Anda di halaman 1dari 191

MAKALAH JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

OLEH

INTAN PERMATASARI

J1A118001

AKK (018)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah, serta karunianya. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW. Sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan ilmiah dalam bentuk makalah tanpa suatu halangan yang
amat berarti hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan dan dukungannya dalam pembuatan makalah ini. Tak lupa
penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen penanggung jawab mata kuliah
Jaminan Kesehatan Nasional yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Demikian yang dapat penulis sampaikan, apabila terdapat kata di dalam
makalah ini yang kurang berkenan mohon maaf yang sebesar-besarnya. Sekali lagi
penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung penulis dalam pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat, memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran bagi yang membacanya. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing kami
meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah kami dimasa yang akan
datang dan kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Muna, 3 November 2020

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Jaminan Kesehatan Nasional


Kehidupan adalah sesuatu yang pasti dijalani oleh seseorang yang terlahir di
dunia ini. Hidup itu sendiri adalah hak asasi manusia, wajib dijunjung tinggi
keberadaannya oleh setiap orang agar terlindungi dari gangguan lingkungan
sekitarnya termasuk gangguan kesehatan. Demi kelangsungan hidup, manusia
dibekali akal dan sumber daya lingkungan sehingga dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya termasuk aspek kesehatan. Manusia sebagai mahluk hidup memiliki
keterbatasan dalam mempertahankan hidupnya, sehingga menjadi rentan
terhadap gangguan kesehatan. Upaya kesehatan yang dilakukannya tidak mampu
mengatasi masalah yang dihadapinya. Salah satu hambatan dalam kehidupan,
manusia mengalami masalah kesehatan, terkait dengan ketidakmampuan
mendapatkan pelayanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah karena
adanya keterbatasan pembiayaan kesehatan yang dimilikinya.
Hak hidup bagi setiap warga negara untuk kesehatan dan kesejahteraan
adalah hak asasi manusia yang diakui oleh setiap negara di dunia, termasuk
Indonesia. Hak Asasi tersebut tercantum dalam deklarasi Perserikatan Bangsa-
Bangsa tahun 1948, pasal 25 Ayat (1) menyatakan bahwa “setiap orang berhak
atas derajat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan
keluarganya termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan
kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan dan berhak atas jaminan pada
saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia
lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah, yang
berada di luar kekuasaannya” Pemerintah sebagai penyelenggara Negara,
memiliki peran utama dalam pembangunan kesehatan, tujuan utamanya adalah
memberikan perlindungan dan pemenuhan kebutuhan setiap warga negara agar
tercipta derajat kesehatan masyarakat secara merata adil dan berkesinambungan
diseluruh wilayah Republik Indonesia.
Dalam konteks pembagunan kesehatan, negara melalui pemerintah
menyediakan pelayanan kesehatan, yang dapat diakses oleh masyarakat. Dalam
kenyataannya tidak seluruh masyarakat mampu memenuhi kebutuhannya karena
adanya keterbatasan yang dimilikinya. Demikian juga peran Negara mengalami
keterbatasan dalam pemerataan pelayanan kesehatan sehingga tidak semua wagra
negara dapat menerima pelayanan kesehatan tersebut. Adanya keterbatasan
keuangan masyarakat, tidak meratanya pelayanan, sulitnya akses ketempat
pelayanan, minimnya ketersediaan fasilitas kesehatan, terbatasnya sumber daya
kesehatan dan semakin berkurangnya ketersediaan dana pemerintah maka hal ini
memaksa masyarakat dan pemerintah untuk mencari alternatif lain dalam
pemenuhan kebutuhan kesehatan, salah satunya melalui program jaminan
kesehatan nasional (JKN).
Melihat minimnya kemampuan masyarakat dan terbatasnya dana kesehatan
yang disediakan oleh negara, maka setelah berakhirnya Perang Dunia II
pemerintah beberapa negara mulai melakukan rekayasa manajemen pembiayaan
kesehatan melalui pengembangan asuransi kesehatan sebagai jaminan sosial bagi
penduduk utamanya bagi penduduk kurang mampu untuk mencapai Universal
Health Coverage. Dalam sidang ke 58 tahun 2005 di Jenewa, World Health
Assembly (WHA) menggaris bawahi perlunya pengembangan sistem pembiayaan
kesehatan yang menjamin tersedianya akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan dan memberikan perlindungan kepada mereka terhadap risiko
keuangan. WHA ke 58 mengeluarkan resolusi yang menyatakan, pembiayaan
kesehatan yang berkelanjutan melalui Universal Health Coverage
diselenggarakan melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial. WHA juga
menyarankan kepada WHO agar mendorong negara-negara anggota untuk
mengevaluasi dampak perubahan sistem pembiayaan kesehatan terhadap
pelayanan kesehatan ketika mereka bergerak menuju Universal Health
Coverage.
Di Indonesia, falsafah dan dasar negara Pancasila terutama sila ke-5 juga
mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Hak ini juga termaktub dalam UUD 45
pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam UU No. 23/1992 yang kemudian
diganti dengan UU 36/2009 tentang Kesehatan. Dalam UU 36/2009 ditegaskan
bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas
sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu, dan terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga mempunyai
kewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial. Saat ini pilihan
jaminan kesehatan nasional yang di programkan oleh pemerintah sebagai
jawaban atas masalah tersebut. Hadirnya asuransi kesehatan selama ini belum
memberikan jaminan terpenuhinya pelayanan kesehatan, termasuk saat ini
dengan adanya program jaminan kesehatan nasional yang berlaku sejak 1 Januari
2014 sebagai program nasional, masih mengalami banyak permasalahan dalam
pengelolaannya. Ketidaksiapan pemerintah, masyarakat, profider dan BPJS
berakibat lahirnya masalah dalam pelayanan kesehatan. Perlunya peningkatan
peran negara dan masyarakat dalam pelayanan kesehatan, melalui upaya
reformasi pelayanan kesehatan dan pengkajian mendalam dalam pengelolaan
Jaminan kesehatan nasional.
Program Jaminan Kesehatan Sosial Nasional adalah merupakan salah satu
jaminan yang diselenggarakan BPJS.Jaminan kesehatan yang diberikan bukan
hanya pada saat memiliki penyakit kronis seperti jantung atau kanker namun juga
termasuk di dalamnya usaha-usaha pencegahan, seperti imunisasi.
Selain itu pelayanan jaminan kesehatan ini dapat diterima diberbagai Rumah
Sakit, baik milik pemerintah maupun swasta apabila telah menandatangani
kontrak.Dimana mutu pelayanan yang diberikan merata terhadap setiap orang
tidak bergantung pada besarnya iuran, sehingga rakyat miskin tidak perlu
khawatir mendapat perlakuan berbeda. Seperti yang telah kita kenal bahwa
jaminan asuransi kesehatan adalah seperti halnya PT Asuransi Kesehatan
Indonesia (ASKES), Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), Asuransi
Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI), Tabungan dan
Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN) yang kesemuanya itu masuk dalam bagian
jaminan asuransi kesehatan di Indonesia belum termasuk yang swasta.
Semua warga negara Indonesia wajib menjadi peserta JKN termasuk warga
negara asing yang sudah tinggal di Indonesia lebih dari 6 bulan dan wajib
membayar iuran kepada BPJS, bagi yang tidak mampu iuran dibayarkan
pemerintah (PBI) yang pesertanya ditetapkan pemerintah. Konsep iuran BPJS
bagi pekerja maupun PNS adalah 3 persen ditanggung pemberi kerja
(perusahaan) dan 2 persen ditanggung pekerja itu sendiri, sehingga totalnya 5
persen berdasarkan upah.
Untuk mendukung pelaksanaan tersebut, Kementerian Kesehatan
memberikan prioritas kepada jaminan kesehatan dalam reformasi kesehatan.
Kementerian Kesehatan tengah mengupayakan suatu regulasi berupa Peraturan
Menteri, yang akan menjadi payung hukum untuk mengatur antara lain
pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan tingkat pertama, dan pelayanan
kesehatan rujukan tingkat lanjutan. Peraturan Menteri juga akan mengatur jenis
dan plafon harga alat bantu kesehatan dan pelayanan obat dan bahan medis habis
pakai untuk Peserta Jaminan Kesehatan Nasional.

1.2 Pentingnya Jaminan Kesehatan Nasional


Potensi sakit itu pasti akan dialami oleh setiap orang. Manusia dibawah
tekanan alam, dalam kelangsungan hidupnya senantiasa berinteraksi dengan
lingkungan sekitarnya. Interaksi tersebut memungkinkan terjadinya peristiwa
penularan penyakit dan gangguan kesehatan yang dapat berakibat pada kesakitan,
kecatatan bahkan kematian. Dampak lain pada kehidupan adalah hilangnya
pendapatan, produktifitas, berkurangnya kesehjatraan dan ketidaknyamanan
hidup. Olehnya itu setiap orang terus meningkatkan kualitas hidupnya melalui
upaya kesehatan baik perorangan maupun komunitas.
Seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi serta globalisasi maka
kebutuhan akan pelayanan kesehatan juga meningkat. Hal ini ditandai dengan
lahirnya temua-temuan baru teknologi kedokteran yang diperlukan dalam
pengobatan dan pencegahan penyakit. Kemajuan ini akan membantu manusia
mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialami selama ini. Berbagai penyakit yang
sulit disembuhkan, kini dengan hadirnya teknologi kesehatan menjadi lebih
mudah diatasi. Penemuan dan pemanfaatan teknologi modern tidaklah mudah
diciptakan, memerlukan keahlian dan biaya yang cukup tinggi dalam
pengoperasiaanya, hal ini menuntut ketersediaan sumber daya yang memadai
baik tenaga maupun biaya. Operasionalisasi pelayanan teknologi modern masa
kini belum seluruhnya dapat dimanfaatkan secara baik dipelayanan kesehatan
mengingat keterbatasan dana dalam penyediaannya. Dampak pada pelayanan
kesehatan adalah mengurangi akses pemenuhan kebutuhan Pelayanan kesehatan
bagi masyarakat. Pelayanan tersebut hanya dinikmati sebagian orang yang
memiliki kemampuan dari segi finansial, sementara masyarakat miskin dan tidak
mampu, terus jauh dari pelayanan kesehatan.
Demikian pula reformasi pelayanan kesehatan, menuntut pelaku kesehatan
dan pemerintah untuk menata ulang pelayanan kesehatan yang ditawarkan
kepada customer. Lahirnya reformasi pelayanan kesehatan salah satunya didasari
oleh peningkatan peran negara dan masyarakat dalam pembangunan kesehatan.
Peran negara dituntut lebih optimal dalam regulasi dan pembiayaan kesehatan
agar tercipta keadilan, kesinambungan dan akses pelayanan yang bermutu dan
dapat diterima oleh masyarakat. Peran masyarakat juga dituntut untuk
mendukung jaminan kesehatan melalui kepesertaan wajib dan memenuhi
kewajiban membayar iuran jaminan kesehatan nasional. Hal ini akan mendorong
keterpaduan dan ketersediaan pembiayaan kesehatan secara menyeluruh,
sehingga pelayanan kesehatan dimasa datang tetap terus dilakukan.
Dengan lahirnya kebijakan JKN akan memberikan manfaat diantaranya
sebagai berikut. Pertama, memberikan manfaat yang komprehensif dengan premi
terjangkau. Kedua, asuransi kesehatan sosial menerapkan prinsip kendali biaya
dan mutu. Itu berarti peserta bisa mendapatkan pelayanan bermutu memadai
dengan biaya yang wajar dan terkendali, bukan “terserah dokter” atau terserah
“rumah sakit”. Ketiga, asuransi kesehatan sosial menjamin sustainabilitas
(kepastian pembiayaan pelayanan kesehatan yang berkelanjutan). Keempat,
asuransi kesehatan sosial memiliki portabilitas, sehingga dapat digunakan di
seluruh wilayah Indonesia. Oleh sebab itu, untuk melindungi seluruh warga,
kepesertaan asuransi kesehatan sosial/ JKN bersifat wajib.

1.3 Peraturan pelaksanaan Jaminan kesehatan Nasional


Jaminan Kesehatan merupakan salah satu dari 5 (lima) jaminan sosial seperti
yang diamanatkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional. Jaminan Kesehatan tersebut dinamakan Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagaimana amanat Undang-
Undang No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Berikut adalah daftar peraturan
perundangan yang menjadi acuan dalam pelaksanaan JKN:
1. Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN)
UU SJSN menetapkan progam Jaminan Kesehatan sebagai salah satu
progam jaminan sosial dalam sistem jaminan sosial nasional. Dalam UU ini
diatur asas, tujuan, prinsip, organisasi dan tata cara penyelenggaraan progam
jaminan kesehatan nasional.
UU SJSN menetapkan asuransi sosal dan ekuitas sebagai prinsip
penyelenggaraan Jaminan Kesehatan. Kedua prinsip dilaksanakan dengan
menetapkan kepesertaan wajib dan penahapan implementasinya, iuran sesuai
dengan besaran pendapatan, manfaat Jaminan Kesehatan sesuai dengan
kebutuhan medis, serta tata kelola dana amanah peserta oleh badan
penyelenggara nirlaba dengan mengedepankan kehati-hatian, akuntabilitas
efisiensi dan efektifitas.
UU SJSN membentuk dua organ yang bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan progam jaminan sosial nasional, yaitu Dewan Jaminan
Sosial Nasional (DJSN) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
UU ini mengatur secara umum fungsi, tugas dan kewenangan kedua organ
tersebut. UU SJSN membentuk dua organ yang bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan progam jaminan sosial nasional, yaitu Dewan Jaminan
Sosial Nasional (DJSN) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
UU ini mengatur secara umum fungsi, tugas dan kewenangan kedua organ
tersebut.
UU SJSN mengintregrasikan progam bantuan sosial dengan progam
jaminan sosial. Integrasi kedua progam perindungan sosial tersebut
diwujudkan dengan mewajibkan Pemerintah untuk menyubsidi iuran Jaminan
Kesehatan dan keempat progam jaminan sosial lainnya bagi orang miskin dan
orang tidak mampu. Kewajiban ini dilaksanakan secara bertahap dan mulai
dari progam Jaminan Kesehatan. UU SJSN menetapkan dasar hukum bagi
transformasi PT Askes (Persero) dan ketiga Persero lainnya menjadi BPJS
2. Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial
UU BPJS adalah peraturan pelaksanaan UU SJSN. UU BPJS menetapkan
pembentukan BPJS Kesehatan untuk penyelenggaraan progam Jaminan
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan untuk penyelenggaraan progam
jaminan kesecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan
kematian.
UU BPJS mengatur proses tansformasi Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial dari badan usaha milik negara (BUMN) ke badan hukum publik
otonom nirlaba (BPJS). Perubahan-perubahan kelembagaan tersebut
mencakup perubahan dsar hukum, bentuk badan hukum, organ, tata kerja,
lingkungan, tanggung jawab, hubungan kelembagaan, serta mekanisme
pengawasan dan pertangunggjawaban. UU BPJS menetapkan bahwa BPJS
berhubungan langsung dan bertanggung jawab kepada Presiden.
3. Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran
Jaminan Kesehatan
PP penerima bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PP PBIJK) adalah
peraturan pelaksana UU SJSN. PP PBIJK melaksanakan ketentuan Pasal 14
ayat (3) dan Pasal 17 ayat (6) UU SJSN. PP PBIJK mengatur tata cara
pengelolaan subsidi iuran Jaminan Kesehatan bagi Penerima Bantuan Iuran.
PP PBIJK memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur penetapan kriteria dan
tata cara pendaftaran fakir miskin dan orang tidak mampu, penetapan PBIJK,
pendaftaran PBIJK, pendanaannya, pengelolaan data PBI, serta peran serta
masyarakat.
4. Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan
Perpres JK adalah peraturan pelaksana UU SJSN dan UU BPJS. Perpres
JK melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (2), Pasal 21 ayat (4), Pasal 22 ayat
(3), Pasal 23 ayat (5), Pasal 26, Pasal 27 ayat (5), dan Pasal 28 ayat (2) UU
SJSN. Perpres JK juga melaksanakan ketentuan Pasal 15 ayat (3) dan Pasal 19
ayat (5) huruf a UU BPJS.
Perpres JK mengatur peserta dan Kepesertaan Jaminan Kesehatan,
pendaftaran, iuran, dan tata kelola iuran, manfaat Jaminan Kesehatan,
koordinasi manfaat, penyelenggaraan pelayanan, fasilitas kesehatan, kendali
mutu dan kendali biaya, pengenaan keluhan, dan penanganan sengketa
5. Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2013 tentang Perubahan Peraturan Presiden
Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan
Menjelang penyelenggaraan Jaminan Kesehatan pada 1 Januari 2014,
ditemukan beberapa ketentuan dalam Perpres Jaminan Kesehatan yang perlu
disesuaikan dengan kebutuhan penyelanggaraan Jaminan Kesehatan. Materi
muatan Perpres Perubahan Perpres Jaminan Kesehatan adalah untuk:
 Mengubah ketentuan tentang peserta Jaminan Kesehatan dan penerima
manfaat Jaminan Kesehatan
 Mengatur lebih rinci penahapan kepesertaan wajib Jaminan Kesehatan
 Menambahkan ketentuan tentang iuran Jaminan Kesehatan, besaran iuran
diatur rinci untuk masing-masing kelompok peserta dan diatur pula tata
cara pengelolaan iuran Jaminan Kesehatan
 Mengubah batasan hak ruang perawatan inap di rumah sakit
 Menambahkan dua manfaat yang tidak dijamin oleh Jaminan Kesehatan,
yaitu pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh progam jaminan
kecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung
oleh progam jaminan kecelakaan lalu lintas dan biaya pelayanan
kesehatan pada kejadian tak diharapkan yang dapat dicegah
 Menambah ketentuan tentang koordinasi manfaat antara Jaminan
Kesehatan dan Progam Jaminan kecelakaan kerja dan progam jaminan
kecelakaan lalu lintas wajib
 Mengubah ketentuan pelayanan obat, alat medis habis pakai dan alat
kesehatan
 Mengubah ketentuan tentang pemberian kompensasi
 Mengubah prosedur pembayaran fasilitas kesehatan
 Mengubah ketentuan kendali mutu dan kendali biaya
6. Peraturan Presiden No. 107 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan
Tertentu Berkaitan Dengan Operasional Kementerian Pertahanan, TNI dan
POLRI.
Peraturan Presiden No. 107 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Kesehatan
Tertentu Berkaitan dengan Kegiatan Operasional Kementerian Pertahanan,
Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia
adalah peraturan pelaksanaan UU BPJS.
Perpres No. 107 tahun 2013 melaksanakan ketentuan Pasal 57 dan Pasal
60 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011. Perpres ini mengatur jenis
pelayanan kesehatan bagi kementerian Pertahanan, Tentara Nasional
Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang tidak didanai oleh
Jaminan Kesehatan. Pelayanan kesehatan tersebut diselenggarakan di fasilitas
kesehatan milik Kementerian Pertahanan dan Kepolisian RI, serta didanai
oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
7. Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan
Kesehatan Jaminan Kesehatan Nasional
Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan
Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional (Permenkes Pelayanan
Kesehatan Jaminan Kesehatan) adalah peraturan pelaksanaan Peraturan
Presiden No. 12 Tahun 2013.
Permenkes Pelayanan Kesehatan Jaminan Kesehatan melaksanakan
ketentuan Pasal 21 ayat (7), Pasal 22 ayat (1) huruf c, Pasal 26 ayat (2), Pasal
29 ayat (6), Pasal 31, Pasal 34 ayat (4), Pasal 36 ayat (5), Pasal 37 ayat (3),
dan pasal 44 Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013. Permenkes ini mengatur
tata cara penyelenggaraan pelayanan kesehatan oleh progam Jaminan
Kesehatan, tata cara kerjasama fasilitas kesehatan dengan BPJS Kesehatan,
sistem pembayaran fasilitas kesehatan, sistem kendali mutu kendali biaya,
pelaporan dan kajian pemanfaatan pelayanan (utilization review), serta
peraturan peralihan bagi pemberlakuan ketentuan-ketentuan wajib di fasilitas
kesehatan.
8. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 69 Tahun 2013 tentang Standar Tarif
Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas
Kesehatan Tingkat Lanjutan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan
Kesehatan
9. Peraturan BPJS Kesehatan No. 1 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Jaminan Kesehatan
Peraturan BPJS Kesehatan No. 1 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan
Jaminan Kesehatan (PerBPJS Penyelengaraan JK) adalah peraturan
pelaksanaan Perpres No. 12 tahun 2013 dan Perpres No. 111 Tahun 2013.
PerBPJS Penyelenggaraan JK melaksanakan ketentuan Perpres No.12 tahun
2013 Pasal 15, Pasal 17ayat (7), Pasal 26 ayat (3), Pasal 31, Pasal 40 ayat (5),
dan Pasal 42 ayat (3) dan Perpres No. 111 Tahun 2013 Pasal 17 ayat (6).
Peraturan BPJS Kesehatan tersebut mengatur tata cara pendaftaran dan
pemutakhiran data peserta Jaminan Kesehatan, identitas peserta Jaminan
Kesehatan, tata cara pembayaran iuran, tata cara pengenaan sanksi
administratif, tata cara penggunaan hasil penilaian teknologi kesehatan,
prosedur pelayanan kesehatan, prosedur pelayanan gawat darurat, tata cara
penerapan sistem kendali mutu pelayanan Jaminan Kesehatan.
10. Surat Edaran Menteri Kesehatan RI No. HK/Menkes/31/I/2014
tentang Pelaksanaan Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan dalam
Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan
11. Surat Edaran Menteri Kesehatan RI No. HK/Menkes/32/I/2014
tentang Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan dalam Penyelenggaraan
Program Jaminan Kesehatan.
BAB II KONSEP ASURANSI KESEHATAN

2.1 Sejarah Asuransi Kesehatan Di Indonesia


Bila kita berpijak dari catatan sejarah pembangunan asuransi kesehatan di
indonesa, maka sesungguhnya perjalanan penyelenggaraan asuransi di dunia
termasuk di indonesia sudah cukup tua. Di indonesia sendiri perjalanan asuransi
masih tergolong muda dibanding dengan beberapa negara lain di dunia. Pada
dasarnya penyelenggaraan asuransi itu setua peradaban manusia di dunia.
Lahirnya asuransi dalam perspektif sejarah dimulai karena adanya keterbatasan
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik secara perorangan maupun
kelompok. Keterbatasan yang dimaksud adalah lemahnya kemampuan
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan dan terbatasnya
dana kesehatan yang disediakan oleh pemerintah.
Dalam perjalanan pembangunan asuransi kesehatan di indoensia dapat
dilihat dari upaya perasuransian kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah.
Seperti yang ditulis oleh Thabrany, (2012) yang mangatakan bahwa,
sesungguhnya pemerintah Indonesia mulai memperkenalkan prinsip asuransi
sejak tahun 1947. Pada waktu itu Pemerintah mewajibkan semua perusahaan
untuk mengasuransikan karyawannya terhadap kecelakaan dan penyakit akibat
kerja. Setelah kestabilan politik relative tercapai, di tahun 1960 pemerintah
mencoba memperkenalkan lagi konsep asuransi kesehatan melalui undang-
undang Pokok Kesehatan tahun 1960 yang meminta Pemerintah mengembangkan
‘dana sakit’ dengan tujuan untuk menyediakan akses pelayanan kesehatan untuk
seluruh rakyat. Lebih lanjut Thabrany mengatakan bahwa pada tahun 1967,
Menteri Tenaga Kerja (Menaker) mengeluarkan Surat Keputusan untuk
mendirikan dana mirip dengan konsep Health Maintenance Organization (HMO)
atau Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) yang berkembang
kemudian guna mewujudkan amanat undang-undang kesehatan tahun 1960
tersebut. Dari catatan PT Askes (Persero) sejarah singkat penyelenggaraan
program Asuransi Kesehatan di indonesia adalah sebagai berikut :
(www.taspen.com)
Tahun 1968 :
Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang secara jelas mengatur
pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri dan Penerima Pensiun (PNS dan
ABRI) beserta anggota keluarganya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 230
Tahun 1968. Menteri Kesehatan membentuk Badan Khusus di lingkungan
Departemen Kesehatan RI yaitu Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan
Kesehatan (BPDPK), dimana oleh Menteri Kesehatan RI pada waktu itu (Prof.
Dr. G.A. Siwabessy) dinyatakan sebagai embrio Asuransi Kesehatan Nasional.
Tahun 1984 :
Untuk lebih meningkatkan program jaminan pemeliharaan kesehatan bagi
peserta dan agar dapat dikelola secara profesional, Pemerintah menerbitkan
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1984 tentang Pemeliharaan Kesehatan
bagi Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun (PNS, ABRI dan Pejabat Negara)
beserta anggota keluarganya. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
1984, status badan penyelenggara diubah menjadi Perusahaan Umum Husada
Bhakti.
Tahun 1991:
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991, kepesertaan
program jaminan pemeliharaan kesehatan yang dikelola Perum Husada Bhakti
ditambah dengan Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya.
Disamping itu, perusahaan diijinkan memperluas jangkauan kepesertaannya ke
badan usaha dan badan lainnya sebagai peserta sukarela.
Tahun 1992:
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 status Perum
diubah menjadi Perusahaan Perseroan (PT Persero) dengan pertimbangan
fleksibilitas pengelolaan keuangan, kontribusi kepada Pemerintah dapat
dinegosiasi untuk kepentingan pelayanan kepada peserta dan manajemen lebih
mandiri.
Tahun 2005:
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1241/Menkes/XI/2004 PT Askes (Persero) ditunjuk sebagai penyelenggara
Program Jaminan Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin (PJKMM). PT Askes
(Persero) mendapat penugasan untuk mengelola kepesertaan serta pelayanan
kesehatan dasar dan rujukan
Tahun 2008:
Pemerintah mengubah nama Program Jaminan Kesehatan Bagi Masyarakat
Miskin (PJKMM) menjadi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas). PT Askes (Persero) berdasarkan Surat Menteri Kesehatan RI
Nomor 112/Menkes/II/2008 mendapat penugasan untuk melaksanakan
Manajemen Kepesertaan Program Jamkesmas yang meliputi tatalaksana
kepesertaan, tatalakasana pelayanan dan tatalaksana organisasi dan manajemen.
Sebagai tindak lanjut atas diberlakukannya Undang-undang Nomor 40/2004
tentang SJSN PT Askes (Persero) pada 6 Oktober 2008 PT Askes (Persero)
mendirikan anak perusahan yang akan mengelola Kepesertaan Askes Komersial.
Berdasarkan Akta Notaris Nomor 2 Tahun 2008 berdiri anak perusahaan PT
Askes (Persero) dengan nama PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia yang dikenal
juga dengan sebutan PT AJII
Tahun 2009:
Pada tanggal 20 Maret 2009 berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Keuangan Nomor Kep-38/KM.10/2009 PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia
selaku anak perusahaan dari PT Askes (Persero) telah memperoleh ijin
operasionalnya. Dengan dikeluarkannya ijin operasional ini maka PT Asuransi
Jiwa Inhealth Indonesia dapat mulai menyelenggarakan asuransi kesehatan bagi
masyarakat.
Tahun 2011:
Terkait UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional di
tahun 2011, PT Askes (Persero) resmi ditunjuk menjadi Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) yang meng-cover jaminan kesehatan seluruh rakyat
Indonesia yang tertuang dalam UU BPJS Nomor 24 tahun 2011.

2.2 Pengertian Asuransi


Menurut Ketentuan Pasal 246 KUHD, Asuransi atau Pertanggungan adalah
Perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung
dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin
dideritanya akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak pasti). Asuransi menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 adalah Asuransi atau
Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi
asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggungjawab
hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul
dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran
yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
(Andreas, 2009).
Pengertian Asuransi dalam UU No. 40 Tahun 2014 tentang perasuransian,
Asuransi merupakan perjanjian diantara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi
dengan pemegang polis, yang menjadi dasar atau acuan bagi penerimaan premi
oleh perusahaan asuransi dengan imbalan untuk :
a. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena
kerugian yang dideritanya, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan
keuntungan maupun tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin diderita tertaggung / pemegang polis karena terjadinya suatu
peristiwa yang tidak pasti tersebut
b. Memberikan pembayaran dengan acuan pada meninggalnya tertanggung atau
pembayaran yang didasarkan pada hidup si tertanggung dengan manfaat yang
besarnya telah ditetapkan dan atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Asuransi dapat diartikan sebagai upaya mengalihkan tanggung jawab risiko


yang mungkin dihadapi kepada pihak lain dengan membayar premi. Walaupun
tidak diharapkan dalam kehidupannya, manusia sering diharapkan pada suatu
resiko. Untuk itu, mereka selalu berusaha mengurangi atau bahkan menghindari
sama sekali dari risiko yang mungkin menimpanya. (Thabrani, 2001)
Menurut Thabrani, (2001) beberapa prakondisi yang diperlukan agar konsep
asuransi dapat berfungsi, yaitu :
 Adanya ketidakpastian akan terjadinya kerugian
 Hal yang diasuransikan dapat diukur dalam nilai uang
 Jumlah peserta cukup banyak
 Kerugian yang potensial terjadi jumlahnya cukup besar
 Ada cara untuk menanggung resiko secara bersama-sama.
Risiko-risiko yang mungkin akan menimpa manusia adalah sebagai berikut:
(Thabrani, 2001)
 Risiko terkena penyaki tatau cacat
 Risiko mati, setup yang hidup pasti mati. Hanya waktu kematian itu yang
tidak dapat ditentukan sebelumnya, apakah kita akan mati di usia dini ataukah
di usia lanjut. Agar kematian sewaktu-waktu tidak menyengsarakan anak dan
istri, perlu ada upaya untuk memberikan tinggalan harta bagi mereka.
 Risiko hari tua, secara alamiah manusia semakin tua semakin berkurang
kemampuannya dalam bekerja.
 Risiko kehilangan, misalnya hilangan barang akibat kecurian, kecelakaan dan
kebakaran.
 Risiko rusak, misalnya rusak akibat kecelakaan, kebakaran, dan bencana alam,
banjir, angin ribut, gempa burni.
 Risiko atas laba yang diharapkan, misalnya laba yang sudah diperkirakan akan
diterima hilang akibat suatu peristiwa. Jadi, yang hilang selain nilai barang
sebesar harga pokok pembelian, juga laba yang diharapkan dapat diperoleh
atau biasa disebut laba khayal.
 Risiko susut, yaitu berkurangnya berat barang karena sifat barang itu sendiri.

2.3 Unsur-Unsur Asuransi


Pada dasarnya asuransi memiliki unsur-unsur berikut;
 Pembayaran iuran
Dalam pengelolaan asuransi, tertanggung menyerahkan iuran kepada
pihak tertanggung sesuai dengan kesepakatan. Kesepakatan tersebut
mengatur besarnya iuran, waktu pembayaran, dan denda atas
keterlambatan pembayaran
 Adanya penggantian kerugian
 Iuran asuransi akan digunakan pada saat terjadi kerugian yang dialami
oleh pihak tertanggung
 Adanya pihak tertanggung dan pihak penanggung
Dalam kegiatan asuransi, terdapat dua pihak yang terlibat di
dalamnya.Tertanggung sebagai pihak yang mengasuransikan tanggungan
dan pihak penanggung sebagai pihak yang menanggung jaminan.
 Adanya peristiwa yang tidak dapat ditentukan sebelumnya
Secara kodrat, manusia berada dibawah tekanan alam. Kejadian buruk
setiap saat akan menimpa manusia. Peristiwa ini sulit diprediksi kapan,
dimana dan siapa saja yang akan mengalami kejadian tersebut.
 Adanya risiko yang mungkin menimpa
Setiap kejadian baik besar atau kecil akan membawa dampak pada
kehidupan. Dampak yang harus dihindari adalah kerugian yang akan
dialami seseorang. Risiko inilah akan menjadi perhatian untuk
dipertanggungkan pada asuransi.

2.4 Prinsip Dasar Asuransi


Dalam dunia asuransi ada 6 (enam) macam prinsip dasar yang harus
dipenuhi, yaitu:
1. Insurable interest
Hak untuk mengasuransikan, yang timbul dari suatu hubungan keuangan,
antara tertanggung dengan yang diasuransikan dan diakui secara hukum.
2. Utmost good faith
Suatu tindakan untuk mengungkapkan secara akurat dan lengkap, semua
fakta yang material (material fact) mengenai sesuatu yang akan diasuransikan
baik diminta maupun tidak. Artinya adalah: penanggung harus dengan jujur
menerangkan dengan jelas segala sesuatu tentang luasnya syarat atau kondisi
dari asuransi dan tertanggung juga harus memberikan keterangan yang jelas
dan benar atas obyek atau kepentingan yang dipertanggungkan.
3. Proximate cause
Suatu penyebab aktif, efisien yang menimbulkan rantaian kejadian yang
menimbulkan suatu akibat tanpa adanya intervensi suatu yang mulai dan
secara aktif dari sumber yang baru dan independen.
4. Indemnity
Suatu mekanisme dimana penanggung menyediakan kompensasi finansial
dalam upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan yang ia
miliki sesaat sebelum terjadinya kerugian (KUHD pasal 252, 253 dan
dipertegas dalam pasal 278).
5. Subrogation
Pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung setelah klaim
dibayar.
6. Contribution
Adalah hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya yang sama-
sama menanggung, tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap
tertanggung untuk ikut memberikan indemnity.

Prinsip-Prinsip asurasi : (Thabrani, 2001)


1. Insurable Interest (Kepentingan Yang Dipertanggungkan).
Seseorang dikatakan memiliki kepentingan atas obyek yang diasuransikan
apabila orang tersebut menderita kerugian keuangan seandainya terjadi
musibah yang menimbulkan kerugian atau kerusakan atas obyek tersebut.
Kepentingan keuangan ini memungkinkan peserta asuransi mengasuransikan
harta benda atau kepentingannya.
2. Utmost Good Faith (Kejujuran Sempurna).
Yang dimaksudkan adalah bahwa peserta asuransi berkewajiban
memberitahukan sejelas-jelasnya dan teliti mengenai segala fakta-fakta
penting yang berkaitan dengan obyek yang diasuransikan. Prinsip inipun
menjelaskan risiko-risiko yang dijamin maupun yang dikecualikan, segala
persyaratan dan kondisi pertanggungan secara jelas serta teliti.
3. Indemnity (Indemnitas).
Apabila obyek yang diasuransikan terkena musibah sehingga
menimbulkan kerugian maka pihak asuransi akan memberi ganti rugi untuk
mengembalikan posisi keuangan peserta asuransi setelah terjadi kerugian
menjadi sama dengan sesaat sebelum terjadi kerugian. Dengan demikian
peserta asuransi tidak berhak memperoleh ganti rugi lebih besar daripada
kerugian yang diderita peserta asuransi.
4. Subrogation (Subrogasi).
Prinsip subrogasi diatur dalam pasal 284 kitab Undang-Undang Hukum
Dagang, yang berbunyi: "Apabila seorang penanggung telah membayar ganti
rugi sepenuhnya kepada tertanggung, maka penanggung akan menggantikan
kedudukan tertanggung dalam segala hal untuk menuntut pihak ketiga yang
telah menimbulkan kerugian pada tertanggung".
5. Contribution (Kontribusi).
Peserta asuransi dapat saja mengasuransikan harta benda yang sama pada
beberapa perusahaan asuransi. Namun bila terjadi kerugian atas obyek yang
diasuransikan maka secara otomatis berlaku prinsip kontribusi.
6. Proximate Cause (Kausa Proksimal).
Apabila kepentingan yang diasuransikan mengalami musibah atau
kecelakaan, maka pertama-tama pihak asuransi akan mencari sebab-sebab
yang aktif dan efisien yang menggerakkan suatu rangkaian peristiwa tanpa
terputus sehingga pada akhirnya terjadilah musibah atau kecelakaan tersebut.

2.5 Fungsi Asuransi


a. Pengalihan Resiko
Sebagai sarana atau mekanisme pengalihan kemungkinan resiko kerugian
(chance ofloss) dari tertanggung sebagai Original Risk Bearer
Sehingga ketidakpastian (uncertaintyyang berupa kemungkinan terjadinya ker
ugian sebagai akibat suatu peristiwa tidak terduga,akan berubah menjadi
proteksi asuransi yang pasti (certainty) merubah kerugian menjadi ganti
rugiatau santunan klaim dengan syarat pembayaran premi.
b. Penghimpun Dana
Sebagai penghimpun dana dari masyarakat (pemegang polis) yang akan
dibayarkankepada mereka yang mengalami musibah, dana yang dihimpun
tersebut berupa premi atau biaya ber asuransi yang dibayar oleh tertanggung
kepada penanggung, dikelola sedemikian rupa sehingga dana tersebut
berkemang, yang kelak akan akan dipergunakan untukmembayar kerugian
yang mungkin akan diderita salah seorang tertanggung.

c. Premi Seimbang
Untuk mengatur sedemikian rupa sehingga pembayaran premi yang
dilakukan oleh masing-masing tertanggung adalah seimbang dan wajar
dibandingkan dengan resiko yangdialihkannya kepada penanggung (equitable
premium). Dan besar kecilnya premi yang harusdibayarkan tertanggung
dihitung berdasarkan suatu tarip premi (rate of premium) dikalikandengan
Nilai Pertanggungan.

