Anda di halaman 1dari 8

RESUME

MANAJEMEN PERILAKU ANAK


ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK

Oleh:
Siti Fatimah Khaerun Nisa (191611101106)
Kelompok B1

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
2020
1. Manajemen Perilaku Anak
Manajemen perilaku anak adalah suatu prosedur yang dilakukan dokter gigi untuk
merawat pasien gigi anak sehingga diharapkan dokter gigi tersebut dapat membangun
komunikasi, mengurangi rasa takut dan cemas, dan membangun hubungan saling percaya antara
dokter gigi, anak, dan orang tua serta memfasilitasi penyampaian perawatan gigi yang
berkualitas.
2. Tujuan dari manajemen perilaku Anak
 Untuk enanamkan sikap positif pada pasien anak yang cemas  pasien anak bersedia
melakukan prosedur perawatan gigi dan mulut,
 Serta mendorong pasien anak untuk memiliki minat dalam waktu jangka panjang
dalam meningkatkan kesehatan gigi dan mulutnya.
3. Klasifikasi Perilaku Anak
Menurut Wright, perilaku anak diklasifikasikan:
1) Kooperatif  Anak terlihat santai dan rileks. Mereka sangat antusias menerima
perawatan dari dokter gigi
2) Kurang kooperatif  Termasuk anak-anak yang sangat muda, di mana komunikasinya
belum baik dan tidak dapat memahami komunikasi dengan baik. Kemudian pasien yang
memiliki keterbatasan yang spesifik. Suatu waktu teknik manajemen perilaku secara
khusus diperlukan.
3) Potensial kooperatif  Anak mempunyai kemampuan untuk menjadi kooperatif.
Ketika memiliki ciri khas sebagai pasien yang potensial kooperatif, perilaku anak
tersebut bisa diubah menjadi kooperatif.
Menurut Frankl, perilaku anak diklasifikasikan:
1) Sangat negative: menolak perawatan, menangis dengan keras, ketakutan atau adanya
bukti penolakan secara terang-terangan.
2) Negative: tidak mau menerima perawatan, tidak kooperatif, perilaku negative tetapi
tidak diucapkan .
3) Positif: menerima perawatan, kadang sangat hati-hati, ikhlas mematuhi perintah
dokter gigi, kadang timbul keraguan, tetapi pasien mengikuti perintah dengan
kooperatif.
4) Sangat positif: sangat bagus sikap terhadap dokter gigi, tertarik dengan prosedur
dokter gigi, bahkan pasien dapat tertawa dan menikmati perawatan yang dilakukan.
Menurut White, perilaku anak diklasifikasikan:Kooperatif, tidak mampu koopratif,
histeris, keras kepala, pemalu, tegang, cengeng. Klasifikasi menurut White paling sering
digunakan untuk mendiagnosis perilaku anak dikarenakan klasifikasi ini menunjukkan perilaku
anak secara klinis.
Selain hal diatas, perilaku 75% dipengaruhi oleh lingkungan. Kebangsaan/suku pasien
juga berpengaruh terhadap perilaku, contohnya terhadap sifat temperament.
4. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Anak Dalam Perawatan Gigi
a) Sikap orang tua kepada anak
Kecemasan pada anak di kedokteran gigi akan semakin menjadi buruk
diakibatkan sikap dari orang sekitarnya (umumnya orang tua, saudara, dan teman sebaya)
terhadap bidang kedokteran gigi. Orang tua yang tidak dapat mengendalikan rasa cemas
tanpa disadari dapat diteruskan ke anak mereka atau menyebabkan kondisi semakin
buruk ketika sebenarnya orang tua berusaha untuk membantu.
• Overprotection  perlindungan berlebihan  anak pemalu, mudah cemas
• Overindulgence  selalu menuruti dan tidak pernah menolak keinginan anak 
anak egois, sulit dikontrol, dan butuh perhatian
• Rejection  orangtua acuh, tidak memberi kasih sayang pada anak  anak
cenderung bersikap agresif, curiga, gelisah, dan tidak patuh
• Overanxiety : memberi perhatian berlebihan, biasanya karena pernah ada tragedi 
anak menjadi pemalu dan penakut
• Domination : orangtua yang menuntut anaknya  anak yang tegang dan tertekan
• Underaffection :karena ekonomi anak jadi tidak diperhatikan dan kurangnya waktu
unutk anak  pemalu, pendiam, ragu-ragu, dan mudah menangis
b) Usia anak
Kecemasan  hal yang sering terjadi pada anak-anak dan salah satunya
