Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah RNA retrovirus yang

menyebabkan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS),dimana terjadi

kegagalan sistem imun progresif. Penyebab terbanyak adalah HIV-1. Virus ini

ditransmisikan melalui hubungan seksual, darah, produk yang terkontaminasi

darah, dan transmisi dari ibu ke bayi baik intrapartum, perinatal, atau ASI .(1) Pada

intrapartum, fetus dapat terinfeksi secara hematogen karena sirkulasi

uteroplasenta melalui membran amnion, terutama apabila membran mengalami

inflamasi atau infeksi. Pada periode perinatal, infeksi vertikal lebih banyak terjadi.

Semakin lama dan besar jumlah kontak neonatus dengan darah ibu dan sekresi

servikovaginal, risiko transmisi vertikal juga bertambah besar. Prematuritas dan

berat badan lahir rendah pada neonatus juga meningkatkan risiko infeksi dalam

persalinan karena menipisnya barier pertahanan dari kulit dan sistem imun. Pasca

persalinan, transmisi vertikal dapat terjadi karena bayi mendapat ASI dari ibu

yang menderita HIV.(1) Pada tahun 2009, 1,4 juta wanita hamil di negara

berpendapatan menengah dan rendah terdiagnosisHIV.(2)Lebih dari 90% infeksi

HIV pada bayi dan anak ditransmisikan oleh ibu selama kehamilan, kelahiran,

atau ASI. Tanpa intervensi apapun, 15-45% bayi yang lahir dari ibu dengan HIV

menjadi terinfeksi (5-10% selama kehamilan, 10-20% selama kelahiran, dan 5-

20% lewat ASI). Sekitar 50% bayi yang terinfeksi HIV dari ibunya meninggal

sebelum usia 2 tahun. Transmisi infeksi HIV dari ibu ke bayi dapat diturunkan

jika obat antiretroviral diberikan pada ibu selama kehamilan dan kelahiran dan

1
bayi setelah kelahiran.(2)Walaupun infeksi nasional HIV di Asia lebih rendah

dibandingkan dengan benua lain (misalnya Afrika), populasi dari banyak negara

di Asia sangat besarsehingga bahkan preva-lensi yang rendah mencerminkan

popu-lasi penderita HIV yang sangat banyak. Kecenderungan peningkatan jumlah

penderita HIV/AIDS dari tahun ke tahun tersebut membutuhkan pena-nganan

serius.(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi HIV

Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan pathogen yang menyerang

sistem imun manusia, terutama sel yang memiliki penanda CD4+ di permukannya

seperti makrofag dan limfosit T.4

2.2 Etiologi

HIV merupakan virus ribonucleic acid (RNA) yang termasuk dalam subfamily

Lentivirus dari famili Retrovirus . Struktur HIV dapat dibedakan menjadi 2 tipe

2
HIV-1 yang menyebar luas keseluruh dunia, dan HIV-2 yang hanya ada di afrika

barat dan beberapa negara Eropa.4

2.3 Patogenesis

HIV menyerang sel-sel dengan reseptor CD4+, terutama limfosit T dan

monosit/makrofag, namun juga menginfeksi sel lainnya, seperti,

megakariosit, epidermal Langerhans, dendrit folikuler, mukosa rektal,

mukosa saluran cerna, selserviks, mikroglia, astrosit, sel trofoblas, limfosit

CD8+, sel retina dan epitel ginjal. HIV memiliki struktur gp120 yang akan

berkaitan dengan reseptor CD4+. Ikatan tersebut diperkuat oleh ikatan

dengan koreseptor sel inang, yaitu reseptor kemokin CCR5 dan reseptor

CXCR4. Ikatan dengan koreseptor dibutuhkan untuk penggabungan virus

dengan membran sel agar virus dapat masuk ke dalam sel inang. Setelah

berikatan dengan kuta, terjadilah fusi membran virus dan seluruh komponen

HIV akan masuk ke dalam sitoplasma sel inang, kecuali selubungnya. Di dalam

sel inang, ssRNA virus akan mengalami proses transkripsi dengan perantara

enzim reverse transcriptasehingga terbentuk seuntai cDNA. Setelah itu, DNA

yang terbentuk akan pindah dari sitoplasma ke dalam inti sel inang dan

menyisip ke dalam DNA sel inang dengan bantuan enzim integrase, yang

disebut juga sebagai provirus. Provirus tinggal dalam keadaan latenatau

dalam keadaan replikasi yang sangat lambat, tergantung pada aktivitas dan

diferensiasi sel inang yang terinfeksi. Sampai suatu saat, terjadilah suatu

stimulasi yang dapat memicu terjadinya replikasi virus dengan kecepetan

tinggi, seperti pengaruh beberapa sitokin proinflmatorik. Provirus yang

3
terintegrasi dalam DNA sel target akan ikut proses transkripsi sel inang.

Hasil transkripsi tersebut memiliki dua peran, yaitu sebagai RNA genom

yang nantinya tergabung dalam virion, dan sebagai. mRNA yang menyandi

protein-protein virus. RNA genom dan protein-protein virus tersebut akan

menjadi virus HIV yang baru.4

2.4 Perjalanan HIV pada anak

Cara dan waktu penularan infeksi HIV-1 pada anak mungkin selanjutnya

berkontribusi dengan laju progresi penyakit HIV. Autologous neutralizing

antibody (aNab) maternal terlibat sebagai faktor protektif melawan penularan HIV

selama intra uteri. Studi Bryson and colleagues from the University of California

at Los Angeles menilai adanya antibody netralisir diantara 21 transmisi dan 17

non-transmisi ibu yang tidak menerima zidovudine untuk mencegah transmisi ibu

ke anak. Adanya aNab (autologous neutralizing antibody) juga berhubungan

dengan ketiadaan progresi pada anak yang terinfeksi. Bayi yang mengalami

progresi cepat selama 2 tahun pertama kehidupan memiliki kadar aNab yang

sangat rendah bahkan nol untuk melawan virus yang ada atau yang telah berlalu.

Sedangkan penyakit dengan progresi intermediet awalnya menunjukkan tidak

adanya kemampuan aNab, namun setelah 12 bulan menjadi mampu menetralisir

virus. Anak dengan progresi lambat menunjukkan peningkatan kemampuan

menetralisir virus pada titer tinggi.

Infeksi HIV-1 pada anak memiliki variasi, yang menyebabkan gejala dini

pada hampir 20% (progresi cepat). Kebanyakan anak menunjukkan progresi

moderat penyakit, dan sekelompok kecil menunjukkan asimptomatik selama

4
beberapa tahun. Beberapa faktor yang berpengaruh adalah karakteristik virus dan

pejamu. Mengenai faktor pejamu, literature menekankan pada peran gen CCR5

yang mengkode permukaan sel, molekul reseptor kemokin yang berperan sebagai

ko-reseptor bagi makrofag-tropik strain HIV. Anak digolongkan ke dalam

progressor cepat, moderat, dan lambat berdasarkan gejala klinis yang timbul

dalam 2 tahun pertama kehidupan, umur 2-8 tahun, dan setelah umur 8 tahun.

Multipel faktor dapat mempengaruhi progresi penyakit HIV-1 pada anak selama

infeksi perinatal, seperti faktor infeksi utero versus intrapartum, status penyakit

ibu saat kelahiran, pengobatan dan profilaksis ibu dan bayi, dan HLA genotip 11.5

2.5 Gambaran Klinis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis sesuai klasifikasi WHO.

Stadium klinis 1

-Asimtomatik

-Limfadenopati generalisata persisten

Stadium klinis 2

-Hepatosplenomegali persisten yang tidak dapat dijelaskan

-Erupsi pruritik popular

-Infeksi virus wart luas

-Angular cheilitis

-Moluskum kontagiosum luas

-Ulserasi oral berulang

-Pembesaran kelenjar parotis persisten yang tidak dapat dijelaskan

-Eritema ginggival lineal

5
-Herpes zoster

-Infeksi saluran napas atas kronik atau berulang (otitis media, otorrhoea,

sinusitis, tonsillitis )

-Infeksi kuku oleh fungus

Stadium klinis 3

-Malnutrisi sedang yang tidak dapat dijelaskan, tidak berespons secara adekuat

terhadap terapi standar-Diare persisten yang tidak dapat dijelaskan (14 hari atau

lebih )

-Demam persisten yang tidak dapat dijelaskan (lebih dari 37,5o C intermiten atau

konstan, >1 bulan)

-Kandidosis oral persisten (di luar saat 6-8 minggu pertama kehidupan)

-Oral hairy leukoplakia-Periodontitis/ginggivitis ulseratif nekrotikans akut

-TB kelenjar-TB Paru

-Pneumonia bakterial yang berat dan berulang-Pneumonistis interstitial limfoid

simtomatik-Penyakit paru-berhubungan dengan HIV yang kronik termasuk

bronkiektasis-Anemia yang tidak dapat dijelaskan (<8g/dl ), neutropenia

(<500/mm3) atau trombositopenia (<50 000/ mm3)

Stadium klinis 4

-Malnutrisi, wasting, dan stunting berat yang tidak dapat dijelaskan dan tidak

berespons terhadap terapi standard

-Pneumonia pneumosistis

-Infeksi bakterial berat yang berulang (misalnya empiema, piomiositis,

infeksi tulang dan sendi, meningitis, kecuali pneumonia)

6
-Infeksi herpes simplex kronik (orolabial atau kutaneus >1 bulan atau

viseralis di lokasi manapun)

-TB ekstrapulmonar-Sarkoma Kaposi

-Kandidiasis esofagus (atau trakea, bronkus, atau paru)

-Toksoplasmosis susunan saraf pusat (di luar masa neonatus)

-Ensefalopati HIV

-Infeksi sitomegalovirus (CMV), retinitis atau infeksi CMV pada organ lain,

dengan onset umur >1 bulan-Kriptokokosis ekstrapulmonar termasuk meni-

ngitis-Mikosis endemik diseminata (histoplasmosis, coccidiomycosis)

-Kriptosporidiosis kronik (dengan diarea)

-Isosporiasis kronik

-Infeksi mikobakteria non-tuberkulosis disemi-nata

-Kardiomiopati atau nefropati yang dihubungkan dengan HIV yang simtomatik

-Limfoma sel B non-Hodgkin atau limfoma serebral

-Progressive multifocal leukoencephalopathy

Selain berdasarkan kriteria klinis dilakukan juga penilaian laboratorium,

yaitu pemeriksaan antibodi HIV untuk anak usia diatas 18 bulan dan

dengan pemeriksaan virologi HIV berupa PCR RNA (viral load)untuk anak

berusia kurang dari 18 bulan. Tanda yang mengarahkan kemungkinan infeksi HIV

adalah infeksi oportunistik, yaitu infeksi dengan kuman, parasit, jamur atau

protozoa, yang lazim tidak menyebabkan penyakit pada anak normal. Karena

gangguan fungsi imun, terutama imunitas selular, maka anak akan menjadi sakit

7
apabila terpajan pada organisme tersebut, lebih lama, lebih berat, serta sering

berulang.6

2.6 Proses Penularan HIV Pada Anak

Lahirnya Millenium Development Goalstahun 2000 di New York merupakan

komitmen pemimpin dunia untuk mempercepat pembangungan manusia dan

pemberantasan kemiskinan. Namun di Indonesia, tujuan MDGs

dikembangkan dan diklasifikasikan menjadi delapan, antara lain: menurunkan

angkan kematian anak serta memerangi HIV/AIDS).Penularan HIV ke Bayi dan

Anak, bisa dari ibu ke anak, penularan melalui darah, penularan melalui

hubungan seksual (pelecehan seksual pada anak).Penularan dari ibu ke

anak terjadi karena wanita yang menderita HIV/AIDSsebagian besar (85%)

berusia subur (15-44 tahun), sehingga terdapat risiko penularan infeksi

yang bisa terjadi saat kehamilan (inuteri).Berdasarkan laporan CDC Amerika,

prevalensi penularan HIV dari ibu ke bayi adalah 0,01% sampai0,7%. Bila

ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi

sebanyak 20% SAMPAI 35%, sedangkan jika sudah ada gejala pada ibu

kemungkinan mencapai 50%. penularan juga terjadi selama proses persalinan

melalui transfusi fetomaternal atau kontak antara kulit atau membran

mucosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan . semakin

lama proses kelahiran, semakin besar pula risiko penularan, sehingga lama

persalinan bisa di cegah dengan operasisectio caecaria. Transmisi lain juga

terjadi selama periode post partum melalui ASI, risiko bayi tertular melaui ASI

dari ibu yang positif sekitar10%. Bayi tertular HIV dari ibu bisa saja tampak

8
normal secara klinis selama periode neonatal. Penyakit penanda AIDS

tersering yang ditemukan pada anak adalah pneumonia yang disebabkan

pneumocystis cranii,gejala umum yang ditemukan pada bayi dengan infeksi

HIV adalah gangguan tumbuh kembang,kandidiasis oral, diare kronis, atau

hepatosplenomegali (pembesaran pada hepardan lien). Karena antibodi ibu bisa

dideteksi pada bayi sampai berumur 18 bulan.Maka tes ELISA dan western

blotakan postif meskipun bayi tidak terinfeksi HIVkarena tes ini berdasarkan

ada atau tidaknya antibodi pada HIV. Tes paling spesifik untuk

mengidentifikasi adalah PCR untuk DNA HIV. Kultur HIV yang positif juga

mennjukkan pasien terinfeksi HIV. Untuk pemeriksaan PCR, bayi harus

dilakukan pengambilan sampel darah untuk dilakukan tes PCR pada dua

waktu yang berlainan. DNA PCR pertama diambil saat berusia 1 bulan karena

tes ini kurang sensitif selama 1 bulan setelah lahir. CDC

merekomendasikan pemeriksaan DNA PCR setidaknya diulang pada saat bayi

berusia 4 bulan. Jika tes ini negatif, maka bayi tidak terinfeksi HIV sehingga tes

PCR perlu diulang setelah bayi disapih. Pada usia 18 bulan, pemeriksaan

ELISA bisa dilakukan pada bayi bila tidak tersedia sarana pemeriksaan yang

lain. Anaak-anak berusia lebih dari 18bulan bisa didiagnosis dengan

menggunakan kombinasi antara gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium.

Anak dengan HIV sering mengalami infeksi bakteri,gagal tumbuh atau

wasting,limfadenopati menetap, keterlambatan berkembang,sariawan pada

mulut dan faring. Anak usia lebih dari 18 bulan bisa didiagnosis dengan

ELISA dan tes konfirmasi lain seperti pada dewasa. Terdapat dua

9
klasifikasi yang bisa digunakan untuk mendiagnosis bayi dan anak dengan

HIV yaitu menurut CDC dan WHO.7

2.7 Prevention of Mother to Child Infection (PMTCT)

Jika wanita dengan HIV positif hamil, ia harus diberi pelayanan yang meliputi

pencegahan dengan obat ARV, (dan pengobatan jika ada indikasi klinis), praktek

obstetric yang lebih aman, dan konseling serta dukungan tentang pemberian

makanan bayi. Konsep dasar PMTCT adalah meminimalkan paparan HIV pada

janin selama kehamilan dan bayi setelah persalinan.

•Persalinan :

Faktor yang memperbesar resiko penularan adalah ketika terjadi kontraksi, maka

akan terjadi penekanan plasenta, sehingga kemungkinan akan terjadi pencampuran

darah ibu dan bayi. Perlu dilakukan konseling kepada ibu dan pasangan mengenai

manfaat dan risiko persalinan pervaginam dan persalinan dengan seksio sesarea

berencana. Persyaratan untuk persalinan pervaginam: Ibu minum ARV teratur,

atau Muatan Virus/ Viral Load tidak terdeteksi . Dianjurkan untuk melakukan

pemeriksaan muatan virus/ viral load pada usia kehamilan 36 minggu ke atas.

•Pemberian ARV pada PMTCT

Prinsipnya, penggunaan ARV selama kehamilan akan menurunkan jumlah virus

dalam darah ibu sehingga mengurangi paparan HIV dari ibu ke bayi. Untuk

PMTCT, semua ibu hamil diberikan ARV pencegahan tanpa melihat jumlah CD4

atau limfosit. Rejimen lini-pertama yang direkomendasikan untuk kelompok ini

adalah: (d4T atau AZT) + 3TC + NVP. EFV harus dihindari pada kelompok

perempuan tersebut di atas oleh karena sifatnya yang teratogenik. Ibu hamil harus

10
dimonitor secara ketat terhadap toksisitas, misalnya yang paling sering adalah

hepatotoksik. Bayi yang dilahirkan harus mendapat profilaksis ZDV selama satu

minggu.

•Pemberian makanan sehubungan HIV

Pada konseling harus dijelaskan tentang:

 Jika anak diketahui terinfeksi HIV dan sedang mendapat ASI, semangati

ibu untuk melanjutkan ASI

 Jika ibu diketahui HIV (+) dan status anak tidak diketahui, harus dilakukan

konseling bagi ibu mengenai untuk perencanaan pemberian susu pengganti

dengan syarat AFASS

Apabila penggantian pemberian susu pengganti (susu formula) memenuhi

AFASS berarti Acceptable (dapat diterima), Feasible (mudah dilakukan),

Affordable (harga terjangkau), Sustainable (berkesinambungan), Safe

(aman), maka sangat dianjurkan untuk menghindari ASI dari ibu yang

terinfeksi HIV.

Jika dalam keadaan tidak terjaminnya ketersediaan susu formula,

perlu diperhatikan pada pilihan ASI, perlu Manajemen Laktasi yang baik

untuk mencegah lecet dan radang payudara (mastitis). Bila puting sedang

lecet/ luka, ASI tidak diberikan melalui puting yang lecet. Dan jika yang

dipilih adalah ASI eksklusif, maka selama pemberian ASI eksklusif tidak

boleh dicampur tambahan lain karena dapat menyebabkan iritasi usus

sehingga transmisi virus lebih tinggi terutama pada bulan awal.5

2.8 Penatalaksanaan8,9,10

11
Terapi Anti Retroviral (ARV)

Terapi saat ini tidak dapat mengeradikasi virus namun hanya untuk mensupresi

virus untuk memperpanjang waktu dan perubahan perjalanan penyakit ke arah

yang kronis.

Catatan:

12
 Risiko kematian tertinggi terjadi pada anak dengan stadium klinis 3 atau

4, sehingga harus segera dimulai ART.

 Anak usia <12 bulan dan terutama < 6 bulan memiliki risiko paling

tinggi untuk menjadi progresif atau mati pada nilai CD4+ normal.

 Pada anak > 12 bulan dengan tuberkulosis (TB), khususnya pulmonal dan

kelenjar serta lymphoid-interstitial pneumonitis (LIP), kadar CD4+ harus

diperiksa untuk menentukan kebutuhan dan waktu pemberian ART. Bila

mungkin lakukan tes CD4+ saat anak tidak dalam kondisi sakit akut.

 Nilai CD4+ dapat berfluktuasi menurut individu dan penyakit yang

dideritanya. Bila mungkin harus ada 2 nilai CD4+ di bawah ambang batas

sebelum ART dimulai.

 Bila belum ada indikasi untuk ART lakukan evaluasi klinis dan nilai

CD4+ setiap 3-6 bulan sekali, atau lebih sering pada anak dan bayi

yang lebih muda. Pemantauan TLC tidak diperlukan. Bila terdapat >2

gejala yang memenuhi stadium 2 WHO dan pemeriksaan CD4+ tidak

tersedia maka dianjurkan untuk memulai pemberian ART

Obat ARV terdiri dari 3 golongan utama: nucleoside reverse transcriptase

inhibitor (NRTI), nucleotide reverse transcriptase inhibitor, non-nucleoside

reverse transcriptase inhibitor (NNRTI), dan protease inhibitor (PI).

