Anda di halaman 1dari 30

VASOPRESSOR DAN VASODILATOR

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Kritis

dosen pengampu: Santy Sanusi, S.Kep, Ners, M.Kep

disusun oleh:

Kelompok V

Muhammad Dzikri A 302017048

Sania Suci D 302017064

Wafa Wafiah P 302017079

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI

ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG Jl. K. H. Ahmad Dahlan Dalam


(Banteng Dalam) No. 6 Bandung 4026

2020
A. Defini Vasopressor dan Vasodilator
1. Vasepressor
Vasopresor adalah obat yang digunakan untuk membuat vasokonstriksi atau
meningkatkan kontraktilitas jantung pada pasien dengan syok. Ciri dari syok
adalah penurunan perfusi ke organ vital yang mengakibatkan disfungsi
multiorgan dan kematian. Vasopresor meningkatkan vasokonstriksi, yang
menyebabkan peningkatan resistensi vaskular sistemik (SVR) melalui
peningkatan kontraktilitas dan HR serta menginduksi vasokontriksi perifer.
Meningkatnya SVR menyebabkan peningkatan tekanan arteri rata-rata (MAP)
dan peningkatan perfusi ke organ.
Indikasi vasopresor pada pasien syok bervariasi berdasarkan etiologi dan
jenis syok yang terjadi pada pasien. Ada 4 jenis syok utama: hipovolemik,
distributif, kardiogenik, dan obstruktif.

Mekanisme vasopressor adalah dengan melalui vasokonstriksi arreriola.


Stimulasi pusat vasomotor, stimulasi jantung, dan vasokonstriksi vena yang akan
meningkatkan curah jantung dan aliran balik vena (Danny, 2020).

Vasopresor diberikan secara intravena (IV). Metode pilihan untuk sebagian


besar obat ini adalah infus kontinu yang memungkinkan titrasi langsung untuk
efek yang diinginkan. Meskipun IV perifer cocok untuk penggunaan jangka
pendek, efek samping dapat dan memang terjadi. Meskipun kebutuhan mutlak
untuk akses pusat segera baru-baru ini dipertanyakan, diakui bahwa akses
pusat adalah metode pilihan untuk pemberian obat vasoaktif.

Beberapa kontraindikasi absolut ada untuk vasopresor di luar reaksi


hipersensitivitas anafilaksis. Agen adrenergik dikontraindikasikan dengan
hidrokarbon terhalogenasi seperti halotan selama anestesi umum . Dalam situasi
tertentu, terdapat kontraindikasi relatif terhadap dopamin, dobutamin, dan
milrinone. Dianjurkan agar dopamin tidak digunakan sebagai vasopresor lini
pertama pada syok septik jika dibandingkan dengan norepinefrin karena
peningkatan mortalitas dan peningkatan disritmia. Vasopresor adrenergik harus
dihindari pada pasien dengan pheochromocytoma atau takiaritmia yang tidak
terkoreksi. Dobutamine dikontraindikasikan pada stenosis subaorta hipertrofik
idiopatik. Beberapa organisasi juga memiliki dobutamin sebagai kontraindikasi
relatif pada pasien dengan MI baru-baru ini atau riwayat BP yang tidak
terkontrol, diseksi aorta, atau aneurisma aorta besar. Pasien yang memakai
MAOI harus menurunkan dosis dan diawasi dengan ketat.
Besarnya curah jantung dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu volume akhir
diastolik ventrikel (preload), beban akhir ventrikel (afterload), dan kontraktilitas
dari jantung.

Preload adalah keadan dimana serat otot ventrikelkiri jantungmemanjang


atau meregang sampai akhir diastol.Sesuai dengan hukum frank starlingbahwa
semakin besar regangan otot jantung semakin besar pula kekuatan kontraksinya
dan semakin besar pula cardiac outputnya. Pada keadaan preloadterjadi
pengisian ventrikel, sehingga makin panjang otot ventrikel meregang makin
besar pula volume darah yang masukdalam ventrikel.

Afterload adalah tahanan yang diakibatkan oleh pompa ventrikel kiri,


untuk membuka katup aorta selama sistoldan pada saat memompa darah.
Afterload secara langsung dipengaruhi tekanan darah arteri, ukuran ventrikel
kiridan karakteristik katup jantung. Jika tekanan darah arteri tinggi jantung harus
bekerja lebih keras untuk memompa darah kesirkulasi. Jika
afterloadnyameningkat karena vasokonstriksi perifermaka otot jantung tidak
dapat meregang dengan sempurna,lebih pendek sehingga ejeksinyatidak efektif.