2.6 Manfaat Asuransi


Mekanisme perlindungan asuransi sangatlah dibutuhkan oleh masyarakat,
khususnya bagi mereka yang menjalani aktivitas bisnis yang penuh dengan
resiko di masa yang akan datang. Berikut adalah manfaat asuransi bagi
masyarakat :

a. Memberikan rasa aman dan perindungan Polis asuransi yang dimiliki oleh
tertanggung akan memberikan rasa aman dari risiko atau kerugian yang
mungkin akan timbul di masa yang akan datang. Jika resiko tersebut benar-
benar terjadi, pihak tertanggung berhak mendapatkan penggantian kerugian
sebesar polis yang telah ditentukan sebelumnya.

b. Polis asuransi dapat dijadikan sebagai jaminan untuk memperoleh kredit

c. Asuransi dapat berfungsi sebagai tabungan dan sumber pendapatan. Premi


yang dibayarkan oleh pihak tertanggung setiap periodenya memili substansi
yang sama dengan tabungan.

d. Pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil. Prinsip keadilan


diperhitungkan dengan matang untuk menentukan nilai pertanggungan dan
premi yang harus ditanggung oleh pemegan polis secara periodik dengan
memerhatikan secara cermat faktorfaktor yang berpengaruh besar dalam
asuransi tersebut.
e. Membantu meningkatkan kegiatan usaha. Investasi yang dilakukan oleh para
investor dibebani oleh risiko kerugian yang bisa diakibatkan oleh beberapa hal

f. Asuransi dapat bermanfaat sebagai alat penyebaran risiko. Risiko yang


seharusnya ditanggung oleh tertanggung ikut dibebankan juga pada
penanggung dengan imbalan sejumlah premi tertentu yang didasarkan atas
nilai pertanggungan.

2.7 Jenis Resiko Pengasuransian


Dalam ilmu manajemen risiko atau risk management, kita mengenal
beberapa teknik menghadapi risiko yang dapat terjadi pada semua aspek
kehidupan. Teknik-teknik tersebut adalah (vaughan), Rejda :
1. Menghindarkan risiko (risk avoidance). Kalau kita merokok, ada risiko
terkena penyakit kanker paru atau penyakit jantung (kardiovaskuler). Salah
satu cara menghindari terjadinya risiko terkena penyakit paru atau jantung
tersebut adalah menjauhi bahan-bahan karsinogen (yang menyebabkan
kanker) yang terkandung dalam rokok. Kalau kita tidak ingin mendapat
kecelakaan pesawat terbang, jangan pernah naik pesawat terbang. Banyak
orang melakukan teknik manajemen ini untuk risiko besar yang kasat mata.
Seseorang akan menghindari naik gunung yang terjal tanpa alat pengaman,
karena risiko jatuh ke jurang dapat dilihat langsung oleh mata. Tetapi banyak
orang tidak menyadari bahawa risiko tersebut dapat muncul 20-30 tahun
seperti yang terjadi pada risiko kanker paru atau kelainan jantung akibat
merokok, sehingga kebiasaan itu dianggap tidak berisiko atau berisiko rendah.
Kesadaran tentang risiko jangka panjang itu yang harus disosialisasikan
kepada masyarakat supaya mereka mampu mengantisipasinya. Tidak semua
orang mampu mengenali, merasakan dan menghindari risiko. Ada kelompok
yang hanya mampu mengenali dan merasakan, namun tidak mampu
menghindarinya. Karenanya manajemen risiko dengan cara menghindari saja
tidak cukup untuk melindungi seseorang dari risiko yang akan terjadi.
2. Mengurangi risiko (risk reduction). Jika upaya menghindari risiko tidak
mungkin dilakukan, manajemen risiko dapat dilakukan dengan cara
mengurangi risiko (risk reduction). Contohnya, kita membuat jembatan
penyeberangan atau lampu khusus penyeberangan untuk mengurangi jumlah
orang yang menderita kecelakaan lalu lintas. Dengan demikian, pengemudi
kendaraan akan berhati-hati. Atau jika ada jembatan penyeberangan, maka
risiko tertabrak mobil akan menjadi lebih kecil, tetapi tidak meniadakan sama
sekali. Seorang pengendara sepeda motor diwajibkan memakai helm karena
tidak ada satu orangpun yang bisa terhindar seratus persen dari kecelakaan
berkendara sepeda motor. Jika helm digunakan, maka beratnya risiko (severity
of risk) dapat dikurangi, sehingga seseorang dapat terhindar dari kematian
atau gegar otak yang memerlukan biaya perawatan sangat besar. Perawatan
intensif selama 7 (tujuh) hari di rumah sakit bagi penderita gegar otak di tahun
2005 ini dapat mencapai lebih dari Rp 20 juta. Tetapi, bagi kebanyakan
pengendara sepeda motor, yang belum pernah menyaksikan betapa
dahsyatnya akibat gegar otak dan berapa mahalnya biaya perawatan akibat
gegar otak, tidak menyadari hal itu. Kalaupun mereka mengenakan helm,
seringkali sekedar untuk menghindari dari tekanan penalti akibat pelanggaran
(tilang) peraturan lalu lintas oleh polisi yang sesungguhnya merupakan risiko
kecil (yang hanya sebesar ratusan ribu rupiah saja). Imunisasi terhadap
penyakit hepatitis (radang hati), yang dapat berkembang menjadi kanker hati
yang memerlukan perawatan dengan biaya mahal serta dapat mematikan pada
usia muda, merupakan suatu upaya pengurangan risiko. Karena prilaku
manusia yang tidak selalu menyadari risiko besar itu, maka mekanisme
menurunkan risiko saja tidak memadai. Imunisasi hepatitis tidak menjamin
seratus persen setiap orang yang telah diimunisasi pasti tidak terhindar dari
penyakit kanker hati. Masih diperlukan manajemen risiko yang lain.
3. Memindahkan risiko (risk transfer). Sebaik apapun upaya mengurangi risiko
yang telah kita lakukan tidak menjamin 100% kita akan terbebas dari segala
risiko. Karena itu kita perlu melindungi diri kita dengan tameng lapis ketiga
dari manajemen risiko yaitu mentransfer risiko diri kita ke pihak lain. Kita
dapat memindahkan seluruh atau sebagian risiko kepada pihak lain (yang
dapat berupa perusahaan asuransi, badan penyelenggara jaminan sosial,
pemerintah, atau badan sejenis lain) dengan membayar sejumlah premi atau
iuran, baik dalam jumlah nominal tertentu maupun dalam jumlah relatif
berupa prosentase dari gaji atau harga pembelian (transaksi). Dengan teknik
manajemen risiko ini, risiko yang ditransfer hanyalah risiko finansial, bukan
seluruh risiko. Ada sebagian risiko yang tidak bisa ditransfer, misalnya rasa
sakit atau perasaan kehilangan yang dirasakan oleh penderita.. Ini merupakan
prinsip yang sangat fundamental di dalam asuransi. Kebanyakan orang tidak
menyadari bahwa setiap saat sesungguhnya ada risiko kematian dan risiko
kematian itu yang berpotensi menyebabkan ketiadaan dana bagi ahli warisnya
untuk menjalani hidup sehari-hari atau untuk membiayai pendidikan anak,
dapat ditransfer dengan membeli asuransi jiwa. Itulah sebabnya, kebanyakan
orang di negara berkembang tidak membeli asuransi jiwa, karena banyak
orang tidak melihat kematian sebagai suatu risiko finansial bagi ahli warisnya.
Judi juga merupakan risk transfer.
4. Mengambil risiko (risk asumption). Jika risiko tidak bisa dihindari, tidak bisa
dikurangi, dan tidak dapat ditransfer akibat ketidakmampuan seseorang atau
tidak ada perusahaan yang dapat menerima transfer risiko tersebut, maka
alternatif terakhir adalah mengambil atau menerima risiko (sebagai takdir).
Tidak semua orang bersikap rasional dengan menerapkan prinsip-prinsip
manajemen risiko tersebut diatas. Ada orang yang tidak perduli dengan risiko
yang dihadapinya dan dia mengambil atau menerima suatu risiko apa adanya.
Orang yang berprilaku demikian disebut pengambil risiko (risk taker).
Apabila semua orang bersikap sebagai pengambil risiko, maka usaha asuransi
tidak akan pernah ada. Sebaliknya, jika seseorang bersikap sebagai
penghindar risiko (risk averter) maka ia akan berusaha menghindari,
mengurangi, atau mentransfer risiko yang mungkin terjadi pada dirinya.
Apabila banyak orang bersikap menghindari risiko, maka deman terhadap
usaha asuransi akan tumbuh.

Risiko yang dapat diasuransikan

Diatas telah dijelaskan empat kelompok besar manajemen risiko yang


memperlihatkan asuransi sebagai cara terakhir sebelum kita memutuskan
menerima atau mengambil risiko tersebut. Tidak semua risiko dapat
diasuransikan, ada persyaratan risiko untuk dapat diasuransikan (insurable
risks). Risiko yang terlalu kecil seperti terserang pilek atau kehilangan sebuah
pinsil, tidak dapat diasuransikan. Beberapa syarat risiko untuk dapat
diasuransikan adalah sebagai berikut.

1. Risiko tersebut haruslah bersifat murni (pure). Menurut sifat kejadiannya,


risiko dapat timbul benar-benar sebagai suatu kebetulan atau accidental
dan dapat timbul karena suatu perbuatan spekulatif. Risiko murni adalah
risiko yang spontan, tidak dibuat-buat, tidak disengaja, atau dicari-cari
bahkan tidak dapat dihindari dalam jangka pendek. Orang berdagang
mempunyai risiko rugi, tetapi risiko rugi tersebut dapat dihindari dengan
manajemen yang baik, belanja dengan hati-hati, dan sebagainya. Risiko
rugi akibat suatu usaha dagang merupakan risiko spekulatif yang tidak
dapat diasuransikan. Oleh karenanya tidak ada asuransi yang menawarkan
pertanggungan kalau suatu perusahaan merugi. Suatu risiko yang timbul
akibat suatu tindakan kesengajaan, karena ingin mendapatkan santunan
asuransi misalnya, tidak dapat diasuransikan. Contoh, seseorang
mempunyai asuransi kematian sebesar satu milyar rupiah, dapat saja
dibunuh oleh ahli warisnya guna mendapatkan manfaat/jaminan asuransi
sebesar satu milyar rupiah tersebut. Kematian yang disebabkan karena
kesengajaan seperti itu tidak dapat ditanggung. Seseorang yang sengaja
mencoba bunuh diri dengan meminum racun serangga dan gagal sehingga
perlu perawatan di rumah sakit tidak berhak atas jaminan perawatan,
karena risiko sakitnya bukanlah risiko murni. Contoh risiko murni adalah
penyakit kanker. Sakit kanker, yang membutuhkan perawatan yang lama
dan mahal, tidak pernah diharapkan oleh si penderita dan karenanya
penyakit kanker merupakan risiko murni yang dapat diasuransikan atau
dijamin oleh asuransi.

2. Risiko bersifat definitif. Pengertian definitif artinya risiko dapat


ditentukan kejadiannya secara pasti dan jelas serta dipahami berdasarkan
bukti kejadiannya. Risiko sakit dan kematian dibuktikan dengan surat
keterangan dokter. Risiko kecelakaan lalu lintas dibuktikan dengan surat
keterangan polisi. Risiko kebakaran dibuktikan dengan berita acara dan
bukti-bukti lain seperti foto kejadian.

3. Risiko bersifat statis. Pengertian statis artinya probabilitas kejadian relatif


statis atau konstan tanpa dipengaruhi perubahan politik dan ekonomi
suatu negara. Hal tersebut berbeda dengan risiko bisnis yang bersifat
dinamis karena sangat dipengaruhi stabilitas politik dan ekonomi. Tentu
saja, risiko yang benar-benar statis dalam jangka panjang tidak banyak.
Risiko seseorang terserang kanker atau gagal jantung akan relatif statis,
tidak dipengaruhi keadaan ekonomi dan politik, namun dalam jangka
panjang risiko serangan jantung dipengaruhi keadaan ekonomi. Di negara
maju, yang relatif kaya dan penduduk cenderung mengkonsumsi makan
enak dengan kandungan tinggi lemak, memperlihatkan probabilitas
serangan jantung lebih tinggi dibandingkan dengan negara miskin.

4. Risiko berdampak finansial. Setiap risiko mempunyai dampak finansial


dan non finansial. Risiko yang dapat diasuransikan adalah risiko yang
mempunyai dampak financial, karena yang dapat diperhitungkan adalah
kerugian finansial. Transfer risiko dilakukan dengan cara membayar
premi atau kontribusi kepada perusahaan asuransi, yang akan memberikan
penggantian bila terjadi dampak finansial suatu risiko yang telah terjadi.
Suatu kecelakaan diri misalnya mempunyai dampak finansial berupa
biaya prawatan dan atau kehilangan kesempatan untuk mendapatkan
penghasilan. Selain berdampak finansial, suatu kecelakaan juga
menimbulkan rasa nyeri dan beban psikologis jika kecelakaan tersebut
menimbulkan kematian atau kecacatan, sehingga risiko tersebut
menimbulkan dampak yang besar. Dari semua dampak yang terjadi,
hanya risiko finansial berupa biaya perawatan dan kehilangan penghasilan
akibat kehilangan jiwa atau kecacatan. Dampak rasa nyeri dan perasaan
kehilangan tidak dapat diasuransikan karena ukurannya sangat subyektif.
Manfaat yang dapat ditawarkan asuransi untuk mengganti dampak
finansial tersebut adalah penggantian biaya pengobatan dan perawatan
(baik dalam bentuk uang atau pelayanan) maupun uang tunai sebagai
pengganti kehilangan penghasilan akibat kematian atau kecacatan
tersebut.

5. Risiko measurable atau quantifiable. Syarat lain adalah besarnya kerugian


finansial akibat risiko tersebut dapat diperhitungkan secara akurat. Kalau
seorang sakit, harus dapat diterangkan lokasi terjadinya penyakit, waktu
kejadian,jenis penyakit, tempat perawatan (nama dan lokasi rumah sakit),
dan biaya yang dibutuhkan untuk perawatan yang dijalani. Misalnya, Tn
Budi mengalami serangan jantung di Bogor, tanggal 5 September 2006
dan dirawat di RS. Anu di kota Bogor. Biaya yang diperlukan untuk
perawatan Tn Budi adalah Rp. 20 Juta. Jadi yang dapat dimasukkan
kedalam skema asuransi hanyalah biaya perawatan. Adapun rasa sakit
sangat sulit diukur, meskipun kita punya berbagai instrumen, karena rasa
sakit bersifat sangat subyektif. Besar penggantian biaya perawatan harus
disepakati oleh pemegang polis dan asuradur yang dituangkan dalam
kontrak pertanggungan/jaminan/polis. Khusus untuk asuransi jiwa, besar
kerugian finansial akibat kematian umumnya ditawarkan dalam jumlah
tertentu, mengingat kesulitan mengukur besar kerugian finansial akibat
suatu kematian. Jumlah tersebut ditawarkan oleh perusahaan asuransi dan
disepakati oleh pemegang polis. Penentuan jumlah tertentu ini disebut
quantifiable (dapat ditetapkan jumlahnya) yang dijadikan dasar
perhitungan premi yang harus dibayarkan oleh pemegang polis.

6. Ukuran risiko harus besar (large). Derajat risiko (severity) memang relatif
dan dapat berbeda dari satu tempat ke tempat lain dan dari satu waktu ke
waktu lain. Risiko yang dapat ditanggung oleh perusahaan asuransi
hendaknya memenuhi syarat ukurannya. Risiko biaya rawat inap sebesar
Rp 5 juta bisa dinilai besar oleh yang berpenghasilan rendah akan tetapi
dinilai kecil oleh yang berpenghasilan diatas Rp 50 juta per bulan. Sebuah
sistem asuransi harus secara cermat menilai kelompok risiko yang akan
diasuransikan. Kecenderungan asuransi kesehatan di dunia adalah
menjamin pelayanan kesehatan secara komprehensif karena ada kaitan
antara risiko dengan biaya kecil dan pelayanan yang memerlukan biaya
mahal. Sebagai contoh kasus demam berdarah yang berkunjung ke
dokter, mengandung risiko menjadi fatal bila pengobatan lanjutannya
tidak ditanggung, karena ada kemungkinan orang tersebut tidak
meneruskan pelayanannya karena kendala biaya. Jadi menjamin
pelayanan kesehatan secara komprehensif merupakan kombinasi
penurunan risiko (risk reduction) dan transfer risiko. Suatu skema
asuransi yang hanya menanggung risiko yang kecil, misalnya hanya
pengobatan di puskesmas—seperti yang dulu dipraktikkan dengan skema
dana sehat atau JPKM, tidak memenuhi syarat asuransi. Oleh karena itu,
dimanapun di dunia, model asuransi mikro seperti itu tidak memiliki
sustainabilitas (kesinambungan) jangka panjang. Umumnya skema
semacam itu berusia pendek dan tidak menjadi besar.

Selain persyaratan sifat atau jenis risiko diatas, ada beberapa persyaratan
terkait dengan teknis asuransi dan kelayakan suatu risiko diasuransikan.
Kelayakan dalam konteks ini diartikan kelayakan dalam aspek ekonomis. Suatu
produk asuransi yang preminya terlalu mahal tidak bisa dijual atau tidak
menarik bagi masyarakat untuk ikut asuransi tersebut. Harga premi atau besaran
iuran yang menghabiskan 30% penghasilan seseorang, tidak layak untuk
dikembangkan. Persyaratan teknis asuransi adalah besarnya probabilitas
kejadian, besar populasi yang terkena risiko kejadian tersebut dan volumen pool
yang dapat dikumpulkan. Syarat yang terakit dengan teknis asuransi adalah:

1. Probabilitas kejadian risiko yang akan disuransikan relatif kecil. Ukuran


probabilitas besar dan kecil juga relatif. Akan tetapi suatu kejadian yang
lebih dari 50% kemungkinan terjadinya (dalam bahasa statistik disebut
probabilitas >0,5) akan menyebabkan premi menjadi besar dan tidak
menarik untuk diasuransikan. Kejadian gagal ginjal yang membutuhkan
hemodialisis atau cuci darah 2 kali seminggu mempunyai probabilitas sangat
kecil, yaitu kurang dari satu kejadian per 1.000 orang (p < 0,001), demikian
pula kejadian kecelakaan pesawat terbang jauh lebih kecil lagi yaitu kurang
dari satu per 100.000 penerbangan. Probabilitas yang kecil tersebut
menghasilkan besaran premi atau iuran yang juga kecil, sehingga menrik
untuk diasuransikan.

2. Kerugian tidak boleh menimpa peserta dalam jumlah besar yang


menimbulkan biaya sangat besar atau katastrofik (catastrophic) bagi
asuradur. Katastrofik adalah biaya sangat besar yang harus dikeluarkan
akibat banyak orang yang mengalami kerugian pada waktu bersamaan.
Contohnya, kerugian yang terjadi akibat perang atau bencana alam besar
seperti Tsunami di Aceh tahun 2004 yang mengenai penduduk dalam jumlah
banyak dengan kerugian yang mencapai triliunan rupiah. Kerugian besar itu
tidak dijamin oleh asuransi karena praktis suatu usaha asuransi akan
bangkrut bila mengganti kerugian sebesar itu. Suatu penyakit yang menjadi
wabah, mengenai banyak orang, tidak dijamin asuransi, namun akan dijamin
pemerintah melalui suatu undang-undang wabah. Perusahaan asuransi tidak
menanggung, atau mengecualikan (exception), segala bentuk perawatan
rumah sakit atau dokter akibat bencana alam besar, peperangan ataupun
suatu wabah. Katastropik juga dapat berarti risiko biaya yang ditanggung
terlalu besar atau terlalu mahal. Dalam bidang kesehatan, biaya perawatan di
ruang intensif yang lebih dari satu tahun pasti membutuhkan biaya yang bisa
mencapai milyaran rupiah. Batasan biaya medis yang dapat dikelompokkan
sebagai katastropik bervariasi sesuai dengan kemampuan ekonomi suatu
negara. WHO memberikan definisi biaya medis katastropik bagi rumah
tangga jika biaya pengobatan atau perawatan menghabiskan lebih dari 40%
penghasilan rumah tangga (WHO, 2000).4 Akan tetapi biaya medis yang
bersifat katastropik bagi rumah tangga ini justeru merupakan suatu
persyaratan untuk diasuransikan. Dalam buku-buku teks asuransi kesehatan,
biaya perawatan yang mahal sering disebut kasus major medicals (berbiaya
medis mahal).

3. Populasi harus cukup besar dan homogen yang akan diikutsertakan dalam
skema asuransi. Jika suatu asuransi hanya diikuti oleh sepuluh orang,
padahal risiko yang dipertanggungkan dapat bervariasi dari--seribu rupiah
sampai satu milyar rupiah, maka iuran atau premi dari peserta asuransi yang
sepuluh orang ini tidak akan mampu menutupi kebutuhan dana apabila risiko
yang diasuransikan terjadi. Risiko yang diperoleh dari sepuluh orang
tersebut tidak bisa dijadikan patokan untuk menghitung besarnya risiko yang
akan timbul, karena populasinya terlalu kecil. Semakin besar populasi,
semakin tinggi tingkat akurasi prediksi biaya yang dibutuhkan untuk
menjamin risiko, sehingga akan semakin kuat kemampuan finansial sebuah
perusahaan asuransi. Persyaratan besarnya jumlah peserta atau pemegang
polis merupakan suatu aplikasi hukum matematika yang disebut hukum
angka besar (the law of the large number). Hukum ini menyebabkan semakin
banyak usaha asuransi yang melakukan merjer (bergabung) agar lebih kuat
bersaing dan mampu mengendalikan biaya. Sehingga akan dapat dicapai
pelayanan dengan tingkat efisiensi yang tinggi. Program asuransi kesehatan
sosial selalu memenuhi hukum angka besar ini karena sifat kepesertaanya
wajib. Sebaliknya usaha asuransi kesehatan komersial seringkali bangkrut
karena tidak mampu memiliki jumlah peserta atau pemegang polis yang
cukup besar.

2.8 Sifat-Sifat Asuransi


Asuransi sebagai bentuk hukum di Indonesia yang diatur dalam Kitab
UndangUndang Hukum Perdata yang mempunyai beberapa sifat sebagai berikut :

1. Sifat Perjanjian Semua asuransi berupa perjanjian tertentu (Boyzondere Over


Komst), yaitu suatu pemufakatan antaar dua pihak atau lebih dengan maksud
akan mencapai suatu tujuan, dimana seorang atau lebih berjanji terhadap
seorang lain atau lebih (Pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

2. Sifat timbal balik (Weder Kerige) Persetujuan asuransi atau pertanggungan


merupakan suatu persetujuan timbal balik (Weder Kerige Overeen Komst),
yang berarti bahwa masing-masing pihak berjanji akan melakukan sesuatu
bagi pihak lain.Pihak terjamin berjanji akan membayar uang premi, pihak
penjamin berjanji akan membayar sejumlah uang (uang asuransi) kepada
pihak terjamin, apabila suatu peristiwa tertentu terjadi.
3. Sifat Konsensual Persetujuan asuransi atau pertangungan merupakan suatu
persetujuan yang bersifat konsensual, yaitu sudah dianggap terbentuk dengan
adanya kata sepakat antara kedua belah pihak (pasal 251 KURD).

4. Sifat Perkumpulan Jenis asuransi yang bersifat perkumpulan (Vereeninging)


adalah asuransi saling menjamin yang terbentuk diantara para terjamin selaku
anggota. Asuransi seperti ini disebutkan dalam pasal 286 Kitab Undang-
undang Hukum Dagang (KUHD) yang menyatakan bahwa asuransi itu takluk
pada persetujuannya dan peraturannya.

5. Sifat Perusahaan Asuransi yang mengatur sifat perusahaan adalah asuransi


secara premi dimana diadakan antara pihak penjamin dan pihak terjamin,
tanpa ikatan hukum diantara terjamin dengan orang lain yang juga menjadi
pihak terjamin terhadap si penjamin. Dalam hal ini pihak penjamin biasanya
bukan seorang individu, melainkan suatu badan yang bersifat perusahaan,
yang memperhitungkan untung rugi dalam tindakannya.

2.9 Benefit/Paket jaminan


Sesuai dengan amanat undang-undang, tanggal 1 Januri 2014 PT Jamsostek
akan berubah menjadi Badan Hukum Publik. PT Jamsostek (Persero) yang
bertransformsi menjadi BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial)
Ketenagakerjaan tetap dipercaya untuk menyelenggarakan program jaminan
sosial tenaga kerja, yang meliputi Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua
(JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dengan penambahan Jaminan Pensiun
(JP) mulai 1 Juli 2015.

1. Jaminan Kematian (JKM)

Jaminan Kematian, memberikan manfaat uang tunai yang diberikan


kepada ahli waris ketika peserta meninggal dunia bukan akibat kecelakaan
kerja. Peserta dari Jaminan Kematian (JKM) adalah pekerja penerima upah,
pekerja bukan penerima upah, jasa konstruksi, dan pekerja migran
Indonesia. Manfaat dari program jaminan kematian adalah:

 Santunan sekaligus sebesar Rp16.200.000,00 (enam belas juta dua ratus


ribu rupiah)

 Santunan berkala selama 24 Bulan, dengan rincian 24 x Rp200.000,00 =


Rp4.800.000(empat juta delapan ratus ribu rupiah) yang dibayar sekaligus

 Biaya Pemakaman sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah)

 Bantuan Beasiswa bagi satu orang anak dari peserta yang telah memasuki
masa iur paling singkat 5(lima) tahun sebesar Rp 12.000.000,-(dua belas
juta rupiah)

 Total manfaat keseluruhan manfaat jaminan kematian yang diterima


sebesar Rp36.000.000,00.

Besaran iuran yang dibayarkan adalah:

 Pekerja Penerima Upah: 0.3 % (dari upah yang dilaporkan)

 Pekerja Bukan Penerima Upah: Rp 6.800,-

Manfaat serta iuran untuk jasa konstruksi dan pekerja migran berbeda.
Untuk iuran jasa konstruksi dimulai dari 0,21% berdasarkan nilai proyek. Dan
untuk migran, iuran dilakukan JKM digabungkan dengan JKK yaitu dengan
total iuran Rp 370.000,- dengan pembagian sebelum penempatan kenegara
tujuan Rp 37.000,- dan selama dan setelah penempatan Rp 333.000,- untuk 31
bulan. Manfaat yang diterima oleh migran juga berbeda.

 Santunan Kematian sebesar Rp85 juta.

 Santunan berkala sebesar Rp4,8 juta dibayar sekaligus.


 Biaya pemakaman sebesar Rp3 juta.

 Santunan sekaligus sebesar Rp16,2 juta.

 1 orang anak ahli waris mendapatkan beasiswa pendidikan sampai lulus


sarjana atau beasiswa pelatihan kerja.

Berlaku untuk masa sebelum dan sesudah penempatan CTKI/TKI,


Berlaku selama TKI di negara penempatan.

2. Jaminan Hari Tua (JHT)

Manfaat JHT adalah berupa uang tunai yang besarnya merupakan nilai
akumulasi iuran ditambah hasil pengembanganya. Hasil pengembangan JHT
sampai saat ini selalu berada di atas deposito bank pemerintah. Misalnya pada
tahun 2016, rata-rata tingkat suku bunga deposito bank pemerintah adalah
sekitar 4,88%. Sementara itu, hasil pengembangan JHT adalah
7,19%. Peserta dari JHT ini yaitu:

 Penerima upah selain penyelenggara negara: Semua pekerja baik yang


bekerja pada perusahaan dan perseorangan dan Orang asing yang bekerja
di Indonesia lebih dari 6 bulan

 Bukan penerima upah

 Pemberi kerja

 Pekerja di luar hubungan kerja/mandiri

 Pekerja bukan penerima upah selain poin 2

Manfaat dari JHT adalah uang tunai yang besarnya merupakan nilai


akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya, yang dibayarkan secara
sekaligus apabila:
 Peserta mencapai usia 56 tahun

 Meninggal dunia

 Cacat total tetap

Yang dimaksud usia pensiun termasuk peserta yang berhenti bekerja


karena mengundurkan diri, terkena PHK dan sedang tidak aktif bekerja
dimanapun; atau peserta yang meninggalkan wilayah Indonesia untuk
selamanya. Manfaat JHT sebelum mencapai usia 56 tahun dapat diambil
sebagian jika mencapai kepesertaan 10 tahun dengan ketentuan sebagai
berikut:

 Diambil max 10 % dari total saldo sebagai persiapan usia pension

 Diambil max 30% dari total saldo untuk uang perumahan

Pengambilan sebagian tersebut hanya dapat dilakukan sekali selama


menjadi peserta. Jika setelah mencapai usia 56 tahun peserta masih bekerja
dan memilih untuk menunda pembayaran JHT maka JHT dibayarkan saat
yang bersangkutan berhenti bekerja. BPJS Ketenagakerjaan wajib
memberikan informasi kepada peserta mengenai besarnya saldo JHT beserta
hasil pengembangannya 1 (satu) kali dalam setahun. Apabila peserta
meninggal dunia, urutan ahli waris yang berhak atas manfaat JHT sbb:

 Janda/duda

 Anak

 Orang tua, cucu

 Saudara Kandung

 Mertua
 Pihak yang ditunjuk dalam wasiat

 Apabila tidak ada ahli waris dan wasiat maka JHT dikembalikan ke Balai
Harta Peninggalan

Bagi para penerima upah, idealnya besar iuran JHT per bulannya diambil


dari upah, yakni sebesar 5,7% dari upah. Dari total 5,7% tersebut, sebanyak
3,7% ditanggung perusahaan atau pemberi kerja, sedangkan 2% sisanya
ditanggung oleh karyawan sendiri. Sementara itu, bagi pekerja bukan
penerima upah, jumlah iuran JHT yang harus dibayarkan adalah sebesar 2%
dari upah yang dilaporkan. Sedangkan untuk pekerja migran Indonesia,
besaran iuran dimulai dari 105 ribu sampai dengan 600 ribu. Baik para
penerima upah dan pekerja bukan penerima upah memiliki cara pembayaran
iuran JHT yang sama, yakni harus dibayarkan paling lama setiap tanggal lima
belas pada bulan berikutnya.

3. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

Memberikan perlindungan atas risiko-risiko kecelakaaan yang terjadi


dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan
mulai dari perjalanan pergi, pulang, dan ditempat bekerja, serta perjalanan
dinas. JKK, terdapat masa kadaluarsa klaim 2 tahun sejak kecelakaan terjadi
dan tidak dilaporkan oleh perusahaan. dan beberapa manfaat dari Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK), adalah:

 Pelayanan kesehatan (perawatan dan pengobatan) yang meliputi


pemeriksaan dasar dan penunjang, perawatan tingkat pertama dan
lanjutan, rawat inap dengan ruang kelas setara dengan kelas 1 rumah sakit
pemerintah, perawatan intensif (ICU, ICCU, HCU), diagnostic,
pengobatan dengan obat (generic dan bermerk), pelayanan khusus, alat
kesehatan dan implant, jasa dokter dan operasi, transfusi darah serta
rehabitiasi medik.

 Santunan yang berbentuk uang, terdiri dari: Penggantian biaya


pengangkutan peserta yang mengalami kecelakaan kerja/penyakit akibat
kerja akan terdapat biaya pertolongan pertama pada kecelakaan dengan
nilai: Angkutan darat/sungai/danau diganti maksimal Rp1.000.000,-;
Angkutan laut diganti maksimal Rp1.500.000,-; Angkutan udara diganti
maksimal Rp2.500.000,- Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB),
dengan perincian penggantian, sebagai berikut: 6 (enam) bulan pertama
diberikan sebesar 100% dari upah; 6 (enam) bulan kedua diberikan
sebesar 75% dari upah; 6 (enam) bulan ketiga dan seterusnya diberikan
sebesar 50% dari upah, Santunan Kecacatan. Cacat Sebagian Anatomis
sebesar = % sesuai tabel x 80 x upah sebulan. Cacat Sebagian Fungsi = %
berkurangnya fungsi x % sesuai tabel x 80 x upah sebulan. Cacat Total
Tetap = 70% x 80 x upah sebulan, Santunan kematian dan biaya
pemakaman. Santunan Kematian sebesar = 60 % x 80 x upah sebulan,
sekurang kurangnya sebesar Jaminan Kematian dengan Biaya
Pemakaman Rp3.000.000,-, Santunan berkala selama 24 bulan yang dapat
dibayar sekaligus= 24 x Rp200.000,- = Rp4.800.000,

 Program Kembali Bekerja (Return to Work) yang berupa pendampingan


peserta yang mengalami kecelakaan kerja atau penyakit dari lingkungan
kerja yang memiliki potensi kecatatan. Pendampingan mulai dari peserta
masuk rumah sakit hingga peserta kembali bekerja.

 Kegiatan Promotif dan Preventif untuk mendukung terwujudnya


keselamatan dan kesehatan kerja sehingga dapat menurunkan angka
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
 Rehabilitasi merupakan alat bantu (orthese) atau alat ganti (prothese) bagi
peserta yang anggota badannya hilang atau tidak berfungsi. Patokan harga
ditetapkan oleh Pusat Rehabilitas Rumah Sakit Umum Pemerintah
ditambahkan 40% dari harga tersebut dan biaya rehabilitasi medik.

 Beasiswa pendidikan anak bagi setiap peserta yang meninggal dunia atau


mengalami cacat total yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja senilai
Rp12.000.000,- (dua belas juta rupiah)

Besar iuran didasarkan pada risiko lingkungan kerja yang besarannya


dievaluasi setiap 2 tahun sekali. Rinciannya adalah sebagai berikut:

 Tingkat risiko sangat rendah: 0.24% dari upah satu bulan

 Tingkat risiko rendah: 0.54% dari upah satu bulan

 Tingkat risiko sedang: 0.59% dari upah satu bulan

 Tingkat risiko tinggi: 1.27% dari upah satu bulan

 Tingkat risiko sangat tinggi: 1.74% dari upah satu bulan

4. Jaminan Pensiun (JP)

Jaminan sosial yang bertujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan


yang layak bagi peserta dan atau ahli warisnya dengan memberikan
penghasilan setelah peserta memasuki usia pensiun, mengalami cacat total
tetap, atau meninggal dunia. Manfaat dari program JP:

 Manfaat Pensiun Hari Tua (MPHT). Berupa Uang tunai bulanan yang
diberikan kepada peserta (yang memenuhi masa iuran minimum 15 tahun
yang setara dengan 180 bulan) saat memasuki usia pensiun sampai
dengan meninggal dunia
 Manfaat Pensiun Cacat (MPC). Berupa Uang tunai bulanan yang
diberikan kepada peserta (kejadian yang menyebabkan cacat total tetap
terjadi paling sedikit 1 bulan menjadi peserta dan density rate minimal
80%) yang mengalami cacat total tetap akibat kecelakaan tidak dapat
bekerja kembali atau akibat penyakit sampai meninggal dunia. Manfaat
pensiun cacat ini diberikan sampai dengan meninggal dunia atau peserta
bekerja kembali

 Manfaat Pensiun Janda/Duda (MPJD) Berupa Uang tunai bulanan yang


diberikan kepada janda/duda yang menjadi ahli waris (terdaftar di BPJS
Ketenagakerjaan) sampai dengan meninggal dunia atau menikah lagi,
dengan kondisi peserta meninggal dunia bila masa iur kurang dari 15
tahun, dimana masa iur yang digunakan dalam menghitung manfaat
adalah 15 tahun dengan ketentuan memenuhi minimal 1 tahun
kepesertaan dan density rate 80% atau meninggal dunia pada saat
memperoleh manfaat pensiun MPHT.

 Manfaat Pensiun Anak (MPA) Berupa uang tunai bulanan yang diberikan
kepada anak yang menjadi ahli waris peserta (maksimal 2 orang anak
yang didaftarkan pada program pensiun) sampai dengan usia anak
mencapai usia 23 (dua puluh tiga) tahun, atau bekerja, atau menikah
dengan kondisi peserta: meninggal dunia sebelum masa usia pensiun bila
masa iur kurang dari 15 tahun, masa iur yang digunakan dalam
menghitung manfaat adalah 15 tahun dengan ketentuan minimal
kepesertaan 1 tahun dan memenuhi density rate 80% dan tidak memiliki
ahli waris janda/duda atau meninggal dunia pada saat memperoleh
manfaat pensiun MPHT dan tidak memiliki ahli waris janda/duda atau
Janda/duda yang memperoleh manfaat pensiun MPHT meninggal dunia.
 Manfaat Pensiun Orang Tua (MPOT). Manfaat yang diberikan kepada
orang tua (bapak / ibu) yang menjadi ahli waris peserta lajang, bila masa
iur peserta lajang kurang dari 15 tahun, masa iur yang digunakan dalam
menghitung manfaat adalah 15 tahun dengan ketentuan memenuhi
minimal kepesertaan 1 tahun dan memenuhi density rate 80%.

