Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan

berkat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah dengan judul pandangan

positif dan dinamis manusia sebagai makhluk spiritual dan bermoral.

Dalam penyusunan makalah ini saya mengucapkan terima kasih kepada pihak

yang teah membantu dalam penyusunan makalah ini.Saya menyadari bahwa dalam

penyusunan makalah ini masih banyak memilih kekurangan dalam penyusunannya.

Oleh karena itu,sayai membutuhkan kritik dan saran dari pembaca agar dalam

penulisan makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Dalam penyusunan makalah ini,

saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Makassar, 03 Desember 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

A. Rumusan Masalah

B. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Manusia Sebagai Makhluk Spiritual

B. Manusia Sebagai Makhluk Spiritual Menurut Para Ahli

C. Manusia Sebagai Makhluk Bermoral

D. Manusia Sebagai Makhluk Bermoral Menurut Para Ahli

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Guru BK merupakan salah satu pendidik sekaligus pembimbing bagi

siswa. Agar siswa dapat berkembang secara optimal, seorang guru BK seharusnya

profesional dalam menjalankan tugas profesinya. Profesi sebagai guru Bimbingan

dan Konseling sangat mulia di mata masyarakat, karena mempunyai tugas

mendidik sekaligus membimbing siswa. Dalam SK Menpan No.84/1993 di

tegaskan bahwa tugas pokok Guru Pembimbing adalah “menyusun program

bimbingan, melaksanakan program bimbingan, analisis hasil pelaksanaan

bimbingan, dan tindak lanjut dalam program bimbingan terhadap peserta didik

yang menjadi tanggung jawabnya”(pasal 4). Adapun empat kompetensi yang

harus di miliki oleh guru BK diantaranya kompetensi pedagogik, kompetensi

profesional, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial.

Menurut UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) pasal

10 ayat 1 salah satu kompetensi guru profesional adalah kompetensi kepribadian.

Kompetensi kepribadian ditandai dengan kepribadian yang mantap, berahlak

mulia, arif, berwibawa dan menjadi teladan bagi peserta didik. Menurut Perez

(dalam Willis 2010: 80) mengemukakan bahwa kualitas pribadi konselor yaitu:

(a) mampu merasakan keadaan, kebutuhan, keinginan dan emosional siswa, (b)

memperlihatkan penghargaan positif tanpa syarat terhadap siswa, (c) mampu


menciptakan suasana hangat, sehingga siswa bersemangat untuk mengemukakan

masalahnya, (d) menerima siswa apa adanya tanpa membeda-bedakan, (e) dapat

memberikan rasa aman terhadap siswa, dan (f) mempunyai rasa empati terhadap

masalah yang dialami siswa. Rogers (dalam Willis 2010: 85) mengemukakan

bahwa aspek-aspek kepribadian konselor yang penting dalam hubungan konseling

adalah: mempunyai rasa empati, respek, menerima, menghargai, memahami, dan

jujur.

Menjadi konselor yang baik, yaitu konselor yang efektif, perlu mengenal

diri sendiri, mengenal klien, memahami maksud dan tujuan konseling, serta

menguasai proses konseling. membangun hubungan konseling (counseling

relationship) merupakan hal penting dan menentukan dalam melakukan

konseling. Seorang konselor tidak dapat membangun hubungan konseling jika

tidak mengenal diri maupun klien, tidak memahami maksud dan tujuan konseling,

serta tidak memahami proses konseling. Jones and Nelson ( dalam Supriatna

2009:18) Guru pembimbing atau biasa disebut dengan konselor merupakan tenaga

pendidik yang dibutuhkan di sekolah. Seorang konselor harus mempunyai

kepribadian yang baik,karena sukses dan tidaknya proses konseling bergantung

pada kepribadian konselor. Kepribadian konselor merupakan hal yang harus

diperhatikan dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling.Kepribadian

yang harus ditunjukan oleh guru BK terhadap siswanya yaitu sikap empati, peka

terhadap perasaan konseli, mempunyai rasa hangat, terbuka dan dapat dipercaya.
B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi manusia sebagai makhluk spiritual?