Kekuatan kontraksi dari otot jantung sangat berpengaruh terhadap cardiac


output,maka kuat kontraksiotot jantung makin banyak pula volume darah yang
dikeluarkan. Stimulasi saraf simpatis meningkatkan kontraktilitasotot jantung
dan tekanan ventrikel. Pada keadaan hipoksemiadan asidosis metabolikakan
menurunkan kontraktilitasotot jantung dan menurunkan stroke volume (Oliver,
2019).
2. Vasodilator
Vasodilator pada dasarnya adalah kelas obat obatan yang merileksasikan otot
polos dan pembuluh darah yang menyebabkan pembuluh darah melebar.
Vasodilator diklasifikasikan berdasarkan
a. Sisi tindakan: memiliki efek pada pembuluh arteria tau vena atau kombinasi
keduanya.
1) Dilator arteri
Menjadi salah satu yang biasa digunakan untuk mengobati sistemik
atau hipertensi paru, gagal jantung dan angina dan lain-lain. Proses
yang terjadi adalah akan mengalami pelebaran pembuluh arteri dan
sebagainya yang berarti akan mengalami penurunan afterload atau biasa
yang disebut SVR. Dengan demikian berarti tekanan arteri akan
berkurang.
2) Dilator vena
Ada dua fungsi utama dalam pengobatan gangguan
kardiovaskuler terutama untuk pasien angina dan edema. Untuk
angina maka akan dikuranginya tekanan vena yang akan menurunkan
preload. Dan sebagai hasil dari preload yang berkurang, maka kita
akan melihat penurunan curah jantung. Dan karna mengalami preload
itu berarti akan mengalami penurunan regangan ventrikel dan pada
akhirnya akan mengurangi velume stroke yang akan berdampak pada
penurunan curah jantung. Akibat semua ini juga akan mengalami
penurunan tekanan arteri. Ketika Edema, kita akan mengalami
penurunan tekanan vena dan ini berarti kita akan mengurangi tekanan
hidrostatik kapiler. Jadi pada dasarnya aka nada lebih sedikit tekanan
yang diberikan di dalam tempat tidur kapiler dan ini akan
menyebabkan penurunan edema.
B. Reseptor Alfa dan Beta
Secara farmakologis dan molekuler, terdapat tiga tipe utama reseptor adrenergik
yaitu alfa-1, alfa2, dan beta, dimana masing-masing dibagi lagi kedalam 3 atau 4
subtipe. Reseptor alfa-1 terdiri dari 3 subtipe yaitu alfa-1A, 1B, dan 1C. Reseptor
alfa-2 terdiri dari 4 subtipe yaitu alfa-2A, 2B, 2C, dan 2D. Reseptor beta terdiri dari
3 subtipe yaitu beta1, 2, dn reseptor alfa-2 berfungsi memperantarai penghambatan
umpan balik dari terminal saraf simpatik dan parasimpatik presynap. Reseptor
beta1 terutama ditemukan di jantung, yang berfungsi memperantarai efek stimulasi.
Reseptor beta-2 berfungsi memperantari relaksasi otot polos pada 4 pembuluh
darah dan di bronkus.
Pada mata manusia terdapat reseptor adrenergik alfa-1, alfa-2, beta-1 dan beta-2.
Reseptor alfa-2 pada mata manusia terletak pada epitel iris, epitel siliar, muskulus
siliaris, retina dan, Sistem saraf otonom pada pembentukan cAMP dalam epitel 13
iris, dan RPE didominasi oleh reseptor subtipe alfa- siliar. 2B dan 2C. Sedangkan
pada neurosensori retina 11 didominasi subtipe alfa-2Adan sedikit alfa-2C.
Reseptor alfa dan beta adalah reseptor dengan protein G dimana efek stimulasi
pada reseptor tersebut tidak sama di seluruh tubuh, tergantung produksi jenis
second messengers yang dihasilkan.
1. Reseptor α
Stimulasi reseptor alfa (α) mengaktivasi enzim didalam membran sel.
Terdapat dua tipe reseptor alfa yaitu alfa -1(α1) dan alfa-2 (α2). Fungsi
reseptor α1 (tipe reseptor alfa yang paling banyak) fungsinya pelepasan ion
kalsium dari cadangan di retikulum endoplasma yang menyebabkan efek
eksitatori pada sel target. Sedangkan stimulasi reseptor α2 menghasilkan
penurunan kadar cyclic-AMP (cAMP) di sitoplasma. Cyclic-AMP adalah
second messenger yang dapat mengaktifasi sehingga penurunan cAMP
umumnya memiliki efek inhibisi sel. Umumnya reseptor α2 terdapat di
presinap yang disebut autoreseptor untuk self-inhibiting sehingga NE akan
berhenti dilepaskan ke celah sinaps. Reseptor α2 juga terdapat pada divisi
parasimpatik yang berfungsi membantu koordinasi aktivitas simpatik dan
parasimpati dimana saat NE dilepaskan akan menghambat aktivitas
parasimpatis.
2. Reseptor β
Reseptor β adalah reseptor dengan protein G yang menstimulasi
peningkatan kadar cAMP intrasel setelah neurotransmitter berikatan dengan
reseptor. Reseptor beta (β) berlokasi di membran sel pada banyak organ,
dimana reseptor ini umumnya terdiri dari β1, dan β2. Reseptor β1 lebih
dominan di jantung sedangkan β2 lebih tersebar luas di dalam tubuh, meskipun
terdapat reseptor β1 yang terdapat di organ lain selain jantung dan β2 di
jantung.Umumnya stimulasi reseptor β1 kemudian akan meningkatkan aktifitas
metabolisme atau eksitasi sedangkan, stimulasi reseptor β2 menyebabkan
inhibisi sebagai contoh memicu relaksasi otot polos sepanjang jalur pernafasan.
Tipe reseptor beta yang ketiga adalah beta-3 (β3), terdapat di jaringan lemak,
stimulasinya menyebabkan lipolisis, penghancuran trigliserid yang disimpan
dalam adiposity.

C. Reseptor Agonis dan Antagonis


1. Teori Reseptor
Obat yang mengaktifkan reseptor dengan berikatan dengan reseptor
tersebut disebut agonis. Ketika reseptor berikatan dengan ligan agonis, maka
akan menghasilkan efek obat. Ketika tidak berikatan, maka efek obat tidak
akan muncul. Keadaan reseptor dibagi menjadi berikatan dan tidak berikatan,
yang masing-masing menghasilkan bentuk yang berbeda. Agonis secara
sederhana sering digambarkan sebagai pengaktif reseptor. Dalam hal ini,
besarnya efek obat tergantung dari total jumlah reseptor yang terikat. Sehingga
efek obat paling maksimal terjadi ketika semua reseptor terikat. Antagonis
adalah obat yang berikatan dengan reseptor tanpa mengaktifkan reseptor
tersebut. Antagonis menghalangi kerja agonis dengan mencegah agonis
berikatan dengan reseptor sehingga efek obat tidak bisa dihasilkan. Antagonis
kompetitif terjadi saat konsentrasi antagonis meningkat dan menghambat
respon agonis secara progresif.
Reseptor memiliki sejumlah bentuk, dan berubah antara bentuk tersebut
secara spontan. Dalam kasus ini, reseptor memiliki hanya dua bentuk. Reseptor
berada pada bentuk inaktif selama 80% waktunya, dan dalam bentuk aktif
selama 20% tanpa adanya ligan.
2. Kerja Reseptor
Jumlah reseptor pada membran sel berubah-ubah, bisa meningkat atau
menurun tergantung respon terhadap stimuli tertentu. Sebagai contoh pasien
pheochromocytoma memiliki kadar sirkulasi katekolamin yang tinggi. Sebagai
respon untuk menjaga homeostasis, jumlah reseptor β-adrenegik pada
membrane selnya menurun. Sama halnya pada pasien asma yang mendapat
terapi β-agonis jangka panjang. Pada pasien ini akan terjadi takifilaksis
(penurunan respon terhadap β-agonis dalam dosis yang sama, disebut juga
tolerans) akibat penurunan reseptor β-adrenegik. Lain halnya pada cedera lower
motor neuron yang akan menyebabkan peningkatan jumlah reseptor nicotinic
acetylcholine pada neuromuscular junction, yang menyebabkan peningkatan
respon terhadap succinylcholine. Perubahan jumlah reseptor adalah salah satu
dari banyak mekanisme yang menyebabkan perbedaan respon terhadap obat.
D. Obat
1. Vasopressore
a. Epinefrin
Epinefrin merupakan neurotransmiter sistem saraf, tergolong
katekolamin. Epinefrin sebagian besar dihasilkan oleh serabut
postganglionik simpatis, perannya pada divisi simpatis Sistem Saraf
Otonom. Epinefrin yang tergolong katekolamin,merupakan gugus amin
yang berikatan dengan kelompok 3,4 – dihydroxybenzene dan
mempunyai ikatan metil pada rantai nitrogen amin, bersifat
simpatomimetik.