 Manfaat Lumpsum. Peserta tidak berhak atas manfaat pensiun bulanan,


akan tetapi berhak mendapatkan manfaat berupa akumulasi iurannya
ditambah hasil pengembangannya apabila, peserta memasuki Usia
Pensiun dan tidak memenuhi masa iur minimum 15 tahun, mengalami
cacat total tetap dan tidak memenuhi kejadian cacat setelah minimal 1
bulan menjadi peserta dan minimal density rate 80%, peserta meninggal
dunia dan tidak memenuhi masa kepesertaan minimal 1 tahun menjadi
peserta dan minimal density rate 80%.

 Manfaat Pensiun diberikan berupa manfaat pasti yang ditetapkan sebagai


berikut Untuk 1 (satu) tahun pertama, Manfaat Pensiun dihitung
berdasarkan formula Manfaat Pensiun; dan Untuk setiap 1 (satu) tahun
selanjutnya, Manfaat Pensiun dihitung sebesar Manfaat Pensiun dihitung
sebesar Manfaat Pensiun tahun sebelumnya dikali faktor indeksasi.

 Formula Manfaat Pensiun adalah 1% (satu persen) dikali Masa iur dibagi
12 (dua belas) bulan dikali rata-rata upah tahunan tertimbang selama
Masa Iur dibagi 12 (dua belas).

 Pembayaran Manfaat Pensiun dibayarkan untuk pertama kali setelah


dokumen pendukung secara lengkap dan pembayaran Manfaat Pensiun
bulan berikutnya setiap tanggal 1 bulan berjalan dan apabila tanggal 1
jatuh pada hari libur, pembayaran dilaksanakan pada hari kerja
berikutnya.
 Dalam hal peserta telah memasuki Usia Pensiun tetapi yang bersangkutan
diperkerjakan, Peserta dapat memilih untuk menerima Manfaat Pensiun
pada saat mencapai Usia Pensiun atau pada saat berhenti bekerja dengan
ketentuan paling lama 3 (tiga) tahun setelah Usia Pensiun.

 Penerima manfaat pensiun adalah peserta atau ahli waris peserta yang
berhak menerima manfaat pensiun.

Besar iuran JP sebesar 3% dari total upah bulanan karyawan atau


pekerja penerima upah. Dari total 3% tersebut, sebanyak 2% iuran ditanggung
oleh pihak perusahaan, sedangkan 1% sisanya ditanggung oleh pihak
karyawan sendiri.

Perbedaan Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) adalah
jika JHT adalah tabungan yang didapatkan dari iuran yang dikeluarkan
perusahaan dan karyawan untuk bekal karyawan tersebut di masa depan.
Sedangkan, JP merupakan pendapatan bulanan untuk memenuhi hidup ketika
memasuki hari tua. Bisa dikatakan bahwa JHT berfungsi sebagai dana darurat
yang bisa Anda ambil sewaktu-waktu, sedangkan JP lebih menyerupai uang
bulanan yang akan Anda terima saat sudah tak bekerja untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari.

2.10 Jenis-Jenis Asuransi


Menurut John H. Magee, asuransi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Jaminan Sosial (Social Insurance)

Jaminan sosial merupakan “asuransi wajib”, karena itu setiap orang


atau penduduk harus memilikinya. Jaminan ini bertujuan supaya setiap
orang mempunyai jaminan untuk hari tuanya. Bentuk ini dilaksanakan
dengan “paksa”, misalnya dengan memotong gaji pegawai sekian persen
setiap bulannya. Contoh jaminan sosial yang lain ialah jika seseorang
sakit harus dijamin pengobatannya, kecelakaan, invalid, mencapai umur
ketuaan, atau hal-hal yang menyebabkan timbulnya pengangguran.

Asuransi Sukarela (Voluntary Insurance) Bentuk asuransi ini


dijalankan secara sukarela (voluntary), jadi tidak dengan paksaan seperti
jaminan sosial. Jadi, setiap orang bisa mempunyai atau tidak mempunyai
asuransi sukarela ini.

Asuransi sukarela dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

 Government Insurance, yaitu asuransi yang dijalankan oleh pemerintah


atau negara, misalnya jaminan yang diberikan kepada prajurit yang
cacat sewaktu peperangan (di Indonesia misalnya bagi kaum veteran)

 Commercial Insurance, yakni asuransi yang bertujuan untuk


melindungi seseorang atau keluarga serta perusahaan dari resiko-resiko
yang bisa mendatangkan kerugian. Tujuan perusahaan asuransi disini
ialah komersial dan dengan motif keuntungan (profit motive).

2. Asuransi Komersial

Asuransi komersial adalah asuransi yang dikelola oleh perusahaan swasta


atas keikutsertaan masyarakat secara sukarela. Bentuk program yang dilayani
tergantung kepada kebutuhan dan kemampuan tertanggung yang ditentukan
dalam perjanjian. Dalam bidang asuransi kesehatan, seseorang dapat
mengikuti suatu program yang biayanya akan dibebankan atau dibayar
kembali oleh perusahaan. Besarnya pertanggungan sesuai dengan pilihan
tertanggung dan premi yang dibayar tertanggung setiap bulan atau setiap
tahunnya. Untuk menjadi anggota tertanggung seseorang harus memenuhi
persyaratan tertentu
2.11 Golongan Asuransi Sosial
Secara umum penggolongan asuransi di Indonesia dikelompokkan
menjadi;

1. PT. Asuransi Kesehatan Indonesia

PT. Askes Indonesia (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara


yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan
pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS
dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan
Badan Usaha lainnya. PT. Askes Indonesia merupakan salah satu perusahaan
asuransi sosial yang menyelenggarakan asuransi kesehatan kepada para
anggotanya yang utamanya merupakan para pegawai negeri baik sipil maupun
non-sipil. Anak-anak mereka juga dijamin sampai dengan usia 21 tahun. Para
pensiunan beserta istri ataupun suami juga dijamin seumur hidup.

Produk asuransi yang dikembangkan oleh PT. Askes Indonesia dapat dibagi
menjadi 2 golongan, yaitu:

a. Asuransi kesehatan sosial, yaitu asuransi yang memberikan jaminan


pemeliharaan kesehatan kepada seluruh Pegawai Negeri Sipil, Penerima
Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta
keluarganya dan Badan Usaha milik pemerintah lainnya. Jenis Produknya
antara lain:

 Asuransi kesehatan sosial wajib, yaitu asuransi yang memberikan


jaminan pemeliharaan kesehatan bagi pegawai negeri, pensiunan
pegawai negeri beserta keluarganya.

 PJKMM, asuransi yang memberikan jaminan kesehatan bagi


masyarakat miskin berdasarkan surat Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor 1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor
56/MENKES/SK/I/2005, yang menunjuk PT. Askes Indonesia sebagai
Penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin
(PJKMM).

b. Asuransi kesehatan sukarela, yaitu asuransi kesehatan yang


diselenggarakan bagi peserta sukarela berdasarkan pada Peraturan
Pemerintah nomor 69 tahun 1991 dan Peraturan Pemerintah nomor 6
tahun 1992, untuk memperluas cakupan kepesertaannya kepada pegawai
badan usaha dan badan lainnya secara sukarela. Jenis produknya antara
lain:

 Askes Diamond, yaitu jaminan pemeliharaan kesehatan bagi


kelompok/group yang berlaku Nasional dan Internasional dengan
manfaat pelayanan Standar Plus di PPK eksklusif (RS Pondok Indah,
RS Metropolitan Medical Center - MMC) dan PPK Luar Negeri
(Mount Elizabeth di Singapura dan Mounth Hospital Perth di
Australia)serta PPK Lain yang ditunjuk.

 Askes Platinum, yaitu jaminan pemeliharaan kesehatan bagi


kelompok/group yang berlaku Nasional dengan manfaat pelayanan
Standar Plus di PPK eksklusif (RS Pondok Indah, RS Metropolitan
Medical Center - MMC) dan atau PPK lain yang ditunjuk.

 Askes Gold, yaitu Jaminan pemeliharaan kesehatan bagi


kelompok/group yang berlaku Nasional dengan manfaat pelayanan
Standar Plus di PPK yang ditunjuk.

 Askes Silver, yaitu jaminan pemeliharaan kesehatan bagi


kelompok/group yang berlaku Nasional dengan manfaat pelayanan
Standar di PPK yang ditunjuk.
 Askes Blue, yaitu jaminan pemeliharaan kesehatan bagi
kelompok/group yang berlaku Regional dengan manfaat pelayanan
Standar di PPK yang ditunjuk.

 Askes Alba, yaitu jaminan pemeliharaan kesehatan bagi


kelompok/group yang berlaku lokal dengan manfaat pelayanan Standar
di PPK yang ditunjuk.

2. PT. Jamsostek (Persero)

Penyelenggara program jaminan sosial merupakan salah satu tangung


jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi
kepada masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara,
Indonesia seperti halnya berbagai Negara berkembang lainnya,
mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded social security,
yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada
masyarakat pekerja di sektor formal.

Seperti halnya dengan PT. Askes Indonesia, produk yang dikembangkan oleh
PT. Jamsostek bersifat asuransi sosial, antara lain:

a. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, yaitu salah satu program Jamsostek


yang membantu tenaga kerja dan keluarganya mengatasi masalah
kesehatan. Mulai dari pencegahan, pelayanan di klinik kesehatan, rumah
sakit, kebutuhan alat bantu peningkatan pengetahuan, dan pengobatan,
secara efektif dan efisien. Setiap tenaga kerja yang telah mengikuti
program JPK akan diberikan KPK (Kartu Pemeliharaan Kesehatan)
sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Jenis
pelayanan kesehatan yang dapat diperoleh melalui program JPK:
 Pelayanan dari dokter umum dan dokter gigi. Dokter umum dan dokter
gigi bisa anda pilih sendiri sesuai dengan fasilitas yang ditunjuk
sebagai dokter keluarga.

 Obat-obatan dan penunjang Diagnostik. Obat-obatan diberikan sesuai


kebutuhan medis, dengan standar obat JPK JAMSOSTEK dan
penunjang diagnostik sesuai ketentuan.

 Pelayanan Kesejahteraan ibu dan anak. Berupa pelayanan imunisasi


dasar (BCG, DPT, Polio), pelayanan KB (IUD,vasektomi, tubektomi,
suntik.)

 Pelayanan Dokter Spesialis. Untuk ke Dokter Spesialis, anda harus


membawa surat rujukan dari dokter PPK tingkat I yang ditunjuk.

 Rawat Inap. Bila diperlukan rawat inap, JPK menyediakan fasilitas


rumah sakit yang telah ditunjuk. Dilayani pada kelas II RS Pemerintah
atau kelas III RS Swasta. Rawat Inap diberikan selama 60 hari dalam
satu tahun, termasuk 20 hari pelayanan pada ICU/ICCU.

 Pelayanan Persalinan. Berlaku untuk pelayanan persalinan pertama


sampai persalinan ketiga saja, bagi tenaga kerja berkeluarga, JPK
memberikan bantuan biaya persalinan sebesar maksimum
Rp.400.000,00 per anak.

 Pelayanan Gawat Darurat. Untuk mendapatkan pelayanan ini melalui


fasilitas yang ditunjuk JPK JAMSOSTEK langsung, tanpa surat
rujukan.

b. Jaminan Hari Tua, yaitu program ditujukan sebagai pengganti terputusnya


penghasilan tenaga kerja karena meninggal, cacat, atau hari tua dan
diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua. Program Jaminan Hari
Tua memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan
pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau telah memenuhi
persyaratan tertentu. Iuran Program Jaminan Hari Tua: Ditanggung
Perusahaan = 3,7%, Ditanggung Tenaga Kerja = 2 %.

Kemanfaatan Jaminan Hari Tua adalah sebesar akumulasi iuran ditambah


hasil pengembangannya. Jaminan Hari Tua akan dikembalikan / dibayarkan
sebesar iuran yang terkumpul ditambah dengan hasil pengembangannya,
apabila tenaga kerja :

 Mencapai umur 55 tahun atau meninggal dunia, atau cacat total tetap

 Mengalami PHK setelah menjadi peserta sekurang-kurangnya 5 tahun


dengan masa tunggu 6 bulan

 Pergi keluar negeri tidak kembali lagi, atau menjadi PNS/ABRI.

c. Jaminan Kecelakaan Kerja. Kecelakaan kerja termasuk penyakit akibat


kerja merupakan resiko yang harus dihadapi oleh tenaga kerja dalam
melakukan pekerjaannya. Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau
seluruh penghasilan yang diakibatkan oleh adanya resiko - resiko sosial
seperti kematian atau cacat karena kecelakaan kerja baik fisik maupun
mental, maka diperlukan adanya jaminan kecelakaan kerja. Kesehatan
dan keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung jawab pengusaha
sehingga pengusaha memiliki kewajiban untuk membayar iuran jaminan
kecelakaan kerja yang berkisar antara 0,24% s/d 1,74% sesuai kelompok
jenis usaha.

Perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha sebagaimana


tercantum pada iuran.

1. Biaya Transport (Maksimum)


 Darat Rp. 150.000,-

 Laut Rp. 300.000,-

 Udara Rp. 400.000,-

2. Sementara tidak mampu bekerja

 bulan pertama 100 upah

 4 bulan kedua 75 % upah

 Selanjutnya 50 % upah

3. Biaya Pengobatan/Perawatan

 Rp 8.000.000,(maksimum) *

4. Santunan Cacat

 Sebagian-tetap % tabel x 70 bulan upah

 Total-tetap - Sekaligus 70 % x 70 bulan upah

 Berkala (2 tahun) Rp. 200.000,- per bulan *

 Kurang fungsi % kurang fungsi x % tabel x 70 bulan upah.

5. Santunan Kematian

 Sekaligus 60 % x 70 bulan upah

 Berkala (2 tahun) Rp. 200.000,- per bulan *

 Biaya pemakaman Rp. 1.500.000,- *

6. Biaya Rehabilitasi: Patokan harga RS Suharso, Surakarta, ditambah 40 %


 Prothese anggota badan

 Alat bantu (kursi roda)

7. Penyakit akibat kerja, Tiga puluh satu jenis penyakit selama hubungan kerja
dan 3 tahun setelah putus hubungan kerja.

Iuran

 Kelompok I : 0.24 % dari upah sebulan;

 Kelompok II : 0.54 % dari upah sebulan;

 Kelompok III : 0.89 % dari upah sebulan;

 Kelompok IV : 1.27 % dari upah sebulan;

 Kelompok V : 1.74 % dari upah sebulan; *) sesuai dengan PP Nomor 64


tahun 2005

d. Jaminan Kematian, yaitu jaminan kematian yang diperuntukkan bagi ahli


waris tenaga kerja yang menjadi peserta Jamsostek yang meninggal bukan
karena kecelakaan kerja. Jaminan Kematian diperlukan sebagai upaya
meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman
maupun santunan berupa uang. Pengusaha wajib menanggung iuran
Program Jaminan Kematian sebesar 0,3 % dengan jaminan kematian yang
diberikan adalah Rp 7.5 Juta terdiri dari Rp 6 juta santunan kematian dan
Rp 1.5 juta uang pemakaman * dan santunan berkala.

 Program ini memberikan manfaat kepada keluarga tenaga kerja seperti


Santunan Kematian Rp. 6.000.000,-

 Biaya Pemakaman Rp. 1.500.000,-


 Santunan Berkala sebesar Rp. 200.000,- / bulan (selama 24 bulan) *)
sesuai dengan PP Nomor 64 Tahun 2005

3. PT. Jasa Raharja.

PT. Jasa Raharja merupakan satu-satunya Badan Usaha Milik Negara


(BUMN) yang bergerak dalam asuransi sosial khususnya asuransi kecelakaan.
PT. Jasa Raharja memberikan santunan kepada penumpang alat angkutan
umum akibat kecelakaan dan santunan kepada kecelakaan lalu-lintas jalan
baik santunan berupa biaya perawatan maupun santunan kematian bagi korban
yang meninggal dunia.
BAB III JAMINAN ASURANSI KESEHATAN

3.1 Pengertian Jaminan


Setiap orang di dunia selalu menghadapi resiko lingkungan yang dapat
merugikan kesehatan, seperti penyakit, kematian, kecelakaan atau bencana alam
yang pelayanannya menggunakan biaya yang besar. Fungsi asuransi kesehatan
akan melindungi individu atau keluarga dengan menyediakan pembayaran
manfaat dari resiko yang terjadi akibat penyakit atau bencana tersebut. Jaminan
adalah sesuatu benda atau barang yang dijadikan sebagai tanggungan dalam
bentuk pinjaman uang. Jaminan menurut kamus diartikan sebagai tanggungan
Pelayanan kesehatan meliputi fasilitas jasa dan supply yang luas. Jaminan
terhadap biaya kesehatan bervariasi dan banyak paket asuransi kesehatan yang
ditawarkan di pasaran. Beroperasi dalam pasaran yang kompetitif, industri
asuransi kesehatan swasta telah mengembangkan jaminan asuransi kesehatan
yang luas untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

Asuransi kesehatan komersial (Shasta) di Indonesia telah ada sejak tahun


1970, namun perkembangannya sangat lambat sampai tahun 1992 karena
landasan hukum yang tidak jelas (Thabrany, 2014). Pada saat itu, asuransi
kesehatan dijual sebagai produk tumpangan (rider) oleh perusahaan asuransi
kerugian. Sedangkan perusahaan asuransi jiwa tidak jelas dapat menjual atau
tidak produk tersebut. Dengan dikeluarkannya UU Nomor 2 tahun 1992 tentang
asuransi, maka baik asuransi kerugian maupun asuransi jiwa boleh menjual
produk asuransi kesehatan. Faktor lain yang menyebabkan pertumbuhan asuransi
adalah pertumbuhan ekonomi di Indonesia (Basuki & Iskandar, 2013).

Perkembangan asuransi kesehatan di Indonesia mengalami percepatan saat


diterbitkannya PP Nomor 14 tahun 1993 tentang Jamsostek, didalamnya
dijelaskan pihak perusahaan diberikan pilihan untuk ikut atau tidak program PT
Jamsostek. Ternyata banyak perusahaan yang lebih memilih membeli asuransi
kesehatan dari swasta dibandingkan dari PT Jamsostek (Thabrany, 2014) .
Perusahaan asuransi kesehatan komersial dapat memenuhi keinginan perorangan
yang beragam. Konsekuensinya, perusahaan akan merancang berbagai produk
yang sesuai dengan permintaan masyarakat. Asuransi kesehatan dalam hal ini
mencakup produk asuransi kesehatan sosial maupun komersial (Thabrany, 2001).

Asuransi kesehatan sosial adalah asuransi yang wajib diikuti oleh seluruh
atau sebagian penduduk (misalnya pegawai), premi atau iurannya bukan nilai
nominal tetapi persentase upah yang wajib dibayarkan, dan manfaat asuransi
(benefit) ditetapkan melalui peraturan perundangan dan beer.auk setara untuk
semua peserta. Sedangkan asuransi kesehatan komersial adalah asuransi yang
diselenggarakan oleh perusahaan atau badan asuransi lain, sifat kepesertaannya
sukarela, tergantung kesediaan orang atau perusahaan untuk membeli dan
preminya ditetapkan dalam bentuk nominal sesuai manfaat asuransi yang
ditawarkan. Karena itu premi dan manfaat asuransi kesehatan kesehatan
komersial sangat bervariasi dan tidak sama untuk setiap peserta. Di Indonesia,
jumlah perusahaan asuransi setiap tahunnya terus meningkat. Pada tahun 2012
terdapat sekitar 140 perusahaan asuransi, sementara dalam 5 tahun meningkat
menjadi 146 perusahaan asuransi & reasuransi di tahun 2016. Selain itu,
perusahaan penunjang asuransi juga mengalami peningkatan dari 205 perusahaan
di tahun 2012 menjadi 237 perusahaan di tahun 2016 (OJK, 2016). Demikian
pula dengan pertumbuhan premi bruto yang meningkat rata-rata 19,8% per tahun
dalam 5 tahun terakhir atau di tahun 2016 sekitar Rp361,78 triliun.

Ada empat unsur asuransi yang tertuang di dalam Undang-undang No.2


Tahun 1992 tentang usaha perasuransian, yaitu: 1) tertanggung, yaitu individu
atau badan hukum yang memiliki atau berkepentingan atas harta benda; 2)
Penanggung, yaitu pihak yang menerima premi asuransi dari tertanggung dan
menanggung risiko atas kerugian/musibah yang menimpa harta benda yang
diasuransikan; 3) suatu peristiwa (accident) yang tidak tentu atau pasti (tidak
diketahui sebelumnya); 4) kepentingan (interest) yang mungkin akan mengalami
kerugian karena peristiwa yang tak tertentu. Peneliti membatasi pembahasan
hanya pada dua dari empat unsur tersebut, yaitu unsur tertanggung dalam hal ini
disebut aspek kepesertaan dan unsur penanggung yang disebut aspek perusahaan.

Salah satu indikator untuk mengetahui perkembangan industri asuransi


adalah dengan melihat jumlah kepesertaan yang tercermin dari proksi jumlah
polis yang diterbitkan perusahaan asuransi. Jumlah kepesertaan asuransi
kesehatan cenderung fluktuatif setiap tahunnya. Sementara terkait dengan
asuransi jiwa, diketahui bahwa jumlah peserta asuransi jiwa umum jauh lebih
besar dibandingkan asuransi jiwa syariah, yang mencapai 33 kali lipat di tahun
2016. Hal yang paling menarik untuk dicermati adalah adanya peningkatan
jumlah kepesertaan yang melonjak tajam dari 12 ribu orang (2015) menjadi 261
ribu orang (2016) pada asuransi jiwa syariah di perusahaan patungan (Tabel 3).
Sementara pada perusahaan swata nasional justru terjadi penurunan tajam
kepesertaan di tahun 2016. Hal ini dapat dimungkinkan bahwa terdapat
perusahaan yang tidak melaporkan jumlah polis kepada OJK, sehingga tidak
tercatat dalam laporan OJK.

Premi adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan setiap bulannya sebagai
kewajiban dari tertanggung atas keikutsertaannya dalam asuransi. Besaran premi
yang harus dibayarkan telah ditetapkan oleh perusahaan asuransi tergantung
manfaat yang ingin diperoleh peserta. Besaran jumlah premi asuransi yang
diterima perusahaan asuransi cenderung meningkat setiap tahunnya.

Klaim asuransi adalah sebuah permintaan resmi kepada pihak perusahaan


asuransi untuk meminta pembayaran berdasarkan ketentuan perjanjian.
Selanjutnya, klaim asuransi yang diajukan akan ditinjau oleh perusahaan untuk
divalidasi dan kemudian dibayarkan kepada pihak tertanggung setelah disetujui.
3.2 Jenis dan Model Jaminan Asuransi
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia yang dimulai sejak 1
Januari Tahun 2014 telah memberikan andil yang besar terhadap reformasi
sistem pelayanan dan pembiayaan kesehatan di Indonesia. Sebagaimana
diamanatkan Undang-Undang, JKN diharapkan secara bertahap dapat menjadi
tulang punggung untuk mencapai Universal Health Coverage di Tahun 2019.
Hingga saat ini telah banyak dilakukan berbagai penelitian yang bertujuan
mengevaluasi program JKN yang diharapkan dapat memberi masukan dalam
upaya perbaikan kedepan.
Saat ini dikenal beberapa jenis jaminan asuransi diantaranya;
1. Jaminan kesehatan
Jaminan kesehatan adalah jaminan kesehatan yang diselenggarakan secara
nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Jaminan
kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh
manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan.
Peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang yang telah membayar iuran
atau iurannya dibayar oleh Pemerintah. Anggota keluarga peserta berhak
menerima manfaat jaminan kesehatan. Setiap peserta dapat mengikutsertakan
anggota keluarga yang lain yang menjadi tanggungannya dengan
penambahan iuran. Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan
perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis
habis pakai yang diperlukan.
2. Jaminan kematian
Jaminan kematian adalah jaminan kesehatan yang diselenggarakan secara
nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial. Jaminan kematian
diselenggarakan dengan tujuan untuk memberikan santunan kematian yang
dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia. Peserta jaminan
kematian adalah setiap orang yang telah membayar iuran.
Manfaat jaminan kematian berupa uang tunai dibayarkan paling lambat 3
(tiga) hari kerja setelah klaim diterima dan disetujui Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial. Besarnya manfaat jaminan kematian ditetapkan berdasarkan
suatu jumlah nominal tertentu.
3. Jaminan hari tua
Jaminan hari tua adalah kesehatan yang diselenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib. Jaminan hari tua
diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang
tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau
meninggal dunia.
Peserta jaminan hari tua adalah peserta yang telah membayar iuran.
Manfaat jaminan hari tua berupa uang tunai dibayarkan sekaligus pada saat
peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total
tetap.
Besarnya manfaat jaminan hari tua ditentukan berdasarkan seluruh
akumulasi iuran yang telah disetorkan ditambah hasil pengembangannya.
Pembayaran manfaat jaminan hari tua dapat diberikan sebagian sampai batas
tertentu setelah kepesertaan mencapai minimal 10 (sepuluh) tahun. Apabila
peserta meninggal dunia, ahli warisnya yang sah berhak menerima manfaat
jaminan hari tua.
4. Jaminan kecelakaan
Jaminan kecelakaan kerja adalah jaminan kesehatan yang diselenggarakan
secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial. Jaminan kecelakaan kerja
diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat
pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang pekerja
mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja.
Peserta jaminan kecelakaan kerja adalah seseorang yang telah membayar
iuran. eserta yang mengalami kecelakaan kerja berhak mendapatkan manfaat
berupa pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya dan
mendapatkan manfaat berupa uang tunai apabila terjadi cacat total tetap atau
meninggal dunia.
Manfaat jaminan kecelakaan kerja yang berupa uang tunai diberikan
sekaligus kepada ahli waris pekerja yang meninggal dunia atau pekerja yang
cacat sesuai dengan tingkat kecacatan. Untuk jenis-jenis pelayanan tertentu
atau kecelakaan tertentu, pemberi kerja dikenakan urun biaya.
5. Jaminan pensiun
Jaminan pensiun adalah jaminan kesehatan yang diselenggarakan secara
nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib. Jaminan
pensiun diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang
layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena
memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap. Jaminan pensiun
diselenggarakan berdasarkan manfaat pasti. Usia pensiun ditetapkan menurut
ketentuan peraturan perundangundangan.
Peserta jaminan pensiun adalah pekerja yang telah membayar iuran.
Manfaat jaminan pensiun berwujud uang tunai yang diterima setiap bulan
sebagai:
a. Pensiun hari tua, diterima peserta setelah pensiun sampai me - ninggal
dunia;
b. Pensiun cacat, diterima peserta yang cacat akibat kecelakaan atau akibat
penyakit sampai meninggal dunia;
c. Pensiun janda/duda, diterima janda/duda ahli waris peserta sam - pai
meninggal dunia atau menikah lagi;
d. Pensiun anak, diterima anak ahli waris peserta sampai mencapai usia 23
(dua puluh tiga) tahun, bekerja, atau menikah;
e. Pensiun orang tua, diterima orang tua ahli waris peserta lajang sampai
batas waktu tertentu sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Setiap peserta atau ahli warisnya berhak mendapatkan pembayaran uang
pensiun berkala setiap bulan setelah memenuhi masa iur mini - mal 15 (lima
belas) tahun, kecuali ditetapkan lain oleh peraturan per - undang-undangan.
Manfaat jaminan pensiun dibayarkan kepada peserta yang telah men - capai
usia pensiun sesuai formula yang ditetapkan.
6. Jaminan kebakaran
Asuransi kebakaran adalah produk asuransi yang menjamin kerusakan
atau kerugian pada bangunan maupun harta benda yang dipertanggungkan
yang rusak oleh kebakaran. Memberikan perlindungan atas kerusakan pada
bangunan atau harta benda yang disebabkan oleh kebakaran, tersambar petir,
ledakan, tertimpa pesawat terbang dan kerusakan karena asap.
Harta benda yang dapat dipertanggungkan yaitu Bangunan, Mesin, Stok,
Perabot dan isi lainnya. Ganti rugi diberikan dengan memperhitungkan nilai
sebenarnya kerugian sesaat sebelum terjadinya kerugian.
7. Jaminan pendidikan
Jaminan Asuransi pendidikan merupakan salah satu produk asuransi
endowment, di mana kita harus membayarkan premi asuransi untuk biaya
proteksi dan biaya pendidikan dalam jumlah dan jangka waktu penbayaran
yang pasti sesuai kesepakatan di awal. Dalam hal ini, kita akan menerima
kepastian manfaat tunai dari perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan
saat awal pembuatan polis. Kita juga bisa mengatur kapan kita akan menerima
manfaat tunai tersebut beserta besarannya. Karena ini adalah produk asuransi,
maka jika terjadi sesuatu terhadap kita, akan cair uang pertanggungan untuk
ahli waris.
Tabungan pendidikan, umumnya memiliki proses yang cukup mudah. kita
hanya perlu untuk membuka rekening di bank, menabung secara berkala,
menerima bunga bank dan menerima manfaat tunainya. Sedangkan   asuransi
pendidikan kepada perusahaan asuransi, kita harus melalui tahap seleksi risiko
atau underwriting terlebih dulu. Namun demikian, yang perlu diingat adalah
meskipun tabungan pendidikan juga memberikan manfaat asuransi kepada
nasabah, tetapi jumlahnya tidak terlalu besar karena basis produknya adalah
tabungan. Hal ini tentu berbeda dengan perlindungan lebih maksimal yang
akan kita terima dari asuransi pendidikan. Selain itu pada produk asuransi
pendidikan nilai tunai yang ditawarkan adalah pasti sesuai dengan perjanjian
awal saat mengajukan polis.
8. Jaminan Kendaraan
Jaminan Adalah perjanjian yang memberikan jaminan ganti rugi terhadap
Tertanggung karena kendaraan yang dipertanggungkan mengalami kerusakan
dan atau kerugian karena kejadian yang disebabkan oleh risiko yang dijamin.
Jenis Perlindungan
a) Komprehensif (Comprehensive)
Jaminan ganti rugi/biaya perbaikan atas kehilangan/kerusakan
sebagian maupun keseluruhan pada kendaraan akibat kejatuhan benda,
kebakaran, perbuatan jahat, pencurian, perampasan, tabrakan, benturan atau
kecelakaan lalu lintas lainnya. (mengacu pada PSAKBI). (Usia Maks. 8
tahun)
b) Total Loss Only (TLO)
Jaminan ganti rugi atas kehilangan/kerusakan total pada kendaraan
akibat dari kejatuhan benda, kebakaran, perbuatan jahat, pencurian,
perampasan, tabrakan, benturan atau kecelakaan lalu lintas lainnya.
(mengacu pada PSAKBI) (Usia Maks. 15 tahun)
c) Perluasan Jaminan Asuransi
Jaminan ganti rugi atas kerugian yang diakibatkan oleh alam, (tsunami,
banjir, gempa bumi, gunung meletus, badai, tanah longsor) maupun akibat
kejadian huru-hara, kerusuhan dan terorisme. Untuk mendapatkan manfaat
perluasan jaminan asuransi diberlakukan tambahan biaya premi sesuai
dengan perjanjian yang sudah di tentukan.
Beberapa sumber lain, jenis asuransi diantaranya;
a. Jaminan Biaya Medis

Asuradur menawarkan jaminan biaya medis ke dalam pasar


kelompok maupun individual. Tujuan dari pada jaminan untuk
melindungi peserta dan anggota keluarga dari biaya perawatan
kedokteran. Ada 2 tipe utama dari jaminan biaya medis yaitu: paket
medis utama dan bedah-rumah sakit.

b. Asuransi medis utama

Paket asuransi medis utama menyediakan jaminan yang luas dan


perlindungan dasar dari biaya medis yang besar, tidak terduga dan
tidak terbiayai. Paket ini memayungi hampir semua biaya medis
sampai dengan maksimum manfaat. Paket ini mungkin mengandung
batasan internal dari manfaat tertentu dapat berupa per prosedur,
kategori service dan biasanya merupakan subjek deductible dan
coinsurance. Ada 2 mekanisme dasar dari asuransi medis utama untuk
pembayaran pembiayaan jaminan yaitu supplemental dan
komprehensif. Medis utama komprehensif lebih sering.

c. Asuransi medis utama supplemental

Asuransi medis utama supplemental menjamin pembiayaan


tertentu yang tidak dibayarkan oleh paket dasar dari manfaat medico
surgical rumah sakit. Setelah deductibledipenuhi, paket medis utama
supplemental menjamin pembiayaan yang tersisa biasanya sebesar
80%. Total biaya yang dibayar oleh peserta adalah jumlah deductible
ditambah persentase biaya yang tidak dibayar oleh formula
pembayaraan oleh asuransi medis utama supplemental.

d. Medis utama komprehansif

Paket medis utama komprehensif menggunakan satu formula


pembayaran untuk menjamin total biaya tanpa membedakan antara
pembayaran yang dijamian oleh paket dasar dan yang dijamian oleh
paket medis utama. Fitur dari medis utama komprehensif adalah
rancangan paket sederhana dan pencegahan jaminan yang tumpang
tindih. Ukuran, tipe dan aplikasi deductible; jaminan penuh dari
pembiayaan tertentu dan batas pembiayaan disabilitasi yang menjadi
tanggung jawab peserta ditentukan oleh kelompok peserta dan paket
underwriting asuradur.

e. Fitur paket medis utama

Kedua paket suplemental dan komprehensif mempunyai kesamaan


provisi seperti deductible, coinsurance, manfaat maksimum, dan
jaminan pembiyaan. Banyak tipe dari supply dan jasa medis yang
berasal dari dokter, osteopatis, dan praktek medis yamg dikenal
sebagai terapi fisik merupakan paket pelayanan yang umum. Sebagai
tambahan paket mungkin juga memberikan jaminan pembiayaan
fasilitas perawatan terlatih sebagaimana juga jaminan pada pelayanan
kesehatan rumah, dan pembiayaan perawatan hospite. Deductible
merupakan jumlah biaya yang ditanggung yang harus dibayar oleh
pihak tertanggung sebelum tujangan tersebut menjadi tanggungan
pemberi jaminan. Tujuan utama dari deductible adalah membuat biaya
premi lebih rendah dengan pencegahan utilisasi yang tidak diperlukan
dan menghilangkan klaim kecil dan pembiayaan untuk menangani hal
tersebut.
f. Overall Maksimum

Setiap polis medis utama mempunyai batas pembayaran manfaat


maksimum oleh asuradur. Pembayaran maksimum dapat tertulis
sabagai all cause atau per cause. Biaya jaminan Paket medis utama
menyediakan jaminan untuk supply dan jasa pelayanan medis spesefik.
Berikut adalah jasa pelayanan yang umum terdapat pada paket :

 Pelayanan jasa profesional dokter dan praktisi medis yang dikenal


lainnya

 Biaya rumah sakit untuk ruangan semi privat dan jasa penting
lainnya serta supply

 Terapi fisik

 Pelayanan perawatan rutin

 Pusat bedah ambulatory

 Anastesi dan administrasinya

 Diagnostic sinar X dan prosedur laboratorium

 Sinar X dan radium terapi

 Skrining mammography

 Oksigen dan obat lainnya atau gas pengobatan dan


administrasinya

 Trasfusi darah, dan termasuk biaya darah

 Obat dan obat yang mengunakan resep dokter


 Jasa ambulan lokal

 Penyewaan alat kedokteran yang dibutuhkan untuk pengobatan

 Anggota badan artificial (tangan, kaki palsu), atau prostetik


lainnya

 Pembalut gibs, pembalut lengan patah, trusses, braces, dan


crutches; dan

 Sewa kursi roda atau tempat tidur tipe rumah sakit

Limitasi dan pengecualian umum


Paket asuransi juga mengeluarkan atau membatasi jasa dan supply.
Provisi yang mengeliminasi jaminan untuk resiko tertentu disebut
pengecualian. Sesuatu jaminan yang dibatasi pada area tertentu disebut
limitasi pada jaminan kesehatan gigi sering tertulis pada jangka waktu
asuransi atau basis pertahun. Paket biaya medis biasanya mengeluarkan atau
membatasi manfaat sebagai berikut :
 Pelayanan yang berasal dari pemerintah atau setiap agen pemerintah
 Kesakitan dan kecelakaan akibat kerja
 Bedah kosmetik
 Kondisi pre-existing
 Pengobatan dan perawatan gigi
 Kelainan sendi rahang
 Refraksi mata dan pembelian atau penyesuaian kaca mata atau alat bantu
pendengaran
 Transportasi (kecuali untuk jasa ambulan lokal)
 Pemeriksaan kesehatan atau cek up periodic
 Kelainan mental atau nervous
 Custodial care
 Subluxation dan manipulasi badan
 Pembiayaan di luar besaran manfaat yang diizinkan
 Item selektif
 Luka yang terjadi akibat perang yang diumumkan atau tidak diumumkan
termasuk serangan angakatan bersenjata atau pertahanan karena agresi.
g. Asuransi bedah rumah sakit

Asuradur paket bedah rumah sakit yang bermacam-macam yang


bervariasi pada jaminan pembiayaan dan tingkat jaminan yang
diberikan oleh asuransi. Polis yang lengkap termasuk :

 Biaya kamar dan biaya yang berkaitan dengannya

 Macam-macam biaya rumah sakit lainnya

 Pasien rawat jalan, diasnotik sinar X dan biaya laboratorium

 Biaya bedah

 Biaya kebidanan dan biaya dokter rumah sakit

Biaya kamar dan biaya yang berkaitan dengannya

Biaya utama dari rumah sakit adalah biaya kamar dan biaya yang
berkaitan dengannya, dan biaya perawatan. Manfaat ini umumnya
dipertimbangkan sebagai provisi manfaat dasar dari polis bedah rumah
sakit. Luasnya variasi maksimum biaya yang ditawarkan oleh asuradur
membuat peserta asuransi dapat memilih paket yang memenuhi kebutuhan
mereka dan keluarganya. Sejumlah kebutuhan akan bervariasi tergantung
dimana peserta asuransi tinggal.

