Anda di halaman 1dari 5

PUASA DAN COVID-19

Rahasia manfaat puasa Ramadhan yang terungkap baru sebahagian kecil. Semoga dengan praktik
puasa yang benar dan konsumsi makanan yang alami, halal, beragam, bergizi, berimbang, aman,
sehat merupakan satu rahasia pembelajaran bahwa puasa dapat memutus mata rantai penyebaran
Covid-19, Aamiin.

Menyimak pengertian bahwa sehat itu adalah suatu keadaan sempurna fisik, sosial dari seseorang
dan bukan hanya bebas dari penyakit atau kelemahan (WHO), maka orang yang dikatakan sakit
adalah lawan dari keadaan sehat tersebut yakni sakit fisik, sakit mental/akhlak/jiwa dan sakit
sosial.

Saat ini penyakit yang dapat dialami oleh fisik manusia meliputi (1). penyakit-penyakit menular
langsung seperti Tuberkulosis (TBC), Infeksi saluran pernapasan akut, penyakit infeksi menular
seksual dan HIV/AIDS, penyakit infeksi saluran pencernaan (diare, typoid) dan hepatitis/leaver;
penyakit yang ditularkan oleh vektor seperti malaria, kecacingan; penyakit yang ditularkan oleh
binatang lainnya seperti rabies. (2). Penyakit tidak menular seperti penyakit paru kronik dan
gangguan imunologi, penyakit jantung dan pembuluh darah, penyakit kanker, penyakit diabetes
mellitus (penyakit gula) dan gangguan metabolik. (3). Juga diperhadapkan pada Penyakit Infeksi
Emerging (PIE) yakni penyakit infeksi yang bersifat cepat menyebar pada suatu populasi
manusia, dapat berasal dari virus, bakteri atau parasit seperti penyakit flu burung (avian flu),
penyakit virus ebola, penyakit virus zika, penyakit antraks, dll.

Diperhadapkan juga dengan penyakit yang belum ada obatnya termasuk vaksinnya yakni Corona
Virus Desease 2019 (Covid-19). Penyakit ini tidak lain sangat terkait dengan kekebalan
seseorang, sehingga bagaimana tubuh dapat memberikan perlawanan yang didasari oleh
potensinya sendiri.

Adanya peningkatan masalah kesehatan mental/akhlak/jiwa baik pada anak, remaja dan orang
dewasa sampai-sampai untuk membuat orang tidak mengamuk maka tidak sedikit penderita sakit
jiwa yang harus dipasung sampai mati (orang dengan gangguan jiwa). Diperhadapkan juga
dengan gangguan akhlak, seperti bertutur kata tidak sopan, menipu, memfitnah, menggunjing,
sombong, angkuh, saling menghina, dll.

Diperhadapkan pada penyakit-penyakit sosial yang sangat merugikan umat manusia lainnya
sebut saja tindakan fraud yang dilaksanakan dalam pelayanan kesehatan, korupsi, kolusi dan
nepotisme, mencuri, mengkonsumsi napza serta penyakit sosial lainnya.

Antara fisik, mental/akhlak/jiwa dan sosial merupakan hal yang menyatu sehingga
implementasinya harus bersama-sama. Tidak boleh dilaksanakan masing-masing sehingga tidak
akan saling melengkapi ketika akan mencapai tujuan. Misalnya masalah perut yang terkait
dengan penyakit diare yang disebabkan oleh entamoeba coli (E-Coli) akibat buang air besar di
sembarangan tempat kemudian E-coli bercampur dengan makanan atau minuman. Untuk
intervensinya segera diberikan pengobatan secara fisik yaitu dengan oralit dan zink, ditambah
dengan obat-obatan lainnya sesuai dengan SOP. Mental/akhlaknya harus diintervensi pula
dengan memberikan konseling kepada keluarga agar segera menyediakan jamban sehat di
rumahtangganya masing-masing sebagai upaya pencegahan. Sementara secara sosial pembuatan
jamban ini dapat dilaksanakan bergotong royong baik pendanaan dan pekerjaannya seperti
melalui arisan jamban atau pinjaman lunak yang diberikan oleh koperasi. Dalam hubungan
antara sesama manusia atau sosial, akan malu apabila hanya buang air besar (BAB) di tas
pelastik kemudian dibuang di kebun, sungai, atau tempat lainnya yang berdampak bau tidak
sehat dan tidak agamis. Pada akhirnya yang bersangkutan akan mengalami sehat secara fisik,
mental/akhlak dan sehat secara sosial. (Mumpung bulan Ramadhan, tersering dana yang tersedia
di tiap rumah tangga hanya untuk penyediaan kue-kue, kursi baru, baju baru, gorden baru
(K2BG), dll. Sangat bijak jika dikurangi dulu penyediaan K2BG yang dialihkan untuk
penyediaan jamban sehat di masing-masing yang belum ada jamban).

