A. Pengertian
Pneumonia adalah inflamasi atau infeksi pada parenkim paru ( Betz C, 2002 )
Pneumonia adalah peradangan alveoli atau pada parenchim paru yang terjadi pada anak. (Suriadi
Yuliani, 2001)
Pneumonia adalah suatu peradangan paru yang disebabkan oleh bermacam- macam etiologi
seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing (IKA, 2001)
Jadi bronkopnemonia adalah infeksi atau peradangan pada jaringan paru terutama alveoli atau
parenkim yang sering menyerang pada anak – anak
B. Etiologi
Pneumonia bisa dikatakan sebagai komplikasi dari penyakit yang lain ataupun sebagai penyakit
yang terjadi karena etiologi di bawah ini
Sebenarnya pada diri manusia sudah ada kuman yang dapat menimbulkan pneumonia sedang
timbulnya setelah ada faktor- faktor prsesipitasi yang dapat menyebabkan timbulnya
? Bakteri
Organisme gram positif yang menyebabkan pneumonia bakteri adalah steprokokus pneumonia,
streptococcus aureus dan streptococcus pyogenis.
? Virus
Pneumonia virus merupakan tipe pneumonia yang paling umum ini disebabkan oleh virus
influenza yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus yang merupakan sebagai
penyebab utama pneumonia virus.
? Jamur
Infeksi yang disebabkan oleh jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan udara
yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung.
? Protozoa
Ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imunosupresi seperti pada pasien yang
mengalami imunosupresi seperti pada penderita AIDS.
C. Manifestasi klinis
? Pneumonia bakteri
Gejala awal :
- Rinitis ringan
- Anoreksia
- Gelisah
artikel di blog.ilmukeperawatan.com
Berlanjut sampai :
- Demam
- Malaise
- Nafas cepat dan dangkal ( 50 – 80 )
- Ekspirasi bebunyi
- Lebih dari 5 tahun, sakit kepala dan kedinginan
- Kurang dari 2 tahun vomitus dan diare ringan
- Leukositosis
- Foto thorak pneumonia lobar
? Pneumonia virus
Gejala awal :
- Batuk
- Rinitis
Berkembang sampai
- Demam ringan, batuk ringan, dan malaise sampai demam tinggi, batuk hebat dan lesu
- Emfisema obstruktif
- Ronkhi basah
- Penurunan leukosit
? Pneumonia mikoplasma
Gejala awal :
- Demam
- Mengigil
- Sakit kepala
- Anoreksia
- Mialgia
Berkembang menjadi :
- Rinitis
- Sakit tenggorokan
- Batuk kering berdarah
- Area konsolidasi pada pemeriksaan thorak
D. Patofisiologi
Adanya gangguan pada terminal jalan nafas dan alveoli oleh mikroorganisme patogen yaitu virus
dan stapilococcus aurens, H. Influenza dan streptococcus pneumoniae bakteri.
Terdapat infiltrat yang biasanya mengenai pada multipel lobus. Terjadinya destruksi sel dengan
menanggalkan debris celluler ke dalam lumen yang mengakibatkan gangguan fungsi alveolar
dan jalan nafas.
Pada anak kondisi ini dapat akut maupun kronik misal pad AIDS, Cystic Fibrosis, aspirasi benda
asing dan congenital yang dapat meningkatkan risiko pneumonia.
E. Pemeriksaan diagnostik
1. Foto polos : digunakan untuk melihat adanya infeksi di paru dan status pulmoner
2. Nilai analisa gas darah: untuk mengetahui status kardiopulmoner yang berhubungan dengan
oksigenasi
3. Hitung darah lengkap dan hitung jenis: digunakan untuk menetapkan adanya anemia, infeksi
dan proses inflamasi
4. Pewarnaan gram: untuk seleksi awal anti mikroba
5. Tes kulit untuk tuberkulin: untuk mengesampingkan kemungkinan terjadi tuberkulosis jika
anak tidak berespon terhadap pengobatan
6. jumlah lekosit: terjadi lekositosis pada pneumonia bakterial
7. Tes fungsi paru: digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan luas dan beratnya
penyakit dan membantu memperbaiki keadaan.
8. Spirometri statik digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang diinspirasi
9. Kultur darah spesimen darah untuk menetapkan agen penyebab seperti
virus
Pathway
F. Penatalaksanaan medis
? Pengobatan supportive bila virus pneumonia
? Bila kondisi berat harus dirawat
? Berikan oksigen, fisiotherapi dada dan cairan intravena
? Antibiotik sesuai dengan program
? Pemeriksaan sensitivitas untuk pemberian antibiotik
G. Penatalaksanaan perawatan
1. Pengkajian
- Kaji status pernafasan
- Kaji tanda- tanda distress pernafasan
- Kaji adanya demam, tachicardia, malaise, anoreksia, kegeisahan
2. Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas
2. Gangguan petukaran gas berhubungan dengan meningkatnya sekresi dan akumulasi exudat
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam, menurunnya intake dan
tachipnea
4. Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan invasif pemasangan infus
5. Risiko tinggi terjadi kerussakan integritas kulit berhubungan dengan bed rest total
6. Risiko tinggi terjadi cedera berhubungandengan kejang
3. Perencanaan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas
Tujuan: setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam jalan nafas menjadi bersih
Kriteria:
- Suara nafas bersih tidak ada ronkhi atau rales, wheezing
- Sekret di jalan nafas bersih
- Cuping hidung tidak ada
- Tidak ada sianosis
Intervensi:
- Kaji status pernafasan tiap 2 jam meliputi respiratory rate, penggunaan otot bantu nafas, warna
kulit
- Lakukan suction jika terdapat sekret di jalan nafas
- Posisikan kepala lebih tinggi
- Lakukan postural drainage
- Kolaborasi dengan fisiotherapist untuk melaakukan fisiotherapi dada
- Jaga humidifasi oksigen yang masuk
- Gunakan tehnik aseptik dalam penghisapan lendir
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya penumpukan cairan di alveoli paru
Tujuan: setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam pertukaran gas dalam alveoli
adekuat.
Kriteria:
- Akral hangat
- Tidak ada tanda sianosis
- Tidak ada hipoksia jaringan
- Saturasi oksigen perifer 90%
Intervensi:
- Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Keluarkan lendir jika ada dalam jalan nafas
- Periksa kelancaran aliran oksigen 5-6 liter per menit
- Konsul dokter jaga jika ada tanda hipoksia/ sianosis
- Awasi tingkat kesadaran klien
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam, menurunnya intake dan
tachipnea
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak terjadi kekurangan
volume cairan.
Kriteria hasil:
- Tidak ada tanda dehidrasi
- Suhu tubuh normal 36,5-37 0C
- Kelopak mata tidak cekung
- Turgor kulit baik
- Akral hangat
Intervensi:
- Kaji adanya tanda dehidrasi
- Jaga kelancaran aliran infus
- Periksa adanya tromboplebitis
- Pantau tanda vital tiap 6 jam
- Lakukan kompres dingin jika terdapat hipertermia suhu diatas 38 C
- Pantau balance cairan
- Berikan nutrisi sesuai diit
- Awasi turgor kulit
4. Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan invasif pemasangan infus
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak terjadi infeksi akibat
pemasangan infus.
