Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH HIV / AIDS

Oleh

NI PUTU EKA CINTYA PARWITA

NIM (193213040)

KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

STIKES WIRA MEDIKA BALI

DENPASAR

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmatNya saya dapat

menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan

untuk memperoleh nilai tugas akhir di mata kuliah pancasila. Saya menyadari makalah ini jauh dari

kata sempurna , oleh karena itu masukan, kritik, dan saran yang bersifat membangun sangat saya

harapkan guna perbaikan kearah yang lebih sempurna. Saya berharap makalah ini dapat digunakan

dengan sebaik-baiknya dan bisa bermanfaat bagi masyarakat.

Denpasar, 28 September 2020

Penulis

Ni Putu Eka Cintya Parwita

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang …………………………………………………………….. 1

1.2.Rumusan Masalah …………………………………………………………. 1

1.3.Tujuan Penulisan …………………………………………………………... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah HIV ……………………………………………………………… 3

2.2. Pengertian HIV dan AIDS ………………………………………………. 10

2.3. Cara Penularan HIV …………………………………………………….. 11

BAB III PENUTUP

3.1. Simpulan ………………………………………………………………… 12

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, sebuah virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia.AIDS singkatan dari Acquired Immune
Deficiency Syndrome.AIDS muncul setelah virus (HIV) menyerang sistem kekebalan
tubuh.Sistem kekebalan tubuh menjadi lemah, dan satu atau lebih penyakit dapat timbul.
Karena lemahnya sistem kekebalan tubuh tadi, beberapa penyakit bisa menjadi lebih berat
daripada biasanya (Spiritia, 2015).
Penyakit AIDS telah menjadi masalah internasional karena dalam waktu singkat terjadi
peningkatan jumlah penderita dan melanda semakin banyak negara. Dikatakan pula bahwa
epidemi yang terjadi tidak saja mengenai penyakit (AIDS ), virus (HIV) tetapi juga
reaksi/dampak negatif berbagai bidang seperti kesehatan, sosial, ekonomi, politik,
kebudayaan dan demografi. Hal ini merupakan tantangan yang harus dihadapi baik oleh
negara maju maupun negara berkembang (Siregar, 2004).Orang yang terkena HIV/AIDS
sangat mudah tertular oleh berbagai macam penyakit karena sistem kekebalan tubuh
penderita yang menurun.HIV/AIDS bisa menular ke orang lain melalui hubungan seks
(anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa alat pengaman kondom) dengan orang
yang telah terinfeksi HIV, jarum suntik, tindik, tato yang tidak steril yang dipakai
bergantian, mendapat tranfusi darah dari orang yang darahnya mengandung virus HIV
positif dan ibu yang positif HIV kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat melahirkan
atau melalui ASI (Parikesit, 2008). Sumber penularan yang utama HIV/AIDS pada ibu
rumah tangga adalah dari pasangannya sendiri atau suami.Berdasarkan data disebutkan
bahwa heteroseksual merupakan penyebab utama HIV/AIDS.Kementrian Kesehatan RI
menyebutkan kasus AIDS paling tinggi adalah pada kelompok heteroseksual yaitu sebesar
26.158.Suami yang sering menggunakan jasa pekerja seks komersial besar untuk
menularkan HIV/AIDS pada istrinya.
Penyakit menular masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan
masih sering timbul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) yang menyebabkan kematian
penderitanya (FKM USU, 2008).Sampai saat ini obat dan vaksin yang diharapkan dapat
membantu memecahkan masalah penanggulangan HIV/AIDS belum ditemukan.Salah satu
alternatif dalam upaya menanggulangi problematik jumlah penderita yang terus meningkat
adalah upaya pencegahan yang dilakukan semua pihak yang mengharuskan kita untuk tidak
terlibat dalam lingkungan transmisi yang memungkinkan dapat terserang HIV (Siregar,
2004).
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah HIV ?
2. Apa pengertian HIV ?
3. Apa pengertian AIDS ?
4. Bagaimana cara penularan HIV ?

1
1.3. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui sejarah HIV.
2. Agar dapat memahami HIV.
3. Agar dapat memahami tentang AIDS.
4. Untuk mengetahui cara penularan HIV.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Sejarah HIV dan AIDS

Perkembangan HIV dan AIDS di Indonesia (1987 – 2013).