Macam-macam biaya rumah sakit lainnya


Biaya rumah sakit untuk supply dan jasa yang dibutuhkan yang
diberikan selama rawat inap dijamin oleh provisi macam-macam biaya
rumah sakit. Supply dan jasa yang paling umum termasuk;

 Jasa laboratorium
 Pemeriksaan sinar X
 Obat resep dan obat lainnya
 Surgical dressings; dan
 Ruang operasi

Selanjutnya provisi macam-macam biaya rumah sakit menjamin


pembiayaan rumah sakit untuk jasa spesialistik yang diberikan oleh tenaga
profesional rumah sakit seperti; ahli patologi, ahli radiologi, dan ahli
anastesi. Biaya untuk jasa ambulan profesional kadang-kadang dijamin
pada provisi ini.

Rawat jalan, diasnostik sinar X dan biaya laboratorium


Banyak praktek dokter dilengkapi dengan peralatan rutin sinar X dan
pemeriksaan laboratorium yang membantu mendiagnosa kondisi tertentu.
Maksimum pembayaran pada provisi ini dapat dibatasi dari $ 200-$ 500
untuk setiap kesakitan ataupun luka. Walaupun demikian sejumlah polis
mungkin mengizinkan pembayaran sampai maksimum manfaat yang sering
berjumlah beberapa ribu dolar.

Biaya bedah
Jaminan ini memberikan manfaat terhadap pembiayaan tindakan
operasi oleh dokter. Salah satu elemen utama dari provisi ini adalah tarif
bedah untuk prosedur bedah yang umum. Daftar tarif dan atau pembayaran
maksimum yang akan dibayar asuradur berdasarkan tingkat kesulitan
operasi.
Manfaat bedah dibayar tanpa memperhatikan di mana tindakan operasi
oleh dokter. Banyak tindakan bedah saat ini dilaksanakan dengan basis
rawat jalan pada pusat bedah atau prakter dokter dan tidak membutuhkan
rawat inap di rumah sakit. Pasien ini tidak harus dimasukkan ke dalam
rumah sakit untuk mendapatkan jaminan bedah.
Kebanyakan polis meminta atau mengharuskan pendapat ahli bedah
lain untuk rawat inap elektif dan bedah rawat jalan. Jika pasien
mendapatkan bedah elektif tanpa mencari pendapat ahli bedah lainnya
(second opinion) paket mungkin tidak membayar manfaat bedah atau dapat
juga membayar dengan tingkat lebih rendah.

Biaya kebidanan (maternitas)


Polis bedah rumah sakit sering menjamin sebagian dari pada biaya
pasien kebidanan. Manfaat mungkin otomatis atau ditawarkan sebagai
jaminan yang optional. Tipe manfaat kebidanan memberikan jaminan
hanya jika konsepsi terjadi lebih dari sejumlah hari tertentu, biasanya 30
hari setelah tanggal efektif polis. Alternatif lain, manfaat martenitas
merupakan subjek periode waktu tunggu selama 10 bulan dari tanggal
efektif polis.
Sejumlah Negara bagian membuat undang-undang yang mewajibkan
maternitas harus dijamin sebagai mana kondisi sakit atau sehat. Undang-
undang federal yang baru HIPA 1996 melarang pengunaan setiap jenis
periode tunggu spesifik untuk manfaat martenitas.

Biaya dokter di rumah sakit


Provisi manfaat biaya dokter di rumah sakit membayar untuk biaya
dokter non bedah selama di rumah sakit. Polis membatasi jumlah uang
yang harus dibayar untuk jasa setiap kunjungan dokter Dan membatasi
jumlah kunjungan yang akan dibayar selama waktu rawat inap.
Biaya eligible
Sebagai paket medis utama, polis bedah rumah sakit berisi definisi
tentang biaya eligible dan tarif yang biasa dan umum untuk mereka. Provisi
juga berisi pengecualian dan limitasi. Banyak pengecualian sama dengan
pengecualian pada polis bedah rumah sakit. Yang paling sering adalah
kondisi pre-axiting, luka karena perbuatan sendiri yang disengaja dan luka
selama tugas aktif militer atau perang.

h. Jaminan supplemental
Asuradur menawarkan kesehatan supplemental untuk pasar kelompok
dan individual. Jaminan ini memberikan semacam buah pikiran kepada
peserta yang mengetahui bahwa mereka dijamin untuk biaya yang tidak
terduga disebabkan karena sakit dan luka. Jaminan supplemental dilarang
untuk :
 Mengisi kesenjangan dari jaminan biaya medis (contohnya deductible,
coinsurance,
 biaya disabilitasi maksimum)
 Menyediakan manfaat tambahan seperti gigi, obat resep dan jaminan
mata
 Menjamin biaya tambahan sebab akibat sakit atau kecelakaan yang
serius
Berikut jaminan suplemental diuraikan : indemnitas rumah sakit, gigi,
obat resep, mata, kematian, dan cacat karena kecelakaan, biaya kecelakaan
medis, penyakit spesifik, suplemen medicare dan asuransi kecelakaan
perjalanan.
i. Asuransi Obat Resep
Asuransi obat resep menjamin pembiayaan obat melalui resep yang
dibuat oleh dokter, sangat kecil atau tanpa biaya dari peserta. Hampir
semua paket ditawarkan melalui perusahaan pada basis kelompok. Ada 2
paket dasar : penggatian biaya dan jasa.

Paket penggantian biaya


Pada paket penggantian biaya, biasanya individu membayar obat
resep terlebih dahulu dan menyampaikan biaya tersebut kepada asuradur
dalam bentuk formulir klaim yang dilengkapi oleh ahli farmasi atau
peserta. Pembayaran dilakukan kapada individu berdasarkan penentuan
asuradur yang berbasis biaya biasa dan umum.

Paket jasa
Pada paket jasa, pembayaran jaminan untuk jasa dan produk yang
dijamin oleh asuransi, dibayar oleh asuradur langsung kepada PPK tanpa
peserta mengisi formulir klaim. Obat resep meliputi jumlah besar dari
klaim kecil-kecil dan membutuhkan jaringan ekstensif dari apotik.
Biasanya administrator pihak ketiga mengelola paket untuk asuradur
sebab mereka dapat menekan biaya melalui volume yang besar dan
standarisasi formulir dan prosedur.

Pembatasan dan pengecualian


Berikut biaya yang biasanya dikeluarkan dari paket obat resep :
 Semua tipe alat seperti jarum suntik dan plester obat
 Obat kontrasepsi, imunisasi, serum, darah, atau plasma darah,
makanan suplemen, bahan kecantikan atau kosmetik
 Obat yang diberikan kepada peserta yang sedang dirawat inap di
rumah sakit atau fasilitas perawatan lain.
 Resep yang melampaui jumlah hari supply seperti supply 90 hari jika
didapatkan melalui lis dari apotik jaringan dan supply 30 hari dari
apotik lainnya.
j. Asuransi kesehatan perawatan mata
Asuransi kesehatan mata dirancang untuk memberikan manfaat untuk
jasa perawatan mata preventif dan korektif. Biasanya paket ini digabung
melengkapi jaminan kesehatan dasar kelompok. Tujuan utuma untuk
mandorong pemeriksaan mata secara periodik sehingga korektif yang
cocok dapat dilakukan. Pada hampir semua program perawatan mata, jasa
pelayanan harus diberikan oleh dokter mata atau optometris. Manfaat biaya
perawatan mata menyediakan penggantian biaya untuk:
 Pemeriksaan mata
 Single vision, lensa bifocal dan trifocal
 Lensa kontak
 Alat Bantu lainnya untuk subnormal penglihatan seperti lensa
lenticular
 Gagang kaca mata ( limitasi dalam jumlah dolar karena variasi harga
sangat tinggi )

Pembatasan dan Pengecualian


Untuk mencegah over utilisasi, paket mata mungkin membatasi
jaminan hanya satu kali pemeriksaan dan satu pasang lensa untuk 12 bulan
dan 1 pasang gagang kaca mata untuk setiap 2 tahun. Berikut jasa yang
umumnya merupakan pengecualian :
 Pengobatan medis atau bedah
 Sun Glasses
 Lensa tinted
 Kacamata pengaman
 Duplikasi karena pecah atau hilang

k. Asuransi Biaya Medis Kecelakaan


Asuradur menawarkan banyak tipe polis biaya medis kecelakaan
suplemental. Umumnya jaminan hanya diterapkan jika pembiayaan terjadi
dalam waktu yang spesifik ( biasanya 3 atau 6 bulan ) dari waktu terjadinya
kecelakaan. Manfaat adalah subyek dari maksimum keseluruhan manfaat
untuk setiap satu kecelakaan. Sejumlah asuradur menawarkan paket medis
kecelakaan individual yang melampaui tingkat benefit ini. Sejumlah paket
mempunyai deductible yang kecil, yang lain membayar setiap dolar yang
dibayarkan.
Manfaat, apakah kelompok atau individual, menjamin pengobatan
yang diperlukan setelah terjadinya kecelakaan. Biasanya manfaatnya
sebagai berikut :
 Pengobatan oleh dokter
 Pelayanan rumah sakit
 Registered nursing care (RN)
 Pemeriksaan X-ray dan laboratorium

l. Asuransi Penyakit Spesifik


Tipe yang paling umum dari polis penyakit spesifik adalah asuransi
kanker yang merupakan porsi pasar yang paling besar. Banyak asuradur
menawarkan satu atau lebih polis asuransi kanker kepada individu atau
keluarga untuk memenuhi kebutuhan mereka akan proteksi kanker
suplemental. Asuransi kanker dibeli untuk mengisi kesenjangan pada
asuransi kesehatan ( contoh : deductible, coinsurance dan biaya yang tidak
dijamin). Polis juga menyediakan perlindungan terhadap pengeluaran
tambahan seperti makanan, dan penginapan ketika perjalanan ke kota lain
untuk pengobatan, pembiayaan perawatan anak, dan biaya transport yang
berhubungan dengan pengobatan pasien kanker.
BAB IV RISIKO UNDERWRITING ASURANSI KESEHATAN

4.1 Pengertian Underwriter


Kata Underwriter berasal dari bahasa asing yang berarti penanggung.Bila
kata ini diterjemahkan dalam proses asuransi maka underwriter berarti
pihak/lembaga yang menjalankan tugas menerima iuran dari tertanggung dan
berkewajiban menanggung jaminan pihak tertanggung bila terjadi kerugian. Dari
pengertian tersebut maka dapat diambil kesimpulan;
1. Ada pihak penanggung
2. Ada Penerimaan premi
3. Ada kewajiban penanggung mengganti jaminan bila terjadi kerugian yang
dialami pihak tertanggung.
Perusahaan asuransi adalah perusahaan yang menjual jasa berupa janji untuk
membayar kerugian yaitu klaim yang diajukan oleh pemegang polis (biasa
disebut Tertanggung) yang bisa terjadi bisa juga tidak terjadi. Diawal berdirinya
perusahaan asuransi konsep tolong menolong dijalankan, dalam arti pihak yang
rugi secara gotong royong dibantu oleh beberapa orang yang tidak mengalami
kerugian. Prinsip ini berjalan secara sukarela karena ada pendapat nasib buruk
bisa menimpa siapa saja secara bergantian. Dalam perkembangannya dilakukan
perapihan sistem asuransi ini, dimana konsep iuran sukarela dihitung lebih
teknik berupa premi. Asuransi menganut prinsip "the law of large number" yaitu
semakin besar jumlah pemegang polis maka distribusi risiko menjadi semakin
kecil. Bisnis asuransi yang awalnya dijalankan secara konvensional sekarang
memasuki era teknologi modern mengikuti perkembangan jaman.
Underwriting merupakan proses penyelesaian dan pengelompokan risiko
yang akan ditanggung. Underwriting menurut asuransi kerugian adalah proses
seleksi untuk menetapkan jenis penawaran resiko yang harus diterima.
Underwriting menjelaskan proses penyelesaian dan mengelompokan berbegai
resiko yang akan ditanggung yang bertujuan memaksimalkan laba melalui
penerimaan distribusi risiko yang diperhitungkan menghasilkan laba (Herman
Darmawi (2006 : 31-34).
Underwriting adalah penilaian dan penggolongan tingkat resiko yang
dimiliki oleh seseorang atau sekelompok calon peserta dalam pengajuan asuransi
juga pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak resiko tersebut
(Herman Darmawi (2006 : 31-34).
Underwriting disebut juga seleksi resiko adalah proses penaksiran dan
penggolongan tingkat tingkat resiko yang ada pada seorang calon tertanggung.
Berdasarkan tingkat resiko yang ada pada calon tertanggung suatu permohonan
asuransi dapat ditola atau diterima. Terlaksana atau tidaknya suatu akad kontrak
oleh perusahaan amat tergantung pada proses underwriting yang
mengidentifikasi kelayakan calon tartanggung.

4.2 Unsur Underwriter


1. Underwriter pertama, yaitu agen asuransi jiwa atau jadi agen asuransi
tidak hanya menjual polis. Agen asuransi jiwa juga menjadi orang yang
pertama kali menentukan dan mengidentifikasi secara sederhana
kemungkinan resiko calon nasabahnya.
2. Financial underwriter, yaitu membantu calon nasabah untuk menentukan
program asuransi apa yang paling sesuai dengan nasabah. Financial
undewriter akan menyesuaikan dengan kemampuan secara finansial dan
sesuai kebutuhan calon nasabah.
3. Medical underwriter, yaitu orang yang merekomendasikan apakah calon
nasabah layak untuk masuk dalam produk asuransi jiwa atau tidak. Hal ini
didasarkan pada kondisi kesehatan dari calon nasabah

Underwriter memiliki unsur sebagai berikut;


1. Adanya lembaga sebagai wadah
2. Adanya kegiatan administrasi pengelolaan
3. Adanya jaminan
4. Adanya kewajiban
5. Adanya hak dan kewenangan
6. Adanya tempat usaha
7. Adanya kepemilikan sumber daya
8. Adanya regulasi kelembagaan
9. Adanya badan hukum
10. Adanya konsep ikatan kerja

4.3 Underwriter Asuransi Kesehatan


Underwriting dalam asuransi kesehatan kumpulan tidak memperhatikan
kesehatan tertanggung secara perorangan, risiko mortalita dan morbidita atau
faktor lain apa saja dari anggota group, kecuali group tersebut kecil. Dalam
group kecil setiap anggota harus menyiapkan evidence of insurability dan di
proses secara perorangan. Sedangkan untuk group besar, underwriter
mengevaluasi risiko group sebagai suatu keseluruhan.
Underwriter asuransi kumpulan berkepentingan untuk mengetahui bahwa
group yang diajukan untuk dijamin mempunyai suatu penyebaran risiko yang
baik, artinya terdapat kesehatan yang baik dari sejumlah besar individu untuk
mengimbangi pengalaman klaim anggota-anggota group yang tidak sehat.
Dalam asuransi kesehatan kumpulan proses under writing dilakukan
secara simpel, underwriting tidak dilakukan secara medis pada tiap peserta
karena yang diperiksa bukan individu dalam kelompok tersebut tetapi sifat
dan kondisi kelompok tersebut dan underwritng hanya dilakukan Secara
administratif. Bila peserta memenuhi ketentuan polis underwriting, maka
calon peserta tersebut berhak mendapatkan pertanggungan asuransi. Jika
kondisi calon peserta dibawah ketentuan polis maka berlaku Pre Existing
Condition.
4.4 Tugas Underwriter
Menurut A. Hasyim (2003 : 235) menjelaskan mengenai tugas dan
tanggung jawab departemen underwriting, adalah sebagai berikut:
“Departemen underwriting bertanggung jawab menciptakan standar seleksi
dan memberikan keputusan atas semua para pelamar. Underwriting
(penanggung) tidak hanya meninjau bisnis baru tetapi juga bisnis yang telah
mantap. Ia mungkin membatalkan polis yang menunjukan ciri-ciri yang tidak
menguntungkan. Departemen underwriting tidak hanya memeriksa tarif dan
formulir-formulir yang diserahkan oleh agen, tetapi ia juga megembangkan
formulir-formulir polis baru. Masalah-masalah mengenai limit, reasuransi, dan
retrocession juga ditangani oleh departemen underwriting.”
Tugas Underwriting antara lain adalah melakukan proses penyelesaian
dan mengelompokkan risiko yang akan ditanggung. Tugas itu merupakan
elemen yang penting dalam operasi perusahaan asuransi. Sebab, maksud
underwriting adalah mendatangkan laba melalui distribusi yang diperkirakan
akan mendatang laba. Tanpa Underwriting yang efisien perusahaan asuransi
tidak akan mampu bersaing. Dalam praketknya untuk menarik nasabah harus
ada proporsi yang sama antara risiko yang baik dengan risiko yang kurang
menguntungkan dalam kelompok yang diasuransikan. Tugas lain underwriter
dalam perusahaan asuransi adalah mempertimbangkan risiko yang diajukan,
memutuskan menerima atau menolak risiko yang diajukan, menentukan syarat
dan beberapa ketentuan serta lingkup ganti rugi, mengenakan biaya upah pada
dana kontribusi peserta, mempertahankan, meningkatkan dan mengamankan
marjin profit, serta mencetak dan menerbitkan polis.
Underwriter adalah fungsionaris bagian Tehnik/Underwriting, yang
mempunyai tugas pokok untuk ;

1. Menganalisa risiko yang ditawarkan.

2. Menetapkan terms & conditions


3. Menetapkan besarnya premi yang mencerminkan tingkat risiko yang akan
ditanggungnya Dalam melakukan aktivitas akseptasi risiko, underwriter
melakukannya dengan prosedur akseptasi sebagai berikut :

a. Mengumpulkan semua data-data/informasi yang berhubungan dengan


risiko yang ditawarkan, yaitu fakta-fakta penting yang harus
diberitahukan oleh calon tertanggung, baik dengan cara mengisi SPPA,
lisan maupun dengan cara-cara yang lain.

b. Underwriter sebagai figur perorangan yang mewakili asuransi sebagai


figur Perusahaan Asuransi, menyusun fakta-fakta penting tersebut
dengan urutan :

 Faktor-faktor yang memberikan gambaran umum tingkatan


akseptasi dan kelompok risiko-risiko yang dapat diaksep.

 Faktor identifikasi yang tidak dapat dirubah dan halmana tidak


dimungkinkan asuradur untuk melakukan akseptasi.

 Faktor-faktor yang dapat dirubah dan asuradur hanya dapat


melakukan akseptasi apabila faktor-faktor tersebut telah
dirubah/diperbaiki.

 Faktor yang membuat risiko lebih besar tetapi dapat diaksep dengan
premi yang lebih tinggi.

c. Asuradur tidak perlu meminta informasi tambahan lebih jauh, apabila


sudah diketahui faktor yang tidak bisa dirubah dan faktor mana tidak
memungkinkan asuradur untuk melakukan akseptasi risiko tersebut.
d. Bila semua aspek telah dianalisa, asuradur dapat memutuskan
akseptasi dengan menetapkan kondisi-kondisi yang dikehendaki atau
menolak risiko yang ditawarkan.

Fungsi-fungsi utama dari underwriter asuransi kesehatan perorangan


adalah :

 Menilai dan memilih pendaftar asuransi kesehatan

 Menentukan apakah sebuah aplikasi harus disetujui dan, jika disetujui,


apa dasar persetujuan itu; serta

 Memelihara komunikasi yang cukup antara tenaga lapangan

Tugas underwriter antara lain mengatur penggunaan dana efektif


mungkin dan seefisien mungkin untuk menghasilkan laba yang maksimal.
Peranan lain underwriter,yaitu:

 Mempertibangkan risiko yang diajukan. Abdullah Amrin, Asuransi


Syariah Keberadaan dan Kelebihannya di Tengah Asuransi konvensional,
Jakarta: PT. Elex media Komputindo, 2006, h. 104. 29

 Memutuskan untuk menerima atau menolak yang diajukan.

 Menentukan syarat dan beberapa ketentuan serta lingkup ganti rugi. 4.


Mengenakan biaya upah pada dana kontribusi peserta.

 Mempertahankan, meningkatkan, dan mengamankan margin profit.

4.5 Faktor-Faktor Seleksi Resiko


Faktor-faktor penting yang mempengaruhi underwiter dalam menyeleksi
risiko adalah sebagai berikut :
1. Sebaran usia peserta Sebaran usia calon kelompok peserta menjadi salah satu
hal penting yang harus diperhatikan oleh underwriter.
2. Jenis pekerjaan golongan pekerja Jenis pekerjaan tertentu dapat
mempengaruhi pola kesakitan. Underwriter akan menggunakan jenis
pekerjaan untuk memprediksi kemungkinan angka kesakitan dan
memungkinkan informasi ini untuk menetukan tarif premi. 
3. Lokasi tempat tinggal peserta yang dominan Lokasi kelompok bisa menjadi
pertimbangan underwriter karena akan berkaitan dengan fasilitas pelayanan.
Banyak pengusaha menginginkan perwakilan perusahaan asuransi dapat
membantu masalah-masalah sehari-hari yang muncul berkaitan dengan
program asuransi yang mereka beli. Untuk membantu dalam hal solitisasi,
instalasi kelompok serta menangani berbagai pertanyaan yang diajukan
pemegang polis dekat dengan perusahaan asuransi. Sebagai tambahan, lokasi
merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan ketika perusahaan
asuransi menawarkan sejumlah paket pelayanan kesehatan yang mensyaratkan
adanya jaringan pemberi pelayanan kesehatan PPK.
4. Ketersediaan sarana kesehatan Underwriter bisa saja menolak sebuah
kelompok yang memiliki sejumlah karyawan yang tinggal di lokasi-lokasi
dimana perusahaan asuransi tidak mempunyai fasilitas pelayanan yang dekat
dengan pemagang polis.
5. Luas jaminan yang diminta Luas jaminan yang diminta oleh kelompok calon
tertanggung akan menjadi pertimbangan underwriter dalam menentukan tarif
yang akan diberikan. Underwriter akan menentukan tarif yang akan
dibebankan sesuai dengan luas jaminan yang diminta dan risiko yang ada pada
calon kelompok tertanggung sebelumnya.
6. Pengalaman pertanggungan pada periode sebelumnya Khusus untuk
perusahaan yang pernah mengikuti asuransi pada perusahaan sebelumnya,
maka underwriter membutuhkan alasanketerangan pengusaha yang
memindahkan karyawanyya dari suatu perusahaan asuransi ke perusahaan
asuransi lain, underwriter juga akan mencari informasi ke perusahaan asuransi
sebelumnya mengenai pengalaman klaim dan riwayat pembayaran premi pada
perusahaan.

4.6 Sumber Informasi Underwriting


1. Sumber Informasi Underwriting Asuransi Kesehatan Perorangan,
meliputi :
Permintaan asuransi

Ketika membeli asuransi kesehatan, pemohon diwajibkan mengisi


formulir aplikasi. Isi kedalaman dan arah pertanyaan yang ada dalam formulir
aplikasi harus disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan asuransi dan
fungsinya. Jika formulir aplikasi hanya digunakan untuk satu jenis asuransi
tertentu, maka isi pertanyaan-pertanyaan pada formulir tersebut hanya
dirancang untuk mendapatkan informasi yang dianggap relevan bagi
underwriting asuransi yang bersangkutan. Namun jika formulir aplikasi itu
untuk beberapa tipe asuransi, pertanyaan-pertanyaan harus dirancang untuk
mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk keperluan underwriting
berbagai cakupan asuransi itu.

2. Sumber-Sumber Informasi Underwriting Asuransi Kesehatan


Kumpulan
a. Permintaan untuk proposal
Ketika sebuah kelompok membeli produk asuransi, perwakilan
kelompok tersebut akan diminta untuk mengisi formulir permintaan
asuransi yang telah disediakan oleh perusahaan asuransi. Formulir
permintaan asuransi menanyakan data-data karyawan serta data
pengalaman asuransi masa lalu atau riwayat klaim.

Informasi tentang jumlah karyawan yang memenuhi syarat sebagai


peserta sangat berguna bagi underwriter untuk menentukan apakah ada
sejumlah partisipasi peserta yang cukup adekuat untuk sebuah paket
jaminan yang diminta oleh kelompok tersebut. Sedangkan informasi
tentang riwayat asuransi kesehatan sebelumnya akan sangat membantu
underwriter untuk menentukan apakah calon peserta kelompok memiliki
stabilitas yang dapat diterima.

b. Kartu pendaftaran
Kartu pendaftaran akan memberikan informasi tentang usia, jenis
kelamin, pendapatan, status tanggungan dan pekerjaan.

c. Pernyataan finansial dan laporan kredit


Informasi tentang stabilitas keuangan pengusaha penting diketahui
underwriter. Informasi ini harus dipertimbangkan untuk meyakinkan
apakah kelompok memungkinkan akan tetap memiliki anggota
kelompoknya selama beberapa tahun.

Informasi kredit yang dimiliki calon peserta juga harus diketahui


underwriter. Informasi ini dapat membantu underwriter untuk
memprediksikan kemungkinan kesulitan pengusaha untuk membayar
premi secara teratur. khususnya jika premi bersifat nonkontributori.

d. Informasi agen atau broker


Untuk pembeli kelompok baru, underwriter dapat meminta bantuan
agen atau broker untuk mendapatkan informasi tentang kondisi calon
pemegang polis. Informasi yang dimaksud biasanya berhubungan dengan
pengalaman asuransi masa lalu, paket jaminan yang pernah dibeli, dan
informasi premi.

e. Representatif kelompok
Penjualan paket jaminan kelompok dapat dilakukan terlebih dahulu
melalui kunjungan ke tempat pengusaha oleh seorang representatif
kelompok dari perusahaan asuransi. Representatif kelompok ini akan
membahas paket jaminan kesehatan dengan calon peserta. Untuk
keperluan underwriting, representatif kelompok dari perusahaan asuransi
selanjutnya akan menyampaikan informasi kepada underwriter tentang
kondisi pengusaha dan karyawan-karyawannya.

f.Laporan inspeksi
Untuk menangkap calon peserta kelompok yang lebih kecil,
perusahaan asuransi dapat memanfaatkan laporan inspeksi. Laporan ini
biasanya dibuat oleh perusahaan investigasi komersil yang secara khusus
memberikan informasi penting untuk keperluan underwriting. Dalam
melakukan inspeksi, perusahaan investigasi akan melakukan kunjungan
langsung ke tempat pengusaha, melaporkan kemungkinan adanya adverse
selection, serta membantu memeriksa akurasi informasi yang diberikan
pengusaha pada formulir aplikasi asuransi.
BAB V PEMASARAN ASURANSI KESEHATAN

5.1 Pengertian Pemasaran


Pemasaran (marketing) berasal dari kata market (pasar). Pemasaran
merupakan faktor dimana usaha suatu perusahaan untuk menjalankan bisnisnya,
terutama yang berhubungan dengan konsumen. Menurut Kotler pemasaran
(marketing) adalah suatu kegiatan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan
mereka dengan melalui proses pertukaran. menurut William J.Stantion (2012)
pemasaran adalah seluruh dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk
merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang
dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan konsumen.
Menurut Kotler & Amstrong (dalam Priansa, 2017:3) menjelaskan bahwa
pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok
memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan,
dan bertukar sesuatu yang bernilai dengan pihak lain. Shimp (2010) menyatakan
pemasaran merupakan sekumpulan aktivitas dimana bisnis dan organisasi
menciptakan pertukaran nilai diantara bisnis dan perusahaan itu sendiri.
”Pemasaran adalah hasil prestasi kerja kegiatan usaha yang berkaitan dengan
mengalirnya barang dan jasa dari produsen sampai ke konsumen (American
Marketing Association dalam Assauri, 2017:3).”
Pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk
menciptakan, mengomunikasikan dan memberikan nilai kepada pelanggan dan
untuk mengelola hubungan-hubungan pelanggan dengan cara yang
menguntungkan organisasi dan pihak pelanggan. Menurut Panji Anoraga,
pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan rencana penetapan harga,
promosi, dan distribusi dari ide-ide, barang-barang, dan jasa-jasa untuk
menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan-tujuan individu dan
organisasional.
Menurut Kotler, pemasaran adalah sekumpulan aktivitas manusia yang
ditujukan untuk memfasilitasi dan melaksanakan pertukaran. Sedangkan menurut
Baker, pemasaran berkaitan dengan penciptaan dan pemeliharaan hubungan yang
saling menguntungkan. Adapun pendapat lain tentang pemasaran, Peter Drucker
mengatakan bahwa pemasaran bukanlah sekedar perluasan penjualan, pemasaran
meliputi keseluruhan bisnis, dan harus dilihat dari sudut pelanggan. Hanya
pemasaran dan inovasilah yang menghasilkan uang, kegiatan lainnya adalah
merupakan pos biaya saja. Dikatakan pemahaman Drucker ini merupakan
peletakan sendi dasar pemasaran sebagai bisnis kunci dalam perusahaan.
Pemasaran sebagai suatu sistem dari kegiatan-kegiatan yang saling
berhubungan, ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga,
mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa kepada kelompok
pembeli. Kegiatan-kegiatan tersebut beroperasi di dalam suatu lingkungan yang
dibatasi oleh sumber-sumber dari perusahaan itu sendiri, peraturan-peraturan,
maupun konsekuensi sosial dari perusahaan. Pada umunya, dalam pemasaran
perusahaan berusaha menghasilkan laba dari penjualan barang dan jasa yang
diciptakan untuk memenuhi kebutuhan pembeli. Namun demikian, pemasaran
juga dilakukan untuk mengembangkan, mempromosikan, dan mendistribuaikan
program-program dan jasa yang disponsori oleh organisasi non-laba.

5.2 Dasar pemasaran Asuransi


Kegiatan pemasaran asuransi dikenal enam konsep aktifitas pemasaran
berupa;

1. Konsep produksi Konsep produksi berpendapat bahwa konsumen akan


menyukai produk yang tersedia dimana-mana dan harganya murah. Konsep
ini berorientasi pada produksi dengan mengerahkan segenap upaya untuk
mencapai efesiensi produk tinggi dan distribusi yang luas.
2. Konsep produk Konsep produk mengatakan bahwa konsumen akan menyukai
produk yang menawarkan mutu, performansi dan ciri-ciri yang terbaik. Tugas
manajemen disini adalah membuat produk berkualitas, karena konsumen
dianggap menyukai produk berkualitas tinggi dalam penampilan dengan ciri –
ciri terbaik.

3. Konsep penjualan Konsep penjualan berpendapat bahwa konsumen, dengan


dibiarkan begitu saja, organisasi harus melaksanakan upaya penjualan dan
promosi yang agresif.

4. Konsep pemasaran Konsep pemasaran mengatakan bahwa kunsi untuk


mencapai tujuan organisasi terdiri dari penentuan kebutuhan dan keinginan
pasar sasaran serta memberikan kepuasan yang diharapkan secara lebih efektif
dan efisien dibandingkan para pesaing.

5. Konsep pemasaran sosial Konsep pemasaran sosial berpendapat bahwa tugas


organisasi adalah menentukan kebutuhan, keinginan dan kepentingan pasar
sasaran serta memberikan kepuasan yang diharapkan dengan cara yang lebih
efektif dan efisien daripasda para pesaing dengan tetap melestarikan atau
meningkatkan kesejahteraan konsumen dan masyarakat.

6. Konsep Pemasaran Global Pada konsep pemasaran global ini, manajer


eksekutif berupaya memahami semua faktorfaktor lingkungan yang
mempengaruhi pemasaran melalui manajemen strategis yang mantap. Tujuan
akhirnya adalah berupaya untuk memenuhi keinginan semua pihak yang
terlibat dalam perusahaan.

5.3 Sistem Pemasaran Asuransi


Dalam suatu perusahaan asuransi sebagai penanggung risiko, secara umum
pembagian tugas, wewenang dan tanggung-jawab para fungsionarisnya dalam
struktur organisasi, dengan pembagian pokok sebagai berikut :
1. Bagian Pemasaran atau Marketing
2. Bagian Tehnik atau Underwriting
3. Bagian Keuangan dan Umum
Bagian Pemasaran
Agar asuransi dapat terjual dengan baik kepada customer, maka bagian
pemasaran merancang sistem pemasaran yang handal dan tangguh. Pengelolaan
sistem pemasaran didorong untuk mempertemukan kebutuhan dan keinginan
customer dengan persediaan produk asuransi suatu perusahaan. Salah satu cara
pemasaran produk asuransi adalah;
1. Direct Metod, pemasaran dilakukan langsung kepada customer.
Sistem pemasaran denga metode ini dimana penangung menemui
langsung calon tertanggung, tanpa melalui perantara.
2. Indirect metod, pemasaran secara tidak langsung dilakukan melalui agen atau
pialang asuransi (Agent or Broker)
Sistem pemasaran denga metode ini dimana penangung tidak menemui
langsung calon tertanggung, namum melalui perantara. Pihak perantara dalam
pemasaran asuransi diantaranya ;
1) A g e n
Agen sebagai pihak yang ditunjuk atau dibentuk oleh perusahaan
untuk melakukan tugas perwakilan dalam pelayanan asuransi pada
customer
2) Pialang asuransi (broker).
Menurut UU no. 2 tahun 1992 pialang asuransi adalah perusahaan
yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi dan
penanganan penyelesaian ganti-rugi asuransi dengan bertindak untuk
kepentingan Tertanggung.

5.4 Fungsi Pemasaran Asuransi


Ada Tujuh fungsi pemasaran asuransi yaitu:
1. Analisis Konsumen
Merupakan pengamatan dan evaluasai kebutuhan, hasrat dan keinginan
konsumen. Analisis konsumen melibatkan pengadaan survey konsumen,
penganalisisan informasi konsumen, pengevaluasian strategi pemosisian
pasar, pengambangan profil konsumen, dan penentuan strategi segmentasi
pasar yang optimal.
a. Penjualan Produk/Jasa
Penjualan meliputi banyak aktivitas pemasaran, seperti iklan,
promosi penjualan, publisitas, penjualan perorangan, manajemen tenaga
penjualan, hubungan konsumen, dan hubungan diler.
1. Perencanaan Produk dan Jasa
Perencanaan produk dan jasa meliputi berbagai aktivitas seperti uji
pemasaran, pemosisian produk dan merek, pemanfaatan garansi,
pengemasan, penentuan pilihan produk, fitur produk, gaya produk,
kualitas produk, penghapusan produk lama, dan penyediaan layanan
konsumen. Uji pemasaran merupakan salah satu teknik perencanaan
produk dan jasa yang paling efektif karena uji pasar memungkinkan
sebuah organisasi untuk menguji rencana-rencana pemasaran alternatif
dan meramalkan penjualan produk baru.

2. Penetapan Harga
Lima pemangku kepentingan (stakeholder) mempengaruhi
keputusan penetapan harga (pricing): konsumen, pemerintah,
pemasok, distributor, dan pesaing.

3. Distribusi
Distribusi mencakup penggudangan, saluran-saluran distribusi,
cakupan distribusi, lokasi tempat ritel, wolayah penjualan, tingkat dan
lokasi persediaan, kurir transportasi, penjualan grosir, dan ritel.
Distribusi menjadi sangat penting ketika sebuah perusahaan berusaha
menerapkan strategi pengembangan pasar atau integrasi ke depan.

4. Riset Pemasaran
Riset pemasaran adalah pengumpulan, pencatatan dan
penganalisisan data yang sistematis mengenai berbagai persoalan yang
terkait dengan pemasaran barang dan jasa. Aktivitas riset pemasaran
mendukung semua fungsi bisnis yang pokok dari sebuah organisasi.

