diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Kritis
disusun oleh:
Kelompok V
2020
A. Defini Vasopressor dan Vasodilator
1. Vasepressor
Vasopresor adalah obat yang digunakan untuk membuat vasokonstriksi atau
meningkatkan kontraktilitas jantung pada pasien dengan syok. Ciri dari syok
adalah penurunan perfusi ke organ vital yang mengakibatkan disfungsi
multiorgan dan kematian. Vasopresor meningkatkan vasokonstriksi, yang
menyebabkan peningkatan resistensi vaskular sistemik (SVR) melalui
peningkatan kontraktilitas dan HR serta menginduksi vasokontriksi perifer.
Meningkatnya SVR menyebabkan peningkatan tekanan arteri rata-rata (MAP)
dan peningkatan perfusi ke organ.
Indikasi vasopresor pada pasien syok bervariasi berdasarkan etiologi dan
jenis syok yang terjadi pada pasien. Ada 4 jenis syok utama: hipovolemik,
distributif, kardiogenik, dan obstruktif.
c. Neosynephrine
Neosynephrine adalah agonis alfa-1 murni, yang menyebabkan
vasokonstriksi arteri perifer. Bradikardia refleks dapat terjadi karena
vasokonstriksi selektif dan peningkatan tekanan darah. Tekanan darah,
MAP, dan SVR meningkat (Matthew, 2020).
d. Vasopressin
Vasokonstriktor tanpa efek inotropic atau kronotopik merangsang otot
polos di saluran GI menyebabkan gerakan peristaltic.
e. Dopamin
Katekolamin endogen, bekerja pada neuron dopaminergic dan
adrenergic. Dosis rendah merangsang dopaminergic, menyebabkan
vasolidasi ginjal dan mesenterika. Dosis yang lebih tinggi merangsang
reseptor β1 adrenergik dan dopaminergic, menghasilkan stimulasi
jantung dan vasodilatasi ginjal. Dosis tinggi merangsang reseptor α
adrenergic.
Dopamin adalah prekursor norepinefrin di saraf noradrenergik
dan juga merupakan neurotransmitter di area tertentu dari sistem saraf
pusat. Dopamin menghasilkan efek kronotropik dan inotropik positif
pada miokardium, yang mengakibatkan peningkatan denyut jantung dan
kontraktilitas jantung. Hal ini dicapai secara langsung dengan
menggunakan aksi agonis pada beta-adrenoseptor dan secara tidak
langsung dengan menyebabkan pelepasan norepinefrin dari tempat
penyimpanan di ujung saraf simpatis. Di otak, dopamin bertindak
sebagai agonis terhadap lima subtipe reseptor dopamin (D1, D2, D3, D4,
D5).
f. Giapreza II
Angiotensin II, komponen bioaktif utama dari system renin-
angiotensin-aldosteron (RAAS), berfungsi sebagai salah satu pengatur
tekanan darah sentral. Meningkatkan tekanan darah dengan vasokontriksi
dan meningkatkan pelepasan aldosterone. Angiotensin II pada pembuluh
darah dimediasi dengan mengikat reseptor angiotensin II tipe 1 G-
protein-coupled pada sel otot polos pembuluh darah, yang menstimulasi
fosforilasi myosin yang bergantung pada Ca2+ / kalmodulin dan
menyebabkan kontraksi otot polos.
Giapreza dapat digunakan sebagai alternatif ketika pasien sudah
tidak dapat menerima obat vasopresor lain. Giapr[ CITATION FHM06 \l
1033 ]eza dapat menaikkan tekanan darah dalam waktu 5 menit dan
bertahap hingga 3 jam setelah pemberian. Giapreza dapat mensintesis
angiotensis II yang berguna untuk meningkatkan diferensiasi neuron
dopaminergik dari prekursor mesencepgal melalui reseptor angiotensin
tipe II. Hormone angiotensin II dari system renin angiotensin-aldosteron
(RAAS) yang dapat menyebabkan vasokontriksi dan peningkatan darah.
Angiotensin II juga berguna sebagai inhibisi reuptake norepinefrin
sehingga penggunaan norepinefrin lebih efektif.
