. Pemusnahan ini bekerja sama dengan Cipta Karya agar tidak
menimbulkan kerusakan pada lingkungan sehingga dipendam pada lingkungan
yang jauh dari pemukiman penduduk. IFK juga ikut melakukan pemusnahan
secara kolektif obat dan perbekalan kesehatan yang tidak memenuhi syarat
beberapa puskesmas melalui berita acara pemusnahan. Namun, IFK Jember tidak
ikut menyediakan tempat penyipanan sementara bagi obat dan perbekalan
kesehatan yang tidak memenuhi syarat sehingga menginstrukikan untuk
menyimpan di Puskesmas dengan ruang yang berbeda dan aman. Pemusnahan
dilakukan dengan metode sederhana kecuali pemusnahan vaksin dilakukan
dengan dua cara yakni dilemahkan seperti vaksin polio atau dimatikan
menggunakan HCl atau klorin. Proses distribusi obat dan perbekalan kesehatan di
IFK Jember sudah sesuai dengan ketentuan PERKA BPOM TAHUN 2016
Tentang Pedoman Pengelolaan Obat-obatan Tertentu Yang Sering
Disalahgunakan Sampai saat ini, IFK Jember telah melakukan pemusnahan obat
34
dan perbekalan kesehatan terakhir tahun 2015 di Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) Pakusari.
35
membawahi empat kelompok jabatan fungsional meliputi Bidang Kesehatan
Masyarakat, Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Bidang Pelayanan
Kesehatan dan Bidang Sumber Daya kesehatan serta membawahi Unit Pelayanan
Teknis (UPT). Puskesmas dan IFK merupakan UPT yang memiliki garis
koordinasi yang sama dalam struktur dinas kesehatan. Sehingga hal ini
menunjukkan bahwa IFK dan Puskesmas bertanggung jawab langsung pada
Kepala Dinas Kesehatan dan Bupati.
Sumber daya manusia yang terdapat di IFK terdiri dari 15 staf, yang terdiri
dari 1 kepala UPT IFK yang dipimpin langsung oleh Apoteker, 1 kepala sub
bagian tata usaha dengan 5 staf, 1 koordinator sub bagian pencatatan dan
pelaporan yang merupakan tenaga teknis kefarmasian dengan 2 staf, 1 koordinator
sub bagian penyimpanan dan penyaluran yang merupakan tenaga
tekniskefarmasian dengan 2 staf, dan 3 penjaga malam.
IFK merupakan Unit Pelayanan Terpadu (UPT) yang bertanggung jawab
langsung kepada Kepala Dinas Kesehatan. Bagian dari dinas kesehatan kabupaten
yang memiliki peran melakukan pengadaan dan mengevaluasinya adalah Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Pengadaan. PPK dan Pejabat Pengadaan
mendapatkan daftar obat yang telah direncanakan oleh IFK. IFK mendapatkan
LPLPO dari Puskesmas yang digunakan untuk melakukan perencanaan kebutuhan
obat Puskesmas. Dalam membuat LPLPO, setiap Puskesmas diberikan jangka
waktu tertentu oleh IFK, misalnya 2 bulan, dalam melakukan permintaan agar
tidak terjadi kekosongan obat. Jika stok obat di IFK menipis, maka IFK dapat
melakukan permintaan kepada Instalasi farmasi provinsi atau pusat dari buffer
stock instalasi farmasi provinsi atau pusat.
36
teknis dalam penyusunan program pelayanan kesehatan, melaksanaan
pengendalian penyakit dan kesehatan lingkungan, melaksanaan pengembangan
sumber daya kesehatan dan pemberdayaan kesehatan masyarakat serta tugas lain
dari Bupati.
Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yang berada di wilayah Kecamatan untuk melaksanakan tugas-
tugas operasional pembangunan kesehatan dan bertanggung jawab langsung
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dalam menjalankan tugasnya
Puskesmas memiliki fungsi antara lain : penyelenggaraan upaya promosi
kesehatan, upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, upaya
pengobatan, penyelenggaraan kesehatan strata satu (pelayanan kesehatan jasa),
dan pelaksanaan pelayanan upaya kesehatan pengembangan lainnya.
Instalasi Farmasi Kabupaten (IFK) merupakan sarana tempat penyimpanan
dan penyaluran sediaan farmasi dan alat kesehatan milik pemerintah daerah dalam
rangka pelayanan kesehatan. Kedudukan Instalasi Farmasi Kabupaten yaitu
sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang bertanggung jawab langsung kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Instalasi Farmasi Kabupaten (IFK)
memiliki tugas pokok yaitu melaksanakan sebagian tugas Dinas Kesehatan di
Bidang Instalasi Farmasi. Berikut merupakan fungsi dari Instalasi Farmasi
Kabupaten (IFK):
1. Melakukan penerimaan, pengelolaan, penyimpanan dan pendistribusian obat,
alat kesehatan dan perbekalan farmasi.
2. Melakukan penyiapan, penyusunan rencana, pencatatan dan pelaporan
tentang penyediaan dan penggunaan obat, alat kesehatan dan perbekalan
farmasi.
3. Melakukan monitoring dan pemeliharaan mutu obat yang ada dalam
persediaan maupun yang didistribusikan.
Secara fungsional Dinas Kesehatan Kabupaten, Puskesmas dan Instalasi
Farmasi Kabupaten (IFK) saling berkaitan dalam hal pengelolaan sediaan farmasi
dan alat kesehatan untuk keperluan kabupaten. Seksi kefarmasian dan alat
kesehatan melakukan pengadaan obat dan BMHP melalui pengadaan langsung, e-
37
catalog, dan lelang. Melalui e-catalog pengadaan sediaan farmasi menggunakan
Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN), sedangkan pengadaan BMHP menggunakan dana Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah (APBD). Bagian dari Dinkes Kabupaten yang memiliki peran
untuk melakukan pengadaan dan mengevaluasinya adalah Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) dan Pejabat Pengadaan.
Perencanaan dan pengadaan obat dari Pemerintah dapat dibedakan menjadi
dua jenis yaitu obat program (contohnya: vaksin, obat cacing, obat anti-TB,
vitamin A, dan obat kusta) dan obat Pelayanan Kesehatan Dasar (contohnya:
parasetamol, deksametason dan asam mefenamat). Kedua jenis obat tersebut
memiliki perbedaan pendanaan, sebab obat program dibeli langsung
menggunakan dana APBN Pemerintah Pusat sedangkan PKD dibeli langsung
menggunakan dana APBD Pemerintah Daerah masing-masing.
Obat program dan obat Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) memiliki alur
yang berbeda. Obat PKD ditentukan berdasarkan Laporan Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat (LPLPO) yang dibuat oleh Puskesmas untuk kemudian
diserahkan kepada IFK masing-masing Kabupaten. Kemudian IFK menyerahkan
daftar obat yang dibutuhkan kepada seksi farmasi Dinkes Kabupaten. Daftar obat
yang dibutuhkan tersebut akan diinput kedalam Rencana Kerja Operasional
(RKO) melalui e-monev. Kemudian RKO e-monev akan masuk ke desk
Kementrian Kesehatan untuk ditentukan jumlah obat yang akan dikirimkan ke
masing-masing Kabupaten. Sedangkan obat program berasal dari Dinkes Pusat
yang kemudian dikirim kepada Dinkes Provinsi untuk selanjutnya diteruskan ke
IFK masing-masing Kabupaten, lalu didistribusikan menuju masing-masing
Puskesmas di Kabupaten tersebut. Oleh sebab itu diperlukan kerjasama dan
koordinasi yang baik antara Dinkes Kabupaten, Puskesmas dan IFK.
38
sediaan farmasi yang diselenggarakan oleh IFK. Berikut merupakan beberapa
bahasan yang didiskusikan antara lain :
1. Sumber daya manusia di Instalasi Farmasi Kabupaten (IFK) Jember terdapat
15 orang, diantaranya meliputi 2 orang Apoteker, 5 orang Tenaga Teknis
Kefarmasian (2 orang lulusan D3 dan 3 orang lulusan SMF), 3 orang penjaga
malam dan 5 orang non-kefarmasian.
2. Sumber anggaran pengadaan obat dan perbekalan kesehatan di Instalasi
Farmasi Kabupaten (IFK) Jember diperoleh dari APBN dan APBD Provinsi
biasanya untuk obat-obat program. Dan dana dari Kabupaten meliputi DAK
(Dana Alokasi Khusus), DAU (Dana Alokasi Umum) dan JKN. DAK dan
DAU sebenarnya sama yaitu sama-sama berasal dari APBD Kabupaten, yang
membedakan yaitu untuk DAK cara memperoleh dan penggunaannya ada
kebijakan khusus dari kementrian, misalnya kabupaten diberi dana 2M untuk
pengadaan obat, maka harus digunakan untuk membeli obat tidak boleh yang
lain misalnya untuk pembangunan. Sedangkan untuk dana alokasi umum,
pemerintah kabupaten bebas menggunakan untuk apapun, misalnyasa bisa
digunakan untuk kesehatan, pertanian, atau yang lain.
3. Pengadaan obat-obatan di Instalasi Farmasi Kabupaten (IFK) Jember prioritas
utama untuk obat-obatan generik yang ada diFornas dan e-catalog. Untuk
obat-obatan yang tidak ada nama generiknya difornas tetapi ada nama
brandednya di e-catalog selama itu yang disediakan, maka obat-obatan
tersebut masih bisa diadakan. Dan untuk beberapa obat yang kandungannya
kombinasi maka boleh diadakan nama brandednya, seperti obat batuk yang
kita ketahui tidak ada di fornas, namun obat tersebut sangat dibutuhkan,
adanya difornas yaitu asetilsistein dan codein, maka obat seperti OBH boleh
diadakan. Hal tersebut dibahas dalam tim perencanaan obat terpadu yang
terdiri dari dokter dan apoteker.
39
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Peran apoteker dalam pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
BMHP di Instalasi Farmasi Kabupaten Jember adalah dapat menjamin
ketersediaan, distribusi (penyebaran dan pemerataan), keterjangkauan
obat dengan jenis dan jumlah yang cukup, keamanan, mutu dan
efektifitas.
2. Kegiatan kefarmasian dan sistem manajemen pengelolaan perbekalan
farmasi di Instalasi Farmasi Kabupaten Jember meliputi perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, distribusi, pemusnahan serta
pencatatan dan pelaporan perbekalan farmasi.
5.2 Saran
Diperlukan penambahan sumber daya manusia khususnya Apoteker untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di wilayah Kabupaten Jember.
40
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI. 2012. Kepala Badan Pengawas Obat
Dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK 03.1.31.11.12.754 Tentang
Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik. Jakarta: Berita Negara
Republik Indonesia Nomor 1268.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman Pengelolaan Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan di Daerah Kepulauan. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 189/MENKES/SK/III/2006 Tentang Kebijakan
Obat Nasional. Jakarta: Kementerian Kesehatan Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI. 2010. Materi Pelatihan Manajemen Kefaramasian Di
Instalasi Farmasi Kabupaten Atau Kota. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Indonesia.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
633/MENKES/SK/IV/2000. Pembentukan Gudang Perbekalan Kesehatan
di Bidang Farmasi di Kabupaten/Kota Tertentu. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Indonesia.
Peraturan Bupati Jember Nomor 14. 2009. Organisasi Dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten Jember. Jember: Berita
Daerah Kabupaten Jember Nomor 14.
Peraturan Bupati Jember Nomor 27. 2017. Kedudukan, Susunan Organisasi,
Tugas Dan Fungsi Serta Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Instalasi Farmasi
Dinas Kesehatan Kabupaten Jember. Jember: Berita Daerah Kabupaten
Jember Nomor 27.
Peraturan Bupati Jember Nomor 36. 2016. Kedudukan, Susunan Organisasi,
Tugas Dan Fungsi Serta Tata Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jem.
Jember: Berita Daerah Kabupaten Jember Nomor 36.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah RI Nomor
51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Pemerintah
Republik Indonesia.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16. 2018 Tahun tentang
Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah. Jakarta.
Rumbay, Ingrid N., G. D. Kandou., T. Soleman. 2015. Analisis Perencanaan
Obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara. JIKMU, Vol. 5,
No. 2b
LAMPIRAN
43
44