Anda di halaman 1dari 16

“CRITICAL JOURNAL REPORT”

Disusun Oleh :

NAMA : EDWARD MANURUNG

NIM : 5183331013

M.KULIAH : ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR

PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2020
KATA PENGANTAR

Segala puji saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Essa karena telah melimpahkan
Rahmat dan Karunia Nya kepada saya , sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Critical
Jurnal Report ini dengan baik untuk memenuhi tugas dari Mata Kuliah Ilmu Sosial Budaya
Dasar, juga saya ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu saya menyelesaikan
tugas ini, terutama kepada Dosen Pengampu

Saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan dan kesalahan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya oleh karena itu, dengan tangan terbuka saya
menerima menerima saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki tulisan ini
kewaktu yang akan datang.

Akhir kata saya berharap Critical jurnal Report ini dapat memberikan manfaat kepada
semua pembaca.

Medan, November 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Banyaknya kritik yang ditujukan pada sistem pendidikan Indonesia oleh sejumlah
cendekiawan, terutama sarjana pendidikan, sosial, dan kebudayaan. Mereka menganggap
sistem pendidikan kita berbau kolonial, dan masih merupakan warisan sistem pendidikan
Pemerintah Belanda, yaitu kelanjutan dari politik balas budi yang dianjurkan oleh Conrad
Theodhore van Deventer. Sistem ini bertujuan menghasilkan tenaga-tenaga terampil
untuk menjadi "tukang-tukang" yang mengisi birokrasi mereka di bidang administrasi,
perdagangan, teknik, dan keahlian lain, dengan tujuan mengeksploitasi kekayaan negara.
Ternyata sekarang masih dirasakan banyaknya tenaga ahli yang berpengetahuan keahlian
khusus dan mendalam sehingga wawasannya sempit. Padahal sumbangan pemikiran dan
adanya komunikasi ilmiah antar disiplin ilmu diperlukan dalam memecahkan berbagai
masalah sosial masyarakat yang demikian kompleks. Latar belakang lainnya, sistem
pendidikan kita menjadi sesuatu yang "elite" bagi masyarakat kita sendiri, kurang akrab
dengan lingkungan masyarakat, dan tidak mengenali dimensi-dimensi lain di luar disiplin
keilmuannya. Perguruan tinggi seolah-olah menara gading yang banyak menghasilkan
sarjana-sarjana "tukang" yang tidak mau peka terhadap denyut kehidupan, kebutuhan,
serta perkembangan masyarakat. Pendidikan tinggi hanya dapat menghasilkan sarjana-
sarjana yang mempunyai seperangkat pengetahuan di bidang tertentu saja. Sedangkan
tenaga ahli yang dihasilkan oleh perguruan tinggi diharapkan mempunyai tiga
kemampuan, yaitu personal, akademis dan profesional

B. Permasalahan
1. Apa kelemahan Jurnal Utama dan Jurnal Pembanding?
2. Apa kelebihan jurnal Utama dan Jurnal Pembanding?

C. Tujuan
1. Mengatahui kelemahan Jurnal Utama dan Jurnal Pembanding
2. Mengetahui kelebihan jurnal Utama dan Jurnal Pembanding
BAB II

