Anda di halaman 1dari 40

TUGAS KOMUNIKASI

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA KLIEN IGD DAN ICU

OLEH : KELOMPOK 3

Nama Kelompok :

1. Dewa Nyoman Agus Suarbawa (193213010)

2. Kadek Ayu Ulan Sudariyanthini (193213020)

3. Ni Nyoman Ayu Krisna Sari (193213037)

4. Ni Putu Cintya Dewi (193213038)

5. Ni Putu Eka Cintya Parwita (193213040)

6. Ni Putu Indah Ulandari (193213041)

7. Ni Putu Rahayu Kurnianingsih (193213042)

8. Ni Putu Yulia Ari Santini (193213043)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

STIKES WIRA MEDIKA BALI

2020
BAB I
PEMBAHASAN

1.1 PENGERTIAN GAWAT DARURAT

Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis
segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (UU no 44 tahun
2009). Gawat darurat adalah Suatu keadaan yang terjadinya mendadak mengakibatkan
seseorang atau banyak orang memerlukan penanganan / pertolongan segera dalam arti
pertolongan secara cermat, tepat dan cepat. Apabila tidak mendapatkan pertolongan semacam
itu maka korban akan mati atau cacat / kehilangan anggota tubuhnya seumur hidup.

1.2 KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


A. Klien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam
nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan
secepatnya misalnya :sumbatan jalan napas atau distress napas, luka tusuk dada/perut dengan
shock dan sesak, hipotensi / shock.
B. Pasien Gawat Darurat

Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya
dan atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapatkan pertolongan
secepatnya. Bisanya di lambangkan dengan label merah. Misalnya AMI (Acut Miocart Infac).
C. Pasien Gawat Tidak Darurat

Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat. Bisanya di
lambangkan dengan label biru. Misalnya pasien dengan Ca stadium akhir.
D. Pasien Darurat Tidak Gawat
Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota
badannya. Bisanya di lambangkan dengan label kuning. Misalnya : pasien Vulnus Lateratum
tanpa pendarahan.
E. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat

Pasien yang tidak mengalami kegawatan dan kedaruratan. Bisanya di lambangkan dengan
label hijau. Misalnya : pasien batuk, pilek.
F. Pasien Meninggal

Label hitam ( Pasien sudah meninggal, merupakan prioritas terakhir). Adapun petugas triage
di lakukan oleh dokter atau perawat senior yang berpengalaman dan petugas triage juga
bertanggung jawab dalam operasi,pengawasan penerimaan pasien dan daerah ruang tunggu.
Selain dari penjelasan di atas di butuhkan pemahaman dampak atau psikologis pada saat
keadaan gawat darurat. Aspek psikologis pada situasi gawat darurat :
1. Cemas

Cemas sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut ditandai oleh rasa
ketakutan, tidak menyenangkan, seringkali disertai oleh gejala otonomik, seperti nyeri kepala,
berkeringat, palpitasi, gelisah, dan sebagainya. Kumpulan gejala tertentu yang ditemui selama
kecemasan cenderung bervariasi, pada setiap orang tidak sama.
2. Histeris

Dalam penggunaan sehari-hari nya histeria menjelaskan akses emosi yang tidak terkendali.
Orang yang "histeris" sering kehilangan kontrol diri karena ketakutan yang luar biasa karena
suatu kejadian atau suatu kondisi.
3. Mudah marah

Hal ini terjadi apabila seseorang dalam kondisi gelisah dan tidak tahu apa yang harus di
perbuat

1.3 KOMUNIKASI DALAM SPGDT (SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT


DARURAT TERPADU)

SPGDT (sistem penanggulangan gawat darurat terpadu) adalah suatu sistem


pelayanan penderita gawat darurat yang terdiri dari unsur pelayanan pra rumah sakit,
pelayanan di rumah sakit dan pelayanan antar rumah sakit. Pelayanan berpedoman pada
respon cepat yang menekankan time saving is life saving. yang melibatkan pelayanan oleh
masyarakat awam umum, awam khusus, petugas medis, pelayanan ambulan gawat darurat
dan sistem komunikasi.
A. Fase pra rumah sakit

Fase pelayanan pra rumah sakit adalah pelayanan kepada penderita gawat darurat
yang melibatkat masyarakat atau orang awam dan petugas kesehatan. Pada umunya yang
pertama yang menemukan penderita gawat darurat di tempat musibah adalah masyarakat
yang dikenal oleh orang awam. Oleh karena bermanfaat bila orang awam diberi dan dilatih
pengetahuan dan keterampilan penanggulanganan gawat darurat. Komunikasi yang dilakukan
pada fase pra rumah sakit yaitu dengan meyakinkan warga bahwa seorang perawat,
mengecek kesadaran korban dengan memanggil nama korban, menghubungi organisasi gawat
darurat terdekat untuk pertolongan lanjut ke rumah sakit.

Contoh : di jalan terjadi kecelakaan kemudian penderita gawat darurat ditolong masyarakat
yang telah mendapatkan pelatihan untuk gawat darurat, warga tadi menolong penderita gawat
darurat mengamankan korban di tempat yang lebih aman, melakukan pertolongan di tempat
kejadian seperti menolong menghentikan pendarahan, kemudian melaporkan korban ke
organisasi pelayanan kegwatdaruratan terdekat, pengangkutan untuk pertolongan lanjut dari
tempat kejadian ke rumah sakit.
B. Fase pelayanan rumah sakit

Fase pelayanan rumah sakit adalah fase pelayanan yang melibatkan tenagan kesehatan yang
dilakukan di dalam rumh sakit seperti pertolongan di unit gawat darurat. Komunikasi yang
dilakukan pada tahap ini sama dengan komunikasi terapeutik, tetapi dalam hal ini tindakan
yang cepat dan tepat lebih utama dilakukan kepada korban.

Contoh : ada korban kecelakaan yang menglami pendarahan masuk ke UGD, perawat
menayakan identitas klien kemudian melakukan pemasangan infus untuk menganti cairan
yang keluar, dengan menjelaskan tujuan pemasangan infus dengan sigkat dan jelas.
C. Pelayanan antar rumah sakit ( rujukan )

Fase pelayanan antar rumah sakit ( rujukan ) adalah fase pelayanan yang melibatkan petugas
kesehatan dengan petugas kesehatan rumah sakit lain atau rumah sakit satu dengan rumah
sakit yang lain sebagai rujukan. Tindakan ini dilakukan apabila korban membutuhkan
penanganan lebih lanjut tetapi rumah sakit yang pertama tidak bisa memberi pertolongan
sehinga dirujuk ke rumah sakit lain yang bisa menanggani korban tersebut.

Contoh : korban kecelakaan parah di bawa ke salah satu rumah sakit tetap dirumahsakit
tersebut tidak terdapat peralatan yng harus digunakan segera untuk pertolongan, kemudian
rumahsakit tersebut menghubungi rumah sakit lain yang lebih cepat menangani, setelah itu
pasien di kirim ke rumah sakit yang telah di hubungi tadi.

1.4 TUJUAN KOMUNIKASI PADA GAWAT DARURAT

Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerjasama


antar perawat dan klien melalui hubungan perawat dan klien. Perawat berusaha mengungkap
perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang
dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994). Tujuan komunikasi terapeutik pada klien
gawat darurat menciptakan kepercayaan antara perawat dengan klien yang mengalami
kondisi kritis atau gawat darurat dalam melakakan tindakan, sehingga klien cepat tertolong
dan tidak terjadi hal yang fatal. Upaya pelayanan komunikasi medik untuk penangguangan
penderita gawat darurat pada dasarnya pelayanan komunikasi di sektor kesehatan terdiri dari:
1. Komunikasi kesehatan

Sistem komunikasi ini digunakan. untuk menunjang pelayanan kesehatan di bidang


administrative.
2. Komunikasi medis

Sistem komunikasi ini digunakan untuk menunjang pelayanan kesehatan di bidang


teknis-medis.
a. Tujuan

Untuk mempermudah dan mempercepat penyampaian dan penerimaan informasi datam


rnenanggulangi penderita gawat darurat.
b. Fungsi komunikasi medis dalam penanggulangan penderita gawat darurat adalah:

1. Untuk memudahkan masyarakat dalam meminta pertolongan kesarana kesehatan


(akses kedalam sistim GD)

2. Untuk mengatur dan membimbing pertolongan medis yang diberikan di tempat


kejadian dan selama perjalanan kesarana kesehatan yang lebih memadai.

3. Untuk mengatur dan memonitor rujukan penderita gawat darurat dan puskesmas ke
rumah sakit atau antar rumah sakit.
4. Untuk mengkordinir penanganan medik korban bencana.

1.5 FASE-FASE DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK GAWAT DARURAT


Fase komunikasi terapeutik terdiri dari 4 fase, yaitu :
1. Fase Pra-Interaksi

Fase pra-interaksi dimulai sebelum kontak pertama dengan klien. Perawat mengeksplorasi
perasaan, fantasi dan ketakutannya sehingga kesadaran dan kesiapan perawat untuk
melakukan hubungan dengan klien dapat dipertanggungjawabkan. Pra-interaksi :
A. Eksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan sendiri.
B. Analisa kekuatan-kelemahan professional.
C. Dapatkan data tentang klien jika mungkin.
D. Rencanakan pertemuan pertama.
2. Fase Orientasi

Tahap dimana seorang perawat menggali keluhan-keluhan yang dirasakan oleh klien atau
pasien dengan tanda dan gejala yang lain untuk memperkuat diagnosa keperawatan. Fase
orientasi terdiri dari:
A. Pengenalan
B. Persetujuan Komunikasi
C. Program Orientasi yang meliputi :
- Penentuan batas hubungan
- Pengidentifikasian masalah
- Mengkaji tingkat kecemasan diri sendiri dan pasien
- Mengkaji apa yang diharapkan.
3. Fase Kerja

Fase kerja ini perawat mengimplementasikan rencana keperawatan yang dibuat pada tahap
orientasi, perawat juga membantu klien mengatasi kecemasan, meningkatan kemandirian dan
tanggungjawab diri sendiri.
4. Fase Terminasi

Fase terminasi merupakan fase persiapan mental untuk membuat perencanaan tentang
kesimpulan pengobatan yang telah didapatkan. Dan juga berfungsi untuk mengantisipasi
masalah yang akan timbul. Pada tahap ini interaksi akan diakhiri.

