PENGUJIAN TARIK
2.1 Tujuan
1. Mengetahui prosedur dan tahapan pengujian tarik.
2. Mengetahui sifat mekanik pada material.
3. Mengetahui fenomena – fenomena maupun perubahan yang terjadi pada
material saat dilakukan pengujian tarik.
4. Mengetahui cara penggunaan atau pengoperasian mesin uji tarik.
8
KELOMPOK 5 BAB II PENGUJIAN TARIK
F
σ=
Ao
Dimana, adalah
σ
E=
e
sepanjang bidang.
Batas elastis ( elastic limit ) Dalam Gambar 2.5 dinyatakan dengan titik A.
Bila sebuah bahan diberi beban sampai pada titik A, kemudian bebannya
dihilangkan, maka bahan tersebut akan kembali ke kondisi semula (tepatnya
hampir kembali ke kondisi semula) yaitu regangan “nol” pada titik O (lihat inset
dalam Gambar 2.5). Tetapi bila beban ditarik sampai melewati titik A, hukum
Hooke tidak lagi berlaku dan terdapat perubahan permanen dari bahan. Terdapat
konvensi batas regangan permamen (permanent strain) sehingga masih disebut
perubahan elastis yaitu kurang dari 0.03%, tetapi sebagian referensi menyebutkan
0.005% . Tidak ada standarisasi yang universal mengenai nilai ini.
Batas proporsional σp ( proportional limit ) Titik sampai di mana penerapan
hukum Hook masih bisa ditolerir. Tidak ada standarisasi tentang nilai ini. Dalam
praktek, biasanya batas proporsional sama dengan batas elastis.
Deformasi plastis ( plastic deformation ) Yaitu perubahan bentuk yang tidak
kembali ke keadaan semula. Pada Gambar 2.5 yaitu bila bahan ditarik sampai
melewati batas proporsional dan mencapai daerah landing.
Tegangan luluh atas σuy ( upper yield stress ) Tegangan maksimum sebelum
bahan memasuki fase daerah landing peralihan deformasi elastis ke plastis.
Tegangan luluh bawah σly ( lower yield stress ) Tegangan rata-rata daerah
landing sebelum benar-benar memasuki fase deformasi plastis. Bila hanya
disebutkan tegangan luluh (yield stress), maka yang dimaksud adalah tegangan
ini.
Regangan luluh εy ( yield strain ) Regangan permanen saat bahan akan
memasuki fase deformasi plastis.
Regangan elastis εe ( elastic strain ) Regangan yang diakibatkan perubahan
elastis bahan. Pada saat beban dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi
semula.
Regangan plastis εp ( plastic strain ) Regangan yang diakibatkan perubahan
plastis. Pada saat beban dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan
permanen bahan.
Regangan total ( total strain ) Merupakan gabungan regangan plastis dan
regangan elastis, εT = εe+εp. Perhatikan beban dengan arah OABE. Pada titik B,
regangan yang ada adalah regangan total. Ketika beban dilepaskan, posisi
regangan ada pada titik E dan besar regangan yang tinggal (OE) adalah regangan
plastis.
Tegangan tarik maksimum TTM ( UTS, ultimate tensile strength ) Pada
Gambar 2.5 ditunjukkan dengan titik C (σ β), merupakan besar tegangan
maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.
Kekuatan patah ( breaking strength ) Pada Gambar 2.5 ditunjukkan dengan titik
D, merupakan besar tegangan di mana bahan yang diuji putus atau patah.
Derajat ketangguhan (toughness) Kapasitas suatu bahan menyerap energi
dalam fase plastis sampai bahan tersebut putus. Sering disebut dengan Modulus
Ketangguhan (modulus of toughness). Dalam Gambar 2.5, modulus ketangguhan
sama dengan luas daerah dibawah kurva OABCD.