Baku pengobatan adalah triple therapy. WHO merekomendasikan bahwa

rejimen lini pertama adalah 2 NRTI ditambah 1 obat NNRTI. EFV (efavirenz)

adalah pilihan NNRTI untuk anak yang diberi rifampisin

13
Dosis FDC Menurut Berat Badan Anak

PROFILAKSIS PRIMER

14
15
Tanda klinis yang penting sebagai respon terhadap pengobatan ARV pada

anak adalah: adanya kemajuan tumbuh kembang anak yang pernah mengalami

gangguan, perbaikan gejala neurologi dan perkembangan anak yang pernah

mengalami keterlambatan perkembangan mental atau ensefalopati, dan/atau

menurunnya frekuensi penyakit infeksi yang dialami (seperti infeksi bakterial,

kandidiasis oral, dan/atau infeksi oportunistik lain). Pemantauan laboratorium

pada anak yang mendapat ART sama dengan yang direkomendasikan pada

ODHA dewas . Dengan tambahan pada pemantauan klinis terapi ARV pada anak

sebaiknya juga dilakukan pemantauan:

• Gizi dan status gizi;

• Perkembangan berat badan dan tinggi badan;

• Tumbuh kembang anak

Alasan mengganti ART pada bayi dan anak

16
Prinsip dasar penggantian terapi pada anak hampir sama dengan yang

diterapkan pada ODHA dewasa, demikian juga penatalaksanaan toksisitas obat.

Bila dapat teridentifikasi obat dalam rejimen yang berhubungan dengan reaksi

toksik, maka obat tersebut dapat diganti dengan obat lain yang tidak memiliki

efek samping yang sama. Tanda klinik untuk kegagalan terapi pada anak adalah:

lambatnya tumbuh kembang anak, atau kemunduran dalam pertumbuhan anak

yang awalnya memberikan respon terhadap terapi; tiadanya perkembangan

neurologis anak atau berkembangnya ensefalopati; dan kambuhnya penyakit

infeksi, seperti kandidiasis oral, yang tidak mempan oleh pengobatan.

Penggantian obat jangan didasarkan atas kriteria klinis semata, seharusnya

kesimpulan bahwa ada kegagalan ART diambil setelah anak mendapatkan terapi

yang cukup lama (contoh, anak harus telah mendapatkan rejimen ARV tersebut

paling sedikit 24 minggu). Oleh karena penurunan jumlah mutlak CD4 sangat

tergantung pada umur sampai anak berumur 6 tahun, sangat sulit untuk menilai

adanya kegagalan terapi pada anak yang lebih muda. Setelah umur 6 tahun

jumlah CD4 hampir mencapai jumlah dewasa dan CD4 dapat dipakai sebagai

dasar kriteria. Untuk memantau respon terhadap terapi dipakai persentase CD4

oleh karena variasinya lebih kecil dan tidak tergantung pada umur. Belum ada

data yang pasti tentang penggunaan limfosit total untuk mengevaluasi hasil ART

pada anak.10

17
BAB III
KESIMPULAN
1.HIV/AIDS yang terjadi pada anak dapat karena penularan dari ibu saat

kehamilan, ataupun saat kelahiran selain itu, HIV pada anak juga dapat terjadi

akibat pelecehan seksual pada anak.

2. Diagnosis HIV pada anak dengan pemeriksaan darah untuk mendeteksi virus

HIV pada anak, dapat dilakukan 2 kali yaitu sebelum dan setelah umur 18

bulan.Salah satu pencegahan penularan HIV pada anak akibat transmisi maternal

yaitu dengan sectio caesaria.

3. Jika wanita dengan HIV positif hamil, ia harus diberi pelayanan yang meliputi

pencegahan dengan obat ARV, (dan pengobatan jika ada indikasi klinis), praktek

18
obstetric yang lebih aman, dan konseling serta dukungan tentang pemberian

makanan bayi.

4. Tanda klinis yang penting sebagai respon terhadap pengobatan ARV pada anak

adalah: adanya kemajuan tumbuh kembang anak yang pernah mengalami

gangguan, perbaikan gejala neurologi dan perkembangan anak yang pernah

mengalami keterlambatan perkembangan mental atau ensefalopati, dan/atau

menurunnya frekuensi penyakit infeksi yang dialami (seperti infeksi bakterial,

kandidiasis oral, dan/atau infeksi oportunistik lain).

19

Anda mungkin juga menyukai