 Periode Awal (1987 – 1996)

Berawal dari penemuan kasus AIDS pertamakali di Indonesia tahun 1987. Dalam kurun
waktu 10 tahun sejak AIDS pertama kali ditemukan, pada akhir 1996 jumlah kasus HIV positif
mencapai 381 dan 154 kasus AIDS. Kasus AIDS mendapat respon dari pemerintah setelah
seorang pasien berkebangsaan Belanda meninggal di Rumah Sakit Sanglah Bali. Kasus ini
dilanjutkan dengan pelaporan kasus ke WHO sehinga Indonesia adalah negara ke 13 di Asia
yang melaporkan kasus AIDS ditahun 1987. Sebenarnya pada tahun 1985, sudah ada pasien
Rumah Sakit Islam Jakarta yang diduga menderita AIDS. Oleh karena kasus pertama kali
ditemukan pada seorang homoseksual, ada dugaan bahwa pola penyebaran AIDS di Indonesia
serupa dengan di negara-negara lain. Dalam perkembangan berikutnya, gejala AIDS ini
ditemukan pada pasien-pasien yang memiliki latar belakang sebagai sebagai Pekerja Seks
Perempuan (WPS) serta pelanggannya.

Penyebaran HIV di Indonesia memiliki dua pola setelah masuk pada tahun 1987 sampai
dengan 1996. Pada awalnya hanya muncul pada kelompok homoseksual. Pada tahun 1990,
model penyebarannya melalui hubungan seks heteroseksual. Prosentase terbesar pengidap HIV
AIDS ditemukan pada kelompok usia produktif (15-49 tahun): 82,9%, sedangkan
kecenderungan cara penularan yang paling banyak adalah melalui hubungan seksual berisiko
(95.7%), yang terbagi dari heteroseksual 62,6% dan pria homoseksual/biseksual 33,1%.
(Stranas 1994).

Jumlah Kumulatif Kasus HIV dan AIDS menurut Faktor Resiko s/d Desember 1996

3
 Periode 1997-2006

Hingga 31 Desember 2006, jumlah kumulatif ODHA yang dilaporkan mencapai 13.424
kasus. Jumlah tersebut terdiri dari 5.230 kasus HIV dan 8.194 kasus AIDS. Selama 10 tahun,
yaitu sejak tahun 1997-2006, jumlah kematian karena AIDS mencapai 1.871 orang. Jumlah
kasus AIDS yang ada yaitu 8.194 kasus, dapat dibedakan menurut jenis kelamin. Laki-laki
dengan AIDS berjumlah 6.604 (82%), perempuan dengan AIDS berjumlah 1.529 (16%), dan
61 (2%) kasus tidak diketahui jenis kelaminnya.i rasio kasus AIDS antara laki-laki dengan
perempuan aalah 4,3 : 1. Meskipun jumlah perempuan penderita HIV/AIDS lebih sedikit,
dampak pada perempuan akan selalu lebih besar, baik dalam masalah kesehatan maupun sosial
ekonomi. Perempuan lebih rentan tertular dan lebih menderita akibat infeksi ini. Beberapa studi
menunjukkan bahwa penularan HIV dari laki-laki ke perempuan melalui hubungan seks adalah
dua kali lipat dibandingkan dari perempuan ke laki-laki.

Penularan pada perempuan akan berlanjut dengan penularan pada bayi pada masa
kehamilan. Risiko penularannya berkisar 15-40%. Selain itu bayi yang lahir dari seorang ibu
dengan HIV mungkin akan terinfeksi HIV sebelum, selama, atau sesudah proses kelahirannya.
Penularan juga dapat terjadi melalui Air Susu Ibu (ASI). Pelaporan kasus AIDS HIV/AIDS
pada tahun 1997 baru dilakukan oleh 22 propinsi, sedangkan pada tahun 2006 pelaporan kasus
HIV/AIDS sudah mencapai 33 propinsi. Yang menarik adalah distribusi prevalensi kasus AIDS
per 100.000 penduduk berdasarkan propinsi dimana Propinsi Papua menempati urutan pertama
(51,45) diikuti dengan DKI Jakarta (28.15). Hal ini terjadi karena kepadatan penduduk Propinsi
Papua lebih kecil dibanding dengan kepadatan penduduk DKI Jakarta. Tampak bahwa
peningkatan kasus AIDS di Propinsi Papua sangat tinggi sampai tahun 2006. Selanjutnya,
proporsi kasus AIDS terbanyak dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun yaitu sebanyak
54,76%. Disusul kelompok umur 30-39 tahun sebanyak 27,17% dan kelompok umur 40-49
tahun sebanyak 7,90%. Dengan demikian, sebagian besar kasus AIDS terjadi pada kelompok
usia produktif yaitu 20-49 tahun. Jumlahnya mencapai 7.369 kasus atau 89,93%.