Kriteria hasil:
- Aliran infus lancar
- Tidak ada tanda infeksi pada tempat pemasangan infus
- Suhu tubuh dalam batas normal
- Tidak ada tromboplebitis
Intervensi:
- Awasi adanya tanda- tanda infeksi pada tempat pemasangan infus
- Jaga kelancaran aliran infus
- Jaga kenbersihan tempat pemasangan infus
- Jaga tempat pemasangan infus tetap kering
- Tutup tempat pemasangan infus dengankasa betadin
- Ganti lokasi pemasangan infus tiap 3 x 24 jam
5. Risiko tinggi terjadi kerussakan integritas kulit berhubungan dengan bed rest total
Tujuan: seletah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak terjadi kerusakan
integritas kulit
Kriteria hasil:
- Tidak terdapat luka dekubitus pda lokasi yang tertekan
- Warna kulit daerah tertekan tidak hipoksia, kemerahan
Intervensi:
- Lakukan massage pada kulit tertekan
- Monitor adanya luka dekubitus
- Jaga kulit tetap kering
- Berikan kamfer spiritus pada punggung dan daerah tertekan
- Jaga kebersihan dan kekencangan linen
6. Risiko tinggi terjadi cedera berhubungandengan kejang
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak terjadi injuri akibat
kejang
Kriteria hasil:
- Tidak ada injuri pada bagian tubuh jika terjadi kejang
- Orang tua selalu mengawasi disamping anaknya
- Orang tua melapor jika terjadi kejang
- Tempat tidur terpasang pengaman
Intervensi:
- Pasang pengaman di sisi tempat tidur
- Anjurkan orang tua untuk melapor jika terjadi kejang
- Siapkan sudip lidah/ pasang pada mulut pasien
- Kolaborasi berikan anti kejang luminal dan diazepam
- Berikan obat sesuai program
- Awasi adanya kejang tiap 15 menit sekali
Daftar pustaka
http://blog.ilmukeperawatan.com/asuhan-keperawatan-bronkopneumonia.html
ASUHAN KEPERAWATAN Bronkopneumonia
22 Des
1. Definisi
Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru-paru yang biasanya berasal dari
suatu infeksi. (Price, 1995)
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan
paru dan menimbulkan gangguan pertukaran gas setempat. (Zul, 2001)
Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris dengan opasitas lobus atau
lobularis.
Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi yang meningkat lambat dengan gambaran
infiltrat paru bilateral yang difus.
Pneumonia nosokomial
Pneumonia rekurens
Pneumonia aspirasi
Pneumonia hipostatik
Pneumonia bakterial berupa : pneumonia bakterial tipe tipikal yang terutama mengenai
parenkim paru dalam bentuk bronkopneumonia dan pneumonia lobar serta pneumonia
bakterial tipe campuran atipikal yaitu perjalanan penyakit ringan dan jarang disertai
konsolidasi paru.
a. Community Acquired Pneunomia dimulai sebagai penyakit pernafasan umum dan bisa
berkembang menjadi pneumonia. Pneumonia Streptococal merupakan organisme penyebab
umum. Tipe pneumonia ini biasanya menimpa kalangan anak-anak atau kalangan orang tua.
b. Hospital Acquired Pneumonia dikenal sebagai pneumonia nosokomial. Organisme seperti ini
aeruginisa pseudomonas. Klibseilla atau aureus stapilococcus, merupakan bakteri umum
penyebab hospital acquired pneumonia.
c. Lobar dan Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi infeksi. Sekarang ini
pneumonia diklasifikasikan menurut organisme, bukan hanya menurut lokasi anatominya saja.
d. Pneumonia viral, bakterial dan fungi dikategorikan berdasarkan pada agen penyebabnya, kultur
sensifitas dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme perusak.
3. Etiologi
a. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif seperti :
Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti
Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
b. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus
dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus.
c. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan udara yang
mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.
d. Protozoa
Nyeri pleuritik
Takipnea
b. Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi
e. Diafoesis
f. Anoreksia
g. Malaise
i. Gelisah
j. Sianosis
Area sirkumoral
a. Sinar x : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan abses luas/infiltrat,
empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran
/perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia mikoplasma sinar x dada mungkin bersih.
b. GDA : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru
yang ada.
c. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum, aspirasi
transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme
penyebab.
d. JDL : leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi
tekanan imun memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial.
g. Pemeriksaan fungsi paru : volume ungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar);
tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain menurun, hipoksemia.
j. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka :menyatakan intranuklear tipikal dan
keterlibatan sitoplasmik(CMV) (Doenges, 1999)
7. Penatalaksanaan
a. Terapi oksigen jika pasien mengalami pertukaran gas yang tidak adekuat. Ventilasi mekanik
mungkin diperlukan jika nilai normal GDA tidak dapat dipertahankan
d. Perbaiki hipotensi pada pneumonia aspirasi dengan penggantian volume cairan
8. Pengkajian
i. Sirkulasi
Tanda : distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor
l. Neurosensori
Gejala : sakit kepala nyeri dada meningkat dan batuk myalgia, atralgia
n. Pernafasan
Gejala : riwayat PPOM, merokok sigaret, takipnea, dispnea, pernafasan dangkal, penggunaan
otot aksesori, pelebaran nasal
Bunyi nafas : menurun atau tak ada di atas area yang terlibat atau nafas Bronkial
o. Keamanan
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan, mungkin pada kasus rubeda /
varisela
p. Penyuluhan
Nyeri pleuritik
Dispnea, sianosis
Kriteria Hasil :
Menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tak ada dispnea atau sianosis
Intervensi :
Mandiri
Auskultasi paru catat area penurunan / tak ada aliran udara dan bunyi nafas tambahan
(krakles, mengi)
Kolaborasi
Dispnea, sianosis
Takikandi
Hipoksia
Kriteria Hasil :
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang
normal dan tak ada gejala distress pernafasan
Intervensi :
Mandiri
Awasi suhu tubuh, sesui indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk menurunkan demam
dan menggigil
Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk efektif
Kaji tingkat ansietas. Dorong menyatakan masalah / perasaan.
Kolaborasi
Awasi GDA
Proses inflamasi
Nyeri
Dispnea, takipnea
GDA abnormal
Kriteria Hasil :
Menunjukkan pola pernafasan normal / efektif dengan GDA dalam rentang normal
Intervensi :
Mandiri
Kolaborasi
Awasi GDA
Menggigil, takikandi
Kriteria Hasil :
Tidak menggigil
Nadi normal
Intervensi :
Mandiri
Kolaborasi
Awasi kultur darah dan kultur sputum, pantau hasilnya setiap hari
5. Resiko tinggi penyebaran infeksi
Kriteria Hasil :
Intervensi :
Mandiri
Pantau TTV
Kolaborasi
Kelemahan, kelelahan
Dispnea, takipnea
Takikandi
Pucat / sianosis
Kriteria Hasil :
Intervensi :
Mandiri
7. Nyeri
Dapat dihubungkan dengan :
Batuk menetap
Nyeri dada
Kriteria Hasil :
Intervensi :
Mandiri
Pantau TTV
Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
Intervensi :
Mandiri
Faktor resiko :
Kriteria Hasil :
Intervensi :
Mandiri
Kolaborasi
Kurang mengingat
Kesalahan interpretasi
Permintaan informasi
Kesalahan mengulang
Kriteria Hasil :
Intervensi
Mandiri
DAFTAR PUSTAKA
1. Zul Dahlan.(2000). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
4. Reevers, Charlene J, et all (2000). Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : Salemba
Medica.