Epinefrin yang berperan dominan pada saraf simpatis, dilepaskan


dalam jumlah relatif lebih besar ketika tubuh memberikan respon
terhadap stimulus ”fight or flight” . Istilah ini dipakai untuk
menggambarkan ketika tubuh mengalami perubahan dalam keadaan
stres, keadaan bersifat gawat, seperti trauma, ketakutan, hipoglikemi,
kedinginan dan olahraga. Istilah lain yang dipakai adalah ergotropik yaitu
suatu keadaan di mana tubuh memerlukan energi yang bersifat mendadak
dan tercukupi.
Epinefrin dihasilkan oleh sebagian besar saraf simpatis
postganglionik, sehingga seringkali saraf ini juga disebut saraf
adrenergik. Selain oleh serabut simpatis postganglionik, epinefrin juga
dikeluarkan oleh kelenjar medulla adrenal dan berfungsi sebagai hormon.
Sel-sel medula adrenal secara embriologis merupakan analog terhadap
saraf simpatis postganglionik, sehingga mampu membuat dan
melepaskan epinefrin dan norepinefrin.
Di dalam medulla adrenal, norepinefrin dimetilasi menjadi
epinefrin, kemudian epinefrin dan norepinefrin disimpan dalam sel-sel
kromafin. Ketika medulla adrenal terstimulasi, maka epinefrin keluar
sebanyak 85% dan norepinefrin sebanyak 15%.

Hal yang juga penting untuk diperhatikan bahwa epinefrin juga


dilepaskan bersama dengan co-transmitejr lain dalam jumlah kecil,
diantaranya ATP, dopamine-β-hydroxylase dan senyawa peptide.
Di susunan saraf pusat neuron noradrenergik terdapat di pons dan
formation retikularis. Serabut saraf ini mempersarafi korteks serebri,
subkortikal dan spinomedularis. Norepinefrin ditemukan dalam jumlah
banyak di dalam hipotalamus dan area sistem limbik. Katekolamin
endogen di area otak dikonversi menjadi epinefrin [ CITATION Drd14 \l
1033 ].
b. Levophed
Efek β1 dan α adrenergic yang kuat dan efek β2 sedang dapat
meningkatkan curah jantung dan detak jantung, menurunkan perfusi
ginjal dan PVR.
Penggunaan utama norepinefrin adalah sebagai vasokonstriktor
perifer. Secara khusus, FDA telah menyetujui penggunaannya untuk
pengendalian tekanan darah di negara bagian hipotensi akut tertentu,
serta berpotensi sebagai tambahan dalam pengobatan serangan jantung
dengan hipotensi berat. Norepinefrin memiliki aktivitas alfa-1 dan beta
campuran (beta-1 lebih besar dari beta-2), dengan aktivitas alfa-1 sedikit
lebih banyak dibandingkan dengan aktivitas beta. Hal ini menyebabkan
peningkatan tekanan darah yang lebih signifikan daripada peningkatan
HR.
Tekanan darah, MAP, SVR, dan CO meningkat dengan
norepinefrin. Juga, norepinefrin umumnya memiliki sifat farmakologis
yang lebih prediktif daripada agonis alfa lainnya. Kualitas prediktif ini,
dalam kombinasi dengan beberapa beta-agonisme (yang meningkatkan
fungsi jantung relatif terhadap agonis alfa murni), membuat norepinefrin
menjadi agen vasoaktif yang banyak digunakan. Ini biasanya digunakan
di unit perawatan intensif untuk mengobati hipotensi akibat syok
distributif. Secara khusus, ini adalah agen lini pertama untuk mengobati
hipotensi dalam pengaturan sepsis yang tidak merespons resusitasi
cairan.
Norepinefrin berfungsi sebagai vasokonstriktor perifer dengan
bekerja pada reseptor alfa-adrenergik. Ini juga merupakan stimulator
inotropik jantung dan dilator arteri koroner sebagai hasil dari
aktivitasnya di reseptor beta-adrenergik.

c. Neosynephrine
Neosynephrine adalah agonis alfa-1 murni, yang menyebabkan
vasokonstriksi arteri perifer. Bradikardia refleks dapat terjadi karena
vasokonstriksi selektif dan peningkatan tekanan darah. Tekanan darah,
MAP, dan SVR meningkat (Matthew, 2020).
d. Vasopressin
Vasokonstriktor tanpa efek inotropic atau kronotopik merangsang otot
polos di saluran GI menyebabkan gerakan peristaltic.
e. Dopamin
Katekolamin endogen, bekerja pada neuron dopaminergic dan
adrenergic. Dosis rendah merangsang dopaminergic, menyebabkan
vasolidasi ginjal dan mesenterika. Dosis yang lebih tinggi merangsang
reseptor β1 adrenergik dan dopaminergic, menghasilkan stimulasi
jantung dan vasodilatasi ginjal. Dosis tinggi merangsang reseptor α
adrenergic.
Dopamin adalah prekursor norepinefrin di saraf noradrenergik
dan juga merupakan neurotransmitter di area tertentu dari sistem saraf
pusat. Dopamin menghasilkan efek kronotropik dan inotropik positif
pada miokardium, yang mengakibatkan peningkatan denyut jantung dan
kontraktilitas jantung. Hal ini dicapai secara langsung dengan
menggunakan aksi agonis pada beta-adrenoseptor dan secara tidak
langsung dengan menyebabkan pelepasan norepinefrin dari tempat
penyimpanan di ujung saraf simpatis. Di otak, dopamin bertindak
sebagai agonis terhadap lima subtipe reseptor dopamin (D1, D2, D3, D4,
D5).

