Anda di halaman 1dari 12

PARALITIK

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Kritis
dosen pengampu Santy Sanusi, S.Kep, Ners, M.Kep

Disusun oleh:

Kelompok 7

Salma Salsabila 302017068


Suci Pratiwi Mulyani 302017072
Utami Maharani S 302017075

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG

2020
A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Persarafan
1. Anatomi Sistem Persarafan

Sistem saraf manusia merupakan jalinan saraf yang mengkoordinasi, mengatur,


dan mengendalikan interaksi antara seorang individu dan lingkungan sekitarnya.
Sistem saraf terdiri dari saraf pusat yang mencakup otak dan medula spinalis, dan
sistem saraf perifer yang terdiri atas serat saraf yang membawa informasi dari dan
menuju sistem saraf pusat. Sifat sel saraf Exitability (kemampuan merespon
stimulus), Conductivity (kemampuan menghantarkan sinyal).

Saraf manusia terdiri dari sel saraf yang disebut neuron dan sel gilial. Neuron
berfungsi mengantarkan impuls (rangsangan) dari luar tubuh melalui pancaindra
menuju otak. Sel gilial merupakan pemberi nutrisi pada neuron.

Setiap neuron terdiri atas tiga bagian, yaitu sel saraf, dendrit, dan akson. Neuron
bergabung membentuk jaringan saraf. Ujung denrit dan ujung akson akan
menghubungkan jaringan antar saraf. Berdasarkan fungsinya ada tiga jenis sel saraf,
yaitu sel saraf sensorik, sel saraf motorik, dan sel saraf penghubung.

a. Sel saraf sensorik


Sel yang bertugas menerima rangsangan dari luar tubuh, merubah jadi
impuls, dan meneruskan ke otak.
b. Sel saraf motoric
Sel saraf yang berfungsi membawa impuls dari otak dan sumsum tulang
belakang menuju otot.
c. Sel saraf penghubung
Sel saraf yang banyak terdapat di dalam otak dan sumsum tulang
belakang, berfungsi menghubungkan impuls dari sel sensorik ke sel saraf
motorik.
Gambar 1. Struktur sel Neuron
1) Badan sel adalah sitoplasma yang mengelilingi inti sel (nukleus) dari sel saraf, di
dalamnya terdapat sitoskeleton (neurofilamen, neurotubulus, neurofibril) dan
organel -organel sel (mitokondria, ribosom, retikulum endoplasma, dll )
2) Dendrit adalah bagian penerima input neuron, berukuran pendek dan bercabang
-cabang. Di SSP mencapai 80 -90% luas permukaan total neuron.
3) Akson adalah bagian yang menyampaikan impuls (potensial aksi) ke neuron
lain, otot dan kelenjar. Berukuran panjang dan berbentuk silinder tipis.

2. Fisiologi Sistem Persarafan

a. Potensial Aksi

Potensial aksi sesungguhnya tejadi di seluruh membran sel, hal ini didasarkan
oleh adanya perbedaan konsentrasi ion natrium dan kalium antara intra-seluler dan
ekstra-seluler. Perbedaan gradien konsentrasi ion tersebut dipertahankan oleh
adanya suatu enzim pada membran sel yang disebut dengan enzim Na-K ATPase
atau dalam istilah lainnya disebut pompa Na-K. Pompa Na- K ini bekerja dengan
cara mentranfer tiga ion Natrium keluar sel serta 2 ion Kalium ke dalam sel.
Gradien konsentrasi ini menyebabkan adanya potensial positif di luar membran sel
dan potensial negatif di dalam sel. Perbedaan potensial membran ini disebut
sebagai Resting Membrane Potential. Sitoplasma sel memiliki potensial listrik
sebesar -60 hingga -80 mV diabandingkan dengan cairan ekstraseluler.
Ketika suatu saluran ion tertentu terbuka maka akan terjadi perpindahan ion
menuruni gradien konsentrasinya. Potensial aksi merupakan suatu perubahan yang
cepat pada membran sel saraf akibat terbukanya saluran ion Natrium dan terjadi
influks Natrium menuruni gradien konsentrasinya. Akibatnya meningkatnya jumlah
Natrium di dalam sel, sedangkan jumlah Kalium tetap maka terjadi perubahan
potensial listrik membran dimana potensial listrik intraseluler menjadi lebih
positif dibandingkan ektraseluler. Setelah terjadi depolarisasi maka resting
membrane potential akan dikembalikan lagi melalui suatu proses yang disebut
dengan repolarisasi. Pada proses ini saluran Natrium yang tadi terbuka akan
menutup dan diikuti dengan terbukanya saluran Kalium. Kalium akan berpindah
keluar sel menuruni gradien konsentrasinya dan mengembalikan potensial membran
dalam sel menjadi negatif.

