Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai metal matrix composite, allumunium,
stir casting, SiO, pengujian sem, pengujian kekerasan, pengujian tarik, serta
perkembangan penelitian stir casting.

2.1 Metal matrix composite (MMC)


2.1.1 Pengertian Metal matrix composite (MMC)
Metal matrix composite (MMC) berasal dari gabungan material berbahan
dasar logam dengan keramik. MMC bisa disebut juga material yang terdiri dari
matrik berupa logam dan paduannya yang diperkuat oleh bahan penguat dalam
bentuk continous fibre, whiskers, atau particulate. Pembuatan metal matrix composite
dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain, powder metallurgy, diffusion
bonding, liquid phase sintering, squeeze infiltration dan stir casting [8]. Metal matrix
composite mewakili material yang sangat luas, termasuk didalamnya adalah metallic
foam, cermets, juga partikel-partikel yang bersifat lebih konvensional, dan fiber yang
diperkuat metal. Teknik pembuatan MMC tergantung pada matriks dan penguat yang
digunakan, yang diklasifikasikan berdasarkan apakah matriks tersebut berada pada
fasa padat, cair atau gas, ketika akan digabungkan dengan penguatnya. Setiap proses
atau teknik tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Pada
umumnya kelemahan utama terletak pada prosesnya yang mahal, proses yang paling
murah adalah pengolahan MMC berbahan dasar aluminium dengan proses stir casting
[9].
Alasan-alasan mengapa MMC telah menarik perhatian banyak pihak selama
hampir 30 tahun [9]:
1. Pendekatan MMC dalam proses metalurgi adalah satu-satunya jalan untuk
memproduksi berbagai macam dari komposit tersebut. Sehingga produk yang
dihasilkan sangatlah luas (bervariasi). Hanya melalui cara inilah kita dapat
menggabungkan aluminium, tembaga, magnesium dengan karbida, oksida

5
atau fasa nitrida. Karena material diatas mempunyai daya larut terhadap
karbon, nitrogen didalam logam cair terlalu rendah.
2. MMC mempunyai modulus elastisitas yang lebih tinggi dari material pada
umumnya. MMC juga dapat merupakan kombinasi sifat-sifat material yang
diinginkan, seperti konduktifitas thermal tinggi digabung dengan low thermal
expancivity, kombinasi yang penting untuk proses pengepakan elektronik.
3. MMC juga memberikan perubahan yang signifikan terhadap sifat-sifat
material, seperti tahan terhadap temperatur tinggi, tidak bereaksi terhadap
bahan kimia, angka kekerasan yang baik, dan tahan aus.
4. MMC dikembangkan karena kelebihannya dalam segi berat dan dalam segi
penggunaannya. Kecepatan operasi menggunakan MMC meningkat sebanyak
50 % pada mesin-mesin dengan kecepatan tinggi. Kombinasi sifat-sifat
material yang unik antara ketahanan terhadap fatigue, kekakuan, massa yang
ringan, sangat tepat digunakan untuk material pembuatan sepeda gunung dan
sepeda jalan. Kekakuan meningkat hingga 50 % untuk bahan komposit
isotopic.

2.1.2 Jenis Metal Matrix Composite (MMC) Pada umumnya MMC dikelompokkan
berdasarkan pada bentuk pengikatnya, yaitu sebagai berikut [8]:
1. Particulate MMC Particulate MMC adalah MMC jenis utama dan paling
sering digunakan serta dikembangkan dalam industri, aplikasinya dalam dunia
industri juga sangat luas sekali, contohnya: Fan Exit Guide Vanes (FEGV)
dari mesin turbin gas, rotating blade sleeves pada helikopter, flight control
hydraulic manifold, pisau dari sepatu ski es, tongkat baseball, dan bagian
pemukul pada tongkat golf. Bahan penguat yang paling umum adalah SiC
atau Al2O3. SiC bereaksi dengan Al pada saat meleleh dan SiC bahkan
bereaksi dengan Ti pada keadaan padat. Aluminia bersifat kurang efektif,
dibandingkan dengan SiC, dalam paduan Al, tetapi Aluminia sangat bereaksi
terhadap Ti. Stabilitas paling baik untuk Al2O3 adalah dengan matriks Mg.
Umumnya particulate MMC maksimal mengandung keramik 25 % vol jika

Fakultas Teknologi Manufaktur UNJANI 6


digunakan fungsi struktural, tetapi juga dapat mengandung keramik hingga 80
% volume jika digunakan untuk pengepakan elektrik. Particulate MMC pada
umumnya dibuat dengan cara dilelehkan dan diteruskan dengan teknik
pengecoran atau pencampuran serbuk (powder blending) dan penggabungan
(consolidation).
2. Short Fiber MMC Short fiber MMC pertama kali menarik perhatian publik
pada pertengahan tahun 1980, ketika dikembangkannya mesin diesel dimana
material yang digunakan diperkuat dengan short alumina fiber. Fiber ini
mempunyai butir-butir polycrystalline yang kecil. Karakteristiknya
dipengaruhi oleh derajat reaksi selama proses, yang dipengaruhi oleh susunan
kimia permukaan fiber. Sebagai contoh permukaan saffil fiber mempunyai
lapisan tipis yang mengandung banyak silika yang cendrung bereaksi dengan
lelehan Al selama pemrosesan. Pengolahan fiber lebih lanjut, seperti forging
dan ekstrusi, dapat dilakukan jika memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan. Kelebihan MMC jenis ini jika dibandingkan dengan particulate
MMC adalah ketahanannya terhadap creep. MMC jenis ini biasanya
diproduksi dengan metode squeeze infiltration. Sifat-sifat mekanik yang
superior dapat diperoleh jika struktur butirnya diganti dengan sebuah kristal,
hal ini dinamakan whisker. Fiber yang tipis dibuat sebagai monocrystals.
Whiskers mempunyai diameter, sehingga aspek rationya meningkat beberapa
ratus. Kekuatan tariknya sangat tinggi, walaupun biaya pembuatannya sangat
mahal. Namun masalah utama pada material ini adalah whiskers dan fragmen
whiskers, jika tersebar di udara dalam ukuran sub-mikron dan terhirup, maka
akan merusak paru-paru. Untuk mencegah resiko kesehatan yang lebih lanjut,
maka produksi dari material tersebut telah dibatasi. Material tersebut
digunakan untuk bahan piston, cylinder liner dan sebagai track shoes dalam
tank militer.
3. Long Fiber MMC Beberapa macam long fiber MMCs ada yang telah
dipelajari dan ada yang beberapa diantaranya telah digunakan pada beberapa
aplikasi tertentu. Bagaimanapun, sebagai konsekuensi dari sulitnya

Fakultas Teknologi Manufaktur UNJANI 7


pengolahan dan batasan pada sifat ketangguhannya, penggunaan MMC jenis
ini masih terbatas. Pengertian dari multifilamen mengarah pada fiber dengan
diameter relatif kecil (5-30 ), yang penanganannya cukup mudah dalam
bentuk deretan atau rangkaian. Material yang termasuk dalam golongan ini
antara lain karbon, SiC, dan berbagai macam oksida. Beberapa multifilamen
umum digunakan, namun sebagian besar tidak dapat bertahan pada temperatur
yang terjadi selama proses produksi MMC. Carbon fiber tidak begitu popular
untuk digunakan sebagai penguat pada MMC dikarenakan korosi galvanis
yang terjadi. Masalah karena reaksi kimia juga muncul pada paduan Al, Ti
dan besi. Pada Al, reaksi yang terjadi bersifat higroskopik, dimana Al yang
diperkuat dengan graphite fiber akan cenderung mengalami korosi yang terus-
menerus dalam lingkungan berair. Berbagai cara dilakukan untuk melindungi
carbon fiber dengan melapisi permukaannya menggunakan titanium nitrida,
namun pada umumnya cara ini masih mahal dan sulit dilakukan pada
multifilament.
4. Cermets Struktur mikro cermets terdiri dari rangkaian partikel keramik yang
diikat oleh metal (dalam porsi kecil), cermets dapat dianggap sebagai jenis
MMC yang spesial. Faktor utama yang menyebabkan cermets banyak
diminati oleh dunia industri adalah proses produksinya yang mudah. Biasanya
MMC ini diproduksi dengan mencampurkan serbuk keramik berkisar 1-10 .
Untuk produksi cermets dengan base oksida perlu diberikan tekanan
hidrostatik untuk menghilangkan porositas.
5. Metalic Foams Metalic foams telah banyak menarik perhatian akhir-akhir ini,
hal ini dikarenakan biaya produksi material yang rendah dan berbagai
kombinasi sifat material yang bisa dihasilkan. Ada beberapa cara dapat
digunakan untuk memproduksi material ini, terutama dengan membuat close
cell structures, yang melibatkan pemrosesan material dalam keadaan cair dan
semisolid. Masalah yang dihadapi dari pembuatan produk ini adalah
viskositas logam cair yang rendah. Sering diperlukan untuk menstabilkan
foam yang ada dengan mendispersikan keramik, baik dalam bentuk oksida

Fakultas Teknologi Manufaktur UNJANI 8


film maupun dalam bentuk serbuk keramik, hal ini akan membantu
menaikkan viskositasnya.

2.2 Aluminium
Aplikasi material berbasis logam pada dunia industri cukup menjanjikan di
Indonesia, dengan terus berkembangnya industri otomotif serta kebutuhan masyarakat
akan kendaraan bermotor, komponen permesinan, dan bidang lainnya. Industri logam
berbasis material komposit di Indonesia pada umumnya masih menggunakan material
yang di import, seperti logam aluminium. Aluminium merupakan salah satu logam
yang banyak diminati dan digunakan dalam dunia perindustrian. Tidak hanya itu,
dalam perkembangan dunia penelitian, logam aluminium juga sering menjadi objek
banyak riset. Hal ini disebabkan karena sifat aluminium mudah di-machining,
difabrikasi, forming, tahan korosi, penghantaran listrik dan panas yang sangat baik.
Disamping itu juga, sifat mekanik aluminium ternyata dapat ditingkatkan dengan
penambahan unsur-unsur paduan, proses perlakuan panas, dan proses pengerjaan
dingin (Benjamin etc all, 1989). Alumunium merupakan logam non ferro yang paling
banyak dipakai didunia, dengan laporan pemakaian per tahunnya hingga saat ini
mencapai 24 juta ton. Hampir 75% dari total penggunaan aluminium ini atau sebesar
18 juta ton adalah “aluminium primer” (aluminum yang diekstrak dari bijih) .
Aluminium ditemukan oleh Sir Humphrey Davy dalam tahun 1809 sebagai suatu
unsur, dan pertama kali direduksi sebagai suatu logam oleh Paul Herolt di Prancis dan
C.M. Hall di Amerika secara terpisah telah memperolah logam aluminium dari
alumina dengan cara elektrolisa dari garamnya yang terfusi. Sampai sekarang proses
Heroult Hall masih dipakai untuk memproduksi aluminium (Surdia and Saito, 1999).
Logam Al merupakan logam monolitik, bila ditinjau dari sifat mekanisnya,
seperti nilai kekerasan, memiliki nilai kekerasan yang rendah. Oleh sebab itu, sebagai
logam monolitik, Al memiliki beberapa kelemahan, terutama pada sifat mekanisnya.

Fakultas Teknologi Manufaktur UNJANI 9


Akan tetapi, logam Al memiliki beberapa kelebihan, yaitu memiliki bobot yang
ringan, tahan terhadap korosi dan juga mudah dibentuk [10].
Ada beberapa cara yang digunakan untuk meningkatkan sifat mekanik logam,
salah satunya adalah dengan cara penambahan unsur penguat (reinforcement). Unsur
penguat yang digunakan haruslah material yang keras, misalnya adalah keramik.
Jenis-jenis keramik yang digunakan pada umumnya adalah Al2O3, SiC, TiC,ZrO2,
karbon, grafit dll. Diantara material keramik tersebut, yang paling keras adalah SiC
Karakteristik Aluminium Aluminium sangatlah luas penggunaannya dalam
dunia industri karena karakteristik yang dimilikinya, antara lain: Strength-to weight
rasio yang tinggi Ketahanan terhadap korosi yang baik Memiliki konduktivitas termal
dan elektris yang baik Kemudahan dalam proses pembentukan dan pemesinan atas
akan terlarut dalam aluminium cair dan kelarutan hidrogen tersebut akan meningkat
dalam aluminium cair tersebut seiring dengan kenaikan suhu dari aluminium murni.
Hidrogen yang terlarut ini akan menyebabkan cacat porositas pada aluminium. Oleh
karena itu, temperatur aluminium yang akan dicor tidak boleh terlalu tinggi, untuk
menghindari semakin banyaknya hidrogen yang terlarut, sehingga mengakibatkan
semakin banyaknya cacat pada produk cor.
Aluminium matrix composite (AMC) merupakan salah satu material yang
memiliki potensi besar karena kombinasi sifat-sifatnya yang baik, seperti kekuatan
yang tinggi, densitas yang rendah, daya tahan yang baik, mampu di-machining,
ketersediaan bahan baku yang berlimpah dan harga yang bersaing dengan material
lain. Pada aplikasinya, AMC telah banyak digunakan di bidang otomotif,
pertambangan, penerbangan, pertahanan dan lain sebagainya. Material AMC pada
beberapa komponen dituntut untuk mampu diaplikasikan pada tegangan tinggi,
contohnya seperti di bidang otomotif yaitu sebagai komponen drive shaft dan piston,
bidang penerbangan yaitu sebagai baling-baling helikopter dan bidang pertahanan
yaitu sebagai track shoes dari tank. Keunggulan dan kelemahan secara umum dari
AMC apabila dibandingkan dengan material lain yaitu seperti tertera pada tabel 1.

Fakultas Teknologi Manufaktur UNJANI 10


Tabel 2.1 Keunggulan dan kelemahan AMC dibandingkan dengan material lain

Selain aluminium yang berperan sebagai matriks, unsur atau senyawa utama
dalam AMC adalah penguatnya. Sifat-sifat AMC sangat bergantung kepada jenis
penguat dan juga fraksi volumenya. Penguat yang banyak digunakan pada AMC
biasanya adalah unsur non-metallic dan lebih spesifiknya adalah keramik seperti SiC
dan Al2O3. Adapun penguat dari AMC lainnya yaitu seperti ditunjukkan pada tabel 2.
Tabel 2.2 Penguat pada AMC

Fakultas Teknologi Manufaktur UNJANI 11


Gambar 2.1 Bentuk penguat pada AMC
2.3 Jenis-jenis AMC
AMC dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis berdasarkan bentuk
penguatnya, yaitu:
(a) Particle reinforced AMC (PAMC)
Komposit ini umumnya berpenguat equiaxed ceramic, yang biasanya adalah
oksida, karbida atau borid (Al2O3, SiC atau TiB2). Pada aplikasi yang berkaitan
dengan struktur dan ketahanan aus yang tinggi, fraksi volume penguat yang
digunakan adalah ≤30%. Namun, pada aplikasinya sebagai electronic packaging,
fraksi volume yang digunakan cukup tinggi yaitu sekitar 70%. PAMC dapat dibuat
dengan proses solid state (proses metalurgi serbuk) atau liquid state (stir
casting, infiltration dan in-situ). PAMC lebih murah apabila dibandingkan dengan
CFAMC. Sifat mekanik PAMC lebih rendah apabila dibandingkan dengan SFAMC
atau CFAMC. Komposit ini dapat melaluai proses secondary forming sebelum
digunakan seperti ekstrusi, canai dan tempaan. Gambar 2.2 menunjukkan struktur
mikro cast AMC dengan fraksi volume 40% dengan penguat partikel SiC.

Fakultas Teknologi Manufaktur UNJANI 12


Gambar 2.2 Struktur mikro dari (a) AMC dengan fraksi volume partikel SiC 40%, (b) SFAMC,
(c) CFAMC dengan penguat berupa serat alumina, (d) HAMC dengan 10% partikel SiC dan
4% partikel grafit.

Contoh SFAMC yang paling banyak dikembangkan adalah SFAMC dengan


penguat alumina, yang biasa digunakan sebagai piston. Komposit ini dibuat dengan
metode squeeze infiltration. Gambar 2b menunjukkan struktur mikro dari SFAMC.
SFAMC memiliki sifat di antara CFAMC dan PAMC.
b) Continuous fibre reinforced AMC (CFAMC)
CFAMC memiliki penguat berbentuk continuous fibres (alumina, SiC atau
carbon) dengan diameter ≤20 µm. Pada CFAMC, serat dapat disusun
secara parallel atau pre woven. Fraksi volume penguat pada CFAMC ≤40% yang
diproduksi dengan teknik squeeze infiltration. Gambar 2c menunjukkan struktur
mikro dari CFAMC dengan serat berupa alumina.
c) Mono filament reinforced AMC (MFAMC)
Monofilaments adalah serat dengan diameter lebar (100-150 µm), biasanya
diproduksi dengan chemical vapour deposition (CVD) dari SiC atau B ke dalam serat
karbon atau kawat wolfram. Fleksibilitas untuk ditekuk dari monofilament  lebih
rendah dibandingkan dengan multifilament. MFAMC diproduksi dengan
teknik diffusion bonding.
Pada CFAMC dan MFAMC, penguat adalah penopang beban yang utama dan
peran dari matriks aluminium adalah untuk mengikat penguat tersebut dan
mendistribusikan beban yang diterima. Karakteristik CFAMC dan MFAMC

Fakultas Teknologi Manufaktur UNJANI 13


bergantung pada arah pembebanan. Komposit-komposit tersebut akan memiliki
kekuatan yang rendah pada pembebanan dengan arah tegak lurus dari orientasi serat.
Pada PAMC dan SFAMC, matriks adalah penopang beban yang utama. Peran dari
penguat adalah untuk meningkatkan kekuatan dan kekakuan dari komposit, yaitu
mencegah matriks terdeformasi dengan mechanical restraint.
Di samping empat jenis AMC yang dijelaskan di atas, terdapat AMC yang
dikenal dengan hybrid AMC (HAMC). HAMC yaitu komposit dengan lebih dari satu
jenis penguat, contohnya yaitu campuran dari partikel dan serat atau  penguat keras
dan lunak. Contoh penggunaan HAMC dengan campuran serat karbon dan partikel
alumina adalah pada aplikasi cylindrical liner. Gambar 2d menunjukkan struktur
mikro dari HAMC dengan partikel SiC yang keras dan grafit yang lunak sebagai
penguatnya.

2.4 Teknik Pembuatan AMC


Proses utama pembuatan AMC pada skala industri dapat diklasifikasikan
menjadi dua kelompok, yaitu solid state processes dan liquid state processes.
2.4.1 Solid state processing
Pencampuran serbuk dan consolidation (Proses metalurgi serbuk)
Pencampuran serbuk aluminium dengan keramik serat pendek atau partikel
adalah teknik yang baik untuk membuat AMC. Pencampuran dapat dilakukan dalam
keadaan kering atau berupa cairan suspensi. Pencampuran biasanya diikuti dengan
tahap kompaksi, canning, penghilangan gas dan high temperature
consolidation seperti hot isostatic pressing (HIP) atau ekstrusi. AMC yang dibuat
dengan proses metalurgi serbuk mengandung partikel oksida dengan fraksi volume
sekitar 0,05-0,5. Partikel oksida halus ini cenderung berperan sebagai dispersion-
strengthening agent dan memiliki pengaruh yang kuat pada sifat-sifat matrik. Adapun
tahapan dari proses metalurgi serbuk adalah seperti pada gambar 2.3

Fakultas Teknologi Manufaktur UNJANI 14


Gambar 2.3 Tahapan proses metalurgi serbuk

Diffusion bonding
MFAMC sebagian besar diproduksi dengan teknik diffusion bonding (foil-
fibre-foil), contohnya adalah komposit Al-boron fibre 6061 dan komposit berpenguat
serat Ti. Proses ini dapat digunakan untuk membuat komposit dengan fraksi volume
serat yang tinggi. Pendistribusian serat secara homogen pada proses ini sulit untuk
untuk dicapai. Proses ini tidak cocok untuk digunakan dalam pembuatan komponen
dengan bentuk yang kompleks.
Physical vapour deposition (PVD)
Proses ini melibatkan tekanan parsial yang tinggi pada logam yang akan
dideposisikan. Vapour diproduksi dengan high power electron beam secara langsung
di atas solid bar feed stock. Kecepatan deposisinya sekitar 5–10 µm/menit. Komposit
dengan persebaran serat yang merata dan fraksi volume sekitar 80% dapat diproduksi
dengan teknik ini.
2.4.2 Liquid state processing

Fakultas Teknologi Manufaktur UNJANI 15


Stir casting
Proses ini melibatkan pencampuran partikel keramik ke dalam lelehan
aluminium. Hal yang penting dalam proses ini adalah membuat pembasahan yang
baik antara partikel penguat dengan lelehan paduan aluminium. Teknik yang paling
mudah dan paling komersial adalah teknik stir-casting. Teknik stir-
casting memungkinkan untuk membuat komposit sampai dengan 30% partikel
keramik dengan kisaran ukuran 5-100 µm. Pada proses ini, persebaran penguat yang
tidak merata dapat menjadi masalah pada solidifikasi di sekitar interface antara
partikel keramik dengan lelehan aluminium. Variasi lain dari proses stir
casting adalah compo-casting. Pada compo-casting, partikel keramik dicampurkan ke
dalam paduan ketika dalam keadaan semi solid.

Gambar 2.4 Compo-casting dari AMC


Infiltration process
Paduan aluminium cair diinjeksikan ke dalam celah poros pre-
form continuous/short fibre atau partikel untuk membuat AMC. AMC dengan fraksi
volume penguat 10-70% dapat dibuat dengan menggunakan teknik infiltrasi ini.

Fakultas Teknologi Manufaktur UNJANI 16


Gambar 2.5 Infiltrasi dari preform continuous fiber
Proses osprey
Proses osprey adalah teknik spray deposition dimana droplet
stream diproduksi pada sebuah molten bath. Porositas produk yang dihasilkan adalah
sekitar 5–10%. Proses osprey dapat digunakan untuk membuat PAMC dan CFAMC.
Pada proses ini, fraksi volume serat dan distribusinya diatur dengan cara
menyesuaikan jarak serat dan jumlah lapisan serat. Proses osprey relatif murah
dengan kisaran harga berada di antara stir cast dan proses metalurgi serbuk. Skema
dari proses osprey adalah seperti ditunjukkan pada gambar 6.

Gambar 2.6 Proses osprey untuk produksi PAMC


In-situ processing (reactive processing)
Salah satu contoh proses in-situ adalah directional oxidation yang biasa
dikenal sebagai proses DIMOX. Pada proses ini paduan Al–Mg diletakkan di

Fakultas Teknologi Manufaktur UNJANI 17


atas preform keramik pada sebuah krusibel. Ketika paduan Al–Mg meleleh,
lelehannya tersebut akan masuk ke dalam preform dan kemudian membentuk
komposit. Selain proses DIMOX, ada juga proses dispersi Martin–Marietta’s
exothermic atau XDTm. Proses XDTm digunakan untuk memproduksi AMC
berpenguat TiB2. Proses ini mudah disesuaikan dan dapat digunakan untuk fasa keras
dan lunak dengan ukuran yang berbeda dan bentuk yang meliputi partikel dan pelat
pada matriks paduan aluminium. Proses in-situ lainnya adalah dengan reaksi gas–
cairan yang digunakan untuk memproduksi AMC berpenguat TiC. Contohnya, pada
pembuatan komposit Al-TiC yaitu dengan meniupkan gelembung carbonaceous
gas seperti metana ke dalam lelehan Al–Ti dengan temperatur yang kemudian
dinaikkan.

Gambar 2.7 Proses in-situ dengan reaktan gas untuk memproduksi AMC

2.5 Aplikasi
PAMC dengan partikel-partikel penguat seperti SiC, Al2O3, TiC, TiB2 dan
B4C telah sukses digunakan pada bidang otomotif, penerbangan, dan thermal
management. Padabidang penerbangan, PAMC digunakan sebagai fan exit guide
vane (FEGV) pada gas turbine engine (gambar 2.8), sebagai ventral fins dan fuel
access cover doors pada pesawat militer. Selain itu, PAMC digunakan
sebagai rotating blade sleeves pada helikopter yang tentunya dengan syarat mampu
menahan tegangan tinggi saat digunakan (gambar 9). Penggunaan PAMC terbanyak
adalah pada sistem rem kereta dan mobil. Aplikasi pada bidang otomotif lain yang

Fakultas Teknologi Manufaktur UNJANI 18


juga potensial adalah sebagai valves, crankshafts, gear parts dan suspension arms.
Untuk SFAMC dan HAMC, contoh aplikasinya pada tegangan tinggi kebanyakan
adalah sebagai piston dan cylinder liner. Selain itu, SFAMC juga telah
banyakmdigunakan pada bidang pertahanan yaitu sebagai track shoes pada tank.
Beberapa aplikasi lain di bidang otomotif yang telah banyak digunakan dari beberapa
jenis AMC tertera pada tabel 4 di bawah ini.

Table 2.3 aplikasi AMC pada bidang otomotif

Fakultas Teknologi Manufaktur UNJANI 19


Gambar 2.8 Komponen fan exit guide vane (FEGV) yang terbuat dari PAMC

Gambar 2.9 PAMC rotating blade sleeves yang digunakan pada helikopter

Gambar 2.10 Piston yang terbuat dari AMC

2.6 Stir Casting


Stir casting adalah proses pengecoran dengan cara menambahkan suatu logam
murni (biasanya aluminium) dengan suatu unsur penguat, dengan cara melebur logam
murni tersebut kemudian logam murni yang sudah mencair tersebut diaduk-aduk
secara terus menerus hingga terbentuk sebuah pusaran, kemudian unsure penguat
(berupa serbuk) tersebut dicampurkan sedikit demi sedikit melalui tepi dari pusaran
yang telah terbentuk itu [3].
Dalam proses penambahan partikel selama pengadukan berlangsung, terdapat
beberapa kerugian yaitu: material yang diaduk tersebut akan menggumpal pada
bagian-bagian tertentu yang disebabkan oleh partikel. Hal ini akan menyebabkan
meningkatnya kekentalan pada logam cair paduan tersebut. Penambahan partikel
melalui bagian atas tersebut akan menyebabkan ikut masuknya udara bebas yang
berupa kantong-kantong udara diantara partikel tersebut. Penambahan partikel ini

Fakultas Teknologi Manufaktur UNJANI 20


juga harus dikurangi terutama pada saat volume partikel yang akan digunakan
meningkat. Proses tersebut akan memakan waktu yang sangat lama untuk pembuatan
produk yang lebih besar. Apabila semua bahan dimasukkan ke dalam dapur peleburan
dan dileburkan dalam udara terbuka hingga logam paduan dan komposit (SiC)
tercampur secara merata, akan meningkatkan ikatan diantara partikel SiC dan
aluminium itu sendiri. Keberhasilan penambahan partikel silikon karbida dalam
paduan matriks telah menunjukkan bahwa ikatan diantara partikel silikon karbida dan
sifat-sifat mekanik, seperti: kekuatan tegangan dan kekerasan akan meningkat secara
signifikan. Dan hasil stir casting ini biasanya disebut Metal Matrix Composite
(MMC). Ada beberapa keuntungan dari proses stir casting, diantaranya adalah [4]:
1. Dapat memperoleh suatu material tertentu yang sulit dan tidak mungkin
didapatkan dengan proses lain (memadukan suatu logam dengan suatu bahan
penguat).
2. Proses stir casting mempunyai prospek yang sangat baik dalam bidang
pekerjaan karena produk dari stir casting tersebut relatif lebih baik sifat
mekaniknya bila dibandingkan dengan hasil-hasil casting yang lain.
3. Proses stir casting lebih ekonomis karena material paduan yang
ditambahkan merupakan material sisa-sisa dari suatu produksi yang pada
umumnya sudah tidak dipakai lagi.
4. Dengan adanya proses pengadukan dalam stir casting maka hasil produk
cor akan menjadi lebih baik. Karena memungkinkan gelembung-gelembung
udara yang terperangkap dalam logam cair selama proses penuangan untuk
naik ke permukaan logam cair, sehingga cacat akibat terjebaknya udara dalam
produk cor dapat berkurang.
Pengadukan dan Pencampuran Pengadukan adalah operasi yang menciptakan
terjadinya gerakan dari bahan yang diaduk seperti molekul- molekul, zat-zat yang
bergerak atau komponennya menyebar (terdispersi). Tujuan Pengadukan adalah untuk
mencampur dua cairan yang saling melarut, melarutkan padatan dalam cairan,
mendispersikan gas dalam cairan dalam bentuk gelembung dan untuk mempercepat
perpindahan panas antara fluida dengan koil pemanas dan dinding bejana.

Fakultas Teknologi Manufaktur UNJANI 21


Pencampuran adalah operasi yang menyebabkan tersebarnya secara acak suatu bahan
ke bahan yang lain dimana bahan-bahan tersebut terpisah dalam dua fasa atau lebih.
Proses pencampuran bisa dilakukan dalam sebuah tangki berpengaduk. Hal ini
dikarenakan faktor-faktor penting yang berkaitan dengan proses ini, dalam aplikasi
nyata bisa dipelajari dengan seksama dalam alat ini. Faktor-faktor yang
mempengaruhi proses pengadukan dan pencampuran diantaranya adalah
perbandingan antara geometri tangki dengan geometri pengaduk, bentuk dan jumlah
pengaduk, posisi sumbu pengaduk, kecepatan putaran pengaduk, penggunaan sekat
dalam tangki dan juga properti fisik fluida yang diaduk yaitu densitas dan viskositas.
Oleh karena itu, perlu tersedia seperangkat alat tangki berpengaduk yang bisa
digunakan untuk mempelajari operasi dari pengadukan dan pencampuran tersebut.
Pencampuran terjadi pada tiga tingkatan yang berbeda yaitu:
1. Mekanisme konvektif: pencampuran yang disebabkan aliran cairan secara
keseluruhan (bulk flow).
2. Eddy diffusion: pencampuran karena adanya gumpalan - gumpalan fluida
yang terbentuk dan tercampakan dalam medan aliran.
3. Diffusion: pencampuran karena gerakan molekuler. Ketiga mekanisme
terjadi secara bersama-sama, tetapi yang paling menentukan adalah eddy diffusion.
Mekanisme ini membedakan pencampuran dalam keadaan turbulen dengan
pencampuran dalam medan aliran laminar. Sifat fisik fluida yang berpengaruh pada
proses pengadukan adalah densitas dan viskositas. Secara khusus, proses pengadukan
dan pencampuran digunakan untuk mengatasi tiga jenis permasalahan utama, yaitu:
1. Untuk menghasilkan keseragaman statis ataupun dinamis pada sistem
multifasa multikomponen.
2. Untuk memfasilitasi perpindahan massa atau energi diantara bagian-bagian
dari sistem yang tidak seragam.
3. Untuk menunjukkan perubahan fasa pada sistem multikomponen dengan
atau tanpa perubahan komposisi. Aplikasi pengadukan dan pencampuran bisa
ditemukan dalam rentang yang luas, diantaranya dalam proses suspensi padatan,

Fakultas Teknologi Manufaktur UNJANI 22


dispersi gas-cair, cair-cair maupun padatcair, kristalisasi, perpindahan panas dan
reaksi kimia.
2.7 Scanning Electron Microscope (SEM)
Pengertian Scanning Electron Microscope (SEM). adalah sebuah mikroskop
elektron yang didesain untuk mengamati permukaan objek solid secara langsung.
SEM memiliki perbesaran 10 – 3.000.000 kali, depth of field 4 – 0.4 mm dan resolusi
sebesar 1 – 10 nm. Kombinasi dari perbesaran yang tinggi, depth of field yang besar,
resolusi yang baik, kemampuan untuk mengetahui komposisi dan informasi
kristalografi membuat SEM banyak digunakan untuk keperluan penelitian dan
industri (Prasetyo, 2011). Anonymous (2012) menambahkan, SEM memfokuskan
sinar elektron (electron beam) di permukaan obyek dan mengambil gambarnya
dengan mendeteksi elektron yang muncul dari permukaan obyek. Komponen utama
alat SEM ini pertama adalah tiga pasang lensalensa elektromagnetik yang berfungsi
memfokuskan berkas elektron menjadi sebuah titik kecil, lalu oleh dua pasang scan
coil discan-kan dengan frekuensi variabel pada permukaan sampel. Semakin kecil
berkas difokuskan semakin besar resolusi lateral yang dicapai. Kesalahan fisika pada
lensa-lensa elektromagnetik berupa astigmatismus dikoreksi oleh perangkat
stigmator. SEM tidak memiliki sistem koreksi untuk kesalahan aberasi lainnya. Yang
kedua adalah sumber elektron, biasanya berupa filamen dari bahan kawat tungsten
atau berupa jarum dari paduan Lantanum Hexaboride LaB6 atau Cerium Hexaboride
CeB6, yang dapat menyediakan berkas elektron yang teoretis memiliki energi tunggal
(monokromatik), Ketiga adalah imaging detector, yang berfungsi mengubah sinyal
elektron menjadi gambar/image. Sesuai dengan jenis elektronnya, terdapat dua jenis
detektor dalam SEM ini, yaitu detektor SE dan detektor BSE. Untuk menghindari
gangguan dari molekul udara terhadap berkas elektron, seluruh jalur elektron
(column) divakum hingga 10-6 torr. Tetapi kevakuman yang tinggi menyebabkan
naiknya sensitifitas pendeteksian alat terhadap non-konduktifitas, yang menyulitkan
analisis pada bahan bahan non-konduktif, seperti keramik dan oksida. Untuk
mengatasi hal tersebut SEM ini memiliki opsi untuk dapat dioperasikan dengan
vakum rendah, yang disebut LowVaccum Mode. Dengan teknik low vaccum kita

Fakultas Teknologi Manufaktur UNJANI 23


dapat menganalisis bahan yang non konduktif sekalipun. Tekanan pada mode ini
berkisar antara 30 hingga 70Pa.
Terdapat beberapa metode yang umum digunakan dalam analisis komposisi
fasa, seperti menggunakan difraksi sinar-X (XRD). Dalam analisis data difraksi,
dapat dilakukan analisis kualitatif untuk mengidentifikasi fasa-fasa yang terkandung
dalam suatu material, dan kemudian dilanjutkan dengan analisis kuantitatif. Pada
analisis kuantitatif dapat diketahui lebih banyak informasi seperti fraksi berat relatif
fasa, parameter kisi dan juga ukuran kristal pada masing-masing fasa. Metode yang
digunakan dalam analisis kuantitatif fasa adalah metode penghalusan Rietveld [8].

Prinisip Kerja dari SEM adalah sebagai berikut :


a. Electron gun menghasilkan electron beam dari filamen. Pada umumnya
electron gun yang digunakan adalah tungsten hairpin gun dengan filamen berupa
lilitan tungsten yang berfungsi sebagai katoda. Tegangan yang diberikan kepada
lilitan mengakibatkan terjadinya pemanasan. Anoda kemudian akan membentuk gaya
yang dapat menarik elektron melaju menuju ke anoda.
b. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju suatu titik pada permukaan
sampel.
c. Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan
diarahkan oleh koil pemindai.
d. Ketika elektron mengenai sampel, maka akan terjadi hamburan elektron,
baik Secondary Electron (SE) atau Back Scattered Electron (BSE) dari permukaan
sampel dan akan dideteksi oleh detektor dan dimunculkan dalam bentuk gambar pada
monitor CRT.
2.8 Pengujian Kekerasan
Pengujian kekerasan (hardness test) adalah suatu proses yang bertujuan untuk
mengetahui ketahanan suatu material terhadap deformasi pada daerah lokal atau
permukaan material, khusus untuk logam deformasi yang di maksud adalah deformasi
plastis. Deformasi plastis sendiri adalah suatu keadaan dari material yang ketika
diberikan gaya maka struktur mikronya tidak akan kembali ke bentuk semula.

Fakultas Teknologi Manufaktur UNJANI 24


Terdapat berbagai macam uji kekerasan lekukan, antara lain: Uji kekerasan Brinell,
Vickers, Rockwell, Knoop, dan lain sebagainya
Uji kekerasan Rockwell sering dipakai untuk meterial yang keras. Hal ini
disebabkan oleh sifat-sifatnya yaitu cepat, bebas dari kesalahan manusia, mampu
untuk membedakan perbedaan kekerasan yang kecil pada baja yang diperkeras, dan
ukuran lekukannya kecil, sehingga bagian bagian yang mendapatkan perlakuan panas
yang lengkap, dapat diuji kekerasannya tanpa menimbulkan kerusakan (Callister,
2000 ; Surdia dan Saito, 2000). Prinsip pengujian pada metoda Rockwell adalah
dengan menekankan penetrator ke dalam benda kerja dengan pembebanan dan
kedalaman indentasi akan memberikan harga kekerasan yaitu perbedaan kedalaman
indentasi yang didapatkan dari beban mayor dan minor. Pengujian kekerasan dengan
metode Rockwell bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya
tahan material terhadap benda uji (spesimen) yang berupa bola baja (HRB) ataupun
kerucut intan (HRC) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut.
Pengukurannya dapat dilakukan dengan bantuan sebuah kerucut intan dengan sudut
puncak 120º dan ujungnya yang dibulatkan sebagai benda pendesak (indentor).
Pengujian Rockwell merupakan proses pembentukan lekukan pada permukaan
logam memakai indentor atau penetrator yang ditekan dengan beban tertentu. Pada
pengujain rockwell angka kekerasan yang ditunjukkan merupakan kombinasi antara
beban dan indentor yang dipakai, maka perlu diberikan awalan huruf pada angka
kekerasan yang menunjukkan kombinasi beban dan penumbuk tertentu untuk skala
beban yang digunakan, skala yang sering digunakan adalah A dengan beban 60 kgf, B
beban 100 kgf, dan C beban 150 kgf. Pada pengujian kekerasan bahan dengan metode
Rockwell, kedalaman penetrasi permanen yang dihasilkan dari penerapan dan
pelepasan beban utama dipakai untuk menentukan angka kekerasan Rockwell, dapat
dilihat pada persamaan 1. 𝐻𝑅 = 𝐸 − 𝑒 (1)
Di mana, E = konstanta dengan nilai 100 untuk indentor intan dan 130 untuk
indentor bola. e = kedalaman penetrasi permanen karena beban utama (F1) diukur
dengan satuan 0,002 mm. Jadi, e = h/0,002 (Callister, 2000)
2.9 Pengujian Tarik

Fakultas Teknologi Manufaktur UNJANI 25


Salah satu pengujian yang digunakan untuk mengetahui sifat mekanik logam
adalah uji tarik. Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji
kekuatan suatu bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang berlawanan
arah. Hasil yang didapatkan dari pengujian tarik sangat penting untuk rekayasa teknik
dan desain produk karena mengahsilkan data kekuatan material. Pengujian tarik
banyak dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan suatu bahan
dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan. Karena dengan pengujian tarik
dapat diukur ketahanan suatu material terhadap gaya statis yang diberikan secara
perlahan. Pemodelan berorientasi obyek merupakan bahasa pemodelan yang paling
banyak digunakan pada pembuatan perangkat lunak. Model ini memanfaatkan obyek,
dimana obyek-obyek di dunia nyata dimodelkan sebagai suatu konse p yang
diimplementasikan dalam bentuk perangkat lunak. Bahasa pemograman orientasi
sebagai implementasi dari pemodelan berorientasi obyek adalah bahasa pemograman
berorientasi obyek, salah satunya saat ini dikenal bahasa pemograman berorientasi
obyek Smalltalk. Dalam pelaksanaan penguian tarik, diperoleh data beban dan
perpanjangan yang terjadi pada material selama proses pengujian. Untuk
menganalisis kekuatan material dari data hasil pengujian umumnya dilakukan dengan
menggunakan alat hitung (kalkulator) sehingga terjadi banyak pengulangan kalkulasi
untuk memperoleh kekuatan material, Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan
pengembangan suatu perangkat lunak untuk menganalisis kekuatan hasil dari
pengujian tarik pada suatu material.
Kekuatan tarik suatu bahan dapat diketahui dengan menguji tarik pada bahan
yang bersangkutan. Hasil pengujian tarik tersebut dapat diketahui pula sifat-sifat yang
lain seperti: kekuatan mulur, perpanjangan, reduksi penampang, modulus elastisitas,
dan sebagainya. Menurut Surdia dan Chijiiwa (2005:207) pengujian tarik dilakukan
dengan jalan memberikan beban tarik pada batang uji secara perlahan-lahan sampai
patah. Batas mulur, kekuatan tarik, perpanjangan, pengecilan luas, dan sebagainya
diukur pada pengujian ini. Menurut Rifa’i (2006), struktur mikro logam merupakan
penggabungan dari satu atau lebih struktur kristal. Pada umumnya logam terdiri dari
banyak kristal (majemuk), walaupun ada diantaranya hanya terdiri dari satu kristal

Fakultas Teknologi Manufaktur UNJANI 26


saja (tunggal). Tetapi logam dengan kristal majemuk memungkinkan pengembangan
berbagai sifat-sifat yang dapat memperluas ruang lingkup pemakaiannya. Dalam
logam, kristal sering disebut sebagai butiran. Batas pemisah antara dua kristal disebut
batas butir (Grain Boundary).

Fakultas Teknologi Manufaktur UNJANI 27

Anda mungkin juga menyukai