Dalam teori klasik namun termodern di alam kehidupan manusia dikatakan bahwa “Sumber dari
penyakit adalah perut, selanjutnya bahwa perut adalah gudang penyakit dan berpuasa itu adalah
obat” (Hadist Nabi Muhammad SAW riwayat Muslim). Kemudian bahwa hendaklah manusia itu
memperhatikan makanannya ( Al-Qur’an surat ‘Abasa ayat 24).
Pada Al-Qur’an dan Hadist yang sebelumnya, ternyata perut yang dimaksud adalah proses apa
saja yang dimakan atau dimasukkan, proses pencernaannya, dan proses output serta dampaknya
untuk kesehatan. Dan ini bila dihubungkan dengan teori sehat, maka sehat yang dimaksud
bukanlah bebas dari penyakit fisik, namun bebas juga dari penyakit mental/akhlak/jiwa serta
penyakit sosial.

Proses bagaimana memperoleh makanan merupakan hal yang penting diperhatikan apakah halal
atau mungkin terkait dengan berbagai masalah ketidakhalalan. Ini tidak berhenti di situ saja,
ketika makanan ini masuk ke mulut ada proses mekanik yang harus ditaati yakni melalui
pengunyahan sebanyak 33 kali (para praktisi kesehatan bahkan menganjurkan lebih dari 33 kali)
dengan tujuan lambung dan alat pencernaan lainnya akan menerima makanan tanpa harus diolah
dengan kerja berat. Makanan dalam mulut sudah halus dan bercampur dengan berbagai enzim,
sehingga mempermudah pula proses penyerapan zat-zat gizi. Ini dapat menurunkan beban kerja
dari alat pencernaan sehingga ada penghematan energi/tenaga dan juga bersifat ekonomis. Hal
lain juga yang menjadi perhatian adalah membagi perut menjadi 3 bagian yakni sepertiga untuk
air, udara dan makanan. Dengan berpuasa, orang benar-benar mampu mempraktikkan makan
disaat lapar dan berhenti sebelum kenyang apalagi pada saat berbuka puasa yang terpenting
adalah pengendalian dari diri kita masing-masing.

Secara fisik bahwa puasa itu menyehatkan. Ini didukung dengan hasil-hasil riset yang terkait
dengan kesehatan fisik antara lain: Puasa dapat meningkatkan kekebalan tubuh yang bermakna
dapat mencegah berbagai penyakit infeksi; puasa dapat menurunkan produksi asam lambung
yang berlebihan sehingga tidak memberatkan kerja lambung dalam mengolah makanan; puasa
dapat membersihkan tubuh dari berbagai toksik/racun yang ada sehingga peran ini harus
dimanfaatkan guna melahirkan kembali tubuh dengan kefitrahannya; puasa dapat membakar zat-
zat gizi yang tersimpan dalam tubuh dalam bentuk kegemukan sehingga lemak terbakar dan
menjadi seimbang; dll.

Tubuh yang puasa tidak makan dan tidak minum akan berpengaruh jelas pada
mental/akhlak/jiwa dari setiap individu karena dalam puasa ada etika-etika kehidupan yang harus
ditaati yang bernilai ibadah. Sebut saja yang sederhana adalah tidak boleh menggunjing orang
lain, berkata jujur, berkata yang baik-baik, berfikiran positif tidak saling mencurigai, tidak
menghina, dll. Etika-etika ini sebagai penunjang dalam mengontrol diri sehingga tidak
melakukannya, dan ini terkait erat dengan zat-zat gizi terutama jumlah energi yang dikonsumsi.
Bukankah dalam melakukan gunjingan, berbohong, berfikiran negatif pada orang lain, saling
mencurigai, menghina adalah perbuatan yang membutuhkan pemikiran khusus sehingga
membutuhkan energi yang tinggi pula? Sementara saat puasa energi yang ada sangat terbatas
dari makanan yang dikonsumsi, apalagi hal tersebut berakibat pada penurunan nilai-nilai puasa.
Ini juga dapat mencegah peningkatan tekanan darah (hipertensi) yang berakibat pada penyakit
jantung, dapat menormalkan gula darah, dapat menekan emosi sehingga mampu mengelola stres
yang menyerang setiap saat. Kondisi ini menunjang peningkatan kekebalan tubuh.