Dopamine diindikasikan untuk koreksi ketidakseimbangan


hemodinamik di sindrom syok yang dikarenakan trauma, gagal ginjal,
dan jantung kronis. Pada kondisi hemodinamik dosis penggunaan
dopamine harus diperhatikan.

f. Giapreza II
Angiotensin II, komponen bioaktif utama dari system renin-
angiotensin-aldosteron (RAAS), berfungsi sebagai salah satu pengatur
tekanan darah sentral. Meningkatkan tekanan darah dengan vasokontriksi
dan meningkatkan pelepasan aldosterone. Angiotensin II pada pembuluh
darah dimediasi dengan mengikat reseptor angiotensin II tipe 1 G-
protein-coupled pada sel otot polos pembuluh darah, yang menstimulasi
fosforilasi myosin yang bergantung pada Ca2+ / kalmodulin dan
menyebabkan kontraksi otot polos.
Giapreza dapat digunakan sebagai alternatif ketika pasien sudah
tidak dapat menerima obat vasopresor lain. Giapr[ CITATION FHM06 \l
1033 ]eza dapat menaikkan tekanan darah dalam waktu 5 menit dan
bertahap hingga 3 jam setelah pemberian. Giapreza dapat mensintesis
angiotensis II yang berguna untuk meningkatkan diferensiasi neuron
dopaminergik dari prekursor mesencepgal melalui reseptor angiotensin
tipe II. Hormone angiotensin II dari system renin angiotensin-aldosteron
(RAAS) yang dapat menyebabkan vasokontriksi dan peningkatan darah.
Angiotensin II juga berguna sebagai inhibisi reuptake norepinefrin
sehingga penggunaan norepinefrin lebih efektif.
2. Titrasi
a. Trias presore (dosis presor yang benar)
Titrasi adalah pemberian obat atau cairan secara bertahap dengan
menyesuaikan respon pasien serta bisa berubah dalam hitungan kurun
waktu jam-menit-detik, untuk menentukan hasil yang optimal untuk
mentitrasi obat, kita harus tahu jelas dosis setiap obat, jika kita akan
memberikan obat tidak sesuai dengan dosis maka itu akan sangat
berpengaruh bagi pasien. Maka, kita perlu menentukan seberapa banyak
atau sedikit yang dibutuhkan.
Sebelum mentitrasi obat atau dosis maka kita harus lebih
mengetahui mengenai ranges dosis, seperti yang sudah di jelaskan tadi
katakanlah jika kita harus memberikan levo dengan dosis 5 dan kita
menambah 1 dosis maka itu akan memberikan pengaruh yang signifikan
dan itu akan menjadikan pengaruh 20% pada pasien dan untuk range
dosis dalam mentitrasi ini juga tergnatung dengan kebijakan rumah sakit
itu sendiri. Pemberian vasopressor bertujuan untuk mengembalikan
perfusi jaringan terutama pada perfusi organ vital, jika tekanan darah
tidak meningkat setelah pemberian resusitasi cairan pemberiaan
vasopressor tidak boleh ditunda. Vasopressor harus diberikan dalam 1
jam pertama untuk mempertahankan MAP >65 mHg.
MAP merupakan driving pressure untuk perfusi jaringan atau
organ terutama otak dan ginjal. Batas rekomendasi 65 mmHg. Penetapan
target Map yang lebih tinggi (85 mmHg dibandingkan 65 mmHg) justru
meningkatkan risiko aritmia .
Obat titrasi, tidak akan langsung terlihat efeknya. Serta efeknya akan
terlihat lebih sulit jika pasien ada atau mengalami hipotensi. Hal yang
paling penting dalam mentitrasi obat adalah tergantung pada kebijakan
rumah sakit.
- Range dosis vasopressor
1) Levophed
Obat ini mempunyai onset yang cepat dengan waktu paruh yang
pendek, tetesan biasanya 2 mcg/menut atau 7,5 ml/jam dan
dititrasi untuk munculnya efek atau tekanan darah menjadi
normotensive dengan MAP (mean arteriole pressure) 60-65
mmHg serta tanda-tanda vital dipantau secara terus menerus dan
di dokumentasikan setiap 5 menit selama titrasi.
2) Epinephrine
Infus dimulai pada 1-4 mcg/menit dan dititrasi untuk efeknya,
dosis biasa nya 2-10 mcg/menit obat ini bekerja sangat cepat
dengan waktu yang sangat singkat. Dapat dititrasi dengan 1-2
mcg/menit setiap 20 menit sampai efek yang diinginkan atau
stabilitas hemodinamik. Jika diberikan dengan dosis yang lebih
tinggi maka tidak akan meningkatkan hasil apapun namun akan
menyebabkan disfungsi miokard pasca resusitasi.
3) Noreephineprin
Dosis range noreephineprin adalah 5-20 mg/menit dan tidak di
dasarkan pada berat badan pasien.
4) Dopamine
Dosisnya 2-20 mcg/kg/menit dan biasanya dimulai pada
5mcg/kg/menit. Obat ini dapat menyebabkan takikardi maka
sangat penting untuk dilakukan pemantaum jantung secara terus-
menerus, dosis maksimumnya 20 mcg/kg/menit.
b. Line setup
Line setup ini adalah pengaturan line dimana agar line tidak menjadi
kusut, maka kita beri label pada setiap line saluran pompa disetiap ujung
yang terhubung kepada pasien, label line ini juga berfungsi saat kita akan
memasukkan obat melalui line mana yang seharusnya dipakai.
c. Y-site (untuk keadaan emergency)
Line yang menempel tepat ditempat pasien yang dimana kita dapat
membuat line tambahan. Jika ingin mendrip cairan kita harus beralih ke
semacam manifold untuk mengontrol campuranya obat-obat ini.
Manifold ini punya semacam pasangan semacam konektor dan nanti
obatnya akan tercampur diarea yang sama dan jika tidak ada manifold
maka kita bisa beralih ke stopcock dan untuk membuat semacam
manifold kita hanya perlu menghubungkannya dengan y-site. yang
berada ditempat kita dapat memasang obat yang berbeda.
d. Flushline
Semacam cairan yang mengalir ke manifold atau ke ujung stopcock.
Digunakan apabila dengan dosis tinggi, serta untuk pasien dengan selang
infus swan jangan digunakan pada swan line
e. Central line (Best practice untuk pressor)
Central line atau central venous catheter menjadi best practice untuk
mendapatkan x-ray dimana x-ray ini nantinya akan memastikan bahwa
jika kita memakaikan central line dan tidak yakin apakah itu berada di
arteria tau vena maka kita bisa menguhubungkannya dengan transduser
dan maka kita akan mengetahui jika penempatannya benar atau tidak
dikarenakan kita akan melakukan monitor pada arteri/CVP. Serta central
line menjadi bestpractice dikarenakan dipakai untuk jalan infus
vasopressor karena dengan central line yang digunakan untuk yang
mengalami syok untuk menghindari adanya cedera iskemik jaringan
akibat ekstravasasi local dan gangguan vasopressor. CVC yang
dimasukan untuk vasopressor biasanya di vena jugularis internal atau
femoralis.
f. Arterial line
Jika kita tidak mempunyai a-line dan kita harus melakukan titrasi pressor
maka best practicenya adalah dengan arterial line ini yang dimana
nantinya akan memberikan pembacaan yang akurat. Arterial line atau
kanulasi arteri ini merupakan suatu prosedur pemasangan minimal
invasive untuk pengukuran tekanan darah arteri sistemik secara rutin,
pengukuran tekanan darah secara invasive ini dapat dilakukan dengan
melakukan insersi kanula ke dalam arteri yang di hubungkan dengan
transducer. Transduser inu akan merubah tekanan hidrostatik menjadi
sinyal elektrik dan menghasilkan tekanan sistolik, distolik, maupun MAP
pada layar monitor.
g. Posisi Trendelenbrug
Posisi Trendelenburg ini posisi dimana kepala lebih rendah dari tubuh
dan ini sudah sangat umum untuk dijadikan best practice dalam
meningkatkan tekanan darah pasien. Namun posisi ini sebearnya jangan
digunakan karena jika pasien mengalami hipotensi maka itu akan
memberikan sinyal pada baroreseptor di tubuh dan ini akan membuat
tubuh mencegah untuk melepaskan katekolamin. Maka jika pasien tiba-
tiba mengalami hipotensi jangan pernah memberikan posisi
Trendelenburg. Posisi Trendelenburg sangat umum digunakan untuk
mening.katkan darah pasien namun jika pasien mengalami hipotensi
maka akan memberi sinyal oada baroreseptor ditubuh dan ini akan
membuat mencegah untuk melepaskan katekolamin. Maka jika tiba-tiba
pasien mengalami hipotensi jangan pernah untuk memmberikan posisi
Trendelenburg.