2. Titrasi
a. Trias presore (dosis presor yang benar)
Titrasi adalah pemberian obat atau cairan secara bertahap dengan
menyesuaikan respon pasien serta bisa berubah dalam hitungan kurun
waktu jam-menit-detik, untuk menentukan hasil yang optimal untuk
mentitrasi obat, kita harus tahu jelas dosis setiap obat, jika kita akan
memberikan obat tidak sesuai dengan dosis maka itu akan sangat
berpengaruh bagi pasien. Maka, kita perlu menentukan seberapa banyak
atau sedikit yang dibutuhkan.
Sebelum mentitrasi obat atau dosis maka kita harus lebih
mengetahui mengenai ranges dosis, seperti yang sudah di jelaskan tadi
katakanlah jika kita harus memberikan levo dengan dosis 5 dan kita
menambah 1 dosis maka itu akan memberikan pengaruh yang signifikan
dan itu akan menjadikan pengaruh 20% pada pasien dan untuk range
dosis dalam mentitrasi ini juga tergnatung dengan kebijakan rumah sakit
itu sendiri. Pemberian vasopressor bertujuan untuk mengembalikan
perfusi jaringan terutama pada perfusi organ vital, jika tekanan darah
tidak meningkat setelah pemberian resusitasi cairan pemberiaan
vasopressor tidak boleh ditunda. Vasopressor harus diberikan dalam 1
jam pertama untuk mempertahankan MAP >65 mHg.
MAP merupakan driving pressure untuk perfusi jaringan atau
organ terutama otak dan ginjal. Batas rekomendasi 65 mmHg. Penetapan
target Map yang lebih tinggi (85 mmHg dibandingkan 65 mmHg) justru
meningkatkan risiko aritmia .
Obat titrasi, tidak akan langsung terlihat efeknya. Serta efeknya akan
terlihat lebih sulit jika pasien ada atau mengalami hipotensi. Hal yang
paling penting dalam mentitrasi obat adalah tergantung pada kebijakan
rumah sakit.
- Range dosis vasopressor
1) Levophed
Obat ini mempunyai onset yang cepat dengan waktu paruh yang
pendek, tetesan biasanya 2 mcg/menut atau 7,5 ml/jam dan
dititrasi untuk munculnya efek atau tekanan darah menjadi
normotensive dengan MAP (mean arteriole pressure) 60-65
mmHg serta tanda-tanda vital dipantau secara terus menerus dan
di dokumentasikan setiap 5 menit selama titrasi.
2) Epinephrine
Infus dimulai pada 1-4 mcg/menit dan dititrasi untuk efeknya,
dosis biasa nya 2-10 mcg/menit obat ini bekerja sangat cepat
dengan waktu yang sangat singkat. Dapat dititrasi dengan 1-2
mcg/menit setiap 20 menit sampai efek yang diinginkan atau
stabilitas hemodinamik. Jika diberikan dengan dosis yang lebih
tinggi maka tidak akan meningkatkan hasil apapun namun akan
menyebabkan disfungsi miokard pasca resusitasi.
3) Noreephineprin
Dosis range noreephineprin adalah 5-20 mg/menit dan tidak di
dasarkan pada berat badan pasien.
4) Dopamine
Dosisnya 2-20 mcg/kg/menit dan biasanya dimulai pada
5mcg/kg/menit. Obat ini dapat menyebabkan takikardi maka
sangat penting untuk dilakukan pemantaum jantung secara terus-
menerus, dosis maksimumnya 20 mcg/kg/menit.
b. Line setup
Line setup ini adalah pengaturan line dimana agar line tidak menjadi
kusut, maka kita beri label pada setiap line saluran pompa disetiap ujung
yang terhubung kepada pasien, label line ini juga berfungsi saat kita akan
memasukkan obat melalui line mana yang seharusnya dipakai.
c. Y-site (untuk keadaan emergency)
Line yang menempel tepat ditempat pasien yang dimana kita dapat
membuat line tambahan. Jika ingin mendrip cairan kita harus beralih ke
semacam manifold untuk mengontrol campuranya obat-obat ini.