Asetilkolin merupakan suatu neurotransmiter eksitatorik yang mengaktivasi


reseptor muskarinik dan nikotinik pada sistem saraf pusat. Reseptor asetilkolin
nikotinik merupakan suatu saluran kation non-spesifik, dimana saluran ion ini
memungkinkan natrium, terkadang kalsium untuk berpindah masuk ke dalam sel,
serta kalium untuk keluar sel. Karena perpindahan natrium-kalium terjadi akibat
adanya suatu gradien konsentrasi serta gradien potensial listrik, maka saluran ion ini
akan menghasilkan suatu potensial positif di dalam sel sehingga saluran ini
menyebabkan terjadinya depolarisasi sel. Reseptor asetilkolin nikotinik di otak
terdapat paling banyak pada area pre-sinaps dimana reseptor ini berfungsi berfungsi
sebagai modulator utama untuk memicu pelepasan neurotransmiter-neurotransmiter
lainnya. Reseptor asetilkolin muskarinik juga berperan dalam aktivasi kontraksi
otot. Obat pelemas otot yang bersifat non-depolarisasi bekerja dengan cara
menghambat tempat pengikatan asetilkolin. Karena saluran ion ini menyebabkan
depolarisasi dan bersifat eksitatorik.
Gambar 2. Potensial Aksi

b. Perubahan-perubahan potensial
1. Polarisasi
Muatan-muatan dipisahkan di kedua sisi membran sehingga membran memiliki
potensial. Tiap kali potensial membran bernilai selain 0 milivolt (mV), dalam
arah positif ataupun negatif, membran dikatakan berada dalam keadaan
polarisasi. Ingatlah bahwa besar potensial berbanding lurus dengan jumlah
muatan positif dan negatif yang dipisahkan oleh membran dan bahwa tanda
potensial (+ atau -) selalu menunjukkan adanya kelebihan muatan positif (+)
atau negatif (-) di bagian dalam membran. Di sel saraf umumnya, pada potensial
istirahat, membran terpolarisasi pada -70 mV.
2. Depolarisasi. Membran menjadi kurang terpolarisasi; bagian dalam membran
menjadi kurang negatif dibanding pada potensial istirahat, dengan nilai potensial
mendekati 0 mV (contohnya, perubahan dari -70 menjadi -60 mV); lebih sedikit
muatan yang dipisahkan ketimbang saat potensial istirahat. Istilah ini juga
merujuk pada bagian dalam membran yang bahkan menjadi positif seperti pada
potensial aksi (jenis utama sinyal listrik) ketika potensial membran berbalik
dengan sendirinya (misalnya, menjadi +30 mV).
3. Repolarisasi. Membran kembali ke potensial istirahat setelah terdepolarisasi.
4. Hiperpolarisasi. Membran menjadi lebih terpolarisasi; bagian dalam membran
menjadi lebih negatif dibanding pada potensial istirahat, dengan nilai potensial
menjauhi 0 mV (misalnya, perubahan dari -70 menjadi -80 mV); lebih banyak
muatan yang dipisahkan ketimbang saat potensial istirahat.

B. Pengertian Paralitik
Paralitik juga dikenal dengan nama lain yaitu agen penghambat neuromuskuler
(neuromuscular blocking agent), obat ini digunakan untuk mencegah kontraksi otot.
Neuromuskuler akan memblokir obat atau agen yang disebut antagonis kompetitif dan
mereka akan mengikat asetilkolin reseptor tetapi tidak mengaktifkannya. Dengan
mengambil situs reseptor ini akan mencegah neurotransmiter asetilkolin mengaktifkan
situs reseptor itu dan akan menghasilkann ketidakmampuan otot untuk berkontraksi.