3. Vasodilator
a. ACE
1) Enalapril
Enalapril adalah prodrug yang tergolong dalam golongan obat
penghambat angiotensin-converting enzyme (ACE) yang bekerja
pada sistem renin-angiotensin-aldosteron, yang bertanggung jawab
untuk pengaturan tekanan darah dan cairan serta homeostasis
elektrolit. Enalapril adalah agen antihipertensi nonsulphydryl yang
aktif secara oral dan bekerja lama yang menekan sistem renin-
angiotensin-aldosterone untuk menurunkan tekanan darah. Metabolit
aktif enalapril secara kompetitif menghambat ACE untuk
menghambat produksi angiotensin II, komponen kunci dari sistem
renin-angiotensin-aldosteron yang mendorong vasokonstriksi dan
reabsorpsi ion natrium di ginjal. Pada akhirnya, enalaprilat bekerja
untuk menurunkan tekanan darah dan volume cairan darah.
Dosis = 0,25 & 0,5 ml/jam
b. B1-adrenoceptor antagonist (beta blocker)
β-blocker adalah salah satu obat yang digunakan untuk
mengobati hipertensi, nyeri dada, dan detak jantung yang tidak
teratur,dan membantu mencegah serangan jantung berikutnya. Obat
ini memblok efek adrenalin pada berbagai bagian tubuh dan bekerja
pada jantung untuk meringankan stress sehingga jantung
memerlukan lebih sedikit darah dan oksigen sehingga meringankan
kerja jantung dan menurunkan tekanan darah (Depkes 2006).
1) Esmolol
Campuran : 2500mg dan 250ml
Dosis : 50-300mcg/kg/menit
Onset : 2-5 mnt
Titrasi : 5 mnt
2) Labetalol
Labetalol sering dipilih sebagai pengobatan hipertensi akut oleh
penyedia anestesi peri-operatif karena menghasilkan penurunan
tekanan darah terkait dosis tanpa takikardia refleks dan tanpa
penurunan detak jantung yang signifikan. Efek ini dihasilkan melalui
campuran efek pemblokiran alfa dan beta. Efek hemodinamik
labetalol bervariasi, dengan perubahan curah jantung yang kecil dan
tidak signifikan terlihat pada beberapa penelitian, dan penurunan
kecil pada resistensi vaskular perifer total..
Profil hemodinamik ini menguntungkan dalam pengaturan
perioperatif ketika penyedia anestesi menginginkan penurunan
tekanan darah yang cepat tanpa refleks takikardia, yang berpotensi
dapat membahayakan hemodinamik pasien dengan anestesi umum.
Demikian pula, labetalol adalah anti-hipertensi yang umum
diberikan di unit perawatan pasca anestesi, sekali lagi karena efek
hemat HR dan memungkinkan kontrol tekanan darah yang lebih
baik.
Campuran 500mg dan 250ml
Dosis : 2-8mg/mnt
Onset : 2-5 mnt
Titrasi : 10mnt
c. B2- adroneceptor agonist (B2 agonist)
Beta-2 adrenergic agonists merupakan golongan obat yang
digunakan sebagai pengobatan andalan untuk penyakit pernafasan seperti
asma bronkial dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Mereka
mereplikasi fungsi katekolamin seperti epinefrin, norepinefrin, dan
dopamin dalam menghasilkan respons otonom yang berbeda di dalam
tubuh. Secara khusus, otot polos saluran napas, rahim, usus, dan
pembuluh darah sistemik adalah area di mana agonis beta-2 memiliki
efek terbesar. Dengan demikian, fokus pengembangan kelas obat ini
sebagian besar pada implikasi klinis yang melibatkan kemampuannya
untuk mempengaruhi sistem organ target. Dalam satu abad terakhir, telah
ada penelitian ekstensif tentang bronkodilatasi serta sifat anti-
bronkokonstriksi obat ini.
1) Dobutamine
Dosis 2-20mcg/kg/mnt
2) Isoproterenol
Dosis 2-20mcg/mnt
d. Chalsium Channel Blocker
CCB menyebabkan relaksasi jantung dan otot polos dengan
menghambat saluran kalsium yang sensitif, sehingga mengurangi
masuknya kalsium ekstraseluler ke dalam sel. Relaksasi otot polos
vaskuler menyebabkan vasodilatasi dan berhubungan dengan reduksi
tekanan darah (Dipiro 2008). Efek samping yang umum terjadi pada
penggunaan golongan obat ini antara lain gangguan lambung-usus,
hipotensi (penurunan tekanan darah) akibat vasodilatasi (pelebaran
pembuluh darah ) umum.
1) Nicordipine
25mg dan 250ml
Dosis : 5-15mg/jam
Onset : 2-5mnt
Titrasi : 5-15mnt
e. Direct Acting Vasodilator
1) Hydralazine
60mg dan 60ml
Dosis : 1-10mg/jam
f. Nitrodilators
1) Nitroglycerine
50 dan 250ml (bottle)
Dosis : 5-300mcg/mnt
Onset : immediate
Titrasi : 3-5mnt
2) Nitroprusside
50mg dan 250ml Konsentrasi lebih tinggi yaitu 100mg dan 250ml
Dosis : 0,1-10mcg/kg/mnt
Onset : 2mnt
Titrasi : 2-3mnt