1. Lackman’s (1996). Care Principle and Practise Of Medical Surgical Nursing, Philadelpia : WB
Saunders Company.
2. Nettina, Sandra M.(2001).Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC
3. Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa
Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994
4. Pasiyan Rahmatullah.(1999), Geriatri : Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Editor : R. Boedhi Darmoso
dan Hadi Martono, Jakarta, Balai Penerbit FKUI
Bronkopneumonia
Minggu, Juni 06, 2010
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1.2 Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5
tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan
angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.(1)
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan,
baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari data SEAMIC Health
Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia,
nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor
3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat
penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza.
Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan
merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka
kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %.Di Amerika dengan cara invasif pun
penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan
memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat
menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia
diberikan antibiotika secara empiris.Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001,
penyakit infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di
Indonesia. Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan penyakit paru
utama, 58 % diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6 % diantaranya kasus
nontuberkulosis, pada penderita rawat inap 58,8 % kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus
nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan 28,6 % diantaranya
infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180
pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20 - 35 %. Pneumonia komuniti menduduki
peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun.
2.1.3 Etiologi
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :
• Faktor Infeksi
- Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
- Pada bayi :
Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus.
Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,
Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis.
- Pada anak-anak :
Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.
2.1.4 Klasifikasi
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada umumnya
pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa
pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang
lebih relevan.Pembagian secara anatomis :
- Pneumonia lobaris
- Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
- Pneumonia interstisialis (bronkiolitis)
- Pembagian secara etiologi :
- Bakteri : Pneumococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia, Staphylococcus pneumonia,
Haemofilus influenzae.
- Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenzae virus, Adenovirus
- Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis, Coccidiomycosis, Blastomycosis,
Cryptoccosis.
- Corpus alienum
- Aspirasi
- Pneumonia hipostatik
2.1.5 Patogenesis
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini
disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru
merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat
berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam
saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain :Inhalasi langsung dari
udaraAspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring Perluasan langsung dari
tempat-tempat lain Penyebaran secara hematogen Mekanisme daya tahan traktus respiratorius
bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari : Susunan anatomis rongga
hidung Jaringan limfoid di nasofaring Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus
respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut. Refleks batuk. Refleks
epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi. Drainase sistem limfatis dan
fungsi menyaring kelenjar limfe regional. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral
terutama dari Ig A. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang
bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik. Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka
mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada
dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk
suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu : A. Stadium I (4 – 12 jam
pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi.
Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah
pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja
sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke
dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh
oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan
sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. B. Stadium II (48 jam
berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan.
Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara
alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini
berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. C. Stadium III (3 – 8 hari) Disebut hepatisasi
kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada
saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-
sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena
berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti. D.
Stadium IV (7 – 11 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.
2.1.6 Gambaran Klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa
hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40˚C dan mungkin disertai kejang karena
demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan dangkal disertai
pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak
dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada
awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan : Inspeksi : pernafasan cuping hidung (+), sianosis sekitar
hidung dan mulut, retraksi sela iga. Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.
Perkusi : Sonor memendek sampai beda Auskultasi : Suara pernafasan mengeras (vesikuler
mengeras) disertai ronki basah gelembung halus sampai sedang.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang
terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.Pada auskultasi mungkin
hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia
menjadi satu ( konfluens ) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara
pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar
lagi.Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.
2.1.7 Pemeriksaan Laboratorium
a. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/ mm¬¬¬3 dengan
pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau
mycoplasma.
b. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun
c. Sinar x : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan abses luas/infiltrat,
empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran
/perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia mikoplasma sinar x dada mungkin bersih.
d. Analisa gas darah( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada stadium lanjut
dapat terjadi asidosis metabolik.
e. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum, aspirasi
transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme
penyebab. Kultur dahak dapat positif pada 20 – 50% penderita yang tidak diobati.
f. JDL : leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus,
kondisi tekanan imun memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial.
g. Pemeriksaan serologi : titer virus atu legionella, aglutinin dingin.
h. LED : meningkat
i. Pemeriksaan fungsi paru : volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar); tekanan
jalan nafas mungkin meningkat dan komplain menurun, hipoksemia.
j. Elektrolit : natrium dan klorida mungkin rendah
k. Bilirubin : mungkin meningkat
l. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka :menyatakan intranuklear tipikal dan
keterlibatan sitoplasmik(CMV) (Doenges, 1999)
2.1.8 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan
gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada
bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen
dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru,
pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai.
Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar hemoglobin
biasanya normal atau sedikit menurun(1,2).
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan
mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat
ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih
sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan :
• Bronkopneumonia sangat berat :
Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah
sakit dan diberi antibiotika.
• Bronkopneumonia berat :
Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak harus
dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
• Bronkopneumonia :
Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
> 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
> 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun
> 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.
• Bukan bronkopenumonia :
Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu
diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab:
1. Kultur sputum atau bilasan cairan lambung
2. Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus
3. Deteksi antigen bakteri
2.1.10 Penatalaksanaan
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi hal ini tidak dapat
selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka dalam praktek diberikan
pengobatan polifarmasi maka yang biasanya diberikan:
a. Penisilin 50.000 U/kgBB/hari,ditambah dengan kloramfenikol 50-70 mg/kgBB/hari atau
diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan
sampai bebas demam 4-5 hari.
b. Pemberian oksigen dan cairan intravena, biasanya diperlukan campuran glukose 5% dan Nacl
0.9% dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCL 10 mEq/500 ml/botol infus.
c. Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabolik akibat kurang makan dapat
diberikan koreksi sesuai denagn hasil analisa gas darah arteri.
d. Pasien bronkopnemonia ringan tidak usah dirawat dirumah sakit.
Penatalaksanaan keperawatan:
Seringkali pasien pneumonia yang dirawat di rumah sakit datang sudah dalam keadaan payah,
sangat dispnea, pernapasan cuping hidung, sianosis, dan gelisah. Masalah yang perlu
diperhatikan ialah:
a. Menjaga kelancaran pernafasan.
b. Kebutuhan istirahat.
c. Kebutuhan nutrisi dan cairan.
d. Mengontrol suhu tubuh.
e. Mencegah komplikasi/gangguan rasa aman dan nyaman.
f. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
2.1.11 Komplikasi
• Otitis media
• Bronkiektase
• Abses paru
• Empiema
2.1.12 Prognosis
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak
dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat
memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial
tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh
terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi
memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan
malnutrisi apabila berdiri sendiri.
2.1.13 Pencegahan
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau
mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia
ini.