Manifold ini punya semacam pasangan semacam konektor dan nanti
obatnya akan tercampur diarea yang sama dan jika tidak ada manifold
maka kita bisa beralih ke stopcock dan untuk membuat semacam
manifold kita hanya perlu menghubungkannya dengan y-site. yang
berada ditempat kita dapat memasang obat yang berbeda.
d. Flushline
Semacam cairan yang mengalir ke manifold atau ke ujung stopcock.
Digunakan apabila dengan dosis tinggi, serta untuk pasien dengan selang
infus swan jangan digunakan pada swan line
e. Central line (Best practice untuk pressor)
Central line atau central venous catheter menjadi best practice untuk
mendapatkan x-ray dimana x-ray ini nantinya akan memastikan bahwa
jika kita memakaikan central line dan tidak yakin apakah itu berada di
arteria tau vena maka kita bisa menguhubungkannya dengan transduser
dan maka kita akan mengetahui jika penempatannya benar atau tidak
dikarenakan kita akan melakukan monitor pada arteri/CVP. Serta central
line menjadi bestpractice dikarenakan dipakai untuk jalan infus
vasopressor karena dengan central line yang digunakan untuk yang
mengalami syok untuk menghindari adanya cedera iskemik jaringan
akibat ekstravasasi local dan gangguan vasopressor. CVC yang
dimasukan untuk vasopressor biasanya di vena jugularis internal atau
femoralis.
f. Arterial line
Jika kita tidak mempunyai a-line dan kita harus melakukan titrasi pressor
maka best practicenya adalah dengan arterial line ini yang dimana
nantinya akan memberikan pembacaan yang akurat. Arterial line atau
kanulasi arteri ini merupakan suatu prosedur pemasangan minimal
invasive untuk pengukuran tekanan darah arteri sistemik secara rutin,
pengukuran tekanan darah secara invasive ini dapat dilakukan dengan
melakukan insersi kanula ke dalam arteri yang di hubungkan dengan
transducer. Transduser inu akan merubah tekanan hidrostatik menjadi
sinyal elektrik dan menghasilkan tekanan sistolik, distolik, maupun MAP
pada layar monitor.
g. Posisi Trendelenbrug
Posisi Trendelenburg ini posisi dimana kepala lebih rendah dari tubuh
dan ini sudah sangat umum untuk dijadikan best practice dalam
meningkatkan tekanan darah pasien. Namun posisi ini sebearnya jangan
digunakan karena jika pasien mengalami hipotensi maka itu akan
memberikan sinyal pada baroreseptor di tubuh dan ini akan membuat
tubuh mencegah untuk melepaskan katekolamin. Maka jika pasien tiba-
tiba mengalami hipotensi jangan pernah memberikan posisi
Trendelenburg. Posisi Trendelenburg sangat umum digunakan untuk
mening.katkan darah pasien namun jika pasien mengalami hipotensi
maka akan memberi sinyal oada baroreseptor ditubuh dan ini akan
membuat mencegah untuk melepaskan katekolamin. Maka jika tiba-tiba
pasien mengalami hipotensi jangan pernah untuk memmberikan posisi
Trendelenburg.
3. Vasodilator
a. ACE
1) Enalapril
Enalapril adalah prodrug yang tergolong dalam golongan obat
penghambat angiotensin-converting enzyme (ACE) yang bekerja
pada sistem renin-angiotensin-aldosteron, yang bertanggung jawab
untuk pengaturan tekanan darah dan cairan serta homeostasis
elektrolit. Enalapril adalah agen antihipertensi nonsulphydryl yang
aktif secara oral dan bekerja lama yang menekan sistem renin-
angiotensin-aldosterone untuk menurunkan tekanan darah. Metabolit
aktif enalapril secara kompetitif menghambat ACE untuk
menghambat produksi angiotensin II, komponen kunci dari sistem
renin-angiotensin-aldosteron yang mendorong vasokonstriksi dan
reabsorpsi ion natrium di ginjal. Pada akhirnya, enalaprilat bekerja
untuk menurunkan tekanan darah dan volume cairan darah.
