Anda di halaman 1dari 14

Kartini Sahade / Jurnal Administrasi Publik, Volume 2 No. 1 Thn.

2011 12

Jurnal Administrasi Publik, Volume 2 No. 1 Thn. 2011

Program Manajemen Berbasis Sekolah (MBS):


Implementasinya pada Sekolah Dasar di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan

Kartini Saade
Dinas Provinsi Sulawesi Selatan

ABSTRAK

Penelitian bertujuan menganalisis hubungan kejelasan program MBS, kondisi


lingkungan organisasi, dan kapasitas organisasi pelaksana dalam menunjang
keberhasilan implementasi program MBS pada Sekolah Dasar di Kabupaten Bantaeng.
Disain penelitian adalah Structural Equation Modeling (SEM). Adapun jumlah
sampelnya sebanyak 345 responden yang ditarik dari 23 gugus di Sekolah Dasar di
Kabupaten Bantaeng. Hasil penelitian memberikan penjelasan bahwa keberhasilan
yang dicapai sekolah setelah program MBS diimplementasikan antara lain:
kecakapan hidup siswa meningkat, prestasi akademik siswa meningkat, prestasi non
akademik siswa meningkat, peran serta masyarakat dalam pengelolaan sekolah
meningkat, pengelolaan sekolah lebih partisipatif, transparan, dan akuntabel. Faktor
pendukung keberhasilan implementasi program MBS antara lain: kepemimpinan kepala
sekolah, komitmen warga sekolah, kerjasama yang baik antara warga sekolah dan komite
sekolah, peran serta orang tua siswa dalam pengelolaan sekolah, dukungan dunia usaha
dan industri, serta dukungan pemerintah. Faktor penghambat antara lain: persepsi
masyarakat tentang pendidikan gratis masih keliru, distribusi tenaga pendidik (guru tidak
merata, fasilitas sekolah tidak merata, jarak antara SD Inti dan SD Imbas cukup jauh
terutama di daerah-daerah terpencil, dan latar belakang sosial-ekonomi orang tua siswa.

Kata Kunci: Implementasi Program, MBS.

PENDAHULUAN bagaimana penerapannya di tingkat lokal


yang arahnya adalah tercapainya
Lahirnya Undang-Undang Nomor pemberdayaan di daerah-daerah. Jadi
22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dapatlah dikatakan bagaimana kita harus
dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun memandang otonomi/desentralisasi dari
2004 tentang Pemerintahan Daerah yang berbagai bidang, seperti pemerintahan,
terakhir diubah dengan Undang-Undang bisnis, maupun institusi pendidikan.
Nomor 12 Tahun 2008, telah membawa Salah satu wujud dari desentralisasi
perubahan yang cukup berarti terhadap di bidang pendidikan ialah implementasi
perkembangan konsep ilmu administrasi program manajemen berbasis sekolah
negara. Demikian pula dengan administrasi (MBS) sebagaimana diatur dalam pasal 51
publik tidak hanya sekedar wadah, alat, ayat 1 Undang-Undang Sistim Pendidikan
pelaksana otonomi atau desentralisasi, Nasional (UU No. 20 tahun 2003).
tetapi juga sebagai pelaku bahkan Program MBS bertujuan meningkatkan
ditantang sebagai arsitek demi kesuksesan mutu pembelajaran yang diharapkan
implementasi otonomi/desentralisasi, tidak berdampak pada peningkatan mutu
hanya pada tingkat nasional tetapi juga pendidikan di sekolah. Salah satu masalah
Kartini Sahade / Jurnal Administrasi Publik, Volume 2 No. 1 Thn. 2011 17

pendidikan yang kita hadapi dewasa ini perhatian hanya sekedar pemberian dana,
adalah rendahnya mutu pendidikan pada padahal yang dituntut lebih dari itu.
setiap jenjang dan satuan pendidikan Mereka dituntut memberikan bantuan pada
khususnya pendidikan dasar. Berbagai proses pendidikan (pengambilan
usaha telah dilakukan, antara lain keputusan, pelaksanaan PBM, monitoring,
peningkatan kompetensi melalui berbagai evaluasi dan akuntabilitas) dalam rangka
pelatihan, peningkatan kualifikasi dan peningkatan mutu sekolah (Depdiknas,
sertifikasi guru, penyediaan dan perbaikan 2001).
sarana/prasarana pendidikan, program Kajian penelitian ini difokuskan
BOS (bantuan operasional sekolah) dan pada analisis implementasi program MBS
pendidikan gratis, serta peningkatan mutu yang dilaksanakan di Kabupaten Bantaeng
manajemen sekolah. Namun demikian, sebagai daerah yang menjadi piloting
berbagai indikator mutu pendidikan belum pertama (1999) pelaksanaan program
menunjukkan peningkatan yang merata. tersebut di Sulawesi Selatan. Bantaeng
Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, telah dibina selama 9 tahun, baik melalui
menunjukkan peningkatan mutu yang bantuan UNICEF-UNESCO, APBD
cukup menggembirakan, namun sebagian Provinsi, dan APBD Kabupaten, namun
lainnya masih memprihatinkan. tidak menunjukkan peningkatan mutu
Walaupun sudah berbagai upaya pendidikan yang signifikan, bahkan akhir-
dilakukan untuk memperbaiki dan akhir ini menunjukkan adanya penurunan.
sekaligus meningkatkan mutu pendidikan, Rata-rata hasil ujian akhir sekolah tahun
namun hasil yang dicapai belum seperti 2008/2009 Kabupaten Bantaeng berada
yang diharapkan. Untuk itu perlu pada urutan 24 dari 24 Kabupaten/Kota di
dimunculkan pertanyaan "Apakah Sulawesi Selatan.
sebenarnya yang salah dalam proses
penyelenggaraan pendidikan di
Indonesia?" Demi menjawab pertanyaan TINJAUAN PUSTAKA
ini bisa dirujuk pernyataan dari Depdiknas
yang mengatakan bahwa sedikitnya ada 1. Implementasi kebijakan
tiga faktor yang menyebabkan mutu
pendidikan tidak mengalami peningkatan Implementasi dapat dipahami dari
secara merata yaitu: Pertama, program dan pendapat para ahli seperti Grindle (1980:
penyelenggaraan pendidikan nasional 7) menyatakan bahwa implementasi
menggunakan pendekatan educations / merupakan proses umum tindakan
production funtion atau input-output administratif yang dapat diteliti pada
analysis yang tidak dilaksanakan secara tingkat kebijakan tertentu. Grindle
konsekuen. Kedua, penyelenggaraan menambahkan bahwa proses implementasi
pendidikan nasional dilakukan secara baru akan dimulai apabila tujuan dan
birokratik-sentralistik, sehingga sekolah sasaran telah ditetapkan, program kegiatan
tidak memiliki motivasi, kreativitas, dan telah tersusun dan dana telah siap serta
kemandirian dalam hal usaha peningkatan telah disalurkan untuk mencapai sasaran.
mutu sekolah karena semua harus mengacu Sedangkan Van Meter dan Horn (Wibawa,
ke pusat, atau dengan kata lain sekolah dkk., 1994: 15) menyatakan bahwa
masih kurang diberdayakan dalam implementasi kebijakan merupakan
pengambilan program sehingga kadang- tindakan yang dilakukan oleh pemerintah
kadang tidak sesuai dengan kondisi dan swasta baik secara individu maupun
sekolah setempat. Ketiga, peran serta secara kelompok yang dimaksudkan untuk
masyarakat, khususnya orang tua siswa mencapai tujuan.
dalam penyelenggaraan pendidikan selama Grindle (1980: 6-10)
ini sangat minim, mereka memberikan memperkenalkan model implementasi
sebagai proses politik dan administrasi.
Kartini Sahade / Jurnal Administrasi Publik, Volume 2 No. 1 Thn. 2011 18