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita
terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan
teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain:
1. Vaksinasi Pneumokokus
2. Vaksinasi H. influenza
3. Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah
4. Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.
2. 2 Asuhan Keperawatan
1. Data focus
a. Data Subyektif
Anak dikeluhkan rewel, tidak mau makan, sesak nafas, terdengar suara grek-grek, orang tua
menyatakan kurang paham tentang penyakit yang diderita anaknya , anak mencret.
b. Data Obyektif
Pernafasan cepat dan dangkal , pernafasan cuping hidung, cianosis, batuk berdahak sputum
purulen, penggunaan otot Bantu nafas, bunyi nafas bronchovesikuler, ronchi, respirasi
meningkat, peningkatan suhu tubuh,penurunan nafsu makan, muntah malaise, penurunan berat
badan dan lain-lain.
2. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
1) Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk, pilek, demam.
2) Anorexia, sukar menelan, mual dan muntah.
3) Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas seperti malnutrisi.
4) Anggota keluarga lain yang mengalami sakit saluran pernapasan
5) Batuk produktif, pernafasan cuping hidung, pernapasan cepat dan dangkal, gelisah, sianosis
b. Pemeriksaan fisik
1) Demam, takipnea, sianosis, pernapasan cuping hidung
2) Auskultasi paru ronchi basah
3) Laboratorium leukositosis, LED meningkat atau normal
4) Rontgent dada abnormal (bercak, konsolidasi yang tersebar pada kedua paru)
Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi : antiseptik
Awasi kultur darah dan kultur sputum, pantau hasilnya setiap hari
5) Resiko tinggi penyebaran infeksi
Dapat dihubungkan dengan :
Ketidakadekuatan pertahanan utama
Tidak adekuat pertahanan sekunder (adanya infeksi, penekanan imun)
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Tidak dapat diterapkan tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual
Kriteria Hasil :
Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi
Mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi
Intervensi :
Mandiri
Pantau TTV
Anjurkan klien memperhatikan pengeluaran sekret dan melaporkan perubahan warna jumlah
dan bau sekret
Dorong teknik mencuci tangan dengan baik
Ubah posisi dengan sering
Batasi pengunjung sesuai indikasi
Lakukan isolasi pencegahan sesuai individu
Dorong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktivitas sedang.
Kolaborasi
Berikan antimikrobal sesuai indikasi
6) Intoleran aktivitas
Dapat dihubungkan dengan
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Kelemahan, kelelahan
Kemungkinan dibuktikan dengan :
Laporan verbal kelemahan, kelelahan dan keletihan
Dispnea, takipnea
Takikandi
Pucat / sianosis
Kriteria Hasil :
• Melaporkan / menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan
tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan dan TTV dalam rentang normal
Intervensi :
Mandiri
Evaluasi respon klien terhadap aktivitas
Berikan lingkungan terang dan batasi pengunjung
Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas
dan istirahat
Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istirahat / tidur
Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan
7) Nyeri
Dapat dihubungkan dengan :
Inflamasi parenkim paru
Reaksi seluler terhadap sirkulasi toksin
Batuk menetap
Kemungkinan dibuktikan dengan :
Nyeri dada
Sakit kepala, nyeri sendi
Melindungi area yang sakit
Perilaku distraksi, gelisah
Kriteria Hasil :
Menyebabkan nyeri hilang / terkontrol
Menunjukkan rileks, istirahat / tidur dan peningkatan aktivitas dengan cepat
Intervensi :
Mandiri
Tentukan karakteristik nyeri
Pantau TTV
Ajarkan teknik relaksasi
Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
8) Resti nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Dapat dihubungkan dengan :
• Peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi
• Anoreksia distensi abdomen
Kriteria Hasil :
• Menunjukkan peningkatan nafsu makan
• Berat badan stabil atau meningkat
Intervensi :
Mandiri
• Indentifikasi faktor yang menimbulkan mual atau muntah
• Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin
• Auskultasi bunyi usus
• Berikan makan porsi kecil dan sering
• Evaluasi status nutrisi
Golongan/Kelas Terapi
Anti Infeksi
Nama Dagang
- Actesin inj - Ambripen - Amcillin - Ampi
- Arcocillin - Bannsipen - Bimapen - Binotal
- Biopenam - Broadapen - Cinam - Corsacillin
- Dancillin - Decapen - Erphacillin - Etabiotic
- Etrapen - Hufam - Kalpicillin - Kemocil
- Lactapen - Medipen - Megapen - Metacillin
- Mycill - Opicillin - Pampicillin - Parpicillin
- Penbiotic - Penbritin - Pincyn - Polypen
- Primacillin - Ronexol - Sanpicillin - Standacillin
- Unasyn - Varicillin - Viccillin - Xepacillin
- Akrotalin
Indikasi
Pengobatan infeksi yang peka (non-betalaktamase-producting organisme); bakteri yang peka
yang disebabkan oleh streptococci, pneumococci nonpenicillinase-producting staphilocochi,
listeria, meningococci; turunan H.Influenzae, salmonella, Shigella, E.coli, Enterobacter, dan
Klebsiella .Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
DOSIS ANAK :
Infeksi ringan – sedang: I.M., I.V.: 100 -150 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 6 jam.
(maksimal:2-4 mg/hari). Oral: 50-100 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 6 jam (maksimal: 2-
4 g/hari)
Infeksi berat/mengitis: I.M.,I,V: 200-400 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 6 jam (maksimal;
6-12 g/hari).
Endocarditis profilaxis: Gigi, mulut, saluran pernafasan atau esophagus: 50 mg/kg digunakan 30
menit sebelum penerapan protokol, Saluran kemih, GI: pasien resiko tinggi: 50 mg/kg (maksimal
2 g) digunakan 30 menit sebelum penerapan protokol. Pasien risiko tinggi: 50 mg/kg digunakan
30 menit sebelum prosedur operasi.
DOSIS DEWASA
Dosis lazim:
Oral : 250 – 500 mg tiap 6 jam.IM.IV: 50-100 mg/kg/hari setiap 6 jam.
Sepsis/meningitis: IM.IV: 150-250 mg/kg/24 jam dosis terbagi setiap 3-4 jam (rentang:6-
12g/hari).
PENYESUAIAN DOSIS.
ClCr >50 mL/menit: diberikan tiap 6 jam. ClCr 10-50 mL/menit diberikan setiap 6-12 jam. ClCr
<10 mL/menit diberikan setiap 12-24 jam.
Lama pemberian:
Lama pemberian ampicillin tergantung pada tipe dan tingkat kegawatan serta tergantung juga
pada respon klinis dan bakteri penginfeksinya. Seperti contoh umum jika ampisillin digunakan
untuk penanganan infeksi gonore maka ampicillin diberikan tidak kurang dari 48 – 72 jam
setelah pasien mengalami gejala infeksi maupun sesuai temuan hasil uji laboratorium. Untuk
infeksi persisten, kemungkinan diberikan untuk beberapa minggu.
CARA PEMBERIAN:
Disesuaikan dengan jeda waktu yang telah ditetapkan untuk mempertahankan kadar obat dalam
plasma. Diberikan dalam keadaan perut kosong untuk memaksimalkan absorpsi (1 jam sebelum
makan dan 2 jam setelah makan).