2. Bagaimana manusia sebagai makhluk spiritual menurut para ahli?

3. Apa definisi manusia sebagai makhluk bermoral?

4. Bagaimana manusia sebagai makhluk bermoral menurut para ahli?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa definisi manusia sebagai makhluk spiritual

2. Untuk mengetahui bagaimana manusia sebagai makhluk spiritual menurut

para ahli

3. Untuk mengetahui apa definisi manusia sebagai makhluk bermoral

4. Untuk mengetahui agaimana manusia sebagai makhluk bermoral menurut

para ahli
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Manusia Sebagai Makhluk Spiritual

Manusia adalah satu kata yang sangat bermakna dalam dimana makhluk

yang sangat sempurna dari makhluk makhluk lainya ,makhluk yang sangat spesial

dan berbeda dari makhluk yang ada sebelumnya ,makhluk yang bersifat nyata dan

mempunyai akal fikiran dan nafsu yang diberikan Tuhan untuk berfikir,mecari

kebenaran,mencari Ilmu Pengetahuan, membedakan mana yang baik atau buruk,

dan hal lainya.karena begitu banyak kesempurnaan yang di miliki manusia tidak

terlepas dari tugas mereka sebagai khalifah di Bumi ini Karena itu, kualitas,

hakikat, fitrah, kesejatian manusia adalah baik, benar, dan indah. Tidak ada

makhluk di dunia ini yang memiliki kualitas dan kesejatian semulia itu .

Sungguhpun demikian, harus diakui bahwa kualitas dan hakikat baik benar dan

indah itu selalu mengisyaratkan dilema-dilema dalam proses pencapaiannya.

Artinya, hal tersebut mengisyaratkan sebuah proses perjuangan yang amat berat

untuk bisa menyandang predikat seagung itu. Sebab didalam hidup manusia selalu

dihadapkan pada tantangan moral yang saling mengalahkan satu sama lain.

Karena itu, kualitas sebaliknya yaitu buruk, salah, dan jelek selalu menjadi batu

sandungan bagi manusia untuk meraih prestasi sebagai manusia berkualitas.

Secara fitrah manusia menginginkan “kesatuan dirinya” dengan Tuhan,

karena itulah pergerakan dan perjalanan hidup manusia adalah sebuah evolusi
spiritual menuju dan mendekat kepada Sang Pencipta. Tujuan mulia itulah yang

akhirnya akan mengarahkan dan mengaktualkan potensi dan fitrah tersembunyi

manusia untuk digunakan sebagai sarana untuk mencapai “spirituality progress”.

B. Manusia Sebagai Makhluk Spiritual Menurut Para Ahli

Menurut Abraham Maslow manusia mempunyai lima kebutuhan yang

membentuk tingkatan-tingkatan atau disebut juga hirarki dari yang paling penting

hingga yang tidak penting dan dari yang mudah hingga yang sulit untuk dicapai

atau didapat. Motivasi manusia sangat dipengaruhi oleh kebutuhan mendasar

yang perlu dipenuhi. Kebutuhan maslow harus memenuhi kebutuhan yang paling

penting dahulu kemudian meningkat ke yang tidak terlalu penting. Untuk dapat

merasakan nikmat suatu tingkat kebutuhan perlu dipuaskan dahulu kebutuhan

yang berada di bawahnya .

Menurut Karl Marx (1818-1883), seorang ahli filsafat kelahiran Jerman.

Menurut Marx, agama sebagai candu masyarakat Dalam pandangan Marx, agama

memang pantas disebut sebagai candu masyarakat karena seperti candu, ia

memberikan harapan-harapan semu, dapat membantu orang untuk sementara

waktu melupakan masalah real hidupnya. Seorang yang sedang terbius oleh

candu/opium dengan sendirinya akan lupa dengan diri dan masalah yang sedang

dihadapinya. Ketika orang sedang masuk dalam penderitaan yang dibutuhkan

tidak lain adalah candu yang dapat membantu melupakan segala penderitaan

hidup, kendati hanya sesaat saja. Bagi Marx, agama merupakan medium dari ilusi
agama tidak ada pendasaran yang real-obyektif bagi manusia untuk mengabdi

pada kekuasaan supranatural. Hal ini bisa dijelaskan dari bagaimana agama

berkembang. Agama berkembang karena diwartakan oleh masyarakat yang

mempunyai kekuasaan atau oleh masyarakat yang mempunyai kekuasaan atau

oleh masyarakat yang didukung oleh orang- orang yang memiliki kekuasaan itu.

Agama tidak berkembang karena ada kesadaran dari manusia akan pembebasan

sejati, tetapi lebih karena ada keasadaran dari manusia akan pembebasan sejati,

tetapi lebih karena kondisi yang diciptakan oleh orang-orang yang memiliki kuasa

untuk melanggengkan kekuasaannya. Propaganda agama yang dilakukan oleh

orang-orang yang memiliki kekuasaan dipandang oleh Marx sebagai sikap

meracuni masyarakat. (Eusta Supono, Agama Solusi atau Ilusi. 2003).

