Anda di halaman 1dari 2

Kristian Toro

2017113350023

Kasus Asea Brown Boveri

Asea brown Boveri (ABB) sebagai suatu perusahaan hasil merger dari dua industri
raksasa peralatan elektronik di eropa yaitu Asea AB of Sweden dan BBC Brown boveri
merupakan sebuah perusahaan industri bisnis elektroteknikal yang menjadi pesaing terbesar di
dunia dalam menghasilkan, mentranmisi, dan mendistribusikan energi. Selain itu, perusahaan
yang digabung akan mampu menjadi pemimpin supplier sistem proses otomatis, robotik,
lingkungan dan lokomotif yang sangat cepat, dan peralatan pengendalian polusi di dunia.
Bergerak dibidang teknologi otomatisasi yang berusaha untuk menggantikan tenaga
manusia dengan tenaga yang dihasilkan dari energi untuk mengoperasikan dan mengendalikan
operasi suatu perusahaan. Menunjukan bahwa ABB bergerak dalam industri yang bersifat
khusus dan memerlukan modal juga keahlian yang terspesialis dan kompleks. Apalagi melihat
peningkatan skala industrinya setelah melakukan integrasi, sekitar 65000 karyawan Asea akan
bergabung dengan 85000 karyawan BBC untuk menciptakan sebuah perusahaan yang terdiri
dari 850 perusahaan yang terpisah secara hukum yang beroperasi pada 140 negara. Tentunya
membutuhkan kontrol yang tepat (efektif dan efisien) juga berkualitas tinggi.
 Kemampuan membentuk perusahaan baru dengan baik dan terstruktur dengan cepat
Keputusan intergrasi yang diambilnya ABB selain menjadi tantangan juga menimbulkan resiko
seperti kemungkinan kegagalan integrasi yang dapat menimbulkan kerugian besar. Dalam
waktu 4,5 bulan ABB mengambil langkah cepat, tidak hanya melakukan merger dan menjaga
penjualannya namun dia juga mengelompokkan manajer-manajer ke dalam segmen bisnis yang
terpusat pada satu sisi dan terintegrasi ke dalam sebuah basis nasional melalui kepemilikan
perusahaan lokal pada sisi lain.
 Tanggung jawab yang didesentralisasikan
Barnevik menjelaskan bahwa satu-satunya cara untuk membangun sebuah organisasi yang
global,kompleks adalah dengan membuatnya sesederhana mungkin, sehingga ABB menerapkan
sistem desentralisasi dimana seorang manajer mempunyai span of attention yang luas.
Desentralisasi ini sendiri akan efektif jika suatu perusahaan memiliki banyak permintaan dan
tanggap dalam merespon perubahaan di pasar. ABB sebagai perusahaan yang berhubungan
dengan dunia teknologi tentunya harus mampu tanggap dalam memantau perkembangan
teknologi yang berlangsung bukan hanya secara lokal tapi juga dunia. Masyarakat di setiap
Negara tentu memiliki selera dan tingkat penguasaan teknologi yang berbeda-beda, sehingga
dengan sistem desentralisasi ini proses memantau pasar akan menjadi lebih sederhana
daripada menggunakan sistem sentralisasi. Tetap meski menerapkan sistem desentralisasi,
untuk masalah pelaporan sistem sentralisasi lah yang diterapkan oleh ABB, langkah ini diambil
tentunya untuk memastikan setiap keputusan yang diambil di setiap region telah tepat dan
sesuai.
 Akuntabilitas secara Individual
ABB membuat entitas legal yang terpisah. ABB beroperasi di kurang lebih 1200 perusahaan
dengan jumlah karyawan rata-rata 200 karyawan. Dan tiap perusahaan dibagi menjadi 4500
pusat profit dengan jumlah karyawan kurang lebih 50 orang.
 The ABACUS System
Sistem pelaporan yang terkomputerisasi bernama “ABACUS” menyediakan informasi yang
terupdate yang dibutuhkan dalam pengawasan dan pengambilan keputusan yang kompleks.
Cara kerjanya, setiap bulan ABACUS mengumpulkandata kinerja di 4500 profit center dan
membandingkannya dengan budget dan forecasts. Data yang dikumpulkan dalam mata uang
lokal namun di konversi ke U.S Dollars agar memudahkan proses analisis. Sistem ini juga
memungkinkan ABB untuk mengolahnya sedemikian rupa. ABB bisa menjumlahkan atau
memisahkan hasil berdasarkan segmen bisnis, negara, dan perusahaan-perusahaan yang ada
didalam suatu Negara.

Anda mungkin juga menyukai