RINGKASAN JURNAL

2.1 Jurnal Utama

Judul : KEMAJUAN TEKNOLOGI DAN POLA HIDUP MANUSIA DALAM


PERSPEKTIF SOSIAL BUDAYA

Penulis : Muhamad Ngafifi

Tahun : 2014

Jenis jurnal : Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi

Nomor dan volume : Volume 2, Nomor 1

PENDAHULUAN

Manusia menggunakan teknologi kare-na memiliki akal. Dengan akalnya manusia


ingin keluar dari masalah, ingin hidup lebih baik, lebih aman, dan sebagainya. Perkem-
bangan teknologi terjadi karena seseorang menggunakan akalnya untuk menyelesaikan
setiap masalah yang dihadapinya. Kemajuan teknologi adalah sesuatu yang tidak bisa
dihindari dalam kehidupan ini, karena kemajuan teknologi akan berjalan sesuai dengan
kemajuan ilmu pengetahuan. Setiap inovasi diciptakan untuk memberikan manfaat
positif bagi kehidupan manusia. Teknologi juga memberikan banyak kemu-dahan, serta
sebagai cara baru dalam melaku-kan aktivitas manusia. Manusia juga sudah menikmati
banyak manfaat yang dibawa oleh inovasi-inovasi teknologi yang telah dihasilk-an dalam
dekade terakhir ini.

PEMBAHASAN

Kemajuan Teknologi Konsep Teknologi

Manusia pada awalnya tidak mengenal konsep teknologi. Kehadiran manusia


purba pada masa pra sejarah, hanya mengenal teknologi sebagai alat bantunya
dalam mencari makan, alat bantu dalam berburu, serta mengolah makanan. Alat
bantu yang mereka gunakan sangatlah sederhana, terbuat dari bambu, kayu, batu,
dan bahan sederhana lain yang mudah mereka jumpai di alam bebas. Misalnya
untuk membuat perapian, ia memanfaatkan bebatuan yang dapat memunculkan
percikan api.

Perkembangan teknologi akan mengalami beberapa siklus. Jacob


menjelaskan beberapa siklus perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
menjadi lima tahapan. Lima tahapan tersebut dinyatakan sebagai lima siklus
kondratif, yaitu suatu siklus yang akan berulang setiap 50 tahun. Kelima siklus
tersebut adalah: pertama, dimulai dengan revolusi teknologi (tahun 1760); kedua,
ditandai dengan terbentangnya jaringan kereta api (tahun 1848); ketiga, dimulai
dengan ditemukannya ban berjalan (tahun 1895); keempat, ditandai dengan
ditemukannya tenaga atom dan motorisasi massal (tahun 1945); dan kelima,
ditandai dengan perkembangan mikro elektronik serta bioteknologi. Teknologi
memperlihatkan fenomenanya dalam masyarakat sebagai hal impersonal dan
memiliki otonomi mengubah setiap bidang kehidupan manusia menjadi lingkup
teknis. Sastrapratedja (Dwiningrum, 2012, p.154) menjelaskan bahwa fenomena
teknik pada masyarakat kini.

Janji Teknologi

Suatu hal yang perlu mendapat perhatian khusus adalah bahwa setiap
perkembangan teknologi selalu menjanjikan kemudahan, efisiensi, serta peningkatan
produktivitas. Memang pada awalnya teknologi diciptakan untuk mempermudah
manusia untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Berikut ini ada beberapa hal
yang dijanjikan teknologi (Martono, 2012, pp.289-291).

Masyarakat Digital

Era modern diidentikkan dengan era masyarakat digital. Setiap aktivitas


manusia akan digerakkan melalui serangkaian teknologi digital. Teknologi ini
dioperasikan dengan menekan beberapa digit (angka) yang di susun dengan
berbagai urutan. Relasi yang terbangun di antara individu adalah relasi pertukaran
digital, setiap manusia hanya melakukan serangkaian transaksi atau interaksi
melalui simbol-simbol digital. Transaksi perdagangan, komunikasi, semuanya
digerakkan secara digital. Setiap individu akan memiliki identitas digital yang
mampu mengenali siapa dirinya, setiap manusia sudah diberi nomor urut: melalui
nomor identitas (e-KTP), nomor handphone, nomor telepon, nomor rekening bank,
nomor ATM, nomor rekening listrik, rekening telepon, rekening air, PIN (Personal
Identification Number) ATM, semuanya menggunakan sistem digital.

