Referat Strabismus
Referat Strabismus
Strabismus
Pembimbing :
dr. MochSoewandi,Sp.M
Disusun Oleh :
Indra mendila
112017113
PENDAHULUAN
Strabismus, ambliopia, lazy eye, cross eyed dan wall eyed adalah istilah-istilah untuk
masalah dasar mata yang sama, masalah dengan konvergensi mata. Ini adalah masalah
perkembangan dimana informasi yang dibawa dalam kedua mata tidak benar terintegrasi dan
diproses di otak. Otak akhirnya mengabaikan masukan dari salah satu mata dan lebih memilih
masukan dari mata lainnya. Kadang-kadang otak akan menukar mata dan mengganti berselang-
seling mata yang digunakan untuk masukan informasi
Strabismus mempunyai pola keturunan, jika salah satu atau kedua orang
tuanyastrabismus, sangat memungkinkan anaknya akan strabismus. Anak-anak disarankan untuk
dilakukan pemeriksaan mata saat usia 3-4 tahun. Strabismus menyebabkan posisi kedua
matatidak lurus maka akan mengakibatkan penglihatan binokuler tidak normal yang akan
berdampak pada berkurangnya kemampuan orang tersebut dalam batas tertentu.
Strabismus adalah kondisi dimana kedua mata tidak tertuju pada satu obyek yang
menjadi pusat perhatian. Satu mata bisa terfokus pada satu obyek sedangkan mata yang lain
dapat bergulir ke dalam, ke luar, ke atas, atau ke bawah. Keadaan ini bisa menetap (selalu
tampak) ataudapat pula hilang timbul. Penyebab juling yang pasti belum seluruhnya diketahui.
Enam otot mata, yang mengontrol pergerakan bola mata, melekat pada bagian luar masing-
masing mata. Pada setiap mata, dua ototmenggerakkan ke kanan dan ke kiri. Empat otot lainnya
menggerakkan ke atas, ke bawah, dan memutar. Agar kedua mata lurus dan dapat berfokus pada
satu obyek yang menjadi pusat perhatian, semua otot pada setiap mata harus seimbang dan
bekerja secara bersama-sama.
2
BAB II
Pergerakan bola mata dilakukan oleh 6 pasang otot bola mata luar yaitu: 1
1. Otot rektur superior, kontraksinya akan menghasilkan elevasi, aduksi dan intorsi dari
pada bola mata dan otot ini persarafi saraf ke III (saraf okulomotor).
2. Otot rektus inferior, kontraksinya akan mnghasilkan depresi, adduksi dan intorsi, yang
di persarafi oleh saraf ke III(saraf okulomotor).
3. Otot rektus medius, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau menggulirnya mata
kearah nasal dan otot ini di persarafi oleh saraf ke III (saraf okulomotor).
4. Otot rektus lateral, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau menggulirnya bola mata
kearah temporal dan otot ini dipersarafi oleh saraf ke VI (saraf abdusen).
5. Otot oblik superior, kontraksinya akan menghasilkan depresi, intorsi, dan abduksi yang
dipersarafi oleh saraf ke IV (saraf troklear).
6. Otot oblik inferior, kontraksinya akan mengakibatkan elevasi,ekstorsi dan abduksi yang
dipersarafi oleh saraf ke III (saraf okulomotor).
2.1.1 Otot Ekstrinsik Bola Mata
Otot Rektus Superior
Rektus superior mempunyai origo pada anulus Zinn dekat fisura orbita superior
beserta pembungkus dura saraf optik yang akan memberikan rasa sakit pada
pergerakkan bola mata bila terdapat neuritis retrobulbar. Otot ini berinsersi 7 mm di
belakang limbus dandipersarafi cabang superior N.III.1,2
Otot Rektus Inferior
Rektus inferior mempunyai origo pada anulus Zinn, berjalan antara oblik inferior
dan bola mata atau sklera dan insersi 6 mm di belakang limbus yang pada persilangan
3
denganoblik inferior, diikat oleh ligamen Lockwood.Rektus inferior dipersarafi oleh
n. III, dan membentuk sudut 23 derajat dengan sumbu penglihatan.1,2
2. Otot-otot iris:3
- M.sphincter pupillae :
4
Mengecilkan ukuran pupil
Inervasi oleh sistem parasimpatis melalui nn.ciliares breves.