1.6 PRINSIP KOMUNIKASI GAWAT DARURAT


Ciptakan lingkungan terapeutik dengan menunjukan prilaku dan sikap seperti:

A. Caring ( sikap pengasuhan yang ditunjukan peduli dan selalu ingin memberikan
bantuan)
B. Acceptance (menerima pasien apa adanya)
C. Respect (hormati keyakinan pasien apa adanya)
D. Empaty (merasakan perasaan pasien)
E. Trust (memberi kepercayaan)
F. Integrity (berpegang pada prinsip profesional yang kokoh)
G. Identifikasikan bantuan yang diperlukan
H. Terapkan teknik komunikasi: terfokus, bertanya, dan validasi
I. Bahasa yang mudah dimengerti
J. Pastikan hubungan profesional dimengerti oleh pasien/keluarga
K. Motivasi dan hargai pendapat & respon klien
L. Hindari: menyalahkan, memojokkan, dan memberikan sebutan yang negatif.

1.7 TEKNIK KOMUNIKASI GAWAT DARURAT


1. Mendengar aktif

Adalah konsentrasi aktif dan persepsi terhadap pesan orang lain yang menggunakan semua
indra. Menurut Ellis (1994) mendengarkan orang lain dengan penuh perhatian akan
menunjukkan pada orang lain bahwa apa yang dikatakannya adalah penting dan dia adalah
orang penting. Mendengarkan juga menunjukkan pesan “anda bernilai untuk saya” dan “saya
tertarik padamu”.
2. Mendengar pasif

Adalah kegiatan mendengar dengan kegiatan non verbal untuk klien. Misalnya dengan kontak
mata, menganggukkan kepala dan juga keikutsertaan secara verbal, misalnya “uh huuh”,
„mmhumm”, “yeah”.
3. Penerimaan

Adalah mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang menunjukkan
ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti persetujuan. Menunjukkan
penerimaan berarti kesediaan mendengar tanpa menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan.
Dikarenakan hal tersebut, perawat harus sadar terhadap ekspresi non verbal. Bagi perawat
perlu menghindari : memutar mata keatas, menggelengkan kepala, menurut/memandang
dengan muka masam pada saat berinteraksi dengan klien.
Beberapa cara untuk menunjukkan penerimaan (Potter & Perry,1993) :
a. Mendengar tanpa memotong pembicaraan
b. Menyediakan umpan balik yang menunjukkan pengertian
c. Yakin bahwa tanda non verbal sesuai dengan verbal

d. Hindari mendebat, mengekspresikan keraguan atau usaha untuk merubah pikiran


klien.

Tujuh cara untuk memfasilitasi agar memperoleh kemampuan “penerimaan” (Bolton


cit.Rungapadiachy,1999) :
a. Tidak seorangpun dapat diterima secara sempurna
b. Beberapa orang cenderung lebih diterima daripada orang lain
c. Tingkat penerimaan seseorang terus menerus berganti
d. Adalah sangat alami untuk mempunyai sesuatu yang difavoritkan.
e. Setiap orang dapat lebih menerima

f. Penerimaan yang berpura-pura adalah suatu hal yang berbahaya untuk suatu
hubungan interpersonal.
g. Penerimaan tidak sama dengan persetujuan.
Contoh :
Klien :“Saya telah melakukan beberapa kesalahan”

Perawat :“Saya ingin mendengar tentang itu. Tidak apa-apa jika anda ingin mendiskusikan
hal ini dengan saya.”.
4. Klarifikasi

Klarifikasi sama denga validasi yaitu menanyakan pada klien apa yang tidak dimengerti
perawat terhadap situasi yang ada.
Misalnya :
Klien :“Saya seperti patung saja disini.”
Perawat :“Mari kita lihat apakah saya mengerti apa yang bapak maksud dengan “patung”.
5. Focusing

adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan untuk membatasi area diskusi sehingga
percakapan menjadi lebih spesifik dan dimengerti (Stuart & Sundeen, 1995).
6. Observasi

Observasi merupakan kegiatan mengamati klien, kegiatan ini dilakukan sedemikian rupa
sehingga klien tidak menjadi malu atau marah.
7. Menawarkan informasi

Menyediakan tambahan informasi dengan tujuan untuk mendapatkan respon lebih lanjut.
Keuntungan dari tehnik ini adalah akan memfasilitasi komunikasi, mendorong pendidikan
kesehatan dan memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan. Perawat sebaiknya
menghindari pemberian nasehat pada saat pemberian informasi.
8. Diam (memelihara ketenangan)

Diam dilakukan dengan tujuan untuk mengorganisir pemikiran, memproses informasi,


menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk menunggu respon.
9. Assertive

Kemampuan dengan secara meyakinkan dan nyaman mengekspresikan pikiran dan perasaan
diri dengan tetap menghargai hak orang lain.
Komunikasi assertive (Smith, 1992) :

a. Mampu menggunakan berbagai strategi komunikasi untuk mengekspresikan pikiran


dan perasaan diri dengan tertentu yang secara terus menerus melindungi hak diri
dan orang lain.

b. Memiliki perilaku yang positif mengenai komunikasi dengan jujur/terus terang dan
adil.

c. Merasa nyaman dalam mengontrol perasaan negatif misalnya cemas, tegang, malu
atau takut.

d. Merasa yakin bahwa anda dapat melakukan sendiri dengan jalan tetap menghormati
diri dan orang lain.
e. Menjaga hak diri dan orang lain sama pentingnya.
Tahap – tahap menjadi lebih assertive :
a. Menggunakan kata “tidak” sesuai kebutuhan
b. Mengkomunikasikan maksud dengan jelas
c. Mengembangkan kemampuan mendengar
d. Pengungkapan komunikasi disertai bahasa tubuh yang tepat
e. Meningkatkan kepercayaan diri dan gambaran diri
f. Menerima kritik dengan ramah
g. Belajar terus menerus
10. Menyimpulkan
a. Membawa poin – poin penting dari diskusi untuk meningkatkan pemahaman

b. Memberi kesempatan untuk mengklarifikasi komunikasi agar sama dengan ide


dalam pikiran (Varcarolis,1990)
11. Giving recognition (memberi pengakuan/penghargaan.

Memberi penghargaan merupakan tehnik untuk memberikan pengakuan dan menandakan


kesadaran (Schult & Videbeck,1998).

Misalnya, Perawat : “Saya melihat anda sudah bisa memakai baju dengan rapi hari ini”,
“Saya melihat anda tampak segar dan bersih hari ini”.
12. Offering self (menawarkan diri)

adalah menyediakan diri tanpa respon bersyarat atau respon yang diharapkan (Schult
Videbeck,1998).
Misalnya, Perawat : “Aku akan duduk menemanimu selama 15 menit.”
13. Offering general leads (memberi petunjuk umum)
Mendukung klien untuk meneruskan (Schult & Videbeck,1998).
Misalnya : “Dan kemudian?”, “Teruskan…”.
14. Giving broad opening (memberi pertanyaan terbuka)

Memberikan inisiatif pada klien, mendorong klien untuk menyeleksi topik yang akan
dibicarakan.

Misalnya : “Darimana anda akan mulai?”Apa yang anda pikirkan pagi ini?”. Kegiatan ini
akan bernilai apabila klien menunjukkan penerimaan dan nilai dari inisiatif klien dan akan
menjadi non terapeutik apabila perawat mendominasi interaksi dan menolak respon klien.
15. Placing the time in time (menempatkan urutan/waktu)

Melakukan klarifikasi antara waktu dan kejadian atau antara satu kejadian dengan kejadian
lain (Schult & Videbeck,1998). Misalnya : “Hal itu terjadi sebelum atau sesudah?…Apa yang
terjadi sebelumnya?”.
16. Encourage descrip. of perception (mendukung deskripsi dari persepsi)

Meminta pada klien mengungkapkan secara verbal apa yang dirasakan atau diterima (Schult
& Videbeck,1998). Misalnya : “Apa yang terjadi?Ceritakan apa yang anda alami?”
17. Encourage comparison (mendukung perbandingan)

Menanyakan pada klien mengenai kesamaan atau perbedaan (Schult & Videbeck, 1998).
Misalnya: “Apakah hai ini pernah terjadi sebelumnya? Apakah hal ini mengingatkanmu pada
sesuatu hal?”
18. Restating (mengulang)

Pengulangan pikiran utama yang diekspresikan klien (Stuart & Sundeen, 1995). Misalnya:
“Anda berkata bahwa ibu Anda meninggalkan Anda saat Anda berumur 5 tahun”. Teknik ini
bernilai terapeutik ditandai dengan perawat mendengar dan melakukan validasi, mendukung
klien dan memberikan perhatian terhadap apa yang baru saja dikatakan klien. Teknik ini juga
bisa digunakan pada saat kita akan klarifikasi, misalnya : Klien: “Saya benci tempat ini. Saya
tidak betah di sini!” Perawat: “Anda tidak ingin ada di sini?”
19. Reflecting (refleksi)

Mengembalikan pikiran dan perasaan klien (Schult & Videbeck, 1998). Mengembalikan ide,
perasaan dan pertanyaan kepada klien (Stuart & Sundeen, 1995). Digunakan pada saat klien
menanyakan pada perawat tentang penilaian atau persetujuan. Misalnya: Klien: “haruskah
saya pulang akhir minggu ini?” Perawat: “menurut Anda haruskah Anda pulang akhir minggu
ini?”
20. Exploring (eksplorasi)