Berdasarkan metode mereka untuk membangun blokade neuromuskuler, ada dua


jenis: NMBA depolarisasi dan non-depolarisasi. Kelompok NMBA nondepolarisasi
selanjutnya dibagi lagi menurut strukturnya menjadi benzylisoquinolinium (curare,
atracurium, cisatracurium, mivacurium) dan senyawa aminosteroidal (rocuronium,
vecuronium, pancuronium). Memilih NMBA tertentu pada pasien yang sakit kritis
tergantung pada indikasinya, komorbiditas (gagal hati atau ginjal), dan interaksi dengan
obat lain yang dapat meningkatkan atau memperpanjang aksinya, serta perubahan
fisiologis dan faktor risiko yang dapat mempengaruhi farmakokinetik NMBA seperti
perubahan terkait usia , hipotermia, sepsis, dan gangguan metabolik atau elektrolit. Obat
paralitik tidak mengandung sedative, amnesthic, anestethic, atau analgesik. Jadi obat ini
hanya mencegah kontraksi otot.
C. Indikasi Paralitik
Indikasi jangka pendek dan jangka panjang

1. Membantu menfasilitasi intubasi endotrakheal


Obat ini melakukannya dengan merelaksasikan rahang pasien dan otot saluran
pernafasan.
2. Operasi
Kadang operasi membutuhkan relaksasi otot.
3. Membantu pemantauan hemodinamik
Membantu pemantauan hemodinamik yang lebih akurat
4. Menilai tekanan abdomen
Pasien dengan kondisi paralisis atau lumpuh otot akan menghasilkan
pengukuran yang benar-benar akurat
5. Membantu kebutuhan ventilasi
Sangat membantu untuk mengurangi sinkronisasi ventilasi
6. Manfaat positif untuk pasien ARDS
Merelaksasikan dinding dada pasien dan akhirnya mengurangi tekanan
intratoraks, digunakan juga ketika tekanan intrakranial tinggi dan menurunkan
konsumsi oksigen
7. Hipotermia
Mengobati menggigil yang sulit disembuhkan dan pasien yang mengalami
hipoermia

Obat paralitik ini hanya digunakan ketika semua cara lain untuk mengelola pasien
sudah dilakukan, namun tidak ditemukan hasil yang baik

D. Cara Kerja Paralitik


Cara kerjanya membutuhkan sedikit anatomi fisiologi, dan untuk melalui ini benar
benar ada dua bagian berbeda dari proses ini

1. Potensial aksi neuron (neuron action potensial)


Potensial aksi adalah pembalikan singkat dari tegangan transmembran yang akan
kita lihat di beberapa jenis membran. Membran eksitasi akan menjadi membran
sel neuron terutama akson. Biasanya saat sel-sel ini dalam keadaan diam, di
dalam sel akan bermuatan negatif dan di luar sel akan bermuatan positif.
Perubahan tegangan ini akan menjadi hasil keseimbangan elektrolit. Natrium
berada di luar sel sedangkan Kalium berada di dalam sel. Jika terdapat sinyal
listrik dari badan neuron yang mencapai ambang batas yang akan ditimbulkan,
saluran natrium yang berbeda disini akan membuka yang menungkinkan natrium
itu untuk masuk ke dalam sel dan menciptakan muatan yang lebih positif di
dalam sel, ini disebut dengan depolarisasi. Depolarisasi berada di awal akson
kemudian menyebabkan saluran natrium disekitarnya terbuka lagi sehingga
memungkinkan lebih banyak natrium masuk dan akan mengubah tegangan ke
lingkungan yang lebih positif di dalam sel. Ini akan terus berlanjut dan
menyebar terus ke bawah akson lalu akan diikuti oleh pembukaan saluran
kalium yang disebut denagn repolarisasi yaitu mengatur ulang muatan itu
menjadi negatif di dalam sel. Dan akhirnya beberapa proses lain terjadi untuk
menyeimbangkan kembali konfigurasi elektrolit yang sama dengan saat pertama
dimulai. Itulah bagaimana kita mendapat sinyal dari badan neuron ke akson lalu
ke ujung.