Teori Perubahan Sosial Budaya Para sosiolog dan antropolog mempunyai


pendapat yang berbeda mengenai perubahan sosial diantaranya (Soekanto, 1990,
pp.332-337):

1) Gillin dan Gillin, mengartikan perubahan sosial adalah suatu variasi dari
cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis,
kebudayaan material, komposisi penduduk, dan ideologi maupun karena adanya
difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat

2) Larson dan Rogers, mengemukakan pengertian tentang perubahan sosial


yang dikaitan dengan adopsi teknologi yaitu perubahan sosial merupakan suatu
proses yang berkesinambungan dalam suatu bentangan waktu tertentu. Pemakaian
teknologi tertentu oleh suatu warga masyarakat akan membawa suatu perubahan
sosial yang dapat diobservasi lewat perilaku anggota masyarakat yang
bersangkutan.

3) Soerjono Soekanto, mendefinisikan perubahan sosial adalah segala


perubahan yang terjadi dalam lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat,
yang mempengaruhi sistem sosialnya.

Teori Perubahan Sosial Budaya

Para sosiolog dan antropolog mempunyai pendapat yang berbeda mengenai


perubahan sosial diantaranya (Soekanto, 1990, pp.332-337):

1) Gillin dan Gillin, mengartikan perubahan sosial adalah suatu variasi dari
cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis,
kebudayaan material, komposisi penduduk, dan ideologi maupun karena adanya
difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat

2) Larson dan Rogers, mengemukakan pengertian tentang perubahan sosial


yang dikaitan dengan adopsi teknologi yaitu perubahan sosial merupakan suatu
proses yang berkesinambungan dalam suatu bentangan waktu tertentu. Pemakaian
teknologi tertentu oleh suatu warga masyarakat akan membawa suatu perubahan
sosial yang dapat diobservasi lewat perilaku anggota masyarakat yang
bersangkutan.

3) Soerjono Soekanto, mendefinisikan perubahan sosial adalah segala


perubahan yang terjadi dalam lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat,
yang mempengaruhi sistem sosialnya.

2.2 Jurnal Pembanding

Judul : MASYARAKAT KONSUMEN SEBAGAI CIPTAAN KAPITALISME


GLOBAL: FENOMENA BUDAYA DALAM REALITAS SOSIAL

Penulis : Selu Margaretha Kushendrawati

Tahun : 2006

Jenis jurnal : SOSIAL HUMANIORA

Nomor dan volume : VOL. 10, NO. 2,

PENDAHULUAN

Dunia berkembang secara dinamis, terus berubah tanpa ada yang bisa
mengontrol gerak lajunya. Perkembangan yang dimaksud kini memasuki era di mana
dunia terasa menjadi semakin kecil, dunia menjadi sebuah desa global, di mana segala
macam informasi, modal, dan kebudayaan bergerak secara cepat, tanpa halangan
batas-batas kedaulatan. Kemajuan tersebut dinamakan sebagai globalisasi. Banyak
orang melihat secara optimis kapitalisme global yang bernaung di bawah panji
globalisasi, menganggapnya sebagai sebuah tatanan yang menyatukan segala
masyarakat dalam berperang melawan kemiskinan dan kemelaratan.

Dengan memakai metode deskriptif dan pendekatan dikotomis, penulis ingin


mengungkapkan sebuah cara pandang yang unik untuk menilai sejauh mana
globalisasi, baik itu globalisasi ekonomi, pandanganpandangan politik, dan juga
globalisasi kebudayaan telah menciptakan ketimpangan dalam masyarakat dunia.
Globalisasi ekonomi dikaitkan dengan ketimpangan antara masyarakat pemodal/Utara
dengan masyarakat peminjam modal/Selatan. Dalam bidang kebudayaan, globalisasi
dikaitkan dengan semakin merosotnya pandangan dan tata hidup eksotis-religius
bangsa-bangsa Timur akibat terpaan budaya MTV dan Hollywood Barat. Dalam
ranah ekonomi, globalisasi dituduh membawa ketimpangan kesejahteraan, terutama
karena kebijakan pasar terbuka. Kebijakan pasar bebas yang diagung-agungkan oleh
Barat dan menjadi jargon bagi para politisi di negara berkembang ternyata tidak
lebih dari kedok untuk memperluas pasar kapitalis Barat. Dalam ranah soiologis,
globalisasi ekonomi dikaitkan dengan munculnya generasi masyarakat konsumen yang
pola konsumsinya sangat bergantung pada pola-pola sistem tanda yang
diperkenalkan media advertising—sebuah hasrat berbelanja yang telah lari jauh dari
skema nilai guna-nilai tukar tradisional. Pada akhirnya penulis akan merangkai semua
permasalah seputar globalisasi dan efeknya tersebut dalam sebuah uraian tentang
sejauh mana kemajuan yang menempel ketat dalam globalisasi telah membawa dunia
pada titik terjauh—di mana daya kontrol manusia tidak dapat lagi menggapainya.

PEMBAHASAN

Globalisasi

Kata globalisasi mempunyai hubungan yang erat dengan istilah kapitalisme


global atau ekonomi pasar bebas, globalisasi kebudayaan, pascamodernisme dan
pascamodernitas. Istilah-istilah ini mempunyai arti atau merepresentasikan realitas
yang saling berkaitan. Namun, dalam bagian pertama ini penulis hanya akan
menjelaskan secara lebih mendetail mengenai definisi dari globalisasi. Hal-hal lain
yang berkaitan dengannya akan dibahas di bagian-bagian lain dari tulisan ini.
Mendefinisikan istilah ini secara mendasar bukan hal yang mudah. Hal itu terjadi
karena banyaknya bidang kehidupan yang mengalami proses ini. Bidang-bidang itu
antara lain, kebudayaan, ekonomi-kapitalisme global, politik, komunikasi multimedia,
dan lain sebagainya. Definisi yang paling sederhana dan singkat mengenai
globalisasi pernah dikemukakan oleh Etienne Perrot yang memahaminya sebagai
hasil penggabungan atau akumulasi antara internasionalisasi dan homogenisasi (Perrot
dalam Concilium 2001/5: 17). Definisi seperti ini sepertinya menjadi jalan keluar
dari perdebatan seputar distingsi antara internasionalisasi, transnasionalisasi dan
globalisasi
Globalisasi juga bisa dipahami dari konsep time-space distinction. Pemikiran
Anthony Giddens kiranya berada dalam ranah ini. Kata globalisasi tidak hanya
menyangkut masalah ekonomi tetapi juga menyangkut informasi dan transportasi
(Wibowo dalam Giddens, 1999: xv). Globalisasi adalah suatu kondisi di mana tak
satupun informasi yang dapat ditutup-tutupi, semua transparan. Akibatnya, pola
hubungan manusia menjadi semakin luas, bukan saja pribadi dengan pribadi, melainkan
juga semakin terbukanya komunikasi yang simultan, mengglobal sehingga dunia
menjadi— meminjam istilah Marshall McLuhan—‘desa besar’ atau global village.

Kecurigaan terhadap Globalisasi

Berbagai kemudahan yang ditawarkan oleh mesinmesin berteknologi tinggi


dan perangkat komunikasi dan informasi multimedia dalam era globalisasi ternyata
tidak hanya dilihat dari sisi positif. Berbagai kecurigaan juga muncul beriringan
dengan fakta-fakta di atas. Dengan kemajuan di bidang komunikasi yang kelihatannya
bisa menghapus segala perbedaan dalam masyarakat dunia, ternyata globalisasi gagal
membuat masyarakat bersatu dalam satu solidaritas yang lebih besar dari sebelumnya
(Sobrino dan Wilfred dalam Concilium 2001/5: 11-12). Dalam perspektif ini
homogenisasi globalisasi dilihat sebagai ilusi. Dunia yang disatukan adalah ilusi
terbesar globalisasi, karena yang terjadi khususnya pada manusia adalah
kebalikannya. Alih-alih menciptakan dunia yang satu, globalisasi malah
menciptakan manusia-manusia yang terfragmentasi (Sobrino dan Wilfred dalam
Concilium 2001/5: 12). Secara fisik, tampaknya dunia semakin bersatu, homogen
dengan payung globalisasi. Akan tetapi dunia yang homogen itu tidak termasuk
kemanusiaan. Dalam bidang ekonomi, kapitalisme global yang bernaung di bawah
globalisasi telah memisahkan manusia dalam jurang perbedaan yang sangat
signifikan, antara si miskin dan si kaya atau antara orang Utara/Barat sebagai
pemodal yang kaya raya dengan orang Selatan/Timur sebagai para buruh kasar yang
miskin.

Globalisasi dan Pascamodernisme

Pascamodernisme tumbuh subur dalam kerangka globalisasi.


Pascamodernisme sendiri adalah suatu kecenderungan pemikiran yang menekankan
lokalitas dan keragaman penafsiran dan dengan demikian menolak segala klaim
universalitas pengetahuan dan kebenaran, menolak segala dogmatisme metode.
Intinya pascamodernisme menolak baik dogmatisme religius abad pertengahan dan
‘narasi agung’ abad pencerahan yang berpuncak pada utopia positivisme logis.
Pascamodernisme merupakan kritik akan pemikiran Pencerahan (Enlightenment) yang
sangat menekankan adanya subyek yang sadar diri dan otonom. Seperti yang kita
ketahui pemikiran Pencerahan sangat yakin bahwa ilmu pengetahuan dan otak
manusia akan mampu menangkap realitas seperti apa adanya atau yang sebenarnya.

Globalisasi Kebudayaan Globalisasi kebudayaan berkembang seiring dengan


perkembangan kapitalisme global dan transparansi informasi. Sebagai proses
homogenisasi dan internasionalisasi, globalisasi bisa dilihat secara negatif. Dalam
bidang kebudayaan globalisasi dituduh gagal dalam menciptakan keanekaragaman
dan mempertahankan budaya. Cita-citanya untuk menghargai perbedaan dan
tercapainya keadilan bagi semua umat manusia ternyata tidak sesuai dengan realitas
yang sedang terjadi, karena justru kecenderungan globalisasi adalah homogenisasi dan
penyeragaman. Karena itu, keanekaragaman budaya dan masyarakat hanya tinggal
konsep tanpa realitas (Sobrino dan Wilfred dalam Concilium 2001/5: 12). Globalisasi
tidak hanya mempengaruhi sisi luar kebudayaan, yakni keanekaragaman budaya, akan
tetapi juga menyangkut hakikatnya, yakni cara pandang kita tentang kenyataan dan
kebenaran. Menurut Jean Baudrillard, dalam globalisasi kebudayaan kebenaran dan
kenyataan menjadi tidak relevan dan bahkan lenyap. Contohnya bisa dilihat dalam
dunia hiburan di mana kebudayaan direduksi menjadi sebatas iklan dan tontonan
media massa. Bagi Anthony Giddens, globalisasi terjadi manakala berbagai tradisi
keagamaan dan relasi kekeluargaan yang tradisional berubah mengikuti
kecenderungan umum globalisasi, yakni bercampuraduk dengan berbagai tradisi lain.
(Giddens, 2000: 4).