g. Mechanisme action
1) Antagonis reseptor adrenergik alfa-1
Antagonis reseptor adrenergik alfa-1 (juga disebut alfa-
blocker) adalah kelompok agen yang mengikat dan menghambat
reseptor alfa-adrenergik tipe 1 dan dengan demikian menghambat
kontraksi otot polos. Kegunaan utamanya adalah untuk hipertensi
dan hipertrofi prostat. Penggunaannya dalam terapi hipertensi
didasarkan pada penghambatan resistensi pembuluh darah di arteriol
dari blokade alfa-adrenergik, yang menghasilkan peningkatan
kapasitansi vena dan penurunan tekanan darah.. Karena antagonis
adrenergik alfa-1 nonselektif menyebabkan relaksasi otot polos baik
di arteriol (reseptor alfa-1b) maupun di leher kandung kemih dan
prostat (reseptor alfa-1a), antagonis tersebut juga berguna dalam
terapi gejala obstruksi saluran kemih karena untuk hipertrofi prostat
jinak. Baru-baru ini, penghambat reseptor adrenergik alfa-1a selektif
telah dikembangkan untuk digunakan pada hipertrofi prostat jinak
yang diklaim memiliki efek yang lebih kecil pada tekanan darah.
Dengan demikian, hanya agen nonselektif yang digunakan untuk
pengobatan hipertensi, sedangkan agen selektif dan non selektif telah
digunakan untuk menghilangkan gejala hipertrofi prostat.
2) ACE Inhibitor
Penghambat enzim pengubah angiotensin (ACE) berguna
sebagai terapi tambahan pada gagal jantung sistolik . Pedoman gagal
jantung sistolik merekomendasikan inhibitor ACE untuk membantu
mencegah gagal jantung pada pasien dengan pengurangan fraksi
ejeksi yang juga memiliki riwayat infark miokard,untuk mencegah
gagal jantung pada pasien dengan fraksi ejeksi yang berkurang atau
untuk mengobati pasien dengan gagal jantung.
ACE terlibat dalam sistem renin-angiotensin-aldosteron dan
merangsang konversi angiotensin I menjadi angiotensin II.
Penghambat ACE adalah penghambat kompetitif ACE, yang
mencegah konversi angiotensin I menjadi angiotensin II.
Angiotensin II bertindak sebagai vasokonstriktor kuat yang bila
dihambat dapat menurunkan tekanan darah dengan melebarkan
pembuluh darah dan menurunkan sekresi aldosteron. Mekanisme
kerjanya dengan cara supresi sistem renin agiotensin aldosteron.
Angiotensin Converting Enzyme (ACE) akan merubah angiotensin I
menjadi angiotensin IIyang bersifat aktif dan merupakan vaso-
kontriktor endogen serta dapat merangsang sintesis dan sekresi
aldosteron dalam korteks adrenal. Peningkatan sekresi aldosteron
akan mengakibatkan ginjal meretensi natrium dan cairan, serta
meretensi kalium. ACEImengurangi aldosteron dan dapat menaikkan
konsentrasi kalium serum. Biasanya kenaikannya sedikit, tetapi
hiperkalemia dapat terjadi.

3) Angiotensin Reseptor Blocker (ARB)

Sekresi renin dilakukan oleh sel juxtaglomerular ginjal dan


mengkatalisis konversi angiotensinogen menjadi angiotensin I di
hati. Angiotensin I (ATI) diubah menjadi angiotensin II (ATII) oleh
angiotensin-converting enzyme (ACE) dan jalur non-ACE lainnya.

Angiotensin II adalah peptida vasoaktif utama dalam RAAS dan


bekerja pada dua reseptor, Angiotensin 1 dan Angiotensin II.
Aktivasi ATII reseptor AT1 menyebabkan peningkatan tekanan
darah akibat kontraksi otot polos pembuluh darah, peningkatan
resistensi pembuluh darah sistemik, peningkatan aktivitas simpatis,
natrium (Na) dan retensi air sebagai akibat dari peningkatan
reabsorpsi natrium di tubulus proksimal. Reabsorpsi natrium di
tubulus proksimal disebabkan langsung oleh ATII dan secara tidak
langsung oleh peningkatan produksi aldosteron di korteks adrenal,
yang mendorong reabsorpsi natrium distal. Kadar ATII yang tinggi
secara kronis menyebabkan pertumbuhan dan proliferasi sel otot
polos dan otot jantung, disfungsi endotel, agregasi platelet,
peningkatan respons inflamasi, dan mediasi apoptosis. Di sisi lain,
efek ATII yang mengikat reseptor AT2 menyebabkan vasodilatasi
karena peningkatan produksi nitrous oksida dan bradikinin.
Selanjutnya, aktivasi reseptor AT2 menyebabkan ekskresi natrium
ginjal. Agonisme pada reseptor AT2 memiliki efek perlindungan
anti-proliferatif dan kardiovaskular.

Blokade sistem RAAS dapat terjadi di beberapa tingkatan.


Penghambat RAAS termasuk penghambat renin langsung memblokir
produksi renin, ACE inhibitor memblokir konversi AT1 menjadi
AT2 dengan memblokir enzim pengubah angiotensin, antagonis
ARB terhadap efek AII pada reseptor AT1 dan antagonis aldosteron
memblokir efek aldosteron.