2. Persimpangan otot saraf (neuromuscular junction)


Akson berakhir menjadi pelat ujung otot, disinilah semua tindakan akan
dilakukan. Disini terjadi depolarisasi, muatan sedang menuju ke akson begitu
potensial aksi ini mencapai akhir atau terminal akson. Yang terjadi akan memivu
saluran-saluran yang diberi gerbang tegangan kalsium akan terbuka, dan
memungkinkan kalsium di dalm terminal akson. Di dalm terminal akson kita
memiliki vesikel, vesikel memiliki neurotransmiter di dalamnya. Kalsium masuk
ke dalam bagian neuron, memungkinkan vesikel ini turun dan menempel pada
dasar membran dan ini akan melepaskan asetilkolin ke persimpangan celah ini.
Asetilkolin akan berdifusi melintasi celah sinaptik dan yang mengikat reseptor
asetilkolin ini adalah saluran berpagar natrium. Dan ketika mengikat asetilkolin
mereka akan terbuka, memungkinkan natrium masuk ke dalam sel otot yang
akan menyebakan depolarisasi sel itu. Ketika terdapat sinyal dari salah satu
neuron motorik dimulai di badan neuron untuk mendepolarisasikan akson
melalui treminal akson dan akhirnya meneruskan sinyal itu ke sel otot.
Depolarisasi ini menyebabkan kontraksi yang ingin kita lihat. Enzim
asetilkolinestrase akan memecah pembuatan asetilkolin akhirnya kemabli dan
membentuk vesikel baru di dalam terminal akson.

E. Agen Penghambat Neomuskular


Agen pemblokir ada dua kelas obat yang berbeda yang dibutuhkan

1. Depolarisasi dan obat-obatan yang akan mengikat reseptor asetilkolin yang awalnya
aktif menjadi menjadi terikat dan mencegah aktivasi
Obat yang digunakan disebut succinylcholin atau sering disebut sux bekerja
short acting permulaan sekitar 60 detik dan kemudian menjadi 4-5 menit kita akan
menemukan pasien bernafas kembali seteah sekitar 10-12 menit ini sebenarnya obat
untuk intubasi karena seranganya sangat cepat dalam waktu yang relatif
singkat.Obat ini adalah agen depolarisasi ada beberapa efek samping yang
menyertainya berpotensi menimbulkan efek yang mengancam jiwa terutam pada
pasien tertentu.
Hal yang harus diperhatikan adalah akan adanya peningktan kalium serum
pada pasien dan akan menjadi hasil dari kontraksi otot sistemik dari aktivitasi
awalnya menukar natrium diluar sel dan kalium di dalam sel dan otot sistemik.
Kontraksi akhirnya menyebabkan banyak kalium yang meninggalkan sel dan
apabila dibiarkan akan terjadinya kebocoran ke pembuluh darah. Berpotensi
menjadi masalah pada pasien yang mengalami luka bakar. Cedera tulang belakang
dan truma dengan skla berat dan akan mengakibatkan hiperkalamia alasannya akan
meningkatkan regulasi reseptor asetilkolin dan ini reseptor juga akan diaktifkan
dengan menyedot kolin. Dapat juga menyebabkan aritmia
2. Nondepolarisasi mereka akan mengikat lagi ke reseptor asetilkolin tetapi
sebenernya tidak dan mereka terus mencegah aktivitasi oleh asetilkolin tubuh kita
sendiri. Membahas mengenai nondepolarisasi akan membahas mengenai dua agen
yaitu amino dan steroid yang lainnya disebut benzylisoquinoline ium
(benzos).Yang pertama dibahas adalah:
a. Rocuronium (zem) memiliki onset sekitar 1-3 menit tetapi memiliki durasi
yang sangat lama 30 menit tergantung dosis hingga 90 menit karena onsetnya
yang cukup cepat biasanya menjadi dorongan IV dan dosis biasanya 0.6-0,9
miligram per kilogram per jam
b. Amino steroid (vecuronium) memiliki permulaan sedang 3-4 menit dengan
durasi sekitar 35-45 menit menjadi dorongan IV ( 1 miligram per kilogram)
atau sebagai infus terus menerus dan dosis bolus (0.05-0,1 miligram per
kilogram per jam)
c. Benzos yang dibahas adalah atracurium obat ini memiliki media timbul lagi
sekitar 3-4 menit memiliki durasi sekitar 35-45 menit pilihan obat terbaik
untuk pasien yang menderita penyakit hati atau ginjal. Satu hal penting tentang
obat ini adalah dapat menyebabkan pelepasan histamin, terkadang takikardia
dan kemerahan tetapi bukan karena reaksi anafilaksis dsb
d. Kista atracurium (NIM X) menit pilihan obat terbaik untuk pasien yang
menderita penyakit hati atau ginjal karena itu akan terjadi lagi dimetabolisme
dalam plasma sehingga suhu dan ph akan berperan dalam metabolisme karena
pelepasan histamin sangan tinggi dan berfungsi sebagai pengganti yang bagus.
Paling umum yang digunakan infus terus menerus memiliki awitan yang lama
dari 5-7 menit memiliki durasi sekitar 35-45 menit kami dapat memberikan ini
sebagai a bolu dosisinya 0,15 miligram dan untuk dosis infus continue biasanya
0,15-2,2 miligram per kilogram per jam.
e. Pancuronium (pavulon) sekarang obat ini adalah steroid imino yang memiliki
serangan sedang dari 2-4 menit tapi durasinya lumayan lama sekitar 60-120
menit mempunyai efek vago titik yang dapat mengangu stimulasi vagal dan
dapat menyebabkan takikardia. Memberikan ini sebagai a bolu dosisinya
berkisar dari titik nol 4-0,1 miligram per kilogram dan untuk dosis infus
continueberkisar 0,6 sampai 0,1 miligram per kilogramper jam.