Mempelajari suatu topik lebih mendalam. Misalnya: “ceritakan pada tentang apa yang telah
Anda gambarkan tadi”.
21. Presenting reality (menghadirkan realitas/ kenyataan)

Menyediakan informasi dengan perilaku yang tidak menilai. Misalnya: “Saya tidak
mendengar seorang pun bicara”, “Saya adalah yang merawat Anda”, “Ini adalah rumah
sakit”.
22. Voucing doubt (menyelipkan keraguan)

Menyelipkan persepsi perawat mengenai realitas. Misalnya: “Saya melihat bahwa hal itu sulit
untuk dipercaya.” Teknik ini digunakan pada saat perawat ingin member petunjuk pada klien
mengenai penjelasan lain.
KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA KLIEN ICU
1.1 Komunikasi Pada Pasien di ICU

Ruang Intensif Care Unit (ICU) merupakan sebuah ruangan khusus untuk merawat
pasien yang mengalami keadaan kritis. Ruang ICU dilengkapi dengan staf dan peralatan
khusus untuk merawat dan mengobati pasien yang terancam jiwanya karena kegagalan atau
disfungsi satu organ atau ganda akibat suatu penyakit, bencana atau komplikasi yang masih
ada harapan hidupnya. Dasar pengelolaan pasien di ruang ICU adalah dengan pendekatan
multidisiplin tenaga kesehatan yang akan memberikan kontribusi sesuai dengan bidang
keahliannya dan akan saling bekerja sama di dalam tim yang dipimpin oleh seorang dokter
intensif sebagai ketua tim.

Komunikasi dengan pasien tidak sadar merupakan suatu komunikasi dengan


menggunakan teknik komunikasi khusus/teurapetik dikarenakan fungsi sensorik dan motorik
pasien mengalami penurunan sehingga seringkali stimulus dari luar tidak dapat diterima klien
dan klien tidak dapat merespons kembali stimulus tersebut.

Fakta yang terjadi saat ini, bahwa sulit sekali untuk menyatukan berbagai profesi
kesehatan tersebut kedalam sebuah tim interprofesi. Hal tersebut dikarenakan kurangnya
kemampuan tenaga kesehatan untuk menjalin kerjasama yang efektif seperti kurangnya
keterampilan komunikasi interprofesi dan belum tumbuhnya budaya diskusi bersama profesi
lain dalam menentukan keputusan klinis pasien. Kurangnya komunikasi antara tim kesehatan
di ruang ICU akan cenderung merusak kerjasama tim kesehatan dan juga merusak hubungan
antara tim kesehatan dengan keluarga pasien.

Dalam mewujudkan keterampilan komunikasi yang baik, seorang perawat harus


memiliki kemauan yang tinggi untuk dapat memiliki kemampuan komunikasi interpersonal
yang baik. Hal tersebut dapat dicapai oleh seorang perawat dengan berbagai cara misalnya:
melalui pelatihan pelatihan tentang cara membangun komunikasi yang baik dan efektif,
ataupun dengan belajar mandiri . Menurut penelitian yang di lakukan Elmi (2006)
menunjukkan bahwa pelatihan komunikasi terapeutik mempunyai pengaruh terhadap
peningkatan keterampilan perawat sesudah pendidikan untuk berkomunikasi terapeutik dalam
memberikan pelayanan keperawatan. Komunikasi terapeutik yang baik antara perawat
dengan keluarga yang diteruskan ke pasien sangat mendukung keberhasilan dari asuhan
keperawatan, terlebih lagi di ruang ICU.
1.2 Fungsi Komunikasi Dengan Pasien ICU
Komunikasi dengan klien dalam proses keperawatan memiliki beberapa fungsi, yaitu:
1. Mengendalikan Perilaku

Pada klien yang tidak sadar, karakteristik pasien ini adalah tidak memiliki respon dan
klien tidak ada prilaku, jadi komunikasi dengan pasien ini tidak berfungsi sebagai pengendali
prilaku. Secara tepatnya pasien hanya memiliki satu prilaku yaitu pasien hanya berbaring,
imobilitas dan tidak melakukan suatu gerakan yang berarti. Walaupun dengan berbaring ini
pasien tetap memiliki prilaku negatif yaitu tidak bisa mandiri.
2. Perkembangan Motivasi

Pasien tidak sadar terganggu pada fungsi utama mempertahankan kesadaran, tetapi
klien masih dapat merasakan rangsangan pada pendengarannya. Perawat dapat menggunakan
kesempatan ini untuk berkomunikasi yang berfungsi untuk pengembangan motivasi pada
klien. Motivasi adalah pendorong pada setiap klien, kekuatan dari diri klien untuk menjadi
lebih maju dari keadaan yang sedang ia alami. Fungsi ini akan terlihat pada akhir, karena
kemajuan pasien tidak lepas dari motivasi kita sebagai perawat, perawat yang selalu ada di
dekatnya selama 24 jam. Mengkomunikasikan motivasi tidak lain halnya dengan pasien yang
sadar, karena klien masih dapat mendengar apa yang dikatakan oleh perawat.
3. Pengungkapan Emosional

Pada pasien tidak sadar, pengungkapan emosional klien tidak ada, sebaliknya perawat
dapat melakukannya terhadap klien. Perawat dapat berinteraksi dengan klien. Perawat dapat
mengungkapan kegembiraan, kepuasan terhadap peningkatan yang terjadi dan semua hal
positif yang dapat perawat katakan pada klien. Pada setiap fase kita dituntut untuk tidak
bersikap negatif terhadap klien, karena itu akan berpengaruh secara tidak langsung/langsung
terhadap klien. Sebaliknya perawat tidak akan mendapatkan pengungkapan positif maupun
negatif dari klien. Perawat juga tidak boleh mengungkapkan kekecewaan atau kesan negatif
terhadap klien. Pasien ini berkarakteristik tidak sadar, perawat tidak dapat menyimpulkan
situasi yang sedang terjadi, apa yang dirasakan pada klien pada saat itu. Kita dapat
menyimpulkan apa yang dirasakan klien terhadap apa yang selama ini kita komunikasikan
pada klien bila klien telah sadar kembali dan mengingat memori tentang apa yang telah kita
lakukan terhadapnya.
4. Informasi

Fungsi ini sangat lekat dengan asuhan keperawatan pada proses keperawatan yang
akan kita lakukan. Setiap prosedur tindakan keperawatan harus dikomunikasikan untuk
menginformasikan pada klien karena itu merupakan hak klien. Klien memiliki hak penuh
untuk menerima dan menolak terhadap tindakan yang akan kita berikan. Pada pasien tidak
sadar ini, kita dapat meminta persetujuan terhadap keluarga, dan selanjutnya pada klien
sendiri. Pasien berhak mengetahui apa saja yang akan perawat lakukan pada klien. Perawat
dapat memberitahu maksud tujuan dari tindakan tersebut, dan apa yang akan terjadi jika kita
tidak melakukan tindakan tersebut kepadanya.

Hampir dari semua interaksi komunikasi dalam proses keperawatan menjalankan satu
atau lebih dari ke empat fungsi di atas. Dengan kata lain, tujuan perawat berkomunikasi
dengan klien yaitu untuk menjalankan fungsi tersebut. Dengan pasien tidak sadar sekalipun,
komunikasi penting adanya. Walau, fungsi yang dijalankan hanya salah satu dari fungsi di
atas. Dibawah ini akan diuraikan fungsi-fungsi berkomunikasi dengan klien, terhadap klien
tidak sadar. Untuk dipertegas, walau seorang pasien tidak sadar sekali pun, ia merupakan
seorang pasien yang memiliki hak-hak sebagai pasien yang harus tetap kita penuhi.
Perawat itu adalah manusia pilihan Tuhan, yang telah terpilih untuk membantu
sesama, memiliki rasa bahwa kita sesama saudara yang harus saling membantu. Perawat akan
membantu siapapun walaupun ia seorang yang tidak sadar sekalipun. Dengan tetap
memperhatikan hak-haknya sebagai klien.

Komunikasi yang dilakukan perawat bertujuan untuk membentuk hubungan saling


percaya, empati, perhatian, autonomi dan mutualitas. Pada komunikasi dengan pasien tidak
sadar kita tetap melakukan komunikasi untuk meningkatkan dimensi ini sebagai hubungan
membantu dalam komunikasi terapeutik.

1.3 Cara Berkomunikasi Dengan Pasien Tak Sadar

Cara berkomunikasi dengan klien dalam proses keperawatan adalah berkomunikasi


terapeutik. Pada klien tidak sadar perawat juga menggunakan komunikasi terapeutik.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien. Dalam berkomunikasi kita dapat
menggunakan teknik-teknik terapeutik, walaupun pada pasien tidak sadar ini kita tidak
menggunakan keseluruhan teknik. Teknik terapeutik, perawat tetap dapat terapkan. Adapun
teknik yang dapat terapkan, meliputi :
1. Menjelaskan

Dalam berkomunikasi perawat dapat menjelaskan apa yang akan perawat lakukan terhadap
klien. Penjelasan itu dapat berupa intervensi yang akan dilakukan kepada klien. Dengan
menjelaskan pesan secara spesifik, kemungkinan untuk dipahami menjadi lebih besar oleh
klien.
2. Memfokuskan

Memfokuskan berarti memusatkan informasi pada elemen atau konsep kunci dari pesan yang
dikirimkan. Perawat memfokuskan informasi yang akan diberikan pada klien untuk
menghilangkan ketidakjelasan dalam komunikasi.
3. Memberikan Informasi
Fungsi berkomunikasi dengan klien salah satunya adalah memberikan informasi. Dalam
interaksi berkomunikasi dengan klien, perawat dapat memberi informasi kepada klien.
Informasi itu dapat berupa intervensi yang akan dilakukan maupun kemajuan dari status
kesehatannya, karena dengan keterbukaan yang dilakukan oleh perawat dapat menumbuhkan
kepercayaan klien dan pendorongnya untuk menjadi lebih baik.
4. Mempertahankan ketenangan

Mempertahankan ketengan pada pasien tidak sadar, perawat dapat menujukkan dengan
kesabaran dalam merawat klien. Ketenagan yang perawat berikan dapat membantu atau
mendorong klien menjadi lebih baik. Ketenagan perawat dapat ditunjukan kepada klien yang
tidak sadar dengan komunikasi non verbal. Komunikasi non verbal dapat berupa sentuhan
yang hangat. Sentuhan adalah transmisi pesan tanpa kata-kata, merupakan salah satu cara
yang terkuat bagi seseorang untuk mengirimkan pasan kepada orang lain. Sentuhan adalah
bagian yang penting dari hubungan antara perawat dan klien.

Pada dasarnya komunikasi yang akan dilakukan pada pasien tidak sadar adalah komunikasi
satu arah. Komunikasi yang hanya dilakukan oleh salah seorang sebagai pengirim dan
diterima oleh penerima dengan adanya saluran untuk komunikasi serta tanpa feed back pada
penerima yang dikarenakan karakteristik dari penerima sendiri, yaitu pada point ini pasien
tidak sadar. Untuk komunikasi yang efektif dengan kasus seperti ini, keefektifan komunikasi
lebih diutamakan kepada perawat sendiri, karena perawat lah yang melakukan komunikasi
satu arah tersebut.

1.4 Prinsip-Prinsip Berkomunikasi Dengan Pasien ICU

Pada saat berkomunikasi dengan klien yang tidak sadar, hal-hal berikut perlu diperhatikan,
yaitu:
1. Berhati-hati melakukan pembicaraan verbal di dekat klien, karena ada keyakinan bahwa
organ pendengaran merupakan organ terkhir yang mengalami penurunan penerimaan,
rangsangan pada klien yang tidak sadar. Klien yang tidak sadar seringkali dapat mendengar
suara dari lingkungan walaupun klien tidak mampu meresponnya sama sekali.

2. Ambil asumsi bahwa klien dapat mendengar pembicaraan perawat. Usahakan


mengucapkan kata dan menggunakan nada normal dan memperhatikan materi ucapan yang
perawat sampaikan dekat klien.
3. Ucapkan kata-kata sebelum menyentuh klien. Sentuhan diyakini dapat menjadi salah satu
bentuk komunikasi yang sangat efektif pada klien dengan penurunan kesadaran.

4. Upayakan mempertahankan lingkungan setenang mungkin untuk membantu klien fokus


terhadap komunikasi yang perawat lakukan.

1.5 Tahap komunikasi dengan pasien ICU

Komunikasi terapeutik terdiri atas 4 fase, yaitu fase pra interaksi, fase orientasi, fase kerja
dan fase terminasi. Setiap fase atau tahapan komunikasi terapeutik mencerminkan uraian
tugas dari petugas, yaitu
1. Fase Prainteraksi

Pada fase prainteraksi ini, petugas harus mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan
sendiri. Petugas juga perlu menganalisa kekuatan kelemahan profesional diri. Selanjutnya
mencari data tentang klien jika mungkin, dan merencanakan pertemuan pertama dengan
pasien.
2. Fase Orientasi

Fase ini meliputi pengenalan dengan pasien, persetujuan komunikasi atau kontrak
komunikasi dengan pasien, serta penentuan program orientasi. Program orientasi tersebut
meliputi penentuan batas hubungan, pengidentifikasian masalah, mengakaji tingkat
kecemasan diri sendiri dan pasien, serta mengkaji apa yang diharapkan dari komunikasi yang
akan dilakukan bersama antara petugas dan klien.Tugas petugas pada fase ini adalah
menentukan alasan klien minta pertolongan, kemudian membina rasa percaya, penerimaan
dan komunikasi terbuka. Merumuskan kontrak bersama klien, mengeksplorasi pikiran,
perasaan dan perbuatan klien sangat penting dilakukan petugas pada tahap orientasi ini.
Dengan demikian petugas dapat mengidentifikasi masalah klien, dan selanjutnya
merumuskan tujuan dengan klien.
3. Fase kerja / lanjutan

Pada fase kerja ini petugas perlu meningkatkan interaksi dan mengembangkan faktor
fungsional dari komunikasi terapeutik yang dilakukan. Meningkatkan interaksi sosial dengan
cara meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain untuk mengatasi kecemasan, atau dengan
menggunakan teknik komunikasi terapeutik sebagai cara pemecahan dan dalam
mengembangkan hubungan kerja sama. Mengembangkan atau meningkatkan faktor
fungsional komunikasi terapeutik dengan melanjutkan pengkajian dan evaluasi masalah yang
ada, meningkatkan komunikasi pasien dan mengurangi ketergantungan pasien pada petugas,
dan mempertahankan tujuan yang telah disepakati dan mengambil tindakan berdasarkan
masalah yang ada.Tugas petugas pada fase kerja ini adalah mengeksplorasi stressor yang
terjadi pada klien dengan tepat. Petugas juga perlu mendorong perkembangan kesadaran diri
klien dan pemakaian mekanisme koping yang konstruktif, dan mengarahkan atau mengatasi
penolakan perilaku adaptif.
4. Fase terminasi

Fase terminasi ini merupakan fase persiapan mental untuk membuat perencanaan tentang
kesimpulan pengobatan yang telah didapatkan dan mempertahankan batas hubungan yang
telah ditentukan. Petugas harus mengantisipasi masalah yang akan timbul pada fase ini
karena pasien mungkin menjadi tergantung pada petugas. Pada fase ini memungkinkan
ingatan pasien pada pengalaman perpisahan sebelumnya, sehingga pasien merasa sunyi,
menolak dan depresi. Diskusikan perasaan-perasaan tentang terminasi.

Pada fase terminasi tugas petugas adalah menciptakan realitas perpisahan. Petugas juga dapat
membicarakan proses terapi dan pencapaian tujuan. Saling mengeksplorasi perasaan bersama
klien tentang penolakan dan kehilangan, sedih, marah dan perilaku lain, yang mungkin terjadi
pada fase ini.
1.6 KARAKTERISTIK PERAWAT ICU
Karakteristik Perawat yang bekerja di lingkungan keperawatan intensif meliputi:
1. Mengelola pasien mengacu pada standar keperawatan intensif dengan konsisten
2. Menghormati sesama sejawat dan tim lainnya
3. Mengintegrasikan kemampuan ilmiah dan ketrampilan khusus serta diikuti oleh nilai etika
dan legal dalam memberikan asuhan keperawatan
4. Berespon secara terus menerus dengan perubahan lingkungan
5. Menerapkan ketrampilan komunikasi secara efektif
6. Mendemonstrasikan kemampuan keterampilan klinis yang tinggi
7. Menginterpretasiakan analisa situasi yang kompleks
8. Mengembangkan pendidikan kesehatan untuk pasien dan keluarga
9. Berpikir kritis
10. Mampu menghadapai tantangan
11. Mengembangkan pengetahuan dan penelitian
12. Berpikir ke depan
13. Inovatif

1.7 PERAN PERAWAT KRITIS

Keperawatan kritis adalah suatu bidang yang memerlukan perawatan pasien yang berkualitas
tinggi dan komprehensif. Untuk pasien yang kritis, waktu adalah sesuatu hal yang vital.
Proses keperawatan memberikan suatu pendekatan yang sistematis, dimana perawat
keperawatan kritis dapat mengevaluasi masalah pasien dengan cepat (Talbot, 1997).

ICU atau intensive care unit dimulai pertama kali pada tahun 1950-an. Kegawat daruratan
dalam keperawatan berkembang sejak tahun 1970-an. Sebagai contoh, kegawatan di unit
operasi kardiovaskuler, pediatric, dan unit neonates. Keperawatan gawat darurat secara
khusus berkonsentrasi pada respon manusia pada masalah yang mengancam hidup seperti
trauma atau operasi mayor. Pencegahan terhadap masalah kesehatan merupakan hal penting
dalam praktik keperawatan gawat darurat. (Hartshorn et all, 1997). Peran perawat kritis
sebagai berikut :
1. Advokat

Perawat juga berperan sebagai advokat atau pelindung klien, yaitu membantu
mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil tindakan untuk mencegah
terjadinya kecelakaan dan melindungi klien dari efek yang tidak diinginkan yang berasal dari
pengobatan atau tindakan diagnostik tertentu (Potter dan Perry, 2005).
2. Care giver

Perawat memberikan bantuan secara langsung pada klien dan keluarga yang mengalami
masalah kesehatan (Vicky, 2010).
3. Kolaborator

Peran ini dilakukan perawat karena perawat bekerja bersama tim kesehatan lainnya seperti
dokter, fisioterapis, ahli gizi, apoteker, dan lainnya dalam upaya memberikan pelayanan yang
baik (Vicky, 2010).
4. Peneliti

Peran sebagai pembaharu dan peneliti dilakukan dengan mengadakan perencanaan,


kerjasama, perubahan sistematis, dan terarah sesuai metode pemberian pelayanan (Vicky,
2010). Selain itu juga meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan ketrampilan, baik
dalam praktik maupun dalam pendidikan keperawatan (Aryatmo, 1993).
5. Koordinator

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan, dan mengorganisasi pelayanan


kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian layanan dapat terarah serta sesuai
kebutuhan (Vicky, 2010).
6. Konsultan

Perawat sebagai narasumber bagi keluarga dalam mengatasi masalah keperawatan terutama
mengenai keamanan pasien dan keluarga (Vicky, 2010).
BAB II
RANGKUMAN

2.1.Pengertian Gawat Darurat

Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis
segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (UU no 44 tahun
2009). Gawat darurat adalah Suatu keadaan yang terjadinya mendadak mengakibatkan
seseorang atau banyak orang memerlukan penanganan / pertolongan segera dalam arti
pertolongan secara cermat, tepat dan cepat.
2.1.Konsep Dasar Keperawatan Gawat Darurat

a) Pasien gawat darurat


b) Pasien gawat tioidak darurat
c) Pasien darurat tidak gawat
d) Pasien tidak gawat tidak darurat
e) Pasien meninggal
2.3. Ospek Psikologis Pada Situasi Gawat Darurat:
a) Cemas
b) Histeris
c) Mudah marah
2.4. Komunikasi Dalam SPGDT(sistem penanggulan gawat darurat terpadu):

SPGDT (sistem penanggulangan gawat darurat terpadu) adalah suatu sistem pelayanan
penderita gawat darurat yang terdiri dari unsur pelayanan pra rumah sakit, pelayanan di
rumah sakit dan pelayanan antar rumah sakit.
a) Fase pra rumah sakit
Contoh : di jalan terjadi kecelakaan kemudian penderita gawat darurat ditolong
masyarakat yang telah mendapatkan pelatihan untuk gawat darurat, warga tadi
menolong penderita gawat darurat mengamankan korban di tempat yang lebih aman,
melakukan pertolongan di tempat kejadian seperti menolong menghentikan
pendarahan, kemudian melaporkan korban ke organisasi pelayanan kegwatdaruratan
terdekat, pengangkutan untuk pertolongan lanjut dari tempat kejadian ke rumah sakit.

b) Fase pelayanan rumah sakit


Contoh : ada korban kecelakaan yang menglami pendarahan masuk ke UGD, perawat
menayakan identitas klien kemudian melakukan pemasangan infus untuk menganti
cairan yang keluar, dengan menjelaskan tujuan pemasangan infus dengan sigkat dan
jelas.
c) Pelayanan antar rumah sakit(rujukan)
Contoh : korban kecelakaan parah di bawa ke salah satu rumah sakit tetap
dirumahsakit tersebut tidak terdapat peralatan yng harus digunakan segera untuk
pertolongan, kemudian rumahsakit tersebut menghubungi rumah sakit lain yang lebih
cepat menangani, setelah itu pasien di kirim ke rumah sakit yang telah di hubungi
tadi.

2.5. Tujuan Komunikasi Pada Gawat Darurat

Tujuan komunikasi terapeutik pada klien gawat darurat menciptakan kepercayaan


antara perawat dengan klien yang mengalami kondisi kritis atau gawat darurat dalam
melakakan tindakan, sehingga klien cepat tertolong dan tidak terjadi hal yang fatal.Upaya
pelayanan komunikasi medik untuk penangguangan penderita gawat darurat pada dasarnya
pelayanan komunikasi di sektor kesehatan terdiri dari:
1. Komunikasi kesehatan

Sistem komunikasi ini digunakan. untuk menunjang pelayanan kesehatan di bidang


administrative.
2. Komunikasi medis

Sistem komunikasi ini digunakan untuk menunjang pelayanan kesehatan di bidang


teknis-medis.
a. Tujuan
Untuk mempermudah dan mempercepat penyampaian dan penerimaan informasi datam
rnenanggulangi penderita gawat darurat.
b. Fungsi komunikasi medis dalam penanggulangan penderita gawat darurat adalah:
1. Untuk memudahkan masyarakat dalam meminta pertolongan kesarana kesehatan
(akses kedalam sistim GD)

2. Untuk mengatur dan membimbing pertolongan medis yang diberikan di tempat


kejadian dan selama perjalanan kesarana kesehatan yang lebih memadai.

3. Untuk mengatur dan memonitor rujukan penderita gawat darurat dan puskesmas ke
rumah sakit atau antar rumah sakit.
4. Untuk mengkordinir penanganan medik korban bencana.

2.6. Fase-Fase Dalam Komunikasi Terapeutik Gawat Darurat. Fase komunikasi terapeutik
terdiri dari 4 fase, yaitu :
1. Fase Pra-Interaksi
Fase pra-interaksi dimulai sebelum kontak pertama dengan klien. Perawat mengeksplorasi
perasaan, fantasi dan ketakutannya sehingga kesadaran dan kesiapan perawat untuk
melakukan hubungan dengan klien dapat dipertanggungjawabkan. Pra-interaksi :
A. Eksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan sendiri.
B. Analisa kekuatan-kelemahan professional.
C. Dapatkan data tentang klien jika mungkin.
D. Rencanakan pertemuan pertama.
2. Fase Orientasi

Tahap dimana seorang perawat menggali keluhan-keluhan yang dirasakan oleh klien atau
pasien dengan tanda dan gejala yang lain untuk memperkuat diagnosa keperawatan. Fase
orientasi terdiri dari:
A. Pengenalan
B. Persetujuan Komunikasi
C. Program Orientasi yang meliputi :
- Penentuan batas hubungan
- Pengidentifikasian masalah
- Mengkaji tingkat kecemasan diri sendiri dan pasien
- Mengkaji apa yang diharapkan.
3. Fase Kerja

Fase kerja ini perawat mengimplementasikan rencana keperawatan yang dibuat pada tahap
orientasi, perawat juga membantu klien mengatasi kecemasan, meningkatan kemandirian dan
tanggungjawab diri sendiri.
4. Fase Terminasi

Fase terminasi merupakan fase persiapan mental untuk membuat perencanaan tentang
kesimpulan pengobatan yang telah didapatkan. Dan juga berfungsi untuk mengantisipasi
masalah yang akan timbul. Pada tahap ini interaksi akan diakhiri.

2.7. Prinsip Komunikasi Gawat Darurat


Ciptakan lingkungan terapeutik dengan menunjukan prilaku dan sikap seperti:

A. Caring ( sikap pengasuhan yang ditunjukan peduli dan selalu ingin memberikan
bantuan)
B. Acceptance (menerima pasien apa adanya)
C. Respect (hormati keyakinan pasien apa adanya)
D. Empaty (merasakan perasaan pasien)
E. Trust (memberi kepercayaan)
F. Integrity (berpegang pada prinsip profesional yang kokoh)
G. Identifikasikan bantuan yang diperlukan
H. Terapkan teknik komunikasi: terfokus, bertanya, dan validasi
I. Bahasa yang mudah dimengerti
J. Pastikan hubungan profesional dimengerti oleh pasien/keluarga
K. Motivasi dan hargai pendapat & respon klien
L. Hindari: menyalahkan, memojokkan, dan memberikan sebutan yang negatif.

2.8. Teknik Komunikasi Gawat Darurat


a). Mendengar aktif
Adalah konsentrasi aktif dan persepsi terhadap pesan orang lain yang menggunakan
semua indra.
b). Mendengar pasif
Adalah kegiatan mendengar dengan kegiatan non verbal untuk klien. Misalnya
dengan kontak mata, menganggukkan kepala dan juga keikutsertaan secara verbal.
c). Penerimaan
Adalah mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang menunjukkan
ketertarikan dan tidak menilai.
d). Klarifikasi
Klarifikasi sama denga validasi yaitu menanyakan pada klien apa yang tidak dimengerti
perawat terhadap situasi yang ada
e). Foucing
adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan untuk membatasi area diskusi sehingga
percakapan menjadi lebih spesifik dan dimengerti (Stuart & Sundeen, 1995).
f).Observasi
Observasi merupakan kegiatan mengamati klien, kegiatan ini dilakukan sedemikian rupa
sehingga klien tidak menjadi malu atau marah.
g). Menawarkan Informasi
Menyediakan tambahan informasi dengan tujuan untuk mendapatkan respon lebih lanjut.
h). Diam(memeliharra ketenangan)
Diam dilakukan dengan tujuan untuk mengorganisir pemikiran, memproses informasi,
menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk menunggu respon.
i). Assertive
Kemampuan dengan secara meyakinkan dan nyaman mengekspresikan pikiran dan perasaan
diri dengan tetap menghargai hak orang lain.
Tanggapan kelompok 3 terhadap jurnal yang bisa diterapkan di YANKES

Menurut kelompok kami bisa karena, pelayanan gawat darurat:


 Memberikan pelayanan gawat darurat yang cepat, tepat dan cermat dan
terjangkau sesuai kebutuhan masyarakat. Menyiapkan fasilitas SDM yang
terampil dan bermutudalam melakukan pelayanan gawat darurat.
 Meningkatkan mutu tenaga pelayanan khusus gawat darurat secara
berkesinambungan.
 Berpartisipasi dalam melaksanakan penelitian di bidang gawat darurat.
 Menyelenggarakan pelayanan medis pasien gawat darurat yaitu pasien dengan
ancaman kematian dan perlu pertolongan segera (critically ill patient), pasien
yang tidak ada ancaman kematian tetapi perlu pertolongan segera (emergency
patient), dan pelayanan pasien tidak gawat tidak darurat yang datang ke IGD
selama 24 jam terus menerus.
 Mengelola pelayanan khusus siaga bencana dan pelayanan medis saat bencana.
 Bersama dengan Bagian Pendidikan & Penelitian mengelola pelatihan
penanganan pasien gawat darurat.
BAB II
RANGKUMAN
2.1. Komunikasi Pada Pasien Di ICU

Ruang Intensif Care Unit (ICU) merupakan sebuah ruangan khusus untuk merawat
pasien yang mengalami keadaan kritis. Ruang ICU dilengkapi dengan staf dan peralatan
khusus untuk merawat dan mengobati pasien yang terancam jiwanya karena kegagalan atau
disfungsi satu organ atau ganda akibat suatu penyakit, bencana atau komplikasi yang masih
ada harapan hidupnya. Dasar pengelolaan pasien di ruang ICU adalah dengan pendekatan
multidisiplin tenaga kesehatan yang akan memberikan kontribusi sesuai dengan bidang
keahliannya dan akan saling bekerja sama di dalam tim yang dipimpin oleh seorang dokter
intensif sebagai ketua tim.

Komunikasi dengan pasien tidak sadar merupakan suatu komunikasi dengan


menggunakan teknik komunikasi khusus/teurapetik dikarenakan fungsi sensorik dan motorik
pasien mengalami penurunan sehingga seringkali stimulus dari luar tidak dapat diterima klien
dan klien tidak dapat merespons kembali stimulus tersebut.
2.2. Fungsi Komunikasi Dengan Pasien ICU
Komunikasi dengan klien dalam proses keperawatan memiliki beberapa fungsi, yaitu:
1. Mengendalikan Perilaku

Pada klien yang tidak sadar, karakteristik pasien ini adalah tidak memiliki respon dan
klien tidak ada prilaku, jadi komunikasi dengan pasien ini tidak berfungsi sebagai pengendali
prilaku.
2. Perkembangan Motivasi
Pasien tidak sadar terganggu pada fungsi utama mempertahankan kesadaran, tetapi
klien masih dapat merasakan rangsangan pada pendengarannya.
3. Pengungkapan Emosional

Pada pasien tidak sadar, pengungkapan emosional klien tidak ada, sebaliknya perawat
dapat melakukannya terhadap klien.
4. Informasi

Fungsi ini sangat lekat dengan asuhan keperawatan pada proses keperawatan yang
akan kita lakukan.
2.3.Cara Berkomunikasi Dengan Pasien Tidak Sadar

Cara berkomunikasi dengan klien dalam proses keperawatan adalah berkomunikasi


terapeutik. Pada klien tidak sadar perawat juga menggunakan komunikasi terapeutik.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien.
Adapun teknik yang dapat terapkan, meliputi :
1. Menjelaskan

Dalam berkomunikasi perawat dapat menjelaskan apa yang akan perawat lakukan terhadap
klien. Penjelasan itu dapat berupa intervensi yang akan dilakukan kepada klien.
2. Memfokuskan

Memfokuskan berarti memusatkan informasi pada elemen atau konsep kunci dari pesan yang
dikirimkan..
3. Memberikan Informasi

Fungsi berkomunikasi dengan klien salah satunya adalah memberikan informasi. Dalam
interaksi berkomunikasi dengan klien, perawat dapat memberi informasi kepada klien.
4. Mempertahankan ketenangan

Mempertahankan ketengan pada pasien tidak sadar, perawat dapat menujukkan dengan
kesabaran dalam merawat klien. Ketenagan yang perawat berikan dapat membantu atau
mendorong klien menjadi lebih baik. Ketenagan perawat dapat ditunjukan kepada klien yang
tidak sadar dengan komunikasi non verbal.

2.4 Prinsip-Prinsip Berkomunikasi Dengan Pasien ICU

Pada saat berkomunikasi dengan klien yang tidak sadar, hal-hal berikut perlu diperhatikan,
yaitu:

1. Berhati-hati melakukan pembicaraan verbal di dekat klien, karena ada keyakinan bahwa
organ pendengaran merupakan organ terkhir yang mengalami penurunan penerimaan,
rangsangan pada klien yang tidak sadar

2. Ambil asumsi bahwa klien dapat mendengar pembicaraan perawat. Usahakan


mengucapkan kata dan menggunakan nada normal dan memperhatikan materi ucapan yang
perawat sampaikan dekat klien.
3. Ucapkan kata-kata sebelum menyentuh klien. Sentuhan diyakini dapat menjadi salah satu
bentuk komunikasi yang sangat efektif pada klien dengan penurunan kesadaran.
4. Upayakan mempertahankan lingkungan setenang mungkin untuk membantu klien fokus
terhadap komunikasi yang perawat lakukan.

2.5 Tahap komunikasi dengan pasien ICU

Komunikasi terapeutik terdiri atas 4 fase, yaitu fase pra interaksi, fase orientasi, fase kerja
dan fase terminasi. Setiap fase atau tahapan komunikasi terapeutik mencerminkan uraian
tugas dari petugas, yaitu:
1. Fase Prainteraksi

Pada fase prainteraksi ini, petugas harus mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan
sendiri.
2. Fase Orientasi

Fase ini meliputi pengenalan dengan pasien, persetujuan komunikasi atau kontrak
komunikasi dengan pasien, serta penentuan program orientasi. Program orientasi tersebut
meliputi penentuan batas hubungan, pengidentifikasian masalah, mengakaji tingkat
kecemasan diri sendiri dan pasien, serta mengkaji apa yang diharapkan dari komunikasi yang
akan dilakukan bersama antara petugas dan klien.
3. Fase kerja / lanjutan

Pada fase kerja ini petugas perlu meningkatkan interaksi dan mengembangkan faktor
fungsional dari komunikasi terapeutik yang dilakukan. Meningkatkan interaksi sosial dengan
cara meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain untuk mengatasi kecemasan, atau dengan
menggunakan teknik komunikasi terapeutik sebagai cara pemecahan dan dalam
mengembangkan hubungan kerja sama
4. Fase terminasi
Fase terminasi ini merupakan fase persiapan mental untuk membuat perencanaan tentang
kesimpulan pengobatan yang telah didapatkan dan mempertahankan batas hubungan yang
telah ditentukan. Petugas harus mengantisipasi masalah yang akan timbul pada fase ini
karena pasien mungkin menjadi tergantung pada petugas

2.6 KARAKTERISTIK PERAWAT ICU


Karakteristik Perawat yang bekerja di lingkungan keperawatan intensif meliputi:
1. Mengelola pasien mengacu pada standar keperawatan intensif dengan konsisten
2. Menghormati sesama sejawat dan tim lainnya

3. Mengintegrasikan kemampuan ilmiah dan ketrampilan khusus serta diikuti oleh nilai etika
dan legal dalam memberikan asuhan keperawatan
4. Berespon secara terus menerus dengan perubahan lingkungan
5. Menerapkan ketrampilan komunikasi secara efektif
6. Mendemonstrasikan kemampuan keterampilan klinis yang tinggi
7. Menginterpretasiakan analisa situasi yang kompleks
8. Mengembangkan pendidikan kesehatan untuk pasien dan keluarga
9. Berpikir kritis
10. Mampu menghadapai tantangan
11. Mengembangkan pengetahuan dan penelitian
12. Berpikir ke depan
13. Inovatif

2.7 PERAN PERAWAT KRITIS

Keperawatan kritis adalah suatu bidang yang memerlukan perawatan pasien yang berkualitas
tinggi dan komprehensif. Untuk pasien yang kritis, waktu adalah sesuatu hal yang vital.
Proses keperawatan memberikan suatu pendekatan yang sistematis, dimana perawat
keperawatan kritis dapat mengevaluasi masalah pasien dengan cepat (Talbot,
1997).Keperawatan gawat darurat secara khusus berkonsentrasi pada respon manusia pada
masalah yang mengancam hidup seperti trauma atau operasi mayor. Peran perawat kritis
sebagai berikut :
1. Advokat

Perawat juga berperan sebagai advokat atau pelindung klien, yaitu membantu
mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil tindakan untuk mencegah
terjadinya kecelakaan dan melindungi klien dari efek yang tidak diinginkan yang berasal dari
pengobatan atau tindakan diagnostik tertentu (Potter dan Perry, 2005).
2. Care giver

Perawat memberikan bantuan secara langsung pada klien dan keluarga yang mengalami
masalah kesehatan (Vicky, 2010).
3. Kolaborator

Peran ini dilakukan perawat karena perawat bekerja bersama tim kesehatan lainnya seperti
dokter, fisioterapis, ahli gizi, apoteker, dan lainnya dalam upaya memberikan pelayanan yang
baik (Vicky, 2010).
4. Peneliti

Peran sebagai pembaharu dan peneliti dilakukan dengan mengadakan perencanaan,


kerjasama, perubahan sistematis, dan terarah sesuai metode pemberian pelayanan (Vicky,
2010)
5. Koordinator

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan, dan mengorganisasi pelayanan


kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian layanan dapat terarah serta sesuai
kebutuhan (Vicky, 2010).
6. Konsultan

Perawat sebagai narasumber bagi keluarga dalam mengatasi masalah keperawatan terutama
mengenai keamanan pasien dan keluarga (Vicky, 2010).
TANGGAPAN KELOMPOK KAMI TERHADAP JURNAL YANG BISA DITERAPKAN
DI YANKES

Menurut kelompok kami bisa,karena pelayanan diruang ICU menyediakan berbagai


sarana dan prasarana serta peralatan khusus untuk mendukung fungsi-fungsi vital dengan
menggunakan keterampilan staf medis, perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam
menjalankan keadaan-keadaan tersebut.
TUGAS KOMUNIKASI

KOMUNIKASI TERAPEUTIK MENGATASI KLIEN MARAH-MARAH DAN KOMPLAIN

OLEH : KELOMPOK 3

Nama Kelompok :

1. Dewa Nyoman Agus Suarbawa (193213010)

2. Kadek Ayu Ulan Sudariyanthini (193213020)

3. Ni Nyoman Ayu Krisna Sari (193213037)

4. Ni Putu Cintya Dewi (193213038)

5. Ni Putu Eka Cintya Parwita (193213040)

6. Ni Putu Indah Ulandari (193213041)

7. Ni Putu Rahayu Kurnianingsih (193213042)

8. Ni Putu Yulia Ari Santini (193213043)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

STIKES WIRA MEDIKA BALI

2020
BAB I

PEMBAHASAN

1.1.PENGERTIAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK


Komunikasi terapeutik adalah hubungan interpersonal di mana perawat dan klien
memperoleh pengalaman belajar bersama serta memperbaiki pengalaman emosional klien yang
negative. Komunikasi Terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar , bertujuan
dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.Tujuan komunikasi terapeutik menurut
Stuart dan Sundeen (Hamid, 1996), tujuan hubungan terapeutik diarahkan pada pertumbuhan
klien meliputi :

a. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan terhadap diri.


b. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.
c. Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan saling tergantung
dengan kapasitas untuk mencintai dan dicintai.
d. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan
personal yang realistic.
e. Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta
dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien pecaya pada hal
yang diperlukan.
f. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya.
g. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
Cara mengatasi komunikasi terapeutik

1. KLIEN YANG MARAH-MARAH


Marah sebagai suatu emosi yang mempunyai ciri aktivitas sistem syaraf simpatik yang
tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat disebabkan adanya kesalahan emosi
adalah perasaan subyektif tentang suatu peristiwa. Cara seseorang berhubungan dan
berkomunikasi dengan orang lain dipengaruhi oleh keadaan emosinya. Menurut Potter dan Perry
emosi seperti marah dan sedih mempengaruhi tenaga kesehatan dalam berkomunikasi dengan
orang lain. Di Rumah Sakit Jiwa emosi pasien juga mempengaruhi komunikasi antara perawat
dan pasien, jika pasien marah atau sedih akan menghambatkan komunikasi dan pasien sulit
diajak berbicara.

1. Sikap dan cara menghadapi


1) Didengarkan
Biarkan px melepas kemarahannya, cari fakta inti permasalahan, jangan lupa bahwa pada
tahap ini berurusan dengan perasaan dan emosi, bukan sesuatu rasional. Emosi selalu
menutupi maksud px yang sesungguhnya
a. Dengarkan dengan empati, bayangkan kita berada dalam posisi px yang lelah, gelisah,
sakit, khawatir akan penyakitnya
b. Ulangi setiap fakta yang dikemukakan px, sebagai tandak kita benar-benar
mendengarkan mereka.
2) Berusaha sependapat dengan Pasien
Buka berarti kita selalu membenarkan px, namun sebagai salah satu takik meredakan
marahnya px, kita mencari poin-poin dalam pernyataan px yang bisa kita setuju.
3) Tahap Tenang dan Kuasai diri
a. Ingatlah karakteristik px di rumah sakit adalah mereka yang sedang cemas, gelisah,
dan khawatir akan kondisi diri dan keluarganya, sehingga sangat bisa dimengerti
bahwa dalam kondisi seperti itu seseorang cenderung bertindak emosional
b. Berhati-hati dengan nada suara, harus tetap rendah, positif dan menenangkan. Jangan
terbawa oleh nada suara px yang cendrung tinggi dan cepat
c. Sampaikan informasi dengan sopan dan pelan-pelan
d. Tetap gunakan kata-kata hormat seperti silahkan, terimakasih atas masukkannya, dan
sebut px dengan namanya.

2. Cara perawat menangani pasien dengan keluhan yang benar

1) Tatap mata pasien dan dengarkan dengan baik


Tatap mata sangat penting agar pasien merasa diperhatikan selama bicara
2) Selalu beri tanggapan
Tanggapan tidak harus banyak. Cukup sesekali menjawab agar pasien dapat meneruskan
menceritakan gejala penyakit dan keluh kesahnya.
3) Perlu kesabaran untuk keluluhan pelayanan
Jika pasien mengeluhkan pelayanan dosen yang diberikan dengan melakukan komplain,
anda harus menghadapinya dengan sabar.

3. Dampak Melakukan Komunikasi Terapeutik


1) Perawat yang dapat melakukan komunikasi terapeutik dapat menjalin hubungan rasa
percaya dengan klien
2) mencegah terjadinya masalah legal
3) Meminimalkan stres pasien
4) Membantu meringankan berat perasaan dan pikiran pasien
5) memercepat kesembuhan pasien

4. Tehnik berkomunikasi terapeutik untuk mengatasi klien marah

Ruang konsultasi bisa jadi selalu penuh dengan emosi, khususnya dari pasien. Ketika
pasien tidak bisa mengontrol emosi, dokter dan perawat terkadang perlu mengatasinya
dengan komunikasi terapeutik. Berikut beberapa tips bagaimana Anda bisa menangani
pasien atau anggota keluarga pasien yang marah:

1. Siaplah untuk menghadapi emosi yang beragam


Ketika menghadapi orang sakit, Anda mungkin akan menemukan berbagai reaksi
emosi. Sesaat setelah mulai bekerja, Anda perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi
ketidaknyamanan yang mungkin muncul. Anda juga perlu mengidentifikasi kapan
sesuatu akan berubah menjadi buruk, berdasarkan bahasa tubuh pasien.

2. Tunjukkan empati
Ketika ada pasien marah, cara terbaik menghadapinya adalah mendengarkan dan
menunjukkan empati daripada ikut berdebat dan berargumen. Sulit mengetahui akar
penyebab kemarahan, bisa jadi karena mereka sedang kesakitan, ketakutan, atau hal
lain. Dokter perlu tetap sabar dan mendengarkan keluhan pasien mereka, meskipun
kadang tidak masuk akal. Agar bisa melakukannya, cobalah posisikan diri Anda di
posisi mereka dan rasakan sakit yang mereka rasakan. Anda mungkin tidak perlu
menghiraukan ketika mereka mengeluarkan kata-kata kasar ke diri Anda.

3. Hati-hati dalam berbicara


Kata-kata dokter bisa dijadikan alat oleh pasien. Dalam situasi marah, dokter perlu
berhati-hati saat berbicara, sehingga tidak memperparah situasi. Kata-kata memiliki
kekuatan, jadi daripada memperpanas kemarahan, Anda mungkin bisa membiarkan
pasien Anda mencurahkan dan menyampaikan perasaan mereka. Dengan cara bicara
yang benar, Anda mungkin bisa menemukan alasan frustasi dan kemarahan mereka,
darimana itu berasal dan menyelesaikan akar permasalahannya.

4. Jangan menghiraukan perasaan mereka


Tidak ada pasien marah yang suka dihiraukan oleh dokter atau perawat. Tenaga
kesehatan justru perlu memberi perhatian khusus ke pasien ini. Cara Anda
menunjukkan respek akan menunjukkan kepedulian Anda terhadap situasi yang sedang
mereka hadapi. Ini juga bisa dianggap sebagai perlindungan diri, untuk mencegah
keluhan atau komentar negatif di media sosial.

5. Hiburlah mereka
Jika Anda telah berusaha meredakan amarah pasien dan tidak berhasil, biarkan saja
pasien marah. Tidak ada orang yang sempurna, dan jika pasien ingin marah, biarkan
mereka sedikit marah, karena Anda tahu Anda telah memberi yang terbaik dan Anda
tahu tidak Ada lagi yang bisa Anda lakukan. Ingatlah untuk tetap tenang dan berusaha
menghibur mereka, dan sampaikan bahwa Anda memahami perasaan mereka. Biarkan
keberuntungan, pelampiasan, dan waktu - akan menyelesaikannya.

2. KLIEN YANG KOMPLAIN


1. Definisi Keluhan atau Komplain
Berdasarkan kamus bahasa Indonesia “keluhan” berasal dari kata keluh yang berarti
“terlahirnya perasaan susah”. Keluhan (complain) adalah sebuah kata yang berkonotasi
negatif bagi kedua pihak, baik bagi perusahaan maupun bagi konsumen.Complain pada
umumnya dipersepsikan sebagai kesalahan, masalah, stres, frustasi,kemarahan, konflik,
hukuman, tuntutan, ganti rugi, dan sejenisnya. (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional).
Menurut Rusadi (2004), keluhan merupakan ungkapan dari ketidakpuasan yang
dirasakan oleh konsumen. Keluhan pelanggan adalah hal yang tidak dapat diabaikan
karena dengan mengabaikan hal tersebut akan membuat konsumen merasa tidak
diperhatikan.

1) Penyebab Terjadinya Komplain


Pada dasarnya pelanggan yang mengeluh karena merasa tidak puas ada beberapa
penyebabnya. Menurut Soeharto A. Majid (2009:149) banyak hal yang menimbulkan terjadi
keluhan dari klien, seperti :
a. Pelayanan yang diharapkan dari kita tidak seperti yang mereka harapkan
b. Mereka diacuhkan, misalnya dibiarkan menunggu tanpa penjelasan
c. Seseorang berlaku tidak sopan atau tidak ada yang mau mendengarkan
d. Tidak ada yang mau bertanggung jawab terhadap suatu kesalahan
e. Adanya kegagalan dalam komunikasi, dll.
2) Sistem Manajemen Komplain
Manajemen penanganan komplain yang efektif membutuhkan prosedure yang jelas
dan terstruktur dengan baik agar dapat menyelesaikan masalah serta didukung oleh sumber
daya dan infrastruktur yang memadai agar dapat kinerja kerja yang memuaskan.
Karakteristik penilaian manajemen komplain yang efektif menurut Tjiptono dan
Anastasia (2003) adalah sebagai berikut :
a. Komitmen
Pihak manajemen dan semua anggota memiliki komitmen yang tinggi untuk
mendengarkan dan menyelesaikan masalah komplain dalam rangka peningkatan produk
dan jasa.
b. Vesible
Manajemen dapat memberikan informasi yang jelas dan akurat kepada
pelanggan tentang prosedure penyampaian komplain dan pihk-pihak yang dapat
dihubungi.
c. Acessible
Menjamin bahwa pelanggan dapat menyampaikan komplain secara bebas, mudah,
dan murah.
d. Kesederhanaan
Prosedure komplain sederhana dan mudah dipahami pelanggan
e. Kecepatan
Komplain ditangani secepat mungkin. Rentang waktu penyelesaian yang realistis.

f. Fairness
Setiap komplain mendapatkan perlakuan yang sama, adil, tanpa membeda-bedakan.
g. Confidential
Menghargai dan menjaga keinginan dan privasi pelanggan.
h. Records
Data mengenai komplain disusun sedemikian rupa sehingga memudahkan setiap
upaya perbaikan yang berkesinambungan.
i. Sumber daya
Mengalokasikan sumber daya dan infrastruktur yang memadai untuk pengembangan
dan penyempurnaan sisitem penanganan komplain termasuk pelatihan tenaga kerja.
j. Remedy
Pemecahan dan penyelesaian yang tepat (seperti permohonan maaf, hadiah, ganti
rugi)untuk setiap komplain ditetapkan dan diimplementasikan secara konsekuen.