5. Analisis Peluang
Analisis peluang melibatkan penilaian atas biaya, manfaat dan
resiko yang terkait dengan keputusan pemasaran. Tiga langkah yang
diperlukan untuk membuat analisis biaya-manfaat adalah menghitung
total biaya yang terkait dengan suatu keputusan, memperkirakan total
manfaat dari keputusan Dan membandingkan total biaya dengan
manfaat.

5.5 Proses Penjualan


Proses penjualan asuransi kelompok dan perorangan terdiri dari beberapa
unsur yang sama. Proses tersebut terdiri dari langkah-langkah tertentu seperti
mencari prospek sampai transaksi penjualan dan pelayanan klien setelah terjadi
penjualan. Namun masing-masing langkah tersebut berbeda untuk asuransi
kelompok dan asuransi perorangan.
Penjualan asuransi kesehatan kelompok
Pengembangan prospek
Perwakilan asuransi kesehatan kelompok umumnya mencari calon peserta
melaluin agen dan broker serta menghabiskan waktu cukup banyak untuk
memanfaatkan prospek tersebut sebagai sumber usaha (bisnis)
 Gambaran singkat atau outline setiap jaminan yang dimasukkan dalam paket
jaminan
 Tarif dan premi untuk setiap cakupan jaminan
 Asumsi-asumsi dan persyaratan dalam melakukan underwriting sehubungan
dengan jaminan yang diusulkan.
 Gambaran biaya program tersebut, biasanya mencakup kurun waktu 3
sampai 5 tahun.
 Informasi tentang kekuatan dan kinerja keuangan perusahaan asuransi
tersebut termasuk daftar hubungan kerjanya dengan perusahaan peserta.
Presentasi proposal
Konsultan penyusunan santunan bagi karyawan serta broker skala besar
biasanya meminta semua proposal langsung disampaikan kepada mereka, untuk
dianalisis dan selanjutnya memberikan rekomendasi kepada klien. Hal ini juga
dilakukan oleh broker yang lebih kecil. Namun biasanya broker dan agen berskala
kecil biasanya mengharapkan keterlibatan perwakilan kelompok dalam
melakukan presentasi proposal tersebut kepada klien.
Hal-hal umum yang dipertimbangkan dalam melakukan evaluasi proposal
tersebut adalah kemampuan, pengalaman dan reputasi perusahaan asuransi
bersangkutan. Kemudian, hal khusus yang dipertimbangkan adalah rumusan
rencana jaminan yang ditawarkan oleh perusahaan asuransi tersebut, sejauh mana
rencana jaminan tersebut akan dipenuhi atau diwujudkan, serta posisi tarif dan
biaya yang ditawarkan dibandingkan dengan perusahaan asuransi lain.
Santunan yang ada sekarang.
Kalau sistem jaminan yang ada sekarang akan diserahkan kepada perusahaan
asuransi yang baru, maka perlu dilakukan pendaftaran kembali meskipun tidak
ada perubahan lain yang dilakukan. Pendaftaran ulang ini perlu dilakukan dengan
pertimbangan sebagai berikut :
 Kembali mengingatkan karyawan tentang adanya jaminan tersebut
 Agar karyawan lebih mengenal perusahaan asuransi yang baru
 Karyawan akan patuh membayar premi kalau satu saat premi tersebut
dinaikkan.
Setelah pendaftaran ulang selesai dilakukan, perwakilan kelompok
mengirimkan formulir layanan yang sudah ditanda tangani, kartu peserta dan
premi bulan pertama kepada perusahaan asuransi atau kantau cabangnya
dilapangan. Ini diperlukan untuk pengesyahan kepesertaan, pemberian sertifikat
kepesertaan dan bahan-bahan administrasi lainnya.
Perwakilan kelompok, biasanya ditemani oleh agen atau broker,
menyampaikan bahan-bahan tersebut kepada klien dan menjelaskan semua aspek
tentang administrasi, termasuk
 Telepon langsung – agen langsung memberikan penawaran kepada prospek
melalui telepon tanpa memberi tahu sebelumnya.
 Pendekatan melalui telepon – sebelum melakukan pertemuan untuk
mengajukan penawaran penjualan, agen menelepon prospek untuk
menumbuhkan minatnya.
 Surat perkenalan - agen mengirim surat kepada prospek untuk menjelaskan
kenapa ia ingin mengadakan kunjungan, diikuti dengan telepon untuk
mengatur pertemuan guna wawancara.
 Rujukan pemegang polis – kenalan dekat agen dan prospek membuat
perjanjian untuk mempertemukan agen dan prospek, atau agen mengirim surat
pendahuluan dan dalam surat tersebut dicantumkan nama sejumlah klien yang
merekomendir agen tersebut menemui prospek bersangkutan. Klien tersebut
adalah orang yang dikenal oleh prospek bersangkutan.
Hasil terakhir yang disebutkan diatas sangat penting artinya menunjang
kegiatan agen, yaitu memanfaatkan pengaruh pemegang polis dalam mendukung
kegiatan penjualan oleh agen. Pengaruh semacam ini juga bisa diperoleh dari
pengacara, akuntan, banker dan developer, yang umumnya mempunyai jaringan
relasi yang cukup luas serta reputasi yang dipercayai.
Fact finding
Setelah berhasil melakukan pendekatan, agen mulai melakukan wawancara.
Tujuannya adalah untuk memperoleh informasi tentang kebutuhan prospek.
Kebutuhan tersebut dapat diketahui dari jawaban atas dua pertanyaan pokok
berikut :
 Apa jenis asuransi kesehatan yang telah dimiliki prospek bersangkutan
 Apakah ada kesenjangan atau yang kurang dalam asuransi tersebut yang perlu
dilengkapi agar diperoleh perlindungan penuh bagi prospek bersangkutan.
Setelah jawaban atas kedua pertanyaan tersebut diperoleh, maka kebutuhan
prospek bersangkutan dapat digolongkan dalam tiga kategori pasar yang telah
disebutkan dimuka, yaitu : primer permanen, primer sementara atau suplemen.
Kalau jawabannya adalah bahwa prospek tersebut termasuk dalam pasar primer
permanen dan tidak termasuk dalam salah satu asuransi kelompok serta tidak
dilindungi oleh asuransi pemerintah, maka santunan yang ditawarkan harus
termasuk pelayanan dasar atau pelayanan rumah sakit dan bedah yang
komprehensif, yang besarnya sesuai dengan biaya pelayanan rumah sakit di
wilayah setempat. Selain itu, juga perlu dimasukkan santunan biaya tindakan
medis besar dan kompensasi pendapatan yang cukup untuk menunjang kebutuhan
hidup sehari-hari prospek bersangkutan.
Prospek tersebut mungkin juga membutuhkan santunan untuk sementara.
Banyak santunan asuransi kelompok menetapkan syarat sudah bekerja selama 30,
60 atau 90 sebelum seorang karyawan boleh menjadi peserta asuransi kelompok.
Dalam situasi demikian, prospek yang bersangkutan hanya memerlukan asuransi
sementara selama masa tersebut, sampai tiba saatnya ia boleh menjadi peserta
asuransi kelompok. Jawaban prospek bisa juga menunjukkan bahwa ia
memerlukan cakupan suplementer (pelengkap), meskipun ia sudah menjadi
peserta asuransi kelompok.
BAB VI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

6.1 Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional


Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah jaminan berupa perlindungan
kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan
kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh
pemerintah Peraturan BPJS No.1 tahun 2014).
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di indonesia
merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan
Sosial Nasional, ini diselenggarakan melalui mekanisme asuransi kesehatan
sosial yang bersifat wajib (Mandatory) berdasarkan Undang – Undang No. 40
tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Jaminan Kesehatan Nasional adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan
agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan & perlindungan dlm
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yg diberikan kepada setiap orang yg telah
membayar iuran/ iurannya dibayar oleh Pemerintah. Jaminan Kesehatan Nasional
merupakan pola pembiayaan praupaya, artinya pembiayaan kesehatan yang
dikeluarkan sebelum atau tidak dalam kondisi sakit. Pola pembiayaan pra-upaya
menganut hokum jumlah besar dan perangkuman risiko. Supaya risiko dapat
disebarkan secara luas dan diredukasi secara efektif, maka pola pembiayaan ini
membutuhkan jumlah besar peserta. Oleh karena itu, pada pelaksanaanya
jaminan kesehatan nasional mewajibkan seluruh penduduk Indonesia menjadi
peserta agar hokum jumlah besar tersebut dapat terpenuhi. Perangkuman risiko
dapat terjadi ketika sejumlah individu yan beresiko sepakat untuk menghimpun
risiko kerugian dengan tujuan mengurangi beban (termasuk kerugian biaya) yang
harus ditanggung masing-masing individu. (Azwar, 1996; Murti, 2000).

6.2 Transformasi BPJS


Menjelang pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS),
kementerian terkait dan badan penyelenggara sampai saat ini masih sibuk
menyiapkan berbagai hal yang dibutuhkan. Mulai dari peraturan pelaksana
sampai hal teknis.

Direktur Pengupahan dan Jaminan Sosial Kementerian Tenaga Kerja dan


Transmigrasi (Kemenakertrans), Wahyu Widodo mengatakan BPJS menjadi isu
penting karena menyangkut hak warga negara atas jaminan pelayanan kesehatan.

Melihat jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 240 juta orang, Wahyu
memperkirakan pelaksanaan BPJS berpotensi berjalan baik. Pasalnya, semakin
banyak peserta BPJS dan disiplin membayar iuran, maka pelaksanaan BPJS akan
turut berjalan baik. Sebagai salah satu kementerian yang dilimpahi tanggung
jawab untuk membentuk BPJS, khususnya BPJS Ketenagakerjaan, Wahyu
menyebut Kemenakertrans telah menyelesaikan berbagai rancangan peraturan
pelaksana.

Dia mencatat sedikitnya Kemenakertrans mengemban amanat untuk


menyelesaikan sembilan peraturan pelaksana BPJS Ketenagakerjaan. Sampai
saat ini sebagian rancangan peraturan menurutnya sudah selesai. Namun, dia
menyebut belum dapat mempublikasikan rancangan itu karena masih dalam
proses pendalaman di Kemenakertrans. "Ada sembilan peraturan yang harus
disiapkan untuk melaksanakan BPJS (Ketenagakerjaan,-red)," kata dia dalam
seminar yang digelar Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), di Jakarta,
Kamis (31/1).

Pada kesempatan yang sama, Direktur Kepesertaan dan Hubungan Antar


Lembaga PT Askes, Sri Endang Tidarwati, mengatakan sebagai badan
penyelenggara BPJS Kesehatan, di tahun 2013 ini PT Askes sedang fokus
melakukan proses pengalihan. Misalnya, proses pengalihan program Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan (JPK) TNI/POLRI dan peserta Jamsostek menjadi BPJS
Kesehatan.

Mengingat beberapa peraturan pelaksana BPJS Kesehatan sudah diterbitkan,


seperti Perpres Jaminan Kesehatan (Jamkes) dan PP Penerima Bantuan Iuran
(PBI), Endang menyebut PT Askes sedang melakukan persiapan internal. Seperti
organisasi, akuntansi, investasi, operasional, bisnis proses dan teknologi. Walau
dikategorikan sebagai badan penyelenggara BPJS, PT Askes tak melulu
mempersiapkan hal teknis. Menurut Endang, PT Askes aktif menyampaikan
rancangan peraturan kepada lembaga pemerintahan terkait.

Tak ketinggalan, Endang juga mengatakan berjalannya BPJS Kesehatan


sangat dipengaruhi oleh SDM. Dalam menyiapkan SDM untuk mampu
memberikan pelayanan terhadap peserta BPJS Kesehatan, PT Askes mulai
melakukan perekrutan. Tahun lalu jumlah orang yang berhasil dilatih dan
direkrut untuk memberikan pelayanan kepada peserta BPJS Kesehatan mencapai
500 orang. Sedangkan awal tahun ini, PT Askes sudah merekrut lebih dari 1000
orang untuk memperkuat sektor SDM di BPJS Kesehatan. "Untuk kelancaran
pelaksanaan BPJS Kesehatan," ujarnya.

Sementara, Direktur Perencanaan, Pengembangan dan Informasi PT


Jamsostek, Agus Supriyadi, mengatakan yang penting dilakukan badan
penyelengara BPJS, tak terkecuali PT Jamsostek, adalah menyiapkan aspek
teknis. Tentu saja hal teknis itu diselenggarakan selaras untuk
mengimplementasikan amanat UU SJSN dan BPJS. Misalnya, dalam BPJS
Ketenagakerjaan, hal teknis itu harus menjawab persoalan apakah semua pekerja
dapat tercakup, benefitnya memadai dan melakukan pelayanan dengan baik. "Itu
kunci dari tugas pokok yang harus dilakukan badan penyelenggara BPJS,"
katanya.

Untuk menghadapi perubahan PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan


di tahun 2014 dan beroperasi 2015, Agus mengatakan PT Jamsostek sedang
melakukan tiga langkah utama. Pertama, mengawal pembentukan dan
pelaksanaan peraturan terkait. Bagi Agus, hal itu dilakukan agar penyelenggaraan
pelayanan BPJS Ketenagakerjaan nanti tak dijumpai banyak masalah. Hal serupa
juga dilakukan dalam teknis operasional. Dan melakukan sosialisasi masif, baik
internal serta eksternal.

Kedua, PT Jamsostek sedang membangun landasan yang kokoh untuk


penyelenggaraan BPJS Ketenagakerjaan. Seperti meningkatkan kepesertaan,
pelayanan, teknologi, investasi, keuangan dan SDM PT Jamsostek. Lagi-lagi,
Agus menekankan langkah tersebut dijalankan untuk menyiapkan
penyelenggaraan BPJS Ketenagakerjaan.

Ketika kedua langkah itu sudah siap, berikutnya, PT Jamsostek akan


mengharmonisasikan manfaat dan pelayanan prima. Misalnya, memberi
pelayanan yang terbaik serta menggunakan sistem yang mengutamakan
portabilitas seperti menggunakan mekanisme pendaftaran, pembayaran dan
pengajuan klaim secara online. Untuk mendukung sistem portabilitas itu, Agus
mengaku saat ini PT Jamsostek menjalin kerjasama dengan beberapa bank.

Kemudian, Agus menyoroti pentingnya masyarakat mendapat informasi


yang cukup tentang BPJS Ketenagakerjaan. Oleh karenanya, mengacu pasal 16
UU SJSN, yang intinya menyebut setiap peserta berhak memperoleh informasi
penyelenggaraan jaminan sosial, maka PT Jamsostek akan memperluas
jaringannya sampai ke tiap wilayah di Indonesia. Sejalan dengan itu, PT
Jamsostek akan membuka kantor cabang dan representasi di tiap provinsi,
kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Hal itu akan dilakukan sesuai mandat
pasal 8 UU BPJS.

Agus mengingatkan, dalam waktu dekat, JPK yang dikelola PT Jamsostek


akan dialihkan ke BPJS Kesehatan. Oleh karena itu, PT Jamsostek dan PT Askes
sudah melakukan beberapa kali pertemuan untuk membahas pengalihan program
pelayanan tersebut. Diharapkan, ketika BPJS Kesehatan berjalan di 2014, maka
peserta JPK PT Jamsostek tak menemui kesulitan di lapangan. "Kami
bekerjasama bagaimana agar program itu berpindah tanpa masalah," urainya.

Proses transformasi ini mengubah lansekap penyelenggaraan jaminan sosial


ketenagakerjaan yang sebelumnya tersegmentasi tetapi sekarang menjalankan
mandat baru yaitu perlindungan jaminan sosial untuk seluruh pekerja Indonesia
melalui 4 (empat) program utama meliputi Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan
Kematian (JK), Jaminan Kecelakaan Kerja Return to Work (JKK-RTW) dan
Jaminan Pensiun (JP).

Reformasi jaminan sosial secara menyeluruh di BPJS Ketenagakerjaan


sangat jarang terjadi. Biasanya proses transformasi bersifat parsial/bertahap dan
dilakukan dalam kurun waktu lama. Berdasarkan pengalaman dan praktek
penyelenggaraan jaminan sosial, hampir semua institusi/organisasi jaminan sosial
dunia melakukan transformasi namun hanya menitikberatkan pengembangan
aspek pelayanan dan kecukupan manfaat saja. Bukan hanya itu, transformasi
BPJS Ketenagakerjaan dicatat sebagai bagian praktek terbaik reformasi jaminan
sosial dunia. Dan bahkan menjadi barometer modernisasi dan kemandirian
jaminan sosial mewujudkan kesejahteraan pekerja.

Sementara itu, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Elvyn G Masassya


menyatakan rasa bangga dan terima kasih yang sebesar-besarnya pada seluruh
stakeholder di Indonesia yang memiliki peranan sangat besar dalam mendukung
proses transformasi jaminan sosial Ketenagakerjaan hingga berhasil meraih
penghargaan ini. Dijelaskan, transformasi berbagai aspek yang dilakukan
merupakan langkah nyata mewujudkan komitmen BPJS Ketenagakerjaan
mewujudkan era baru jaminan sosial ketenagakerjaan Indonesia dalam
memberikan perlindungan serta menjadi jembatan menuju kesejahteraan pekerja
di Indonesia.

Pada 2018 ini, BPJS Kesehatan memasuki tahun kelima. Memang belum
genap lima tahun. Lembaga publik ini baru berdiri pada 1 Januari 2014. Namun,
lembaga ini menisbahkan ulang tahunnya pada berdirinya BPDPK (Badan
Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan) sehingga pada 2018 ini telah
berusia 50 tahun. Dari BPDPK berubah menjadi Perum Husada Bhakti, lalu
berubah menjadi PT Askes (Persero). Tiga lembaga sebelum BPJS Kesehatan ini
memiliki tugas yang terbatas, yakni hanya melayani PNS, pensiunan PNS,
purnawirawan TNI dan Polri, veteran, dan perintis kemerdekaan. Di masa
reformasi, tugas Askes diperluas agar bisa menjangkau masyarakat luas melalui
program Jamkesmas. Akhirnya, lahir BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan lahir
berdasarkan amanat UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN). Dari sana lahir UU No 24/2011 tentang BPJS.

Lahirlah BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Yang satu mengurusi


penjaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan
kematian. Sementara itu, yang satu lagi mengurusi penjaminan kesehatan.
Seiring lahirnya BPJS Kesehatan, pemerintahan SBY memulai program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN). Lalu pemerintahan Jokowi memperkuat dan
mengakselerasinya melalui Kartu Indonesia Sehat (KIS) sehingga menjadi JKN-
KIS.
Transformasi pertama Perubahan dari PT Askes ke BPJS Kesehatan
merupakan fase transformasi yang pertama. Transformasi itu mencakup, pertama,
status badan hukum. Askes merupakan sebuah perusahaan BUMN, sedangkan
BPJS Kesehatan adalah badan hukum publik. Semula berorientasi pelayanan dan
meraih laba berubah menjadi berorientasi pelayanan semata. Kedua, posisi
kelembagaan. Askes berada di bawah Menteri BUMN, bahkan BPDPK berada di
bawah Menkes, sedangkan BPJS Kesehatan di bawah Presiden. Ketiga,
perubahan mindset, dari orientasi kepada kelembagaan semata menjadi lebih
menitikberatkan pada kepuasan peserta dengan tetap menguatkan
kelembagaannya. Keempat, terjadi ledakan peserta. Di masa Askes mengelola
sekitar 16 juta orang, kini sekitar 200 juta dan harus seluruh penduduk Indonesia-
termasuk warga negara asing yang sudah lebih dari enam bulan tinggal di
Indonesia. Dari segi pemanfaatan, data 2017 menunjukkan ada 223,4 juta orang
yang memanfaatkan pelayanan JKN-KIS atau rata-rata terdapat 612.055 orang
per hari.

Adapun total dalam empat tahun sejak 2014, terdapat 640,2 juta orang
memanfaatkan pelayanan kesehatan JKN-KIS. Suatu jumlah yang fantastis.
Kelima, perubahan sistem dan prosedur, yang kini lebih kompleks, tetapi lebih
bersahabat karena kehadiran teknologi informasi. Keenam, perluasan mitra kerja
dan fasilitas kesehatan. Garis tebal dari enam perubahan itu adalah terjadinya
perubahan budaya dan perubahan organisasi. Budaya kerja menjadi lebih
berirama cepat, lebih berdisiplin, dan indikator-indikator kinerja yang sangat
terukur. Kerja menjadi lebih efektif dan efisien dengan mempertimbangkan
proses dan hasil sekaligus.

Lepasnya lembaga penjaminan sosial dari Kementerian BUMN, juga dari


kementerian kesehatan, telah membuat BPJS Kesehatan lebih mandiri dan lebih
bisa berdiri di tengah. Terjadi perubahan orientasi yang lebih mengutamakan
customer satisfaction, kepuasan peserta. Organisasi lembaga penjaminan
kesehatan pun berubah. Ini bukan saja karena pesertanya yang berubah dan
meraksasa, melainkan juga karena tuntutannya pun berubah.

Divisi IT, Kepesertaan, dan Pelayanan menjadi ujung tombak yang sangat
penting.Divisi IT yang semula cuma satu bagian kini dipecah menjadi tiga
bagian. Digitalisasi menjadi kebutuhan yang mutlak. Melayani seluruh penduduk
dalam satu organisasi yang ringkas dan proses yang akuntabel membutuhkan
dukungan IT yang prima. Mereka membuat aplikasi-aplikasi untuk mewadahi
profil RS, klinik, maupun dokter pribadi.

Melalui smartphone, peserta bisa mengetahui ihwal tentang BPJS Kesehatan,


riwayat administrasi kesehatan diri, maupun teknis layanan dan administratif
lainnya. Semua sudah berada dalam genggaman smartphone. Demikian pula
proses keuangan antara BPJS Kesehatan dan fasilitas kesehatan menjadi serba
digital.Semua itu mengubah budaya kerja, bahkan lanskap dan arsitektur
pelayanan kesehatan di Indonesia dalam jangka panjang.

Kini semua itu mulai terasa dan tentu mengguncang pihak-pihak yang
merasa mapan dengan lanskap dan arsitektur pelayanan kesehatan yang ada
selama ini. Karena itulah, transformasi tahap kedua merupakan kebutuhan yang
sangat mutlak.

Transformasi kedua Perubahan dari Askes ke BPJS Kesehatan ibarat pindah


rumah. Benda-benda dan ihwal lainnya dari rumah lama dipindahkan ke rumah
baru. Untuk tahap pertama yang penting semua benda bisa diletakkan pada
tempatnya. Hal lainnya masih mengikuti kebiasaan sebelumnya dan juga ada
adaptasi. Jika ada yang kurang, akan ditambah dengan yang baru atau
diadaptasi.Setelah waktu berlalu, kita menyadari bahwa pindah rumah bukan
sekadar menempatkan benda dari rumah lama ke rumah baru dan menambahkan
yang baru untuk melengkapi.Namun, juga butuh kesesuaian antara benda-benda
dari rumah lama dan desain dan struktur rumah baru. Demikian pula ihwal
lainnya, seperti kebiasaan dan norma-normanya. Dengan demikian, rumah
menjadi indah dan fungsional sebagaimana seharusnya.Ketika meletakkan benda
dan ihwal lainnya dari rumah lama ke rumah baru serta menambahkan
kekurangannya dengan benda-benda yang baru kita sebut sebagai transformasi
tahap pertama.

Namun, ketika menyusun ulang penataan rumah dengan benda yang sesuai
dengan desain dan struktur rumah baru agar seirama dan serasi kita sebut sebagai
transformasi tahap kedua.Setelah empat tahun berlalu, kini BPJS Kesehatan
harus mengonsolidasikan diri agar seirama dan selaras dengan tugas
konstitusionalnya, serta terhindar dari lubang-lubang yang masih terbuka (loop
hole) yang bisa merusak good governance dan terkendalanya pelayanan yang
prima.

Lahirnya Peraturan Direksi Jaminan Pelayanan Kesehatan (Perdirjampelkes)


No 2, 3, 4, dan 5 adalah bagian dari konsolidasi dan merupakan awal dari proses
transformasi tahap kedua. Khusus untuk Perdirjampelkes No 2, 3, dan 5 terjadi
kontroversi yang luar biasa. Ada kritik karena secara formal Peraturan Direktur
Jampelkes dinilai tak berwenang mengatur keluar. Meski sudah dijelaskan bahwa
itu adalah peraturan internal, tetap saja aturan itu memiliki akibat keluar.
Mestinya aturan itu berbentuk peraturan badan yang memiliki kewenangan
mengatur pihak eksternal, bahkan ada yang menyebutkan, itu mestinya setingkat
peraturan presiden. Namun, terlepas dari persoalan formalnya, secara material
aturan itu merupakan kebutuhan tak terelakkan dalam menata ulang pelayanan
jaminan kesehatan di bidang tindakan operasi katarak, penjaminan bayi lahir
sehat melalui sectio (bedah sesar), dan tindakan rehabilitasi medik (termasuk
fisioterapi).Ada lubang-lubang yang menganga yang berimplikasi pada potensi
munculnya perilaku Fraud yang bersifat menggerogoti dana jaminan sosial.
Tentu saja tak semua pihak memanfaatkan loop hole itu.
Namun,berdasarkan data yang dimiliki BPJS Kesehatan, perilaku Fraud itu
dapat bersifat terstruktur, masif, dan sistematis. Jika tak ada penataan, angka
inefisiensi pembiayaan penjaminan akan terus meningkat. Sebagai contoh, pada
2017 angka untuk penjaminan katarak mencapai Rp 2,6 triliun. Angka ini
melebihi angka untuk penjaminan cuci darah yang Rp 2,2 triliun.Sementara itu,
Perdirjampelkes No 4 yang mengatur tentang rujukan online juga merupakan
kebutuhan mendesak. Sudah sejak lama pemerintah ingin menata sistem rujukan
berjenjang dan berbasis kompetensi. Namun, upaya itu tak kunjung berhasil.
Padahal, pemerintah sudah membuat kelas-kelas fasilitas kesehatan yang
berjenjang dari D, C, B, dan A.

Perubahan terakhir dari serangkaian proses transformasi badan


penyelenggara jaminan sosial adalah perubahan budaya organisasi. Reposisi
kedudukan peserta dan kepemilikan dana dalam tatanan penyelenggaraan
jaminan sosial mengubah perilaku dan kinerja badan penyelenggara. Pasal 40
ayat (2) UU BPJS mewajibkan BPJS memisahkan aset BPJS dan aset Dana
Jaminan Sosial. Pasal 40 ayat (3) UU BPJS menegaskan bahwa aset Dana
Jaminan Sosial bukan merupakan aset BPJS. Penegasan ini untuk memastikan
bahwa Dana Jaminan Sosial merupakan dana amanat milik seluruh peserta yang
tidak merupakan aset BPJS. BPJS merupakan badan hukum publik karena
memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Dibentuk dengan Undang-Undang (Pasal 5 UU BPJS)

2. Berfungsi untuk menyelenggarakan kepentingan umum, yaitu Sistem Jaminan


Sosial Nasional (SJSN) yang berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat dan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Pasal 2 UU BPJS)

3. Diberi delegasi kewenangan untuk membuat aturan yang mengikat umum


(Pasal 48 ayat (3) UU BPJS)
4. Bertugas mengelola dana publik, yaitu dana jaminan sosial untuk kepentingan
peserta (Pasal 10 huruf d UU BPJS)

5. Berwenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta


dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional (Pasal 11 huruf c UU
BPJS)

6. Bertindak mewakili Negara RI sebagai anggota organisasi atau lembaga


internasional (Pasal 51 ayat (3) UU BPJS)

7. Berwenang mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi


kerja yang tidak memenuhi kewajibannya (Pasal 11 huruf f UU BPJS).

6.3 Prinsip-Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional


Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) berikut:
1. Prinsip kegotongroyongan
Gotong royong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup
bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita.
Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu
peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau
yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini
terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk,
tanpa pandang bulu. Dengan demikian, melalui prinsip gotong- 18 Buku
Pegangan Sosilaisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem
Jaminan Sosial Nasional royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Prinsip nirlaba
Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya,
tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta.
Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil
pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan
peserta. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan
efektivitas. Prinsip prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan
pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.
3. Prinsip portabilitas
Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan
yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau
tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Prinsip kepesertaan bersifat wajib Kepesertaan wajib dimaksudkan agar
seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun
kepesertaan bersifat 19 Buku Pegangan Sosilaisasi Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional wajib bagi seluruh
rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat
dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama
dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal
dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.
5. Prinsip dana amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada
badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka
mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.
Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya
untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.

6.4 Pembiayaan
Pembiyaan jaminan kesehatan nasional di uraikan sebagai berikut:

1. Iuran
Iuran jaminan kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur
oleh peserta, pemberi kerja, dan atau pemerintah untuk program Jaminan
Kesehatan (pasal 16, perpres No.12/2013 tentang Jaminan Kesehatan).
2. Pembayaran iuran
1) Bagi Peserta PBI, iuran dibayar oleh pemerintah.
2) Bagi peserta pekerja penerima upah, iurannya dibayar oleh pemberi kerja
dan pekerja
3) Bagi peserta pekerja bukan penerima upah dan peerta bukan pekerja iuran
dibayar oleh peserta yang bersangkutan.
4) Besarnya iuran jaminan kesehatan Nasional ditetapkan melalui peraturan
presiden dan ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan
sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar yang layak.
Pembayaran iuran setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya
ditetapkan berdasarkan presentase dari upah (untuk pekerja penerima upah)
atau suatu jumlah nominal tertentu (bukan menerima upah dan PBI).Setiap
pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjannya, menambahkan iuran
peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan membayarkan iuran tersebut
setiap bulan kepada BPJS kesehatan secara berkala (paling lambat tanggal 10
setiap bulan). Apabila tanggal 10 jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan
pada hari kerja berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan
denda administratif sebesar 2% per bulan dari total iuran yang tertunggak
yang dibayar oleh pemberi kerja.
Peserta bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja wajib
membayar iuaran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat
tanggal 10 setiap bulan kepada BPJS kesehatan. Pembayaran iuaran JKN
dapat dilakukan diawal. BPJS kesehatan menghitung kelebihan atau
kekurangan iuran JKN sesuai gaji atau upah peserta. Dalam hal terjadi
klebihan atau kekurangan pembayaran iuran, BPJS kesehatan
memberitahukan secara tertulis kepada pemberi kerja dan atau peserta paling
lambat 14 hari kerja serta sejak diterimanya iuran. Kelebihan atau kekurangan
pembayaran iuran diperhitungkan dengan pembayaran iuran bulan berikutnya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran iuran diatur dengan
peraturan BPJS kesehatan.
1. Cara pembayaran fasilitas kesehatan

BPJS kesehatan akan membayar kepada fasilitas kesehatan tingkat


pertama dengan kapitasi. Pembayaran untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama, menurut Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Presiden Nomor
12 Tahun 2013 dilakukan secara praupaya oleh BPJS Kesehatan
berdasarkan kapitasi atas jumlah Peserta yang terdaftar di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama. Dalam hal Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama di suatu daerah tidak memungkinkan pembayaran berdasarkan
kapitasi, BPJS Kesehatan diberikan kewenangan untuk melakukan
pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna. Peraturan
Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tidak menjelaskan apa yang dimaksud
dengan “mekanisme lain yang lebih berhasil guna.” BPJS Kesehatan
diberikan keleluasaan untuk menentukannya.

Untuk fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan, Pasal 39 ayat (3)


Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 menentukan bahwa pembayaran
oleh BPJS Kesehatan dilakukan berdasarkan cara Indonesian Case Based
Grups (INA CBG’s). Perlu ditambahkan bahwa besaran kapitasi dan INA
CBG,s ditinjau sekurang-kurangnya setiap 2 (dua) tahun sekali oleh
Menteri Kesehatan setelah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan.
Peninjauan besaran kapitasi dan INA CBG’s perlu dilakukan untuk
menyesuaikan dengan perkembangan keadaan guna menjamin
kesinambungan pelayanan sesuai dengan standar yang ditetapkan. BPJS
kesehatan membayar dengan sisitem pakar INA CBG. Mengigat kondisi
geografis indonesia, tidak semua fasilitas kesehatan dapat dijangkau
dengan mudah. Maka, jika di suatu daerah tidak memungkinkan
pembayaran berdasarkan kapitalisasi, BPJS kesehatan diberi wewenang
untuk melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil.

Untuk pelayanan gawat darurat yang dilakukan oleh Fasilitas


Kesehatan yang tidak menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan menurut
Pasal 40 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013, dibayar
dengan penggantian biaya. Biaya tersebut ditagihkan langsung oleh
Fasilitas Kesehatan kepada BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan memberikan
pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan dimaksud setara dengan tarif yang
berlaku di wilayah tersebut. Fasilitas Kesehatan tersebut diatas tidak
diperkenankan menarik biaya pelayanan kesehatan kepada Peserta.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian kegawatdaruratan dan prosedur
penggantian biaya pelayanan gawat darurat diatur dengan Peraturan BPJS
Kesehatan. Semua fasilitas kesehatan meskipun tidak menjalani kerja sama
dengan BPJS kesehatan wajib melayani pasien dala keadaan gawat darurat,
setelah keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dapat dipindahkan,
maka fasilitas kesehatan tersebut wajib menunjukke fasilitas kesehatan
yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan. BPJS kesehatan akan
membayar kepada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama
setelah memberikan pelayanan gawat darurat setara dengan tarif yang
berlaku diwilayah tersebut.

Minimnya Anggaran Negara yang diperuntukkan bagi sektor


kesehatan, dapat dipandang sebagai rendahnya apresiasi akan pentingnya
bidang kesehatan  sebagai elemen penyangga, yang bila terabaikan akan
menimbulkan rangkaian problem baru yang justru akan menyerap
keuangan negara lebih besar lagi. Sejenis pemborosan baru yang muncul
karena kesalahan kita sendiri.
Konsepsi Visi Indonesia Sehat 2010, pada prinsipnya menyiratkan
pendekatan sentralistik dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan,
sebuah paradigma yang nyatanya cukup bertentangan dengan anutan
desentralisasi, dimana kewenangan daerah menjadi otonom untuk
menentukan arah dan model pembangunan di wilayahnya tanpa harus
terikat jauh dari pusat. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) terdiri atas
Upaya Kesehatan, Pembiayaan Kesehatan, Sumber Daya Manusia
Kesehatan, Sumber Daya Obat dan Perbekalan Kesehatan, Pemberdayaan
Masyarakat, Manajemen Kesehatan.

Pemakaian dana kesehatan dilakukan dengan memperhatikan aspek


teknis maupun alokatif sesuai peruntukannya secara efisien dan efektif
untuk terwujudnya pengelolaan pembiayaan kesehatan yang transparan,
akuntabel serta penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Good
Governance). Pembelanjaan dana kesehatan diarahkan terutama melalui
jaminan kesehatan, baik yang bersifat wajib maupun sukarela. Hal ini
termasuk program bantuan sosial dari pemerintah untuk pelayanan
kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu (Jamkesmas)

2. Pertanggung jawaban BPJS Kesehatan

BPJS kesehatan wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan


yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 hari sejak dokumen klien
diterima lengkap. Besaran pembayaran kepada fasilitas kesehatan
ditemukan berdasarkan kesepakatan antara BPJS kesehatan dan asosisai
fasilita kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif
yang diterapkan oleh Mentri Kesehatan. Dalam hal tidak ada kesepakatan
atas besaran pembayaran, Mentri Kesehatan memutuskan besaran
pembayaran atas program JKN yang diberikan. Asosiasi Fasilitas
Kesehatan diterapkan oleh Mentri Kesehatan.
Dalam JKN, peserta dapat meminta manfaat tambahan berupa manfaat
yang bersifat non media berupa akomodari, misalnya: peserta yang
menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi daripada haknya, dapat
meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau
membayar sendiri selisih ntara biaya yang dijamin oleh BPJS kesehatan
dan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawat, yang
disebut dengan iuran biaya. Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta
PBI. Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya. BPJS
kesehatan wajib menyampaikan pertanggungjawaban dalam bentuk
laporan, pengelola program dan laporan keuangan tahunan (periode 1
januari sampai engan 31 desember). Laporan yang telah diaudit oleh
akuntan publik dikirimkan kepada presiden dengan tembusan kepada DISN
paling lambat tanggal 30 juni tahun berikutnya. Laporan tersebut di
publikasikan dalm bentuk ringkasan eksekutif melalui meida massa
elektronik dan melalui paling sedikit 2 media massa cetak yang memiliki
peredaran luasa secara nasional, paling lambat tanggal 3 juli tahun
berikutnya.