Kelenturan (ductility) Merupakan sifat mekanik bahan yang menunjukkan
derajat deformasi plastis yang terjadi sebelum suatu bahan putus atau gagal pada
uji tarik. Bahan disebut lentur (ductile) bila regangan plastis yang terjadi sebelum
putus lebih dari 5%, bila kurang dari itu suatu bahan disebut getas (brittle).
Data-data sifat mekanik material inilah yang nantinya akan digunakan
dalam perancangan suatu elemen mesin. Pada uji tarik (tension test) benda uji
diberi beban gaya tarik sesumbu yang bertambah besar secara kontinu, bersamaan
dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjangan yang dialami benda uji.
Hasil dari uji tarik ini ditampilkan dalam suatu kurva tegangan regangan.
Parameter-parameter yang digunakan untuk menggambarkan kurva tegangan
regangan logam adalah kekuatan tarik, kekuatan luluh, persen perpanjangan dan
pengurangan luas.
Seiring dengan berkembangnya teknologi, maka pada saat ini mesin uji
tarik dilengkapi dengan perangkat-perangkat elektronik untuk memudahkan dalam
menganalisa data yang diperoleh. Load cell merupakan salah satu perangkat
elektronik yang digunakan sebagai perangkat tambahan pada mesin uji tarik. Hasil
uji tarik akan lebih baik atau lebih akurat apabila alat uji tarik dilengkapi dengan
Load Cell menggunakan Sistem Perangkat pengolahan data. [2]
Pengujian tarik juga merupakan salah satu dari pengujian mekanik yang
sangat sederhana, mendasar/fundamental, tidak mahal dan telah di standarisasi di
seluruh dunia seperti di Jepang JIS 2241 dan di Amerika ASTM E 8 dan ASTM E
8M adalah pengujian tarik (tensile test) juga sering disebut sebagai tension test,
dari pengujian ini dapat mengetahui kekuatan mulur, perpanjangan,reduksi, dan
modulus elastisitas dari suatu material. Umumnya uji mekanik material yang
dilakukan bertujuan untuk mengukur kekutan tarik (tensile strength) dari suatu
bahan dan didaerah plastis. [3]
Kesimpulan
σu = 55,7 Kg/mm2 =
8. Kekuatan Tarik (σu)
557 Mpa
σy = 45,58 Kg/mm2 =
9. Kekuatan Luluh (σy)
455,8 Mpa
10. Keuletan (Ԑ) Ԑ=2%
Modulus Elastisitas E = 227,9 Kg/mm2 =
11.
(E) 22,79 GPa
∆l ( mm )
12. Skala ∆l (mm) = 0,378 mm
∆l ( mm )
d. Foto Spesimen
Sebelum Pengujian
Setelah Pengujian
Kurva Mesin
kg
Fy = 9 kotak x 95,46 = 859,14 kg
kotak
d. Luas Penampang Akhir (Af)
1 1
Af = .π.df2 = 3,14 (3,06 mm)2 = 7,35 mm2
4 4
e. Perubahan Panjang (∆ℓ)
∆ℓ = ℓf - ℓ0 = 120 mm – 100 mm =20 mm
f. Kekuatan Tarik (σu)
F max 1050 kg kg
σu = = 2 = 55,7 = 557 MPa
A0 18,8 5 mm mm 2
g. Kekuatan Luluh (σy)
Fy 85 9,14 kg kg
σy = = 2 = 44,58 = 445,8 MPa
A0 18,8 5 mm mm 2
h. Keuletan (ɛ)
∆l