Kapitalisme Global

Globalisasi, dalam taraf tertentu, dapat diidentikkan dengan globalisasi


ekonomi. Globalisasi ekonomi ini pada pada kenyataannya merupakan istilah lain dari
ekonomi pasar bebas ataupun kapitalisme global. Kapitalisme global mulai
berkembang pesat, segera setelah ‘Perang Dingin’ yang berakhir tahun 1980-an. Hal-
hal tersebut merupakan pemicu utama berkembangnya kapitalisme global atau
globalisasi ekonomi yang diawali dengan pertemuan General Agreement on Trade
and Tarrif (GATT) di Maraquesh, Maroko, 1993. Robert Heilbroner dalam bukunya
21st Century Capitalisme (1993) menyatakan bahwa dalam diri kapitalisme itu sendiri
ada daya gerak atau pembangkit yang selalu bekerja menghasilkan perubahan yang
konstan dengan tujuan yang jelas (Heilbroner, 1993: 41). Kapitalisme global
sebenarnya merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari kapitalisme klasik yang
telah dikritik oleh Karl Marx. Kalau dalam kapitalisme klasik ruang lingkup atau
jangkauan kekuasaannya hanya dalam satu negara, maka dalam kapitalisme global
dunia seakan tidak mempunyai sekat-sekat kedaulatan lagi. Munculnya berbagai
perusahaan multinasional merupakan bentuk nyata kehadiran kapitalisme global di
dunia. Ekonomi tidak lagi menyangkut urusan dalam negeri, tetapi sudah
berkembang menjadi ekonomi sejagad. Pasar berkembang menjadi pasar bebas yang
tidak hanya memperdagangkan barang dan jasa, tetapi juga menyangkut pasar mata
uang (valuta) dan pasar modal.

Kapitalisme Global dan Masyarakat

Konsumen Masyarakat yang hidup di zaman kapitalisme global adalah


masyarakat konsumen. Masyarakat seperti demikian sebenarnya adalah masyarakat
yang telah menjadi hamba dari ciptaannya sendiri, yaitu kapitalisme global. Kemajuan
yang diusung dalam globalisasi telah membawa masyarakat dalam situasi
terkungkung dalam jerat-jerat dan “rayuan” kapitalisme global, tatanan yang
menawarkan berbagai kemudahan, keindahan, dan pemenuhan kebutuhan yang serba
instan. Dengan budaya konsumsi yang dipegangnya, masyarakat konsumen
sebenarnya merupakan hasil kreasi kapitalisme global. Perkembangan kapitalisme
global membutuhkan adanya masyarakat konsumen (consumer society) yang akan
melahap semua produk kapitalisme tersebut. Masyarakat konsumen adalah
masyarakat yang eksistensinya dilihat hanya dengan pembedaan komoditi yang
dikonsumsi. Masyarakat konsumen dengan budaya konsumsi yang dipegangnya
melihat tujuan dan totalitas hidupnya dalam kerangka atau logika konsumsi.
Eksistensinya dijalankan dan dipertahankan hanya dengan semakin dan terus
menerusnya mengkonsumsi berbagai tanda dan status sosial di balik komoditi.
Bukan hanya dirinya saja yang mengaktualisasikan diri lewat tindakan konsumsi,
orang lain juga akan dinilai menurut standar yang dipakainya itu. Artinya eksistensi
orang lain pun akan dinilai dan diakui sesuai dengan standar status sosial yang
dipegangnya. Di sini peran media massa dengan program advertising-nya sangat
menonjol. Gaya konsumsi yang dipandu oleh advertising atau iklan dalam
kapitalisme global, ternyata telah menciptakan suatu masyarakat konsumen yang
mengkonsumsi, yang seakan-akan menjadi “sapi perahan” kaum kapitalis.

Individualisme Baru dalam Masyarakat Konsumen

Masyarakat konsumen—yang hidup dari tanda-tanda yang ditawarkan oleh


globalisasi—pada gilirannya akan menjadi masyarakat yang menganut
individualisme baru. Individualisme baru ini muncul sejalan dengan berkembangnya
neoliberalisme dalam kapitalisme global. Dalam liberalisme awal muncul
individualisme klasik yang masih identik dengan kaum kapitalis. Liberalisme awal
menawarkan konsep tentang kebebasan individu termasuk di dalamnya kebebasan hak
milik yang masih terbatas dalam sekat-sekat kedaulatan suatu negara. Maksudnya,
kebebasan yang dimaksud masih berkaitan dengan posisi individu ketika berhadapan
dengan negara. John Locke, seorang pemikir liberalisme, melihat kebebasan sebagai
suatu keadaan alamiah manusia. Dalam hal ini suatu benda dikatakan sebagai milik
satu orang ketika benda itu didayagunakan atau diberi nilai tambah oleh orang
tersebut (Franz Magnis-Suseno, 1987: 123-124).

Dunia yang Berlari menuju Kekacauan

Fenomena masyarakat konsumen, yang hidupnya diatur oleh logika


kapitalisme global di mana makna hidup dan identitas diri mereka ditemukan dalam
perbedaan kegiatan konsumsi dengan orang lain, sebenarnya merupakan fenomena
yang menunjukkan bahwa dunia sedang mengarah pada situasi yang tidak menentu.
Masyarakat konsumen yang tidak mampu mengelak dari belenggu kapitalisme global
sebenarnya merupakan masyarakat yang tidak mempunyai daya kritis. Dengan
hilangnya daya kritis dari kesadaran masyarakat konsumen, maka kehidupan yang
akan dijalani pun menjadi semakin kacau, tidak terkontrol, persis seperti kemajuan tak
terkontrol yang diusung oleh globalisasi. Modernitas, globalisasi, dan kapitalisme
global identik dengan paham tentang progresitas atau kemajuan. Kemajuan yang
melekat dalam ketiga hal tersebut ternyata tidak bisa dipahami secara langsung
sebagai sesuatu yang positif. Di atas telah kita lihat bagaimana ketiga hal tersebut
telah menyebabkan berkembangannya ketimpangan sosial dalam masyarakat global
serta munculnya masyarakat konsumen dengan budaya konsumtif yang membuat
mereka menjadi hamba dari kemajuan, hamba dari budaya hedonis. Kemajuan dunia
ternyata telah meningkatkan resiko terganggunya kehidupan harmonis dan
kesejahteraan yang berimbang dalam masyarakat. Anthony Giddens menyatakan
bahwa masyarakat di era kapitalisme global dewasa ini berada dalam situasi risiko
yang sangat berbahaya (high-consequence risk) karena hidup dalam ketidakpastian
menghadapi hasil ciptaannya sendiri, yaitu teknologi yang canggih.

Catatan Kritis

Suatu hasil perenungan bukan berasal dari sesuatu yang kosong, tetapi dari
‘ada’ sebagai sesuatu yang direnungkan. Berdasarkan teori di atas yang tentunya
diawali oleh data empiris sebelumnya, ditambah refleksi kritis, maka tentunya suatu
teori harus dapat dibuktikan kebenarannya. Dalam hal ini ada suatu fenomena
budaya yang tampak dalam realitas sosial di mana masyarakat di saat ini menjadi
sangat konsumtif sehingga mereka dinamai masyarakat konsumen. Lalu
pertanyaannya mengapa mereka menjadi konsumtif? Hal tersebut berikut jawabannya
telah penulis kemukakan di atas. Bahwa masyarakat konsumen adalah masyarakat
yang hidup dan diciptakan oleh kapitalibme global di era globalisasi. Era globalisasi
seperti kita ketahui merupakan era yang canggih teknologi komunikasi sehingga
dunia seakan- akan menjadi satu tanpa ada hal-hal yang dapat ditutuptutupi. Untuk itu
dunia menjadi terbuka bagi siapa saja dan bebas diinterpretasikan. Masyarakat
menjadi semakin liberal dan demokratis, padahal globalisasi berkecenderungan
penghomogenisasian. Maka akibatnya masyarakat kehilangan kekritisannya Masyarakat
yang telah sangat menikmati ketergantungan pada teknologi dalam hal ini iklan yang
ditayangkan disetiap momentum kehidupan melalui kebebasan media massa semakin
lama semakin membentuk kepribadian- kepribadian baru, masyarakat menjadi
individualisme baru. Masyarakat hanya menjadi mayoritas yang diam tanpa mampu
merefleksi diri oleh kekuatan sihir iklan demi iklan yang dijejalkan pada dirinya
sebagai tanda dan simbol. Tugas masyarakat hanya menikmati diri dengan melahap
barang-barang komoditi. Itu berarti proses alienasi sedang berlangsung dalam
masyarakat konsumen. Di sana mode of production bergeser menjadi mode of
consumption.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kelebihan Dan Kekurangan Jurnal Utama