Farmakologi
Absorbsi: oral: 50%.
Distribusi: empedu, dan plasma jaringan; menembus ke cairan serebrospinal terjadi hanya ketika
terjadi inflamasi meningitis.
Ikatan protein: 15 – 25%
T½ eliminasi:
Anak – anak dan dewasa: 1-1.8 jam.
Anuria/ARF:7-20 jam.
T max: Oral: 1-2 jam
Eksresi: urin (90% bentuk utuh) dalam 24 jam.
Dialisis: Moderat diálisis melalui Hemo atau peritonial dialisis: 20-50%
Stabilitas Penyimpanan
Ampisilin kapsul, serbuk oral suspensi disimpan pada wadah kedap dengan suhu antara 15-30°C,
setelah mengalami pencampuran, ampisilin trihidrat disimpan dalam lemari pendingin dengan
suhu antara 2-8°C dan akan bertahan selama 14 hari, tapi jika disimpan dalam suhu ruangan
maka akan bertahan selama 7 hari. Ampisilin injeksi, setelah mengalami pelarutan sebaiknaya
digunakan kurang dari 1 jam setelah pencampuran. Stabilitas ampisilin injeksi setelah dilarutkan
tergantung kenaikan konsentrasinya, ampisillin peka sekali dengan cairan yang mengandung
dextrose, karena akan mengakibatkan efek katalitik dan menghidrolisis obat.
Kontraindikasi
Kontraindikasi untuk pasien yang hipersensitif terhadap amoksisilin, penisilin, atau komponen
lain dalam sediaan.
Efek Samping
SSP : Demam, penisilin encephalitis, kejang.
Kulit : Erythema multifom, rash, urticaria.
GI : Lidah hitam berambut, diare, enterochollitis, glossitis, mual, pseudomembranouscollitis,
sakit mulut dan lidah, stomatitis, muntah.
Hematologi : Agranulositosis, anemia, hemolitik anemia, eosinophilia, leukopenia,
trombocytopenia purpura.
Hepatik : AST meningkat.
Renal : Interstisisal nephritin (jarang)
Respiratory : Laringuela stidor
Miscellaneous : Anaphilaxis.
Interaksi
- Dengan Obat Lain :
Meningkatkan efek toksik:
1. Disulfiran dan probenezid kemungkinan meningkatkan kadar ampisilin.
2. Warfarin kemungkinan dapat meningkatkan kadar ampisilin
3. Secara teori, jika diberikan dengan allopurinol dapat meningkatkan efek ruam.
Menurunkan efek:
Dicurigai ampisilin juga dapat menurunkan efek obat kontrasepsi oral.
Dengan Makanan : Makanan dapat menurunkan tingkat absorbsi ampisillin, sehingga
kemungkinan akan menurunkan kadar ampisillin.
Pengaruh
Terhadap Kehamilan : Data keamanan penggunaan pada ibu hamil belum ada sehingga CDC
(center for disease controle and prevention) memasukannya pada Kelas faktor risiko B.
Terhadap Ibu Menyususi : CDC mengklasikasikan keamananya kategori B Karena amoksisilin
terdistribusi kedalam ASI (air susu ibu) maka dikhawatirkan amoksisilin dapat menyebabkan
respon hipersensitif untuk bayi, sehingga monitoring perlu dilakukan selama menggunakan obat
ini pada ibu menyusui.
Terhadap Anak-anak : Data tentang keamanan masih establish
Terhadap Hasil Laboratorium : Berpengaruh terhadap hasil pengukuran : Hematologi dan hepar.
Parameter Monitoring
Pengamatan rutin terhadap : Fungsi ginjal (ClCr), Fungsi Hepar (SGPT, SGOT), Hematologi.
(Hb), Indikator infeksi.(Suhu badan, kultur ).
Bentuk Sediaan
Kapsul, Serbuk Kering Suspensi Oral, Serbuk Injeksi
Peringatan
Pada pasien yang mengalami gagal ginjal, perlu penyesuaian dosis. Tingkat kejadian ruam akibat
penggunaan ampisilin pada anak – anak sebanyak 5 – 10% kebanyakan muncul pada 7-14 hari
setelah penggunaan obat.
Kasus Temuan Dalam Khusus
Informasi Pasien
Untuk menghindari timbulnya resistensi, maka sebaiknya amoksisilin digunakan dalam dosis dan
rentang waktu yang telah ditetapkan. Obat digunakan dalam keadaan perut kosong (1 jam
sebelum makan atau 2 jam setelah makan). Amati jika ada timbul gejala ESO obat, seperti mual,
diare atau respon hipersensitivitas. Jika masih belum memahami tentang penggunaan obat, harap
menghubungi apoteker. Jika keadaan klinis belum ada perubahan setelah menggunakan obat,
maka harap menghubungi dokter.
Mekanisme Aksi
Menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat satu atau lebih pada ikatan penisilin-
protein (PBPs – Protein binding penisilin’s), sehingga menyebabkan penghambatan pada tahapan
akhir transpeptidase sintesis peptidoglikan dalam dinding sel bakteri, akibatnya biosintesis
dinding sel terhambat dan sel bakteri menjadi pecah (lisis). Monitoring Penggunaan Obat
Lamanya penggunaan obat : Menilai kondisi pasien sejak awal hingga akhir penggunaan obat.
Mengamati kemungkinan adanya efek anafilaksis pada pemberian dosis awal.
GENTAMISIN 2.4.2
Golongan : Aminoglikosida
Komposisi : Gentamicin / Gentamisin sulfat
Indikasi : Infeksi Gram negatif (Pseudomonas, Proteus, Serratia) dan Gram positif
(Staphylococcus), infeksi tulang, infeksi saluran nafas, infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi
saluran urin, abdomen, endokarditis dan septikemia , penggunaan topical, dan profilaksis untuk
bakteri endokarditis dan tindakan bedah.
Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
Dosis diberikan secara individu karena indek terapinya relatif sempit
Dosis umum :
Bayi dan anak < 5 tahun : 2,5 mg/kg BB setiap 8 jam secara i.v. atau i.m. Anak > 5 tahun : 2 -
2,5 mg/kg BB setiap 8 jam secara i.v. atau i.m.
Note : Usual dose yang lebih tinggi dan/atau frekuensi yang lebih tinggi (setiap 6 jam) yang
diberikan pada kondisi klinik secara selektif ( cystic fibrosis) data serum level yang dibutuhkan
Anak dan dewasa :
Intratekal : 4 – 8 mg/hari
Optalmik :
Salep : Dioleskan pada mata 2 – 3 kali sehari sampai setiap 3 – 4 kali
Tetes mata : Teteskan pada mata yang sakit 1 – 2 tetes setiap 2 – 4 jam, naikan 2tetes setiap jam
untuk infeksi parah
Topikal :
Salep : Salep dioleskan pada kulit yang sakit 3 – 4 kali sehari
Dewasa : Diberikan secara i. v. atau i. m.
Konfensional : 1 – 2,5 mg/kg BB/ dosis setiap 8 – 12 jam untuk mendapatkan kadar puncak
secara cepat pada terapi, dosis inisial yang lebih tinggi dapat diberikan dengan pertimbangan
yang cermat untuk pasien jika cairan ekstraseluler meningkat (udem, syok
Dosis tunggal : 4 – 7 mg/kg BB/dosis tunggal/hari; beberapa klinisi memberikan rekomendasi
dosis tersebut untuk pasien yang fungsi ginjalnya normal.
Indikasi spesifik :
Bruselosis : 240 mg/hari i.m. atu 5 mg/kg BB/hari secara i. v. selama 7 hari. Dapat juga
dikombinasi dengan Doxyciclin
Kolangitis : 4 – 6 mg/kg BB/hari dikombinasi dengan Ampisilin
Divertikulitis (komplikasi) : 1,5 – 2 mg/kg BB setiap 8 jam (kombinasi dengan Ampisilin dan
Metronidazol)
Profilaksis endokarditis : Gigi, mulut, saluran nafas bagian, atas, saluran pencernaan, saluran
urin 1,5 mg/kg BB dikombinasi dengan Ampisilin 50 mg/kg BB 30 menit sebelum operasi
Endokarditis atau sejenisnya (untuk infeksi Gram Positif) : 1 mg/kg BB setiap 8 jam (kombinasi
dengan Ampisilin)
Meningitis Listeria : 5 – 7 mg/kg BB/hari dikombinasi dengan Penicillin selama 1 minggu
Meningitis Neonatal, 0 – 7 hari :
Neonatal dengan BB < 2000 gr : 2.5 mg/kg BB setiap 18 – 24 jam.
Neonatal dengan BB > 2000 gr : 2,5 mg/kg BB setiap 12 jam
Meningitis Neonatal, 8 – 28 hari :
Neonatal dengan BB < 2000 gr : 2.5 mg/kg BB setiap 8 – 12 jam.
Neonatal dengan BB > 2000 gr : 2,5 mg/kg BB setiap 8 jam
Inflamasi pelvik :
Loading Dose : 2 mg/kg BB, selanjutnya 1,5 mg/kg BB setiap 8 jam
Alternate therapy : 4,5 mg/kg BB/hari
Plague (Yersinia pestis) : 5 mg/kg BB/hari diikuti dengan postexposture dengan Doksisiklin.
Pneumonia : 7 mg/kg BB/hari dikombinasi dengan antipseudomonas beta laktam atau Carbapene
Tularemia : 5 mg/kg BB/hari dibagi setiap 8 jam untuk 1 – 2 minggu
Infeksi saluran Urin :1,5 mg/kg BB/dosis setiap 8 jam
Interval Dosis pada penurunan fungsi ginjal
Dosis konvensional :
Klirens kreatinin >= 60 ml/menit : diberikan setiap 8 jam
Klirens kreatinin 40 – 60 ml/menit : diberikan setiap 12 jam
Klirens kreatinin 20 – 40 ml/menit : diberikan setiap 24 jam
Klirens kreatinin < 20 ml/menit : loading dose, kemudian monitor
Dosis tinggi untuk terapi : Interval diperpanjang ( mis. setiap 48 jam) pada pasien dengan
gangguan ginjal yang moderat (klirens kreatinin 30 – 59 mL/menit) dan atau dasar perhitungan
pada serum level determination.
Hemodialisa :
Dilanjutkan dengan dialisa : 30% lanjutan dari Aminoglikosida dilaksanakan selama 4 jam
hemodialisa.; pemberian dosis selama hemodialisa dan follow level.
Terapi lanjutan dengan Continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) : Pemberian melalui
cairan CAPD :
Infeksi Gram–negative : 4 – 8 mg/L(4 – 8 mc/L) dari cairan CAPD
Infeksi Gram–positif (mis. siergis) : 3 – 4 mg/L (mcg/L) dari cairan CAPD
Pemberian injeksi dengan rute i. m. Atau i. v. Selama CAPD.
Dosis untuk Clcr <10 mL/menit dan follow level
Lanjutan melalui kontinius arterovenous atau venovenous hemofiltration :
Dosis untuk Clcr 10 - 40 mL/menit dan follow level
Penyesuaian dosis pada penyakit hepar : Monitor konsentrasi dalam plasma
Cara pemberian :
1Injeksi i. m.atau i.v.
Tetes mata
Lama penggunaan :
Sesuai dengan aturan pada pemberian dosis
Farmakologi
Didistribusikan melalui plesenta
Volume distribusi meningkat pada odem, asites dan menurun pada dehidrasi.
Neonatus : 0,4- 0,6 per kg BB,
Anak 0,3 -0,35 /kg BB.
Dewasa 0,2-0,3 /kg BB
Protein binding : < 30 %
Waktu paruh eliminasi :
Infant : umur < 1 minggu 3-11,5 jam. 1 minggu -6 bulan 3-3,5 jam.
Dewasa ; 1,5-3 jam.
Pasien dengan gangguan ginjal 36-70 jam
Kadar puncak serum : i.m 30-90 menit; i.v. 30 menit setelah pemberian dengan infus
Ekskresi : Urin
Stabilitas Penyimpanan
Stabilitas :
Stabil selama 30 hari setelah kemasan ditusuk
Stabil selama 24 pada suhu kamar dalam campuran NaCl fisiologis atau Dextrosa 5%
Penyimpanan :
Tidak berwarna sampai kuning muda pada penyimpanan pada suhu 2% - 30%
Jangan disimpan di refrigerator
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap Gentamisin dan Aminoglikosida lain
Efek Samping
> 10%
Susunan syaraf pusat : Neurotosisitas (vertigo, ataxia)
Neuromuskuler dan skeletal : Gait instability
Otic : Ototoksisitas (auditory), Ototoksisitas (vestibular)
Ginjal : Nefrotoksik ( meningkatkan klirens kreatinin) 1% – 10%
Cardiovaskuler : Edeme
Kulit : rash, gatal, kemerahan < 1%
Agranulositosis
Reaksi alergi
Dyspnea
Granulocytopenia
Fotosensitif
Pseudomotor Cerebral
Trombositopeni
Interaksi
• Dengan Obat Lain : Penisilin, Sefalosporin, Amfoterisin B, Diuretik dapat meningkatkan efek
nefrotoksik, efek potensiasi dengan neuromuscular blocking agen
• Dengan Makanan : Harus dipertimbangkan terhadap diet makanan yang mengandung Calcium,
magnesium , potassium
Peringatan
Jangan digunakan pada pengobatan yang lama karena dapat berisiko toksik pemberian yang lama
yaitu penurunan fungsi ginjal, miastenia gravis, hipokalsemia, kondisi dengan depresi
neuromuskuler transmitens
Aminoglikosoda secara parenteral dapat menimbulkan nefrotoksisitas dan ototoksisitas dapat
secara langsung secara proporsional dengan jumlah obat yang diberikan dan durasi pengobatan;
tinnitus atau vertigo adalah indikasi dari vestibular injuri dan mengancam hilangnya
pendengaran.
2.4.3 ULSIKUR
INDIKASI
Ulkus duodenum aktif, pencegahan ulkus duodenum kambuhan, ulkus lambung akut yang jinak,
sindroma Zollinger-Ellison.
PERHATIAN
Kerusakan ginjal, keganasan lambung, hamil, menyusui.
Interaksi obat :
meningkatkan kadar Lignokain, Fenitoin, Teofilin, Warfarin dalam darah.
mengurangi metabolisme hepatik dari antikoagulan tipe Warfarin, Fenitoin,
Lidokain, Teofilin.
EFEK SAMPING
Diare, pusing, mengantuk terus/ketagihan tidur, ruam kulit, sakit kepala yang bersifat reversibel,
nyeri sendi, nyeri otot, keadaan kekacauan/kebingungan yang bersifat reversibel, ginekomastia
ringan, impotensi yang bersifat reversibel, kebotakan, neutropenia/agranulositosis,
trombositopenia, anemia aplastik, demam, nefritis interstisial, hepatitis, pankreatitis.
KEMASAN
Ampul 200 mg x 5 biji.
DOSIS
• Injeksi intramuskular (IM) pada orang dewasa : 200 mg tanpa dilarutan disuntikkan tiap 4-6
jam.
• Infus intravena (IV) : 200 mg dilarutkan dalam 100 ml injeksi Dekstrosa atau larutan IV
lainnya diinfuskan selama 15-20 menit, diulangi tiap 4-6 jam.Maksimal : 2 gram/hari.
• Injeksi IV : larutkan 200 mg dalam larutan injeksi NaCl sampai volume total 20 ml dan
disuntikkan secara lambat paling sedikit selama 2 menit.
• Ulangi tiap 4-6 jam. Pasien dengan gangguan ginjal : 200 mg tiap 12 jam.
DIPHENHIDRAMI 2.4.4
Indikasi :
• Rhinitis alergika, rhinitis vasomotor
• Konjungtivitis alergika yang disebabkan oleh alergen atau makanan
• Urtikaria dan angioedema yang ringan tanpa komplikasi
• Dermatografisme
• Reaksi alergi terhadap darah atau plasma, dan reaksi anafilaksis, sebagai tambahan dari
epinefrin dan pengobatan dasar, setelah gejala akut telah diatasi
• Mabuk perjalanan
• Parkinsonisme (termasuk gejala ekstrapiramidal yang diakibatkan obat-obatan) pada orang tua
yang tidak dapat menerima obat yang lebih kuat, serta kelompok umur lainnya dengan gejala
yang ringan, atau sebagai kombinasi dengan obat antikolinergik, sentral, atau bila terapi oral
tidak memungkinkan atau dikontraindikasikan.
Dosis :
• Oral :
- Dewasa : 50 mg atau 20 mg, 3-4x sehari
- Anak : 5 mg/kg/hari atau 150 mg/hari, sampai 300 mg/hari
• Parenteral :
Untuk reaksi alergi :
• Dewasa : 10-50 mg IM (dalam) atau IV (100 mg, bila dibutuhkan), sampai 400 mg/hari
• Anak : 5 mg/kg/hari atau 150 mg/hari, sampai 300 mg/hari, IM (dalam) atau IV, terbagi dalam
4 dosis
Cara Pemberian dan Penyesuaian Dosis :
• Untuk mabuk perjalanan, obat diberikan 30 menit sebelum perjalanan, diberikan sesudah
makan, serta sebelum tidur.
Kontra Indikasi :
• Hipersensitivitas : terhadap difenhidramin
• Gejala saluran pernafasan bagian bawah, termasuk asma
• Pengobatan bersama MAO-inhibitor : efek antikolinergik dari difenhidramin diperhebat adau
diperlama.
Perhatian :
• Mengantuk, gangguan koordinasi : pekerjaan yang memerlukan kewaspadaan dan ketelitian
dapat terganggu : peringatkan penderita terhadap hal ini.
• Penderita usia lanjut : pusing, mengantuk, dan hipotensi lebih sering terjadi pada penderita
diatas umur 60 tahun.
• Aktivitas “atropine-like”, antikolinergik : pakailah dengan hati-hati pada penderita dengan
riwayat asma bronkial, peninggian tekanan intraokular, hipertiroidisme, penyakit kardiovaskuler
atau hipertensi.
• Penderita dengan resiko khusus : pakailah dengan hati-hati pada penderita glaukoma
“narrowangel”, tukak lambung, obstruksi pilorodudenal, hipertrofi prostat atau obstruksi saluran
kandung kencing.
Efek Samping :
• Kardiovaskuler : Hipotensi, sakit kepala, palpitasi, takikardi, ekstrasistol.
• Hematologi : anemia hemolitik, trombositopenia, agranulositosis.
• SSP : mengantuk, pusing, gangguan koordinasi, keletihan, kebingungan, kecemasan, tremor,
mudah tersinggung, insomnia, euphoria, parastesis, vertigo, tinnitus, labirintitis akut, histeri,
neuritis, kejang.
• Mata : gangguan penglihatan, diplopia.
• Saluran pencernaan : sebah, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi.
• Saluran kencing : sering kencing, sulit kencing, retensi urinal, gangguan menstruasi.
• Saluran pernapasan : pengentalan sekresi bronkial, rasa berat di dada dan wheezing, pilek.u
• Dermatologi : urtikaria, ruam kulit, fotosensitivitas.
• Hipersensitivitas : syok anafilaktik.
• Lain-lain : Mulut, hidung, tenggorokan kering, menggigil, banyak keringat.
Penggunaan bagi Anak-anak :
(lihat indikasi). Dikontraindikasikan bagi bayi baru lahir atau prematur. Dapat menimbulkan
eksitasi pada anak kecil, overdosis dapat menimbulkan halusinasi, kejang atau kematian.
Penggunaan bagi Ibu Hamil dan Menyusui :
Keamanannya belum terbukti bagi ibu hamil. Dikontraindikasikan bagi ibu menyusui, karena
meningkatkan resiko efek samping antihistamin pada bayi. Penderita sebaiknya tidak menyusui
bila terpaksa memakai obat ini.
AMINOFILI 2.4.5
Komposisi : Aminophylline/Aminofilin.
Indikasi : Menghilangkan & mencegah gejala-gejala asma & bronkhospasme yang bersifat
reversibel yang berhubungan dengan bronkhitis kronis & emfisema.
Kontra Indikasi : Tidak dianjurkan untuk anak berusia kurang dari 12 tahun.
Perhatian : Pasien dengan penyakit jantung berat, hipoksemia (keadaan kadar oksigen darah
yang menurun) parah, gagal jantung kongestif, penyakit hati, usia lanjut, hipertensi, atau
hipertiroidisme.
Interaksi Obat : klirens Teofilin dikurangi oleh Eritromisin dan makrolida lainnya, dan
Simetidin.
Efek Samping : Gangguan saluran pencernaan, takhikardia, berdebar, & gemetar.
2.4.6 NOVALGIN
Komposisi : Metamizole Na
Indikasi : Nyeri hebat yang berhubungan dengan sakit kepala, sakit gigi, post op, nyeri akut
dan kronik karena spasme otot polos.