6.5 Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional


Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan kesehatan perorangan,
mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan obat
sesuai indikasi medis yang diperlukan. BPJS kesehatandalam melakukan
pelayanan promotif dan preventif yaitu dengan mengadakan progam kesehatan,
progam skrining, entry aplikasi, perawatan anak, imunisasi, penyemprotan
demam berdarah dan mengadakan olahraga. Pelayanan promotif dan preventif
bertujuan untuk menyehatkan para peserta BPJS Kesehatan sehingga mengurangi
biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan
yang lebih mahal biayanya dibandingkan dengan pelayanan promotif dan
preventif ini.
Sedangkan pelayanan kuratif atau pengobatan yaitu BPJS Kesehatan berupa
pengobatan kepada peserta di fasilitas kesehatan yang telah bekerja sama dengan
BPJS Kesehatan. Progam rehabilitatif atau pasca pengobatan yaitu BPJS
Kesehatan mengadakan control ulang bagi peserta yang sudah sembuh kemudian
peserta tersebut dapat melakukan rehab medic sehingga peserta tersebut tidak
kembali sakit atau melakukan pengobatan di fasilitas kesehatan yang bisa
mengurangi biaya yang dikeluakan BPJS Kesehatan.
Pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan penyuluhan
kesehatan perorangan, imunisasi dasar, keluarga berencana dan skrining
kesehatan. Pelayanan kesehatan yang dijamin terdiri atas:
 Pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi pelayanan kesehatan non
spesialis yang mencakup: administrasi pelayanan, pelayanan promotif dan
preventif, pemeriksaan, pengobatan, konsultasi medis, tindakan medis non
spesialistik, pelayanan obat dan bahan medis habis pakai, transfusi darah
sesuai dengan kebutuhan medis, pemeriksaan penunjang diagnosis
laboratorium tingkat pertama, rawat inap tingkat pertama sesuai dengan
indikasi
 Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, meliputi pelayanan kesehatan
yang mencakup:
 Rawat jalan yang meliputi: administrasi pelayanan, pemeriksaan, pengobatan,
konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan subspesialis, tindakan medis
spesialistik sesuai dengan indikasi medis, pelayanan obat dan bahan medis
habis pakai, pelayanan alat kesehatan implant, pelayanan penunjang
diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis, rehabilitasi medis,
pelayanan darah, pelayanan kedokteran forensik, pelayanan jenazah di
fasilitas kesehatan.
 Rawat inap yang meliputi: perawatan inap non intensif, perawatan inap di
ruang intensif.
Manfaat JKN terdiri atas 2 jenis yaitu secara medis dan non medis.
1. Manfaat medis berupa pelayanan kesehatan komprehensif, yakni pelayanan
yang diberikan bersifat paripurna mulai dari preventif, promotif, kuratif dan
rehabiitatif. Seluruh pelayanan tersebut tidak dipengaruhi oleh besarnya biaya
iuaran bagi peserta.
2. Manfaat non medis meliputi akomodasi dan ambulan. Manfaat akomodasi
untuk layanan rawat inap sesuai hak kelas perawatan peserta. Manfaat
ambulan hanya diberikan untuk pasien rujukan antar fasilitas kesehatan,
dengan kondisi tertentu sesuai rekomendasi dokter. Promotif dan preventif
yang diberikan bagi upaya kesehatan perorangan (personal care). JKN
menjangkau semua penduduk, artinya seluruh penduduk termasuk warga
asing harus membayar iuran dengan prosentase atau nominal tertentu, kecuali
bagi masyarakat miskin dan tidak mampu, iurannya dibayar oleh pemerintah.
Peserta yang terakhir ini disebut sebagai penerima bantuan iuran. Harapannya
semua penduduk indonesia sudah menjadi peserta JKN pada tahun 2019.
Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan:
a. Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan
mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan
sehat.
b. Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis
Tetanus dan HepatitisB (DPTHB), Polio, dan Campak.
c. Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan
tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga
berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar
disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
d. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk
mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko
penyakit tertentu.
6.6 Badan Penyelenggara
Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan dilaksanakan oleh 4 (empat) pelaku
utama, yaitu Peserta, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan,
Fasilitas Kesehatan, dan Pemerintah.
1. Peserta Jaminan Kesehatan
Peserta Jaminan Kesehatan adalah setiap orang, termasuk orang asing
yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang
telah membayar iuran. Peserta berhak atas manfaat Jaminan Kesehatan. Untuk
tetap memperoleh jaminan pelayanan kesehatan, peserta wajib membayar
iuran Jaminan Kesehatan secara teratur dan terus-menerus hingga akhir hayat.
Peserta Jaminan kesehatan terbagi atas dua kelompok utama, yaitu Penerima
Bantuan Iuran dan Bukan Penerima Bantuan Iuran. Penerima Bantuan Iuran
mendapatkan subsidi iuran dari Pemerintah. Bukan Penerima Bantuan Iuran
wajib membayar iuran Jaminan Kesehatan oleh dirinya sendiri atau bersama-
sama dengan majikannya.
2. BPJS kesehatan
BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan progam jaminan sosial kesehatan.4 BPJS Kesehatan
dibentuk dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 Tentang SJSN dan UU
No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Kedua UU ini mengatur pembubaran PT
Askes Persero dan mentransformasikan PT Askes persero menjadi BPJS
Kesehatan. Pembubaran PT Askes Persero dilaksanakan tanpa proses likuidasi
dan dilaksanakan dengan pengalihan aset dan liabilitas, hak, dan kewajiban
hukum PT Askes Persero menjadi aset dan liabilitas, hak dan kewajiban
hukum BPJS Kesehatan seluruh pegawai PT Askes Persero menjadi pegawai
BPJS Kesehatan.
BPJS Kesehatan berbadan hukum publik yang bertangggung jawab
langsung kepada Presiden.6 BPJS Kesehatan berkedudukan dan berkantor
pusat di Ibu Kota Negara RI. BPJS Kesehatan memiliki kantor perwakilan di
provinsi dan kantor cabang di Kabupaten/Kota. Dalam rangka melaksanakan
fungsi sebagai penyelenggara progam jaminan kesehatan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia, BPJS Kesehatan Bertugas:
 Menerima pendaftaran peserta jaminan Kesehatan
 Mengumpulkan iuran Jaminan Kesehatan dari peserta, pemberi kerja, dan
pemerintah
 Mengelola dana Jaminan Kesehatan
 Membiayai pelayanan kesehatan dan membayarkan manfaat jaminan
kesehatan
 Mengumpulkan dana mengelola data peserta jaminan kesehatan
 Memberi informasi mengenai penyelenggaraan Jaminan Kesehatan

Untuk melaksanakan tugas tersebut, BPJS Kesehatan diberi


kewenangan untuk:
 Menagih pembayaran iuran
 Menempatkan dana jaminan sosial untuk investasi jangka pendek dan
jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas,
kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai
 Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kapetuhan peserta dan
pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya
 Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar
pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang
ditetapkan oleh Pemerintah
3. Fasilitas Kesehatan
BPJS kesehatan membangun jaringan fasilitas kesehatan dengan cara
bekerja sama dengan fasilitas kesehatan milik pemerintah atau swasta untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi peserta Jaminan Kesehatan dan
keluarganya. Jaringan fasilitas Kesehatan ini terbagi atas tiga kelompok
utama, yaitu fasilitas kesehatan tingkat pertama, fasilitas kesehatan tingkat
lanjutan, dan fasilitas kesehatan pendukung.
Fasilitas kesehatan tingkat pertama menyelenggarakan pelayanan
kesehatan non spesialistik, sedangkan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan
menyelenggarakan pelayanan kesehatan spesialistik dan subspesialistik.
Fasilitas kesehatan pendukung melayani pelayanan obat, optik dan dukungan
medis lainnya.
4. Pemerintah
Pemerintah berperan dalam penentuan kebijakan (regulator), pembinaan
dan pengawasan penyelenggaraan progam jaminan kesehatan.
 Regulator
Yang berperan sebagai regulator yaitu, Dewan Jaminan Sosial
Nasional (DJSN), pemerintah pusat, dan pemerintah daerah. DJSN adalah
lembaga penunjang eksekutif yang dibentuk dengan UU No. 40 Tahun
2004 untuk menyelenggarakan SJSN. DSJN bertanggung jawab kepada
Presiden. DSJN berfungsi merumuskan kebijakan umum dan sinkronasi
penyelenggaraan SJSN. DSJN bertugas melakukan kajian dan penelitian,
mengusulkan kebijakn investasi dana jaminan sosial, mengusulkan
anggaran jaminan sosial bagi penerima bantuan iuran, serta melakukan
pengawasan terhadap BPJS.
Pemerintah pusat berurusan langsung dalam penyelenggaraan
pelayanan kesehatan adalah Kementerian Kesehatan. Kementerian
Kesehatan mengatur berbagai hal teknis penyelenggaraan Jaminan
Kesehatan, antara lain prosedur pelayanan kesehatan, standar fasilitas
kesehatan, standar tarif pelayanan, formularium obat, dan asosiasi fasilitas
kesehatan.
Pemerintah pusat berurusan langsung dalam penyelenggaraan
pelayanan kesehatan adalah Kementerian Kesehatan. Kementerian
Kesehatan mengatur berbagai hal teknis penyelenggaraan Jaminan
Kesehatan, antara lain prosedur pelayanan kesehatan, standar fasilitas
kesehatan, standar tarif pelayanan, formularium obat, dan asosiasi fasilitas
kesehatan.
Pemerintah daerah mengatur penyelenggaraan Jaminan Kesehatan di
wilayah administratifnya. Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 Tentang
Pemerintah daerah, Pemerintah Daerah berkewajiban membangun sistem
jaminan sosial nasional. Kewajiban ini dimplementasikan antara lain
dengan menjamin ketersediaan fasilitas kesehatan, turut menyubsidi iuran
Jaminan Kesehatan, mengawasi penyelenggaraan Jaminan Kesehatan di
wilayah kerjanya, membangun dukungan publik terhadap Jaminan
Kesehatan.
 Pengawas
DSJN berwenang melakukan monitoring dan evaluasi SJSN. UU
BPJS menetapkan pengawas eksternal BPJS adalah DSJN, Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

6.7 Pengorganisasian
1. Lembaga Penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) (Kemenkes,
2013)
JKN diselenggarakan oleh BPJS yang merupakan badan hukum public
milik Negara yang bersifat non profit dan bertanggung jawab kepada
Presiden. BPJS terdiri atas Dewan Pengawas dan Direksi. Dewan Pengawas
terdiri atas 7 (tujuh) orang anggota: 2 (dua) orang unsur Pemerintah, 2(dua)
orang unsur Pekerja, 2 (dua) orang unsur Pemberi Kerja, 1 (satu) orang unsur
Tokoh Masyarakat.
Dewan Pengawas tersebut diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Direksi terdiri atas paling sedikit 5 (lima) orang anggota yang berasal dari
unsur profesional. Direksi sebagaimana dimaksud diangkat dan diberhentikan
oleh Presiden.
a. Fungsi, Tugas, dan Wewenang Dewan Pengawas
Dalam melaksanakan pekerjaannya, Dewan Pengawas mempunyai
fungsi, tugas, dan wewenang pelaksanaan tugas BPJS dengan uraian
sebagai berikut: (Kemenkes, 2013)
1) Fungsi Dewan Pengawas adalah melakukan pengawasan atas
pelaksanaan tugas BPJS.
2) Dewan Pengawas bertugas untuk: melakukan pengawasan atas
kebijakan pengelolaan BPJS dan kinerja Direksi; melakukan
pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan dan pengembangan Dana
Jaminan Sosial oleh Direksi; memberikan saran, nasihat, dan
pertimbangan kepada Direksi mengenai kebijakan dan pelaksanaan
pengelolaan BPJS; dan menyampaikan laporan pengawasan
penyelenggaraan Jaminan Sosial sebagai bagian dari laporan BPJS
kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN.
3) Dewan Pengawas berwenang untuk: menetapkan rencana kerja
anggaran tahunan BPJS;mendapatkan dan/atau meminta laporan dari
Direksi mengakses data dan informasi mengenai penyelenggaraan
BPJS, melakukan penelaahan terhadap data dan informasi mengenai
penyelenggaraan BPJS; dan memberikan saran dan rekomendasi
kepada Presiden mengenai kinerja Direksi.
b. Fungsi, Tugas, dan Wewenang Direksi Dalam menyelenggarakan JKN,
Direksi BPJS mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang sebagai berikut
(Kemenkes, 2013)
 Direksi berfungsi melaksanakan penyelenggaraan kegiatan operasional
BPJS yang menjamin Peserta untuk mendapatkan Manfaat sesuai dengan
haknya.
 Direksi bertugas untuk:melaksanakan pengelolaan BPJS yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi; mewakili BPJS di
dalam dan di luar pengadilan
 Menjamin tersedianya fasilitas dan akses bagi Dewan Pengawas untuk
melaksanakan fungsinya. Direksi berwenang untuk:
 Melaksanakan wewenang BPJS
 Menetapkan struktur organisasi beserta tugas pokok dan fungsi, tata
kerja organisasi, dan sistem kepegawaian
 Menyelenggarakan manajemen kepegawaian BPJS termasuk
mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan pegawai BPJS serta
menetapkan penghasilan pegawai BPJS; mengusulkan kepada Presiden
penghasilan bagi Dewan Pengawas dan Direksi
 Menetapkan ketentuan dan tata cara pengadaan barang dan jasa dalam
rangka penyelenggaraan tugas BPJS dengan memperhatikan prinsip
transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas; • Melakukan
pemindahtanganan aset tetap BPJS paling banyak Rp 100.000.000.000
(seratus miliar rupiah) dengan persetujuan Dewan Pengawas; melakukan
pemindahtanganan aset tetap BPJS lebih dari Rp 100.000.000.000
(seratus miliar rupiah) sampai dengan Rp 500.000.000.000 (lima ratus
miliar rupiah) dengan persetujuan Presiden;
 Melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS lebih dari Rp
500.000.000.000 (lima ratus miliar rupiah) dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan fungsi, tugas, dan
wewenang Direksi diatur dengan Peraturan Direksi. Persyaratan untuk
menjadi Dewan Pengawas dan Dewan Direksi diatur dalam UU Nomor
24 tahun 2011.
2. Hubungan Antar Lembaga
BPJS melakukan kerja sama dengan lembaga pemerintah, lembaga lain
di dalam negeri atau di luar negeri dalam rangka meningkatkan kualitas
penyelenggaraan program Jaminan Sosial (JKN). (Kemenkes, 2013).

3. Monitoring dan Evaluasi


Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional
merupakan bagian dari sistem kendali mutu dan biaya. Kegiatan ini
merupakan tanggung jawab Menteri Kesehatan yang dalam pelaksanaannya
berkoordinasi dengan Dewan Jaminan Kesehatan Nasional. (Kemenkes,
2013).

4. Pengawasan
Pengawasan terhadap BPJS dilakukan secara eksternal dan internal.
Pengawasan internal oleh organisasi BPJS meliputi:
a. Dewan pengawas; dan Satuan pengawas internal. Sedangkan Pengawasan
eksternal dilakukan oleh: DJSN
b. Lembaga pengawas independen. (Kemenkes, 2013)
5. Tempat dan kedudukan BPJS
Kantor Pusat BPJS berada di ibu kota Negara, dengan jaringannya di seluruh
kabupaten/kota.
BAB VII PEMBIAYAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

7.1 Definisi Pembiayaan Kesehatan

Proses pelayanan kesehatan tidak bisa terlepas dari pembiayaan kesehatan.


Pembiayaan kesehatan adalah besarnya dan alokasi dana yang harus disediakan
untuk dimanfaatkan dalam upaya kesehatan sesuai dengan kebutuhan
perorangan, kelompok dan masyarakat (Setyawan, 2015). Sistem kesehatan
nasional, pembiayaan kesehatan adalah penataan sumber daya keuangan yang
mengatur penggalian, pengalokasian dan membelanjakan biaya kesehatan dengan
prinsip efisiensi, efektif, ekonomis, adil, transparan akuntabel dan berkelanjutan
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Pembiayaan yang dialokasikan untuk kesehatan dikatakan baik apabila dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan, jumlahnya
mencukupi dan dapat dimanfaatkan sebagai mana mestinya sehingga tidak terjadi
pembengkakan biaya yang berlebihan.

Komitmen pemerintah Indonesia belum memberikan prioritas dalam alokasi


dana untuk kesehatan publik. Pembiayaan kesehatan mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi dan juga status kesehatan masyarakat. Era desentralisasi
saat ini pembiayaan kesehatan daerah untuk alokasi biaya kesehatan sebesar 10
persen dari dana APBD di luar gaji sesuai ketentuan pasal 171 ayat 2 dalam
Undang-Undang Kesehatan nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Pembiayaan kesehatan dapat ditinjau dari dua sudut yaitu;

a. Pemakai jasa pelayanan, yaitu besarnya dana yang dapat dimanfaatkan untuk
jasa pelayanan.

b. Pemberi layanan kesehatan, yaitu besarnya dana yang harus dialokasikan


untuk mampu menyelenggarakan berbagai kegiatan kesehatan (Ezer, 2017).
Berdasarkan pembagian layanan kesehatan, pembiayaan kesehatan dapat
dibedakan atas:

1. Biaya pelayanan kedokteran, yaitu biaya yang dimanfaatkan dalam upaya


untuk menyelenggarakan dan atau menggunakan pelayanan kedokteran
dengan harapan untuk mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan
penderita.

2. Biaya layanan kesehatan masyarakat, yaitu biaya yang dibutuhkan dalam


upaya untuk menyelenggarakan dan atau menggunakan layanan kesehatan
masyarakat dengan tujuan utamanya adalah untuk menjaga dan
meningkatkan kesehatan serta untuk mencegah penyakit.

Faktor utama pembiayaan kesehatan mencakup beberapa aspek;

1) Kecukupan / adequacy dan keberlanjutan pembiayaan kesehatan baik pada


tingkat pusat maupun kabupaten yang dilakukan dalam langkah mobilisasi
sumber-sumber pembiayaan, kesinambungan fiscal space dalam anggaran
kesehatan nasional serta peningkatan kolaborasi inter sektoral untuk
mendukung pembiayaan kesehatan.

2) Pengurangan biaya out of pocket dan meminimalisir hambatan pembiayaan


untuk memperoleh layanan kesehatan terutama masyarakat yang tidak mampu
dan rentan, yang dilakukan melalui promosi pemerataan akses dan pemerataan
pembiayaan serta utilisasi pelayanan, pencapaian universal coverage,
penguatan jaminan kesehatan masyarakat miskin dan rentan.

3) Peningkatan efektifitas dan efisiensi pembiayaan kesehatan yang dilakukan


melalui kesesuaian tujuan kesehatan nasional dengan reformasi pembiayaan
yang diterjemahkan dalam instrumen anggaran operasional dan rencana
pembiayaan serta penguatan kapasitas manajemen perencanaan anggaran,
pemberi pelayanan kesehatan serta pengembangan best practices (Idris, 2010).
Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling dihubungkan oleh
suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi dalam
upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan (Ryans).

Biaya kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk


menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang
diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. Dari pengertian
diatas maka biaya kesehatan dapat ditinjau dari dua sudut yakni:

1. Penyedia pelayanan kesehatan

Biaya kesehatan dari sudut penyedia pelayanan kesehatan adalah besarnya


dana yang harus disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya kesehatan.

2. Pemakai jasa pelayanan kesehatan

Biaya kesehatan dari sudut pemakai jasa pelayanan adalah besarnya dana
yang harus disediakan untuk dapat memanfaatkan jasa pelayanan.

7.2 Sumber Pembiayaan Jaminan Kesehatan


Biaya kesehatan merupakan besarnya dana yang harus disediakan untuk
menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang
diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat (Azrul A,
1996).

Adanya sektor pemerintah dan sektor swasta dalam penyelenggaraan


kesehatan sangat mempengaruhi perhitungan total biaya kesehatan suatu negara.
Total biaya dari sektor pemerintah tidak dihitung dari besarnya dana yang
dikeluarkan oleh pemakai jasa, tapi dari besarnya dana yang dikeluarkan oleh
pemerintah (expense) untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan.

Pelayanan kesehatan dibiayai dari berbagai sumber, yaitu : Pemerintah, baik


pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (propinsi dan kabupaten/kota)
dengan dana berasal dari pajak (umum dan penjualan), deficit, financial
(pinjaman luar negeri) serta asuransi sosal.

Pelayanan kesehatan dibiayai dari berbagai sumber, yaitu :

a. Pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (propinsi dan


kabupaten/kota) dengan dana berasal dari pajak (umum dan
penjualan), deficit, financial (pinjaman luar negeri) serta asuransi sosal.

b. Swasta, dengan sumber dana dari perusahaan, asuransi kesehatan swasta,


sumbangan sosial, pengeluaran rumah tangga serta communan self help.

1) Sumber pembiayaan kesehatan Daerah:

a) Pemerintah Pusat

b) Pemerintah Provinsi

c) Pemerintah Daerah

d) Bantuan Luar Negeri

e) Dunia Usaha, Swasta; dan

f) Masyarakat

g) Sumber lain yang sah.

2) Dinas dapat mengakses, menyelenggarakan pemantauan dan pengawasan


terhadap sumber-sumber pembiayaan kesehatan.

3) Bantuan Keuangan dari Provinsi untuk kabupaten/kota dibagi secara


proporsional sesuai dengan kebutuhan dan kekuatan fiskal masing-masing
daerah.
Telah kita ketahui bersama bahwa sumber pembiayaan untuk
penyediaan fasilitas-fasilitas kesehatan melibatkan dua pihak utama yaitu
pemerintah (public) dan swasta (private). Kini masih diperdebatkan apakah
kesehatan itu sebenarnya barang public atau private mengingat bahwa
fasilitas-fasilitas kesehatan yang dipegang oleh pihak swasta (private)
cenderung bersifat komersil. Di sebagian besar wilayah Indonesia, sektor
swasta mendominasi penyediaan fasilitas kesehatan, lebih dari setengah
rumah sakit yang tersedia merupakan rumah sakit swasta, dan sekitar 30-50
persen segala bentuk pelayanan kesehatan diberikan oleh pihak swasta (satu
dekade yang lalu hanya sekitar 10 persen). Hal ini tentunya akan menjadi
kendala terutama bagi masyarakat golongan menengah ke bawah. Tingginya
biaya kesehatan yang harus dikeluarkan jika menggunakan fasilitas-fasilitas
kesehatan swasta tidak sebanding dengan kemampuan ekonomi sebagian
besar masyarakat Indonesia yang tergolong menengah ke bawah.

Di lain sisi, kesehatan adalah barang mahal, kebutuhan akan kesehatan


tidak terbatas tetapi dana untuk pembiayaan penyediaan fasilitas
kesehatannya sangat terbatas. Satu sumber saja tidak akan cukup. Untuk itu
dibutuhkan kombinasi dari berbagai sumber.

Sumber dana kesehatan:

1. Bersumber dari dana pemerintah

Pelayanannya diberikan secara cuma-cuma oleh pemerintah sehingga


sangat jarang penyelenggaraan pelayanan kesehatan disediakan oleh
pihak swasta. Untuk negara yang kondisi keuangannya belum baik,
sistem ini sulit dilaksanakan karena memerlukan dana yang sangat besar.
Contoh :
 Dana pemerintah pusat

 Dana pemerintah provinsi

 Dana pemerintah kabupaten kota

 Saham pemerintah & BUMN

 Premi bagi Jamkesmas yang dibayarkan oleh pemerintah

2. Bersumber dari dana masyarakat

Dapat berasal dari individual ataupun perusahaan. Sistem ini


mengharapkan agar masyarakat (swasta) berperan aktif secara mandiri
dalam penyelenggaraan maupun pemanfaatannya. Hal ini memberikan
dampak adanya pelayanan-pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh
pihak swasta, dengan fasilitas dan penggunaan alat-alat berteknologi
tinggi disertai peningkatan biaya pemanfaatan atau penggunaannya oleh
pihak pemakai jasa layanan kesehatan tersebut. Contoh :

 CSR (Corporate Social Responsibility)

 Pengeluaran rumah tangga baik yang dibayarkan tunai atau melalui


sistem asuransi

 Hibah dan donor dari LSM

3. Bantuan biaya dari dalam dan luar negeri

Sumber pembiayaan kesehatan, khususnya untuk penatalaksanaan


penyakit – penyakit tertentu cukup sering diperoleh dari bantuan biaya
pihak lain, misalnya oleh organisasi sosial ataupun pemerintah negara
lain. Misalnya bantuan dana dari luar negeri untuk penanganan HIV dan
virus H5N1 yang diberikan oleh WHO kepada negara-negara berkembang
(termasuk Indonesia).

4. Gabungan anggaran pemerintah dan masyarakat

Sistem ini banyak diadopsi oleh negara-negara di dunia karena dapat


mengakomodasi kelemahan – kelemahan yang timbul pada sumber
pembiayaan kesehatan sebelumnya. Tingginya biaya kesehatan yang
dibutuhkan ditanggung sebagian oleh pemerintah dengan menyediakan
layanan kesehatan bersubsidi. Sistem ini juga menuntut peran serta
masyarakat dalam memenuhi biaya kesehatan yang dibutuhkan dengan
mengeluarkan biaya tambahan.

7.3 Jenis pembiayaan kesehatan


Dari berbagai pengalaman diberbagai negara, ada tiga model sistem
pembiayaan kesehatan bagi rakyatnya yang diberlakukan secara nasional yakni
model asuransi kesehatan sosial(Social Health Insurance), model asuransi
kesehatan komersial(Commercial/Private Health Insurance), dan model NHS
(National Health Services).

Secara umum jenis pembiayaan kesehatan dikelompokkan menjadi dua


kategori yaitu;

1. Biaya pelayanan Medis Biaya pelayanan ini ditujukan untuk penyelenggaraan


pelayanan kesehatan yang bersifat medis dalam rangka pengobatan dan
penyembuhan penyakit.

2. Biaya pelayanan kesehatan komunitas Biaya pelayanan ini ditujukan untuk


penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang bersifat komunitas untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta untuk mencegah penyakit.
7.4 Pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional
1. Sumber Pendanaan Sumber pendanaan dalam penyelenggaraan JKN berasal
dari iuran peserta PBI dan bukan PBI.

a. Iuran Peserta PBI dibayar oleh Pemerintah.

b. Iuran Peserta Bukan PBI:

 Pekerja Penerima Upah dibayar oleh Pekerja dan Pemberi Kerja.

 Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja dibayar oleh peserta
yang bersangkutan.

2. Mekanisme Pembayaran

1) Mekanisme Pembayaran Iuran Mekanisme pembayaran iuran peserta


kepada BPJS Kesehatan disesuaikan dengan kepesertaan yang terdaftar di
BPJS Kesehatan.

a. Iuran bagi peserta PBI dibayarkan oleh Pemerintah Pusat melalui


Kementerian Kesehatan kepada BPJS Kesehatan.

b. Iuran bagi peserta yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah


dibayarkan oleh Pemerintah Daerah dengan besaran iuran minimum
sama dengan besar iuran untuk peserta PBI.

c. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah dibayar


oleh pemberi kerja dan pekerja dengan ketentuan sebagai berikut:

a) Pemberi kerja memungut iuran dari pekerja dan membayar iuran


yang menjadi tanggung jawab pemberi kerja kemudian iuran
disetorkan ke BPJS Kesehatan.
b) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai pemberi kerja
menyetorkan iuran kepada BPJS Kesehatan melalui rekening kas
negara dengan tata cara pengaturan penyetoran dari kas negara
kepada BPJS Kesehatan sebagaimana diatur oleh Kementerian
Keuangan.

c) Iuran bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta


Bukan Pekerja dibayarkan oleh peserta sendiri kepada BPJS
Kesehatan sesuai dengan kelas perawatannya.

d) Iuran bagi penerima pensiun, veteran, dan perintis kemerdekaan


dibayar oleh pemerintah kepada BPJS Kesehatan.

2) Mekanisme Pembayaran ke Fasilitas Kesehatan BPJS Kesehatan akan


membayar kepada FKTP dengan Kapitasi dan Non Kapitasi. Untuk
FKRTL, BPJS Kesehatan akan membayar dengan sistem paket INA
CBG’s dan di luar paket INA CBGs.

3) Mekanisme Pembayaran Kapitasi Pembayaran Kapitasi oleh BPJS


Kesehatan didasarkan pada jumlah peserta yang terdaftar di FKTP sesuai
dengan data BPJS Kesehatan. Pembayaran kapitasi kepada FKTP
dilakukan oleh BPJS Kesehatan setiap bulan paling lambat tanggal 15
bulan berjalan. Sebelum diundangkannya Peraturan Presiden (PERPRES)
Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana
Kapitasi JKN pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah
Daerah dan Peraturan Menteri Kesehatan (PERMENKES) Nomor 19
Tahun 2014 tentang Penggunaan Dana Kapitasi JKN Untuk Jasa
Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional pada Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah, pembayaran Dana
Kapitasi oleh BPJS ke FKTP Pemerintah Daerah langsung ke Dinas
Kesehatan Kab/Kota yang selanjutnya disetor ke Kas Daerah (KASDA)
atau langsung dari BPJS Kesehatan ke Kas Daerah sebagai penerimaan
daerah. Sejak diundangkannya Perpres 32/2014 dan Permenkes 19/2014
dana Kapitasi langsung dibayarkan oleh BPJS Kesehatan ke FKTP milik
Pemerintah Daerah.

4) Mekanisme Pembayaran Klaim Non Kapitasi Pembayaran klaim non


Kapitasi pelayanan JKN oleh BPJS Kesehatan di FKTP milik Pemerintah
Daerah dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku. Pembayaran klaim non
kapitasi di FKTP milik Pemerintah Daerah meliputi:

a) pelayanan ambulan

b) pelayanan obat program rujuk balik

c) pemeriksaan penunjang pelayanan program rujuk balik

d) pelayanan skrining kesehatan tertentu termasuk pelayanan terapi krio

e) rawat inap tingkat pertama

f) pelayanan kebidanan dan neonatal yang dilakukan oleh bidan atau


dokter

g) pelayanan KB berupa MOP/vasektomi

h) kompensasi pada daerah yang belum tersedia fasilitas kesehatan yang


memenuhi syarat

i) pelayanan darah di FKTP; dan

j) pelayanan gawat darurat di fasilitas kesehatan yang tidak bekerja


sama dengan BPJS Kesehatan.

5) Mekanisme Pembayaran INA CBGs Pembayaran pelayanan kesehatan


dengan menggunakan sistem INA CBGs terhadap FKRTL berdasarkan
pada pengajuan klaim dari FKRTL baik untuk pelayanan rawat jalan
maupun untuk pelayanan rawat inap. Klaim FKRTL dibayarkan oleh
BPJS Kesehatan paling lambat 15 hari setelah berkas klaim diterima
lengkap. Pengaturan lebih lanjut tentang sistem paket INA CBGs di atur
lebih lanjut dalam Petunjuk Teknis INA CBGs.

6) Mekanisme Pembayaran di luar paket INA CBGs Pembayaran pelayanan


kesehatan dengan menggunakan sistem di luar paket INA CBGs terhadap
FKRTL berdasarkan pada ketentuan Menteri Kesehatan.

Alokasi Dana Kapitasi untuk dukungan biaya operasional pelayanan


kesehatan dimanfaatkan untuk;

1. Obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai; dan

2. Kegiatan operasional pelayanan kesehatan lainnya Dukungan kegiatan


operasional pelayanan kesehatan lainnya, meliputi:

3. Upaya kesehatan perorangan berupa kegiatan promotif, preventif, kuratif,


dan rehabilitatif lainnya. Untuk kegiatan ini dana yang ada antara lain
dapat dibelanjakan seperti biaya makan-minum, Jasa profesi Narasumber,
foto copy bahan, service ringan alat kesehatan, perjalanan.

4. Kunjungan rumah dalam rangka upaya kesehatan perorangan. Dana yang


ada antara lain dapat dibelanjakan seperti perjalanan, uang harian.

5. Operasional untuk puskesmas keliling. Dana yang ada antara lain dapat
dibelanjakan seperti Bahan Bakar Minyak (BBM), penggantian Oli, suku
cadang kendaraan pusling.

6. Bahan cetak atau alat tulis kantor; dan/atau


7. Administrasi keuangan dan sistem informasi. Dana yang ada antara lain
dapat dibelanjakan seperti perjalanan, uang harian, foto copy bahan,
belanja piranti keras dan piranti lunak dalam mendukung implementasi
sistem informasi JKN, biaya operasional sistem informasi.

Penggunaan Dana Kapitasi untuk dukungan biaya operasional pelayanan


kesehatan sebagaimana tersebut di atas dilaksanakan tetap mengacu pada
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dana Non Kapitasi Pengelolaan
dan Pemanfaatan Dana Non Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada FKTP
Milik Pemerintah Daerah mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang pengelolaan keuangan daerah.
BAB VIII PELAYANAN KEPESERTAAN JKN

8.1 Pengertian kepesertaan.


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepesertaan yang berasal dari kata
“peserta” merupakan definisi dari pengikut atau sedang terikat pada kegiatan
tertentu. Kamus besar bahasa Indonesia Peserta adalah orang yang ikut serta atau
yang mengambil bagian (misalnya dalam kongres, seminar, lokakarya, dan
pertandingan), (Depdiknas, 2008). Peserta adalah setiap orang, termasuk orang
asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah
membayar iuran, (Presiden RI, 2004).

Beberapa pengertian: Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang
bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar Iuran.
Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau
imbalan dalam bentuk lain. Pemberi Kerja adalah orang perseorangan,
pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja,
atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan
membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya.

Peserta tersebut meliputi: Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan PBI
JKN dengan rincian sebagai berikut:

a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin
dan orang tidak mampu.
b. Peserta bukan PBI adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang
tidak mampu yang terdiri atas:

1. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu;

a) Pegawai Negeri Sipil

b) Anggota TNI

c) Anggota Polri

d) Pejabat Negara

e) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri

f) Pegawai Swasta; dan g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai


dengan huruf f yang menerima Upah.

2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:

a. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan

b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima


Upah.

c. Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga


negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

3. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas:

a. Investor

b. Pemberi Kerja

c. Penerima Pensiun

d. Veteran
e. Perintis Kemerdekaan; dan

f. Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e


yang mampu membayar Iuran.

4. Penerima pensiun terdiri atas:

a. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pension

b. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak


pension

c. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pension

d. Penerima Pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c; dan

e. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana
dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak
pensiun.

f. Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi:

1) Istri atau suami yang sah dari Peserta; dan

2) Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari
Peserta, dengan kriteria: tidak atau belum pernah menikah atau
tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan belum berusia 21 (dua
puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (duapuluh lima) tahun
yang masih melanjutkan pendidikan formal.

3) Sedangkan Peserta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan


anggota keluarga yang lain.
5. WNI di Luar Negeri Jaminan kesehatan bagi pekerja WNI yang bekerja di
luar negeri diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
tersendiri.

6. Syarat pendaftaran Syarat pendaftaran akan diatur kemudian dalam


peraturan BPJS.

7. Lokasi pendaftaran Pendaftaran Peserta dilakukan di kantor BPJS


terdekat/setempat.

8. Prosedur pendaftaran Peserta

a. Pemerintah mendaftarkan PBI JKN sebagai Peserta kepada BPJS


Kesehatan.

b. Pemberi Kerja mendaftarkan pekerjanya atau pekerja dapat


mendaftarkan diri sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan.

c. Bukan pekerja dan peserta lainnya wajib mendaftarkan diri dan


keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan.

9. Hak dan kewajiban Peserta Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS
Kesehatan berhak mendapatkan

a. Identitas Peserta dan

b. Manfaat pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama


dengan BPJS Kesehatan. Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS
Kesehatan berkewajiban untuk:

a) Membayar iuran dan


b) Melaporkan data kepesertaannya kepada BPJS Kesehatan dengan
menunjukkan identitas Peserta pada saat pindah domisili dan atau
pindah kerja.

10. Masa berlaku kepesertaan

a. Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional berlaku selama yang


bersangkutan membayar Iuran sesuai dengan kelompok peserta.

b. Status kepesertaan akan hilang bila Peserta tidak membayar Iuran atau
meninggal dunia.

c. Ketentuan lebih lanjut terhadap hal tersebut diatas, akan diatur oleh
Peraturan BPJS.

11. Pentahapan kepesertaan Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional


dilakukan secara bertahap, yaitu tahap pertama mulai 1 Januari 2014,
kepesertaannya paling sedikit meliputi: PBI Jaminan Kesehatan; Anggota
TNI/PNS di lingkungan Kementerian Pertahanan dan anggota
keluarganya; Anggota Polri/PNS di lingkungan Polri dan anggota
keluarganya; peserta asuransi kesehatan PT Askes (Persero) beserta
anggota keluarganya, serta peserta jaminan pemeliharaan kesehatan
Jamsostek dan anggota keluarganya. Selanjutnya tahap kedua meliputi
seluruh penduduk yang belum masuk sebagai Peserta BPJS Kesehatan
paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019.