Dosis = 0,25 & 0,5 ml/jam
b. B1-adrenoceptor antagonist (beta blocker)
β-blocker adalah salah satu obat yang digunakan untuk
mengobati hipertensi, nyeri dada, dan detak jantung yang tidak
teratur,dan membantu mencegah serangan jantung berikutnya. Obat
ini memblok efek adrenalin pada berbagai bagian tubuh dan bekerja
pada jantung untuk meringankan stress sehingga jantung
memerlukan lebih sedikit darah dan oksigen sehingga meringankan
kerja jantung dan menurunkan tekanan darah (Depkes 2006).
1) Esmolol
Campuran : 2500mg dan 250ml
Dosis : 50-300mcg/kg/menit
Onset : 2-5 mnt
Titrasi : 5 mnt
2) Labetalol
Labetalol sering dipilih sebagai pengobatan hipertensi akut oleh
penyedia anestesi peri-operatif karena menghasilkan penurunan
tekanan darah terkait dosis tanpa takikardia refleks dan tanpa
penurunan detak jantung yang signifikan. Efek ini dihasilkan melalui
campuran efek pemblokiran alfa dan beta. Efek hemodinamik
labetalol bervariasi, dengan perubahan curah jantung yang kecil dan
tidak signifikan terlihat pada beberapa penelitian, dan penurunan
kecil pada resistensi vaskular perifer total..
Profil hemodinamik ini menguntungkan dalam pengaturan
perioperatif ketika penyedia anestesi menginginkan penurunan
tekanan darah yang cepat tanpa refleks takikardia, yang berpotensi
dapat membahayakan hemodinamik pasien dengan anestesi umum.
Demikian pula, labetalol adalah anti-hipertensi yang umum
diberikan di unit perawatan pasca anestesi, sekali lagi karena efek
hemat HR dan memungkinkan kontrol tekanan darah yang lebih
baik.
Campuran 500mg dan 250ml
Dosis : 2-8mg/mnt
Onset : 2-5 mnt
Titrasi : 10mnt
c. B2- adroneceptor agonist (B2 agonist)
Beta-2 adrenergic agonists merupakan golongan obat yang
digunakan sebagai pengobatan andalan untuk penyakit pernafasan seperti
asma bronkial dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Mereka
mereplikasi fungsi katekolamin seperti epinefrin, norepinefrin, dan
dopamin dalam menghasilkan respons otonom yang berbeda di dalam
tubuh. Secara khusus, otot polos saluran napas, rahim, usus, dan
pembuluh darah sistemik adalah area di mana agonis beta-2 memiliki
efek terbesar. Dengan demikian, fokus pengembangan kelas obat ini
sebagian besar pada implikasi klinis yang melibatkan kemampuannya
untuk mempengaruhi sistem organ target. Dalam satu abad terakhir, telah
ada penelitian ekstensif tentang bronkodilatasi serta sifat anti-
bronkokonstriksi obat ini.
1) Dobutamine
Dosis 2-20mcg/kg/mnt
2) Isoproterenol
Dosis 2-20mcg/mnt
d. Chalsium Channel Blocker
CCB menyebabkan relaksasi jantung dan otot polos dengan
menghambat saluran kalsium yang sensitif, sehingga mengurangi
masuknya kalsium ekstraseluler ke dalam sel. Relaksasi otot polos
vaskuler menyebabkan vasodilatasi dan berhubungan dengan reduksi
tekanan darah (Dipiro 2008). Efek samping yang umum terjadi pada
penggunaan golongan obat ini antara lain gangguan lambung-usus,
hipotensi (penurunan tekanan darah) akibat vasodilatasi (pelebaran
pembuluh darah ) umum.