dipengaruhi oleh faktor usia anak. Kecemasan dental adalah sebagai rasa takut dengan
perawatan gigi yang tidak selalu berhubungan dengan rangsangan dari luar.
 Usia 2-3 tahun; lampu terlalu terang, gerakan yang tiba-tiba, suara dan getaran
bur gigi dapat menimbulkan rasa takut pada anak usia ini.
 Usia prasekolah (4-6 tahun): takut jika di pisahkan dengan orangtua
 Usia 7 tahun : >> telah memiliki kemampuan untuk atasi ketakutannya dan
anak dapat menyampaikan bila sakit ketika perawatan
 Usia 8-14 tahun: mudah menyesuaikan diri dengan situasi
c) Rasa takut
 Ketakutan Objektif  Anak yang pernah mengalami rasa takut saat ke dokter gigi
biasanya akan sulit untuk dibawa kembali ke dokter gigi. Sehingga okter gigi
harus merawat anak dengan perlahan berusaha untuk mengembalikan
kepercayaan diri anak.
 Ketakutan Subjektif  Berdasarkan pada perasaan dan sikap yang sebelumnya
sudah disugestikan dari cerita pengalaman orang lain saat ke dokter gigi 
Biasanya anak menjadi terpengaruh meskipun belum pernah mencoba.
d) Riwayat perawatan dental sebelumnya
Anak yang memiliki pengalaman ke perawatan kesehatan biasanya memiliki
persepsi yang sama dengan anak yang akan dibawa ke dokter gigi.
Ekspresi wajah dokter gigi dapat menambah kesan atau bahkan dapat
mengganggu komunikasi verbal dapat terlihat dari ekspresi wajah yang ditunjukkan
oleh dokter gigi.
 Senyum  dapat menunjukkan sikap untuk memotivasi pasien.
 Kontak mata yang kurang  akan mengurangi tingkat kepercayaan pasien
pada dokter gigi.
 Gerak gerik dan postur tubuh dari dokter gigi  juga dapat mempengaruhi
kecemasan anak.
 Tindakan dokter gigi dalam merespon tingkah laku anak (empati) dan
menekan lembut bahu atau tangan  dapat mengurangi tingkat kecemasan
pada pasien usia muda dan memperbaiki tingkah laku anak saat perawatan
e) Lingkungan kerja/ praktek dokter gigi
 Lingkungan sekitar dan komunikasi yang efektif  salah satu kunci
keberhasilan perawatan gigi anak
 Lingkungan yang dimaksud; penampilan ruang perawatan, sikap dokter gigi,
waktu dan lama perawatan, komunikasi verbal dan penggunaan kata
pengganti.
*contoh: ruang tunggu untuk pasien anak dipersiapkan kondisi seperti
“rumah” dengan suasana ruangan dibuat nyaman untuk anak. Ventilasi
yang baik untuk minimalisir bau, Penggunaan instrumen getaran yang rendah
agar anak tidak takut
5. Macam Macam Rasa Takut Pada Anak
1) Objektif : Rasa takut dihasilkan oleh stimulus dari indera penglihatan, penciuman,
perabaan, pengecapan, pendengaran. Exp: anak melihat baju putih dan mencium bau
obat.
2) Subjektif: Dinilai berdasarkan pada perasaan dan sikap yang sebelumnya sudah
disugestikan anak dari cerita pengalaman orang lain saat ke dokter gigi. Biasanya
anak menjadi mudah terpengaruh meskipun belum pernah mencoba.
3) Sugesti: Timbul karena meniru orang lain kemudian diteruskan tanpa disadari oleh
keduanya.
6. Manajemen Perilaku Anak
Dasar Manajemen Perilaku Pada Anak  “Peddodontic Treatment Triangle”. Dasar
manajemen perawatan gigi anak tergantung dari pasien (anak itu sendiri), Family (orangtua
yang menemaninya) dan dokter gigi, dimana setiap komponen saling berhubungan erat.
Hubungan itu saling timbal balik dari ketiganya.
Teknik Manajemen Perilaku Pada Anak
1) Tell Show Do (TSD)
 Tell  menerangkan perawatan yang akan dilakukan
 Show  Mendemonstrasikan apa saja yang akan dilakukan
 Do  melakukan perawatan seperti yang telah dijelaskan
*(saat melakukan TSD jangan sampai anak merasa terbohongi)
Indikasi TSD :
 Dapat digunakan pada semua jenis pasien anak,
 Dapat digunakan untuk anak yang telah memiliki kecemasan dan ketakutan atau
baru pertama kali ke dokter ggi
2) Modelling
Menggunakan kemampuan anak untuk meniru anak lain dengan cara pengalaman
yang sama dan telah berhasil.
*contoh: Memutar video klip dari anak-anak lain yang sedang menjalani perawatan
gigi saat anak menjalani perawatan, atau memperlihatkan anak kepada anak yang
