Anda di halaman 1dari 3

 

Etika lingkungan hidup merupakan petunjuk atau arah perilaku praktis manusia dalam mengusahakan
teruwujudnya moral dan upaya untuk mengendalikan alam agar tetap berada pada batas kelestarian.
Etika lingkungan hidup juga berbicara mengenai relasi di antara semua kehidupan alam semesta, yaitu
antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara manusia dengan
makhluk lain atau dengan alam secara keseluruhan. Pada hakekatnya, etika lingkungan hidup
membicarakan mengenai norma dan kaidah moral yang mengatur perilaku manusia dalam berhubungan
dengan alam semesta, yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam, dan
antara manusia dengan mahluk hidup yang lain atau dengan alam secara keseluruhan.

4.2 Dasar Etika Tanggung Jawab terhadap Lingkungan Hidup


a. Hak dan deontologi
Dalam teori deontologi menyebutkan bahwa manusia selalu harus diperlakukan
juga sebagai tujuan pada dirinya dan tidak pernah sebagai sarana belaka. Manusia
memiliki hak sekaligus kewajiban untuk memiliki hidup dalam lingkungan yang
berkualitas namun juga bertanggung jawab terhadap generasi sesudah kita dan
keanekaragaman hayati, bukan pada hak mereka.
b. Utilitarisme
Teori utilitarisme menyebutkan bahwa suatu perbuatan atau aturan yang baik bila
membawa keuntungan pada jumlah orang yang banyak dengan memaksimalkan manfaat.
Teori utilitarisme menyediakan dasar moral bagi tanggung jawab manusia untuk
melestarikan lingkungan hidup. Bahkan teori ini bisa memberikan jalan keluar pada
masalah atas hak lingkungan hidup. Sehingga sudah jelas bahwa pelestarian lingkungan
hidup bermanfaat bagi banyak orang bahkan generasi yang selanjutnya.
c. Keadilan
Dasar pada tanggung jawab melestarikan lingkungan juga adalah tuntutan etis
yang mengharuskan keadilan. Dalam konteks lingkungan hidup yang digunakan adalah
prinsip keadilan distributif dimana keadilan yang mewajibkan untuk saling membagi
dengan adil. Hal ini dapat dilaksanakan dengan berbagai cara, diantaranya yaitu:
1. Persamaan
Dalam sebagian besar kegiatan bisnis dapat kita lihat kesenjangan hasil yang
didapat dalam sebuah bisnis. Dengan mengeksploitasi kekayaan alam, para pemilik
usaha bisa mendapat keuntungan banyak. Namun di sisi lain para orang kurang
mampu justru mendapatkan kerugian dalam bisnis. Seperti masyarakat yang tinggal
dalam lingkungan industri kimia, kerusakan lingkungan hidup akan banyak mereka
rasakan. Hal inilah yang dianggap tidak adil. Pada konteks persamaan di keadilan
distributif semua orang memiliki perlakuan yang sama. Sehingga lingkungan hidup
harus dilestarikan dan pemanfaatannya dengan menggunakan cara persamaan.
2. Prinsip penghematan adil
Ada kalimat yang bunyinta, ”the just savings principle” artinya kita harus
menghemat dalam memakai sumber daya alam, sehingga nantinya masih tersisa
cukup untuk generasi-generasi yang akan datang. Keadilan hanya menuntut bahwa
kita meninggalkan sumber-sumber energi alternatif bagi generasi yang akan datang.
Dalam prinsip penghematan adil, kita wajib mewariskan lingkungan hidup seperti
yang ada saat ini agar mereka bisa hidup pantas seperti yang kita rasakan saat ini.
Sehingga semua generasi akan menerima prinsip prnghematan adil sebagai cara yang
adil untuk membagi.
3. Keadilan sosial
Keadilan sosial berbeda dengan keadilan individu dimana pelaksanaan
keadilan tidak bergantung pada kemauan orang tertentu melainkan pada struktur-
struktur yang ada dalam masyarakat. Seperti menggunakan sepeda atau berjalan kaki
ke suatu tempat untuk mengurangi efek rumah kaca itu tidak membantu selama masih
ada jutaan orang tetap menggunakan kendaraan bermotor. Permasalahan lingkungan
tidak bisa diselesaikan hanya dalam lingkup individu, nasional, bahkan regional.
Permasalahan ini telah mencapai global. Langkah-langkah sederhana memang tidak
mempunai banyak arti dalam skala yang kecil, namun bila dilaksanakan bersama-
sama akan mencapai kemajuan besar dalam memperbaiki dan melestarikan lingkunga
hidup.

