Anda di halaman 1dari 49

Hubungan Kejadian Stunting Dengan Perkembangan Sosial

Emosional pada Anak Usia Prasekolah di Wilayah Kerja


Puskesmas Pauh Padang

PROPOSAL PENELITIAN

OLEH :
LARASATI AKJULIMA
NIM: 161211183

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES MERCUBAKTIJAYA PADANG
TAHUN 2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lima tahun pertama kehidupan seorang anak merupakan suatu tahap

penting perkembangan anak (golden period) karena ini merupakan dasar

penentuan perkembangan anak pada tahap selanjutnya. Dalam 5 tahun

pertama kehidupan seorang anak terdapat usia pra sekolah, yang ditandai

dengan adanya peningkatan perkembangan kognitif, bahasa, psikososial,

motorik dan emosi ( Kyle T,2014 ).

Anak prasekolah adalah mereka yang berusia antara 3-6 tahun. Anak

prasekolah memiliki pribadi dengan berbagai macam potensi. Potensi-potensi

tersebut perlu dirangsang dan dikembangkan agar pribadi anak tersebut

berkembang secara optimal. Pengembangan potensi yang tertunda akan

mengakibatkan timbulnya masalah. Kegagalan pada usia prasekolah,

merupakan prediktor bagi kegagalan pada tahap-tahap selanjutnya yang

berdampak pada rendahnya kualitas hidup. Kualitas hidup anak merupakan

faktor penting yang menentukan Sumber Daya Manusia (SDM) di masa

mendatang dan membutuhkan perhatian yang serius ( Femmi,2015 ).

Pada masa pra sekolah anak mencapai masa keemasan yang merupakan masa

dimana anak mulai peka terhadap berbagai rangsangan yang didapat. Tumbuh

kembang pada masa ini akan mempengaruhi kondisi perkembangan anak pada

tahap usia selanjutnya ( Soetjiningsih,2015 ).

Perkembangan merupakan proses seseorang dalam bersikap dan beradaptasi

dalam memperbaiki tingkah laku untuk meningkatkan kompetensi hidup.


Perkembangan merupakan proses interaksi kematangan susunan saraf pusat

dengan organ yang dipengaruhinya, seperti perkembangan sistem

neuromuskuler, kemampuan bicara, emosi, dan sosialisasi. Seluruh fungsi

tersebut berperan penting dalam kehidupan manusia. Perkembangan seorang

anak tidak hanya meliputi perkembangan sektor motorik, personal sosial, dan

bahasa saja, namun perkembangan emosi dan perilaku ikut berperan penting

( Soedjiningsih,2015 ).

Proses perkembangan anak memiliki beberapa ciri-ciri yaitu perkembangan

menimbulkan perubahan, perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda,

perkembangan tahap awal menentukan perkembangan selanjutnya,

perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan, dan perkembangan memiliki

pola yang tetap. Aspek-aspek perkembangan adalah perkembangan motorik

kasar dan halus, perkembangan kognitif (berpikir), perkembangan bicara dan

bahasa perkembanganemosional, dan perkembangan sosial (Femmi,2015 ).

Salah satu aspek perkembangan adalah perkembangan sosial emosional.

Perkembangan sosial emosional anak merupakan bagian fundametal dari

kesehatan dan kesejahteraan anak, yang dipengaruhi oleh perkembangan fungsi

otak. Kemampuan sosial emosional yang baik pada anak akan membantu

mereka lebih siap dalam memasuki sekolah dan kehidupan serta menjadi dasar

kritis untuk masa dewasa.( Soedjiningsih,2015 )

Gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak di Indonesia pada

tahun 2018 mencapai angka 35,7%. Angka tersebut melebihi ambang batas

World Health Organization (WHO) yaitu 30%, berdasarkan data Ikatan Dokter

Anak Indonesia (IDI) diperkirakan 5-10% anak mengalami keterlambatan


perkembangan. Perkembangan anak sangat penting untuk perkembangan

hingga dewasa kelak. Perkembangan yang terhambat pada anak yang

diakibatkan oleh kurangnya deteksi dini tumbuh kembang akan mengakibatkan

berbagai macam gangguan pada anak, seperti gangguan kebiasaan ,gangguan

psikologis, gangguan tidur ,gangguan perilaku dan gangguan emosional.

Kemampuan sosial emosional memiliki peranan penting bagi kesuksesan

akademik anak. Kemampuan sosial emosional anak usia prasekolah menjadi

prediktor yang signifikan terhadap pencapaian akademik di masa depan.

Perkembangan optimal yang tidak tercapai di masa pra sekolah dapat

memunculkan adanya keterlambatan perkembangan pada anak. Perkembangan

sosial emosi yang tidak tercapai secara optimal dapat menimbulkan gangguan

sosial emosi pada anak, hasil riset Wijirahayu (2016) menunjukkan ada sekitar

8-9 % anak pra sekolah mengalami gangguan sosial emosi seperti cemas,

berperilaku tidak taat, kurangnya ketrampilan sosial dan depresi.

Penelitian yang dilakukan oleh Mc Coy, dkk tahun 2016 , menunjukkan

bahwa 26,2 % di negara berpenghasilan rendah dan menengah memiliki nilai

sosial emosional yang rendah. Penelitian Ades dkk tahun 2014, menunjukkan

persentase gangguan emosi dan perilaku di Yogyakarta sebanyak 46,37 %.

Hasil Riskesdas tahun 2018, gangguan mental emosional di Indonesia sebesar 6

% dan provinsi DIY memiliki prevalensi gangguan mental emosional sebesar

8,1%. Penelitian oleh Aunola tahun 205 melaporkan, bahwa prevalensi

gangguan emosi dan perilaku pada anak usia 4-6 tahun sebesar 62,1%.

Penelitian di Jombang tahun 2013 menunjukkan, prevalensi gangguan

emosional dan perilaku pada anak usia prasekolah 74,2% responden


dimungkinkan mengalami gangguan emosional dan perilaku, 59,08% dirujuk

diklinik tumbuh kembang anak dan 14,5% mendapatkan terapi konseling.

Anak yang mengalami gangguan sosial emosional pada awal kehidupan,

memiliki resiko untuk mengalami gangguan sosial emosional pada usia sekolah

dan memiliki efek jangka panjang pada perilaku dan kesehatan mental saat

remaja. Gangguan perilaku pada anak sering diikuti dengan perilaku anti-

sosial, masalah mental yang serius, masalah perilaku, dan tindak kejahatan

( Nurlilah,2016 )

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak menurut jurnal

yang berjudul “Child Development: Analysis Of A New Concept” terdiri dari

aspek kehamilan (polusi, penggunaan obat-obatan, alkohol, rokok, narkoba,

serta nutrisi dan penyakit ibu), aspek anak ( prematur, bayi berat lahir rendah,

pertumbuhan, dan penyakit anak) apabila pertumbuhan anak tidak sesuai

dengan usianya yang disebabkan oleh asupan nutrisi anak yang kurang dapat

menyebabkan anak bertubuh pendek atau sangat pendek (stunting)

dibandingkan dengan anak seusianya, aspek pengasuhan sehari-hari (kesehatan

mental ibu, perkembangan kognitif orangtua, interaksi dan ikatan orangtua-

anak, lingkungan, terpapar dengan kekerasan rumah tangga, dan stimulasi), dan

kondisi sosial ekonomi. Aspek anak yang mempengaruhi perkembangan sosial

emosional diantaranya adalah bayi berat lahir rendah (BBLR) Keadaan kondisi

berat badan lahir rendah ( BBLR ) apabila tidak di ikuti dengan keadaan status

gizi yang baik pada masa anak-anak .akan mengakibatkan Stunting

( Souza,2015 ).
Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat

anak berusia dua tahun.Anak yang mengalami kegagalan petumbuhan (growth

faltering) tidak saja berdampak terhadap pertumbuhan fisik anak, melainkan

juga perkembangan kognitif dan kecerdasan lainnya. Kegagalan pertumbuhan

dalam 2 tahun pertama kehidupan dikaitkan dengan berkurangnya kualitas

manusia di masa dewasa Stunting merupakan kegagalan untuk mencapai

pertumbuhan yang optimal, diukur berdasarkan tinggi badan menurut umur

(TB/U). Anak-anak yang mengalami stunting lebih awal yaitu sebelum usia

enam bulan, akan mengalami stunting lebih berat menjelang usia dua tahun.

Stunting yang parah pada anak-anak akan terjadi defisit jangka panjang dalam

perkembangan fisik dan mental dan emosional sehingga tidak mampu untuk

belajar secara optimal di sekolah dibandingkan, anak-anak dengan tinggi badan

normal. (Yannie A. 2016).

Seorang anak Stunting akan mengalami gangguan sosial emosional seperti

masalah emosi, perilaku, dan masalah dengan teman sebaya lebih tinggi pada

dengan anak yang memiliki tinggi normal. Gangguan emosi diwujudkan

dengan keluhan-keluhan menyerupai ,rasa cemas, perasaan tidak bahagia dan

kurang percaya diri rasa marah yang berlebihan, sulit mematuhi perintah orang

lain, sering terlibat pertengkaran, sering berbohong. Sedangakan untuk masalah

dengan teman sebaya masalahnya meliputi anak lebih senang menyendiri dari

pada dengan anak yang seumur, jarang memiliki teman dekat, mengeluh sering

diganggu oleh temannya, dan cenderung lebih nyaman untuk bermain bersama

orang dewasa ( Soetjiningsih,2013 ).


Di dunia anak yang di perkirakan mengalami stunting sebanyak 22,9 %

atau 155 juta (WHO, 2018). Dan apabila keadaan seperti ini terus belanjut,

maka diperkirakan 127 juta anak dibawah 5 tahun mengalami stunting pada

tahun 2025 (WHO, 2015). Jumlah anak yang mengalami stunting di Asia yaitu

56 %, itu lebih tinggi dari pada di Afrika 38 %, dan khususnya di Asia

Tenggara 17,5% (WHO, 2018).

Hasil peneltian tahun 2015 menunjukkan prevalensi masalah emosi,

perilaku, dan masalah dengan teman sebaya lebih tinggi pada anak dengan

stunting dibanding dengan anak yang memiliki tinggi normal. Gangguan emosi

diwujudkan dengan keluhan-keluhan menyerupai penyakit fisik,rasa cemas,

perasaan tidak bahagia dan kurang percaya diri. Gangguan perilaku diwujudkan

dengan rasa marah yang berlebihan, sulit mematuhi perintah orang lain, sering

terlibat pertengkaran, sering berbohong dan mengambil barang bukan miliknya.

Sedangakan untuk masalah dengan teman sebaya masalahnya meliputi anak

lebih senang menyendiri daripada dengan anak yang seumur, jarang memiliki

teman dekat, mengeluh sering diganggu oleh temannya, dan cenderung lebih

nyaman untuk bermain bersama orang dewasa

Tahun 2018 di Indonesia kejadian stunting yaitu 29,6 pada tahun 2017

(KemenKesRI, 2019). Prevalensi stunting di Sumatera Barat tahun 2018

mencapai angka 36%, angka tersebut di atas prevalensi stunting nasional

sebesar 29,6 (Riskesdes, 2018). Prevelensi stunting di kota padang tahun 2018

sebesar 22,6% (Riskesdes,2018). Kondisi stunting terbanyak di Kota Padang

berada di Kecamatan Pauh sebanyak 96 anak, diantaranya 38 kategori sangat


pendek dan 59 kategori pendek denngan prevelensi Hasil Riskesdas tahun 2017

di provinsi.

Menurut Dinas Kesehatan Sumatera Barat 62,02% anak mengalami

gangguan perkembangan (Dinkes Sumbar,2019). Pada tahun 2019 di kota

Padang ditemukan anak yang mempunyai kelainan saat dilakukan Deteksi Dini

Tumbuh Kembang anak dan sekitar 34,7 % di antaranya memiliki kelainan dan

di rujuk (DKK, 2018).

Sumatera Barat mencatat prevalensi stunting sebesar 39,2%. Prevalensi

stunting tersebut meningkat dari tahun 2019 yang angkanya 32,7%, dan tahun

2017 sebesar 36,5%. Laporan tahunan Dinas Kesehatan kota Padang dari tahun

2018 hingga tahun 2019 terjadi peningkatan prevalensi stunting. Pada tahun

2018 tercatat prevalensi stunting sebesar 27,93%. Ini terjadi peningkatan dari

tahun 2019 sebesar 28,3%. dan peningkatan signifikan dari tahun 2018 sebesar

17,83%. (DKK,2019).

Kecamatan Pauh pada tahun 2019 merupakan kecamatan yang memiliki

kasus tertinggi untuk kategori sangat pendek dari pada kecamatan lain yang ada

di kota Padang yaitu sebanyak 25 orang atau 8,39% sedangkan kasus yang

paling terendah untuk kategeri sangat pendek terdapat di puskesmas lubuk

kilangan yaitu sebanyak 7 kasus ( 2,33 % ) . Kecamatan Pauh terdiri dari satu

Puskesmas yaitu Puskesmas Pauh. Pada tahun 2020, terjadi peningkatan kasus

stunting pada balita di Puskesmas Pauh yang sebelumnya 25 kasus (8,39%)

menjadi 76 kasus (24%). Pembagian kasus per umur adalah 23 kasus pada usia

0-24 bulan dan 43 kasus pada 36-72 bulan.


Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti dengan melihat telah rekap

data yang dilakukan di Puskesmas pada tanggal 29 Maret 2020 terhadap 10

orang ibu yang memiliki anak yang berumur 36 – 72 bulan ditemukan anak

bertubuh pendek dari anak seusianya, peneliti melihat adanya perubahan

perilaku sosial emosional pada anak dengan menggunakan quesioner SDQ

yang di isi oleh ibu sang anak tersebut seperti 2 orang cenderung menyendiri

lebih suka bermain dengan seorang diri, 4 orang anak sangat sulit

mengendalikan kemarahan, 4 orang anak memiliki gangguan kecemasan

mudah menjadi takut melihat orang lain.

Dari uraian permasalahan di atas peneliti tertarik melakukan penelitian

tentang “Hubungan kejadian stunting dengan perkembangan sosial emosional

pada anak usia prasekolah di wilayah kerja Puskesmas Pauh Padang “.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka Rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah apakah ada “Hubungan kejadian stunting dengan perkembangan

sosial emosional pada anak usia prasekolah di wilayah kerja Puskesmas Pauh

Padang”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui “Hubungan

kejadian stunting dengan perkembangan sosial emosional pada anak usia

prasekolah di wilayah kerja Puskesmas Pauh Padang” .

2. Tujuan Khusus
a. Diketahui distribusi frekuensi perkembangan sosial emosional anak

prasekolah di wilayah kerja Puskesmas Pauh Padang.

b. Diketahui distribusi frekuensi kejadian stunting di wilayah kerja

Puskesmas Pauh Padang.

c. Diketahui distribusi frekuensi hubungan kejadian stunting dengan

perkembangan sosial emosional pada anak usia prasekolah di wilayah

kerja Puskesmas Pauh Padang.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

Dengan adanya penelitian ini dapat menambah wawasan dan

meningkatkan pengetahuan peneliti tentang kejadian stunting dan

hubungannya dengan perkembangan sosial emosional anak prasekolah.

2. Bagi pendidikan keperawatan

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi pengembangan

penelitian selanjutnya dalam tema yang sama serta untuk memperkaya

dunia penelitian terutama keperawatan.

3. Manfaat bagi puskesmas

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna

tentang bagaimana perkembangan sosial emosional anak dengan kejadian

stunting di wilayah kerja Pauh Padang.

4. Manfaat bagi penelitian selanjutnya


Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk melanjutkan

penelitian berikutnya tentang perkembangan pada anak yang dapat di

hubungkan dengan dampak atau faktor lain.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Perkembangan
1. Defenisi Perkembangan
Pertumbuhan (Growth) dan perkembangan (Development) mempunyai

makna yang sama yaitu sama-sama mengalami perubahan, namun secara

khusus keduanya sebenarnya mempunyai perbedaan. Pertumbuhan

menunjukan perubahan yang memiliki sifat kuantitas sebagai akibat

pematangan fisik yang di tandai dengan makin kompleksnya sistem jaringan

otot, sistem syaraf, dan fungsi sistem organ tubuh lainnya dan dapat di ukur

(Yuniarti, 2015).

Perkembangan berkaitan dengan bertambahnya struktur fungsi tubuh

yang meliputi kemampuan gerak kasar , gerak halus , bicara, dan bahasa

serta sosialisasi dan kemandirian. Istilahlah tumbuh kembang mencakup dua

peristiwa yang berbeda, namun berkaitan dan tidak dapat di pisahkan

(Soetjiningsih, 2013)

Perkembangan (development) merupakan bertambahnya kemampuan

atau skill dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola
yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan.

Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan

tubuh, organ-organ dan sistem organ yangberkembang sedemikian rupa

sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga

perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi

dengan lingkungannya ( Soetjiningsih,2002).

Perkembangan merupakan suatu perubahan yang lebih menunjukkan

pada kematangan fungsi alat-alat tubuh. Seperti kaki untuk melompat

(gerakan kasar), jari-jari tangan untuk menulis, pemahaman (bagaimana

anak belajar dari lingkungannya untuk memahami anggota tubuh, warna),

bicara (anak mampu mengatakan sesuatu yang di maksud), dan sosialisasi

(Suherlina, 2011). perkembangan (Development) merupakan perubahan

dengan bertambahnya kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang lebih

kompleks, dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai bentuk dari

psroses pematangan/maturitas ( Soetjiningsih, 2012 ).

2. Ciri - ciri Tumbuh Kembang


1. Ciri -ciri tumbuh kembang anak menurut (Marimbi, 2010), yaitu
:
b. Tmbuh kembang merupakan suatu proses yang kontiniu sejak dari

konsepsi sampai deawasa yang di pengaruhi oleh faktor lingkungan

dan bawaan

c. Terdapat masa percepatan dan masa perlambatan serta laju dari

tumbuh kembang pada organ-organ lainya

d. Pola perkembangan anak sama pada anak-anak lainnya, tetapi

memiliki kecepatan yang berbeda antara satu anak dengan anak yang

lain
e. Perkembangan sangat erat hubungannya dengan maturasi sistem

susuan saraf

f. Akivitas seluruh tubuh diganti respon individu yang khas ( Marimbi,

2010 ).

2. Ciri - ciri Tumbuh Kembang Anak menurut Mahayu (2016), yaitu :

a. Perkembangan anak meyebabkan terjadinya perubahan, yaitu

perkembangan terjadi secera bersamaan dengan pertumbuhan. Setiap

pertumbuhan disertai perubahan fungsi (misalnya perkembangan

intelegensi anak menyertai pertumbuhan dan fungsi otaknya).

b. Perkembangan pada tahap awal menentukan perkembangan selajutnya.

Dalam hal ini setiap anak tidak dapat melewati satu tahapan

perkembangan sebelum melewati tahapan sebelumnya misalnya anak

tidak bisa berjalan sebelum anak bisa berdiri.

c. Proses perkembangan anak memiliki kecepatan dan waktu yang

berbeda maksudnya pertumbuhan fisik dan perkembangan fungsi

organ setiap anak mempunyai kecepatan yang tidak sama

d. Perkembangan selalu berkorelasi dengan pertumbuhan. Ketika

pertumbuhan berlangsung cepat, maka perkembangan terjadi pada

peningkatan mental, memori, daya nalar, dan lai-lain.

e. Perkembangan melalui tahapan yang berurutan dalam prosesnya.

Tahapan ini tidak bisa terbalik. Misalnya, anak mampu membuat

lingkaran sebelum ia membuat gambaran kotak ( Mahayu, 2016 ).

3. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan


Setiap anak memiliki pola perkembangan secara normal yang berbeda

antara satu dengan lainnya dan tidak selalu sama karena di pengaruhi banyak
faktor, ada beberapa faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang pada anak

menurut Soetjiningsih (2013), yaitu :

a. Faktor Genetik

Faktor genetik merupakan modal dasar dan mempunai peran

utama dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak.

Melalui instruksi genetik yang terkandung di dalam sel telur yang

telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan.

Pertumbuhan ditandai oleh intensitas dan kecepatan pembelahan,

derajat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas, dan

berhentinya pertumbuhan tulang. Yang termasuk faktor genetik

antara lain adalah berbagai faktor bawaan yang normal dan

patologik, jenis kelamin, dan suku bangsa. Potensi genetik yang baik

bila berinteraksi dengan lingkungan yang positif, akan membuahkan

hasil akhir yang optimal (Soetjiningsih, 2013)

b. Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai

atau tidaknya potensi bawaan. Faktor ini disebut juga dengan milue

yaitu tempat anak tersebut hidup dan berfungsi sebgai penyedia

kebutuhan dasar anak. Lingkungan yang baik akan memungkinkan

tercapainya potensi bawaan, sedangan lingkungan yang kurang baik

akan menghambat potensi anak. Anak yang memiliki pola

pertumbuhan dan perkembangan normal merupakan hasil interaksi

banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak menurut

jurnal yang berjudul “Child Development: Analysis Of A New

Concept” terdiri dari aspek kehamilan (polusi, penggunaan obat-

obatan, alkohol, rokok, narkoba, serta nutrisi dan penyakit ibu),

aspek anak ( prematur, bayi berat lahir rendah, pertumbuhan, dan

penyakit anak) apabila pertumbuhan anak tidak sesuai dengan

usianya yang disebabkan oleh asupan nutrisi anak yang kurang dapat

menyebabkan anak bertubuh pendek atau sangat pendek (stunting)

dibandingkan dengan anak seusianya, aspek pengasuhan sehari-hari

(kesehatan mental ibu, perkembangan kognitif orangtua, interaksi

dan ikatan orangtua-anak, lingkungan, terpapar dengan kekerasan

rumah tangga, dan stimulasi), dan kondisi sosial ekonomi. Aspek

anak yang mempengaruhi perkembangan sosial emosional

diantaranya adalah bayi berat lahir rendah (BBLR) keadaan kondisi

berat badan lahir rendah ( BBLR ) apabila tidak di ikuti dengan

keadaan status gizi yang baik pada masa anak-anak .akan

mengakibatkan Stunting ( Souza,2015 ).

4. Aspek - Apek Perkembangan Anak


a. Perkembangan Motorik
Perkembangan motorik terjadi secara sefalokaudal dan

proksimodistal. Pergerakan pertama dimuali dari kepala, kemudian

bahu, badan dan pinggul.

Perkembangan motorik terbagi menjadi dua, yaitu :


1) Perkembangan motorik kasar
Perkembangan ini melibatkan otot-otot besar, meliputi
perkembangan gerakan kepala, badan, anggota badan,
keseimbangan dan pergerakan
2) Perkembangan motorik halus

Perkembangan ini merupakan koordinasi halus yang melibatkan

otot-otot kecil yang di pengaruhi oleh matangnya fungsi motorik,

fungsi dari visual yang akurat, dan kemampuan intelek-nonverbal

(Soetjingsih, 2013).

b. Perkembangan Bahasa

Harus dibedakan bicara dan bahasa. Terdapat berbagai tahapan anak

bicara, mulai dari reflective vocalization sampai dengan true speech.

Agar anak lancar berbicara diperlukan persiapan fisik, maturitas metal,

model yang baik untuk ditiru, kesempatan berpraktik, motivasi dan

bimbingan (Soetjingsih, 2013)

c. Perkembangan Personal Sosial

Personal sosial adalah aspek yang berhubungan dengan

kemampuan mandiri, bersosialisasi, berinteraksi dengan lingkungan.

Perkembangan personal meliputi berbagai kemampuan yang

dokelompokkan sebagai kebiasaan, kepribadian, watak, dan emosi.

Semuanya mengalami perubahan dan perkembangannya.

Perkembangan sosial adalah perkembangan kemmapuan anak

berinteraksi dan bersosialisasi dengan lingkungannya (Soetjingsih,

2013).

d. Perkembangan Sosial Emosional


Perkembangan sosial emosional adalah kemampuan anak untuk

memahami perasaan orang lain, mengatur perasaan dan perilaku,

bergaul dengan baik, membangun hubungan dengan orang dewasa.

Aspek perkembangan sosial emosional pada anak prasekolah

merupakan bagian integral dari perkembangan lainnya. Anak usia

prasekolah mengalami perubahan dari sikap tergantung pada keluarga

menjadi lebih mandiri. Ketrampilan sosial emosional membantu anak

mengembangkan kemampuan bekerjasama, mengikuti arahan,

menunjukkan pengendalian diri dan memusatkan perhatian.

( Femmi,2015 )

Perkembangan sosial emosional adalah kemampuan anak untuk

memahami perasaan orang lain, mengatur perasaan dan perilaku,

bergaul dengan baik, membangun hubungan dengan orang dewasa.

Aspek perkembangan sosial emosional pada anak prasekolah

merupakan bagian integral dari perkembangan lainnya. Anak usia

prasekolah mengalami perubahan dari sikap tergantung pada keluarga

menjadi lebih mandiri. Keterampilan sosial emosional membantu

anak menunjukkan pengendalian diri dan memusatkan perhatian.

Perkembangan sosial emosional meliputi kesadaran diri, rasa

tanggung jawab untuk diri dan orang lain, dan perilkau proposial

(Nurmalita, 2015).

3. Anak Prasekolah

Anak usia prasekolah adalah anak yang berusia antara 3-6 tahun. Usia

prasekolah merupakan salah satu periode emas tumbuh kembang anak.


Segala kelebihan atau keistimewaan yang dimilki pada masa ini tidak akan

dapat terulang untuk kedua kalinya maka dari itu masa ini disebut sebagai

masa penentu bagi kehidupan selanjutnya ( Patmodewo, S,2003 ).

Usia prasekolah anak-anak belajar meenguasai dan mengekspresikan

emosi. Perkembangan sosial sudah mulai berjalan ketika anak berusia 3-6

tahun. Pada tahapan usia tersebut pula anak memerlukan pengalaman

pengaturan emosi, yang mencakup kapasitas untuk mengontrol dan

mengarahkan ekspresi emosional, serta menjaga perilaku yang terorganisir

ketika munculnya emosi-emosi yang kuat dan untuk dibimbing oleh

pengalaman emosional ( Uce L,2017 ).

4. Perkembangan Sosial Emosional Anak Prasekolah

Perkembangan sosial emosional adalah kemampuan anak untuk

memahami perasaan orang lain, mengatur perasaan dan perilaku, bergaul

dengan baik, membangun hubungan dengan orang dewasa. Aspek

perkembangan sosial emosional pada anak prasekolah merupakan bagian

integral dari perkembangan lainnya. Anak usia prasekolah mengalami

perubahan dari sikap tergantung pada keluarga menjadi lebih mandiri

( Femmi,2015 ).

Keterampilan sosial emosional membantu anak mengembangkan

kemampuan bekerjasama, mengikuti arahan, menunjukkan pengendalian

diri dan memusatkan perhatian. Menurut Permendikbud No. 137 Tahun

2017 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini pasal 10 ayat 6

menyatakan bahwa perkembangan sosial emosional meliputi kesadaran


diri, rasa tanggung jawab untuk diri dan orang lain, dan perilaku proporsial

( Mendikbut,2017 )

5. Tahapan Perkembangan Sosial Emosional

Tahapan perkembangan Sosial Emosional anak prasekolah menurut

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58

Tahun 2009 Tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini

Tabel 1. Tahap - tahap Perkembangan Sosial Emosional


Tingkat Pencapaian Perkembangan
2 - < 3 tahun 3 - < 4 tahun 4 - <5 tahun 5 - < 6 tahun
1.Mulai bisa 1.Mulai bisa 1.Menunjukan sikap 1.Bersikap

mengungkapkan ketika melakukan buang air mandiri dalam kooperatif dengan

ingin buang air kecil dan kecil tanpa bantuan. memilih kegiatan. temen.

buang air besar.


2.Mulai memahami hak 2.Bersabar 2.Mau 2.Menunjukan sikap

orang lain (harus menunggu giliran. berbagi,menolong,da toleran.

antri,menunggu giliran). n membantu teman.


3.Mulai menunjukan sikap 3.Mulai menunjukan 3.Menunjukan 3.Mengekspresikan

berbagi,membantu,bekerja sikap toleran antusiasme dalam emosi yang sesuai

bersama. sehingga dapat melakukan dengan kondisi yang

bekerja dalam permainan ada (senang-sedih-

kelompok. kompetitif secara antusias dsb.)

positif.
4.Menyatakan perasaan 4.Mulai menghargai 4.Mengendalikan 4.Mengenal tata

terhadap anak lain (suka orang lain. perasaan. krama dan sopan

dengan teman karena baik santun sesuai dengan

hati,tidak suka karena nakal nilai sosial budaya

dsb). setempat.
5.Berbagi peran dalam 5.Bereaksi terhadap 5.Menaati aturan 5.Memahami

suatu permainan(menjadi hal-hal yang yang yang berlaku peraturan dan

dokter,perawat,pasien,penja dianggap tidak benar dalam suatu disiplin.

ga toko atau pembeli). (marah apabila permainan.

diganggu atau

diperlakukan

berbeda).
6.Menunjukan rasa 6.Menunjukan rasa 6.Menunjukan rasa

percaya diri. percaya diri. empati.


7.Menjaga diri 7.Memiliki sikap

sendiri dari gigih (tidak mudah

lingkungannya. menyerah).
8.Menghargai orang 8.Bangga terhadap

lain. hasil karya sendiri.


9.Menghargai
6. Aspek yang Memengaruhi Perkembangan Sosial Emosional Anak

1) Aspek kehamilan

Kesehatan fisik dan mental ibu selama proses kehamilan sangat

mempengaruhi janin dan akan memengaruhi perkembangan bayi di

kehidupan selanjutnya, Kandeel( WA, et al,2017 ).

2) Aspek anak

Anak usia 3-5 tahun dengan riwayat BBLR memiliki risiko 1,435 kali

lebih besar untuk memiliki kemampuan sosial yang lebih rendah

dibandingkan anak dengan berat lahir normal. Keadaan kondisi berat

badan lahir rendah (BBLR) apabila tidak di ikuti dengan keadaan status

gizi yang baik pada masa anak-anak .akan mengakibatkan Stunting.

Aspek anak yang lain adalah aspek gizi. Dalam melalui tahapan

perkembangan ada beberapa yang mempengaruhinya. Salah satunya

adalah gizi yang termasuk kedalam pasca natal. Untuk melaksanakan

perkembangan diperlukan zat makanan yang adekuat. Gizi yang buruk

akan berdampak pada keterlambatan perkembangan. Anak yang tercukupi

gizinya akan memiliki kemampuan yang lebih baik dalam berinteraksi

dengan lingkungan sehingga memiliki pengalaman yang lebih baik untuk

perkembangan (Souza,2015 ).

3) Aspek pengasuh

Keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak akan meningkatkan

ketrampilan sosial dan menurunkan perilaku bermasalah pada anak ( WA, et

al,2017 ).

7. Penilaian Perkembangan Sosial Emosional


Strenghts and Questionnaire (SDQ) adalah sebuah instrumen skrining

perilaku singkat untuk anak dan remaja (3-17 tahun) yang memberikan

gambaran singkat dari perilaku yang berfokus pada kekuatan dan kesulitan

mereka. Instrumen Skrining sebaiknya memiliki keunggulan relatif yang

lebih dibanding metode asesmen lainnya, yaitu: lebih tidak invasif, tingkat

resiko yang lebih rendah, tidak memerlukan keahlian khusus, lebih murah,

waktu untuk memperoleh hasil lebih cepat, lebih mudah diakses, lebih

sederhana, tidak terlalu rumit, dan dapat mendeteksi gangguan lebih dini.

SDQ memiliki beberapa poin keunggulan relatif tersebut, yaitu dapat

dilakukan tanpa memiliki keahlian khusus atau profesi tertentu, waktu

yang digunakan untuk mengadmisnistrasikan dan melakukan skoring

cukup singkat, mudah diakses, digunakan untuk melakukan deteksi dini

sehingga permasalahan pada anak dapat diketahui sedini mungkin dan

memperoleh intervensi secepat mungkin.

SDQ terdiri dari 25 item pertanyaan yang dialokasikan pada lima

subskala. Keempat subskala termasuk kedalam kelompok subskala

kesulitan, yaitu subskala emotional symptom (gejala emosional), subskala

conduct problem (masalah perilaku), subskala(hiperaktivitas), dan

subskala peer problem (hubungan dengan teman sebaya). sedangkan

subskala yang kelima termasuk dalam kelompok subsakala kekuatan, yaitu

subsakala prososial. Masing-masing subskala SDQ terdiri dari lima item.

Masing-masing item diberi skor dalam kriteria tiga poin yaitu 0=tidak

benar, 1=agak benar, 2=benar. Skor dari masing-masing subskaladapat

dihitung dengan menjumlahkan skor dari masing-masing item yang


relavan pada subskala tersebut. Skor tertinggi dari masing-masing

subskala adalah 10 dan skor terendah adalah 0.(Kandeel WA, et al,2016 )

Cara menghitung skor total kesulitan dengan menambahkan skor

subskala emotional symptom (gejala emosional) = sibskala conduct

problem (masalah perilaku) + subskala hyperactivity-inattention

(hiperaktivitas) + subskala peer problem (hubungan dengan teman sebaya)

+ subskala proposial. Tabel interpretasi skor adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Interpretasi Skor SDQ

Pengisian sendiri Normal Borderline Abnormal


Total skor 0-13 14-16 17-40

kesulitan
Skor gejala 0-3 4 5-10

emosional
Skor masalah 0-2 3 4-10

perilaku
Skor hiperaktivitas 0-5 6 7-10
Skor hubungan 0-2 3 4-10

dengan teman

sebaya
Skor perilaku 6-10 5 0-4

proporsional

B. Konsep Stunting
1. Defenisi Stunting

Stunting merupakan suatu kondisi dimana tinggi badan seseorang lebih

pendek di bandingkan dengan orang lain pada umumnya yang seusia


dengannya (Sandojojo,2018). Stunting (pendek) merupakan suatu kondisi

gagal tumbuh pada bayi (0-11 bulan) dan anak balita pada umur (12-59

bulan ) hal ini berakibat dari kekurangan gizi kronis terutama dalam 1000

hari pertama kehidupan anak terlalu pendek untuk anak seusia dengannya.

Kekurangan gizi terjadi semasa bayi dalam kandungan dan pada masa awal

setelah bayi lahir, tetapi kondisi tunting ini baru bisa terlihat setelah anak

berusia dua tahun (Ramayulis, dkk, 2018).

Stunting adalah gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan otak

pada anak yang disebabkan karena anak mengalami kekurangan gizi dalam

waktu yang lama, infeksi berulang, dan kurangnya stimulus psikososial

(HDW, 2018).

2. Penyebab Stunting

Ada beberapa hal yang menyebabkan anak mengalami stunting

menurut Sandjojo ( 2018 ), yaitu :

a. Kurangnya asupan gizi anak dalam jangka waktu yang lama sejak

konsepsi sampai usia anak 2 tahun

b. Anak sering sakit terutama diare, campak, TBC, dan penyakit infeksi

c. Keterbatasan air bersih dan sanitasi

d. Ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga yang rendah

3. Faktor yang memicu risiko kejadian stunting menurut Irianto


( 2014 ), yaitu :
a. Pengetahuan
Keluarga yang mempunyai penghasilan cukup tetapi maknaan yang

dihidangkan tidak sesuai dengan penghasilan tersebut. Kejadian

gangguan gizi tidak hanya di temukan pada keluarga yang


berpenghasilan kurang tetapi juga pada keluarga yang berpenghasilan

cukup. Keadaan ini menunjukan bahwa ketidak tahuan manfaat

makanan bagi kebutuhan tubuuh menjadi salah satu penyebab turunnya

muitu gizi makanan keluarga dan balita. Masalah gizi karena kurangnya

pengetahuan dan keterampilan di bidang memasak akan menurunkan

konsumsi makan anak.

b. Persepsi

Makanan yang sebenarnya bernilai gizi tinggi tetapi tidak di

konsumsi atau hanya sedikit dikonsumsi sedikit saja akibat adanya

persepsi yang tidak baik terhadap bahan makanan tersebut, apabila

keluarga menganggap bahwa mengkonsumsi bahan makanan itu dapat

menurunkan nilai harkat keluarga dan termasuk golongan masyarakat

dengan strata ekonomi rendah. Jenis sayuran seperti genjer/paku rawa,

daun turi, bahkan daun ubi kayu yang kaya akan zat besi, vitamin A dan

protein, dibeberapa daerah masih dianggap sebagai makanan yang dapat

menurunkan harkat keluarga

c. Kebiasaan atau Pantangan

Berbagai kebiasaan yang bertalian dengan pantangan makanan

tertentu masih sering kita jumpai terutama di daerah pedesaan.

Larangan terhadap anak untuk makan telur, ikan atau daging hanya

berdasarkan kebiasaan yang tidak ada datanya dan hanya diwarisi

secara turun temurun, padahal anak itu sendiri sangat memerlukan

bahan makanan tersebut guna keperluan pertumbuhan tubuhnya.

d. Kesukaan Jenis Makanan Tertentu


Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan tertentu atau

disebut sebagai faddisme makanan akan mengakibatkan tubuh tidak

memperoleh semua zat gizi yang diperlukan.

e. Jarak Kelahiran yang Terlalu Rapat

Hasil penelitian sebelumnya membuktikan bahwa anak yang

mengalami masalah gizi dikarenakan sang ibu sedang hamil lagi atupun

sang balita memiliki adik baru lahir sehingga ibunya tidak dapat

merawat secara baik. Anak di bawah usia 2 tahun masih sangat

memerlukan perawatan ibunya, baik perawatan makanan maupun

perawatan kesehatan dan kasih sayang.

f. Sosial Ekonomi

Keterbatasan penghasilan keluarga turut andil dalam menentukan

mutu makanan yang akan dikonsumsi keluarga, baik dari segi kualitas

makanan maupun jumlah makanan yang akan dikonsumsi keluarga.

Kebanyakan keluarga dengan penghasilan rendah tidak memiliki

makanan yang cukup dengan jumlah anggota keluarganya sehingga

balita kekurangan gizi dalam membantu pertumbuhannya.

g. Berat Bayi Lahir Rendah

BBLR sangat erat kaitannya dengan mortalitas dan morbiditas janin.

Keadaan ini dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan

kognitif, kerentanan terhadap penyakit kronis di kemudian hari. Pada

tingkat populasi, proporsi bayi dengan BBLR adalah gambaran

multimasalah kesehatan masyarakat mencakup ibu yang kekurangan gizi


jangka panjang, kesehatan yang buruk, kerja keras dan perawatan

kesehatandan kehamilan yang buruk. Secara indiviual, BBLR merupakan

prediktor penting dalam kesehatan dan kelangsungan hidup bayi yang

baru lahir dan berhubungan dengan risiko tinggi pada kematian bayi dan

anak (UNICEF,2015).

Dampak lanjutan dari BBLR dapat berupa gagal tumbuh (grow

faltering), penelitian Sirajudin dkk tahun 2011 menyatakan bahwa anak

pendek 3 kali lebih besar di bandingkan non BBLR, pertumbuhan

terganggu, penyebab wasting dan risiko malnutrisi.

h. Penyakit Infeksi

Penyakit infeksi yang dialami anak dapat menyebabkan anak tidak

merasa lapar dan tidak mau makan akibat nafsu makan menurun.

Penyakit infeksi dapat juga menghabiskan sejumlah protein dan kalori

yang seharusnya di pakai anak untuk pertumbuhan.

Menurut Robinson & Weighley dalam Adriani & Bambang ( 2014 ),

status gizi seseorang dapat di pengaruhi oleh dua faktor, yaitu :

a. Faktor Langsung
1) Asupan berbagai makanan
2) Penyakit infeksi
b. Faktor Tidak Langsung
1) Ekonomi keluarga
Penghasilan keluarga dapat mempengaruhi faktor yang

berperan langsung terhadap status gizi, yaitu asupan berbagai

makanan dan penyakit infeksi.

2) Produksi Pangan
Peranan pertanian dianggap penting karena kemampuannya

menghasilkan produk pangan.

3) Budaya

Di beberapa daerah masih ada kepercayaan untuk memantang

makanan tertentu yang dipandang dari segi gizi sebenarnya

mengandung zat gizi yang baik.

4) Kebersihan Lingkungan
Kebersihan lingkungan yang jelk akan memudahkan anak
menderita penyakit tertentu.
5) Fasilitas pelayanan kesehatan
Fasilitas pelayanan kesehatan berperan penting dalam

meningkatkan status gizi anak. Apabila anak sakit orang tua

terutama ibu dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan dan

secara rutin mengikuti konseling gizi yang biasa dilakukan di

Puskesmas.

4. Gambaran Klinis Anak Stunting

Menurut Trihono dkk (2015), gambaran klinis anak dengan kondisi

stunting sebagai berikut :

a. Pertumbuhan gigi terlambat

b. Performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar

c. Tanda pubertas terlambat

d. Pada usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak

melakukan eye contact

e. Pertumbuhan melambat
f. Wajah tampak lebih muda dari usianya

5. Klasifikasi Stunting

Menurut KEPMENKES dalam Par’I (2017), status gizi terdiri dari 2

kategori berdasarkan TB/U (stunting), yaitu :

a. Pendek adalah jika standar deviasinya -3 SD sampai <-2SD

b. Sangat pendek adalah jika standar deviasanya <-3SD

6. Penilaian Stunting

a. Antropometri

Menurut Mardalena (2017), antropometri adalah ukuran tubuh

manusia. Penggunaan metode ini dilakukan karena manusia

mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan

mencakup perubahan besar, jumlah, ukuran dan fungsi sel,

jaringan, organ tingkat individu yang diukur dengan ukuran

panjang, berat, umur tulang, dan keseimbangan metabolik

sedangkan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan

dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks secara

teratur dan dapat diramalkan. Pertumbuhan dan perkembangan

dipengaruhi oleh faktor intenal (genetik) dan faktor eksternal

(lingkungan).

Metode antripometri digunakan untuk melihat

ketidakseimbangan asupan protein dan energi (karbohidrat dan


lemak). metode ini memiliki keunggulan dimana alat mudah

dapat dilakukan berulang-ulang dan objektif, siapa saja bisa

dilatih mengukur, relatif murah, hasilnya mudah disimpulkan,

secara ilmiah diakui kebenarannya, sederhana, aman, bisa

sampel besar tepat, akurat, dapat menggambarkan riwayat gizi

masa lalu, bisa untuk scrinning, dan mengevaluasi status gizi.

Selain keunggulan, ada juga kelemahannya antara lain : tidak

sensitif dan spesifik mengukur suatu zat gizi bisa dipengaruhi

faktor di luar gizi misalnya penyakit, bisa terjadi kesalahan

pengukuran.

Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan

dengan melakukan pengukuran pada beberapa parameter.

Parameter ini terdiri dari :

1) Umur, yaitu bulan penuh untuk anak usia 0-2 tahun dan

tahun penih >2 tahun dihitung dari hari lahir

2) Berat badan diukur menggunakan pengukur berat badan

yang sesuai dengan bayi/balita dan dengan cara yang tepat

3) Tinggi badan diukur menggunakan alat pengukur tinggi

badan disesuaikan dengan bayi/balita, yaitu belum bisa

berdiri atau sudah berdiri serta denngan cara yang tepat

4) Lingkar lengan atas dapat diukur menggunakan pita LILA

atau meteran

5) Lingkar kepala

6) Lingkar dada
7) Jaringan lunak diukur menggunakan alat khusus

Parameter sebagai ukuran tunggal sebenarnya belum bisa

digunakan untuk menilai status gizi, maka harus

dikombinasikan. Kombinasi beberapa parameter itu disebut

Indeks Antropometri yang terdiri dari :

1) Berat badan menurut umur ( BB/U)

2) Tinggi badan menurut umur ( BB/U)

3) Berat badan menurut tinggi badan ( BB/TB)

4) Lingkar lengan atas menurut umur ( LILA/U)

5) Indeks Massa Tubuh ( IMT )

Setiap indeks antropometri memiliki kelebihan dan kelemahan,

diantaranya :

1) BB/U

Kelebihannya : mudah, cepat dimengerti, bisa mengukur

status akut dan kronis, sensitif terhadap perubahan, dapat

mendeteksi overweight

Kelemahannya : dipengaruhi oleh ascites/udema, harus

tahu tanggal lahir yang jelas biasanya sering salah dalam

pengukuran.

2) TB/U
Keuntungannya : alat mudah dan murah, fleksibel, bisa
mengukur gizi masa lampau
Kelemahannya : tinggi badan lama bertambah, posisi
harus tepat, umur harus jelas
3) BB/TB
Keuntungannya : tidak perlu data umur, dapat

membedakan proposi badan gemuk, normal, kurus

Kelemahannya : tidak dapat memberikan gambaran tinggi

anak yang seumuran, sulit dilakukan balita, memiliki 2

macam alat ukur, lebih lama, biasanya sering terjadi

kesalahan pengukuran.

4) LILA/U

Keuntungannya : baik untuk menilai kekurangan energi

protein ( KEP )berat, murah, mudah.Kelamahannya : sulit

menentukan ambang batas, sulit menilai pertumbuhan anak

2-5 tahun

b. Standar Deviasi ( z-score )

Menurut Par’I,dkk (2017), z-score digunakan untuk

mengetahui lebih detail dimana suatu skor dalam suatu

distribusi. Posisi dalam suatu distribusi itu sendiri ditujukan

dengan simbol +/- yang menunjukkan bahwa kalau positif

berada di atas mean dan kalau negatif menandakan sebaliknya.

Z-score juga dapat memberi tahu berapa jarak skor dengan

mean.

Z-score ialah nilai simpangan BB atau TB dari nilai BB atau TB

noormal menurut WHO. Rumus perhitungan z-score TB/U :

Nilai individu subjek - Nilai median baku rujukan

Nilai simpang baku rujukan

c. Grafik Pertumbuhan PB/U atau TB/U


Menurut Par’I, dkk ( 2017 ), grafik PB/U atau TB/U berisi

garis pertumbuhan panjang badan atau tinggi abdan anak

berdasarkan umur. Penyebutan panjang badan adalah jika anak

diukur dengan cara berbaring. Anak yang diukur panjang badan

adalah anak yang berusia 24 bulan atau kurang, sedangkan anak

yang berusia lebih dari 24 bulan diukur dengan cara tegak atau

berdiri sehingga hasil ukurnya disebut tinggi badan.

Grafik pertumbuhan PB/U yang digunakan untuk anak

usia 0-2 tahun dibedakan antara laki-laki dan perempuan,

sedangkan grafik pertumbuhan TB/U digunakan untuk anak usia

2-5 tahun. Garis 0 pada grafik menunjukkan nilai median

berdasarkan standar pertumbuhan serta nilai 1,2,3, atau -1, -2, -3

menunjukkan nilai z-score.

Grafik TB/U atau PB/U menunjukkan pencapaian

pertumbuhan tinggi badan atau panjang badan menurut umur

dibandingkan dengan median ( garis 0 ). hasil pengukuran

panjang/tinggi badan balita, kemudian dilakukan ploting pada

grafik. Jika berdasarkan hasil ploting berada dibawah -2 SD

maka balita termasuk kategori pendek dan jika berada dibawah

-3 SD maka balita dikategorikan sangan pendek.

7. Dampak Stunting

Menurut Sandjojo ( 2018 ) dampak yang dapat ditimbulkan oleh

stunting adalah :

a. Jangka pendek
Dampak yang dapat ditimbulkan dalam jangka pendek ialah

terganggunya perkembangan otak, kecerdasan intelektual, gangguan

pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme tubuh.

b. Jangka panjang

Akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya

kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan

tubuh sehingga mudah sakit, risiko tinggi untuk munculnya penyakit

diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker,

stroke, dan disabilitas pada usia tua.

Menurut Soetjiningsih (2013 )Seorang anak Stunting akan

mengalami gangguan emosi seperti masalah emosi, perilaku, dan

masalah dengan teman sebaya lebih tinggi pada anak dengan

perawakan pendek dibanding dengan anak yang memiliki tinggi

normal. Gangguan emosi diwujudkan dengan keluhan-keluhan

menyerupai ,rasa cemas, perasaan tidak bahagia dan kurang percaya

diri rasa marah yang berlebihan, sulit mematuhi perintah orang lain,

sering terlibat pertengkaran, sering berbohong . Sedangakan untuk

masalah dengan teman sebaya masalahnya meliputi anak lebih

senang menyendiri dari pada dengan anak yang seumur, jarang

memiliki teman dekat, mengeluh sering diganggu oleh temannya,

dan cenderung lebih nyaman untuk bermain bersama orang dewasa.

8. Solusi terhadap Stunting

Menurut Sandjojo (2018), terdapat dua cara penanganan stunting yaitu

intervensi gizi spesifik dan inntervensi gizi senstif.


a. Intervensi Gizi Spesifik
Intervensi gizi spesifik ini umumnya dilakukan oleh petugas

kesehatan di Desa / kecamatan dan bersifat jangka pendek,

hasilnya dapat dicatat dalam waktu yang relatif pendek

1) Untuk sasaran ibu hamil

a) Pemberian makanan tmbahan pada ibu hamil yang

ekkurangan energi dan protein

b) Pendampingan kepada semua ibu hamil agar patuh

mengkonsumsi tablet tambah darah oleh kader

c) Mengatasi kekurangan asam folat

d) Mengatasi kekurangan iodium

e) Kelas ibu hamil untuk kesehatan ibu hamil dan

persiapan menyusui

2) Untuk sasaran anak baru lahir - usia 23 bulan

a) Pendampingan kepada semua ibu yang memiliki usia 0-

6 bulan agar mampu memberikan ASI ekslusif sejak

lahir sampai umur 6 bulan

b) Pembelajaran pola asuh pemberian makan bayi dan

anak untuk bentuk kelas ibu

c) Pemantauan pertmbuhan bayi dan anak usia 0-59 bulan

oleh kader untuk meningkatkan partisipasi balita ke

posyandu dengan masalah gizi yang perlu ditindak

lanjuti lebih lanjut

3) Untuk sasaran keluarga

a) Penyediaan air bersih skala desa


b) Sanitasi lingkungan skala desa MCK, pembuangan

sampah dan pengelolaan limah

c) Pendidikan gizi

b. Intervensi Gizi Sensitif


Intervensi dapat dilakukan oleh pemerintah daerah setempat

dengan mendorong kepedulian desa dalam menangani masalah

kesehatan ibu dan anak melalui penganggaran APB Desa.