Pernyataan Marx bahwa agama sebagai candu masyarakat, muncul tatkala

diamengamati realitas empiris di sekitarnya pada saat itu, dimana orang beragama

dan melakukan ritualitas karena menghindari realitas hidup yang dihadapinya dan

agama mampu meninabobokan para penganut agama tersebut.

Juga masalah penyebaran agama yang dilakukan oleh tokoh-tokoh agama untuk

melanggengkan kekuasaan bisa dimaklumi, karena memang demikian kenyataan

saat itu. Dan ini terjadi pada agama Kristiani, yang menjadi fokus kritik Marx

pada fungsi politik agama, khususnya yang menjadikan agama sebagai ideologi

Negara. Agama telah dijadikan alat pukul oleh Negara untuk membungkam para

pemeluknya yang memprotes sikap otoriter para pemimpin politik dan ekonomi

Prussia. Pandangan Marx tersebut tak bisa digunakan untuk menggeneralisir


semua agama. Juga keterbatasan kemampuan Marx dalam memahami tentang

agama secara hakekat, maksud dan tujuan-lah yang mengantarkannya pada

pengetahuan tersebut.

Menurut mukhsin Qiraty, Karl Maax terlalu prematur untuk memandang

agama sebagai Candu, Karna dalam hal ini Mark berada dalam kondisi atau

berada pada zaman yang tidak tepat,dimana agama (Nasrani) pada waktu itu

merupakan phobia bagi masyarakat Eropa. Hal ini disebabkan karena keterlibatan

agama yang melampaui batas terhadap sistem pemerintahan yang ada pada waktu

itu. Bahkan ruang-ruang untuk berbeda hampir tidak ada tempatnya waktu itu.

C. Definisi Manusia Sebagai Makhluk Bermoral

Kata Moral berasal dari Bahasa Latin Moralitas, adalah istilah manusia

menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai

positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak

bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga

moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit

adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu, tanpa moral

manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang

memiliki nilai implisit karena banyak orang yang memiliki moral atau sikap

amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di

sekolah-sekolah dan manusia harus memiliki moral jika ia ingin dihormati oleh

sesamanya.
Moral adalah ajaran baik dan buruk yang ukurannya adalah tradisi yang

berlaku di suatu masyarakat. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan

masyarakat setempat. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai

rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan

lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai memiliki moral yang baik,

begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan agama. Setiap

budaya memiliki standar moral yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai

yang berlaku dan telah terbangun sejak lama.

D. Manusia Sebagai Makhluk Bermoral Menurut Para Ahli

Perkembangan moral (moral development) adalah mencakup

perkembangan pikiran, perasaan, dan perilaku menurut aturan atau kebiasaan

mengenai hal-hal yang seharusnya dilakukan seseorang ketika berinteraksi sengan

orang lain (Hurlock). Perkembangan moral sangat berpengaruh terhadap

lingkungan sehingga pada masa anak-anak ini orangtua dan lingkungan sangat

berpengaruh terhadap perkembangan moral anak, moral yang positif akan

berdampak baik untuk kedepannya dan begitu sebaliknya jika si anak sejak kecil

hanya menerima moral yang negatif maka si anak akan berkembang tidak sesuai

dengan yang diharapkan oleh orangtuanya.

Berikut daftar teori-teori yang sudah dikemukakan oleh para ahli tentang

perkembangan moral, yaitu :


1. Menurut Gunarsa, pengertian moral adalah rangkaian nilai tentang berbagai

macam perilaku yang harus dipatuhi. Istilah moral sendiri berasal dari

kata mores yang berarti tata cara dalam kehidupan, adat istiadat atau

kebiasaan. Intisari menurut penulis : Dalam ilmu sosiologi, pemahaman

tentang mores sudah dibahas, sehingga menurut Gunarsa, perkembangan

moral ini mengadopsi tentang adat istiadat atau kebiasaan sejak nenek

moyang dan secara turun temurun akan dilakukan dan ditiru perilakunya oleh

keturunannya.

