Anda di halaman 1dari 3

1.

Obat Kardiovaskular adalah kelompok obat yang


mempengaruhi & memperbaiki sistem kardiovaskuler
(jantung dan pembuluh darah ) secara langsung ataupun
tidak langsung.
Obat kardiovaskuler dibedakan:
a. Obat Antiangina
b. Obat Antiaritmia
c. Obat Glikosida
d. Obat Antihipertensi

Obat penghambat saluran yang berguna untuk pengobatan


mempunyai afinitas tinggi untuk saluran aktif (yaitu selama
fase 0) atau saluran inaktif (selama fase 2) tetapi afinitasnya
sangat rendah untuk saluran lainnya.Karena itu, obat ini
menghambat aktifitas listrik apabila ada takikardia yang cepat
(banyak saluran aktif dan tidak aktif per satuan waktu) atau ada
potensial istirahat hilang secara bermakna (banyak saluran
tidak aktif selama istirahat).
Contoh Obat :

a.

ANTIANGINA
Angina pektoris adalah nyeri dada hebat yang
terjadi ketika aliran darah koroner tidak cukup
memberikan oksigen yang dibutuhkan oleh jantung,
Kondisi yang paling sering melibatkan Iskemia jaringan
dimana obat-obat vasilisator digunakan, Antiangina adalah
obat untuk angina pectoris (ketidak seimbangan antara
permintaan (demand)) dan penyediaan (supply) oksigen
pada salah satu bagian jantung.
Cara kerja Antiangina:

Menurunkan kebutuhan jantung akan oksigen


dengan jalan menurunkan kerjanya. (penyekat
reseptor beta)

Melebarkan
pembuluh
darah
koroner
memperlancar aliran darah (vasodilator)

1.

Propanolol: tab 10 dan 40 mg, kapsul lepas lambat 160 mg

2.

Alprenolol: tab 50 mg

3.

Oksprenolol: tab 40 mg, 80 mg, tab lepas lambat 80 mg

4.

Metoprolol: tab 50 dan 100 mg, tab lepas lambat 100 mg

C. GLIKOSIDA
Glikosida jantung (derivat digitalis dan obat sejenisnya)
terdiri atas senyawa steroid yang dapat meningkatkan curah hujan.
Juga mempunyai efek terhadap otot polos dan jaringan lainnya.
Intoksikasi

Keracunan biasanya terjadi karena:

Pemberian dosis yang terlalu cepat

Obat Antiangina:

Akumulasi akibat dosis penunjang yang terlalu besar

1.

Nitrat organik

Adanya predisposisi keracunan

2.

Beta bloker

3.

Calsium antagonis

Kombinasi keduanya

Dosis berlebihan

B.

ANTIARITMIA
Aritmia jantung adalah masalah yang sering terjadi
dalam praktik klinis, yang timbul hingga 25% dari pasien yang
diobati dengan digitalis, 50% dari pasien-pasien yang
dianestesi, dan lebiuh dari 80% pasien dengan infarktus
miokardium akut. Beberapa aritmia dapat memicu ganguan
irama jantng yang lebih serius atau bahkan gangguan irama
obat aritmia dan khuisusnya kenyataan bahwa obat tersebut
(secara paradoksal) dapt memicu timbulnya aritmia yang lebih
fatal pada beberapa pasien telah yang mematikan misalnya,
depolarisasi ventrikuler premature yang dini dapat memicu
timbulnya fibrilasi ventrikuler. Pada pasien tersebut obat
antiaritmia diduga dapat menyelamatkan kehidupan.
Sebaliknya resiko penggunaan menyebabkan peninjauan
kembali resiko manfaat relative penggunanya.
Obat antiaritmia menurunkan otomatisitas pacu
jantung ektropik lebih daripada nodus sinoatrial. Hal ini
terutama dicapai dengan menghambat secara selektif saluran
natrium atau saluran kalsium daripada sel yang didepolarisasi.

Gejala: sinus bradikardi, blokade SA node, takikardi


ventrikel, fibrilasi ventrikel, gangguan neurologik (sakit
kepala, letih, lesu, pusing, kelemahan otot), penglihatan
kabur

Sediaan

Tablet Lanatosid C (cedilanid) 0,25 mg

Digoksin 0,25 mg

Beta-metildigoksin 0,1 mg

D. ANTIHIPERTENSI
Suatu penyebab khusus hipertensi hanya dapat ditemukan pada 1015% penderita. Penyebab yang bersifat individu untuk penderita.
Penderita-penderita yang tidak diketahui penyebabnya disebut
penderita hipertensi esensial.
Umumnya peningkatan tekanan darah ini disertai penigkatan umum
resistensi darah untuk mengalir melalui arterioli,dengan curah
jantung yang normal.