Orang berpuasa mau merasakan penderitaan orang lain, minimal merasakan bagaimana tidak
makan dan minum dalam 14-15 jam sebagai rasa berbagi dengan orang miskin yang tentunya
sering tidak makan. Merasakan penderitaan orang lain sangat terkait dengan kondisi seseorang
yang sedang sehat secara sosial. Melalui pemahaman ini maka akan lahir sikap saling tolong
menolong, berhati-hati terjerumus dalam lembah memperkaya diri sendiri ataupun memperkaya
pihak lainnya atau hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu yang dikenal dengan istilah
korupsi, kolusi dan nepotisme, menghindari fraud. Dengan perasaan yang kuat guna menghindari
perbuatan yang menyebabkan sakit sosial, maka tentunya ini didorong oleh keadaan tubuh yang
sedang menahan haus dan lapar yang mencegah penyaluran energi yang sia-sia karena hanya
digunakan untuk perbuatan sia-sia pula.

Uraian sebelumnya dapat menjadi alasan penting ternyata puasa itu diwajibkan untuk semua
umat yang beriman sehingga dapat mencapai ketakwaan kepada Allah SWT (Al-Qur’an Surat
Al-baqarah 183). Kenapa harus orang beriman? Orang beriman berarti orang yang sedang sehat
secara fisik, mental/akhlak/jiwa dan juga sehat secara sosial. Oleh karena itu kondisi tubuh yang
sehat ini agar dapat bernilai lebih tinggi di hadapan sang khaliq, maka salah satu hal penting
untuk mencapainya dapat ditingkatkan nilai-nilai ibadah selama bulan Ramadhan guna mencapai
ketakwaan.
Bukti bahwa puasa dan amalan ibadah lainnya dipraktikkan dengan baik seperti terlihat pada diri
Rasulullah SAW dan para umatnya. Rasulullah SAW dengan umur 63 tahun hanya menderita 2
kali sakit, dan dalam sebuah riwayat ketika datang para tabib untuk melihat kondisi umatnya,
maka tidak satu orang pun ditemukan dalam keadaan sakit. Sesungguhnya, keadaan ini
merupakan implikasi teori-teori religi dalam Al-qur’an dan Hadist yang merupakan teori paling
canggih dan tiada tandingannya sepanjang masa. Olehnya penting dimulai saat ini dilakukannya
pengkajian terhadap teori religi tersebut dan dipraktikkan dengan tujuan meningkatkan
kemaslahatan umat manusia.

Akhirnya, mengapa kita harus berkiblat pada teori-teori yang tidak memberikan makna yang
jelas bahkan mengacaukan, namun hanya unggul dalam publikasinya? Ini akibat dari kajian
religi yang dilakukan hanya pada hal-hal rutinitas atau sepotong-sepotong, sehingga sangat
penting untuk mengembangkan sebab musababnya hal-hal yang dimaksud bagaimana sampai
terjadi. Mari berpuasa sebagai aktivitas ibadah yang berkualitas dan mengkonsumsi makanan
yang alami, halal, beragam, bergizi, berimbang, aman dan menyehatkan (ada sumber
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, air) sehingga dalam meregenerasi sel-sel fisik, sel-
sel kekebalan, sel-sel mental/akhlak/jiwa dan sel-sel sosial memberikan kualitas kesehatan dan
mencapai fitrahnya pada 1 Syawal nanti.

Tidak lupa dalam masa wabah Covid-19 ini, selain memperhatikan makanan yang dikonsumsi
juga mari berperilaku hidup bersih dan sehat (cuci tangan, olahraga, menjaga jarak dengan siapa
saja, menghindari kerumunan, memakai masker, tetap berada di rumah), tidak menyentuh mulut,
hidung, dan mata jika belum cuci tangan yang benar dan mengikuti anjuran-anjuran pemerintah.
Semoga dengan praktik puasa yang benar merupakan satu rahasia pembelajaran bahwa puasa
dapat memutus mata rantai penyebaran Covid-19, Ayoo! Berani berbuat baik untuk Indonesia.
Bersama berkarya sebagai ibadah, Amiin.

Anda mungkin juga menyukai