 Paradigma Lingkungan Hidup


Yang dimaksud dengan paradigma adalah suatu pandangan dasar yang dianut atau diikuti pada kurun
waktu tertentu, diakui kebenarannya serta berpengaruh terhadap perkembangan ilmu dan kehidupan.
Harvey dan Holly (1981) mengutip batasan pengertian paradigma yang dikemukakan oleh Kuhn
dalam The Structure of Scientific Revolution (1970) yang mengartikan paradigma sebagai “keseluruhan
kumpulan (konstelasi) kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai, cara-cara (teknik) mempelajari,
menjelaskan, cakupan dan sasaran kajian, dan sebagainya yang dianut oleh warga suatu komunitas
tertentu”.
Sejalan dengan perkembangan kebutuhan manusia, filsafat dan ilmu juga berkembang semakin kritis
dalam melihat dan mengkaji hubungan manusia dengan alam. Bersamaan dengan itu, ada perubahan
dalam melihat hubungan manusia dengan alam. Perubahan hubungan manusia dengan alam tersebut
mulai dari antroposentrisme, biosentrisme dan ekosentrisme.

 Antroposentrisme (antropos=manusia), adalah suatu etika yang memandang manusia sebagai


pusat dari alam semesta. Dalam antroposentrisme, etika nilai dan prinsip moral hanya berlaku
bagi manusia. Kepentingan manusia mempunyai nilai tertinggi dibandingkan makhluk hidup
yang lainnya. Manusia dianggap paling berpengaruh dalam tatanan ekosistem. Segala sesuatu
yang ada di alam semesta dianggap mempunyai nilai sepanjang berfungsi dan berguna bagi
kebutuhan manusia. Jadi Alam hanya sebagai objek dan sarana sebagai pemenuh kebutuhan
manusia tanpa memperhatikan keadaan alam, dan akibat yang ditimbulkan karena
pemanfaatannya. Yang menjadi masalah adalah apabila antroposentrisme mengakibatkan
manusia mengeksploitasi alam secara berlebihan di luar batas toleransi ekosistem. Krisis
lingkungan hidup bukan diakibatkan oleh pendekatan antroposentrisme, tetapi oleh
antroposentrisme yang berlebihan.
   Biosentrisme memandang bahwa semua makhluk hidup dalam ekosistem mempunyai nilai dan
berharga, sehingga pantas mendapat pertimbangan dan kepedulian moral.  Semua kehidupan di
alam semesta adalah kesatuan moral. Segala keputusan penggunaannya harus
mempertimbangkan aspek moral. Etika dipahami tidak hanya terbatas pada manusia, namun
juga bagi seluruh makhluk hidup.
 Ekosentrisme mencakup cakupan yang lebih luas lagi, manusia, makhluk hidup, dan
lingkungannya. Etika diberlakukan tidak hanya kepada makhluk hidup, tapi juga pada
lingkungan. Secara ekologis, makhluk hidup dan lingkungannya terikat pada satu kesatuan.
Istilah untuk pendekatan ekosentrisme adalah deep ecology yang dipopulerkan oleh Arne Naess,
seorang filsuf Norwegia tahun 1973.

KODE ETIK PERUSAHAAN

Sumber paradikma
http://blog.unnes.ac.id/triyanafaca/2015/11/19/paradigma-lingkungan-hidup/

Anda mungkin juga menyukai