Dosis : Tablet = dewasa dan remaja >15 tahun 1tablet, maksimal 4x/hari ; Ampul = dewasa
dan remaja >15 tahun 2-5 ml IM/IV dosis tunggal, maksimal 10 ml/hari
Pemberian Obat : Berikan sesudah makan
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap metamizol, pirazolon. Porifiria hepatik atau defisiensi
G6PD kongenital. Hamil dan laktasi
Perhatian : Asma bronkial atau infeksi saluran napas kronik, hipersensitif terhadap obat
antirematik dan analgesik. Penderita yang memberikan reaksi seperti bersin, mata berair, wajah
kemerahan jika minum minuman beralkohol. Gangguan hematologi. Tablet 500 mg: anak <15
tahun. Injeksi : penderita yang memiliki TD < 100 mmHg atau gangguan sirkulasi.
Efek Samping : Jarang, diskrasia darah dan syok. Agranulositis. Pembengkakan pada wajah,
gatal, rasa tertekan pada dada, takikardi, rasa dingin pada ekstremitas.
Interaksi Obat : Dapat menurunkan kadar siklosporin dalam dalam plasma. Dapat
meningkatakan efek dari alkohol.
Kemasan : Tablet 500 mg x 50 x 10 ; Ampul 500
2.4.7 VITAMIN A
Indikasi : Suplementasi vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau lebih rendah) yang dilakukan
secara berkala kepada anak, dimaksudkan untuk menghimpun cadangan vitamin A dalam hati,
agar tidak terjadi kekurangan vitamin A dan akibat buruk yang ditimbulkannya, seperti
xeroptalmia, kebutaan dan kematian. Cadangan vitamin A dalam hati dapat digunakan sewaktu-
waktu bila diperlukan. Pemberian kapsul vitamin A 200.000 SI kepada anak usia 1-5 tahun dapat
memberi perlindungan selama 6 bulan, tergantung berapa banyak vitamin A dari makanan
sehari-hari dikonsumsi oleh anak dan penggunaannya dalam tubuh.
Dosis : 200.000 SI
Over Dosis : Hipervitaminosis A: Suatu kondisi dimana vitamin A dalam darah atau jaringan
tubuh begitu tinggi sehingga menyebabkan timbulnya gejala-gejala yang tidak diinginkan.
Hipervitaminosis akut: disebabkan karena pemberian dosis tunggal vitamin A yang sangat besar,
atau pemberian berulang dosis tunggal yang lebih kecil tetapi masih termasuk dosis besar karena
dikonsumsi dalam periode 1-2 hari. Hipervitaminosis A akut: pada bayi dan anak biasanya
terjadi dalam waktu 24 jam. Pada beberapa anak, mengkonsumsi dosis 300.000 IU atau lebih
dapat menyebabkan mual, muntah dan sakit kepala. Penonjolan ubun-ubun dapat terjadi pada
bayi umur >1 tahun yang mengkonsumsi dosis yang sangat besar, tetapi ini ringan dan akan
hilang seketika dalam waktu 1-2 hari. Pengobatannya adalah menghentikan suplementasi vitamin
A dan pengobatan asimptomatis. Hipervitaminosis kronis : disebabkan karena mengkonsumsi
dosis tinggi yang berulang-ulang dalam waktu beberapaa bulan atau beberapa tahun. Keadaan ini
biasanya hanya terjadi pada orang dewasa yang mengatur pengobatannya sendiri.
Hipervitaminosis kronis : pada anak-anak usia muda dan bayi biasanya menyebabkan anoreksia
(tidak nafsu makan), kulit kering, gatal dan kemerahan, peningkatan tekanan intrakranial, bibir
pecah-pecah, tungkai dan lengan lemah dan membengkak. Pengobatannya adalah menghentikan
suplementasi vitamin A dan pengobatan simptomatis, disamping itu hendaknya terhadap
kemungkinan penyakit lain yang dapat merupakan penyebab.
Komposisi : Dalam makanan, retinol adalah bentuk vitamin A
Penggunaan pada Wanita Hamil : Ada kemungkinan terjadi resiko pada janin, bila si ibu
mengkonsumsi vitamin A dalam jumlah yang berlebihan, terutama pada trisemester pertama.
Hasil percobaan binatang menunjukkan terjadi cacat bawaan, baik akibat hipovitaminosis
maupun hipervitaminosis A selama kehamilan, tetapi pada manusia hasil tersebut secara statik
tidak bermakna. Meskipun demikian, mengingat adanya data tentang akibat tersebut diatas, baik
pada manusia maupun hewan, bagi wanita-wanita subur yang mungkin sedang hamil (misalnya
bila telah lebih 6 bulan setelah kelahiran bayi terakhir), sebaiknya hanya mengkonsumsi vitamin
A dengan kadar secukupnya saja. Vitamin A dosis tinggi tidak dianjurkan untuk diberikan pada
wanita hamil. Untuk menjaga kesehatan dapat diberikan dosis kecil, yaitu yang tidak melebihi
10.000 per hari.
Golongan : Vitamin
2.4.8 KA-EN 3B
Komposisi : Per L Na 50 mEq, K 20 mEq, Cl 50 mEq, lactate 20 mEq, glocose 27 g
Indikasi : Menyalurkan atau memelihara keseimbangan air dan elektrolit pada keadaan dimana
asupan makanan peroral tidak mencukupi atau tidak mungkin
Dosis : Dewasa dan anak ≥3 tahun atau BB ≥15 kg 500-1000 ml pada 1x pemberian secara IV
drip
Kontra Indikasi : Hiperkalemi, oliguria, penyakit Addison, luka bakar berat dan azotemia.
Kelebihan Na, sindrom malabsorpsi glukosa-galaktosa, cedera hati yang berat, aritmia jantung.
Perhatian : Gagal jantung kongestif, gagal ginjal, edema paru, dan jaringan perifer, pre-
eklamsi, hipertensi, post-traumatik, sepsis berat, asidosis, obstruksi saluran kemih, DM
Efek Samping : Alkalosis; odema otak, paru, perifer; intoksikasi air dan hiperkalemi,
tromboflebitis
Interaksi Obat : Ca
Kemasan : Larutan infus 500 ml
2.4.9 KA-EN 4B
Komposisi : Per L Na 30 mEq, K 8 mEq, Cl 28 mEq, lactate 10 mEq, glucose 37,5 g
Indikasi : Suplai cairan dan elektrolit untuk bayi dan anak <3 tahun atau BB <15 kg
Dosis : Dosis disesuaikan menurut kondisi, umur, dan BB
Kontra Indikasi : Na berlebih, penyakit hati berat, sindrom malabsorpsi, glukosa-galaktosa,
aritmia jantung, hiperkalemia, oligiria, penyakit Addison, luka bakar berat dan azotemia
Perhatian : Gagal jantung kronik, edema perifer dan pulmoner, gangguan fungsi ginjal, pre-
eklamsia, hipoproteinemia, stadium pasca traumatik dini, sepsis berat, asidosis, berkurang
pengeluaran urine karena penyakit obstruksi saluran kemih, DM
Efek Samping : Edema serebral, pulmonal dan perifer; intoksikasi cairan terjadi pada infus
yang berlebihan khususnya pada bayi baru lahir dan neonatus; tromboflebitis
Kemasan : Larutan 500 ml
http://www.pustaka-zikzik.co.cc/2010/06/bronkopneumonia.html