- M.dilator pupilae:3
Melebarkan pupil
Inervasi oleh sistem simpatis
5
BAB III
STRABISMUS
3.1 Definisi
Strasbismus adalah suatu ketidak seimbangan (imbalance) dalam kedudukan bola mata
atau suatu keadaan dimana kedudukan kedua bola mata tidak ke satu arah.Satu mata bisa
terfokus pada satu objek sedangkan mata yang lain dapat bergulir ke dalam, ke luar, ke atas,
atau ke bawah.Keadaan ini bisa menetap (selalu tampak) atau dapat pula hilang timbul yang
muncul dalam keadaan tertentu saja seperti saat sakit atau stres.4
Pada kondisi penglihatan binokular normal, bayangan suatu benda jatuh secara
bersamaan di fovea masing-masing mata (fiksasi bifovea) dan meridian vertikal kedua retina
tegak lurus. Salah satu mata dapat tidak sejajar dengan mata yang lain, sehingga pada satu
waktu hanya satu mata yang melihat benda bersangkutan. Setiap penyimpangan dari
penjajaran okular yang sempurna itu di sebut strabismus.
Fusi: pembentukan satu bayangan dari dua bayangan yang terlihat secara simultan oleh
kedua mata. Fusi memiliki dua aspek:
Fusi motorik: penyesuaian dibuat oleh otak pada persarafan otot-otot ekstraokular
untuk membawa kedua mata ke dalam penjajaran bifovea dan torsional.
Fusi sensorik: integrasi bayangan yang dilihat oleh kedua mata di daerah
penglihatan sensorik di otak menjadi satu gambaran.4
3.2 Klasifikasi
Heteroforia (foria) ( Strabismus Laten ):4,5
Esoforia: kecenderungan salah satu mata berputar ke arah dalam.
Eksoforia: kecenderungan salah satu mata berputar ke arah luar.
Hiperforia: kecenderungan salah satu mata menyimpang ke arah atas.
Hipoforia: kecenderungan salah satu mata menyimpang ke arah bawah.1
6
Heterotropia (tropia) ( Strabismus Manifes ):4,5
Strabismus: penyimpangan mata yang bermanifestasi dan tidak dapat dikontrol oleh
penglihatan binokular.
Esotropia: deviasi konvergen yang bemanifestasi ("crossed-eyes").
Eksotropia: deviasi divergen yang bermanifestasi ("wall-eyes").
Hipertropia: deviasi salah satu mata ke atas yang bermanifestasi.
Hipotropia: deviasi salah satu mata ke bawah yang bermanifestasi.
Berdasarkan perjanjian, tanpa adanya penyebab spesifik mengapa posisi salah satu
mata lebih rendah, deviasi vertikal ditentukan oleh mata yang lebih tinggi (misalnya
hipertropia kanan, bukan hipotropia kiri, apabila mata kanan lebih tinggi).
3.3 Etiologi
Strabismus dapat disebabkan oleh masalah dengan otot mata, saraf yang mengirimkan
informasi ke otot-otot, atau pusat kendali di otak yang mengarahkan gerakan mata. Hal ini
juga dapat berkembang karena kondisi kesehatan umum lainnya atau cedera mata.6
Faktor risiko untuk terjadinya strabismus meliputi:6
1. Kelumpuhan pada 1 atau beberapa otot penggerak mata (strabismus paralitik).
Kelumpuhan pada otot mata bisa disebabkan oleh kerusakan saraf.
2. Tarikan yang tidak sama pada 1 atau beberapa otot yang menggerakan mata (strabismus
non-paralitik). Strabismus non-paralitik biasanya disebabkan oleh suatu kelainan di otak.