1) Nicordipine
25mg dan 250ml
Dosis : 5-15mg/jam
Onset : 2-5mnt
Titrasi : 5-15mnt
e. Direct Acting Vasodilator
1) Hydralazine
60mg dan 60ml
Dosis : 1-10mg/jam
f. Nitrodilators
1) Nitroglycerine
50 dan 250ml (bottle)
Dosis : 5-300mcg/mnt
Onset : immediate
Titrasi : 3-5mnt
2) Nitroprusside
50mg dan 250ml Konsentrasi lebih tinggi yaitu 100mg dan 250ml
Dosis : 0,1-10mcg/kg/mnt
Onset : 2mnt
Titrasi : 2-3mnt
g. Mechanisme action
1) Antagonis reseptor adrenergik alfa-1
Antagonis reseptor adrenergik alfa-1 (juga disebut alfa-
blocker) adalah kelompok agen yang mengikat dan menghambat
reseptor alfa-adrenergik tipe 1 dan dengan demikian menghambat
kontraksi otot polos. Kegunaan utamanya adalah untuk hipertensi
dan hipertrofi prostat. Penggunaannya dalam terapi hipertensi
didasarkan pada penghambatan resistensi pembuluh darah di arteriol
dari blokade alfa-adrenergik, yang menghasilkan peningkatan
kapasitansi vena dan penurunan tekanan darah.. Karena antagonis
adrenergik alfa-1 nonselektif menyebabkan relaksasi otot polos baik
di arteriol (reseptor alfa-1b) maupun di leher kandung kemih dan
prostat (reseptor alfa-1a), antagonis tersebut juga berguna dalam
terapi gejala obstruksi saluran kemih karena untuk hipertrofi prostat
jinak. Baru-baru ini, penghambat reseptor adrenergik alfa-1a selektif
telah dikembangkan untuk digunakan pada hipertrofi prostat jinak
yang diklaim memiliki efek yang lebih kecil pada tekanan darah.
Dengan demikian, hanya agen nonselektif yang digunakan untuk
pengobatan hipertensi, sedangkan agen selektif dan non selektif telah
digunakan untuk menghilangkan gejala hipertrofi prostat.
2) ACE Inhibitor
Penghambat enzim pengubah angiotensin (ACE) berguna
sebagai terapi tambahan pada gagal jantung sistolik . Pedoman gagal
jantung sistolik merekomendasikan inhibitor ACE untuk membantu
mencegah gagal jantung pada pasien dengan pengurangan fraksi
ejeksi yang juga memiliki riwayat infark miokard,untuk mencegah
gagal jantung pada pasien dengan fraksi ejeksi yang berkurang atau
untuk mengobati pasien dengan gagal jantung.
ACE terlibat dalam sistem renin-angiotensin-aldosteron dan
merangsang konversi angiotensin I menjadi angiotensin II.
Penghambat ACE adalah penghambat kompetitif ACE, yang
mencegah konversi angiotensin I menjadi angiotensin II.
Angiotensin II bertindak sebagai vasokonstriktor kuat yang bila
dihambat dapat menurunkan tekanan darah dengan melebarkan
pembuluh darah dan menurunkan sekresi aldosteron. Mekanisme
kerjanya dengan cara supresi sistem renin agiotensin aldosteron.
Angiotensin Converting Enzyme (ACE) akan merubah angiotensin I
menjadi angiotensin IIyang bersifat aktif dan merupakan vaso-
kontriktor endogen serta dapat merangsang sintesis dan sekresi
aldosteron dalam korteks adrenal. Peningkatan sekresi aldosteron
akan mengakibatkan ginjal meretensi natrium dan cairan, serta
meretensi kalium. ACEImengurangi aldosteron dan dapat menaikkan
konsentrasi kalium serum. Biasanya kenaikannya sedikit, tetapi
hiperkalemia dapat terjadi.
Keterangan:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482411
Dr. dr. Asep Sukohar, M. (2014). Buku Ajar Farmakologi: Neufarmakologi Asetilkolin
dan Nore Epinefrin. Bandar Lampung.
http://repository.unimus.ac.id/2084/4/BAB%20II.pdf
Matthew, dkk.(2020.Norephrinephrine.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537259/
Ratnadi, P. C. (2017). Prinsip Dasar Farmakologi. Medical Education, 1–86.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/f7b9df04ff99e9d55d73e11
7e78f7d61.pdf
https://www.rxlist.com/giapreza-drug.htm
https://go.drugbank.com/drugs/DB00988
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534787/
https://go.drugbank.com/drugs/DB00584
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK542249/