pemberani dalam melakukan perawatan gigi  anak akan cenderung menirunya
3) Behavior Shaping (Pembentukan perilaku)
Dokter gigi mengajari anak bagaimana cara berperilaku. Perbedaan antara behavior
shaping dan tell show do: Pada behavior shaping pembentukan perilaku yang diinginkan
dilakukan secara beulang apabila anak melakukan perilaku yang tidak diinginkan.
4) Desensitasi
Untuk menangani ketakutan atau phobia yang spesifik. tiga tahap dalam desensitasi:
1) Latih px untuk santai dan rileks 2) Susun secara berurutan hal-hal yang membuat px
cemas dan takut (dari yang tidak menakutkan  stimulus yang mulai menimbulkan
ketakutkan) 3) Rangsangan ditingkatkan sedikit demi sedikit.
5) Reinforcement
Untuk memperkuat pola tingkah laku yang diharapkan  tingkah laku tsb menjadi
panutan ataut terulang di kemudian hari. Bentuknya: Kata-kata manis, pujian, Hadiah,
Sentuhan fisik, Perhatian.
6) HOME (Hand Over Mouth Exercises)
Tindakan untuk menundukan anak yang menentang, melawan, tidak mengikuti
perintah, dan menunjukan tingkah laku yang tidak terkendali. Prosedur: Untuk mengatasi
anak berontak  operator dibantu untuk menahan gerakan tangan dan kakinya yang tidak
terkendali. Operator bicara pelan dan jelas “bahwa tangan akan dilepas jika anak berhenti
berteriak dan mau mengikuti perintah”. Ketika anak menunjukan respon positif  pujian,
jika anak tetap membantah/tunjukan sikap negative tindakan di atas diulangi
7) Restrains/ Physical Restrains
Tindakan memegang anak untuk mengendalikan gerakan tangan dan kakinya. Dapat
menggunakan alat bantu “pedi-wrap”. Untuk pasien: Pasien di bawah umur, Pasien yang
agresif dan aktif, Pasien yang memiliki retradasi mental, tapi harus ada izin orang tua.
8) Sedasi
Tujuannya: menghasilkan pasien yang tenang untuk kualitas pengobatan terbaik,
mencapai rencana pengobatan yang lebih kompleks, memberikan suasana pengobatan
yang nyaman dan lebih nyaman untuk pasien gangguan fisik maupun kognitif.
Dipastikan saat dilakukan tindakan sedasi kondisi umum pasien baik (exp: Fungsi
kardiovaskular stabil), dan terdapat orangtua/seseorang yang dapat bertanggung jawab
terhadap pasien.
9) Distraksi (Pengalihan Perhatian)
Memutar film yang sesuai usia anak, bermain video game, berbicara dengan anak
selama perawatan.
7. Teknik Komunikasi Dokter Gigi Terhadap Anak
- Komunikasi non-verbal memiliki peran penting, bagi pasien anak dan pasien yang pre
kooperatif, komunikasi non-verbal memiliki peran yang paling penting.
- Dokter gigi harus membentuk hubungan berdasarkan kepercayaan dengan anak dan orang
dewasa yang menemaninya  kepatuhan terhadap pencegahan dan ijin untuk melakukan
tindakan.
- Sikap tenang, peduli, dan empati lebih berhasil dalam menangani kecemasan anak
- Anak-anak harus menjadi pusat perhatian, seperti menyapa nama mereka
- Penjelasan harus diberikan dalam bahasa sederhana dan tidak mengancam, serta hindari
penggunaan jargon
- Setiap anggota dalam tim kedokteran gigi dan orang tua yang menemani harus mengerti
peran mereka dalam perawatan gigi yang dilakukan
 Tambahan
 Tindakan pertama untuk anak yang pertama kali mengunjungi dokter gigi adalah
sebaikya tindangan ringan terlebih dahulu, yaitu seperti DHE/TAF/fissure silent. Hal ini
untuk memperkenalkan terlebih dahulu anak terhadap perawatan dokter gigi dan dapat
digunakan sebagai salah satu cara untuk meminimalisir/menghindarkan anak dari rasa
takut saat kunjungan ke dokter gigi.
 Hal lain yang perlu diperhatikan dokter gigi selain sikap tenang, peduli, dan empati,
adalah penampilan, diharapkan dokter gigi dapat berpenampilan rapih dan bersih
 Hal yang perlu diperhatikan oleh oerator adalah operator/dokter gigi dapat
mengenali/memahami tingkah laku anak dan dokter gigi dapat menguasai emosi,
sehingga dapat menangani pasien anak dengan tepat.

Anda mungkin juga menyukai