3.4 Patofisiologi
Bila terdapat satu / lebih otot mata yang tidak dapat mengimbangi gerak otot-ototlainnya
maka akan terjadi gangguan keseimbangan gerak kedua mata, sumbu penglihatanakan
menyilang, mata menjadi strabismus & penglihatan menjadi ganda (diplopia)4
7
3.4.2 Gangguan Faal Otot Penggerak Bola Mata4,7,8
Kedua bola mata digerakkan oleh otot-otot mata luar sedemikian rupa
sehingga bayangan benda yang menjadi perhatian akan selalu jatuh tepat di kedua
fovea sentralis.Otot penggerak kedua bola mata, yang berjumlah dua belas akan
selalu bergerak secarateratur; gerakan otot yang satu akan mendapatkan
keseimbangan gerak dari otot-ototlainnya. Keseimbangan yang ideal seluruh otot
penggerak bola mata ini menyebabkankita dapat selalu melihat secara binokular.
Apabila terdapat satu atau lebih otot penggerak bola mata yang tidak
dapatmengimbangi gerak otot-otot lainnya,maka terjadilah gangguan keseimbangan
gerak antara kedua mata, sehingga sumbu penglihatan menyilang pada tempat diluar
letak benda yang menjadi perhatiannya dan disebut “juling‟ (crossed Eyes).
Gangguankeseimbangan gerak bola mata (muscle imbalance) bisa disebabkan oleh
hal-hal berikut:
Pertama apabila aktivitas dan tonus satu atau lebih otot penggerak menjadi
berlebihan;dalam hal ini otot bersangkutan akan menarik bola mata dari
kedudukan normal. Apabila otot yang hiperaktif adalah otot yang berfungsi untuk
kovergensi terjadilah juling yangkonvergen (esotropia).
Kedua, adalah kebalikan dari pertama, apabila satu atau lebih dari otot penggerak
bolamata aktivitas atau tonusnya menjadi melemah atau paretik. Bila hal ini terjadi
pada ototyang dipakai untuk konvergensi, maka terjadilah juling divergen
(ekstropia).
Dapatlah dimengerti bahwa ada dua keadaan tersebut di atas, besarnya sudutdeviasi
adalah berubah-ubah tergantung pada arah penglihatan penderitaan.
Keadaan juling seperti itu disebut sebagai gangguan keseimbangan gerak yang
inkomitan. Sebagaicontoh adalah suatu kelumpuhan otot rektus lateral mata kanan,
maka besar sudut deviasiadalah kecil bila penderita melihat kearah kiri dan
membesar bila arah pandang ke kanan.Gangguan keseimbangan gerak bola mata
dapat pula terjadi karena suatu kelainan yang bersifat sentral berupa kelainan
stimulus pada otot. Stimulus sentral untuk konvergensi bisa berlebihan sehingga
8
akan didapatkan seorang penderita kedudukan bola matanyanormal pada
penglihatan jauh (divergensi) tetapi menjadi juling konvergen pada waktumelihat
dekat (konvergensi); demikian kita kenali :
o Convergence excess
Bila kedudukan bola mata penderita normal melihat jauh dan julingke dalam
esotopia pada waktu melihat dekat.
o Divergence excess
bila kontraksi otot penggerak bola mata penderita normal pada penglihatan dekat,
tetapi juling keluar (divergent squint) bilamelihat jauh.
o Convergence insuffiency
Bila kedudukan bola mata normal pada pennglihatan jauh tapi juling keluar pada
waktu melihat dekat.
o Divergence insuffience
Bila penderita mempunyai kedudukan bola mata yang normaluntuk dekat tetapi
juling ke dalam bila melihat jauh.