Mencermati kasus pada periode ini adalah munculnya kasus AIDS pada bayi atau anak
kurang dari 15 tahun. Anak-anak dengan HIV/AIDS kemungkinan tertular melalui ibunya saat
kehamilan, persalinan ataupun saat pemberian ASI, transfusi darah/komponen darah (misalnya
pada penderita hemofilia) atau akibat pemaksaan seksual oleh orang-orang yang tidak
bertanggungjawab. Selain itu, anak-anak juga mempunyai risiko besar terinfeksi karena
pengetahuan mereka tentang cara penularan dan melindungi diri dari HIV sangat terbatas.
Kasus AIDS menurut cara penularannya yang dilaporkan sampai dengan 31 Desember 2006,
ternyata paling banyak terjadi melalui penggunaan NAPZA suntik (IDU), disusul penularan
melalui hubungan heteroseksual. Ke-4 cara penularan lainnya adalah melalui hubungan
homoseksual, transfusi darah, transmisi perinatal, dan penularan lain yang tidak diketahui.

4
Jumlah Kumulatif Kasus HIV/AIDS menurut Faktor Risiko

Berdasarkan faktor risiko, penyebaran HIV/AIDS di Indonesia terjadi karena hubungan


seksual berisiko yaitu pada pekerja seks komersial (PSK) beserta langganannya dan kaum
homoseksual. Berdasarkan Data Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia Tahun 1997, jumlah
kasus AIDS kumulatif adalah 153 kasus dan HIV positif sebanyak 466 orang yang diperoleh
dari serosurvei di daerah sentinel. Penularan sebesar 70% melalui hubungan seksual berisiko.

Epidemi HIV meningkat secara nyata diantara pekerja seks (PS) pada tahun 2000.
Epidemi ini bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain. Di Tanjung Balai Karimun,
Propinsi Riau misalnya, pada tahun 1995/1996 hanya ada 1% PS dengan HIV, sedangkan tahun
2000 menjadi 8,38% PS dengan HIV. Prevalensi PS dengan HIV di Merauke sebesar 26,5%,
Jakarta Utara sebesar 3,36%, dan di Jawa Barat sebesar 5,5%.

Jumlah Kumulatif Penularan HIV/AIDS karena Perilaku Seksual Berisiko PSK beserta
Pasangannya (Heteroseksual) sampai Desember 2005

5
Sampai akhir tahun 2005, jumlah kumulatif penularan HIV karena perilaku seksual
berisiko pada PSK beserta langganannya sebanyak 1.920 kasus. Sedangkan, penularan AIDS
berjumlah 3.302 kasus pada akhir tahun 2006. Pola penularan HIV/AIDS juga ditemukan pada
ibu rumahtangga, yaitu seorang ibu rumahtangga yang sedang hamil diketahui terinfeksi HIV
karena tertular dari pasangannya. Bayi yang dilahirkan juga positif terinfeksi HIV. Inilah awal
kasus penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayi. Pada tahun 1997, jumlah kumulatif HIV karena
transmisi perinatal sebanyak 3 kasus dan AIDS sebanyak 1 kasus (Tabel 1) i. Di kelompok ibu
hamil, di Propinsi Riau dan Papua, angka kejadian infeksi HIV sebesar 0,35% dan 0,25%
sedangkan di DKI Jakarta sebesar 2,86% .