Model tersebut menggambarkan proses Sabatier (1986: 21-48). Terdapat dua


pengambilan keputusan yang dilakukan model yang berpacu dalam tahap
oleh beragam aktor, dimana keluaran implementasi kebijakan, yakni model top
akhirnya ditentukan oleh baik materi down dan model bottom up. Kedua model
kebijakan yang telah dicapai maupun ini terdapat pada setiap proses pembuatan
melalui interaksi para pembuat keputusan kebijakan. Model elit, model proses dan
dalam konteks politik administratif. Proses model inkremental dianggap sebagai
politik dapat terlihat melalui proses gambaran pembuatan kebijakan
pengambilan keputusan yang melibatkan berdasarkan model top down.
berbagai aktor kebijakan, sedangkan Pada aspek pelaksanaan, terdapat
proses administrasi terlihat melalui proses dua model implementasi kebijakan publik
umum mengenai aksi administratif yang yang efektif, yaitu model linier dan model
dapat diteliti pada tingkat kebijakan interaktif (lihat Baedhowi, 2004: 47). Pada
tertentu. model linier, fase pengambilan keputusan
Implementasi kebijakan publik dapat merupakan aspek yang terpenting,
dilihat dari beberapa perspektif atau sedangkan fase pelaksanaan program
pendekatan. Salah satunya ialah kurang mendapat perhatian atau dianggap
implementation problems approach yang sebagai tanggung jawab kelompok lain.
diperkenalkan oleh Edwards III (1984: 9- Keberhasilan pelaksanaan program
10). Edwards III mengajukan pendekatan tergantung pada kemampuan instansi
masalah implementasi dengan terlebih pelaksana. Jika implementasi program
dahulu mengemukakan dua pertanyaan gagal maka yang disalahkan biasanya
pokok, yakni: (i) faktor apa yang adalah pihak manajemen yang dianggap
mendukung keberhasilan implementasi kurang memiliki komitmen sehingga perlu
kebijakan? dan (ii) faktor apa yang dilakukan upaya yang lebih balk untuk
menghambat keberhasilan implementasi meningkatkan kapasitas kelembagaan
kebijakan? Berdasarkan kedua pertanyaan pelaksana. Berbeda dengan model linier,
tersebut dirumuskan empat faktor yang model interaktif menganggap pelaksanaan
merupakan syarat utama keberhasilan program sebagai proses yang dinamis,
proses implementasi, yakni komunikasi, karena setiap pihak yang terlibat dapat
sumber daya, sikap birokrasi atau mengusulkan perubahan dalam berbagai
pelaksana dan struktur organisasi, tahap pelaksanaan. Hal itu dilakukan
termasuk tata aliran kerja birokrasi. Empat ketika kebijakan publik dianggap kurang
faktor tersebut menjadi kriteria penting memenuhi harapan stakeholders. Ini berarti
dalam implementasi suatu kebijakan. bahwa berbagai tahap implementasi
Menurut Mazmanian dan Sabatier kebijakn publik akan dianalisis dan
(1983: 5), terdapat dua perspektif dalam dievaluasi oleh setiap pihak sehingga
analisis implementasi, yaitu perspektif potensi, kekuatan dan kelemahan setiap
administrasi publik dan perspektif ilmu fase pelaksanaannya diketahui dan segera
politik. Menurut perspektif administrasi diperbaiki untuk mencapai tujuan.
publik, implementasi pada awalnya dilihat Selain model implementasi
sebagai pelaksanaan kebijakan secara tepat kebijakan di atas Van Meter dan Van Horn
dan efisien. Namun, pada akhir Perang mengembangkan Model Proses
Dunia II berbagai penelitian administrasi Implementasi Kebijakan (Tarigan, 2000:
negara menunjukkan bahwa ternyata agen 20). Keduanya meneguhkan pendirian
administrasi publik tidak hanya bahwa perubahan, kontrol dan kepatuhan
dipengaruhi oleh mandat resmi, tetapi juga dalam bertindak merupakan konsep
oleh tekanan dari kelompok kepentingan, penting dalam prosedur implementasi.
anggota lembaga legislatif dan berbagai Keduanya mengembangkan tipologi
faktor dalam lingkungan politis. Menurut kebijakan menurut: (i) jumlah perubahan
Kartini Sahade / Jurnal Administrasi Publik, Volume 2 No. 1 Thn. 2011 19

