Anda di halaman 1dari 17

BAB 3

EVALUASI KEGIATAN YANG TELAH DILAKUKAN BULAN JULI SAMPAI


NOVEMBER 2013

3.1 Pelayanan

3.1.1 Analisa Kasus PONEK Berdasarkan Data Logbook

Program Sister Hospital di RSUD. Atambua Kabupaten Belu berjalan mulai bulan September
2011 sampai dengan saat ini. Program Sister Hospital cukup memberi dampak terhadap
pelayanan kesehatan ibu dan anak di Kabupaten Belu. Dampak program Sister Hospital
terhadap pelayanan kesehatan ibu dan anak di Kabupaten Belu dapat dilihat dari ulasan
dibawah ini :

3.1.1.1 Persalinan

Selama program Sister Hospital berjalan, jumlah total persalinan di RSUD Atambua
cenderung konsisten berada pada angka yang tidak terlalu berbeda jauh tiap bulannya. Hal ini
menunjukkan masyarakat sudah mempunyai tingkat kepercayaan yang konsisten pula
terhadap RSUD Atambua.

Total Persalinan
250

200 194
172
162
150
143

111
100 94

50

0
Jul-13 Aug-13 Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13

Total Persalinan

500
450
400
350
300 493
250
200
383
150
100
50
0
spontan
sc
Persalinan Spontan
120

100 97 100
94

80
73
65 64
60

40

20

0
Jul-13 Agust-13 Sep-13 Okt-13 Nov-13 Des-13

Jumlah persalinan spontan mendominasi total persalinan di RSUD Atambua yakni 57,8%,
kemudian disusul persalinan dengan SC 42,2%. Sedangkan untuk kasus persalinan dengan
tindakan, untuk bulan Juni 2013 sampai dengan November 2013 tidak ada. Peningkatan
persalinan spontan pada puncaknya terjadi pada bulan Oktober 2013 sebesar 97 orang.

SC
100
94
90
80
75
70 68 70
60
50
46
40
30 30
20
10
0
Jul-13 Aug-13 Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13

Persalinan dengan SC di RSUD.Atambua mengalami peningkatan, walaupun tidak terlalu


signifikan. Pada puncaknya terjadi pada bulan Oktober 2013, yaitu sebanyak 75 kasus.
Meningkatnya persalinan dengan SC ini menunjukkan semakin meningkatnya kasus-kasus
dengan komplikasi obstetrik yang ditangani. Baik kasus itu rujukan maupun datang sendiri.
3.1.1.2 Kematian Maternal, Neonatal dan IUFD

Kematian Maternal
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0 0 0 0 0 0 0
Jul-13 Aug-13 Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13

Data Kematian maternal di RSUD Atambua secara keseluruhan menunjukkan bahwa sudah
tidak ada lagi kasus kematian dalam kurun waktu Juli hingga Desember 2013. Hal ini
menunjukkan bahwa peranan pendekatan diagnostik prakonsepsi dan prenatal, pengoptimalan
program KB, respon dan kualitas pelayanan di RSUD Atambua sudah baik dan berhasil
menekan angka kematian maternal hingga 0.

Kematian Neonatal
9

8 8 8

5 5 5

2 2

1 1

0
Jul-13 Aug-13 Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13

Kematian neonatal pada saat Sister Hospital berdasarkna progress report didapatkan
penurunan. Penurunan angka kematian neonatal dimungkinkan oleh beberapa sebab. Dilihat
dari peningkatan jumlah rujukan dan persalinan, adanya penurunan angka kematian neonatal
mengindikasikan bahwa fasilitas dan SDM untuk perawatan bayi dengan sakit berat sudah
lengkap dan cukup baik.

Pendekatan secara umum pada progress report harus dicermati lebih lanjut. Beragam
faktor dapat dikelompokkan berdasarkan kemungkinan intervensi yang dapat dilakukan yakni
pra hospital (pelayanan sebelum masuk rumah sakit) dan pelayanan saat di rumah sakit
sendiri.