Dapat disimpulkan dari vidio paralitik part 2 ini adalah ketika terjadi
penyumbtan neomuskular banyak obat yang dapat digunakan dengan cara kerja yang
berbeda pula seperti obat atracurium, pancuronium dsb.
F. Pembalikan Blockade saraf- otak
1. Pembalikan pelemes otot despolarisasi
Pelermasan otot depolarisasi tidak dimetabolismme oleh
asetikolinesterase melainkan akan tifusi dari tautan neuromuscular dan
dihidrolisis dalam plasma dan hati oleh enzim yang lain yaitu
pseudokolinesterase. Proses ini sangat cepat,karena tidak ada agen khusus untuk
membalikkan blockade aden depolarisasi yang tersedia.
2. Pembalikan pelemas otot non-depolarisasi
Pembalikan blockade pelemas otot ini tergantung pada
redistribusi,metabolisme graduall dan ekskresi pelemas otot dari tubuh atau
pemberian agen khusus untuk membalikan pasien, missal inhibitor kolinesterase
yang menghambat aktivitas enzim asetikolinesterase yaitu neostigme melisulfat
(frostigmin),inhibisi ini meningkatkan jumlah asetikolin pada tautan
neuromuscular junction dan dapat bersaing dengan agen nondepolarisasi.
Prostigim merupakan antikolinrsterase yang dapat mencegah hydrogen
dan dapat menimbulkan akumulasi asetikolin.obat ini mengalami metabolisme
terutama oleh kolinesterase serum dan bentuk obat utuh sebagian besar
diekskresi melalui ginjal.prostigim mempunyai efek nikotik,muskarinik dan
merupakan stimulant otot langsung. Efek muskarinik antara lain menyebabkan
bradikardi,hiperperistaltik dan spasme saluran cerna.pembentukan secret jalan
nafas dan kelenjar air liur,bronkospasme,berkeringat,miosis dan kontraksi vesika
urinary.
Cara mengarasi masalah yang timbul dalam pemberian obat ini dengan
pemberian atropine sulfat dosis 0, 5 mg bertahap hingga 5 mg.biasanya
diberikan bersama-sama prostigim dengan dosis 1-1,5 mg.
DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M. 2014. Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis untuk Hasil


yang Diharapkan. Indonesia: Elsavier.
Brunner & Suddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (8 ed., Vol.
2). Jakarta: EGC.
Guyton, A. C., Hall, J. E.,. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Putu, N., & Pradanyawati, W. 2017. Neurofisiologi. Fakultas Kedkteran
Uiversitas Udayana.
Renew. J. R., Hernandez- Torres, V.,Brull, S. J., & Prelipp, R. C. (2020).
Neuromuscular
Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Subagiartha, I Made. 2016. Farmakologi Obat-obat Pelemas Otot. FK
UNUD/RSUP Sanglah
Smeltzer, C suzane & Bare, G Brendaa. 2002. Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC.

Tanto, C. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

Anda mungkin juga menyukai