3.4.3 Anisometropia
Perbedaan kekuatan miopia antara mata satu dan lainnya pada umumnya
tidak mengakibatkan timbulnya ambliopia yang mencolok, disebabkan oleh kerena
9
matadengan miopia yang lebih berat sifatnya masih dapat melihat berbeda-beda secara
jelasuntuk dekat tanpa akomodasi, lagi pula kelainan miopia umumnya bersifat
progresif danumumnya belum terdapat secara menyolok pada usia sangat muda.7
3.4.4 Aniseikonia
Apabila kita melihat ke suatu benda yang berjarak antara satu dan dua meter
dihadapankita, kemudian menutup satu mata berganti, maka kita akan mengetahui
bahwa terdapat perbedaan bentuk, tempat maupun besarnya benda yang kita
perhatikan. Perbedaan penglihatan antara mata kanan dan kiri tersebut dikenal dengan
nama penglihataandiantara dua mata kita. Disparitas yang ringan memang diperlukan
untuk kemampuan penglihatan stereoskopik.4
Supresi dapat dilakukan secara sadar pada kedua mata berganti - ganti menjadi
dan disebut AlternatingSuppression, tapi dapat pula terjadi secara terus menerus pada
mata yang sama danmemilih menggunakan mata lainnya untuk penglihatan. Dalam
hal ini maka mata yangdipakai untuk penglihataan sehari-hari disebut sebagai mata
yang dominan sedang matayang mengalami supresi sebagai mata malas (lazy eye).
Mata malas dalam keadaansehari-hari tidak dipakai melihat, maka pada umumnya
10
mata ini mengalami kemunduran-kemunduran fungsional dan menjadi ambliopia
bahkan kadang-kadang mengalamideviasi sumbu penglihatan dan menjadi juling.4,7,8
11
Seringkali heteroforia bertambah secara progresif, sehingga kelainan deviasi ini tidak
dapat lagi diatasi, sehingga menjadi = strabismus.
Tanda-tanda :
a. Gerak mata terbatas, pada daerah dimana otot yang lumpuh bekerja. Hal ini menjadi
nyata pada kelumpuhan total dan kurang nampak pada parese.9
b. Deviasi
Deviasi akan tampak lebih jelas, bila kedua mata digerakkan kearah dimana otot
yang lumpuh bekerja. Tetapi bila mata digerakkan kearah dimana otot yang lumpuh
ini tidak berpengaruh, deviasinya tak tampak.
Contoh : kelumpuhan m.rektus lateralis, menyebabkan esotropia, mata berdeviasi
kenasal. Deviasi ini tampak jelas bila kedua mata digerakkan kearah temporal dan
menjadi tidak nyata, bila digerakkan kearah nasal. Deviasi dari mata yang strabismus
disebut deviasi primer, selalu kearah berlawanan dengan arah bekerjanya otot yang
lumpuh. Kalau mata yang sakit melihat sesuatu obyek dan mata yang sehat ditutup
maka mata yang sehat ini akan berdeviasi pada arah yang sesuai dengan mata yang
sakit, tetapi dengan kekuatan yang lebih besar. Deviasi dari mata yang sehat disebut
deviasi sekunder.8,9
Ini merupakan cara untuk membedakan strabismus paralitik dari yang nonparalitika,
dimana deviasi primer sama dengan deviasi sekunder.
c. Diplopia : terjadi pada lapangan kerja otot yang lumpuh dan menjadi lebih nyata bila
mata digerakkan kearah ini.9
12
Mata yang lumpuh tidak melihat obyek pada lokalisasi yang benar. Bila mata yang
sehat ditutup, penderita disuruh menunjukkan suatu obyek yang ada didepannya
dengan tepat, maka jarinya akan menunjukkan daerah disamping obyek tersebut
yang sesuai dengan daerah lapangan kekuatan otot yang lumpuh.4,9
f. Vertigo, mual-mual, disebabkan oleh diplopia dan proyeksi yang salah. Keadaan ini
dapat diredakan dengan menutup mata yang sakit.
Sering terdapat pada orang dewasa yang mendapat trauma dikepala, tumor atau
peradangan dari susunan saraf serebral. Jarang ditemukan pada anak-anak, yang
biasanya disebabkan trauma pada waktu lahir, kelainan kongenital dari m.rektus
lateralis atau persarafannya.