yang akan dihasilkan, dan (ii) jangkauan dimulai dengan peningkatan kualitas
atau ruang lingkup kesepakatan mengenai manajemen pendidikan itu sendiri.
tujuan oleh berbagai pihak yang terlibat Melihat konsep manajemen sekolah
dalam proses implementasi. Sejalan dalam hubungannya dengan usaha
dengan pendapat di atas, Korten (baca desentralisasi dan revitalisasi sekolah,
dalam Tarigan, 2000: 19) membuat Model maka konsep manajemen berbasis sekolah
Kesesuaian implementasi kebijakan atau dapat menjadi alternatif yang penting
program dengan memakai pendekatan sebagai salah satu jembatan untuk
proses pembelajaran. Model ini berintikan tercapainya peningkatan mutu pendidikan
kesesuaian antara tiga elemen yang ada yang telah ditetapkan.
dalam pelaksanaan program, yaitu program MBS dapat didefinisikan sebagai
itu sendiri, pelaksanaan program dan model manajemen yang memberikan
kelompok sasaran program. otonomi lebih besar kepada kepala
Model kesesuaian implementasi sekolah, memberikan
kebijakan yang diperkenalkan oleh Korten fleksibefitas/keluwesan lebih besar kepada
(1980) memperkaya model implementasi sekolah untuk mengelola sumber daya
kebijakan yang lain. Hal ini dapat sekolah, dan mendorong sekolah
dipahami dari kata, kunci kesesuaian yang meningkatan partisipasi warga sekolah dan
digunakan. Meskipun demikian, elemen masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
yang disesuaikan satu sama lain - program, mutu sekolah untuk mencapai tujuan mutu
pemanfaat dan organisasi — juga sudah sekolah dalam kerangka pendidikan
termasuk baik dalam dimensi isi kebijakan nasional
(program) dan dimensi konteks Meskipun MBS menawarkan
implementasi (organisasi) maupun dalam otonomi dan kebebasan yang besar kepada
outcomes (pemanfaat) pada model proses sekolah, namun tetap disertai seperangkat
politik dan administrasi dari Grindle. tanggung jawab yang harus dipikul oleh
sekolah. Sekolah tidak memiliki kapasitas
untuk berjalan sendiri tanpa menghiraukan
2. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) kebijakan prioritas dan standarisasi yang
Pada dasarnya manajemen adalah dirumuskan oleh pernerintah, karena
bekerja dengan orang orang untuk bagaimanapun sekolah berada dalam
menentukan, menginterpretasikan dan sistem pendidikan nasional. Pemerintah
mencapai tujuan tujuan organisasi dengan dalam hal ini berkewajiban membuat
pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan, regulasi dan mengevaluasi
pengorganisasian, penyusunan personalia, pelaksanaannya. Pemerintah sebagai
pengarahan, kepemimpinan dan eksekutif, memiliki kewenangan yang
pengawasan. Dengan demikian, tidak terbatas dalam melakukan telaah
pencapaian suatu tujuan melalui pimpinan terhadap berbagai implikasi dari
dan bersama dengan orang orang serta penyelenggaraan pendidikan.
mempergunakan alat untuk mencapai MBS harus dipersepsi sebagai
tujuan tersebut merupakan hakikat alternatif pemecahan masalah rendahnya
manajemen. Manajemen pendidikan adalah mutu pendidikan di sekolah melalui
bagian yang penting dalam peningkatan kemandirian, kreativitas, keberdayaan, dan
kualitas pendidikan, karena manajemen inisiatif sekolah. Namun, perlu disadari
akan mempengaruhi dan menentukan bahwa MBS tidak mungkin dapat
efektif tidaknya kurikulum, peralatan mendongkrak kualitas pendidikan apabila
belajar mengajar, waktu mengajar dan tidak didukung faktor lainnya.
proses pembelajaran. Karena itu, untuk Keberhasilannya sangat dipengaruhi dan
meningkatkan kualitas pendidikan harus ditentukan oleh sejumlah faktor, antara
lain: (1) tingkat kemampuan ekonomi
Kartini Sahade / Jurnal Administrasi Publik, Volume 2 No. 1 Thn. 2011 20

masyarakat, (2) sosial budaya dan politik, tahap impelementasi kebijakan publik
(3) taraf pendidikan masyarakat, (4) MBS dianggap lebih rumit karena masalah
program pemerintah, (5) organisasi dan impelementasi tersebut tidak hanya sebagai
kepemimpinan kepala sekolah, (6) strategi masalah teknis administratif belaka, tetapi
pembelajaran di kelas, (7) tata laksana merupakan masalah yang dinamis, yang
sekolah, (8) iklim dan kultur sekolah, (9) mungkin penuh dengan tekanan politik.
serta profesionalisme guru, (10) pengawas Hal ini terjadi dalam masyarakat yang
pendidikan dan pengajaran, dan (11) demokratis dimana implementasi program
tenaga kependidikan lainnya. tidak dilakukan secara paksa tetapi melalui
Dalam implementasi MBS ini proses penyamaan persepsi, negosiasi, dan
sekolah perlu melakukan perencanaan kompromi dengan berbagai pihak yang
strategis, yang didasarkan pada hasil berkepentingan.
identifikasi masalah. Analisis SWOT Berangkat dari pemikiran di atas dan
(Strengths Weakness – Opportunities - mengacu kepada pendapat Wohlstetter &
Threats) merupakan salah satu metode Mohrman yang dijelaskan kembali
yang dapat digunakan untuk membantu Nurkholis (2001: 42-44) bahwa dalam
sekolah mengungkap dan mengidentifikasi rangka implementasi MBS, setidaknya ada
permasalahan. Pentingnya analisis SWOT empat sumber daya yang harus
dilakukan agar dapat diketahui kekuatan didesentralisasikan oleh pusat kepada
dan kelemahan yang melekat dalam sekolah, yaitu (1) Kekuasaan/kewenangan
lingkungan internal sistem itu sendiri, serta (power/authority) (2) Pengetahuan
peluang dan tantangan yang datang dari (knowledge) (3) Informasi (information)
lingkungan eksternal sistem tersebut. (4) Penghargaan (reward).
Analisis SWOT dilaksanakan Melalui penerapan MBS maka
sebagai bagian dari perencanaan strategis fungsi birokrasi kependidikan lebih banyak
dalarn rangka implementasi MBS. memandu dan bukan melaksanakan sendiri
Mengingat filosofi MPMBS ialah operasional pendidikan. Oleh karena itu,
pemberdayaan dan otonomi dalam MBS mengembang dua dimensi
menentukan program pengembangan pemahaman, yaitu; (i) pembaharuan dalam
sekolah, maka menjadi hal yang sangat pengelolaan (manajemen) sekolah, dan (ii)
strategis bagi sekolah untuk mengenali dorongan menyeluruh terhadap
kemampuan yang dimiliki dan hambatan pembaharuan kurikulum dan pengajaran.
yang dihadapi. Untuk itu, maka gagasan MBS perlu
dipahami dengan baik oleh seluruh pihak
3. MBS dalam Konteks Kebijakan yang berkepentingan dalam
penyelenggaran pendidikan, khususnya
Publik sekolah. Hal ini dipahami karena
Dalam konteks MBS sebagai sebuah implementasi MBS tidak sekedar
kebijakan publik, walaupun baru dalam membawa perubahan dalam kewenangan
tahapan pelaksanaan yang bersifat rintisan akademik sekolah dan tatanan pengelolan
(uji coba) juga perlu dilakukan suatu sekolah, akan tetapi membawa perubahan
evaluasi yang lebih bersifat mengkaji pula dalam pola kebijakan dan orientasi
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap partisipasi orang tua dan masyarakat dalam
pelaksanaan kebijakan tersebut. pengelolaan pendidikan yang mencakup
Sebagaimana diketahui bahwa tahap dimensi intelektual, sosial, kepribadian,
formulasi kebijakan Manajemen Berbasis dan produksi.
Sekolah merupakan tahap yang paling Manajemen berbasis sekolah
teratur (formally structured), aturan (MBS), sebagai inovasi dalam manajemen
mainnya lebih jelas sesuai dengan persekolahan yang diterapkan untuk
perundangan yang berlaku. Sedangkan meningkatkan efektivitas penyelenggaraan
Kartini Sahade / Jurnal Administrasi Publik, Volume 2 No. 1 Thn. 2011 21

sekolah, membutuhkan sumber daya variabel: (1) dorongan dan paksaan pada
manusia yang dapat memahami prinsip tingkat federal, (2) kapasitas pusat/negara,
prinsip penyelenggaraan manajemen dan (3) dorongan dan paksaan pada tingkat
berbasis sekolah. Prinsip prinsip ini pusat dan daerah. Pendapat Van Meter dan
berkaitan dengan adanya distribusi atau Van Horn bahwa terdapat variabel bebas
penyerahan kewenangan yang lebih besar yang saling berkaitan sekaligus
kepada kepala sekolah, guru, orang tua menghubungkan antara kebijakan dengan
peserta didik, anggota masyarakat dan prestasi kerja. Variabel yang dimaksud
peserta didik itu sendiri (stakeholders oleh keduanya meliputi: (i) ukuran dan
pendidikan). tujuan kebijakan, (ii) sumber kebijakan,
Desentralisasi pendidikan yang telah (iii) ciri atau sifat badan/instansi pelaksana,
menjadi kebijakan nasional, mensyaratkan (iv) komunikasi antar organisasi terkait
diterapkannya manajemen berbasis sekolah dan komunikasi kegiatan yang
dalam penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan, (v) sikap para pelaksana, dan
persekolahan. Desentralisasi yang (vi) lingkungan ekonomi, sosial dan
diterapkan mengharuskan sekolah politik.
memiliki kewenangan yang cukup luas Quade memberikan gambaran
untuk mengatur dirinya secara mandiri, bahwa terdapat empat variabel yang harus
terutama dalam mengatur dan membuat diteliti dalam analisis implementasi
keputusan yang terkait dengan segala kebijakan publik, yaitu "(1) Kebijakan
sumber daya yang tersedia atau yang yang diimpikan, yaitu pola interaksi yang
dimilikinya. Sekolah memiliki diimpikan agar orang yang menetapkan
kewenangan untuk membuat perencanaan kebijakan berusaha untuk mewujudkan; (2)
tersendiri, strategi, teknik dan bahkan kiat Kelompok target, yaitu subyek yang
untuk menerapkannya. diharapkan dapat mengadopsi pola
interaksi baru melalui kebijakan dan
4. Kriteria Pengukuran Keberhasilan subyek yang harus berubah untuk
memenuhi kebutuhannya; (3) Organisasi
Implementasi Kebijakan
yang melaksanakan, yaitu biasanya berupa
Menurut Grindle (1980: 10) dan unit birokrasi pemerintah yang
Quade (1984: 310), untuk mengukur bertanggungjawab mengimplementasikan
kinerja implementasi suatu kebijakan kebijakan; dan (4) Faktor lingkungan, yaitu
publik harus memperhatikan variabel elemen dalam lingkungan yang
kebijakan, organisasi dan lingkungan. mempengaruhi implementasi kebijakan".
Kriteria pengukuran keberhasilan Sebagai komparasi dapat dipahami
implementasi menurut Ripley dan Franklin pemikiran Mazmanian dan Sabatier yang
(1986) didasarkan pada tiga aspek, yaitu mengembangkan "kerangka kerja analisis
(1) tingkat kepatuhan birokrasi terhadap implementasi. Menurutnya, peran penting
birokrasi di atasnya atau tingkatan analisis implementasi kebijakan negara
birokrasi sebagaimana diatur dalam ialah mengidentifikasi variabel yang
undang-undang, (2) adanya kelancaran mempengaruhi pencapaian tujuan formal
rutinitas dan tidak adanya masalah; serta pada keseluruhan proses implementasi.
(3) pelaksanaan dan dampak (manfaat) Variabel yang dimaksud diklasifikasikan
yang dikehendaki dari semua program ke dalam tiga kategori umum, yaitu: (1)
yang ada terarah. mudah atau sulitnya dikendalikan masalah
Sedangkan menurut Goggin et al. yang digarap; (2) kemampuan kebijakan
(1990) proses implementasi kebijakan untuk mensistematisasi proses
sebagai upaya transfer informasi atau implementasinya; dan (3) pengaruh
pesan dari institusi yang lebih tinggi ke langsung variabel politik terhadap
institusi yang lebih rendah diukur
keberhasilan kinerjanya berdasarkan
Kartini Sahade / Jurnal Administrasi Publik, Volume 2 No. 1 Thn. 2011 22

keseimbangan dukungan bagi tujuan yang MBS, kondisi lingkungan organisasi, dan
termuat dalam kebijakan. kapasitas organisasi pelaksana terhadap
Berdasarkan berbagai kajian teori di tingkat keberhasilan implementasi program
atas, maka dalam penelitian ini penulis MBS. Penelitian ini menggunakan metode
mengembangkan teori atau model analisis kuantitatif dengan model kausal,
implementasi sebagai proses politik dan karena selain sesuai sifat deskriptif dan
administrasi dari Grindle karena jika analisis yang mencirikan implementasi
semua model implementasi kebijakan kebijakan, juga sesuai dengan model
disandingkan, terlihat adanya kesamaan analisis implementasi kebijakan dengan
dari representasi elemen yang mencirikan. disain penelitian yang digunakan adalah
Ada tiga faktor atau variabel yang Structural Equation Modeling (SEM) yang
mempengaruhi implementasi program bersifat multivariat melibatkan variabel
MBS yaitu; (1) kejelasan program MBS later (variable yang tidak teramati) dengan
termasuk dimensi isi kebijakan dari menggunakan CFA (Confirmatory Factor
Grindle (1980), Goggin (1990), dan Korten Analysis).
(1980), (2) kondisi lingkungan organisasi Penelitian ini dilaksanakan pada
termasuk dimensi konteks implementasi sekolah dasar di Kabupaten Bantaeng yang
kebijakan, (3) kapasistas organisasi terdapat pada 8 (delapan) kecamatan.
pelaksana termasuk dimensi organisasi dari Populasi dalam penelitian ini adalah
Grindle (1980), Edward III, Quade (1984), seluruh guru sekolah dasar yang ada di
Model Linier, Model Interaktif, dan Kabupaten Bantaeng pada tahun pelajaran
Korten. Sekaitan dengan itu penelitian ini 2008/2009. Unit analisis penelitian ini
melihat variabel kejelasan program MBS adalah guru yang dikelompokkan dalam 23
sebagai isi kebijakan, dan variabel kondisi gugus (cluster) pada 8 (delapan)
lingkungan organisasi serta kapasitas kecamatan. Sampel penelitian ditarik dari
organisasi pelaksana sebagai konteks sebahagian populasi dengan teknik “cluster
implementasi kebijakan dari Grindle. purposive”, random sampling, yaitu
Peneliti menetapkan variabel menarik sampel sekolah (inti) yang ada
kejelasan program MBS, kondisi pada tiap gugus (cluster), sekolah imbas
lingkungan organisasi, dan kapasistas dipilih secara purposive yaitu dipilih
organisasi pelaksana karena jika kebijakan berdasarkan pertimbangan tertentu, dan
itu jelas tujuannya, tepat waktu dan sampel guru dipilih dari sekolah inti dan
sasarannya maka mendapatkan banyak imbas secara random (acak) sebanyak 5
dukungan dari masyarakat. Ditetapkan orang tiap sekolah. Jumlah sampel
lingkungan untuk melihat faktor yang seluruhnya yang terpilih adalah 5 orang
mempengaruhi implementasi, apakah dari 3 sekolah (1 inti dan 2 imbas) pada 23
menunjang atau menghambat. Walaupun gugus = 345 orang guru.
kebijakan itu jelas/ tepat ditunjang oleh
kondisi lingkungan organisasi tapi
organisasi atau pelaksana tidak
HASIL PENELITIAN DAN PEM-
berkapasitas maka implementasi kebijakan
BAHASAN
itu pasti tidak berhasil.
1. Tingkat Keberhasilan Implementasi
METODE PENELITIAN Program MBS