Jurnal ini berisi tentang fenomena budaya dalam realitas sosial. Dari abstrak telah
menggambarkan secara keseluruhan isi jurnal ini. Pada pendahuluan juga telah
menggambarkan latar belakang dari di tuliskannya jurnal ini. Isi dari jurnal ini telah
memaparkan materi yang sangat luas tentang MASYARAKAT KONSUMEN SEBAGAI
CIPTAAN KAPITALISME GLOBAL: FENOMENA BUDAYA DALAM REALITAS
SOSIAL. Jurnal ini sangat baik di jadikan salah satu referensi untuk bahan acuan untuk
mempardalam ilmu sosial budaya. Karena topoik yang di angkat di ambil dari realita
kehidupannyata. Tetapi dalam jurnal ini juga terdapat kekurangan yaitu terdapat bebrapa
kata yang kurang difahami oleh beberapa orang awam. Jurnal ini juga tidak di lengkapi
kesimpulan.

3.2 Kelebihan Dan Kekurangan Jurnal Pembanding

Jurnal ini berisi tentang gpengaruh teknologi terhadap kehidupan sosial manusia.
Pada abstrak telah menggambarkan secara keseluruhan isi dari jurnal tersebut. Pada
pendahuluan terdapat latar belakang yang menjadi alasan penulis menulis jurnal ini dan
pada pendahuluan di lengkapi juga dengan daftar dari negara – negara maju dalam bidang
teknologi. Isi jurnal telah memaparkan materi yang saling berkesinambungan antara judul
dan isi jurnal dan pemaparan isi yang sangat luas sehinggah dapat dijadikan salah satu
referensi untuk di jafikan bahan bacaan. Tetapi dalam jurnal ini hanya terdapat beberapa
oata yang kurang di pahami oleh beberapa orang.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Jurnal Utama dan Jurnal Pembanding sudah dapat di jadikan sebagai bahan
bacaan guna menambahmenambah wawasan ilmu walau pun dalam jurnal Utama dan
jurnal Pembanding memiliki kelemahan dan kelebihan di dalam isi maupun yang lainya.
Secara keseluruhan jurnal Utama dan jurnal Pembanding sudah baik secara keseluruhan.
Materi yang diangkat dalam jurnal Utama dan jurnal Pembanding snagat menarik untuk
dibaca karena pada topik yang di angkat berdasarkan kehidupan sehari – hari manusia.

4.2 Saran

Pemakalah menyarankan agar pembaca menggunakan jurnal ini sebagai bahan


bacaan untuk menambah wawasan dalam pembelajaran Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar.
Tetapi pemekalah juga memnyarankan mencari referensi lain untuk menambah ilmu
pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA

Ngafifi, Muhamad.2014.KEMAJUAN TEKNOLOGI DAN POLA HIDUP MANUSIA


DALAM PERSPEKTIF SOSIAL BUDAYA. Jurnal Pembangunan Pendidikan:
Fondasi dan Aplikasi. Volume 2, Nomor 1

Kushendrawati, Selu Margaretha. 2006. MASYARAKAT KONSUMEN SEBAGAI


CIPTAAN KAPITALISME GLOBAL: FENOMENA BUDAYA DALAM REALITAS
SOSIAL. SOSIAL HUMANIORA. VOL. 10, NO. 2

Anda mungkin juga menyukai