Selanjutnya, pada tahun 1999, ada fenomena baru dalam penularan HIV/AIDS, yaitu
infeksi HIV/AIDS pada pengguna napza suntik (penasun). Penularan ini sangat cepat terjadi
karena penggunaan jarum suntik bersama. Jumlah penasun dengan HIV yang dirawat di Rumah
Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta pada tahun 1999 sejumlah 18%, meningkat
menjadi 40% pada tahun 2000, dan 48% pada tahun 2001. Sedangkan pada tahun 2000, di
Kampung Bali di Jakarta ada 90% pengguna NAPZA suntik yang terinfeksi HIV . Data dari
Pusat Rehabilitasi Yakita Bogor menunjukkan bahwa jumlah penasun yang menderita HIV
tahun 1999 adalah 14 kasus dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 45 kasus (Grafik 9) .

Peningkatan Jumlah HIV karena Penggunaan Napza Suntik di Dua Pusat Rehabilitasi
(RSKO dan Yakita Bogor

Fakta bahwa penyebaran HIV terjadi sangat cepat dan mudah disebabkan oleh
penggunaan jarum suntik yang tidak steril secara bergantian oleh pengguna napza. Perilaku ini
bukan hanya menyebarkan HIV tetapi juga mempercepat penyebaran virus Hepatitis C.

6
Berdasarkan jenis kelamin, dari 4.118 kasus AIDS di tahun 2006, terdapat 3.807 kasus
IDU pada laki-laki, sedangkan 274 kasus pada perempuan, dan sisanya 37 kasus tidak diketahui
jenis kelaminnyai. Data menunjukkan bahwa pengguna napza suntik paling banyak adalah pada
usia 20-29 tahun. Jika ditambahkan dengan penasun yang berusia 15-19, 30-39 dan 40-49,
maka jumlahh kasus AIDS pada penasun akan semakin meningkat pada usia produktif.
Pengguna Napza suntik terbanyak ada di 5 (lima) propinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Timur, dan Sumatera Utara.

Penularan HIV melalui jarum suntik justru lebih ‘efisien’ dibanding jalur seks.
Beberapa hal yang dapat mempercepat penularan HIV melalui jarum suntik diantaranya adalah
banyaknya teman yagn menyuntik bersama, berapa lama menjadi penasun, frekuensi patungan,
frekuensi menyuntik secara bersama, akses untuk mendapatkan jarum bersih, pernah dipenjara
dan menyuntik dipenjara, dan mobilitas pengguna narkoba suntik atau menyuntik bersama di
kota lain.

Data prevalensi HIV pada waria di tahun 1997-206 sangat terbatas. Depkes hanya
memiliki data dari DKI Jakarta yaitu pada tahun 2002 yaitu dengan prevalensi sebesar 21,7 .
Namun, data dari Integrated Biological-Behavioral Surveilance (IBBS) mencatat tentang hal
ini. Waria adalah laki-laki yang mengganggap dirinya memiliki identitas sebagai wanita
disebut juga transgender atau transvestities. Penemuan IBBS 2007 adalah tentang waria di 5
(lima) kota yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Malang. Data perilaku diambil
dari 5 kota tersebut, sedangkan data biologi diambil dari tiga kota yaitu (Jakarta, Bandung, dan
Surabaya). Estimasi jumlah waria di Indonesia adalah 20.960 sampai 35.300 orang di tahun
2006.

Prevalensi HIV pada Waria di Jakarta tahun 1995-2007

7
Mayoritas Waria yaitu 80% di 4 kota tersebut dilaporkan menjual seks kepada
pelanggan laki-laki satu tahun terakhir. Rata-rata waria telah melakukannya selama 9 sampai
13 tahun. Tetapi sebanyak 40-50% waria memiliki pasangan regular namun bukan pelanggan
laki-laki pembeli jasa seks, yang mereka sebut “suami”.Prevalensi HIV di penjara-penjara di
Jakarta mulai meningkat pada tahun 1999, dan dua tahun kemudian terjadi peningkatan tajam
terutama dikalangan IDU, mencapai 25% pada 2002. Peningkatan ini juga mencerminkan
bahwa besar kemungkinan banyak IDU yang telah terinfeksi sebelum mereka masuk penjara.
Prevalensi HIV tertinggi pada narapidana di beberapa propinsi pada tahun 2000-2005, adalah
sebagai berikut:

Prevalensi HIV pada Narapidana di Beberapa Provinsi tahun 2000-2005

Terdapat bukti bahwa penularan HIV juga terjadi di dalam penjara. Data surveilans dari
sebuah penjara di Jawa Barat telah menunjukkan bahwa prevalensi HIV melonjak dari 1% pada
1999 menjadi 21%, kemudian “jatuh” tajam ke 5% di tahun 2002. “Penurunan” pada 2002
ternyata hanyalah tidak menunjukkan gambaran yang sebenarnya, meskipun mencerminkan
perubahan pada metode pengambilan sampel: hanya narapidana yang baru masuk yang dites
HIV. Ketika pada 2003 metode sampel acak kembali digunakan hasilnya adalah tingkat
prevalensi 21%. Kesenjangan ini menunjukkan bahwa HIV ditularkan di penjara, baik melalui
penyuntikan narkoba dengan menggunakan jarum yang tercemar ataupun melalui hubungan
seks anal tanpa menggunakan pelindung antar narapidana.

 Periode 2007-2013

Pada akhir tahun 2007 diperkirakan 4,9 juta orang telah terinfeksi HIV di Asia. Dari jumlah
ini, 440.000 adalah orang-orang dengan infeksi HIV baru, dimana 300.000 sudah meninggal.
Meskipun cara penularan HIV bervariasi di Asia, epidemi umumnya didorong oleh hubungan
seksual dengan pasangan yang terinfeksi HIV dan tanpa menggunakan kondom, dan melalui
jarum suntik.

8
Lebih dari dua dekade sejak kasus pertama HIV di Indonesia hingga saat ini telah terdapat
3.492 orang meninggal akibat penyakit ini. Dari 11.856 kasus yang dilaporkan pada tahun
2009, 6962 diantaranya berusia produktif (< 30 tahun), termasuk 55 orang bayi di bawah 1
tahun. Kasus yang tinggi terkonsentrasi pada kelompok berisiko termasuk penasun, pekerja
seks dan kliennya, pria homoseksual, dan bayi yang tertular melalui ibunya. Pada tahun 2009
diperkirakan jumlah ODHA meningkat menjadi 333.200 orang, yang 25% diantaranya adalah
perempuan. Angka ini menunjukkan feminisasi epidemi AIDS di Indonesia.

Hasil Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) di Indonesia pada tahun 2007
menunjukkan prevalensi HIV pada pekerja seks langsung sebesar 10.4%, 4.6% pada pekerja
seks tidak langsung, sebesar 24.4% pada waria, 0.8% pada pelanggan wanita pekerja seks,
5.2% pada Lelaki berhubungan Seks dengan Lelaki (LSL), dan 52.4% pada pengguna jarum
suntik. Dari Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku yang dilakukan di Tanah Papua
menegaskan bahwa prevalensi HIV di antara populasi umum usia produktif (15 – 49 tahun)
telah mencapai 2,4%. Prevalensi Gonore dan/atau Klamidia pada WPS adalah 56% (WPSL)
dan 49% (WPSTL). Prevalensi Gonore dan/atau Klamidia rektal lebih tinggi ditemukan di
waria (43%) daripada LSL (33%). Secara keseluruhan prevalensi Gonore dan/atau Klamidia
tidak mengalami perubahan dibandingkan pada tahun 2007, termasuk di daerah yang
mendapatkan PPB.