Penelitian ini merupakan studi Tingkat keberhasilan implementasi


implementasi kebijakan yang mengacu program MBS merupakan sebuah impian
pada model implementasi kebijakan untuk disetiap sekolah. Untuk mengaktualisasi-
mengetahui pengaruh kejelasan program kan impian tersebut, tentunya dibutuhkan
upaya yang konkrit untuk mewujudkannya.
Kartini Sahade / Jurnal Administrasi Publik, Volume 2 No. 1 Thn. 2011 23

Hal ini sesuai dengan usaha yang Ketuntasan Minimal (KKM), 10) Kegiatan
dilakukan sekolah dasar di Kabupaten pembelajaran di sekolah meningkatkan
Bantaeng ternyata mampu memberikan kemampuan kognitif, afektif, dan
keberhasilan program MBS sebagaimana psikomotorik siswa, 11) Guru memberikan
gambaran implementasi dari berbagai pujian kepada siswa yang berhasil. Hasil
kriteria sudah terlaksana. tersebut menyatakan bahwa prinsip
Adapun kriteria implementasi pembelajaran menyenangkan sudah
program MBS yang dimaksud adalah: 1) dilaksanakan oleh sebagian guru, 12)
Rencana Kegiatan Sekolah (RKS) Pembelajaran di sekolah bebas dari
dilaksanakan secara bersama oleh warga ancaman/intimidasi/kekerasan sehingga
sekolah dan komite sekolah, 2) Rencana siswa tidak takut mengemukakan pendapat
Kerja dan Anggaran Sekolah (RKAS) 13) Masyarakat memberikan bantuan
mudah diakses/dilihat oleh masyarakat, 3) kepada sekolah berupa material/bahan
RKS dan RKAS dipertanggungjawabkan sebagai pengganti dana, 14) Masyarakat
kepada masyarakat, 4) Guru memberi memberikan bantuan kepada sekolah
kesempatan kepada siswa mengungkapkan berupa tenaga, 15) Masyarakat menjadi
gagasan/pendapatnya secara lisan/tertulis pelaksana kegiatan sekolah, dan 16)
dalam pembelajaran, 5) Siswa lebih Masyarakat terlibat dalam pengambilan
banyak diberi kesempatan melakukan keputusan sekolah.
pengamatan / percobaan dalam Melihat dari gambaran kriteria
pembelajaran, 6) Siswa memperlihatkan penilaian tersebut, meskipun belum secara
interaksi yang tinggi dalam pembelajaran, keseluruhan mampu terlaksana, tetapi
7) Guru mengelola siswa secara, bervariasi tingkat keberhasilan implementasi
sehingga siswa lebih kreatif dalam kebijakan MBS telah dilaksanakan dengan
pembelajaran. 8) Guru menggunakan baik. Berdasarkan ungkapan tersebut, hal
metode yang bervariasi sehingga siswa ini sesuai dengan analisis data hasil
lebih kreatif dalam pembelajaran, 9) pengisian kuesioner oleh 345 orang
Kegiatan pembelajaran mencapai tujuan responden, maka dapat dilihat pada tabel 1.
yang telah ditetapkan dalam Rencana
Program Pembelajaran (RPP) dan Kriteria

Tabel 1 Hasil Analisis Implementasi Kebijakan MBS Di Kabupaten Bantaeng.


Persentase
No Kriteria
(%)
1. RKS dan RKAS disusun secara bersama oleh warga dan komite 87,54
sekolah.
2 RKS dan RKAS disusun secara bersama oleh warga sekolah dan 85,50
komite sekolah
3 Pelaksanaan RKS dan RKAS dipertanggung-jawabkan kepada 93,62
pemerintah
4 Guru menggunakan alat peraga untuk semua mata pelajaran 81,15
sehingga siswa lebih kreatif
5 Guru memberikan pertanyaan yang bervariasi sehingga siswa lebih 82,61
kreatif
6 Masyarakat tidak memberikan bantuan dana 84,63
7 Masyarakat mengkonsultasikan pembelajaran anaknya. 72,76
Sumber: Hasil Analisis Data, 2010
Kartini Sahade / Jurnal Administrasi Publik, Volume 2 No. 1 Thn. 2011 24

Selain informasi berupa deskripsi dan pengambilan keputusan sekolah, jika


persentase tanggapan guru di atas, juga dibandingkan dengan peran serta
diperoleh informasi dari kepala sekolah masyarakat sebelumnya yang cenderung
dan komite sekolah bahwa sejak program dominan dalam bentuk dana dan tenaga.
MBS diimplementasikan di Kabupaten Berdasarkan uraian di atas maka
Bantaeng, keberhasilan yang telah dicapai dapat dikatakan bahwa indikator
oleh sekolah pada umumnya yaitu: (a) keberhasilan implementasi program MBS
kecakapan hidup siswa meningkat, (b) di sekolah adalah:
prestasi akademik siswa meningkat, (c) 1) pengelolaan mananajemen sekolah
prestasi non-akademik siswa meningkat, berdasarkan prinsip partisipatif, yaitu
dan (d) peran serta masyarakat dalam kepala sekolah bersama-sama dengan
pengelolaan sekolah meningkat, serta (e) guru, komite sekolah, serta orang tua
pengelolaan sekolah lebih partisipatif, siswa terlibat dalam penyusunan visi,
transparan, dan akuntabel. misi, tujuan, Rencana Pengembangan
Sebelum program MBS Sekolah (RPS)/Rencana Kerja dan
dilaksanakan belum pernah seorang siswa Syarat (RKS), Rencana Anggaran
pun mendapatkan prestasi di tingkat Pendapatan dan Belanja Sekolah
Provinsi tapi setelah program MBS (RAPBS)/RKAS, pelaksanaan
dilaksanakan prestasi yang pernah dicapai kegiatan, pengawasan terhadap
peserta didik dari Kabupaten Bantaeng kegiatan, serta pengambilan keputusan.
antara lain: peringkat tujuh dalam lomba 2) Pengelolaan manajemen sekolah
mata pelajaran matematika, peringkat lima berdasarkan prinsip transparansi, yaitu
dalam lomba menulis Surat, peringkat satu kepala sekolah bersama-sama dengan
dalam lomba olahraga renang dan guru, komite sekolah, serta orang tua
mewakili Sulawesi Selatan ke tingkat siswa terlibat dalam sosialisasi visi,
nasional. Dalam lomba gugus SD tahun mini, tujuan, RPS/RKS, dan
2009 gugus SDN No. 5 Lembang Cina RAPBS/RKAS, pengumpulan dana,
Kecamatan Bantaeng mewakili Sulawesi pengelolaan sumber-sumber dana dan
Selatan ke lomba gugus tingkat nasional pemanfaatannya, serta pelaksanaan
dan mendapat peringkat Harapan III KBM.
tingkat nasional. 3) Pengelolaan mananajemen sekolah
Sebelum program MBS berdasarkan prinsip akuntabilitas, yaitu
dilaksanakan tingkat kehadiran siswa di kepala sekolah bersama-sama dengan
sekolah hanya sekitar 11,38 persen, apalagi guru, komite sekolah, serta orang tua
saat musim melaut dan bercocok tanam siswa terlibat dalam pertanggung-
sangat kurang siswa di sekolah. Angka jawaban ketercapaian tujuan sekolah,
mengulang kelas sekitar 8,63 persen, putus pelaksanaan kegiatan pembelajaran,
sekolah 4,04 persen. Saat program MBS penggunaan anggaran sekolah, serta
dilaksanakan orang tua siswa berperan pemanfaatan sarana dan prasarana
serta melaksanakan jam piket senja, yaitu sekolah
pada malam hari semua orangtua 4) Pembelajaran aktif yang meliputi
mengawasi anaknya tidak boleh siswa aktif berfikir, bertanya, siswa
berkeliaran dan harus belajar di rumah. aktif menjawab pertanyaan, berdiskusi,
Sekarang peran serta masyarakat dalam melakukan percobaan/peragaan,
pengelolaan sekolah meningkat tampak interaksi di dalam pembelajaran,
pada meningkatnya peran serta masyarakat mengkomunikasikan gagasan, serta
dalam bentuk pernikiran seperti menjadi merefleksikan hasil belajarnya.
narasumber dalam pembelajaran, 5) Pembelajaran kreatif yang meliputi
memberikan masukan dan pertimbangan penggunaan metode yang bervariasi,
dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pertanyaan yang bervariasi, alat
Kartini Sahade / Jurnal Administrasi Publik, Volume 2 No. 1 Thn. 2011 25

bantu/media pembelajaran, lingkungan keterlibatan komite sekolah, orang tua


sebagai sumber belajar, pengelolaan siswa, masyarakat, stakeholders
kelas yang bervariasi, serta lainnya dalam merencanakan bantuan
penggunaan teknik dan alat evaluasi pemikiran, rnerealisasikan bantuan
yang bervariasi. pemikiran, pelaksanaan bantuan
6) Pembelajaran efektif yang meliputi pemikiran, dan mengawasi
ketercapaian tujuan pembelajaran, pelaksanaan bantuan pemikiran,
peningkatan kompetensi kognitif, seperti menjadi narasumber.
peningkatan kompetensi afektif, Hasil penelitian yang dikemukakan
peningkatan kompetensi psikomotorik, di atas sejalan dengan pendapat Siahaan,
pemanfaatan waktu belajar mandiri, dkk (2006) yang menetapkan 16 indikator
serta penyelesaian tugas/pekerjaan keberhasilan MBS, indikator tersebut
rumah. dapat dijadikan sebagai instrumen dalam
7) Pembelajaran menyenangkan yang melihat apakah konsep dan prinsip
meliputi pemberian penghargaan manajemen berbasis sekolah telah terealisir
dalam pembelajaran, pengakuan di sekolah. Untuk merealisasikannya
terhadap perbedaan prilaku siswa, dibutuhkan komitmen yang kuat dan
pengakuan terhadap perbedaan potensi konsisten. Komitmen itu, ibukanlah semata
siswa, minat belajar yang tinggi, hanya untuk mencapai tujuan kurikuler di
motivasi belajar yang tinggi, serta persekolahan, tetapi 'lebih dari itu, adalah
terhindar dari kekerasan fisik dan non perlu suatu keyakinan yang mendalam,
fisik (ancaman, kekerasan, dan bahwa pendidikan yang berhasil melalui
intimidasi). penerapan manajemen berbasis sekolah,
8) Dukungan dana yang meliputi akan berkomplikasi kepada paradigma
keterlibatan komite sekolah, orang tua baru pendidikan persekolahan secara
siswa, masyarakat, stakeholder lainnya menyeluruh.
dalam merencanakan bantuan dana,
merealisasikan bantuan dana, 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pengelolaan/penggunaan bantuan dana, implementasi program MBS pada
serta mengawasi penggunaan bantuan sekolah dasar di Kabupaten
dana, seperti sumbangan pembuatan Bantaeng
pagan, timbunan halaman sekolah.
9) Dukungan tenaga yang meliputi Implementasi program MBS
keterlibatan komite sekolah, orang tua merupakan suatu program yang mampu
siswa, masyarakat, stakeholder lainnya terwujud, apabila setiap kegiatan mampu
dalam merencanakan bantuan tenaga, dilaksanakan dengan baik. Untuk
merealisasikan bantuan tenaga, mendukung setiap aktivitas tersebut maka
pelaksanaan bantuan tenaga, dan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu faktor yang
mengawasi pelaksanaan bantuan mendukung dan yang menghambat.
tenaga, seperti mengecat gedung Faktor-faktor yang mendukung
sekolah, mengatur bukubuku keberhasilan implementasi program MBS
diperpustakaan, piket di kelas anaknya di Kabupaten Bantaeng dapat dilihat pada
(program peguyuban kelas). tabel 2.
10) Dukungan pemikiran yang meliputi
Kartini Sahade / Jurnal Administrasi Publik, Volume 2 No. 1 Thn. 2011 26

Tabel 2 Faktor Pendukung dan Penghambat Keberhasilan Implementasi Program


MBS di Kabupaten Bantaeng
Faktor Pendukung Faktor Penghambat
1. Kepemimpinan kepala sekolah, 1. Persepsi masyarakat tentang pendidikan
seperti: menciptakan suasana gratis masih keliru, pada umumnya
yang kondusif, mendorong masyarakat beranggapan bahwa dengan
terlaksananya perilaku positif, adanya pendidikan gratis maka seluruh
kreativitas dan inovatif bagi pembiayaan sekolah seperti buku,
warga sekolah, komite sekolah, perlengkapan sekolah, baju seragam, sepatu,
dan stakeholder lainnya. dan iuran AIS (Anak Indonesia Sejahtera)
2. Komitmen warga sekolah, ditanggung oleh pemerintah padahal dalam
seperti; adanya komitmen dari Perda Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 4
warga sekolah untuk tahun 2009 tentang Pendidikan gratis tidak
melaksanakan dan menyukseskan seperti itu, Dana pendidikan gratis
seluruh kegiatan dalam rangka digunakan untuk biaya operasional,
perbaikan proses pembelajaran pemeliharaan, ekstrakurikuler, insentif
dan peningkatan mutu hasil pendidik dan tenaga kependidikan sehingga
belajar. orangtua/masyarakat dapat memberikan
3. Kerjasama yang baik antara bantuan kepada sekolah sepanjang tidak
warga sekolah dan komite mengikat, jadi tidak dalam bentuk iuran
sekolah, seperti; terjalinnya (terikat waktu dan jumlah).
kerjasama yang baik dalam 2. Distribusi pendidik (guru) tidak merata,
merencanakan, melaksanakan, kalau dilihat jumlah guru dibanding dengan
dan mengevaluasi keberhasilan rombongan belajar maka jumlah guru
program sekolah sebenarnya sudah mencukupi, tetapi
4. Peran serta orang tua siswa sekolah-sekolah di pinggiran/daerah
dalam pengelolaan sekolah, terpencil masih kekurangan. Fasilitas
seperti; orangtua siswa sekolah tidak merata, ada beberapa sekolah
membentuk dan menjadi yang fasilitasnya sangat lengkap, disisi lain
pengurus paguyuban kelas, masih banyak sekolah yang memiliki
membentuk pengurus dan fasilitas yang minim.
anggota komite sekolah 3. Jarak antara SD Inti dan SD Imbas cukup
5. Dukungan pemerintah, seperti jauh, gugus yang berada di daerah
kebijakan, pembiayaan, dan terpencil/pinggiran, walaupun jumlah
supervise monitoring kegiatan di sekolah dalam satu gugus sekitar 3-5
sekolah sekolah, tapi jarak antara SD Ind dan SD
6. Dukungan dunia usaha dan Imbasnya cukup jauh.
industri, terjalinnya kerjasama 4. Latar belakang sosial dan ekonomi orang tua
dengan dunia usaha dan dunia siswa yang pada umumnya merupakan
industri yang ada di sekitar petani penggarap dan nelayan, yang
sekolah dalam peningkatan mutu mengalami kekurangan biaya sekolah.
proses dan hasil belajar.
Kepala sekolah bersama dengan
Upaya-upaya yang dapat dilakukan komite sekolah menjelaskan
untuk mengatasi hambatan-hambatan yang pengertian pendidikan gratis dan
dihadapi dalam implementasi program komponen yang dapat dibiayai dari
MBS di sekolah antara lain; dana pendidikan gratis kepada orang
a. Melaksanakan sosialisasikan Perda tua peserta didik dan seluruh lapisan
Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 4 masyarakat.
tahun 2009 tentang Pendidikan Gratis; b. Mengusulkan pemerataan penempatan
Kartini Sahade / Jurnal Administrasi Publik, Volume 2 No. 1 Thn. 2011 27

guru atau mengangkat guru honorer/ supervise klinis,


sukarela; karena sekolah-sekolah di 3. Mengaktifkan kegiatan KKGS, KKG,
daerah terpencil masih kekurangan KKKS, dan KKPS,
guru maka dibuat usul pemerataan 4. Melibatkan komite sekolah dan orag
guru kepada Dinas Pendidikan Pemuda tua siswa pada setiap kegiatan sekolah,
dan Olahraga Kabupaten 5. Mengaktifkan pertemuan pengurus dan
Bantaeng/BKD dan kepala sekolah anggota paguyuban kelas serta komite
dapat mengangkat guru sekolah, dan
honorer/sukarela berdasarkan 6. Menjalin kerjasama dengan berbagai
kebutuhan dan kemampuan masing- instansi, dunia usaha dan dunia
masing, dananya bisa dari BOS, industri.
pendidikan gratis, komite, ataukah Hasil penelitian ini relevan dengan
sumber lainnya. hasil penelitian Rahma Sugiharti dan
c. Mengusulkan pemerataan pemberian Endang Fitriyah Mannar (2004) tentang
bantuan fasilitas sekolah. Sekolah- implementasi dan hambatan pelaksanaan
sekolah yang belurn pernah MBS di jenjang sekolah dasar. Hasil
mendapatkan bantuan fasilitas supaya penelitian ini juga sejalan dengan hasil
diprioritaskan, seperti rehabilitasi penelitian Surya Dharma (2006) yang
gedung, pembangunan ruang kelas menyatakan bahwa secara umum
barn, perpustakaan, ruang komputer, pelaksanaan MBS di sekolah dirasakan
ruang UKS, pengadaan alat, media, efektif baik yang berkaitan dengan
dan sumber belajar manajemen, pembelajaran, maupun
d. Mengoptimalkan pelaksanaan partisipasi masyarakat. Hasil penelitian
kelompok kerja guru tingkat sekolah Imam Sutadji ada yang sejalan dengan
(KKGS). Karena jarak antara SD Inti hasil penelitian ini dan ada pula yang
dan SD Imbas cukup jauh, mengalami bertentangan, Yang sejalan antara lain
kesulitan untuk bertemu setiap karakteristik sekolah yang berpengaruh
minggu, maka pertemuan gugusnya secara signifikan terhadap hasil belajar
mungkin sekali sebulan, maka adalah karakteristik orangtua siswa, Yang
pertemuan sekolah bisa sekali bertentangan antara lain (1) kepemimpinan
seminggu atau setiap hari berdasarkan kepala sekolah tidak berpengaruh secara
pembagian kelas atau mata pelajaran. signifikan terhadap hasil belajar, akan
e. Mengupayakan pemberian bantuan tetapi kepemimpinan berpengaruh secara
beasiswa bagi siswa yang memiliki signifikan terhadap iklim sekolah, (2)
latar belakang ekonomi yang kurang Iklim sekolah tidak memiliki pengaruh
mampu. Bantuan beasiswa tersebut yang signifikan dengan hasil belajar,
diusulkan ke pemerintah daerah sedangkan hasil penelitian ini
melalui Dinas Pendidikan Pemuda dan menunjukkan bahwa kepemimpinan kepala
Olah raga, serta mengusulkan ke pihak sekolah dan iklim sekolah yang kondusif
dunia usaha dan dunia industri. berpengaruh positif dan signifikan
Rencana tindak lanjut dalam terhadap hasil belajar siswa.
pengembangan implementasi program perbedaan penelitian ini dengan
MBS di sekolah menurut responder anatara penelitian-penelitian sebelumnya adalah
lain; pada penelitian sebelumnya belum ada
1. Melakukan kegiatan pelatihan atau yang melihat dari segi keterbacaan
bimbingan teknis kepemimpinan dan isi/dasar hukum kebijakan itu (program
manajemen sekolah bagi kepala MBS) dan pada umumnya hanya melihat
sekolah dan pengawas, faktor-faktor yang mempengaruhi
2. Mengoptimalkan peran kepala sekolah implementasi program MBS. Peneliti
dan pengawas dalam pelaksanaan melihat keterbacaan isi kebijakan karena
Kartini Sahade / Jurnal Administrasi Publik, Volume 2 No. 1 Thn. 2011 28

kebijakan yang tidak jelas tujuan, dasar PENUTUP


hukum, isi, dan sasarannya tidak akan
mendapatkan respon dari masyarakat, Tingkat keberhasilan implementasi
kebijakan yang tidak direspon oleh program MBS pads sekolah dasar di
masyarakat tidak bermakna karena Kabupaten Bantaeng berada pada kategori
masyarakatlah yang akan mengalami baik, terutama dalam penerapan prinsip
perubahan dari kebijakan yang diambil. partisipatif dan akuntabel. Juga
Selain perbedaan di atas, perbedaan pengelolaan siswa, penggunaan metode
lainnya adalah penelitian sebelumnya yang bervariasi dan pemberian pujian
belum ada yang mengurutkan kuatnya kepada siswa yang berhasil, namun masih
pengaruh masing-masing variabel bebas perlu ditingkatkan dalam penerapan prinsip
terhadap variabel terikat. Hasil penelitian transparansi, ketercapaian tujuan
ini menemukan bahwa variabel yang pembelajaran, dan keterlibatan masyarakat
paling kuat pengaruhnya adalah kondisi sebagai pelaksana kegiatan sekolah serta
lingkungan organisasi, kemudian kapasitas pengambilan keputusan sekolah.
organisasi, dan selanjutnya kejelasan Keberhasilan yang dicapai sekolah dasar di
program MBS. Pengaruh kondisi Kabupaten Bantaeng setelah program MBS
lingkungan organisasi melalui kapasitas diimplementasikan yaitu; kecakapan hidup
organisasi pelaksana lebih kuat dari siswa meningkat, prestasi akademik siswa
pengaruh kejelasan program melalui meningkat, prestasi non akademik siswa
kapasitas organisasi, terhadap tingkat meningkat, peran serta masyarakat dalam
keberhasilan implementasi program MBS. pengelolaan sekolah meningkat,
Pengaruh variabel kondisi lingkungan pengelolaan sekolah lebih partisipatif,
organisasi dengan variabel kapasitas transparan, dan akuntabel.
organisasi pelaksana lebih kuatjika Faktor-faktor yang mempengaruhi
dibandingkan dengan pengaruh variabel tingkat keberhasilan implementasi program
kejelasan program MBS dengan variabel MBS di Kabupaten Bantaeng dapat dilihat
kapasitas organisasi pelaksana terhadap dari faktor yang mendukung dan
variabel tingkat keberhasilan implementasi menghambat. Faktor-faktor yang
program MBS. mendukung antara lain; kepemimpinan
Sehubungan dengan berbagai uraian kepala sekolah, komitmen warga sekolah,
di atas tentang hasil yang diperoleh dalam kerjasama yang baik antara warga sekolah
penelitian ini yang dikaitkan dengan dan komite sekolah, peran serta orang tua
berbagai teori dan hasil penelitian yang siswa dalam pengelolaan sekolah,
relevan, maka dapat dinyatakan bahwa dukungan dunia usaha dan industri, serta
hasil penelitian ini semakin memperkuat dukungan pemerintah. Sedangkan faktor-
rekomendasi Bank Dunia tahun 1998 faktor yang menjadi penghambat program
sebagai bagian dari upaya reformasi MBS di sekolah antara lain: persepsi
pendidikan, khususnya di persekolahan masyarakat tentang pendidikan gratis
Indonesia adalah agar direalisirnya konsep masih keliru, distribusi tenaga pendidik
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau (guru) yang tidak merata, fasilitas sekolah
School Based Management (SBM). MBS tidak merata, jarak antara SD Inti dan SD
merupakan wujud dari otonomi Imbas cukup jauh, terutama di daerah-
persekolahan dan mampu merealisir tujuan daerah terpencil, dan latar belakang sosial-
pendidikan secara komprehensif Artinya, ekonomi orang tua siswa.
sekolah lebih mandiri dan mampu
menampung berbagai aspirasi pengguna
jasa kependidikan dalam kerangka
kebijakan pendidikan nasional.
Kartini Sahade / Jurnal Administrasi Publik, Volume 2 No. 1 Thn. 2011 29

DAFTAR PUSTAKA Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008


tentang Otonomi Daerah
Baedhowi. 2004. Implementasi Kebijakan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003,
Otonomi Daerah Bidang
Sistem Pendidikan Nasional.
Pendidikan: Studi Kasus di
Kabupaten Kendal dan Kota undang-undang Nomor 22 tahun 1999
Surakarta, Disertasi Departemen tentang pemerintahan daerah
Ilmu Administrasi FISIP Universitas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,
Indonesia, Jakarta. Pemerintahan Daerah.
Depdikbud, Di0en Dikdasmen, 1999.
Manajemen Sekolah. Direktorat Wibawa, Samodra, Yuyun Purbokusumo
Dikmenum: Jakarta. dan Agus Pramusinto. 1994.
Evaluasi Kebijakan Publik, PT Raja
Edward III, George C (edited), 1984, Grafindo Persada, Jakarta.
Public Policy Implementing, Jai
Press Inc, London-England.
Goggin, Malcolm, 1990, Implementation,
Theory and Practice: Foresmann and
Company: USA
Grindle, Merilee S. 1980. Politics and
Policy Implementation in the Third
Wofyd Princnton University Press:
New Jersey
Korten, David C dan Syahrin 1980.
Pembangunan Serdimensi
Kerakyatan. Yayasan Obor
Indonesia: Jakarta
Mazmanian, Daniel A. And Paul A.
Sabatier. 1983. lInplemenetation
anoPublic Policy. Scott Foresman
and Company: USA
Quade, E.S. 1984. Analysis for Public
Decisions. Elsevier Science
Publisher: New York
Sabatier, Paul. 1986. “Top down and
Bottom up Approaches to
Implementation Research” Journal
of Public Policy 6, (Jan), h. 21-48.
Siahaan, Amiruddin, dkk, 2006.
Manajemen Pendidikan Berbasis
Sekolah Ciputat Press Group:
Jakarta
Tarigan, Antonius. 2000. Implementasi
Kebijakan Jaring Pengaman Sosial:
Studi Kasus Program
Pengembangan Kecamatan di
Kabupaten Dati II Lebak, Jawa
Barat,

Anda mungkin juga menyukai