4) Beta- adrenoreceptor Antagonist ( Beta Blocker)

Penggunaan dari beta-1-selective blocker yaitu untuk


hipertensi, angina stabil kronis, gagal jantung, infark pasca-miokard,
dan penurunan fungsi ventrikel kiri. setelah infark miokard Reseptor
beta-1 terutama ditemukan di jaringan nodus jantung, miosit jantung,
jaringan jalur konduksi jantung lainnya, dan di ginjal. Beta-1 blocker
memberikan efeknya dengan mengikat situs reseptor beta-1 secara
selektif dan menghambat kerja epinefrin dan norepinefrin . Reseptor
beta-1 adalah reseptor berpasangan G-protein yang aksinya diberikan
melalui adenomonosfat siklik (cAMP) dan aksi protein kinase yang
bergantung pada cAMP dengan hasil peningkatan konsentrasi ion
kalsium. Biasanya, respons adrenergik ini menghasilkan peningkatan
inotropi, kronotropi, dan dromotropi. Blokade jalur ini dengan
penghambat beta-1 menghasilkan penurunan kontraktilitas
(inotropi), penurunan denyut jantung (kronotropi), peningkatan
relaksasi (lusitropi), dan penurunan waktu konduksi jantung
(dromotropi).
5) β2 – Adrenoceptor Agonist
Pembuluh darah halus otot memiliki β 2 -adrenoceptors yang
memiliki afinitas mengikat tinggi untuk epinephrine dan afinitas
relatif lebih rendah untuk norepinefrin yang dilepaskan oleh saraf
adrenergik simpatik beredar. Reseptor ini, seperti yang ada di
jantung, digabungkan dengan protein Gs, yang merangsang
pembentukan  cAMP. Meskipun peningkatan cAMP meningkatkan
kontraksi miosit pada otot polos vaskular, peningkatan cAMP
menyebabkan relaksasi otot polos.
6) Calcium channel blocker
Ada dua kategori utama antagonis saluran kalsium berdasarkan
efek fisiologis utamanya. Non-dihidropiridin memiliki efek
penghambatan pada sinoatrial (SA), dan nodus atrioventrikular (AV)
menyebabkan perlambatan konduksi jantung dan kontraktilitas. Hal
ini memungkinkan untuk pengobatan hipertensi, mengurangi
kebutuhan oksigen, dan membantu mengontrol laju takidisritmia.
Dihidropiridin, dalam dosis terapeutik, memiliki sedikit efek
langsung pada miokardium, dan sebaliknya, lebih sering menjadi
vasodilator perifer, itulah sebabnya obat ini berguna untuk
hipertensi, perdarahan pasca intrakranial terkait vasospasme, dan
migrain.
7) Direct acting vasodilators
Salah satu obat dari direct acting vasodilators adalah
hydralazine, mekanisme kerjanya tidak sepenuhnya jelas dan
tampaknya memiliki banyak efek langsung pada otot polos
pembuluh darah. Pertama, hydralazine menyebabkan
hiperpolarisasi otot polos sangat mungkin melalui pembukaam K+
- channels. Ini juga dapat menghambat pelepasan kalsium yang di
induksi IP dari reticulum sarkoplasma otot polos. Kalsium ini
bergabung dengan kalmodulin untuk mengaktifkan myosin light
chain kinase, yang menginduksi kontraksi. Terakhir, hidralazin
menstimulasi pembentukan oksida nitrat oleh endotel vaskular,
yang menyebabkan vasodilatasi yang dimediasi cGMP.
Hydralazine, sangat spesifik untuk pembuluh arteri, mengurangi
resistensi vaskular sistemik dan tekanan arteri.
8) Endothelin receptor antagonist
Antagonis reseptor endotelin (ERA) adalah jenis terapi
bertarget yang digunakan untuk mengobati orang dengan
hipertensi pulmonal (PH). Terapi yang ditargetkan
memperlambat perkembangan PH dan bahkan dapat
membalikkan beberapa kerusakan pada jantung dan paru-paru.
ERA bekerja dengan mengurangi jumlah zat yang disebut
endotelin dalam darah. Endotelin dibuat di lapisan sel yang
melapisi jantung dan pembuluh darah. Ini menyebabkan
pembuluh darah menyempit (menjadi lebih sempit). Pada orang
dengan PH tubuh memproduksi terlalu banyak endotelin. Hal ini
menyebabkan pembuluh darah di paru-paru menjadi sempit
sehingga meningkatkan tekanan darah di arteri pulmonalis. ERA
mengurangi jumlah endotelin dalam darah, oleh karena itu
membatasi kerusakan yang disebabkan oleh kelebihan endotelin
9) Nitrodilator
Nitrodilator adalah obat yang meniru aksi NO endogen
dengan melepaskan NO atau membentuk NO di dalam jaringan.
Obat ini bekerja secara langsung pada otot polos vaskular untuk
menyebabkan relaksasi dan oleh karena itu berfungsi sebagai
vasodilator yang tidak tergantung pada endotel.
Ada dua tipe dasar nitrodilator: yang melepaskan NO
secara spontan (misalnya, natrium nitroprusida) dan nitrat
organik yang membutuhkan proses enzimatik untuk membentuk
NO. Nitrat organik tidak secara langsung melepaskan NO,
namun, gugus nitratnya berinteraksi dengan enzim dan gugus
sulfhidril intraseluler yang mereduksi gugus nitrat menjadi NO
atau menjadi S-nitrosothiol, yang kemudian direduksi menjadi
NO. Nitrit oksida mengaktifkan guanylyl cyclase (GC) yang larut
dalam otot polos untuk membentuk cGMP. Peningkatan cGMP
intraseluler menghambat masuknya kalsium ke dalam sel,
sehingga menurunkan konsentrasi kalsium intraseluler dan
menyebabkan relaksasi otot polos (klik di sini untuk detailnya).
NO juga mengaktifkan saluran K +, yang mengarah ke
hiperpolarisasi dan relaksasi. Akhirnya, NO yang bekerja melalui
cGMP dapat merangsang protein kinase yang bergantung pada
cGMP yang mengaktifkan myosin light chain phosphatase, enzim
yang mendefosforilasi rantai ringan myosin, yang mengarah pada
relaksasi.
10) Phosphodiesterase
Obat digunakan untuk memblokir aksi degradatif
dari fosfodiesterase tipe 5 (PDE5) spesifik cGMP pada GMP
siklik di sel otot polos yang melapisi pembuluh darah yang
memasok berbagai jaringan. Obat ini melebarkan corpora
cavernosa penis , memfasilitasi ereksi dengan rangsangan
seksual, dan digunakan dalam pengobatan disfungsi ereksi
(DE). Sildenafil adalah pengobatan oral pertama yang efektif
yang tersedia untuk DE. Karena PDE5 juga ada di otot
polos dinding arteriol di dalam paru - paru , sildenafil dan
tadalafil melebarkan pembuluh darah tersebut, dan disetujui FDA
untuk pengobatan hipertensi paru . Manfaat penghambat PDE5
untuk kardiovaskular yang lebih luas semakin dihargai.
Bagian dari proses fisiologis vasodilatasi melibatkan
pelepasan oksida nitrat (NO) oleh sel endotel vaskular yang
kemudian berdifusi ke sel otot polos pembuluh darah di
dekatnya. Di sana, NO mengaktifkan guanylate cyclase terlarut
yang mengubah guanosine triphosphate (GTP) menjadi cyclic
guanosine monophosphate (cGMP), efektor utama
sistem. Misalnya, di penis, pelepasan NO pada tingkat tinggi dari
sel endotel dan saraf penis selama rangsangan seksual
menyebabkan relaksasi pembuluh darah halus korpus
kavernosum , menyebabkan vasokongesti dan ereksi
berkelanjutan.
Penghambat PDE5 memperpanjang kerja cGMP dengan
menghambat degradasinya oleh enzim PDE5, yang ditemukan di
seluruh tubuh. Di penis, penghambat PDE5 mempotensiasi efek
cGMP untuk memperpanjang ereksi dan meningkatkan kepuasan
seksual. Namun, penghambat PDE5 tidak menyebabkan ereksi
tanpa rangsangan seksual.
Selain efek hemodinamiknya, penghambat PDE5 juga
telah terbukti memiliki sifat anti-inflamasi, antioksidan,
antiproliferatif, dan metabolik dalam beberapa
percobaan. Namun, penelitian yang lebih besar dan jangka
panjang diperlukan untuk menetapkan efektivitas dan
keamanannya dibandingkan dengan obat lain pada penyakit lain.
11) Potassium Channel Openers
Pembukaan saluran K + dalam membran sel yang
mengakibatkan peningkatan konduktansi K +, menggeser
membrane potensial dalam arah hiperpolarisasi menuju potensial
kesetimbangan K +. Hiperpolarisasi mengurangi pembukaan
probabilitas saluran ion yang terlibat dalam depolarisasi dan
eksitasi membran berkurang. Pembuka saluran K + adalah
diyakini dapat membuat hiperpolarisasi sel otot polos dengan aksi
langsung pada membran sel. Anggota paling terkenal dari
kelompoknya adalah cromakalim, nicorandil dan pinacidil, tetapi
beberapa senyawa baru sedang dievaluasi. Selain itu, ia memiliki
baru-baru ini telah ditunjukkan bahwa juga obat-obatan terkenal
secara klinis seperti, mis. diazoksida dan minoksidil
menunjukkan pembukaan saluran K + properti. Nicorandil dan
senyawa baru yang mengandung gugus nitro memiliki
mekanisme kerja ganda, juga mengaktifkan guanylate cyclase,
suatu efek yang berkontribusi pada profil efek kardiovaskularnya.
Pembuka saluran K + memiliki jangkauan yang luas efek.
Beberapa properti dan tindakan mereka dirangkum, dan
penerapannya saat ini dan / atau potensi masa depan aplikasi,
misalnya hipertensi, angina pektoris, asma, ketidakstabilan
kandung kemih, dan beberapa gangguan lainnya dibahas.
Disimpulkan bahwa pembukaan saluran K + merupakan prinsip
farmakologis yang menarik dengan banyak potensi klinis
aplikasi. Namun, sebagian besar obat yang tersedia tampaknya
tidak memiliki selektivitas jaringan yang cukup untuk menjadi
terapi yang berguna alternatif. Sebelum potensi anggota baru
kelompok pada uji klinis dapat dievaluasi dengan benar, klinis
pengalaman dibutuhkan.
12) Renin Inhibitors
Penghambat renin adalah salah satu dari empat kelas
senyawa yang mempengaruhi sistem renin-angiotensin-
aldosteron, tiga lainnya adalah penghambat enzim pengubah
angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB) dan
antagonis reseptor aldosteron. Penghambat renin menghasilkan
vasodilatasi dengan menghambat aktivitas renin, yang
bertanggung jawab untuk merangsang pembentukan angiotensin
II.
Renin adalah enzim proteolitik yang dilepaskan oleh
ginjal sebagai respons terhadap aktivasi simpatis, hipotensi, dan
penurunan pengiriman natrium ke tubulus ginjal bagian distal
(klik di sini untuk lebih jelasnya). Setelah dilepaskan ke sirkulasi,
renin bekerja pada angiotensinogen yang bersirkulasi untuk
membentuk angiotensin I. Angiotensin I kemudian diubah
menjadi angiotensin II oleh enzim pengubah angiotensin.
Angiotensin II memiliki beberapa tindakan penting termasuk
vasokonstriksi, stimulasi aldosteron, retensi ginjal natrium dan
air, meningkatkan aktivitas simpatis dengan meningkatkan
pelepasan norepinefrin oleh saraf simpatis, dan merangsang
hipertrofi jantung dan vaskular.