Tanda-tandanya :8,9
gangguan pergerakan mata kearah luar
diplopi homonim, yang menjadi lebih hebat, bila mata digerakkan kearah luar
kepala dimiringkan kearah otot yang lumpuh
deviasinya menghilang, bila mata digerakkan kearah yang berlawanan dengan
otot yang lumpuh
pada anak dibawah 6 tahun, dimana pola sensorisnya belum tetap, timbul supresi,
sehingga tidak timbul diplopia
pada orang dewasa, dimana esotropianya terjadi sekonyong-konyong, penderita
mengeluh ada diplopia, karena pola sensorisnya sudah tetap dan bayangan dari
obyek yang dilihatnya jatuh pada daerah-daerah retina dikedua mata yang tidak
bersesuaian (corresponderend).
13
- bola mata hampir tak dapat bergerak. Keterbatasan bergerak kearah atas,
kenasal dan sedikit kearah bawah.
- mata berdeviasi ketemporal, sedikit kebawah. Kepala berputar kearah bahu
pada sisi otot yang lumpuh.
- pupil midriasis, reaksi cahaya negatif, akomodasi lumpuh.
14
homonim yang bertambah hebat bila mata digerakkan kearah nasal inferior.
Bayangan dari mata yang sakit terletak lebih rendah.
Deviasi primer (deviasi pada mata yang sakit) sama dengan deviasi sekunder
(deviasi pada mata yang sehat). Mata yang ditujukan pada obyek disebut fixing
eye, sedang mata yang berdeviasi disebut squinting eye.
Deviasinya telah timbul pada waktu lahir atau pada tahun-tahun pertama.
Deviasinya sama kesemua arah dan tidak dipengaruhi oleh akomodasi.
Karena itu penyebabnya tak ada hubungannya dengan kelainan refraksi atau
kelumpuhan otot-otot. Mungkin disebabkan oleh : Insersi yang salah dari
otot-otot yang bekerja horizontal, kelainan persarafan supranuklear atau
kelainan genetis.9,10
Untuk melakukan konvergensi dari kedua mata, harus ada kontraksi yang
sama dan serentak dari kedua m.rektus internus, sehingga terjadi gerakan
yang sama dan simultan dari mata ke nasal. Divergensi dan konvergensi
adalah bertentangan, overaction dari yang satu menyebabkan kelemahan
dari yang lain dan sebaliknya. Dibedakan :
15
- strabismus divergens (eksotropia)
Gambar 2. Esotropia
16
Strabismus Divergens Nonparalitik Akomodatif (Eksotropia
Konkomitan Akomodatif)8,9
Gambar 3. Ektropia
17
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengukur derajat strabismus. Diantara nya:
1. Tes Hirschberg
Tujuan : Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai derajat pengguliran bola mata
abnormal dengan melihat refleks sinar pada kornea
Dasar : bila terdapat fiksasi sentral pada satu mata maka refleks sinar yang diberikan
pada kornea mata lainnya dapat menentukan derajat deviasi mata secara kasar.
Alat : sentolop
Teknik :
18
3. Cover Test
Caranya: menyuruh mata pasien berfiksasi pada satu obyek. Bila telah terjadi fiksasi
kedua mata maka mata kiri ditutup dengan lempeng penutup. Di dalam keadaan
ini mungkin akan terjadi:
Mata kanan bergerak berarti mata tersebut mempunyai kejulingan yang
manifes. Bila mata kanan bergerak ke nasal berarti mata kanan juling ke luar
atau eksotropia. Bila mata kanan bergerak ke temporal berarti mata kanan
juling ke dalam atau esottropia.
Mata kanan bergoyang yang berarti mata tersebut mungkin ambliopia atau
tidak dapat berfiksasi.
Mata kanan tidak bergerak sama sekali, yang berarti bahwa mata kanan
berkedudukan normal, lurus atau telah berfiksasi.