ɛ= x 100%
l0
l f- l 120 mm -100 mm
= 0
x 100% = x 100% = 20%
l0 100 mm
PERHITUNGAN F (kg)
F1 = 5 x 95,46= 477,3 kg F8 = 11 x 95,46 = 1050 kg
F2 = 9 x 95,46= 859,14 kg F9 = 12 x 95,46 = 1145,52 kg
F3 = 11 x 95,46= 1050 kg F10= 12 x 95,46 = 1145,52 kg
F4 = 11 x 95,46= 1050 kg F11= 11 x 95,46 = 1050 kg
F5 = 10 x 95,46= 954,6 kg F12= 7 x 95,46= 668,22 kg
F6 = 11 x 95,46= 1050 kg
F7 = 10 x 95,46= 954,6 kg
PERHITUNGAN ∆L
∆L1 = 9 x 0,378 = 3,402 mm ∆L7 = 24 x 0,378 = 9,072 mm
∆L2 = 11x 0,378 = 4,158 mm ∆L8 = 34 x 0,378 = 12,852 mm
∆L3 = 12 x 0,378 = 4,536 mm ∆L9 = 45 x 0,378 = 17,01 mm
∆L4 = 14 x 0,378 = 5,292 mm ∆L10 = 48 x 0,378 = 18,144 mm
∆L5 = 16 x 0,378 = 6,048 mm ∆L11= 53 x 0,378 = 20 mm
∆L6 = 19 x 0,378 = 7,182 mm
954,6 668,22
S5 = =50,64 kg /mm ² S12 = =35,45 kg/mm ²
18,85 18,85
1050
S6 = =55,70 kg/ mm ²
18,85
954,6
S7 = =50,64 kg /mm ²
18,85
Perhitungan e
3,042 12,852
е1 = =0,03042 e8 = =0,1282
100 100
4,158 17,01
e2 = =0,04158 e9 = =0,1701
100 100
4,536 18,144
e3 = =0,04536 e10 = =0,18144
100 100
7,182 20
e4 = =0,07182 e11 = =0,2
100 100
6,048 7,182
e5 = =0,06048 e6 = =0,07182
100 100
9,072
e7 = =0,0972
100
70 Kurva Teknis
60 55.7
50
40
S (Stres) (kg/mm2)
30
20
10
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
e (Strain)
kg
50,64
mm 2
F2 8 59,14 kg kg F8 1050 kg
σ2 = = 2 = 45,58 σ8 = = =
A0 18,8 5 mm mm 2 A0 18,8 5 mm 2
kg
55,70
mm 2
F3 1050 kg kg F9 1145,52 kg
σ3 = = 2 = 55,70 σ9 = = =
A0 18,8 5 mm mm 2 A0 18,8 5 mm 2
kg
60,77
mm 2
F 4 1050 kg kg F10 1145,52 kg
σ4 = = 2 = 55,70 σ 10= = =
A0 18,8 5 mm mm 2 A0 18,84 mm2
kg
60,77
mm 2
F5 954,6 kg kg F11 1050 kg
σ5 = = 2 = 50,64 σ11= = =
A0 18,8 5 mm mm 2 A0 18 ,85 mm 2
kg
55,70
mm 2
kg
35,45
mm 2
f f f 13 763,68
σ13 = = = =103,902 kg/mm ²
Af Af 7,35
PERHITUNGAN ε
ε = ln ( e + 1 )
Kurva Sebenarnya
30
25
20
σ (kg/mm2)
15
10
0
0 0.5 1 1.5 2
Regangan (ε)
2.7 Kesimpulan
1. Pengujian tarik yang dilakukan dapat mengetahui sifat-sifat mekanik
spesimen baja tulangan polos 24 yaitu kekuatan tarik maksumum (σUTS)
sebesar 488,3 MPa, kekuatan luluh (σy) sebesar 438,4 MPa, keuletan (ε)
sebesar 4,78% dan modulus elastisitas sebesar 9,16 GPa.
2. Proses pengujian uji tarik yang dilakukan dapat mengetahui nilai beban
maksimum spesimen uji baja tulangan polos yaitu sebesar 920 kg.
3. Semakin besar nilai beban maksimum, semakin besar nilai kekuatan tarik
maksimumnya.
4. Dari hasil patahan pengujian tarik yang berserabut dapat diketahui bahwa
BJTP 24 bersifat ulet.
5. Specimen BJTP 24 tidak sesuai dengan spesifikasi dari SNI 07-2052-
2002 karena nilai rengangan tidak sesuai dengan standar.