8.2 Fungsi pelayanan kepesertaan


Beberapa fungsi pelayanan kepesertaan ;
1. Penentuan tujuan kepesertaan
2. Penetapan persyaratan kepesertaan
3. Penetapan standar prosedur pelayanan kepesertaan
4. Penyediaan infrastruktur kepesertaan
5. Rekrutmen kepesertaan
6. Vefikasi dokumen kepesertaan
7. Penerbitan kartu kepesertaan
8. Penanganan keluhan kepesertaan

8.3 kepesertaan jaminan kesehatan nasional


Kepesertaan JKN bersifat wajib. Semua rakyat Indonesia secara bertahap
diharapkan masuk dan bergabung dalam program JKN ini. Mengapa kepesertaan
harus wajib? Pertama alasan logisnya, Jika ini tak diwajibkan dapat dipastikan
banyak orang yang tidak ikut karena mereka merasa sehat dan belum butuh
sebuah jaminan kesehatan. Namun, jika nantinya mereka sudah sakit-sakitan dan
merasa butuh jaminan kesehatan baru mereka ikut jaminan kesehatan ini. Tentu
hal ini sangat menganggu stabilitas program. Alasan kedua, dalam dunia asuransi
kita mengenal istilah the law of large number (hukum bilangan besar). Semakin
besar jumlah peserta yang ikut dalam suatu asuransi maka prediksi resiko sakit
akan semakin stabil. Pembagian resiko juga akan menjadi semakin merata.
Alasan ketiga, mencegah JKN ini sebagai produk inferior (mutu rendahan). Ya
jika ini tak diwajibkan. Tentu akan terbentuk persepsi bahwa JKN ini hanya
barang murahan saja, (Kemenkes RI, 2013).

Kepesertaan yang ditanggung jaminan kesehatan nasional untuk


mendapatkan pelayanan kesehatan meliputi ; Peserta Penerima Bantuan Iuran
(PBI) dan Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non-PBI). Peserta PBI
Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak
mampu. Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (NonPBI) meliputi ;

1. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, terdiri atas : Pegawai


Negeri Sipil; Pejabat Negara, Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri;
Pegawai swasta; dan g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan
huruf f yang menerima Upah.
2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, terdiri atas pekerja
di luar hubungan kerja dan pekerja mandiri.

3. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya, terdiri atas : Investor; Pemberi


Kerja; Penerima pensiun; Veteran; Perintis Kemerdekaan; dan Bukan Pekerja
yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mampu membayar
iuran, (BPJS RI, 2013) Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan yang
selanjutnya disebut PBI Jaminan Kesehatan adalah Fakir Miskin dan Orang
Tidak Mampu sebagai peserta program jaminan kesehatan. Fakir Miskin
adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian
dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai
kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya
dan/atau keluarganya. Orang Tidak Mampu adalah orang yang mempunyai
sumber mata pencaharian, gaji atau upah, yang hanya mampu memenuhi
kebutuhan dasar yang layak namun tidak mampu membayar Iuran bagi dirinya
dan keluarganya. Pasal 2, PP RI No 101 tahun 2012 mengatakan bahwa
penyelenggaraan Jaminan Kesehatan meliputi: a. kepesertaan; b. iuran
kepesertaan; c. penyelenggara pelayanan kesehatan; d. kendali mutu dan
kendali biaya; dan e. pelaporan dan utilization review, (Predsiden RI, 2012).

Pendaftaran Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan dilakukan oleh


Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan
mendaftarkan jumlah nasional PBI Jaminan Kesehatan yang telah ditetapkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) sebagai peserta program Jaminan
Kesehatan kepada BPJS Kesehatan. Pasal 8 BPJS kesehatan wajib memberikan
nomor identitas tunggal kepada peserta Jaminan Kesehatan yang telah
didaftarkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan, (Kemenkes RI, 2014).
8.4 Prinsip kepesertaan
Keterkaitan Penerapan Pedoman/Kebijakan Pelayanan Kepesertaan dengan
terpenuhinya prinsip-prinsip Good Pension Fund Governance dapat dirinci
sebagai berikut :

1. Transparansi (Tranparenency)

Keterbukaan dan transparansi dalam melaksanakan proses pengambilan


keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi atau dalam
bekerja sama dengan pihak lain sangat berperan penting dalam pelaksanaan
kegiatan Pelayanan Kepesertaan. Untuk itu, pengelolaan Pelayanan
Kepesertaan harus dilaksanakan dengan tingkat keterbukaan dan transparansi
penuh, antara lain melalui pengelolaan semua data dan informasi yang harus
dilakukan dengan sebaik-baiknya, berdasarkan ketentuan yang diatur dan
ditetapkan dalam Pedoman/Kebijakan Pelayanan Kepesertaan.

2. Akuntabilitas (Accountability)

Pedoman / Kebijakan Pelayanan Kepesertaan yang baku dan selalu


dipatuhi, akan menjamin adanya kejelasan fungsi, peranan, kemampuan dan
kompetensi dari para Pengelola kepesertaan.

3. Tanggungjawab (Responsibility)

Penetapan dan penerapan Pedoman / Kebijakan Pelayanan Kepesertaan


akan dapat memberikan jaminan adanya kesadaran tentang tanggungjawab
yang harus diemban dan dilaksanakan dengan baik oleh seluruh jajaran
kepesertaan, khususnya dalam memenuhi kepentingan Peserta.

4. Kemandirian (Independency)

Pedoman / Kebijakan Pelayanan Kepesertaan mengatur dan menetapkan


antara lain batasan-batasan dan syarat kemandirian bagi para pengelola
kepesertaan dalam hal pelayanan Kepesertaan, sesuai fungsi, tugas dan
tanggungjawab serta wewenang masingmasing.

5. Kesetaraan / Kewajaran (Fairness)

Kesetaraan dan Kewajaran mendasari semua perhitungan, pernyataan, dan


pencatatan serta pelaporan dari seluruh komponen kegiatan Kepesertaan, dan
hal tersebut sangat ditekankan didalam Pedoman / Kebijakan Pelayanan
Kepesertaan Keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak Peserta.

8.5 Jenis kepesertaan


Kepesertaan BPJS Kesehatan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Peserta
Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non-
PBI), menurut panduan praktis (Kemenkes RI, 2014)

1. Kepesertaan PBI (Perpres No 101 Tahun 2011)

a. Kriteria Peserta PBI o Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang
tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu.

 Kriteria Fakir Miskin dan orang tidak mampu ditetapkan oleh menteri di
bidang sosial setelah berkoordinasi dengan menteri dan /atau pimpinan
lembaga terkait

 Kriteria Fakir Miskin dan Orang tidak mampu sebagaimana dimaksud


menjadi dasar bagi lembaga yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang statistik untuk melakukan pendataan

 Data Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu yang telah diverifikasi dan
divalidasi sebagaimana dimaksud, sebelum ditetapkan sebagai data
terpadu oleh Menteri di bidang sosial, dikoordinasikan terlebih dahulu
dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan dan menteri dan/atau pimpinan lembaga terkait.

 Data terpadu yang ditetapkan oleh Menteri dirinci menurut provinsi dan
kabupaten/kota.

 Data terpadu sebagaimana dimaksud menjadi dasar bagi penentuan


jumlah nasional PBI Jaminan Kesehatan.

 Data terpadu sebagaimana dimaksud, disampaikan oleh Menteri di


bidang sosial kepada menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan dan DJSN

 Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang


kesehatan mendaftarkan jumlah nasional PBI Jaminan Kesehatan yang
telah ditetapkan sebagaimana dimaksud sebagai peserta program
Jaminan Kesehatan kepada BPJS Kesehatan

 Penetapan jumlah PBI Jaminan Kesehatan pada tahun 2014 dilakukan


dengan menggunakan hasil Pendataaan Program Perlindungan Sosial
tahun 2011.

 Jumlah peserta PBI Jaminan Kesehatan yang didaftarkan ke BPJS


Kesehatan sejumlah 86,4 juta jiwa.

b. Perubahan Data Peserta PBI

 Penghapusan data fakir miskin dan orang tidak mampu yang tercantum
sebagai PBI Jaminan Kesehatan karena tidak lagi memenuhi keriteria

 Penambahan data Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu untuk


dicantumkan sebagai PBI Jaminan Kesehatan karena memenuhi
kriteria Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu.
 Perubahan data PBI Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud
diverifikasi dan divalidasi oleh Menteri di bidang sosial

 Perubahan data ditetapkan oleh Menteri di bidang sosial setelah


berkoordinasi dengan Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan dan Menteri dan/atau pimpinan
lembaga terkait.

 Verifikasi dan validasi terhadap perubahan data PBI Jaminan


Kesehatan sebagaimana dimaksud dilakukan setiap 6 (enam) bulan
dalam tahun anggaran berjalan.

 Penduduk yang sudah tidak menjadi Fakir Miskin dan sudah mampu,
wajib menjadi peserta Jaminan Kesehatan dengan membayar Iuran.

2. Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non-PBI) Peserta bukan PBI Jaminan
Kesehatan sebagaimana yang dimaksud merupakan peserta yang tidak
tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas (sesuai
Perpres No 12 Tahun 2013):

a. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, terdiri atas:

1) Pegawai Negeri Sipil

2) Anggota TNI

3) Anggota Polri

4) Pejabat Negara

5) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri

6) Pegawai swasta; dan


7) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang
menerima Upah.

b. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, terdiri atas


pekerja di luar hubungan kerja dan pekerja mandiri.

c. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya, terdiri atas :

1) Investor

2) Pemberi Kerja

3) Penerima pension

4) Veteran

5) Perintis Kemerdekaan

6) Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e


yang mampu membayar iuran.

Penerima Pensiun sebagaimana yang dimaksud terdiri atas:

1) Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pension

2) Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak


pension

3) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pension

4) Penerima pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c; dan

5) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana
yang dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat
hak pensiun Pekerja sebagaimana yang dimaksud termasuk warga
negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan
Jamingan Kesehatan bagi Pekerja warga negara Indonesia yang
bekerja di luar negeri diatur dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan tersendiri. Anggota keluarga sebagaimana dimaksud
meliputi:

 Istri atau suami yang sah dari Peserta; dan

 Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari
Peserta, dengan kriteria

 Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai


penghasilan sendiri; dan

 Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25


(dua puluh lima) tahun yag masih melanjutkan pendidikan formal
Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan dapat mengikutsertakan
anggota keluarga yang lain.

8.6 Pentahapan kepesertaan


Pentahapan kepesertaan Jaminan Kesehatan nasional menurut panduan
praktis, (Kemenkes RI, 2014)

a) Kepesertaan Jaminan Kesehatan bersifat wajib dan dilakukan secara bertahap


sehingga mencakup seluruh penduduk

b) Pentahapan sebagaimana dimaksud dilakukan sebagai berikut :

1) Tahap pertama mulai tanggal 1 Januari 2014, paling sedikit meliputi: o


PBI Jaminan Kesehatan;

 Anggota TNI/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian


Pertahanan dan anggota keluarganya
 Anggota Polri/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Polri dan anggota
keluarganya

 Peserta asuransi kesehatan Perusahaan Persero (Persero) Asuransi


Kesehatan Indonesia (ASKES) dan anggota keluarganya dan

 Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Perusahaan Persero (Persero)


Jaminan Sosial Tenaga Kerja

2) Tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai


Peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019.

3) Penahapan Kepesertaan adalah tahapan yang dilakukan oleh pemberi


kerja untuk mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta
sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti kepada BPJS
Ketenagakerjaan.

4) Penahapan dimulainya pendaftaran bagi pekerja yang bekerja pada


pemberi kerja penyelenggara negara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan untuk program jaminan kecelakaan kerja dan jaminan
kematian paling lambat tanggal 1 Juli 2015.

5) Penahapan dimulainya pendaftaran bagi pekerja yang bekerja pada


pemberi kerja penyelenggara negara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dan huruf f dilakukan untuk program jaminan hari tua dan
program jaminan pensiun paling lambat tahun 2029.

6) Penahapan kepesertaan untuk pekerja yang bekerja pada pemberi kerja


selain penyelenggara negara dikelompokkan berdasarkan skala usaha
yang terdiri atas:

a. usaha besar
b. usaha menengah

c. usaha kecil; dan

d. usaha mikro.

7) Penahapan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk:

a. usaha besar dan usaha menengah wajib mengikuti program


jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, program
jaminan pensiun, dan program jaminan kematian.

b. usaha kecil wajib mengikuti program jaminan kecelakaan kerja,


program jaminan hari tua, dan program jaminan kematian.

c. usaha mikro wajib mengikuti program jaminan kecelakaan kerja


dan program jaminan kematian.

8.7 Ketentuan peserta pemutusan hubungan kerja (PHK) dan cacat total
Ketentuan peserta pemutusan PHK dan cacat total menurut panduan praktis
(Pasal 7 & 8 Perpres No 12 Tahun 2013), (Kemenkes RI, 2014);

 Peserta yang mengalami PHK tetap memperoleh hak manfaat Jaminan


Kesehatan paling lama 6 (enam) bulan sejak di PHK tanpa membayar iuran.

 Peserta sebagaimana tersebut di atas yang telah bekerja kembali wajib


memperpanjang status kepesertaannya dengan membayar iuran

 Dalam hal peserta sebagaimana dimaksud di atas tidak bekerja kembali dan
tidak mampu, berhak menjadi peserta PBI Jaminan Kesehatan

 Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan yang mengalami cacat total tetap dan
tidak mampu, berhak menjadi Peserta PBI Jaminan Kesehatan
 Penetapan cacat total tetap, dilakukan oleh dokter yang berwenang.

 Perubahan status kepesertaan dari Peserta PBI Jaminan Kesehatan menjadi


bukan Peserta PBI Jaminan Kesehatan dilakukan melalui pendaftaran ke
BPJS Kesehatan dengan membayar iuran pertama.

 Perubahan status kepesertaan dari bukan Peserta PBI Jaminan Kesehatan


menjadi Peserta PBI Jaminan Kesehatan dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundanganundangan

 Pemutusan Hubungan Kerja yang selanjutnya disingkat PHK adalah


pengakhiran hubungan kerja Karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pemberi kerja
berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pemutusan hubungan kerja adalah acuan untuk pengakhiran kontrak


karyawan dengan perusahaan. Seorang karyawan dapat diberhentikan dari
pekerjaan atas kehendaknya sendiri atau mengikuti keputusan yang telah dibuat
oleh atasannya.

Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 BAB I Pasal


1 ayat (25), pengertian PHK sendiri yaitu Pemutusan hubungan kerja adalah
pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. Sedangkan
dalam UU tersebut, yang menjelaskan secara rinci tentang PHK berada di BAB
XII dari pasal 150 – pasal 172 yang berlaku bagi badan usaha yang memiliki
badan hukum atau tidak, usaha milik perseorangan, persekutuan atau miliki
badan hukum. Baik milik swasta maupun milik negara. Serta usaha-usaha sosial
dan usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan
membayar upah dan imbalan dalam bentuk lain.
Teknik dan cara pemutusan hubungan kerja yaitu dengan merundingkan
terlebih dahulu antara kedua pihak. Jika memang hasil akhir PHK tetap
dilaksanakan, maka diajukan permohonan secara tertulis kepada lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial atau biasa disebut dengan
Pengadilan Hubungan Industrial disertai dengan alasan kenapa PHK dilakukan.
Jika terjadi pemutusan hubungan kerja, maka perusahaan wajib membayarkan
uang pesangon atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian yang
seharusnya diterima oleh karyawan.

Perhitungan pesangon jika dilihat dari pasal 156 UU Ketenagakerjaan No.13


Tahun 2003 Pasal 2 yaitu sebagai berikut.

1. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;

2. Masakerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua)
bulan upah

3. masa kerja 2 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga)
bulan upah

4. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4
(empat) bulan upah

5. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5
(lima) bulan upah

6. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6
(enam) bulan upah

7. masa kerja 6 (enam) atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh)
bulan upah
8. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8
(delapan) bulan upah

9. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.

Selain perhitungan pesangon, ternyata terdapat ketentuan uang penghargaan


masa kerja pada pasal 3 UU tersebut, yaitu seperti berikut :

1. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua)
bulan upah

2. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3
(tiga) bulan upah

3. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas)
tahun, 4 (empat) bulan upah

4. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas)
tahun, 5 (lima) bulan upah

5. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan
belas) tahun, 6 (enam) bulan upah

6. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua
puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah

7. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua
puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah

8. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan upah.

Lalu selanjutnya, pada pasal 4, terdapat uang penggantian hak yang dapat
diberikan kepada karyawan dengan ketentuan :

1. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;


2. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat
dimana pekerja/buruh diterima bekerja;

3. pengganti perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima


belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja
bagi yang memenuhi syarat;

4. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama.

8.8 Hak dan kewajiban peserta


Hak dan kewajiban peserta menurut panduan praktis (Kemenkes RI, 2014)

a. Hak Peserta

1) Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh


pelayanan kesehatan

2) Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta


prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku

3) Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang


bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

4) Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau


tertulis ke Kantor BPJS Kesehatan.

b. Kewajiban Peserta

1) Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang


besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku
2) Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan, perceraian,
kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat
pertama

3) Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh
orang yang tidak berhak

4) Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan

Jaminan sosial merupakan sistem perlindungan yang diberikan


kepada setiap warga negara untuk mencegah hal-hal buruk yang tidak
diinginkan karena adanya resiko-resiko yang mengancam kesehatan
seseorang. Menurut Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa negara mengembangkan sistem
jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang
lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Oleh
karena itu, pemerintah menjalankan Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945 tersebut dengan mengeluarkan Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 (UU No.40/2004) tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 (UU
No.24/2011) tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) untuk
memberikan jaminan sosial menyeluruh bagi setiap warga negara bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak menuju terwujudnya
masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menegaskan


bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses
atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau. Badan penyelenggara
jaminan sosial atau BPJS adalah merupakan penyelenggara badan hukum
yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial dan
menyelenggarakan jaminan penyelenggara kesehatan bagi seluruh warga
negara Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun
PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya
dan Badan Usaha lainnya ataupun rakyat biasa.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan ini merupakan


Jaminan Kesehatan Nasional diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013.
Dasar hukum dari BPJS Kesehatan ini adalah Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Dalam
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Asuransi Kesehatan
(ASKES) yang sebelumnya dikelola oleh PT Askes Indonesia (Persero),
berubah menjadi BPJS Kesehatan sejak tanggal 1 Januari 2014 selanjutnya
beberapa permasalahan yang penting sedang dihadapi pemerintah
mewarnai program badan penyelenggara jaminan kesehatan atau yang dikenal
BPJS adalah bahwa pelayanan BPJS Kesehatan, khusus untuk masyarakat
miskin penerima bantuan ditanggung Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN), belum memuaskan. Buruknya pelayanan ini bisa dilihat
dari sikap rumah sakit yang masih mencari alasan untuk tidak melayani
warga miskin peserta penerima bantuan tersebut. Berbagai alasan pihak
rumah sakit tidak melayani warga miskin bermacam- macam dan
umumnya beralasan karena kamar pasien sudah penuh. Padahal ketika dicek
banyak kamar kosong.

Hak warga negara dibidang kesehatan, Pertama, asas ketidakpastian.


Berbeda dengan kebutuhan akan komoditi lain seperti baju, sepatu maka
seseorang tidak tahu secara pasti kapan akan membutuhkan pelayanan
kesehatan. Pada dasarnya tidak ada orang yang menginginkan untuk jatuh
sakit dan dirawat dirumah sakit, yang dinginkan adalah menjadi sehat. Kedua,
karena adanya ketidak-seimbangan informasi (asimetri informasi). Ketika
seseorang jatuh sakit, keputusan untuk membeli jasa pelayanan kesehatan
sesuai kebutuhan ada ditangan dokter atau tempat dimana ia berobat
(klinik, rumah sakit). Bila mengikuti suatu prosedur pembedahan pasien
boleh dikatakan tidak mengetahui apakah ia membutuhkan operasi tersebut
atau tidak. Kondisi ini sering dikenal sebagai ketidaktahuan pasien. Ketiga,
adanya dampak terhadap pihak lain. Pendekatan untuk mengatasi masalah
kesehatan umumnya tidak hanya membawa dampak terhadap individu
bersangkutan, tetapi juga masyarakat luas. Sebagai contoh, bila sekumpulan
individu telah mendapatkan kekebalan akibat vaksinasi terhadap penyakit
tertentu (misalnya: polio) maka secara agregat kekebalan akan membawa
dampak positif juga terhadap sekelompok penduduk diwilayah tertentu, dan
akhirnya negara terbebas dari polio.

Permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan JKN saat ini mulai


dari persoalan kartu, ketidakpahaman masyarakat akan layanan BPJS,
sistem rujukan yang tidak bisa berubah dengan segera dan kualitas layanan.
Berdasarkan permasalahan dan hak kesehatan tersebut, tugas pemerintah
adalah memberikan pelayanan prima. Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 (UU No. 36/2009) tentang Kesehatan menjelaskan secara detail terkait
hak-hak dan kewajiban pemerintah. Dalam pelayanan BPJS kesehatan,
peserta harus mengikuti pelayanan yang rumit untuk mendapatkan hak
pelayanan kesehatan. Kewajiban pemerintah berdasarkan Pasal 18 Undang-
Undang BPJS, yang berbunyi: Pemerintah mendaftarkan penerima bantuan
iuran dan anggota keluarganya sebagai peserta kepada BPJS dan
penerima bantuan iuran wajib memberikan data anggota keluarganya
secara lengkap dan benar kepada pemerintah untuk disampaikan kepada
BPJS. Berdasarkan uraian tersebut diatas, banyak permasalahan warga
negara sebagai pemegang hak kesehatan yang harus dapat pemenuhan dan
perlindungan.
BPJS merupakan badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah untuk
menyelenggarakan program jaminan kesehatan kepada seluruh warga
negara. Dalam pelaksanaannya, permasalahan yang sering kali terjadi pada
BPJS, diantaranya:

1. Kepesertaan Pemegang kartu KIS (Kartu Indonesia Sehat) merupakan


warga miskin yang iurannya di tanggung pemerintah. Berbagai media
pernah memberitakan bahwa pemegang kartu BPJS kesehatan peserta
mandiri ada yang mendapat pelayanan yang kurang memuaskan,
begitu pula dengan pengguna kartu KIS. Jika disandingkan
pelayanan Kartu BPJS kesehatan dengan Asuransi swasta /premium
maka akan terlihat perbedaannya.

2. Biaya Operasional Tidak seimbangnya antara klaim dari ribuan


fasilitas kesehatan dengan iuran premi yang diterima oleh BPJS
Kesehatan sehingga sampai tahun ini BPJS kesehatan masih
mengalami defisit anggaran sebesar 6 triliun rupiah. Hal ini
dikarenakan perilaku curang beberapa peserta yang hanya mendaftar
dan membayar BPJS kesehatan ketika sedang sakit dan tidak
meneruskan membayar ketika sudah sembuh. Padahal biaya yang
telah dikeluarkan BPJS Kesehatan untuk penyakit yang dideritanya
belasan bahkan ratusan juta rupiah.

3. Pelayanan yang tidak optimal Peserta sering merasa tidak dilayani


secara maksimal, masih harus membayar karena stok obat kosong
harus mencari ke apotik yang belum bekerjasama dengan BPJS
kesehatan. Sementara para dokter mengeluh minimnya upah yang
tak sebanding dengan keahliannya. Sedangkan fasilitas kesehatan
menjerit klaim yang tak bisa dibayar dikarenakan perubahan-perubahan
peraturan direksi yang belum diketahui.
Hak asasi manusia menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Dalam
konteks asasi, kesehatan merupakan hak setiap orang dengan Negara
yang wajib menghormati, menjunjung dan melindungi.

Bentuk upaya Negara tersebut tertuang dalam peraturan perundang-


undangan mengenai kesehatan dan mengenai warga Negara, mengingat
bentuk perlindungan Negara masih dalam batas warga Negara atau orang yang
tercatatkan sebagai penduduk dalam register Negara, sedangkan orang yang
tidak tercatatkan dianggap stateless belum masuk dalam tanggungjawab
Negara. Hak kesehatan adalah hak untuk hidup sehat baik secara fisik
maupun rohani. Macam-macam hak kesehatan dari berbagai undang-undang,
antara lain:

1. Hak untuk mendapat informasi Setiap orang berhak mendapatkan


informasi yang detail dan lengkap tentang penyakit yang dideritanya.
Sesuai dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, Pasal 4 tentang
Perlindungan Konsumen berbunyi:

a) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam


mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan


barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi
serta jaminan yang dijanjikan;
c) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;

d) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang


dan/atau jasa yang digunakan;

e) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya


penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;

h) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau


penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan


lainnya.

Berdasarkan pasal diatas, pasien juga berhak mendapatkan informasi


tentang tindakan medis, potensi risiko yang timbul karena tindakan medis,
serta informasi estimasi biaya yang harus ditanggung pasien serta informasi
waktu lama proses pengobatan. Terkait dengan Hak Informasi, Anda atau
anggota keluarga bisa menanyakan semua hal ini sebelum masuk ke ruang
rawat. Informasi yang harus diberikan adalah informasi yang selengkap-
lengkapnya yaitu informasi yang kuat tentang perlunya tindakan medis
yang bersangkutan dan resiko yang ditimbulkan. Informasi yang harus
diberikan adalah tentang keuntungan dan kerugian dari tindakan medis
yang akan dilaksanakan, baik diagnostik maupun terapeutik.
2. Hak untuk pelayanan kesehatan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945
menyatakan bahwa “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat
serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Setiap warga negara
yang kurang mampu maupun mampu secara keuangan berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan secara gratis sebagai hak. Dalam hal ini
secara teknis, pasien berhak mendapatkan pelayanan kesehatan tingkat dasar
tanpa pungutan biaya. Terlebih lagi, jika setiap orang berasal dari
keluarga kurang mampu, maka setiap anggota keluarga berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan tingkat dasar tersebut.

3. Hak kerahasiaan medis Rahasia medis merupakan hak pasien yang harus
dilindungi dan dijunjung tinggi oleh setiap penyelenggara pelayanan
kesehatan. Pelanggaran terhadap hak pasien ini merupakan sebuah
kejahatan yang dapat dimintai pertanggung jawaban hukum. Menurut
Ampera, perlindungan terhadap hak rahasia medis ini dapat di lihat
dalam peraturan perundang-undangan antara lain: Pasal 57 Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengatakan bahwa setiap
orang berhak atas kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan
kepada penyelenggara pelayanan kesehatan. Pasal 48 Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek kedokteran mengatakan bahwa
setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktek kedokterannya
wajib menyimpan rahasia kedokteran. Pasal 32 huruf (i) Undang-Undang
Nomor 44 Tentang Rumah Sakit mengatakan bahwa hak pasien untuk
mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-
data medisnya.

4. Hak untuk mendengarkan pendapat kedua Setiap pasien yang ragu dengan
hasil diagnosa medis seorang dokter, maka punya hak untuk mencari tahu
pendapat dari dokter lainnya tentang diagnosa medis yang dialaminya
sesuai dengan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran.

5. Hak untuk mendapatkan persetujuan pelayanan medis Seorang pasien


memerlukan tindakan medis yang berisiko tinggi, sehingga pihak rumah
sakit perlu mendapatkan persetujuan dari pasien atau keluarga pasien atas
tindakan medis tersebut. Menurut Pasal 56 Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan berbunyi: 56 Ayat (1) Setiap orang berhak
menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang
akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi
mengenai tindakan tersebut secara lengkap. 56 Ayat (2) Hak menerima atau
menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku pada:

a) Penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke


dalam masyarakat yang lebih luas

b) keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri; atau

c) gangguan mental berat.

Hak sebagaimana yang telah diuraikan secara jelas masih menyisakan


warga negara yang belum tercover oleh penyelenggara jaminan sosial
kesehatan nasional yaitu BPJS. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya
disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan sosial. Dalam pelaksanaannya, BPJS
memberikan layanan kesehatan bagi peserta menurut Pasal 22 Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial , sebagai berikut: (1) Pelayanan kesehatan yang dijamin terdiri atas:

a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi pelayanan kesehatan non


spesialistik yang mencakup:
1) Administrasi pelayanan;

2) Pelayanan promotif dan preventif;

3) Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;

4) Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif;

5) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai; 6. transfusi darah sesuai
dengan kebutuhan medis;

6) Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama; dan

7) Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi.

b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, meliputi pelayanan


kesehatan yang men

1. Rawat jalan yang meliputi:

a) administrasi pelayanan

b) pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter


spesialis dan subspesialis

c) tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis;

d) pelayanan obat dan bahan medis habis pakai

e) pelayanan alat kesehatan implant

f) pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi


medis

g) rehabilitasi medis

h) pelayanan darah
i) pelayanan kedokteran forensik; dan

j) pelayanan jenazah di Fasilitas Kesehatan.

2. Rawat inap yang meliputi:

a) perawatan inap non intensif; dan cakup

b) perawatan inap di ruang intensif.

c) pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri.

Tidak semua hak kesehatan ditanggung oleh BPJS karena


menurut Mahlil, biaya kesehatan atau pelayanan yang ditanggung BPJS
sudah cukup maksimal. Akan tetapi jika pasien menginginkan layanan
lebih yang tidak ditanggung oleh BPJS, maka selisihnya harus dibayar
sendiri oleh pasien atau jika ada, asuransi swasta yang menanggungnya.10
Menurut Pasal 25 UU No. 24/2011, Pelayanan atau hal-hal lain yang
tidak termasuk jaminan yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan adalah
sebagai berikut :

1. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur


sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku;

2. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di Fasilitas Kesehatan yang


tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, kecuali untuk kasus
gawat darurat;

3. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan


kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan
kerja atau hubungan kerja;

4. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri;


5. Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik;

6. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas;

7. Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi);

8. Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau


alkohol;

9. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau


akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri;

10. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk


akupuntur, shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif
berdasarkan penilaian teknologi kesehatan;

11. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan


(eksperimen);

12. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu;

13. Perbekalan kesehatan rumah tangga;

14. Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat,


kejadian luar biasa/wabah; dan

15. Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan Manfaat
Jaminan Kesehatan yang diberikan.

Perlindungan hukum menurut Philipus M.Hadjon adalah perlindungan


akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia
yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari
kesewenangan atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan
dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya. Berkaitan dengan konsumen,
berarti hukum memberikan perlindungan terhadap hak-hak pelanggan
dari sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak tersebut.11
Perlindungan hukum hak kesehatan Warga Negara menurut Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial, hal mengenai perlindungan hukum pada Undang-Undang tersebut
dibahas dalam beberapa pasal yang mengatur tentang hak kesehatan
Warga Negara sebagai peserta BPJS, dalam Pasal 18 Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial,
berbunyi:

1) Pemerintah mendaftarkan penerima Bantuan Iuran dan anggota


keluarganya sebagai peserta kepada BPJS.

2) Penerima Bantuan Iuran wajib memberikan data mengenai diri


sendiri dan anggota keluarganya secara lengkap dan benar kepada
pemerintah untuk disampaikan kepada BPJS.

Berdasarkan pasal diatas menjelaskan, bahwa warga negara wajib


mendaftarkan sebagai peserta BPJS untuk memberikan jaminan kesehatan
apabila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Perlindungan hukum atas hak
kesehatan diberikan kepada warga Negara Indonesia apabila telah menjadi
peserta BPJS, baik BPJS PBI maupun mandiri. Apabila belum terdaftar
sebagai peserta, maka perindungan hukum atas hak kesehatan (dalam hal
layanan) belum ada kecuali warga Negara melakukan klaim atas haknya
dengan meminta Negara melalui keberadaan serta keterangan miskin
yang artinya Negara mengakui keberadaanya (meski tidak terdaftar sebagai
peserta BPJS) dan akan memberikan pelayanan dengan danggaran daerah.
Sehingga perlindungan hukum hak kesehatan warga Negara yang tidak
terdaftar dalam BPJS ditanggung oleh Negara yaitu pemerintah propinsi
dan pemerintah daerah.
Hak kesehatan warga Negara yang menjadi peserta BPJS meliputi
perlindungan hukum pada pemenuhan tindakan preventif dan rehabilitatif.
Hak kesehatan yang diberikan BPJS Kesehatan dalam bentuk upaya
pencegahan untuk menghindari peserta terkena suatu penyakit yang
berbahaya berdasarkan Pasal 20 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2011 tentang BPJS, adalah “Setiap Peserta berhak memperoleh Manfaat
Jaminan Kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan perorangan,
mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan
kebut Hak kesehatan warga negara adalah peserta sebagai konsumen jasa
pelayanan memiliki dua macam hak dasar yang bersifat individual yaitu hak
atas informasi yang benar, hak atas pelayanan medis, dan hak untuk
menentukan nasibnya sendiri. Dilihat dari posisinya, Hak warga negara
dalam BPJS adalah Hak-hak peserta untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan komprehensif yang dijanjikan belum mampu diwujudkan oleh
BPJS.uhan medis yang diperlukan”.

Hak kesehatan warga negara adalah peserta sebagai konsumen


jasa pelayanan memiliki dua macam hak dasar yang bersifat individual yaitu
hak atas informasi yang benar, hak atas pelayanan medis, dan hak untuk
menentukan nasibnya sendiri. Dilihat dari posisinya, Hak warga negara
dalam BPJS adalah Hak-hak peserta untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan komprehensif yang dijanjikan belum mampu diwujudkan oleh
BPJS.

8.9 Iuran
Iuran Jaminan kesehatan nasional menurut panduan praktis (Kemenkes RI,
2014)
a) Iuran Peserta PBI Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta PBI Jaminan
Kesehatan serta penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah sebesar
Rp 19.225,00 (sembilan belas ribu dua ratus dua puluh lima rupiah) per orang
per bulan.

b) Iuran Peserta Bukan PBI

1. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang


terdiri atas Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat
Negara, dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri sebesar 5% (lima
persen) dari Gaji atau Upah per bulan.

2. Iuran sebagaimana dimaksud pada poin 1 (satu) dibayar dengan ketentuan


sebagai berikut:

 3% (tiga persen) dibayar oleh Pemberi Kerja; dan

 2% (dua persen) dibayar oleh Peserta. Kewajiban Pemberi Kerja dalam


membayar iuran sebagaimana dimaksud di atas, dilaksanakan oleh:

 Pemerintah untuk Iuran Jaminan Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil


Pusat, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, dan Pegawai
Pemerintah Non Pegawai Negeri Pusat; dan

 Pemerintah Daerah untuk Iuran Jaminan Kesehatan bagi Pegawai


Negeri Sipil Daerah dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri
Daerah.

3. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah selain


Peserta sebagaimana dimaksud di atas yang dibayarkan mulai tanggal 1
Januari 2014 sampai dengan 30 Juni 2015 sebesar 4,5% (empat koma
lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan:
 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja; dan

 0,5% (nol koma lima persen) dibayar oleh Peserta.

4. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta sebagaimana dimaksud di atas


yang dibayarkan mulai tanggal 1 Juli 2015 sebesar 5% (lima persen) dari
Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan:

 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja; dan

 1% (satu persen) dibayar oleh Peserta

5. Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayar secara


teratur oleh Peserta, pemberi kerja, dan/atau Pemerintah untuk program
Jaminan Kesehatan.

6. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan yang selanjutnya disingkat


PBI Jaminan Kesehatan adalah fakir miskin dan orang tidak mampu
sebagai peserta program Jaminan Kesehatan

7. Iuran peserta bagi Pekerja yang mendaftarkan dirinya sebagai peserta


Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap dibayar
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
Jaminan Kesehatan.

Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan


secarateratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk
programJaminan Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang
JaminanKesehatan).Tarif Kapitasi adalah besaran pembayaran per-bulan yang
dibayar dimuka oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan
jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan.Tarif Non Kapitasi
adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama berdasarkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan
yang diberikan.

Pembayar Iuran;

1. Bagi Peserta PBI, iuran dibayar oleh Pemerintah.

2. Bagi Peserta Pekerja Penerima Upah, Iurannya dibayar oleh PemberiKerja


dan Pekerja.

3. Bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerjaiuran
dibayar oleh Peserta yang bersangkutan.4.

4. Besarnya Iuran Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan melalui


PeraturanPresiden dan ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan
perkembangansosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak.

Pembayaran Iuran;

Setiap Peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan


persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah nominal
tertentu (bukan penerima upah dan PBI).

Setiap Pemberi Kerjawajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan


iuran peserta yangmenjadi tanggung jawabnya, dan membayarkan iuran tersebut
setiap bulankepada BPJS Kesehatan secara berkala (paling lambat tanggal 10
setiap bulan). Apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran
dibayarkan padahari kerja berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN
dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) perbulan dari total iuran
yang tertunggak dan dibayar oleh Pemberi Kerja.
Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja wajib
membayar iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan palinglambat tanggal10
(sepuluh) setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Pembayaran iuran JKN dapat
dilakukan diawal.BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran
JKN sesuai dengan Gaji atau Upah Peserta. Dalam hal terjadi kelebihan atau
kekurangan pembayaran iuran, BPJS Kesehatan memberitahukan secara tertulis
kepada Pemberi Kerja dan/atau Peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja
sejak diterimanya iuran. Kelebihan atau kekurangan Iuran Jaminan Kesehatan
sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja
dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan ( Perpres No. 12 tahun
2013 tentang Jaminan Kesehatan)

1. Peserta PBI Jaminan Kesehatan dibayar oleh Pemerintah.

2. Peserta Pekerja Penerima Upah dibayar oleh Pemberi Kerja dan Pekerja.

3. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan
peserta bukan Pekerja dibayar oleh Peserta yang bersangkutan.