Tes Duksi
Tujuan : Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat pergerakan setiap otot mata
menurut fungsi gerakan otot tersebut
Dasar : setiap otot penggerak mata mempunyai fungsi khusus pada pergerakan mata
Alat : lampu fiksasi
Teknik :
- Pemeriksaan ini dilakukan pada jarak dekat atau 30 cm
- Mata diperiksa satu persatu mata
- Dilihat pergerakan mata dengan menyuruh mata tersebut mengikuti gerakan
sinar ke atas, kebawah, kekiri, kekanan, temporal atas, temporal bawah, nasal
atas dan nasal bawah
Nilai : bila tidak terlihat kelambatan pergerakan otot disebut fungsi otot normal
3.7 Penatalaksanaan
1. Tujuan :7
a. mengembalikan penglihatan binokular yang normal
19
b. alasan kosmetik
2. Dapat dilakukan dengan tindakan:4,5
a.Ortoptik
1) Oklusi
Jika anak menderita strabismus dengan ambliopia, dokter akan
merekomendasikan untuk melatih mata yang lemah dengan cara
menutupmata yang normal dengan plester mata khusus (eye patch).
2) Pleotik
3) Obat-obatan
b. Memanipulasi akomodasi
1) Lensa plus / dengan miotik
Menurunkan beban akomodasi dan konvergensi yang menyertai
2) Lensa minus dan tetes siklopegik
Merangsang akomodasi pada anak-anak
c.Operatif
Prinsip operasinya :
- reseksi dari otot yang terlalu lemah
- resesi dari otot yang terlalu kuat
3. Tahapan:7
a. Memperbaiki visus kedua mata dengan terapi oksklusi
Pada anak berumur dibawah 5 tahun dapat diteteskan sulfas atropin 1
tetes satu bulan, sehingga mata ini tak dipakai kira-kira 2 minggu. Ada
pula yang menetesinya setiap hari dengan homatropin sehingga mata
ini beberapa jam sehari tak dipakai.
Pada anak yang lebih besar, mata yang normal ditutup dilakukan
penutupan matanya 2-4 jam sehari. Dengan demikian penderita
dipaksa untuk memakai matanya yang berdeviasi. Biasanya ketajaman
penglihatannya menunjukkan perbaikan dalam 4-10 minggu.
Penutupan ini mempunyai pengaruh baik pada pola sensorisnya retina,
tetapi tidak mempengaruhi deviasi. Sebaiknya terapi penutupan sudah
dimulai sejak usia 6 bulan, untuk hindarkan timbulnya
20
ambliopia.Penetesan atau penutupan jangan dilakukan terlalu lama,
karena takut menyebabkan ambliopia pada mata yang sehat.
Pada strabismus yang sudah berlangsung lama dan anak berumur 6
tahun atau lebih pada waktu diperiksa pertama, maka hasil
pengobatannya hanya kosmetis saja. Sedapat mungkin ambliopia pada
mata yang berdeviasi harus dihilangkan dengan cara penutupan, pada
anak yang sudah mengerti (3 tahun), harus dikombinasikan dengan
latihan ortoptik untuk mendapatkan penglihatan binokuler yang baik.
Kalau pengobatan preoperatif sudah cukup lama dilakukan, kira-kira 1
tahun, tetapi tak berhasil, maka dilakukan operasi.
b. Memperbaiki posisi kedua bola mata agar menjadi ortoforia.
Hal ini dapat dicapai dengan pemberian lensa, melaukan operasi atau
kombinasi keduanya. Tindakan operasi sebaiknya dilakukan bila telah
tercapai perbaikan visus dengan terapi okslusi. Tindakan operatif
sebaiknya dilakukan pada umur 4-5 tahun, supaya bila masih ada
strabismusnya yang belum terkoreksi dapat dibantu dengan latihan.
c. Melatih fusi kedua bayangan dari retina kedua mata agar mendapatkan
penglihatan binokuler sebagai tujuan akhir yang hasilnya tergantung dari
hasil operasi, pemberian lensa koreksi dan latihan ortoptik.