2. Menurut Shaffer, pengertian moral adalah kaidah norma dan pranata yang

mengatur perilaku individu dalam hubungannya dengan masyarakat dan

kelompok sosial. Moral ini merupakan standar baik dan buruk yang

ditentukan oleh individu dengan nilai-nilai sosial budaya di mana individu

sebagai anggota sosial. Intisari menurut penulis : Moral menuut Shaffer

berarti menjadi penilaian perilaku kita dalam masyarakat atau kelompok

sosial, sehingga jika moral kita baik akan berdampak postif dan jika moral itu

buruk maka akan berdampak pada diri kita serta tercemarnya nama baik

dalam lingkup lingkungan sosial sekitar.

3. Menurut Rogest, pengertian moral adalah aspek kepribadian yang diperlukan

seseorang dalam kaitannya dengan kehidupan sosial secara harmonis,

seimbang dan adil. Perilaku moral ini diperlukan demi terwujudnya kehidupan

yang damai penuh keteraturan, keharmonisan dan ketertiban. Intisari menurut

Penulis : Rogers mengemukakan bahwa moral itu bertujuan untuk kehidupan


yang sejahtera dalam lingkupan sosial dan masyarakat, jika manusia tidak

memiliki moral maka kehidupan sosial ini tidak harmonis atau damain dan

pertikaian ada dimana-mana.

4. Menurut  John Piaget dalam teori perkembangan moral membagi menjadi dua

tahap, yaitu: Heteronomous Morality (usia 5 - 10 tahun) Pada tahap

perkembangan moral ini, anak memandang aturan-aturan sebagai otoritas

yang dimiliki oleh Tuhan, orang tua dan guru yang tidak dapat dirubah, dan

harus dipatuhi dengan sebaik-baiknya. Dan Autonomous Morality atau

Morality of Cooperation (usia 10 tahun keatas) Moral tumbuh melalui

kesadaran, bahwa orang dapat memilih pandangan yang berbeda terhadap

tindakan moral. Pengalaman ini akan tumbuh menjadi dasar penilaian anak

terhadap suatu tingkah laku. Dalam perkembangan selanjutnya, anak berusaha

mengatasi konflik dengan cara-cara yang paling menguntungkan, dan mulai

menggunakan standar keadilan terhadap orang lain. Intisari menurut Penulis :

Piaget memiliki 2 tahap dalam perkembangan moralnya yaitu Heteronomous

yang berarti moral itu tidak dapat diubah dan hanya dimiliki orang-orang yang

lebih dewasa dari si anak, dan Autonomous yang berarti si anak mulai sadar

dengan adanya moral maka anak tersebut dapat dinilai baik dan buruknya.

5. Menurut Lawrence Kohlberg, penilaian dan perbuatan moral pada intinya

bersifat rasional. Keputusan dari moral ini bukanlah soal perasaan atau nilai,

malainkan selalu mengandung suatu tafsiran kognitif terhadap keadaan dilema

moral dan bersifat konstruksi kognitif yang bersifat aktif terhadap titik
pandang masing-masing individu sambil mempertimbangkan segala macam

tuntutan, kewajiban, hak dan keterlibatan setiap pribadi terhadap sesuatu yang

baik dan juga adil. kesemuanya ini merupakan tindakan kognitif. Kohlberg

juga mengatakan bahwa terdapat pertimbangan moral yang sesuai dengan

pandangan formal harus diuraikan dan yang biasanya digunakan remaja untuk

mempertanggung jawabkan perbuatan moralnya. Adapun tahap-tahap

perkembangan moral yang sangat terkenal adalah yang dikemukakan oleh

Lawrence Kohlberg. Tahap-tahap berkembangan moral tersebut, yaitu :

Tingkat Prakonvensional (usia 4 – 10 tahun) Tahap perkembangan moral yang

aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral masih ditafsirkan oleh individu

atau anak berdasarkan akibat fisik yang akan diterimanya, baik itu berupa

sesuatu yang menyakitkan atau kenikmatan. Pada tingkat ini terdapat dua

tahap, yaitu tahap orientasi hukuman dan kepatuhan serta orientasi relativitas

instrumental. Tingkat Konvensional (usia 10 – 13 tahun) Tahap

perkembangan moral yang aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral

dipatuhi atas dasar menuruti harapan keluarga, kelompok atau masyarakat.