Idealnya dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan di

luar sektor kesehatan dan berkontribusi pada 70% intervensi

stunting.

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Teori

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak menurut jurnal

yang berjudul “Child Development: Analysis Of A New Concept” terdiri dari

aspek kehamilan (polusi, penggunaan obat-obatan, alkohol, rokok, narkoba,

serta nutrisi dan penyakit ibu), aspek anak ( prematur, bayi berat lahir rendah,

pertumbuhan, dan penyakit anak) apabila pertumbuhan anak tidak sesuai

dengan usianya yang disebabkan oleh asupan nutrisi anak yang kurang dapat

menyebabkan anak bertubuh pendek atau sangat pendek (stunting)

dibandingkan dengan anak seusianya, aspek pengasuhan sehari-hari (kesehatan


mental ibu, perkembangan kognitif orangtua, interaksi dan ikatan orangtua-

anak, lingkungan, terpapar dengan kekerasan rumah tangga, dan stimulasi), dan

kondisi sosial ekonomi. Aspek anak yang mempengaruhi perkembangan sosial

emosional diantaranya adalah bayi berat lahir rendah (BBLR) , keadaan kondisi

berat badan lahir rendah ( BBLR ) apabila tidak di ikuti dengan keadaan status

gizi yang baik pada masa anak-anak .akan mengakibatkan Stunting

( Souza,2015 ).

Seorang anak Stunting akan mengalami gangguan gangguan sosial

emosonal, gangguan perilaku perilaku, dan gangguan dengan teman sebaya

lebih tinggi pada anak dengan perawakan pendek dibanding dengan anak yang

memiliki tinggi normal. Gangguan emosi diwujudkan dengan keluhan-keluhan

menyerupai ,rasa cemas, perasaan tidak bahagia dan kurang percaya diri rasa

marah yang berlebihan, sulit mematuhi perintah orang lain, sering terlibat

pertengkaran, sering berbohong. Sedangakan untuk masalah dengan teman

sebaya masalahnya meliputi anak lebih senang menyendiri dari pada dengan

anak yang seumur, jarang memiliki teman dekat, mengeluh sering diganggu

oleh temannya, dan cenderung lebih nyaman untuk bermain bersama orang

dewasa ( Soetjiningsih,2013 ).

Perkembangan Anak
Aspek Anak Aspek Pengasuh
Aspek
Sehari -hari
Kehamilan

 Polusi
 Premature  Kesehatan mental
 Penggunaan
 Bayi berat lahir ibu,
obat –obatan Perkembangan
rendah
 Alkohol sosial emosional  Perkembangan
 Pertumbuhan
 Rokok kognitif ,
 Penyakit anak
 Narkoba  interaksi orang
 Penyakit ibu tua dan ikatan
orangtua-anak,
 lingkungan,terpa
par dengan
kekerasan rumah
tangga,
 stimulasi

Stunting

Skema 3.1. Kerangka Teori


Souza (2015) & Soetjiningsih (2013)

B. Kerangka Konsep
Kerangka konsep ini merupakan suatu uraian hubungan antara variabel

yang akan diteliti dengan masalah yang diteliti sesuai dengan rumusan masalah

dan memberikan arahan bagi peneliti dalam menentukan hipotesis penelitian.

Kerangka konsep umunya digambarkan dalam bentuk bagan atau skema.

Variabel Dependen
Variabel Independen Perkembangan Sosial
Kejadian Stunting emosional anak prasekolah

Skema 3.2
Kerangka Konsep Penelitian

C. Hipotesa Penelitian

Ha : Adanya hubungan antara kejadian stunting dengan perkembangan sosial

emosional anak prasekolah di wilayah kerja puskesmas Pauh Padang

BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan

desain penelitian cross sectional yaitu suatu penelitian yang mempelajari

hubungan antara faktor resiko (independen) dengan faktor kejadian

(dependen) dimana melakukan observasi atau pengukuran variabel sekali atau

sekaligus pada waktu yang sama (Riyanto, 2014). Dalam penelitian ini faktor

risiko (kejadian stunting) telah terjadi pada masa lampau, kemudian diikuti ke

depan timbulnya efek (perkembangan sosial emosional) dan diidentifikasi saat

ini (Notoatmodjo,2017).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan di lakukan di wilayah kerja Puskesmas Pauh Padang,

yang akan diilaksanakan pada bulan Desember 2019 sampai bulan Juni

2020. dimulai dari penyusunan proposal pada bulan Desember 2019 dan

pengumpulan data bulan Januari 2019 sampai ke pengolahan hasil penelitian.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah objek yang diteliti (Notoatmodjo,2017). Populasi dalam

penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki anak usia 36 - 72 bulan di

wilayah kerja Puskesmas Pauh pada tahun 2020 sebanyak 37 orang.

2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi yang diambil menurut prosedur tertentu sehingga dapat mewakili

populasinya (Notoatmodjo,2017). Sampel dari penelitian ini adalah bagian dari

populasi yang memenuhi kriteria inkulusi yaitu ibu yang memiliki anak

stunting berusia 36 – 72 bulan yang tercatat di Puskesmas Pauh Padang pada

tahun 2020.

3. Kriteria Sampel

a. Kriteria Inklusi

Menurut Notoatmodjo tahun 2017 , Kriteria Inklusi adalah kriteria

dimana subjek penelitian mewakili sampel penelitian. Dalam penelitian ini

yang menjadi kriteria inklusi yaitu sebagai berikut :

1. Orang tua dari anak prasekolah yang menyatakan bersedia menjadi

responden dan mendatangani surat persetujuan.`

2. Anak prasekolah usia 36-72 bulan dengan stunting.

3. Tidak memiliki kelainan bawaan/ genetic.

4. Anak prasekolah yang tinggal bersama orang tuanya.

b. Kriteria Enklusi

1. Anak prasekolah yang sedang atau pernah mengalami gangguan

kesehatan atau keadaan yang memerlukan perawatan terus menerus

2. Anak prasekolah yang memiliki gangguan mental atau keluarga yang

memiliki riwayat gangguan mental sebelumnya

3. Orang tua yang tidak bersedia menjadi responden

4. Anak prasekolah yang sudah tidak tinggal di daerah wilayah kerja

puskesmas pauh padang


4. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel merupakan sebuah proses penyeleksian jumlah

dari populasi untuk dapat mewakili populasi. Teknik pengambilan sampel

adalah berbagai cara yang ditempuh untuk pengambilan sampel agar

mendapatkan sampel yang benar-benar sesuai dengan seluruh subjek penelitian

tersebut (Nursalam, 2013).

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling.

Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama

dengan populasi (Sugiyono, 2011). Alasan mengambil total sampling karena

menurut Sugiyono (2011) jumlah populasi yang kurang dari 100, seluruh

populasi dijadikan sampel penelitian semuanya, jadi sampel pada penelitian ini

adalah ibu yang memiliki anak stunting usia 36 – 72 bulan sebanyak 37 orang.

D. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional

1. Variabel

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran

yang didapatkan oleh suatu penelitian tentang suatu konsep pengertian

tertentu dan mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh

anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh

kelompok lain (Notoatmodjo,2017)

Berdasarkan landasan teori kerangka konsep yang ada, maka yang

menjadi variabel dalam penelitian ini adalah :


a. Variabel bebas (Independent) merupakan variabel yang nilainya

menentukan variabel lain. Variabel bebas biasanya dimanipulasi,

diamati dan diukur untuk diketahui hubungannya atau pengaruhnya

terhadap variabel lain (Nursalam,2011). variabel Independent dalam

penelitian ini adalah Kejadian Stunting.

b. variabel terikat (Dependent) merupakan variabel yang nilainya

ditentukan oleh variabel lain. Variabel dependent adalah faktor yang

diamati dan diukur menentukan ada tidaknya hubungan dari variabel

bebas (Nursalam,2011). variabel dependent dalam penelitian ini

adalah Perkembangan Sosial Emosional pada Anak Usia Prasekolah`

2. Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Alat Cara Hasil Skala


Operasional Ukur Ukur Ukur Ukur
1 Kejadian Hasil z-skor Telah Laporan Terjadi, Ordinal
Stunting yang tertera rekap data Register gizi jika z-
dalam register yang Puskesmas scorenya<
pantauan dilakukan Pauh -2SD
status gizi di
anak di Puskesmas
Puskesmas Pauh tahun
Pauh 2020

2 Perkemban Hasil total Kuesioner Orang tua 1= Tidak Ordinal


gan sosial skor SDQ atau ibu dari normal,
emosional kuesioner anak jika total
pada anak SDQ yang mengisi skor SDQ
prasekolah diisi oleh ibu kuesioner 17-40.
dengan 2=
cara : Normal,ji
memilih ka total
jawaban skor SDQ
yang telah 0-16
disediakan
E. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah :

1. Telah rekap data Puskesmas Pauh Padang tahun 2020 untuk pengukuran

Variabel Independent (kejadian stunting).

2. Kuesioner SDQ untuk pengukuran variabel dependent atau perkembangan

sosial emosional anak prasekolah dimana responden atau ibu dari sang anak

tinggal memilih jawaban yang sesuai menurut perilaku anak selama enam

bulan terakhir atau selama setahun ini yang telah disediakan. Kuesiner SDQ

terdiri dari 25 item pertanyaan yang dialokasikan pada lima subskala.

Keempat subskala termasuk kedalam kelompok subskala kesulitan, yaitu

subskala emotional symptom (gejala emosional), subskala conduct problem

(masalah perilaku), subskala(hiperaktivitas), dan subskala peer problem

(hubungan dengan teman sebaya). sedangkan subskala yang kelima

termasuk dalam kelompok subsakala kekuatan, yaitu subsakala

prososial.Kuesioner ini telah diuji validitas dan reabilitasnya dengan hasil

sensitivitas 0,67, spesifitas 0,68 (Oktaviana, 2014). Cara penilaian pada

kuesioner ini yaitu dengan memberi masing-masing subskala SDQ terdiri

dari lima item. Masing-masing item diberi skor dengan kriteria tiga poin

yaitu 0=tidak benar, 1=agak benar, 2=benar. Skor dari masing-masing

subskala dapat dihitung dengan menjumlahkan skor dari masing-masing

item yang relavan pada subskala tersebut. Skor tertinggi dari masing-masing

subskala adalah 10 dan skor terendah adalah 0.

F. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian khususnya jika yang menjadi subjek

penelitian adalah manusia, Penelitian ini dilakukan denga memperhatikan

prinsip-prinsip etika penelitian meliputi (Hidayat, 2014):

1. Informed consent

Informed consent adalah bentuk persetujuan antar peneliti dan

responden penelitian dengan memberikan bantuan. Penelitian menjamin

hak-hak responden dengan cara menjamin kerahasiaan identitas

responden. Selain itu peneliti memberikan penjelasan kepada responden

tentang penelitian yang akan dilakukan untuk mengetahui tujuan

penelitian secara jelas.

2. Anonimity

Masalah etika keperawatan adalah masalah yang memungkinkan

dalam penggunaan subjek dengan cara tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar pengukuran dan hanya

menggunakan data atau hasil penelitian yang disajikan. Responden tidak

perlu mengisi identitas diri (tidak mencantumkan nama responden)

dengan tujuan untuk menjaga kerahasiaan responden, tetapi peneliti

menggunakan kode khusus untuk masing-masing responden.

3. Confidentiality

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan hasil

penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Kerahasiaan

informasi yang telah dikumpulkan dari responden yang dilakukan oleh

peneliti, data tersebut hanya akan disajikan atau diberitahukan pada pihak

yang terkait dengan penelitian.Peneliti akan menjaga kerahasiaan semua


informasi dan tidak menyebarkan hasil penelitian kepada pihak yang tidak

bersangkutan. Kecuali untuk publikasi dan jika data di perlukan untuk perihal

pertanggung jawaban skripsi kepada dewan berwenang seperti dosen

pembimbing dengan cara hanya memberi initial pada nama responden.

4. Benificience (Bermanfaat)

Peneliti menjelaskan keuntungan jika responden ikut dalam penelitian

ini, yang mana dapat meningkatkan pengetahuan responden tentang stunting

dan dampaknya bagi perkembangan sosial emosional pada anaknya . Dan

manfaat lain yang didapatkan subjek penelitian yaitu mengetahui apa dan

bagaimana perkembangan sosial emosional anak yang normal.

G. Teknik Pengumpulan Data


1. Jenis Data
Data yang diguanakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder .

a. Data Primer
Data primer yaitu data yang digunakan untuk variabel Independent

dalam pengumpulan data yang didapatkan peneliti melalui pengumpulan

data secara langsung terhadap responden dengan pengisian kuesioner.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang digunakan untuk variabel Dependent

dalam pengumpulan data yang diperoleh dari Puskesmas Pauh Padang

berupa data kejadian stunting atau pantauan gizi anak.

2. Teknik Pengumpulan Data

Langkah-langkah pengumpulan data yang akan dilakukan adalah :


a. Tahap Persiapan

1. Langkah awal peneliti mengurus surat izin untuk pengambilan data

dan penelitian dibagian ADAK STIKes MERCUBAKTI JAYA

Padang.

2. Setelah surat dari ADAK keluar tanggal 19 Maret 2020, peneliti

memasukkan kekantor Dinas Kesehatan Kota Padang.

3. Setelah mendapatkan surat balasan dari Dinas Kesehatan Kota

Padang, selanjutnya peneliti memasukkan surat izin pengambilan

data dan penelitian ke Puskesmas Pauh Padang.

4. Setelah mendapatkan surat izin penelitian dan pengambilan data

dari Puskesmas Pauh Padang, kemudian peneliti mengambil data

awal dan survey.

5. Setelah itu peneliti menyeleksi data pengambilan sampel

menggunakan kriteria inklusi yang sudah ditentukan.

H. Teknik Pengolahan Data

Langkah-langkah pengolahan data menurut Notoatmodjo (2012) adalah

sebagai berikut :

a. Pemeriksaan Data (Editing)

Setelah data terkumpul, peneliti memeriksa dan mengecek kembali

data dari data responden yang sudah dikumpulkan seperti nama, umur,

nama ibu, perkerjaan berdasarkan lembar kuesioner yang telah terisi

dengan lengkap dan tidak ditemukan kekeliruan


b. Kode Data (Codding Data)

Peneliti akan memberi kode pada lembar hasil pengukuran sehingga

informasi dari data yang terkumpul mudah dilacak dengan memberikan

nomor urut pada lembar kuesioner.untuk Pada pengkodean data diberikan

kode pada setiap variable untuk variable stunting 1 jika terjadi. 2 jika tidak

terjadi.untuk variable perkembangan sosial emosional anak 1 jika normal 2

jika tidak normal.

c. Pengumpulan Data (Collecting Data)

Peneliti melakukan pengumpulan data dari Puskesmas untuk variabel

Independent, dilanjutkan pengambilan data dengan kuesioner untuk

variabel Dependent.

d. Memasukkan Data (Entry Data)

Selanjutnya peneliti memasukkan data nomor responden, nama inisian

ibu dan anak, umur anak, pendidikan terakhir ibu, pekerjaan ibu dan hasil

dari kuesioner yang telah diisi oleh responden.

e. Pembersihan Data (Cleaning Data)

Setelah proses memasukkan data selesai, data diperiksa agar tidak ada

kesalahan dan perbedaan antara lembar hasil pengukuran yang telah

dikumpulkan dengan data yang dimasukkan kedalam tabel.

f. Penjumlahan Data (Tabulating)

Setelah data diperiksa kemudian data tersebut ditabulasikan secara

komputerisasi, penyajian data dalam bentuk tabel-tabel yang bertujuan


untuk memudahkan dalam pengamatan serta menganalisa data secara

univariat dan bivariat.

I. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk melihat atau mendeskripsikan

karakteristik variabel pada responden yang akan disajikan dalam bentuk

table

b. Analisis Bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk penelitian ini adalah Uji Chi-Square x  


2

untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara kejadian Stunting

dengan perkembangan sosial emosional anak prasekolah. Derajat

kepercayaan penelitian ini sebesar 25%.

Anda mungkin juga menyukai