38. Komplikasi4,5
1. Kosmetik
2. Supresi
Usaha yang tidak disadari dari penderita untuk menghindari diplopia yang timbul akibat
adanya deviasinya.
3. Ambliopia
Menurunnya visus pada satu atau dua mata dengan atau tanpa koreksi kacamata dan
tanpa adanya kelainan organiknya.
21
Keadaan ini dapat timbul untuk menghindari pemakaian otot yang mengalami
kelumpuhan untuk mencapai penglihatan binokuler. Adaptasi posisi kepala biasanya
kearah aksi dari otot yang lumpuh.
3.9 Prognosis
Prognosis pada strabismus baik bila segera ditangani lebih lanjut, sehingga tidak sampai
menimbulkan komplikasi yang menetap.
BAB IV
KESIMPULAN
Mata merupakan salah satu organ indera manusia yang mempunyai manfaat sangat besar.
Kelainan yang menggangu fungsi mata salah satunya adalah strabismus. Strabismus adalah suatu
keadaan dimana kedudukan kedua bola mata tidak ke satu arah. Hal ini dapat terjadi karena
adanya gangguan gerakan bola mata terjadi bila terdapat satu atau lebih otot mata yang tidak
dapat mengimbangi gerakan otot mata lainnya maka akan terjadi gangguan keseimbangan
gerakan mata sumbu penglihatan sehingga tidak terbentuk penglihatan binokuler. Penyebabnya
bisa karena kelumpuhan pada 1 atau beberapa otot penggerak mata (strabismus paralitik) yang
disebabkan oleh kerusakan saraf atau karena tarikan yang tidak sama pada 1 atau beberapa otot
yang menggerakan mata (strabismus non-paralitik) yang disebabkan oleh suatu kelainan di otak.
22
Tes Krimsky. Tujuan dari penatalaksanaan adalah mengembalikan penglihatan binokular yang
normal dan alasan kosmetik. Tindakan yang dapat dilakukan adalah ortoptik, pemasangan lensa,
dan operatif. Strabismus dapat mengakibatkan komplikasi seperti kosmetik, supresi, ambliopia,
dan adaptasi postur kepala. Prognosis akan lebih baik bila masalah dapat terdiagnosis dini
dan penanganan segera sehingga masalah cepat teratasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Donnelly UM, Stewart NM, Hollinger M. Prevalence and outcomes of childhood visual
disorders.United State: Ophthalmic Epidemiol; 2005. h:243.
2. Snell, Richarcd. Anatomi Klinik Edisi Keenam. Jakarta : EGC; 2006 : h.93-7
3. Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 2001. Penerbit EGC: Jakarta. hal
171.
4. Ilyas, Sidarta dan Yulianti, Sri R. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke 5. Jakarta: FK UI; 2014:
h. 245-262
5. SMF Ilmu Penyakit Mata. Diktat Kuliah FK UWKS. Surabaya : FK UWKS; 2012
6. Perhimpunan dokter Spesialis Mata Indonesia. Ilmu Penyakit Mata edisi kedua. Jakarta:
Sagung Seto; 2007.
7. Guyton, Arthur C. dan Hall, John E. Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC; 2008
8. Voughan, Asbury, Daniel G, Taylor, dan Riordan-Eva, Paul. Editor; Diana
Susanto.Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC; 2009: h. 237-263
9. Wijana. N, 1993, Strabismus, dalam Ilmu Penyakit Mata, Abadi Tegal, Jakarta: Abadi
Tegal; 1993: h. 282-311.
10. Radjamin. T. Strabismus dalam Ilmu Penyakit Mata Perhimpunan Dokter Ahli Mata
Indonesia. Jakarta: Airlangga University Press; 199: h 121-126.
23
11. Nema HV. Textbook of Opthalmology. Edition 4. New Delhi: Medical Publisher; 2002:
Page 249-51.
24