Pada tingkat ini terdapat juga dua tahap, yaitu tahap orientasi kesepakatan

antara pribadi atau disebut “orientasi anak manis” serta tahap orientasi hukum

atau ketertiban. Tingkat Pascakonvensional (usia 13 tahun keatas) Tahap

perkembangan moral yang aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral

dirumuskan secara jelas berdasarkan nilai-nilai dan prinsip moral yang

memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, hal ini terlepas dari otoritas
kelompok atau orang yang berpegangan pada prinsip tersebut dan terlepas

pula dari identifikasi diri dengan kelompok tersebut. Pada tingkatan ini

terdapat dua tahap, yaitu tahap orientasi kontrak sosial legalitas dan tahap

orientasi prinsip etika universal. Intisari menurut penulis : Lawrence Kohlberg

moral tidak hanya mengandung penilaian terhadap perilaku atau kebiasaan

tetapi juga untuk mengembangkan kognitif, dan jika berusia remaja moral ini

mulai dapat dipertanggung jawabkan oleh si anak. Lawrence juga memiliki 3

tingkatan dalam perkembangan moral, yaitu : prakonvensional – anak masih

menganggap bahwa jika melaksanakan moral itu akan mendapat hukuman

atau hadiah sehingga anak hanya menuruti keinginan lingkunganya dan anak

masih belum mengetahui moral yang dilaksanakan itu bak atau buruk

(memperhatikan ketaatan), konvensional – anak melaksanakan moral itu

dengan keinginan dianggap menjadi anak yang baik dan hanya menuruti

keinginan keluarga serta tahap ini anak mulai mengetahui baik buruknya

moral yang dilaksanakan oleh si anak, dan pasca konvensional – anak mulai

sadar dan memfilter atau memilih moral yang baik atau buruk serta

melaksanakan moral dalam lingkupan kontak sosial dan mengganggap moral

itu perilaku atau etika.

6. Tahap-tahap perkembangan moral menurut John Dewey, yaitu : Tahap

pramoral, ditandai bahwa anak belum menyadari keterikatannya pada aturan.

Tahap konvensional, ditandai dengan berkembangnya kesadaran akan

ketaatan pada kekuasaan. Tahap otonom, ditandai dengan berkembangnya


keterikatan pada aturan yang didasarkan pada resiprositas. Intisari menurut

penulis: Dari perkembangan moral John Dewey memiliki kesamaan dengan

perkembangan moral John Piaget tetapi John Dewey memiliki 3 tahapan yaitu

pramoral – belum sadar, konvensional – sadar, dan otonom – melaksanakan

moral.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Manusia adalah satu kata yang sangat bermakna dalam dimana makhluk

yang sangat sempurna dari makhluk makhluk lainya ,makhluk yang sangat spesial

dan berbeda dari makhluk yang ada sebelumnya ,makhluk yang bersifat nyata dan

mempunyai akal fikiran dan nafsu yang diberikan Tuhan untuk berfikir,mecari

kebenaran,mencari Ilmu Pengetahuan, membedakan mana yang baik atau buruk,

dan hal lainya.karena begitu banyak kesempurnaan yang di miliki manusia tidak.

Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Apabila

yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat

tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka

orang itu dinilai memiliki moral yang baik, begitu juga sebaliknya.

B. Saran

Menyadari bahwa penyusun masih jauh dari kata sempurna, untuk itu

diperlukan saran dan kritik yang konstruktif untuk menanggapi seluruh isi

makalah ini agar penyusunan makalah kedepannya lebih baik lagi.


DAFTAR PUSTAKA

Arifin,M.2007. Kompetensi Guru Dalam Pengembangan Diri. Jakarta: PT Raja


Grafindo
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Penelitian Praktis. Jakarta: PT
Asdi Mahasatya

DEPDIKBUD,2008.Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan


Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan formal: Jakarta 2008
DEPDIKBUD
Foker. S. 2006. Kompetensi Kepribadian Guru. Jakarta: PT Karya Nusantara. Juntika
Achmad, 2009. Dasar-Dasar Kompetensi Guru. Jogjakarta: Graha Ilmu.
Prayitno, Erman. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT Rineka
cipta.
Riduwan. 2005.Belajar Muda Penelitian Untuk Guru, Kariyawan dan Peneliti
Pemula. Bandung : PT Alfabeta.
Rismawaty. 2008. Kepribadian dan Etika Profesi.Jogjakarta: Graha Ilmu Sukardi
Dewa Ketut,2008, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan
Konseling di sekolah. Jakarta : PT Rineka Cipta
Supriatna, Mamat. 2009. Bimbingan Dan Konseling Berbasis kompetensi. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.

Suryabrata, Sumadi. 2006.Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT Raja Grafindo

Anda mungkin juga menyukai