Epidemi AIDS di Indonesia adalah salah satu yang paling cepat berkembang di Asia.
Kementrian Kesehatan (Kemenkes) memperkirakan bahwa tanpa meningkatkan upaya
pencegahan, pengobatan, perawatan dan dukungan dari masing-masing daerah jumlah ODHA
diestimasikan naik menjadi 501.400 orang pada 2014 dari 227.700 ditahun 2008. Hasil STBP
tahun 2011 menunjukan bahwa prevalensi HIV tertinggi terdapat di kelompok penasun (36%),
lalu diikuti kelompok waria, WPSL, LSL, narapidana, WPSTL, dan pria risti. Pola tersebut
hampir sama dengan STBP 2007. Bila dibandingkan dengan 2007, prevalensi HIV di WPSL,
WPSTL, pria risti dan waria tidak mengalami perubahan. Peningkatan yang cukup signifikan
terjadi di kelompok LSL yaitu meningkat 2-3 kalinya. Sementara itu, pada kelompok penasun
mengalami penurunan sebesar 10% (Jakarta) sampai dengan 20% (Medan). STBP 2011
melakukan pengukuran prevalensi IMS yaitu Sifilis, Klamidia, dan Gonore. Prevalensi Sifilis
tertinggi pada kelompok Waria (25%). Dibandingkan dengan tahun 2007, prevalensi Sifilis
mengalami penurunan pada kelompok WPSL dan WPSTL (4-8 kali), kelompok waria (20%)
dan pria risti (3%). Penurunan tersebut terutama terjadi di lokasi-lokasi yang mendapatkan
program Pengobatan Presumtif Berkala (PPB). Hal yang berbeda terjadi pada kelompok LSL
dimana prevalensi Sifilis meningkat 2-5 kali dibanding tahun 2007.

Penggunaan kondom secara konsisten pada seks berisiko masih rendah. Bila dibandingkan
dengan seluruh kelompok sasaran, perilaku penggunaan kondom secara konsisten di waria
paling tinggi dibandingkan kelompok lainnya. Bila dibandingkan dengan tahun 2007,
penggunaan kondom secara konsisten saat melakukan seks berisiko di setiap kelompok sasaran
cenderung tidak banyak mengalami perubahan, kecuali pada waria terjadi penurunan dan pada
WPSL terjadi peningkatan.

9
Bila dibandingkan dengan data 2007 di daerah yang sama, proporsi kelompok sasaran
selain penasun yang pernah menggunakan napza suntik cenderung tetap. Hal tersebut harus
mendapatkan perhatian karena napza suntik dapat menjadi media penularan HIV yang efektif
dan dapat melipatgandakan risiko terkena HIV pada kelompok risiko tinggi di luar penasun.
Proporsi berbagi jarum tertinggi terdapat di Jakarta (27%) dan terendah di Medan (7%).
Perilaku berbagi jarum dipengaruhi oleh tingkat pengetahun komprehensif tentang HIV-AIDS,
dan frekuensi dikontak oleh petugas lapangan. Bila dibandingkan dengan data tahun 2004,
2007 dan 2011 di kota yang sama, proporsi penasun yang berbagi jarum cenderung turun. TB
merupakan infeksi oportunistik terbesar pada penderita HIV dan AIDS, yang pada tahun 2010
diestimasikan prevalensi HIV di antara kasus TB adalah 3,3 % dalam skala nasional. Di Papua,
berdasarkan hasil survei seroprevalensi pada tahun 2008, angka kejadian TB dari pasien ODHA
mencapai 14%.

2.2. Pengertian HIV dan AIDS

AIDS atau sindrom kehilangan kekebalan tubuh adalah sekumpulan gejala yang
menyerang tubuh manusia sesudah system kekebalannya dirusak oleh virus HIV. Akibat
kehilangan kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena berbagai jenis infeksi bakteri,
jamur, parasit, dan virus tertentu yang bersifat oportunistik. Selain itu penderita AIDS sering
kali menderita keganasan khususnya sarcoma Kaposi dan limfoma yang hanya menyerang
otak. Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk dalam family lentivirus. Retrovirus
mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu untuk membentuk virus
DNA dan dikenali selama periode inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus yang lain, HIV
menginveksi tubuh dengan periode inkubasi yang panjang (klinik laten), dan terutama
menyebabkan munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan
system imun dan menghancurkannya. Hal tersebut terjadi denan menggunakan DNA dari
CD4+ dan limfosit untuk mereplikasi. Dalam prose situ, virus tersebut menghancurkan CD4+
dan limfosit.

Secara structural, morfologi bentuk HIV terdiri atas sebuah silinder yang dikelilingi
pembungkus lemak yang melingkar melebar. Pada pusat lingkaran terdapat untaian RNA. HIV
mempunyai 3 gen yang merupakan komponen fungsional dan structural. 3 gen tersebut
adalah gag, pol dan env. Gag berarti group antigen, pol mewakili polymerase, dan env adalah
kepanjangan dari envelope (Hoffman, Rockhstroh, Kamps, 2006). Gen gag mengkode proten
inti. Gen pol mengode komponen structural HIV yang dikenal dengan glikoprotein. Gen lain
yang ada dan juga penting dalam replikasi virus yaitu, rev, nef, vif, vpu, dan vpr.