Rumus perhitungan dosis obat

Dosis ( mcg ) x KgBB x 60menit


jumlah mcg/cc

Keterangan:

1 microgram (mcg) = 0,001 miligrams (mg)


1 micgrogram (mcg) = 1000 nanograms (ng)
1 miligram (mg) = 1000 micrograms (mcg)
1 gram (g) = 1000 miligrams (mg)
Contoh:
DAFTAR PUSTAKA

Danny, dkk. (2020). Intropes And Vasopressors.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482411

Dr. dr. Asep Sukohar, M. (2014). Buku Ajar Farmakologi: Neufarmakologi Asetilkolin
dan Nore Epinefrin. Bandar Lampung.

J,Oliver. (2019). Mean Arterial Pressure (MAP). Hilos Tosandos.

http://repository.unimus.ac.id/2084/4/BAB%20II.pdf

Martin, F. (2006). Fundamentals of anatomy & Physiology seventh edition. San


Fransisco: Pearson.

Matthew, dkk.(2020.Norephrinephrine.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537259/
Ratnadi, P. C. (2017). Prinsip Dasar Farmakologi. Medical Education, 1–86.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/f7b9df04ff99e9d55d73e11
7e78f7d61.pdf

https://www.rxlist.com/giapreza-drug.htm

https://go.drugbank.com/drugs/DB00988

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534787/

https://go.drugbank.com/drugs/DB00584

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK542249/

Tucker,dkk. 2020. Beta- adrenoreceptor Antagonist ( Beta Blocker). [online] tersedia :


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499982/ Beta-1-Blocker selektif

Hill,dkk.2020. Penghambat Reseptor Angiotensin II (ARB, ARb) . Universitas


Campbell SOM [online] tersedia : (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537027/ .

Olivia dan suryana.2020. Efek Penggunaan Obat Antihipertensi Bersamaan


Dengan Pisang (Musa Sp.) Terhadap Kadar Kalium Serum Tikus Wistar Model
Hipertensi.Journalof Agromedicine and Medical Sciences Vol.4No.3

Anda mungkin juga menyukai