Besarnya iuran jaminan kesehatan ditetapkan melalui Peraturan


Presiden. Setiap peserta wajib membayar iuran yg besarnya ditetapkan
berdasarkan persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu
jumlah nominal tertentu (bukan penerima upah & PBI). Pembayaran iuran
diperhitungkan dengan pembayaran Iuran bulan berikutnya.

 Iur Biaya (additional charge)

Manfaat tambahan dalam Jaminan Kesehatan Nasional adalah manfaat


non medis berupa akomodasi. Misalnya: Peserta yang menginginkan kelas
perawatan yang lebih tinggi dari pada haknya, dapat meningkatkan haknya
dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih
antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus
dibayar akibat peningkatan kelas perawatan.

8.10 Perubahan data kepesertaan


Perubahan data kepesertaan jaminan kesehatan nasional menurut panduan
praktis (Kemenkes RI, 2014)

1. Peserta melapor ke BPJS Kesehatan dan akan mendapatkan penggantian


kartu apabila terjadi hal-hal berikut ini :

a) Kartu Peserta hilang, dengan membawa surat pernyataan hilang dari


yang bersangkutan (bermaterai cukup) dan menunjukan KTP atau
Kartu Keluarga yang berlaku.

b) Kartu Peserta rusak / data pada kartu salah, dengan menyerahkan kartu
peserta yang rusak / data salah dan menunjukkan Kartu Tanda
Penduduk (KTP) asli.

2. Peserta melapor ke BPJS Kesehatan tanpa mendapatkan penggantian


kartu apabila terjadi hal-hal berikut ini :

a) Pindah Puskesmas/Dokter Keluarga/Dokter Gigi, Dapat dilakukan


minimal setelah 3 (tiga) bulan peserta terdaftar pada
Puskesmas/Dokter Keluarga/Dokter Gigi sebelumnya dan mengisi
Formulir Perubahan Data Peserta (FPDP) dan menunjukkan Asli/foto
copy Kartu Peserta.

b) Pindah Tempat Tinggal, dapat Mengisi Formulir Perubahan Data


Peserta (FPDP) dan menunjukkan : Asli Kartu Peserta dan Asli KTP
atau surat keterangan pindah domisili.
c) Pindah Tempat Bekerja, dapat mengisi Formulir Perubahan Data
Peserta (FPDP) dan menunjukkan : Asli Kartu Peserta dan Asli SK
mutasi/pindah tempat bekerja.

d) Perubahan Golongan Kepangkatan, dapat mengisi Formulir Perubahan


Data Peserta (FPDP) dan menunjukkan : asli Kartu Peserta dan asli SK
kenaikan Golongan Kepangkatan.

e) Perubahan Jenis Kepesertaan (PNS aktif menjadi Penerima Pensiun),


dapat mengisi Formulir Perubahan Data Peserta (FPDP) dan
menunjukkan : asli Kartu Peserta, asli SK Pensiun.

f) Perubahan Daftar Susunan Keluarga karena ;

1. Pernikahan, dapat Mengisi Formulir Perubahan Data Peserta


(FPDP) dan menunjukkan : Foto copy Surat Nikah, Foto copy
daftar gaji yang dilegalisir (bagi PNS aktif), Pas foto berwarna
terbaru bagi Isteri/Suami ukuran 3 cm x 4 cm sebanyak 1 (satu)
lembar, Foto copy akte kelahiran anak/surat keterangan
kelahiran/akta dari pengadilan negeri apabila terjadi penambahan
anak maupun anak angkat.

2. Pergantian anak ; Bagi Pekerja Penerima Upah, jumlah anak yang


dijamin maksimal 3 (tiga) orang. Apabila terdapat pengurangan
jumlah anak karena sudah menikah/telah mempunyai penghasilan
sendiri/meninggal dapat digantikan anak lain, dengan melampirkan
Pasfoto berwarna terbaru ukuran 3 cm x 4 cm sebanyak 1 (satu)
lembar bagi anak yang menggantikan (kecuali bagi anak usia
Balita) dan menyerahkan kartu peserta anak yang akan digantikan
serta menunjukkan : Foto copy akte kelahiran anak / surat
keterangan, kelahiran anak yang menggantikan, Asli / Foto copy
kartu keluarga, Fotocopy daftar gaji yang dilegalisir.

g) Pengurangan peserta karena;

1. Meninggal Dunia ; Foto copy Surat Keterangan Kematian dan


Menyerahkan kartu peserta yang meninggal dunia.

2. Perceraian ; Surat penetapan akta perceraian dari Pengadilan dan


Menyerahkan asli kartu peserta isteri / suami.

Perubahan data kepesertaan dilakukan apabila peserta:

 Pindah fasilitas kesehatan tingkat pertama (Puskesmas/Dokter


Keluarga/Dokter Gigi)

 Pindah tempat kerja

 Pindah tempat tinggal

 Perubahan golongan kepangkatan (bagi pegawai pemerintah PNS)

 Perubahan jenis kepesertaan (PNS aktif menjadi pensiun)

 Perubahan daftar susunan keluarga

 Berubah dari peserta PBI menjadi bukan peserta PBI

 Mengalami PHK atau cacat total tetap

Peserta wajib melaporkan perubahan tersebut ke kantor BPJS


Kesehatan terdekat maksimal 7 hari setelah terjadi perubahan. Perubahan data
kepesertaan dilakukan dengan mengisi Formulir Daftar Isian Perubahan Data
Peserta. Formulir perubahan data peserta dibedakan berdasarkan jenis
kepesertaan JKN, yaitu:
 Formulir Daftar Isian Perubahan Data Peserta Pekerja Penerima Upah
(PPU) - Formulir 3B

 Formulir Daftar Isian Perubahan Data Peserta Pekerja Bukan Penerima


Upah (PBPU) dan Peserta Bukan Pekerja 

a. Perubahan pilihan fasilitas kesehatan tingkat pertama

Perpindahan faskes tingkat pertama dapat dilakukan minimal setelah 3


bulan peserta terdaftar di faskes tingkat pertama sebelumnya, dengan
persyaratan:

1. Mengisi Formulir Perubahan Data Peserta, Peserta PPU mengisi Formulir


3B dan Peserta PBPU dan Peserta Bukan Pekerja mengisi Formulir 3A

2. Menunjukkan asli/fotokopi kartu peserta

b. Perubahan tempat kerja/tempat tinggal

Saat melaporkan perpindahan tempat kerja, peserta perlu:

1. Mengisi Formulir Perubahan Data Peserta, Peserta PPU mengisi Formulir


3B dan Peserta PBPU dan Peserta Bukan Pekerja mengisi Formulir 3A

2. Menunjukkan kartu peserta

3. Menujukkan SK Mutasi/pindah tempat kerja/surat keterangan pindah


domisili

c. Perubahan golongan kepangkatan

1. Mengisi Formulir Perubahan Data Peserta (Formulir 3B)

2. Menunjukkan asli kartu peserta

3. Menujukkan SK kenaikan golongan kepangkatan


d. Perubahan jenis kepesertaan (PNS menjadi Pensiun)

1. Mengisi Formulir Perubahan Data Peserta (Formulir 3B)

2. Menunjukkan asli kartu peserta

3. Menujukkan SK pensiun

e. Perubahan susunan keluarga

 Peserta pekerja wajib melaporkan perubahan anggota keluarga kepada


pemberi kerja paling lambat 14 (empat belas) hari sejak terjadinya
perubahan kepesertaan.

 Pemberi kerja wajib menyampaikan informasi perubahan anggota


keluarga pekerjanya ke BPJS Kesehatan paling lambat 14 (empat belas)
hari sejak pekerja melapor ke pemberi kerja.

 Peserta pekerja bukan penerima upah wajib menyampaikan sendiri


perubahan kepesertaannya kepada BPJS Kesehatan

 Bila terjadi perubahan status pernikahan dari lajang menjadi menikah,


persyaratan yang diperlukan adalah:

1. Mengisi Formulir Perubahan Data Peserta, Peserta PPU


mengisi Formulir 3B dan Peserta PBPU dan Peserta Bukan Pekerja
mengisi Formulir 3A

2. Foto kopi surat nikah

3. Foto kopi daftar gaji yang dilegalisir (bagi PNS)

4. Pas foto berwarna 3x4 2 lembar

 Bila terjadi penambahan anak, persyaratan yang diperlukan adalah:


1. Mengisi Formulir Perubahan Data Peserta, Peserta PPU
mengisi Formulir 3B dan Peserta PBPU dan Peserta Bukan Pekerja
mengisi Formulir 3A

2. Foto kopi surat nikah

3. Foto kopi daftar gaji yang dilegalisir (bagi PNS)

4. Foto kopi akte kelahiran anak/surat keterangan kelahiran

5. Pas foto berwarna 3x4 2 lembar

 Bila ada peserta yang meninggal dunia, persyaratan yang diperlukan


adalah:

1. Foto kopi surat keterangan kematian

2. Menyerahkan kartu peserta yang meninggal dunia

 Bila terjadi perceraian, persyaratan yang diperlukan adalah:

1. Surat penetapan akta penceraian dari pengadilan

2. Menyerahkan asli kartu peserta suami/istri

f. Perubahan kepesertaan dari PBI menjadi bukan PBI

 Peserta mendaftarkan diri ke BPJS Kesehatan dengan membayar iuran


pertama.

 Perubahan status kepesertaan tersebut tidak menyebabkan terputusnya


Jaminan Kesehatan.

g. Pemutusan hubungan kerja (PHK) atau cacat total tetap


 Peserta masih memperoleh hak manfaat sampai dengan 6 bulan sejak di
PHK tanpa membayar iuran.

 Jika setelah 6 bulan peserta tetap belum bekerja dan dinyatakan tidak
mampu, berhak menjadi peserta PBI.

 Jika kembali bekerja, wajib memperpanjang kepesertaannya dengan


membayar iuran.

Pendaftaran kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)


Kesehatan kini sudah bisa dilakukan secara online seperti layaknya asuransi
kesehatan. Tentu hal ini akan sangat membantu para calon peserta BPJS untuk
bisa mendaftar dan menggunakan layanan tersebut dengan mudah. Berbeda
dengan proses pendaftarannya, perubahan data peserta BPJS tidak bisa
dilakukan secara online, tetapi harus secara manual di kantor BPJS terdekat.
Untuk itu, sangat penting berhati-hati dalam melakukan pengisian data dan
berbagai perubahan lainnya yang mungkin terjadi di dalam kartu peserta
BPJS.

Seperti asuransi, ada banyak hal yang menjadi penyebab dibutuhkannya


perubahan data BPJS. Hal ini tergantung pada kebutuhan atau mungkin saja
karena terdapat kesalahan dalam data yang tercetak pada kartu peserta BPJS
itu sendiri. Kesalahan-kesalahan tersebut bisa saja membuat peserta
mengalami kesulitan saat akan menggunakan kartu BPJS miliknya sehingga
perlu dilakukan perubahan dan perbaikan pada kartu tersebut.

Dalam praktiknya, penggantian kartu atau sekadar perubahan data yang


terdapat di dalam kartu tersebut membutuhkan proses dan persyaratan yang
berbeda-beda. Hal ini akan disesuaikan dengan seberapa besar sebenarnya
perubahan data yang perlu dilakukan peserta BPJS itu sendiri. Apabila hanya
melakukan perubahan data diri, kartu BPJS tidak perlu diganti. Namun, jika
mengalami kesalahan cetak atau hal lainnya pada kartu tersebut, mau tidak
mau kartu tersebut harus dicetak dan diganti dengan kartu yang baru.

Apa pun kebutuhan perubahan data yang akan dilakukan peserta BPJS


Kesehatan, hal tersebut harus dilakukan dengan cara mendatangi kantor
cabang BPJS terdekat dan melakukan perubahan secara manual di sana.
Berikut ini dua kemungkinan yang bisa saja membuat terjadinya perubahan
data peserta BPJS Kesehatan beserta dengan syarat yang harus dibawa ketika
mengurusnya.

Hal seperti ini bisa saja terjadi. Peserta kebetulan sangat perlu melakukan
penggantian kartu BPJS miliknya. Ada dua kemungkinan yang menyebabkan
perlunya dilakukan penggantian kartu peserta BPJS, yakni:

1. Kartu Peserta BPJS Hilang

Kalau kartu peserta BPJS hilang, bisa dipastikan peserta tersebut tidak
bisa mendapatkan pelayanan kesehatan sebagaimana mestinya. Sebaiknya, hal
ini segera dilaporkan kepada pihak BPJS dan melakukan penggantian kartu
dengan cara membawa syarat berikut:

 Surat pernyataan kehilangan dari yang bersangkutan (menggunakan


materai).

 Identitas diri (KTP) atau kartu keluarga yang masih berlaku.

2. Kartu Peserta Mengalami Kerusakan atau Salah Cetak pada Saat Pembuatan

Peserta yang mengalami masalah kesalahan pencetakan nama dan data


identitas lainnya pada kartu peserta BPJS yang dimilikinya kemungkinan
besar akan mengalami kesulitan ketika menggunakan kartu tersebut. Dalam
kasus ini, kartu tersebut harus diganti. Pelaporan bisa dilakukan dengan cara
membawa persyaratan berikut:
 Kartu peserta yang datanya salah atau yang telah rusak.

 KTP asli yang masih berlaku.

Peserta Melakukan Perubahan Data Tanpa Mendapatkan Kartu Baru BPJS


juga memungkinkan pesertanya untuk melakukan perubahan data diri pada kartu
kepesertaannya tanpa harus melakukan penggantian kartu tersebut. Hal ini biasanya
dilakukan dengan beberapa alasan, seperti:

1. Peserta Pindah Fasilitas Kesehatan (Faskes)/Dokter Keluarga/Dokter Gigi

Dalam proses pindah faskes/dokter keluarga/dokter gigi ini, peserta hanya


bisa melakukannya satu kali saja. Untuk itu, sangat penting untuk
mempertimbangkan hal tersebut sejak awal. Sebab BPJS tidak akan memberikan
kesempatan untuk menggantinya kembali di kemudian hari nanti. Adapun syarat
yang harus dipenuhi dalam proses ini, di antaranya:

 Peserta sudah harus terdaftar di faskes sebelumnya minimal selama 3 bulan.

 Mengisi Formulir Perubahan Data Peserta (FPDP).

 Membawa kartu peserta BPJS.

 Membawa KTP yang masih berlaku.

2. Pindah Tempat Tinggal

Jika berpindah tempat tinggal, bisa saja lokasi tempat tinggal peserta
menjadi jauh dari faskes tempat peserta terdaftar. Karena itu, perubahan data
peserta dibutuhkan (mungkin termasuk perubahan faskes). Syarat dalam
mengubah data ini adalah:

 Mengisi FPDP.

 Membawa kartu peserta.


 Membawa KTP yang masih berlaku.

 Menunjukkan surat pindah domisili.

3. Pindah Tempat Bekerja

Syarat dalam mengurus perubahan data yang dilakukan akibat terjadinya


pindah kerja, antara lain:

 Mengisi FPDP.

 Membawa kartu peserta.

 Membawa SK mutasi/keterangan pindah kerja.

4. Perubahan Golongan Kepangkatan

Jika golongan kepangkatan di tempat kerja berubah, peserta harus membawa


syarat berikut untuk melakukan perubahan data, yakni:

 Mengisi FPDP.

 Membawa kartu peserta.

 Membawa surat keterangan kenaikan golongan kepangkatan.

5. Perubahan Status Kepegawaian (dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) aktif ke PNS
pensiun)

Syarat yang perlu dipersiapkan, di antaranya:

 Membawa FPDP.

 Membawa kartu peserta.

 Membawa SK pensiun.
6. Perubahan Daftar Susunan Keluarga

Hal ini bisa dibedakan dalam beberapa bentuk, antara lain:

a. Pernikahan

Syarat yang mesti dilengkapi:

 Mengisi FPDP.

 Fotokopi surat nikah.

 Fotokopi daftar gaji yang dilegalisasi (legalisir) (bagi PNS aktif).

 Pas foto berwarna terbaru bagi suami/istri ukuran 3 x 4 (1 lembar).

 Fotokopi akta kelahiran anak.

b. Pergantian status anak

Hal ini biasanya berlaku bagi pekerja yang menerima upah dan menjamin
maksimal 3 (tiga) orang di dalam tanggungannya. Perubahan data bisa saja
terjadi apabila anak sudah menikah atau memiliki penghasilan sendiri atau
meninggal dunia. Anak yang tak menjadi tanggungan lagi bisa digantikan
dengan anak yang lain dengan melampirkan pas foto berwarna terbaru ukuran
3 x 4 (1 lembar) (kecuali anak balita) serta menyertakan:

 Fotokopi akta kelahiran anak/surat keterangan kelahiran anak yang


menggantikan.

 Fotokopi kartu keluarga.

 Fotokopi daftar gaji yang dilegalisasi (legalisir).

7. Pengurangan Peserta
Perubahan ini bisa terjadi karena dua hal, antara lain:

a. Meninggal dunia

Syarat melakukan perubahan:

 Fotokopi surat kematian.

 Penyerahan kartu peserta yang bersangkutan kepada pihak BPJS.

b. Perceraian

Syarat melakukan perubahan:

 Surat penetapan akta cerai dari pengadilan.

 Kartu peserta suami/istri.

Setiap perubahan data kepesertaan program Jaminan Kesehatan Nasional-


Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) peserta diminta melapor kepada BPJS
Kesehatan. Hal ini dimaksudkan agar dapat dilakukan updating data oleh
BPJS Kesehatan sehingga peserta tidak mengalami kendala pada saat
mengakses layanan kesehatan di fasilitas kesehatan.

BPJS Kesehatan tidak dapat melakukan perubahan data secara otomatis


tanpa adanya laporan dari peserta. Adapun perubahan data peserta JKN-KIS
meliputi perubahan jenis kepesertaan, mutasi tambah atau kurang peserta dan
anggota keluarga, perubahan data kependudukan, perubahan alamat, domisili,
nomor handphone dan alamat email, kelas rawat dan perubahan Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).

Laporan perubahan data sangat penting sekali untuk memastikan data


peserta selalu update. Bisa jadi perubahan data menyebabkan status
kepesertaan menjadi non aktif, sebagai contoh peserta Pekerja Penerima Upah
(PPU) Penyelenggara Negara yang sudah pensiun, maka peserta yang
bersangkutan harus segera melapor ke BPJS Kesehatan. Berdasarkan hasil
rekonsiliasi data antara BPJS Kesehatan dengan Badan Kepegawaian,
Pendidikan dan Pelatihan Kota Samarinda, peserta yang sudah tidak lagi
menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) aktif maka akan dilakukan
penonaktifan.

Syarat perubahan data bagi Peserta PBI menjadi peserta PBPU: Peserta
dapat langsung merubah jenis kepesertaan dengan mengikuti ketentuan
persyaratan sebagaimana diatur dalam Permensos Nomor 5 Tahun 2016.
Sedangkan peserta PBI ABPD dapat dilakukan sesuai ketentuan mutasi
tambah kurang sebagaimana diatur dalam Perjanjian Kerja Sama dengan
Pemerintah Daerah masing-masing. Adapun syarat perubahan datanya
mendaftarkan seluruh anggota keluarga sesuai ketentuan pendaftaran peserta
PBPU. Lalu peserta menandatangani surat pernyataan bermaterai keluar
sebagai peserta PBI.

Kemudian peralihan peserta PBI menjadi peserta PPU: Badan Usaha


mengusulkan perubahan jenis kepesertaan pekerja melalui surat keterangan
pengalihan status Pekerja. Lalu perubahan status kepesertaan PBI menjadi
Peserta PPU mengikuti mekanisme cut off kepesertaan BPJS Kesehatan dan
jumlah anggota keluarga tertanggung PPU. Kemudian dalam hal jumlah
anggota keluarga tertanggung melebihi hak peserta sebagai peserta PPU, maka
anggota keluarga lainnya:

1) Didaftarkan melalui Badan Usaha sebagai keluarga tambahan dengan


besaran iuran sebesar 1% dari gaji atau upah Peserta Pekerja Penerima
Upah per orang per bulan (dengan melengkapi surat kuasa pemotongan
gaji)

2) Didaftarkan sebagai Peserta PBPU; atau


3) Tetap menjadi Peserta PBI Adapun syarat perubahan data yaitu surat
keterangan pengalihan status Pekerja menggunakan kop surat Badan
Usaha yang ditandatangani pimpinan perusahaan atau yang diberi
wewenang dan di stempel perusahaan.

Pertama, perubahan status kepesertaan dilakukan oleh Badan Usaha,


mengikuti mekanisme cut off kepesertaan BPJS Kesehatan. Kedua, khusus
PBPU menjadai PPU Penyelenggara Negara perubahan status dapat dilakukan
secara perorangan maupun kolektif dengan menunjukkan SK Pengangkatan.
Ketiga, perubahan status kepesertaan jumlah anggota keluarga tertanggung
PPU, dalam hal jumlah anggota keluarga tertanggung melebihi hak peserta
sebagai peserta PPU, maka anggota keluarga lain dapat didaftarkan melalui
Badan Usaha sebagai keluarga tambahan dengan besaran iuran sebesar 1%
dari gaji atau upah Peserta Pekerja Penerima Upah per orang per bulan
(dengan melampirkan surat kuasa pemotongan gaji). Adapun syarat perubahan
data mengikuti ketentuan persyaratan pendaftaran baru peserta PPU.

Di mana peserta bisa melakukan perubahan atau peralihan kepesertaaan


BPJS Kepesertaan?

1. Mobile Customer Service (MCS)

Peserta mengunjungi Mobile Customer Service (MCS) pada hari dan


jam yang telah ditentukan, melengkapi persyaratan yang dibutuhkan,
mengisi Formulir Daftar Isian Peserta (FDIP) dan menunggu antrian
untuk mendapatkan pelayanan.

2. Mall Pelayanan Publik

Peserta mengunjungi Mall Pelayanan Publik, melengkapi persyaratan


yang dibutuhkan, mengisi Formulir Daftar Isian Peserta (FDIP) dan
menunggu antrian untuk mendapatkan pelayanan.
3. Kantor Cabang dan Kantor Kabupaten/Kota

Peserta mengunjungi Kantor Cabang atau Kantor Kabupaten/ Kota,


mengisi Formulir Daftar Isian Peserta (FDIP), mengambil nomor antrian
pelayanan loket yang sesuai, melengkapi persyaratan yang dibutuhkan
dan menunggu antrian untuk mendapatkan pelayanan.

8.11 Prosedur Pendaftaran Peserta BPJS Kesehatan Secara Online


Saat ini pihak BPJS telah meningkatkan akses pelayanan kepesertaan
JKN kepada masyarakat. Tujuannya adalah memberikan kemudahan dan
kenyamanan pelayanan kepada calon peserta. Olehnya itu salah satu cara
mendapatkan pelayanan kepesertaan JKN adalah dengan menggunakan
metode pendaftaran sistem ONLINE.

Metode ini diberlakukan dengan tujuan mempermudah masyarakat dan


mengurangi antrian di tempat-tempat pendaftaran BPJS, dan peserta ke kantor
BPJS saat pengambilan kartu anggota. Dengan demikian tidak akan
mengganggu waktu calon peserta dan proses akan lebih cepat. Beberapa
keuntungan pendaftaran kepesertaan sistem online diantaranya adalah
menghindari antrian, penghematan biaya transportasi, mempercepat proses
pemasukan data, dan validitas data terjamin karena dilakukan sendiri oleh
peserta Cara daftar BPJS secara online dan syarat-syarat apa saja yang harus
di siapkan sebelum mendaftar, adalah sebagai berikut:

1) KK (kartu keluarga)

2) KTP (kartu tanda penduduk) yang masih belaku

3) Kartu NPWP Jika ada


4) No HP dan alamat Email Adapun langkah pendaftaran sistem online
adalah sebagai berikut:

 Buka alat web BPJS resmi di http://bpjs-kesehatan.go.id

 Pilih menu Layanan Peserta, dan klik pada Sub Menu Pendaftaran
Peserta

 Setelah memasuki halaman pendaftaran BPJS online, Klik Pendaftaran


yang terdapat di bagian kanan bawah.

 Setelah itu maka akan muncul form pendaftaran untuk diisi sesuai
dengan data diri KTP dan lain-lain yang tadi sudah anda siapkan
disiapkan. Adapun data diri yang harus anda isi adalah: nama, alamat,
tempat tanggal lahir, nomor handphone, alamat email, kantor cabang
BPJS terdekat anda dimana nantinya anda akan mengambil kartu
BPJS, dan datadata lain yang diperlukan.

Keterangan untuk nilai iuran anggota non-PBI (Bukan Penerima


Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan):

a) Kelas 1/ orang = Rp 59.500/bulan

b) Kelas 2/ orang = Rp 42.500/bulan

c) Kelas 3/ orang = Rp 25.500/bulan

 Sesudah melengkapi data silahkan simpan data anda. Saat data


sudah tersimpan makan dalam waktu dekat anda akan menerima
pemberitahuan melalui alamat email yang tadi anda daftarkan
yang berisi Nomor Registrasi (Virtual Account Number).

 Setelah menerima nomer registrasi, silahkan print Formulir


Pendaftaran yang sudah diisi beserta dengan Virtual Account
Number. Data tersebut akan digunakan untuk kelengkapan
dokumen pada saat pengambilan kartu BPJS di kantor BPJS.

 Lakukan pembayaran sejumlah uang yang tertera ke bank yang


telah ditunjuk oleh pihak BPJS Kesehatan dengan menyertakan
virtual account dan uang. Dan jangan lupa untuk mendapatkan
bukti pembayaran saat anda membayar iuran baik di ATM
maupun Setelah itu anda bisa mengambil kartu BPJS pada alamat
kantor cabang BPJS di propinsi anda sesuai dengan tanggal yang
sudah tercantum. Sekaligus membayar iuran pertama.
Kelengkapan yang harus dibawa saat mengambil kartu BPJS,
dengan metode pendaftaran online adalah sebagai berikut:

 KTP asli dan fotocopy

 Fotocopy KK (Kartu Keluarga)

 Fotocopy Surat Nikah

 2 lembar Foto berwarna ukuran 3×4

 Formulir Pendaftaran yang tadi didapatkan dari registrasi


online

 Lembar Virtual Account Number yang tadi didapatkan dari


registrasi online

Dalam pelaksanaannya, BPJS Kesehatan menyelenggarakan program


Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Melalui
program ini, pemerintah memberikan jaminan kesehatan yang menyeluruh,
adil, dan merata kepada seluruh penduduk Indonesia. Bagi masyarakat yang
termasuk dalam sasaran program BPJS Kesehatan bisa mendaftarkan diri
langsung melalui kantor-kantor yang tersedia di berbagai daerah.

Kemudian dalam perkembangannya, kini BPJS Kesehatan membuka


pendaftaran secara online melalui situs resminya untuk mempersingkat proses
birokrasi. Dengan cara ini, pendaftaran BPJS menjadi lebih praktis dan
menghemat waktu. Di mana calon peserta tidak perlu mengantre ke kantor
BPJS di daerahnya.

1. Daftar BPJS Online Perorangan

Dengan daftar online, calon peserta tidak perlu datang ke kantor.


Cukup melakukan pengisian formulir di situs BPJS Kesehatan.

a. Dokumen Wajib Dipersiapkan

Sebelum memulai pendaftaran, sejumlah hal sebaiknya sudah


dipersiapkan dahulu karena akan mempermudah proses pendaftaran
online. Hal – hal tersebut adalah sebagai berikut:

1) Data NIK yang tercantum di KTP-elektronik atau Kartu Keluarga

2) KITAP/KITAS atau paspor untuk warga negara asing

3) Menentukan Fasilitas Tingkat Kesehatan Tingkat Pertama


(FKTP), atau sering disebut Faskes I,  yang nanti akan dipilih.
Mengingat sangat krusial, karena semua proses jaminan BPJS
Kesehatan harus dimulai dari sini, sebaiknya pilih FKTP yang
lengkap dan memang bisa diakses oleh peserta dengan mudah.
Lakukan riset sebelum memilihnya. Karena setelah dipilih, peserta
hanya bisa mengganti setelah 3 bulan.
4) Membuat rekening tabungan di salah satu bank yang menerima
pembayaran BPJS Kesehatan, yaitu BNI, Mandiri dan BRI. Tidak
berlaku untuk peserta mengambil kelas III.

5) Menyiapkan nomer telpon seluler dan email. Kedua hal ini wajib
disampaikan dalam pendaftaran online.

2. Situs BPJS Kesehatan

Pendaftaran online dilakukan di website BPJS Kesehatan. Setelah


masuk ke dalam situs, calon peserta melihat halaman muka dan pilih
‘Pendaftaran Online (e-registration)’ yang ditampilkan di sisi sebelah kiri.

Setelah diklik, calon peserta dibawa ke halaman ‘Syarat dan


Ketentuan’ yang menyebutkan sejumlah ketentuan menjadi peserta BPJS.
Halaman ini harus disetujui oleh peserta dengan mencontreng kotak
dibawah yang menyebutkan bahwa ‘Saya menerima dan menyetujui
Syarat dan Ketentuan layanan pendaftaran BPJS Kesehatan’. Setelah
menyetujui, peserta masuk ke tombol pendaftaran yang dicantumkan di
bagian bawah kanan halaman ini.

3. Ketentuan Pendaftaran BPJS Online

Ini adalah proses yang berubah secara signifikan dibandingkan


pendaftaran BPJS Kesehatan sebelumnya. Berdasarkan ketentuan ini,
BPJS mewajibkan pendaftaran semua anggota keluarga. Itu sebabnya
BPJS melakukan pengecekan ke data kartu keluarga (KK) dimana calon
peserta harus memasukkan Nomor Kartu Keluarga. Setelah nomor
dimasukkan, sistem BPJS secara otomatis membaca data kartu keluarga
yang tersimpan di database Dukcapil (Ditjen Kependudukan dan
Pencatatan Sipil). Hasilnya, semua anggota keluarga di dalam KK akan
ditampilkan.
4. Pengisian Data – Data Peserta Keluarga

Dalam Formulir Daftar Isian Peserta (FDIP) elektronik, calon peserta


mengisi sbb:

 Mengisi NIK yang tercantum pada KTP elektronik atau Kartu


Keluarga

 Mengisi Nomer KITAP/KITAS dan Paspor bagi Warga Negara Asing

 Memilih Fasilitas Tingkat Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)

 Memilih Kelas Perawatan

 Mengisi alamat korespondensi apabila alamat tidak sesuai dengan


KTP, dan

 Mengisi nomer rekening

5. Penerbitan Virtual Account

Setelah FDIP diinput, BPJS melakukan proses validasi data calon


peserta. Peserta bisa melihat semua anggota keluarga yang akan terdaftar
dalam jaminan kesehatan BPJS. Jika semua data sudah valid, BPJS
menerbitkan Virtual Account. Calon peserta melakukan pembayaran ke
Virtual Account tersebut.

6. Penerbitan Kartu Identitas

Setelah calon peserta melakukan pembayaran iuran ke Virtual


Account, BPJS menerbitkan kartu identitas Peserta. Masa berlaku kartu
Peserta tersebut adalah dimulai 7 hari setelah calon Peserta melakukan
pembayaran iuran pertama.
Pada dasarnya, Faskes yang tertera pada kartu peserta BPJS Kesehatan
adalah pilihan dari pemegang kartu tersebut. Namun, sering kali ada banyak
peserta yang berkeinginan untuk menggantinya dengan Faskes lainnya. Hal
ini bisa saja terjadi karena berbagai macam alasan, seperti: Peserta
menganggap Faskes yang dipilihnya kurang tepat dan tidak sesuai dengan
harapannya; Faskes yang dipilih tidak memiliki sejumlah fasilitas yang
mumpuni. Yang sesuai dengan kebutuhan peserta tersebut; Tidak
mendapatkan pelayanan yang baik di Faskes yang dipilih; Jarak Faskes cukup
jauh dari tempat tinggal peserta; Peserta pindah rumah dan mengakibatkan
jarak Faskes dengan domisili peserta menjadi sangat jauh; Berbagai macam
alasan dan pertimbangan lainnya.

Hal-hal di atas bisa menjadi alasan mengapa peserta BPJS berniat untuk
mengganti Faskes yang akan digunakan olehnya selaku peserta BPJS
Kesehatan. Tindakan seperti ini bisa saja dilakukan. Pihak BPJS sebetulnya
tidak membatasi berapa kali peserta dapat pindah Faskes. Boleh 3 bulan
sekali, asalkan sesuai dengan kebutuhannya. Jadi tidak bisa juga seenaknya
mengubah Faskes, apalagi tanpa alasan yang jelas atau mengada-ada.

Melalui aplikasi mobile JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) BPJS


Kesehatan untuk memudahkan masyarakat mengakses beragam informasi
seputar BPJS, perdaftaran, riwayat pelayanan peserta, dan pengaduan keluhan.
Bukan hanya itu saja, pada aplikasi tersebut juga memudahkan masyarakat
yang ingin melakukan perubahan data, khususnya penggantian Faskes.

Caranya: Pastikan masih ada ruang penyimpanan aplikasi pada


smartphone Unduh aplikasi JKN di Playstore atau Appstore; Daftarkan diri
Anda jika menjadi pendaftar peserta baru dengan memasukkan beberapa data
pribadi mulai dari nomor BPJS yang tertera pada kartu, email, KTP dan
sebagainya; Jika sudah menjadi peserta lama langsung saja Login dengan
nomor kartu BPJS; Pilih “Ubah Data Peserta” pada Menu tampilan utama;
Pada kolom Faskes, nantinya akan ada popup untuk pilih provinsi, kabupaten
dan pilihan Faskes; Tunggu dan dapatkan kode verifikasi melalui email atau
nomor telepon yang terdaftar; Setelah diverifikasi, Anda bisa langsung
konfirmasi perubahan data tersebut.

Perubahan data kepesertaan, baik karena ada data yang salah, pindah
alamat atau adanya penambahan anggota keluarga baru, tidak bisa dilakukan
secara online, namun harus datang langsung ke kantor bpjs dengan membawa
perysyaratan yang telah ditentukan.

Perlu diingat jika data yang tertera pada kartu dibiarkan, kemungkinan
sewaktu-waktu bisa timbul masalah, terutama ketika anda sedang di rumah
sakit, karena pihak bpjs akan mencocokan data yang terdapat pada kartu
dengan data bpjs yang sudah tercatat di basis data bpjs yang sesuai ktp atau
KK.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar A, 2002. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Jenderal

Bina Kesehatan Masyarakat, Depkes RI, Jakarta.

Azwar, A. (2002). Pengantar Administrasi Kesehatan Jakarta: Karisma

Djuhaeni, Henni.2007. Asuransi Kesehatan dan Managed Care. Available at

http://pustaka.unpad.ac.id/wp

content/uploads/2009/09/asuransi_kesehatan_dan_managed_care.pdf (Diakses

tanggal 15 Maret, 2016 pukul 14.10WIB)

http://bpjs-kesehatan.go.id (diakses tanggal 30 maret 2016 pukul 23.00)

Imam MUSJAB, SE, AAIK, QIP ,The Principles & Practices of

Insurance,http://ahliasuransi.com/wp-content/uploads/2014/08/2.-Prinsip-

Prinsip-Asuransi.pdf(Diakses tanggal 16 Maret, 2016 pukul 22.10WIB)


Irwandy,2016. Kajian Literature: Evaluasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan

Nasional Di Indonesia. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia. Vol 5 (3).

Kemenkes RI. 2013. Bahan Paparan: Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam

Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta: Kemenkes RI

Murti, Bhisma.2000. Dasar-Dasar Asuransi Kesehatan. Yogyakarta:Kanisius.

Muzaham F. 2007. Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan. Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia

OJK, O. J. K. 2016. Statistik Perasuransian Indonesia, 2016. Jakarta: Otoritas Jasa

Keuangan.

PAMJAKI. 2005. Dasar-Dasar Asuransi Kesehatan Bagian A.PAMJAKI Jakarta

Putri, F.A. Pembiayaan Kesehatan.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2014 Tentang

Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan

Kesehatan

Sari, K. 2016. Perkembangan Asuransi Kesehatan Swasta di Indonesia Tahun 2012-

2016. Jurnal

Ekonomi Kesehatan Indonesia. Vol 2 (2).

Sarwono S. 2007. Sosiologi Kesehatan: Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Suhanda, Rachmad. 2015. Jaminan Kesehatan Dan Managed Care


Thabrani, H. (2001). Asuransi Kesehatan Di Indonesia. Depok: Pusat Kajian

Ekonomi Kesehatan UI.

Thabrany, H. (2012). Sejarah Askes

Ulum, Miftahul. 2010. Prosedur Asuransi Kesehatan Kumpulan Pada PT.ASURANSI

TAKAFUL KELUARGA.

Anda mungkin juga menyukai