Menurut Edvardsson dari Universitas Karlstad, Swedia (dikutip ari Kawan Lama News, 2008)
Cara menangani keluhan dari pelanggan adalah sebagai berikut :
1) Jangan membuat bertambah rumit dengan segala macam formulir;
2) Jangan pernah mengirim surat tanpa berkomunikasi verbal terlebih dahulu;
3) Segera mencari tahu apa yang diinginkan pelanggan yang komplain;
4) Untuk komplain yang tidak terlalu serius, minta maaf akan jauh lebih baik daripada mengirim
berlembar-lembar surat permohonan maaf
5) Berikan tanggapan pribadi dan spesifik
6) Ketikan menghadapi pelanggan yang menyampaiakan keluhan, ikutilah empati
7) Jika memang komplain itu tidak ditujukan kepada anda, dan anda harus membuat referensi
kepada siapa pelanggan harus melapor, jelaskan secara rinci alasannya
8) Perjelas alternatif apa yang ada untuk menyelesaikan persoalan pelanggan complain
9) Jangan lupa beritahu pelanggan langkah perbaikan apa yang telah dibuat sehubungan dengan
penyampaian komplain itu. Banyak keluhan menjai kabar baik. Itu tandanya pemberi
komplain percaya.
BAB II

RANGKUMAN

2.1 PENGERTIAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK


Komunikasi terapeutik adalah hubungan interpersonal di mana perawat dan klien
memperoleh pengalaman belajar bersama serta memperbaiki pengalaman emosional klien yang
negative. Komunikasi Terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar , bertujuan
dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.Tujuan komunikasi terapeutik menurut
Stuart dan Sundeen (Hamid, 1996), tujuan hubungan terapeutik diarahkan pada pertumbuhan
klien meliputi :

a. Realisasi diri
b. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.
c. Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal
d. Peningkatan fungsi dan kemampuan
e. Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran klien
f. Mengurangi keraguan
g. Mempengaruhi orang lain
Cara mengatasi komunikasi terapeutik

1. KLIEN YANG MARAH-MARAH


Marah sebagai suatu emosi yang mempunyai ciri aktivitas sistem syaraf simpatik yang tinggi dan
adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat disebabkan adanya kesalahan emosi adalah
perasaan subyektif tentang suatu peristiwa. Cara seseorang berhubungan dan berkomunikasi
dengan orang lain dipengaruhi oleh keadaan emosinya. Menurut Potter dan Perry emosi seperti
marah dan sedih mempengaruhi tenaga kesehatan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Di
Rumah Sakit Jiwa emosi pasien juga mempengaruhi komunikasi antara perawat dan pasien, jika
pasien marah atau sedih akan menghambatkan komunikasi dan pasien sulit diajak berbicara.

1. Sikap dan cara menghadapi


1) Didengarkan
Biarkan px melepas kemarahannya, cari fakta inti permasalahan, jangan lupa bahwa pada
tahap ini berurusan dengan perasaan dan emosi, bukan sesuatu rasional. Emosi selalu
menutupi maksud px yang sesungguhnya
a. Dengarkan dengan empati
b. Ulangi setiap fakta yang dikemukakan px
2) Berusaha sependapat dengan Pasien
Buka berarti kita selalu membenarkan px, namun sebagai salah satu takik meredakan
marahnya px, kita mencari poin-poin dalam pernyataan px yang bisa kita setuju.
3) Tahap Tenang dan Kuasai diri
a. Ingatlah karakteristik px di rumah sakit
b. Berhati-hati dengan nada suara
c. Sampaikan informasi dengan sopan dan pelan-pelan
d. Tetap gunakan kata-kata hormat

2. Cara perawat menangani pasien dengan keluhan yang benar


1) Tatap mata pasien dan dengarkan dengan baik
2) Selalu beri tanggapan
3) Perlu kesabaran untuk keluluhan pelayanan
3. Dampak Melakukan Komunikasi Terapeutik
a. Perawat yang dapat melakukan komunikasi terapeutik dapat menjalin hubungan rasa
percaya dengan klien
b. mencegah terjadinya masalah legal
c. Meminimalkan stres pasien
d. Membantu meringankan berat perasaan dan pikiran pasien
e. memercepat kesembuhan pasien
4. Tehnik berkomunikasi terapeutik untuk mengatasi klien marah
Ruang konsultasi bisa jadi selalu penuh dengan emosi, khususnya dari pasien. Ketika
pasien tidak bisa mengontrol emosi, dokter dan perawat terkadang perlu mengatasinya
dengan komunikasi terapeutik. Berikut beberapa tips bagaimana Anda bisa menangani
pasien atau anggota keluarga pasien yang marah:
1. Siaplah untuk menghadapi emosi yang beragam
Ketika menghadapi orang sakit, Anda mungkin akan menemukan berbagai reaksi
emosi.
2. Tunjukkan empati
Ketika ada pasien marah, cara terbaik menghadapinya adalah mendengarkan dan
menunjukkan empati daripada ikut berdebat dan berargumen.
3. Hati-hati dalam berbicara
Kata-kata dokter bisa dijadikan alat oleh pasien. Dalam situasi marah, dokter perlu
berhati-hati saat berbicara, sehingga tidak memperparah situasi.
4. Jangan menghiraukan perasaan mereka
Tidak ada pasien marah yang suka dihiraukan oleh dokter atau perawat.
5. Hiburlah mereka
Jika Anda telah berusaha meredakan amarah pasien dan tidak berhasil, biarkan saja
pasien marah.

2. KLIEN YANG KOMPLAIN


1. Definisi Keluhan atau Komplain
Berdasarkan kamus bahasa Indonesia “keluhan” berasal dari kata keluh yang berarti
“terlahirnya perasaan susah”. Keluhan (complain) adalah sebuah kata yang berkonotasi
negatif bagi kedua pihak, baik bagi perusahaan maupun bagi konsumen.Complain pada
umumnya dipersepsikan sebagai kesalahan, masalah, stres, frustasi,kemarahan, konflik,
hukuman, tuntutan, ganti rugi, dan sejenisnya. (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional).
1) Penyebab Terjadinya Komplain
Pada dasarnya pelanggan yang mengeluh karena merasa tidak puas ada beberapa
penyebabnya. Menurut Soeharto A. Majid (2009:149) banyak hal yang menimbulkan terjadi
keluhan dari klien, seperti :
a. Pelayanan yang diharapkan dari kita tidak seperti yang mereka harapkan
b. Mereka diacuhkan, misalnya dibiarkan menunggu tanpa penjelasan
c. Seseorang berlaku tidak sopan atau tidak ada yang mau mendengarkan
d. Tidak ada yang mau bertanggung jawab terhadap suatu kesalahan
e. Adanya kegagalan dalam komunikasi
2) Sistem Manajemen Komplain
Manajemen penanganan komplain yang efektif membutuhkan prosedure yang jelas
dan terstruktur dengan baik agar dapat menyelesaikan masalah serta didukung oleh sumber
daya dan infrastruktur yang memadai agar dapat kinerja kerja yang memuaskan.
Karakteristik penilaian manajemen komplain yang efektif menurut Tjiptono dan
Anastasia (2003) adalah sebagai berikut :
a. Komitmen
b. Vesible
c. Acessible
d. Kesederhanaan
e. Kecepatan
f. Fairness
g. Confidential
h. Records
i. Sumber daya
j. Remedy
Menurut Edvardsson dari Universitas Karlstad, Swedia (dikutip ari Kawan Lama News, 2008)
Cara menangani keluhan dari pelanggan adalah sebagai berikut :
a) Jangan membuat bertambah rumit dengan segala macam formulir;
b) Jangan pernah mengirim surat tanpa berkomunikasi verbal terlebih dahulu;
c) Segera mencari tahu apa yang diinginkan pelanggan yang komplain;
d) Untuk komplain yang tidak terlalu serius, minta maaf akan jauh lebih baik dari pada
mengirim berlembar-lembar surat permohonan maaf
e) Berikan tanggapan pribadi dan spesifik
f) Ketikan menghadapi pelanggan yang menyampaiakan keluhan, ikutilah empati
g) Jika memang komplain itu tidak ditujukan kepada anda, dan anda harus membuat
referensi kepada siapa pelanggan harus melapor, jelaskan secara rinci alasannya
h) Perjelas alternatif apa yang ada untuk menyelesaikan persoalan pelanggan complain
i) Jangan lupa beritahu pelanggan langkah perbaikan apa yang telah dibuat sehubungan
dengan penyampaian komplain itu. Banyak keluhan menjadi kabar baik. Itu tandanya
pemberi komplain percaya.
TANGGAPAN KELOMPOK KAMI TERHADAP JURNAL YANG BISA DITERAPKAN DI
YANKES
Menurut kelompok kami bisa, karena bila ada klien yang marah-marah atau complain
dapat kita diatasi dengan cara mendengarkan klien, berusaha sependapat dengan klien, selalu
memberi tanggapan kepada klien serta menunjukan rasa empati kepada klien.

Anda mungkin juga menyukai