10
2.3. Cara Penularan HIV
Virus HIV menular melalui 6 cara penularan, yaitu:
1. Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS. Hubungan seksual secara vaginal, anal, dan
oral dengan penderita HIV tanpa perlindungan dapat menularkan HIV. Selama hubungan
seksual berlangsung, air mani, cairan vagina, dan darah dapat mengenai selaput lender vagina,
penis, dubur, atau mulut ke aliran darah (PELKESI, 1995). Selama berhubungan juga dapat
terjadi lesi mikro pada dinding vagina, dubur, dan mulut yang dapat menjadi jalan HIV untuk
masuk ke aliran darah pasangan seksual (Syaiful, 2000)
2. Ibu pada janinnya. Penularan HIB dari ibu pada saat kehamilan (in utero). Berdasarkan
laporan CDC Amerika, prevalensi HIV dari ibu ke bayi adalah 0,01%-0,7%. Jika ibu baru
terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20-35%,
sedangkan jika gejala AIDS sudah jelas pada ibu, kemungkinan mencapai 505 (PELKESI,
1995). Penukaran juga terjadi selama proses persalinan melalui transfuse fetomaternal atau
kontak antara kulit atau membrane mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat
melahirkan (Lily V., 2004).
3. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS. Sangat cepat menularkan HIV karena
virus langsung masuk ke pembuluh darah dan menyebar keseluruh tubuh.
4. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril. Alat pemeriksaan kandungan seperti speculum,
tenakulum, dan alat alat lain yang darah, cairan vagina atau air mani yang terinfeksi HIV, dan
langsung digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi bias menularkan HIV (PELKESI,
1995)
5. Alat alat untuk menorah kulit. Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet, menyunat
seseorang, membuat tato, memotong rambut, dan sebagainya dapat menularkan HIV karena
alat tersebut mungkin dipakai tanpa disterilkan terlebih dahulu.
6. Menggunakan jarum suntuk secara bergantian. Jarum suntik yang digunakan di asilitas
kesehatan maupun yang digunakan oleh pengguna narkoba (injecting drug user, IDU) sangat
berpotensi menularkan HIV. Selain jarum suntuk, para pemakai IDU umumnya secara bersama
sama juga menggunakan tempat penyampur, pengaduk, dan gelas pengoplos obat, sehingga
berpotensi tinggi untuk menularkan. HIV tidak menulai melalui peralatan makan, pakaian,
handuk, sapu tangan, toilet yang dipakai secara bersama sama, berpelukan di pipi, berjabat
tangan, hidup serumah dengan penderita HIV/AIDS, gigitan nyamuk, dan hubungan social
lainnya.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat penulis simpulkan mengenai makalah ini adalah:

1. HIV (Human ImmunoDevesiensi) adalah virus yang hanya hidup dalam tubuh manusia,
yang dapat merusak daya kekebalan tubuh manusia. AIDS (Acguired ImmunoDeviensi
Syndromer) adalah kumpulan gejala menurunnya gejala kekebalan tubuh terhadap serangan
penyakit dari luar.

2. Tanda dan Gejala Penyakit AIDS seseorang yang terkena virus HIV pada awal permulaan
umumnya tidak memberikan tanda dan gejala yang khas, penderita hanya mengalami demam
selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV
tersebut.

3. Hingga saat ini penyakit AIDS tidak ada obatnya termasuk serum maupun vaksin yang
dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS yang ada hanyalah
pencegahannya saja.

12
DAFTAR PUSTAKA

United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) and World Health Organizations


(WHO). AIDS Epidemic Update. 2009. Diakses pada 2012
Irianto Koes. 2014. Bakteriologi Medis, Mikologi Medias, dan Virologi Medis (Medical
Bacteriology, Medical Micology, and Medical Virology). Bandung. Penerbit Alfabeta.
Kuswiyanto. 2015. Buku Ajar Virology untuk Analis Kesehatan. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai