Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

Strabismus

Pembimbing :

dr. MochSoewandi,Sp.M

Disusun Oleh :

Indra mendila

112017113

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR ESNAWAN ANTARIKSA

PERIODE 28 OKTOBER – 30 NOVEMBER 2019


BAB I

PENDAHULUAN

Strabismus, ambliopia, lazy eye, cross eyed dan wall eyed adalah istilah-istilah untuk
masalah dasar mata yang sama, masalah dengan konvergensi mata. Ini adalah masalah
perkembangan dimana informasi yang dibawa dalam kedua mata tidak benar terintegrasi dan
diproses di otak. Otak akhirnya mengabaikan masukan dari salah satu mata dan lebih memilih
masukan dari mata lainnya. Kadang-kadang otak akan menukar mata dan mengganti berselang-
seling mata yang digunakan untuk masukan informasi

Strabismus mempunyai pola keturunan, jika salah satu atau kedua orang
tuanyastrabismus, sangat memungkinkan anaknya akan strabismus. Anak-anak disarankan untuk
dilakukan pemeriksaan mata saat usia 3-4 tahun. Strabismus menyebabkan posisi kedua
matatidak lurus maka akan mengakibatkan penglihatan binokuler tidak normal yang akan
berdampak  pada berkurangnya kemampuan orang tersebut dalam batas tertentu.

Strabismus adalah kondisi dimana kedua mata tidak tertuju pada satu obyek yang
menjadi pusat perhatian. Satu mata bisa terfokus pada satu obyek sedangkan mata yang lain
dapat bergulir ke dalam, ke luar, ke atas, atau ke bawah. Keadaan ini bisa menetap (selalu
tampak) ataudapat pula hilang timbul. Penyebab juling yang pasti belum seluruhnya diketahui.
Enam otot mata, yang mengontrol pergerakan bola mata, melekat pada bagian luar masing-
masing mata. Pada setiap mata, dua ototmenggerakkan ke kanan dan ke kiri. Empat otot lainnya
menggerakkan ke atas, ke bawah, dan memutar. Agar kedua mata lurus dan dapat berfokus pada
satu obyek yang menjadi pusat perhatian, semua otot pada setiap mata harus seimbang dan
bekerja secara bersama-sama.

2
BAB II

OTOT PENGGERAK BOLA MATA

2.1 Otot Penggerak Mata

Pergerakan bola mata dilakukan oleh 6 pasang otot bola mata luar yaitu: 1
1. Otot rektur superior, kontraksinya akan menghasilkan elevasi, aduksi dan intorsi dari
pada bola mata dan otot ini persarafi saraf ke III (saraf okulomotor).
2. Otot rektus inferior, kontraksinya akan mnghasilkan depresi, adduksi dan intorsi, yang
di persarafi oleh saraf ke III(saraf okulomotor).
3. Otot rektus medius, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau menggulirnya mata
kearah nasal dan otot ini di persarafi oleh saraf ke III (saraf okulomotor).
4. Otot rektus lateral, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau menggulirnya bola mata
kearah temporal dan otot ini dipersarafi oleh saraf ke VI (saraf abdusen).
5. Otot oblik superior, kontraksinya akan menghasilkan depresi, intorsi, dan abduksi yang
dipersarafi oleh saraf ke IV (saraf troklear).
6. Otot oblik inferior, kontraksinya akan mengakibatkan elevasi,ekstorsi dan abduksi yang
dipersarafi oleh saraf ke III (saraf okulomotor).
2.1.1 Otot Ekstrinsik Bola Mata
 Otot Rektus Superior
Rektus superior mempunyai origo pada anulus Zinn dekat fisura orbita superior
beserta pembungkus dura saraf optik yang akan memberikan rasa sakit pada
pergerakkan bola mata bila terdapat neuritis retrobulbar. Otot ini berinsersi 7 mm di
belakang limbus dandipersarafi cabang superior N.III.1,2
 Otot Rektus Inferior
Rektus inferior mempunyai origo pada anulus Zinn, berjalan antara oblik inferior
dan bola mata atau sklera dan insersi 6 mm di belakang limbus yang pada persilangan

3
denganoblik inferior, diikat oleh ligamen Lockwood.Rektus inferior dipersarafi oleh
n. III, dan membentuk sudut 23 derajat dengan sumbu penglihatan.1,2

 Otot Rektus Medius


Rektus medius mempunyai origo pada anulus Zinn dan pembungkus dura saraf
optik yang sering memberikan dan rasa sakit pada pergerakkan mata bila terdapat
neuritisretrobulbar, dan berinsersi 5 mm di belakang limbus. Rektus medius
merupakan otot matayang paling tebal dengan tendon terpendek yang berfungsi
menggerakkan mata untuk aduksi (gerak primer).1,2
 Otot Rektus Lateral
Rektus lateral mempunyai origo pada anulus Zinn di atas dan di bawah foramen
optik.Rektus lateral dipersarafi oleh N. VI. Dengan pekerjaan menggerakkan mata
terutama abduksi.1,2
 Otot Oblik Superior
Oblik superior berorigo pada anulus Zinn dan ala parva tulang sfenodi di atas
foramenoptik, berjalan menuju troklea dan kemudian berjalan di atas otot
rektussuperior, yang kemudian berinsersi pada sklera dibagian temporal belakang
bola mata. Oblik superior dipersarafi N. IV atau saraf troklear yang keluar dari bagian
dorsal susunansaraf pusat.Berfungsi menggerakkan bola mata untuk depresi (primer)
terutama bila mata melihat kenasal, abduksi dan insiklotorsi. Oblik superior
merupakan otot penggerak mata yang terpanjang dan tertipis.1,2
 Otot Oblik Inferior
Oblik inferior mempunyai origo pada foss lakrimal tulang lakrimal, berinsersi
padasklera posterior 2 mm dari kedudukan makula, dipersarafi saraf okulomotor,
bekerja untuk menggerakkan mata keatas, abduksi dan eksiklotorsi.1,2
2.1.2 Otot Instrinsik Bola Mata
1. M.ciliaris :3
- Fungsi : mengatur kecembungan lensa.
- Inervasi : Serabut parasimpatis N.III melalui ganglion ciliare.

2. Otot-otot iris:3
- M.sphincter pupillae :

4
 Mengecilkan ukuran pupil
 Inervasi oleh sistem parasimpatis melalui nn.ciliares breves.
- M.dilator pupilae:3
 Melebarkan pupil
 Inervasi oleh sistem simpatis

Gambar 1. Otot bola mata luar (diunduh dari :http://4sinaps.blogspot.co.id/2013/01/anatomi-dan-


fisiologi-mata.html, tanggal 18 Oktober 2019)

5
BAB III

STRABISMUS

3.1 Definisi

Strasbismus adalah suatu ketidak seimbangan (imbalance) dalam kedudukan bola mata
atau suatu keadaan dimana kedudukan kedua bola mata tidak ke satu arah.Satu mata bisa
terfokus pada satu objek sedangkan mata yang lain dapat bergulir ke dalam, ke luar, ke atas,
atau ke bawah.Keadaan ini bisa menetap (selalu tampak) atau dapat pula hilang timbul yang
muncul dalam keadaan tertentu saja seperti saat sakit atau stres.4

Pada kondisi penglihatan binokular normal, bayangan suatu benda jatuh secara
bersamaan di fovea masing-masing mata (fiksasi bifovea) dan meridian vertikal kedua retina
tegak lurus. Salah satu mata dapat tidak sejajar dengan mata yang lain, sehingga pada satu
waktu hanya satu mata yang melihat benda bersangkutan. Setiap penyimpangan dari
penjajaran okular yang sempurna itu di sebut strabismus.

 Fusi: pembentukan satu bayangan dari dua bayangan yang terlihat secara simultan oleh
kedua mata. Fusi memiliki dua aspek:
 Fusi motorik: penyesuaian dibuat oleh otak pada persarafan otot-otot ekstraokular
untuk membawa kedua mata ke dalam penjajaran bifovea dan torsional.
 Fusi sensorik: integrasi bayangan yang dilihat oleh kedua mata di daerah
penglihatan sensorik di otak menjadi satu gambaran.4
3.2 Klasifikasi
 Heteroforia (foria) ( Strabismus Laten ):4,5
 Esoforia: kecenderungan salah satu mata berputar ke arah dalam.
 Eksoforia: kecenderungan salah satu mata berputar ke arah luar.
 Hiperforia: kecenderungan salah satu mata menyimpang ke arah atas.
 Hipoforia: kecenderungan salah satu mata menyimpang ke arah bawah.1

6
 Heterotropia (tropia) ( Strabismus Manifes ):4,5
 Strabismus: penyimpangan mata yang bermanifestasi dan tidak dapat dikontrol oleh
penglihatan binokular.
 Esotropia: deviasi konvergen yang bemanifestasi ("crossed-eyes").
 Eksotropia: deviasi divergen yang bermanifestasi ("wall-eyes").
 Hipertropia: deviasi salah satu mata ke atas yang bermanifestasi.
 Hipotropia: deviasi salah satu mata ke bawah yang bermanifestasi.
Berdasarkan perjanjian, tanpa adanya penyebab spesifik mengapa posisi salah satu
mata lebih rendah, deviasi vertikal ditentukan oleh mata yang lebih tinggi (misalnya
hipertropia kanan, bukan hipotropia kiri, apabila mata kanan lebih tinggi).
3.3 Etiologi
Strabismus dapat disebabkan oleh masalah dengan otot mata, saraf yang mengirimkan
informasi ke otot-otot, atau pusat kendali di otak yang mengarahkan gerakan mata. Hal ini
juga dapat berkembang karena kondisi kesehatan umum lainnya atau cedera mata.6
Faktor risiko untuk terjadinya strabismus meliputi:6
1. Kelumpuhan pada 1 atau beberapa otot penggerak mata (strabismus paralitik).
Kelumpuhan pada otot mata bisa disebabkan oleh kerusakan saraf.
2. Tarikan yang tidak sama pada 1 atau beberapa otot yang menggerakan mata (strabismus
non-paralitik). Strabismus non-paralitik biasanya disebabkan oleh suatu kelainan di otak.

3.4 Patofisiologi

Bila terdapat satu / lebih otot mata yang tidak dapat mengimbangi gerak otot-ototlainnya
maka akan terjadi gangguan keseimbangan gerak kedua mata, sumbu penglihatanakan
menyilang, mata menjadi strabismus & penglihatan menjadi ganda (diplopia)4

3.4.1. Gangguan gerakan mata :

a) Tonus yang berlebihan.


b) Paretik / paralytik.
c) Hambatan mekanik.
Contoh : parese / paralyse rectus lateralis mata kanan, maka akan terjadi esotropi
matakanan.4

7
3.4.2 Gangguan Faal Otot Penggerak Bola Mata4,7,8

Kedua bola mata digerakkan oleh otot-otot mata luar sedemikian rupa
sehingga bayangan benda yang menjadi perhatian akan selalu jatuh tepat di kedua
fovea sentralis.Otot penggerak kedua bola mata, yang berjumlah dua belas akan
selalu bergerak secarateratur; gerakan otot yang satu akan mendapatkan
keseimbangan gerak dari otot-ototlainnya. Keseimbangan yang ideal seluruh otot
penggerak bola mata ini menyebabkankita dapat selalu melihat secara binokular.

Apabila terdapat satu atau lebih otot penggerak bola mata yang tidak
dapatmengimbangi gerak otot-otot lainnya,maka terjadilah gangguan keseimbangan
gerak antara kedua mata, sehingga sumbu penglihatan menyilang pada tempat diluar
letak benda yang menjadi perhatiannya dan disebut “juling‟ (crossed Eyes).
Gangguankeseimbangan gerak bola mata (muscle imbalance) bisa disebabkan oleh
hal-hal berikut:

 Pertama apabila aktivitas dan tonus satu atau lebih otot penggerak menjadi
berlebihan;dalam hal ini otot bersangkutan akan menarik bola mata dari
kedudukan normal. Apabila otot yang hiperaktif adalah otot yang berfungsi untuk
kovergensi terjadilah juling yangkonvergen (esotropia).
 Kedua, adalah kebalikan dari pertama, apabila satu atau lebih dari otot penggerak
bolamata aktivitas atau tonusnya menjadi melemah atau paretik. Bila hal ini terjadi
pada ototyang dipakai untuk konvergensi, maka terjadilah juling divergen
(ekstropia).

Dapatlah dimengerti bahwa ada dua keadaan tersebut di atas, besarnya sudutdeviasi
adalah berubah-ubah tergantung pada arah penglihatan penderitaan.
Keadaan juling seperti itu disebut sebagai gangguan keseimbangan gerak yang
inkomitan. Sebagaicontoh adalah suatu kelumpuhan otot rektus lateral mata kanan,
maka besar sudut deviasiadalah kecil bila penderita melihat kearah kiri dan
membesar bila arah pandang ke kanan.Gangguan keseimbangan gerak bola mata
dapat pula terjadi karena suatu kelainan yang bersifat sentral berupa kelainan
stimulus pada otot. Stimulus sentral untuk konvergensi bisa berlebihan sehingga

8
akan didapatkan seorang penderita kedudukan bola matanyanormal pada
penglihatan jauh (divergensi) tetapi menjadi juling konvergen pada waktumelihat
dekat (konvergensi); demikian kita kenali :

o Convergence excess
Bila kedudukan bola mata penderita normal melihat jauh dan julingke dalam
esotopia pada waktu melihat dekat.

o Divergence excess
bila kontraksi otot penggerak bola mata penderita normal pada penglihatan dekat,
tetapi juling keluar (divergent squint) bilamelihat jauh.

o Convergence insuffiency
Bila kedudukan bola mata normal pada pennglihatan jauh tapi juling keluar pada
waktu melihat dekat.

o Divergence insuffience
Bila penderita mempunyai kedudukan bola mata yang normaluntuk dekat tetapi
juling ke dalam bila melihat jauh.
3.4.3 Anisometropia

Apabila seseorang berbeda derajat hipermetropinya sebanyak dua dioptri atau


lebih, makasecara sadar atau tidak ia akan memakai mata dengan derajat hipermetropia
yang lebihringan untuk penglihatan jauh maupun dekat, karena jumlah enersi untuk
akomodasi yangdiperlukan untuk melihat jelas adalah lebih ringan. Dengan jumlah
akomodasi ini matadengan hipermetropi yang lebih berat tidak pernah melihat dengan
jelas, baik untuk  penglihatan dekat maupun jauh. Bila keadaan ini terjadi secara dini
dalam masa perkembangan penglihatan dan dibiarkan sampai anak berumur lebih dari
lima tahunmaka kemajuan melihat dari mata dengan hipermetropia yang lebih tidaklah
sebaik di banding mata lainnya. Kelemahan penglihatan yang tidak di dasarkan pada
adanyakelainan organik disebut ambilopia.4,7

Perbedaan kekuatan miopia antara mata satu dan lainnya pada umumnya
tidak mengakibatkan timbulnya ambliopia yang mencolok, disebabkan oleh kerena

9
matadengan miopia yang lebih berat sifatnya masih dapat melihat berbeda-beda secara
jelasuntuk dekat tanpa akomodasi, lagi pula kelainan miopia umumnya bersifat
progresif danumumnya belum terdapat secara menyolok pada usia sangat muda.7

3.4.4 Aniseikonia

Apabila kita melihat ke suatu benda yang berjarak antara satu dan dua meter
dihadapankita, kemudian menutup satu mata berganti, maka kita akan mengetahui
bahwa terdapat perbedaan bentuk, tempat maupun besarnya benda yang kita
perhatikan. Perbedaan penglihatan antara mata kanan dan kiri tersebut dikenal dengan
nama penglihataandiantara dua mata kita. Disparitas yang ringan memang diperlukan
untuk kemampuan penglihatan stereoskopik.4

Disparitas penglihatan yang terlalu besar, seperti contohnya seorang dengan


afakimonokular yang dikoreksi dengan kaca mata, mengakibatkan kesulitan bagi
sistem saraf  pusat untuk menyatukan (memfusikan) menjadi satu bayangan tunggal
dan benda-bendayang dilihat akan tampak ganda. Disparitas penglihatan yang
menimbulkan gangguan berupa penglihatan ganda atau diplopia disebut
aniseikonia.7,8

Seseorang yang menderitadiplopia sudah barang tentu akan menjadi binggung


seperti seorang yang baru belajar menggunakan mikroskop monokular, secara sadar
ataupun tidak akan menutup salah satumatanya agar penglihatan menjadi tunggal
kembali. Lama kelamaan orang tersebut akan belajar mengeliminasi bayangan salah
satu matanya dan disebut sebagai imagesupression dan dalam pembahasan ini akan
disebut sebagai supresi.7,8

Supresi dapat dilakukan secara sadar pada kedua mata berganti - ganti menjadi
dan disebut AlternatingSuppression, tapi dapat pula terjadi secara terus menerus pada
mata yang sama danmemilih menggunakan mata lainnya untuk penglihatan. Dalam
hal ini maka mata yangdipakai untuk penglihataan sehari-hari disebut sebagai mata
yang dominan sedang matayang mengalami supresi sebagai mata malas (lazy eye).
Mata malas dalam keadaansehari-hari tidak dipakai melihat, maka pada umumnya

10
mata ini mengalami kemunduran-kemunduran fungsional dan menjadi ambliopia
bahkan kadang-kadang mengalamideviasi sumbu penglihatan dan menjadi juling.4,7,8

3.4.5 Hukum di dalam Strabismus4

1. Hukum Desmarrens : bila sumbu penglihatan


bersilangan maka bayangan tidak bersilangan
2. Hukum Donder : Kedudukan bola mata terhadap fiksasi penglihatan ditentukan
oleharah mata. Bola mata berputar pada sumbu penglihatan tanpa disadari atau
disengaja.
3. Hukum Gullstrand: bila pasien yang sedang berfiksasi jauh digerakkan
kepalanyamaka reflex kornea pada kedua mata akan bergerak searah dengan arah
gerakankepala atau bergerak kearah otot yang lebih lemah.
4. Hukum Hering: Pada pergerakan bersama kedua bola mata didapatkan rangsanag
yangsama dan simultan pada otot-otot mata agonis dari pusat persarafan okulogiri
untuk mengarahkan kedudukan mata.
5. Hukum Listing: bila terjadi perubahan grafis fiksasi bola mata dari posisi primer
ke posisi yang lainnya maka sudut torsi pada posisi sekunder ini sama seperti bila
mataitu kembali pada posisinya dengan berputar pada sumbu yang tetap yang
tegak lurus pada sumbu permulaan dan posisi akhir dari garis fiksasi.
6. HukumSherington : otot mata luar seperti pada otot serat lintang
menunjukkan persarafan resiprokal pada otot antagonisnya
3.5 Diagnosis
Kelainan kedudukan mata dapat dibagi dalam :8

 Strabismus - paralitik (noncomitant) = incomitant


 Nonparalitik = (comitant = concomitant)
 Manifes = strabismus = heterotropia
 Laten = heteroforia
 Akomodatif
 Non akomodatif

11
Seringkali heteroforia bertambah secara progresif, sehingga kelainan deviasi ini tidak
dapat lagi diatasi, sehingga menjadi = strabismus.

3.5.1 Strabismus Paralitika (Noncomitant, Incomitant)

Tanda-tanda :

a. Gerak mata terbatas, pada daerah dimana otot yang lumpuh bekerja. Hal ini menjadi
nyata pada kelumpuhan total dan kurang nampak pada parese.9

b. Deviasi
Deviasi akan tampak lebih jelas, bila kedua mata digerakkan kearah dimana otot
yang lumpuh bekerja. Tetapi bila mata digerakkan kearah dimana otot yang lumpuh
ini tidak berpengaruh, deviasinya tak tampak.
Contoh : kelumpuhan m.rektus lateralis, menyebabkan esotropia, mata berdeviasi
kenasal. Deviasi ini tampak jelas bila kedua mata digerakkan kearah temporal dan
menjadi tidak nyata, bila digerakkan kearah nasal. Deviasi dari mata yang strabismus
disebut deviasi primer, selalu kearah berlawanan dengan arah bekerjanya otot yang
lumpuh. Kalau mata yang sakit melihat sesuatu obyek dan mata yang sehat ditutup
maka mata yang sehat ini akan berdeviasi pada arah yang sesuai dengan mata yang
sakit, tetapi dengan kekuatan yang lebih besar. Deviasi dari mata yang sehat disebut
deviasi sekunder.8,9

Ini merupakan cara untuk membedakan strabismus paralitik dari yang nonparalitika,
dimana deviasi primer sama dengan deviasi sekunder.

c. Diplopia : terjadi pada lapangan kerja otot yang lumpuh dan menjadi lebih nyata bila
mata digerakkan kearah ini.9

d. Ocular torticollis (head tilting)


Penderita biasanya memutar kearah kerja dari otot yang lumpuh. Kedudukan kepala
yang miring, menolong diagnosa strabismus paralitikus. Dengan memiringkan
kepalanya, diplopianya terasa berkurang.9

e. Proyeksi yang salah

12
Mata yang lumpuh tidak melihat obyek pada lokalisasi yang benar. Bila mata yang
sehat ditutup, penderita disuruh menunjukkan suatu obyek yang ada didepannya
dengan tepat, maka jarinya akan menunjukkan daerah disamping obyek tersebut
yang sesuai dengan daerah lapangan kekuatan otot yang lumpuh.4,9

f. Vertigo, mual-mual, disebabkan oleh diplopia dan proyeksi yang salah. Keadaan ini
dapat diredakan dengan menutup mata yang sakit.

3.5.2 Esotropia Paralitikus = Aabdusen Palcy = Noncomitant Esotropia

Sering terdapat pada orang dewasa yang mendapat trauma dikepala, tumor atau
peradangan dari susunan saraf serebral. Jarang ditemukan pada anak-anak, yang
biasanya disebabkan trauma pada waktu lahir, kelainan kongenital dari m.rektus
lateralis atau persarafannya.

Tanda-tandanya :8,9
 gangguan pergerakan mata kearah luar
 diplopi homonim, yang menjadi lebih hebat, bila mata digerakkan kearah luar
 kepala dimiringkan kearah otot yang lumpuh
 deviasinya menghilang, bila mata digerakkan kearah yang berlawanan dengan
otot yang lumpuh
 pada anak dibawah 6 tahun, dimana pola sensorisnya belum tetap, timbul supresi,
sehingga tidak timbul diplopia
 pada orang dewasa, dimana esotropianya terjadi sekonyong-konyong, penderita
mengeluh ada diplopia, karena pola sensorisnya sudah tetap dan bayangan dari
obyek yang dilihatnya jatuh pada daerah-daerah retina dikedua mata yang tidak
bersesuaian (corresponderend).

3.5.3 Kelumpuhan Dari N.III (N. Okulomotorius)

Pada kelumpuhan total dari saraf ini didapatkan :8,9


- ptosis

13
- bola mata hampir tak dapat bergerak. Keterbatasan bergerak kearah atas,
kenasal dan sedikit kearah bawah.
- mata berdeviasi ketemporal, sedikit kebawah. Kepala berputar kearah bahu
pada sisi otot yang lumpuh.
- pupil midriasis, reaksi cahaya negatif, akomodasi lumpuh.

Hal tersebut terjadi oleh karena N.III mengurusi :8,9


M.rektus superior, m.rektus medialis, m.rektus lateralis, m.obliqus inferior, m.
sfingter pupil, mm.siliaris.

 Kelumpuhan m.rektus medialis :


Menyebabkan strabismus divergens, gangguan gerak kearah nasal, crossed
diplopia. Kelainan ini bertambah bila mata digerakkan kearah nasal
(aduksi). Kepala dimiringkan kearah otot yang sakit.

 Kelumpuhan m.rektus superior :


Terdapat keterbatasan gerak keatas, hipotropia, diplopia campuran (diplopi
vertikal dan crossed diplopia). Bayangan dari mata yang sakit terdapat diatas
bayangan mata yang sehat. Kelainan bertambah pada gerakan mata keatas.

 Kelumpuhan m.rektus inferior :

Terdapat keterbatasan gerak mata kebawah, hipertropia, diplopi campuran,


crossed, yang bertambah hebat bila mata digerakkan kebawah. Bayangan
dari mata yang sakit terletak lebih rendah.

 Kelumpuhan m.obliqus inferior :


Terdapat keterbatasan gerak keatas, terutama atas nasal, strabismus vertikal,
diplopia campuran, homonim. Kelainan ini bertambah bila mata digerakkan
kearah temporal atas. Bayangan dari mata yang sakit terletak lebih tinggi.

 Kelumpuhan m.obliqus superior (N.IV):


Terdapat keterbatasan gerak kearah bawah terutama nasal inferior,
strabismus yang vertikal, diplopia campuran, terutama vertikal dan

14
homonim yang bertambah hebat bila mata digerakkan kearah nasal inferior.
Bayangan dari mata yang sakit terletak lebih rendah.

3.5.4 Strabismus Nonparalitik (Concomitant)

Deviasi primer (deviasi pada mata yang sakit) sama dengan deviasi sekunder
(deviasi pada mata yang sehat). Mata yang ditujukan pada obyek disebut fixing
eye, sedang mata yang berdeviasi disebut squinting eye.

a. Strabismus Nonparalitik Nonakomodatif :

Deviasinya telah timbul pada waktu lahir atau pada tahun-tahun pertama.
Deviasinya sama kesemua arah dan tidak dipengaruhi oleh akomodasi.
Karena itu penyebabnya tak ada hubungannya dengan kelainan refraksi atau
kelumpuhan otot-otot. Mungkin disebabkan oleh : Insersi yang salah dari
otot-otot yang bekerja horizontal, kelainan persarafan supranuklear atau
kelainan genetis.9,10

Untuk melakukan konvergensi dari kedua mata, harus ada kontraksi yang
sama dan serentak dari kedua m.rektus internus, sehingga terjadi gerakan
yang sama dan simultan dari mata ke nasal. Divergensi dan konvergensi
adalah bertentangan, overaction dari yang satu menyebabkan kelemahan
dari yang lain dan sebaliknya. Dibedakan :

- Kelebihan konvergensi : (convergence excess)


- Kelebihan divergensi (divergence exess)
- Kelemahan konvergensi (convergence insufficiency)
- Kelemahan divergensi (divergence insufficiency)

b. Strabismus Nonparalitik Akomodatif :8,9

Gangguan keseimbangan konvergensi dan divergensi dapat juga


berdasarkan akomodasi, jadi berhubungan dengan kelainan refraksi.

Dapat berupa : - strabismus konvergens (esotropia)

15
- strabismus divergens (eksotropia)

 Strabismus Konvergens Nonparalitik Akomodatif (Esotropia


Konkomitan Akomodatif)8,9

Dinamakan juga esotropia, dimana mata berdeviasi kearah nasal.


Kelainan ini berhubungan dengan hipermetropia atau hipermetropia yang
disertai astigmat. Tampak pada umur muda, antara 1-4 tahun, dimana anak
mulai mempergunakan akomodasinya untuk melihat benda-benda dekat
seperti mainan atau gambar-gambar. Mula-mula timbul periodik, pada
waktu penglihatan dekat atau bila keadaan umumnya terganggu, kemudian
menjadi tetap, baik pada penglihatan jauh ataupun dekat.
Anak yang hipermetrop, mempergunakan akomodasi pada waktu
penglihatan jauh, pada penglihatan dekat akomodasi yang dibutuhkan lebih
banyak lagi. Akomodasi dan konvergensi erat hubungannya, dengan
penambahan akomodasi konvergensinyapun bertambah pula. Pada anak
dengan hipermetrop ini, mulai terlihat esoforia periodik pada penglihatan
dekat, disebabkan rangsangan berlebihan untuk konvergensi. Lambat laun
kelainan deviasi ini bertambah sampai fiksasi binokuler untuk penglihatan
dekat tak dapat dipertahankan lagi, dan terjadilah strabismus konvergens
untuk dekat. Kemudian terjadi pula esotropia pada penglihatan jauh.

Gambar 2. Esotropia

Sumber : Community Eye Health Journal NCBI

16
 Strabismus Divergens Nonparalitik Akomodatif (Eksotropia
Konkomitan Akomodatif)8,9

Mata berdeviasi kearah temporal. Hubungannya dengan miopia.


Sering juga didapat, bila satu mata kehilangan penglihatannya sedang
mata yang lain penglihatannya tetap baik, sehingga rangsangan untuk
konvergensi tak ada, maka mata yang sakit berdeviasi keluar. Strabismus
divergens biasanya mulai timbul pada waktu masa remaja atau dewasa
muda.
Dapat dimulai dengan :
 Kelemahan konvergensi.
Pada miopia mulai dengan kelemahan akomodasi pada jarak dekat, orang
miop hanya sedikit atau tidak memerlukan akomodasi, sehingga
menimbulkan kelemahan konvergensi dan timbullah kelainan
eksotropia untuk penglihatan dekat sedang untuk penglihatan jauhnya
normal. tetapi pada keadaan yang lebih lanjut, timbul juga eksotropia
pada jarak jauh.
 Kelebihan divergensi
Bila penyebabnya divergens yang berlebihan, yang biasanya merupakan
kelainan primer, mulai tampak sebagai eksotropia untuk jarak jauh.
Tetapi lama kelamaan kekuatan konvergensi melemah, sehingga
menjadi kelainan yang menetap, baik untuk jauh maupun dekat.

Gambar 3. Ektropia

Sumber : Community Eye Health Journal NCBI

3.6 Pemeriksaan Oftalmologi4,11

17
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengukur derajat strabismus. Diantara nya:

1. Tes Hirschberg
Tujuan : Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai derajat pengguliran bola mata
abnormal dengan melihat refleks sinar pada kornea
Dasar : bila terdapat fiksasi sentral pada satu mata maka refleks sinar yang diberikan
pada kornea mata lainnya dapat menentukan derajat deviasi mata secara kasar.
Alat : sentolop
Teknik :

 Sentolop disinarkan setinggi mata penderita, sebagai sinar fiksasi


 Sentolop terletak 30 cm dari penderita
 Refleks sinar pada mata fiksasi diletakkan ditengah pupil
 Dilihat letak refleks sinar pada kornea mata yang lain
 Nilai :
o Refleks sinar pada mata normal terletak pada kedua mata sama-sama di
tengah pupil.
o Bila satu refleks sinar di tengah pupil sedang pada mata yang lain di nasal
pupil berarti pasien juling ke luar atau eksotropia.
o Bila satu refleks sinar di tengah pupil sedang pada mata yang lain di
temporal pupil berarti pasien juling ke dalam atau esotropia.
o Refleks cahaya pada mata yang berdeviasi bila : lebih dekat pertengahan
pupil, berarti deviasi 5o-6o , sedang bila pada tepi pupil, berarti deviasi 12-
15o (30 prisma dioptri). Bila refleks sinar pada kornea terletak antara
pinggir pupil dan limbus, berarti deviasi 25o , dan bila pada pinggir
limbus berarti deviasi 45-60o

2. Tes Krimsky (untuk mengukur derajat deviasi mata)

Caranya: Penderita melihat ke sumber cahaya yang jaraknya ditentukan. Perhatikan


refleks cahaya pada mata yang berdeviasi. Kekuatan prisma yang terbesar
diletakkan di depan mata yang berdeviasi, sampai refleks cahaya yang terletak
disentral kornea

18
3. Cover Test
Caranya: menyuruh mata pasien berfiksasi pada satu obyek. Bila telah terjadi fiksasi
kedua mata maka mata kiri ditutup dengan lempeng penutup. Di dalam keadaan
ini mungkin akan terjadi:
 Mata kanan bergerak berarti mata tersebut mempunyai kejulingan yang
manifes. Bila mata kanan bergerak ke nasal berarti mata kanan juling ke luar
atau eksotropia. Bila mata kanan bergerak ke temporal berarti mata kanan
juling ke dalam atau esottropia.
 Mata kanan bergoyang yang berarti mata tersebut mungkin ambliopia atau
tidak dapat berfiksasi.
 Mata kanan tidak bergerak sama sekali, yang berarti bahwa mata kanan
berkedudukan normal, lurus atau telah berfiksasi.

Pemeriksaan lain yang berhubungan dengan strabismus:

Tes Duksi

Tujuan : Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat pergerakan setiap otot mata
menurut fungsi gerakan otot tersebut
Dasar : setiap otot penggerak mata mempunyai fungsi khusus pada pergerakan mata
Alat : lampu fiksasi
Teknik :
- Pemeriksaan ini dilakukan pada jarak dekat atau 30 cm
- Mata diperiksa satu persatu mata
- Dilihat pergerakan mata dengan menyuruh mata tersebut mengikuti gerakan
sinar ke atas, kebawah, kekiri, kekanan, temporal atas, temporal bawah, nasal
atas dan nasal bawah

Nilai : bila tidak terlihat kelambatan pergerakan otot disebut fungsi otot normal

3.7 Penatalaksanaan

1. Tujuan :7
a. mengembalikan penglihatan binokular yang normal

19
b. alasan kosmetik
2. Dapat dilakukan dengan tindakan:4,5
a.Ortoptik
1) Oklusi
Jika anak menderita strabismus dengan ambliopia, dokter akan
merekomendasikan untuk melatih mata yang lemah dengan cara
menutupmata yang normal dengan plester mata khusus (eye patch).
2) Pleotik
3) Obat-obatan
b. Memanipulasi akomodasi
1) Lensa plus / dengan miotik
Menurunkan beban akomodasi dan konvergensi yang menyertai
2) Lensa minus dan tetes siklopegik
Merangsang akomodasi pada anak-anak
c.Operatif
Prinsip operasinya :
- reseksi dari otot yang terlalu lemah
- resesi dari otot yang terlalu kuat

3. Tahapan:7
a. Memperbaiki visus kedua mata dengan terapi oksklusi
 Pada anak berumur dibawah 5 tahun dapat diteteskan sulfas atropin 1
tetes satu bulan, sehingga mata ini tak dipakai kira-kira 2 minggu. Ada
pula yang menetesinya setiap hari dengan homatropin sehingga mata
ini beberapa jam sehari tak dipakai.
 Pada anak yang lebih besar, mata yang normal ditutup dilakukan
penutupan matanya 2-4 jam sehari. Dengan demikian penderita
dipaksa untuk memakai matanya yang berdeviasi. Biasanya ketajaman
penglihatannya menunjukkan perbaikan dalam 4-10 minggu.
Penutupan ini mempunyai pengaruh baik pada pola sensorisnya retina,
tetapi tidak mempengaruhi deviasi. Sebaiknya terapi penutupan sudah
dimulai sejak usia 6 bulan, untuk hindarkan timbulnya
20
ambliopia.Penetesan atau penutupan jangan dilakukan terlalu lama,
karena takut menyebabkan ambliopia pada mata yang sehat.
 Pada strabismus yang sudah berlangsung lama dan anak berumur 6
tahun atau lebih pada waktu diperiksa pertama, maka hasil
pengobatannya hanya kosmetis saja. Sedapat mungkin ambliopia pada
mata yang berdeviasi harus dihilangkan dengan cara penutupan, pada
anak yang sudah mengerti (3 tahun), harus dikombinasikan dengan
latihan ortoptik untuk mendapatkan penglihatan binokuler yang baik.
Kalau pengobatan preoperatif sudah cukup lama dilakukan, kira-kira 1
tahun, tetapi tak berhasil, maka dilakukan operasi.
b. Memperbaiki posisi kedua bola mata agar menjadi ortoforia.
Hal ini dapat dicapai dengan pemberian lensa, melaukan operasi atau
kombinasi keduanya. Tindakan operasi sebaiknya dilakukan bila telah
tercapai perbaikan visus dengan terapi okslusi. Tindakan operatif
sebaiknya dilakukan pada umur 4-5 tahun, supaya bila masih ada
strabismusnya yang belum terkoreksi dapat dibantu dengan latihan.

c. Melatih fusi kedua bayangan dari retina kedua mata agar mendapatkan
penglihatan binokuler sebagai tujuan akhir yang hasilnya tergantung dari
hasil operasi, pemberian lensa koreksi dan latihan ortoptik.
38. Komplikasi4,5

1. Kosmetik
2. Supresi
Usaha yang tidak disadari dari penderita untuk menghindari diplopia yang timbul akibat
adanya deviasinya.
3. Ambliopia
Menurunnya visus pada satu atau dua mata dengan atau tanpa koreksi kacamata dan
tanpa adanya kelainan organiknya.

4. Adaptasi posisi kepala

21
Keadaan ini dapat timbul untuk menghindari pemakaian otot yang mengalami
kelumpuhan untuk mencapai penglihatan binokuler. Adaptasi posisi kepala biasanya
kearah aksi dari otot yang lumpuh.
3.9 Prognosis

Prognosis pada strabismus baik bila segera ditangani lebih lanjut, sehingga tidak sampai
menimbulkan komplikasi yang menetap.

BAB IV

KESIMPULAN

Mata merupakan salah satu organ indera manusia yang mempunyai manfaat sangat besar.
Kelainan yang menggangu fungsi mata salah satunya adalah strabismus. Strabismus adalah suatu
keadaan dimana kedudukan kedua bola mata tidak ke satu arah. Hal ini dapat terjadi karena
adanya gangguan gerakan bola mata terjadi bila terdapat satu atau lebih otot mata yang tidak
dapat mengimbangi gerakan otot mata lainnya maka akan terjadi gangguan keseimbangan
gerakan mata sumbu penglihatan sehingga tidak terbentuk penglihatan binokuler. Penyebabnya
bisa karena kelumpuhan pada 1 atau beberapa otot penggerak mata (strabismus paralitik) yang
disebabkan oleh kerusakan saraf atau karena tarikan yang tidak sama pada 1 atau beberapa otot
yang menggerakan mata (strabismus non-paralitik) yang disebabkan oleh suatu kelainan di otak.

Klasifikasi dapat terbagi berdasarkan manifestasinaya, jenis deviasi, kemampuan fiksasi


mata, usia terjadinya, dan sudut deviasinya. Gejalanya dapat berupa mata lelah, sakit kepala,
penglihatan kabur, mata juling (bersilangan), pengkihatan ganda, mata tidak mengarah ke arah
yang sama dan tidak terkoordinasi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis
adalah dengan pemeriksaan ketajaman penglihatan, Cover and UncoverTest, Tes Hirscberg, dan

22
Tes Krimsky. Tujuan dari penatalaksanaan adalah mengembalikan penglihatan binokular yang
normal dan alasan kosmetik. Tindakan yang dapat dilakukan adalah ortoptik, pemasangan lensa,
dan operatif. Strabismus dapat mengakibatkan komplikasi seperti kosmetik, supresi, ambliopia,
dan adaptasi postur kepala. Prognosis akan lebih baik bila masalah dapat terdiagnosis dini
dan penanganan segera sehingga masalah cepat teratasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Donnelly UM, Stewart NM, Hollinger M. Prevalence and outcomes of childhood visual
disorders.United State: Ophthalmic Epidemiol; 2005. h:243.
2. Snell, Richarcd. Anatomi Klinik Edisi Keenam. Jakarta : EGC; 2006 : h.93-7
3. Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 2001. Penerbit EGC: Jakarta. hal
171.

4. Ilyas, Sidarta dan Yulianti, Sri R. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke 5. Jakarta: FK UI; 2014:
h. 245-262
5. SMF Ilmu Penyakit Mata. Diktat Kuliah FK UWKS. Surabaya : FK UWKS; 2012
6. Perhimpunan dokter Spesialis Mata Indonesia. Ilmu Penyakit Mata edisi kedua. Jakarta:
Sagung Seto; 2007.
7. Guyton, Arthur C. dan Hall, John E. Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC; 2008
8. Voughan, Asbury, Daniel G, Taylor, dan Riordan-Eva, Paul. Editor; Diana
Susanto.Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC; 2009: h. 237-263
9. Wijana. N, 1993, Strabismus, dalam Ilmu Penyakit Mata, Abadi Tegal, Jakarta: Abadi
Tegal; 1993: h. 282-311.
10. Radjamin. T. Strabismus dalam Ilmu Penyakit Mata Perhimpunan Dokter Ahli Mata
Indonesia. Jakarta: Airlangga University Press; 199: h 121-126.

23
11. Nema HV. Textbook of Opthalmology. Edition 4. New Delhi: Medical Publisher; 2002:
Page 249-51.

24

Anda mungkin juga menyukai