Faktor pra hospital yang mempengaruhi penurunan angka kematian neonatal antara lain
adalah :

1. Menurunnya prevalensi malaria.


2. Penanganan pra hospital yang sudah cukup adekuat sehingga sebagian besar kondisi
bayi dirujuk dalam kondisi yang masih optimal.

Faktor in Hospital yang mempunyai andil dalam penurunan angka kematian neonatal
antara lain adalah SDM :

i. Kompetensi dalam kegawatdaruratan neonatal sudah cukup baik.


ii. Sudah terdapat protap tentang penanganan persalinan dengan komplikasi.
Sehingga bidan di RSUD Atambua sudah cukup mengerti mana persalinan yang
harus ditangani oleh dokter spesialis, mana persalinan yang harus didampingi
dokter spesialis anak.
iii. Kompetensi petugas yang sudah cukup baik dalam perawatan intensif neonatal.

Pada kematian neonatal seyogyanya dilakukan kategorisasi untuk bayi yang memnag
viabel dan non viabel. Bayi yang lahir dengan berta badan dibawah 1500 gram merupakan
bayi non viabel dengan kemungkinan hidup yang sangat kecil pada pelayanan rumah sakit
jejaring tipe D atau C. Bayi yang lahir dengan berat badan 1500-2499 gram merupakan bayi
prematur dimana dengan penatalaksanaan tingkat tersier diharapkan mampu bertahan hidup.
Sedangkan bayi dengan berat badan lebih atau sama dengan 2500 gram merupakan bayi yang
aterm dan viabel.

IUFD
7

6 6

5 5 5

4 4

3 3

2 2

0
Jul-13 Aug-13 Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa terjadi penurunan jumlah absolut IUFD, walaupun
ada peningkatan jumlah IUFD pada bulan Desember 2013, yaitu sebanyak 6 bayi.
3.1.1.3 CFR Neonatal

CFR Neonatal
8

7 7.2

5 4.93

4
3.49
3
2.57
2

1 1.06 1.16

0
Jul-13 Aug-13 Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13

Case fatality rate neonatal di RSUD Atambua secara keseluruhan nampak ada penurunan
dalam jumlah yang cukup signifikan. Terdapat peningkatan CFR pada bulan Agustus 2013
sebesar 7,2 % , Namun pada akhir periode sudah dapat diturunkan hingga 2,57%. Hal ini
menunjukkan bahwa penanganan komplikasi neonatal dapat dilakukan dengan optimal
sehingga kematian neonatal dapat diminimalkan. Penurunan CFR ini seiring dengan
penerapan sistem PONEK 24 jam dengan respon time yang baik (30 menit), penerapan SOP,
capacity building, dan sistem rujukan yang berjalan dengan baik.

3.1.1.4 Komplikasi Maternal

Komplikasi Maternal Karena Perdarahan (ante dan post


partum)
1.2

1 1

0.8

0.6

0.4

0.2

0 0 0 0 0 0
Jul-03 Aug-03 Sep-03 Oct-03 Nov-03 Dec-03
Komplikasi Maternal Karena Preeklampsi / Eklampsi
25

22
20

15

10 10
9
7
6
5 5

0
Jul-13 Aug-13 Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13

Komplikasi Maternal Karena Abortus Septik / Abortus


Provokatus
12
11
10
9 9
8

6 6
5 5
4

0
Jul-13 Aug-13 Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13

Komplikasi Maternal Karena Penyebab Tidak Langsung


(Malaria, Hepatitis, Jantung )
1.2

1 1

0.8

0.6

0.4

0.2

0 0 0 0 0 0
Jul-13 Aug-13 Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13
Komplikasi maternal tertinggi di RSUD. Atambua diakibatkan karena Preeklampsi/Eklampsi
(59 kasus, 55,6%), selanjutnya karena Abortus Septik/Provokatus ( 45 kasus, 42,4%),
perdarahan antepartum dan postpartum (1 kasus, 0.94%) dan penyebab tidak langsung seperti
malaria, hepatitis dan jantung ( 1 kasus, 0,94%). Namun demikian keseluruhan komplikasi
maternal tersebut dapat teratasi dengan maksimal sehingga angka kematian maternal sama
sekali tidak ada. Hal ini mengindikasikan penanganan di rumah sakit sudah cukup adekuat
menangani komplikasi maternal yang ada.

3.1.1.5 Penyebab Kematian Neonatal

Penyebab Kematian Neonatal Karena Asfiksi Neonatus


1.2

1 1 1 1 1

0.8

0.6

0.4

0.2

0 0 0
Jul-13 Aug-13 Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13

Penyebab Kematian Neonatal Karena Sespis Neonatus


4.5

4 4

3.5

3 3

2.5

1.5

1 1

0.5

0 0 0 0
Jul-13 Aug-13 Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13
Penyebab Kematian Neonatal karena Prematuritas / BBLR
4.5

4 4 4

3.5

2.5

1.5

1 1 1 1 1

0.5

0
Jul-13 Aug-13 Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13

Penyebab paling banyak kematian neonatal di RSUD Atambua adalah prematuritas/BBLR


(12 kasus, 50%), kemudian kasus asfiksia neonatorum (4 kasus, 16,7%), dan sespsis neonatus
(8 kasus, 33,3%). Kita lihat dari prosentase penyebab kematian di atas, maka sebagian besar
kematian neonatal (prematuritas + asfiksia = 66,7%) berhubungan dengan belum
berfungsinya (imaturitas) organ pernafasan secara adekuat sehingga memungkinkan
terjadinya komplikasi asfiksia pada tahap lanjut.

3.1.1.6 Dampak Lain dari Pelaksanaan Program Sistem Hospital

Program Sister Hospital juga berdampak pada terjadinya peningkatan jumlah pasien
rawat inap obstetri dan rujukan dari puskesmas dan bidan, begitu juga jumlah tindakan
operasi. Hal ini dapat dilihat pada grafik-grafik dibawah ini :

Pasien Rawat Inap Obstetri


300
269
250 253

200 203 204


194

162
150

100

50

0
Jul-13 Aug-13 Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13
Pasien Rujukan Obstetri
300
270
250
238

200 202
194
163 162
150

100

50

0
Jul-13 Aug-13 Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13

Pasien Rawat Inap Neonatal


600

518
500
470
434
400 386
352
329
300

200

100

0
Jul-13 Aug-13 Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13

Bayi yang Dirujuk dari Puskesmas/ Bidan Desa/ Lainnya


16

14 14
13
12 12
11
10

8
7
6
5
4

0
Jul-13 Aug-13 Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13
Tindakan Operasi Obstetri
100
90 91

80 78
70 69 71

60
50 52
49
40
30
20
10
0
Jul-13 Aug-13 Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13

Tindakan Operasi Ginekologi


25
23
21
20
19 19

15

12
11
10

0
Jul-13 Aug-13 Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13

Tindakan Operasi Bedah


80
74
70

60
55
50 48
46 46
40
35
30

20

10

0
Jul-13 Aug-13 Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13
Total Tindakan Anastesi
180

160 158
152
140 142 140
128
120

100 99
80

60

40

20

0
Jul-13 Aug-13 Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13

Terjadi peningkatan jumlah pasien rawat inap obstetri dan neonatus serta peningkayan
tindakan operasi di RSUD Atambua. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat semakin
percaya dengan pelayanan yang diberikan RSUD Atambua. Peningkatan ini tentunya
berdampak juga pada peningkatan beban kerja tenaga medis di RSUD Atambua.
Meningkatnya beban kerja tenaga medis perlu mendapat perhatian dari Dinas Kesehatan,
begitu juga dengan rujukan PONEK yang mengalami peningkatan, hal ini menunjukkan
kinerja tim PONEK juga meningkat terlihat dari angka kematian ibu yang sama sekali tidak
ada dalam kurun waktu Juli hingga Desember 2013.

3.1.1.7 Data BBLR bulan Juli sampai Desember 2013

Jumlah BBLR di RSUD Atambua Kab.Belu Bulan Juli-Desember 2013


Jul Agustu Oktobe
Berat Bayi (Gram) September November Desember
i s r
< 1000 0 2 0 0 0 1
1000-1499 2 2 1 4 6 3
1500-2499 39 24 29 33 21 41

Kasus BBLR di RSUD Atambua selama bulan Juli sampai Desember 2013 tercatat sebanyak
208 bayi dengan klasifikasi berat < 1000 gram sebanyak 1,44%, berat bayi 1000-1499 gram
sebanyak 8,65%, dan berat 1500-2499 gram sebanyak 89,9%
187
200
180

160

140
120

100
80
60

40 18
20 3

0
<1000 1000-1499 1500-2499

Bayi yang lahir dengan berat badan dibawah 1500 gram merupakan bayi non-viable dengan
kemungkinan hidup yang sangat kecil pada pelayanan rumah sakit jejaring tipe D atau C.
Bayi yang lahir dengan berat badan 1500-2499 gram merupakan bayi prematur dimana
dengan penatalaksanaan tingkat tersier diharapkan mampu bertahan hidup. Sedangkan bayi
dengan berat badan lebih atau sama dengan 2500 gram merupakan bayi yang aterm dan
viable.

Jumlah BBLR di RSUD Atambua Bulan Juli- Desember 2013

  Jumlah Total Jumlah Meninggal Persentase (%)


< 1000 3 2 66,67
1000 - 1499 18 7 38,88
1500 - 2499 187 10 5,34

Dari data diatas terlihat bahwa bayi yang non viable dengan berat < 1000 gram, 66,67 %
meninggal dan yang 1 kasus masih dalam perawatan. Bayi dengan berat 1000-1499 gram
sebanyak 38,88% meninggal. Hal ini terkait kondisi bayi yang emmang belum matur dan non
viable. Bayi yang lahir dengan berat badan dibawah 1500 gram merupakan bayi non viable
dengan kemungkinan hidup yang sangat kecil pada pelayanan rumah sakit jejaring tipe C dan
D. Sedangkan bayi yang beratnya 1500-2499 gram hanya 9,3% yang meninggal karena pada
berat bayi antara 1500-2499 merupakan bayi prematur dimana dengan penatalaksanaan
tingkat tersier diharapkan mampu bertahan hidup.
10
200
180
160
140
120
187
100
80
60
40 7
23 18
20
0
< 1000 1000 - 1499 1500- 2499

Jumlah Total Jumlah Meninggal

Kejadian kelahiran bayi yang prematur dan non viable berhubungan dengan beragam faktor.
Faktor-faktor yang terkait adalah faktor sosial, gizi, hygiene dan sanitasi, psikologis, infeksi,
dan faktor janin (polihidramnion, kehamilan multiple, kelainan kongenital).

3.1.2 Analisis Kasus Kematian Neonatal Berdasar Data AMP

1. Data Kematian Neonatal di Dinas Kesehatan Kabupaten Belu

2. Penyebab Kematian neonatal yang dapat dicegah dan tidak dapat dicegah

Penyebab utama kematian neonatal di RSUD Atambua adalah asfiksia, sepsis dan
prematuritas. Dengan mempelajari formulir AMP yang ada, dapat disimpulakn bahwa
penyebab kematian sebagian besar dapat dicegah, antara lain :

a. Prakonsepsi
i. Pemberian asam folat menurunkan kelainan kongenital
b. Peran bidang Obstetri
i. Antenatal
1. Kasus PRM dan prematur seharusnya dapat dirawat konservatif dan
diberikan induksi maturasi paru sehingga saat lahir, bayi dalam kondisi
yang siap.
2. Pengobatan anemia defisiensi Fe pada kehamilan akan menurunkan
kejadian lahirnya bayi prematur.
3. Penanganan kehamilan dengan kelainan medis secara multidisiplin.
ii. Intranatal
1. Pemberian antibiotika profilaksis untuk PRM
2. Penerapan universal precaution saat menolong persalinan
iii. Postpartum
1. Kangoroo mother care
2. Resusitasi neonatus yang optimal
3. Inisiasi menyusu dini
c. Peran bidang Neonatal : peningkatan kemampuan pelayanan neonatal resiko tinggi,
antara lain :
i. SDM
1. Kemampuan resusitasi neonatal resiko tinggi perlu ditingkatkan
2. Pentingnya bidan di kamar bersalin untuk menentukan persalinan mana
yang harus ditolong oleh SpOG dan didampingi dokter spesialis anak
(protap)
ii. Sarana
1. Alat-alat untuk penanganan neonatal resiko tinggi perlu dilengkapi dan
ditambah.

3.1.4 Sistem Pelaporan Kematian Maternal dan Perinatal


Pelaporan kematian maternal dan perinatal meliputi :
a. Laporan dari RSUD Atambua ke dinas kesehatan maupun RSU Mitra A
Laporan bulanan ini telah dilakukan secara berkala setiap bulannya oleh tim yang
bertugas kepada RSU mitra A segera setelah tim yang bersangkutan selesai
menjalankan tugas.
b. Laporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten.
Laporan bulanan adanya kematian maternal dan perinatal mungkin belum
sepenuhnya terlaporkan kepada RSU mitra A dikarenakan jalur pelaporan
puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten.

3.2 Capacity Building


Kegiatan capacity building di rumah sakit meliputi capacity building di bidang pediatri,
obstetri ginekologi, anastesi dan bedah. Tim RSU dr.saiful anwar memberikan transfer ilmu
kepada dokter dan paramedis di RSUD.Atambua. sebelum adanya program sister hospital
belum ada progress capacity building. Meskipun beberapa kali RSUD menerima dokter
PPDS dari beberapa universitas di luar NTT, kehadiran mereka sekedar untuk memberikan
pelayanan spesialis di RSUD Atambua. Setelah kontrak selesai, pelayanan kembali seperti
semula. Tidak ada transfer ilmu, SOP yang tetap serta protap yang jelas. Masing-masing
dokter mempunyai protap berdasarkan pengetahuannya sendiri, sehingga tidak ada standar
baku. Demikian juga beberapa SDM yang telah mendapat pelatihan PONEK dan yang
lainnya, tidak bisa melakukan pelayanan maksimal, karena tidak didukung tenaga yang
lainnya. Beberapa perawat dan bidan yang mendapat pelatihan juga tidak mentransfer
ilmunya kepada yang lain, sehingga tidak ada perubahan yang signifikan.
Setelah adanya program sister hospital dilakukan capacity building untuk penanganan
pelayanan PONEK. Proses capacity building tersebut meliputi peningkatan pengetahuan,
ketrampilan dan sikap SDM yang dilakukan melalui metode ceramah, diskusi dan tanya
jawab, morning report, weekly report, pelatihan, on the job training serta in house training.
Tenaga piñata anestesi sudah memiliki kemampuan dan pengetahuan yang baik, sehingga
pelayanan anestesiologi dapat berjalan dengan baik, baik dalam hal persiapan, pembiusan dan
post operasi di ruang pemulihan.

Ketersediaan obat dan alat menjadi suatu masalah yang sering kali ditemui. Hal ini
menimbulkan kesulitan ketika dilakukan tindakan pembiusan. Beberapa obat yang tidak ada
diantaranya adalah; Midazolam dan efedrin. Ketidaktersediaan midazolam di kamar operasi
masih dapat diganti dengan penggunaan diazepam. Di kamar operasi juga tidak tersedia air
bar dan N2O. Halogenated agent yang ada di kamar operasi hanya Halotan dan enfluran.

Tehnik pinal anestesi merupakan tehnik yang dipakai pada sebagian besar pasien yang
akan dilakukan tindakan SCTP baik elektif maupun emergensi. Dan salah satu komplikasi
yang terjadi akibat penggunaan spinal anestesi adalah turunnya tekanan darah dan perfusi
sehubungan dengan blok ssyaraf simpatis yang ada pada medulla spinalis. Turunya tekanan
darah akan berakibat turunnya perfusi perifer ,termasuk ke sirkulasi uteroplasenta. Jika tidak
diatasi dengan segera akan berakibat buruk bagi ibu maupun janin. Untuk mengatasi ini
digunakan obat-obatan vasopressor yang aman untuk ibu dan sedikit mempengaruhi sirkulasi
uteroplasenta. Obat yang sering digunakan unutk mengatasi hal ini adalah efedrin.

Sehingga setiap tindakan anestesi neuroaksial (spinal/epidural) akan menempatkan


pasien dalam kondisi yang berbahaya, dan hal ini akan menempatkan dokter anestesi di
dalam situasi yang tidak kalah bahayanya karena ketidaktersediannya efedrin.

Ketersediaan darah di bank darah juga menjadi masalah tersendiri. Kami mendapat
beberapa kasus dengan diagnosis syok hemoragik dan anemia berat (hb<5 mg/dL) namun
tranfusi tidak dapat dilakukan dengan cepat karena tidak adanya pendonor, tidak adanya stok
darah, maupun tidak adanya kantong darah.

Beberapa masalah yang disebutkan diatas dapat meningkatkan angka morbiditas dan
mortalitas. Sehingga penyelesaian masalah diatas akan secara bermakna membantu mencegah
meningkatnya angka morbiditas maupun mortalitas.

Hal yang perlu dicermati berikutnya adalah ketersediaan alat monitor serta alat-alat
lainnya yang dapat mempermudah pemberian tindakan (ex: Monitor tanda vital dan saturasi,
syringe pump serta infus pump). Alat-alat ini sebenarnya tersedia hamper disetiap unit
pelayanan (UGD/VK/ICU/Perina/Bangsal anak). Namun penggunaannya menjadi kendala
karena hamper semua perawat dan tenaga medis laiinnya (termasuk dokter) tidak dapat
menggunakan alat tersebut.

Capacity building dilakukan dengan 2 cara; presentasi di depan Audience (tenaga


medis) dalam bentuk seminar dan pelatihan. Serta dalam bentuk bed side teaching di masing-
masing unit. Seminar dengan judul “terapi cairan pada penanganan syok hemoragik” kami
angkat sebagai topic mengingat kejadian yang seringkali ditemui di RSUD Atambua ini.
Pelatihan tentang penggunaan alat monitoring serta alat-alat lainnya telah dilakukan sebagai
suatu cara agar tenaga medis dan paramedic familier dengan alat-alat tersebut.

Pelaayanan di ICU berjalan dengan baik. Kekurangan di ICU terutama dalam hal
sumberdaya tenaganya. Kemampuan dan pengetahuan dari perawat-perawat ini harus
ditingkatkan. Pelatihan di centre-centre ICU di Rumah Sakit Pendidikan merupakan suatu
keharusan. Kebijakan ini tentu akanberhubungan dengan kebijakan manajemen yang selaras.
Sehingga pelayanan dapat berlangsung lebih baik lagi.

Ventilator di Unit ini harus dilakukan kalibrasi ulang, dan beberapa monitor serta
infus pump harus diperbaiki. Hal ini penting sebagai bagian penting dalam peningkatan
patient safety.

Selama bulan ini hanya ada 2kasus kematian di ICU, pasien dengan critical ill dan
terminal stage yang pada dasarnya tidak dilakukan tindakan apa-apa. Dan pasiennya
sebenernya tidak ada indikasi masuk ke ICU sehubungan dengan kondisinya yang sudah
stadium terminal.

Anda mungkin juga menyukai