KEJADIAN 2, 18 - 25
Ep : 1 Korintus 11, 8 - 12
oleh orangtua. Termasuk pasangan itu, juga tidak berhak!. Hanya dua
yang bisa, yaitu: karena berzinah atau oleh kematian. Pernikahan
adalah perjalanan satu arah, sekali masuk, tidak ada jalan untuk
kembali (no point to return).
Kita tahu, banyak masalah yang dihadapi pasangan yang
menikah. Tetapi itu pun tidak boleh menjadi alasan untuk bercerai.
Lalu apa yang harus dilakukan. Bila bahtera rumahtangga mengalami
gempuran gelombang masalah, hanya satu yang harus dilakukan
pasangan, yaitu: maju terus, pertahankan pernikahanmu, perbaiki
kerusakan yang ada. Dan jangan lupa, panggillah dan biarkanlah
Tuhan Yesus menjadi nakhodanya. Pasti, sekali lagi pasti, rumah-
tanggamu akan pulih, bahkan akan semakin berbahagia. Ikutilah cara
Napoleon Bonaparte yang selalu berhasil mengalahkan musuhnya.
Bagaimana caranya? Bila pasukannya sudah mendarat di pulau yang
akan ditaklukkan, dia segera perintahkan untuk membakar semua
kapal-kapal pembawa pasukan itu dibakar habis, sehingga bagi
semua pasukan tidak ada keinginan untuk kembali, tetapi harus
bertempur habis-habisan. Hanya satu tekad: Menang!. Tidak ada kata
kalah atau cerai. Hasilnya, walau menghadapi banyak masalah,
pernikahan kita semakin lama semakin harmonis dan bahagia.
3. Yang berikut, di ay. 24a dikatakan: “Sebab itu seorang laki-laki akan
meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga
keduanya menjadi satu daging”. Lakilaki harus meninggalkan ayah dan
ibunya untuk bersedaging dengan isterinya. Padahal dia lebih dahulu
mengenal ayah ibunya, bahkan ibunya yang mengandung, melahir-
kan dan mengasuhnya. Tetapi kok harus ditinggalkan? Karena
mereka sudah menjadi satu keluarga yang baru. Orangtua harus tetap
dihormati dan dikasihi. Orangtua juga harus tetap mendoakan dan
menasehati anaaknya. Tetapi jangan lagi mencampuri apalagi
mengambil kepemimpinan keluarga anaknya. Biarkanlah mereka
mengatur rumahtangganya, karena mereka sudah menjadi satu
keluarga baru. Sudah rahasia umum, tidak sedikit keluarga yang
dengan agak kasar. "Tapi itu ayam, sayang" kata si istri bersikeras. "Itu
jelas-jelas bebek, memang kamu tuli, ya!!", kata suami makin menaikkan
nada suaranya. "Tapi itu ayam!", kata si isteri sambil menangis. Si suami
melihat air mata yang mengambang di pelupuk mata istrinya, dan akhirnya,
dia ingat kenapa dia menikahinya. Wajahnya melembut dan katanya dengan
mesra, "Maafkan aku, Sayang. Kurasa kamu benar. Itu memang suara ayam
koq." - "Terima kasih, Sayang," kata si istri sambil menggenggam tangan
suaminya. "Kwek! Kwek!" terdengar lagi suara di hutan, mengiringi mereka
berjalan bersama dalam cinta.
Apa sih gunanya bagi mereka berdua apakah itu ayam atau
bebek? Untunglah sang suami menyadari hal tsb. Bagi dia jauh lebih
penting keharmonisan mereka, ketimbang kebenaran apakah itu
bebek atau ayam. Tetapi banyak pernikahan yang hancur bahkan
bercerai hanya gara-gara persoalan sepele, bahkan yang tidak ada
sangkut pautnya dengan kita. Ada suami-isteri yang lempar-lemparan
nasi hanya soal siapa yang dipilih menjadi Ephorus HKBP
(misalnya). Keutuhan pernikahan jauh lebih penting ketimbang
mencari siapa yang benar tentang apakah itu ayam atau bebek.
Karena itu saudaraku, marilah kita terus membina pernikahan kita di
dalam kekudusan, karena Tuhan lah yang menetapkannya, dan Tuhan
Yesus telah menebus dan menguduskannya dengan darahNya. Teruslah
meminta bantuan Roh Kudus dalam berusaha memperkokoh
kesedagingan pernikahan kita.
Amin.
MARKUS 10, 35 – 45
Ep: Keluaran 18, 17 – 23
(kekuasaan). Lebih baik jadi kepala kecil daripada jadi jongos besar,
kata orang lain.
Dan untuk memperoleh kekuasaan, orang mau melakukan apa saja.
Ada dengan cara yang benar, dengan ilmu tinggi, karya besar, kerja
keras. Tetapi banyak dengan cara kurang baik: Main uang (money
politics), dengan main sogok/ suap, main sikut, dengan kudeta, dengan
membunuh seperti Ken Arok dan raja-raja Jawa lainnya, seperti Raja-raja
Israel juga, dengan perkawinan politik (anak raja dengan putri raja kawin
walau tanpa cinta asal kekuasan didapat), nepotisme, dan katanya ada
yang main dukun, dan bahkan ada dengan menjual imannya atau berganti
agama.
Sdrku! Rupanya, keinginan itu juga ada pada dua orang bersaudara
murid Yesus, Yakobus dan Yohannes anak Zebedeus. Mereka tidak
hanya ingin masuk ke surga, tetapi mereka ingin menjadi pemimpin,
orang besar, berkuasa di kelompok Yesus, yang mereka lihat adalah
Mesias Allah yang akan memulihkan kerajaan Daud. Dan cara mereka
tempuh adalah dengan nepotisme. Karena ibu mereka marpariban
(kakak adik) dengan Maria, ibu Yesus.
Sdrku! Biasanya, orang yang ambisi menjadi pemimpin dan
penguasa adalah mereka yang merasa diri lebih layak dan lebih mampu,
merasa lebih besar dari orang lain, punya rasa superioritas. Dan
mungkin kedua murid ini demikian, merasa telah berbuat lebih banyak
ketimbang murid lain. Karena itulah, murid lain juga langsung marah
karena mereka juga merasa layak dan mampu, dan rupanya ingin juga.
“Kok Cuma mereka, apa kami ini nggak bisa?” Ambisi-ambisi seperti itu
telah memicu konflik. Bila di perkumpulan ada orang-orang yang ambisi,
maka perkumpulan itu lambat laun akan mengalami konflik.
Selanjutnya, mengapa orang mau jadi orang besar, atau pemimpin?
Banyak yang bermotif benar, ingin melayani, ingin mengembangkan
sesuatu yang dimiliki yang berguna bagi banyak orang. Tetapi tidak
sedikit, seperti yang dikatakan Yesus di ayat 42 karena yang ingin
berkuasa, menguasai, menindas orang lain, terutama ingin mengambil