Peningkatanntekanan darah biasanya disebabkan kombinasi


berbagai kelainan(multifaktorial). Bukti-bukti epidermiologik
menunjukkan adanya faktor keturuna, ketegangan jiwa, faktor
lingkungan dan makanan mungkin sebagai kontributor
berkembangnya hipertensi.
Obat yang dipergunakan untuk menurunkan tekanan darah
1.

Diuretik

2.

Beta bloker

3.

Alfa bloker

4.

Ca antagonist

5.

Penghambat ACE

6.

Penghambat saraf sentral

7.

Vasodilator

2. Antagonis Kalsium sebagai Obat Hipertensi


Antagonis kalsium (AK) bekerja dengan cara menghambat
masuknya kalsium ke dalam sel melalui chanel-L.
AK dibagi 2 golongan besar, yaitu AK non-dihidropiridin
(kelas fenilalkilamin dan benzotiazepin) dan AK dihidropiridin
(1,4-dihidropiridin). Golongan dihidropiridin terutama bekerja
pada arteri sehingga dapat berfungsi sebagai OAH, sedangkan
golongan non-dihidropiridin mempengaruhi sistem
konduksi jantung dan cenderung melambatkan denyut
jantung, efek hipertensinya melalui vasodilatasi perifer dan
penurunan resistensi perifer.
Penelitian yang membandingkan efek antihipertensi AK
dengan obat lain menunjukkan efek antihipertensi yang sama
baiknya pada pasien dengan hipertensi ringan dan moderat.
Efek anti hipertensi AK berhubungan dengan dosis, bila
dosis ditambah maka efek antihipertensi semakin besar dan
tidak menimbulkan efek toleransi. AK tidak dipengaruhi
asupan garam sehingga berguna bagi orang yang tidak
mematuhi diet garam.3
Menurut beberapa studi penggunaan AK dalam
hipertensi secara umum tidak berbeda dalam efektivitas, efek
samping, atau kualitas hidup dibandingkan dengan OAH
lain. Ditinjau dari mortalitas, tidak ada perbedaan bermakna
antara diuretik, AK dan penghambat ACE dalam pengobatan
hipertensi.4 Hanya mungkin ada sedikit perbedaan dalam
respons terapi sesuai usia dan kelompok suku bangsa atau
warna kulit. AK sebagai OAH banyak dipakai pada pasien
dengan hipertensi esensial, pasien dengan hipertensi
renovaskular, hipertensi pada pasien kulit hitam (dimana
respons penyakit terhadap b blocker atau ACE biasanya
kurang memuaskan) dan pasien hipertensi dengan diabetes
mellitus, hipertensi dengan asma bronkhial, serta hipertensi
dengan hipertrofi ventrikel kiri.
AK mempunyai efek tambahan yang menguntungkan
pasien. AK dan penghambat ACE lebih baik dari penghambat
beta dan diuretik dalam mengurangi kejadian hipertrofi
ventrikel kiri yang merupakan risiko independen pada
hipertensi.5,6 Banyak studi menunjukkan AK mempunyai efek

proteksi vaskular dengan mengurangi remodelling vaskular


dan memperbaiki faal endothelium.7,8 Beberapa studi jangka
panjang pada penggunaan AK (kelompok diltiazem) sebagai
OAH menunjukkan hasil bahwa AK dapat mengurangi
kejadian stroke sampai 20%.9 Kontraindikasi utama
penggunaan AK adalah gangguan konduksi (heart block)
gagal jantung berat dan sindrom sick sinus.4
Semua AK menyebabkan vasodilatasi. Potensi relatif
sebagai vasodilator bervariasi dengan nifedipin dianggap
paling poten sedangkan verapamil dan diltiazem kurang
poten.
Pada penelitian in vitro, diketahui bahwa beberapa
AK (nifedipin, nisoldipin, isradipin) berikatan di saluran
kalsium tipe L di pembuluh darah dengan beberapa sifat
selektif, sedangkan verapamil berikatan sama baiknya di
saluran kalsium tipe L pada jantung dan pembuluh darah.
Semua kelas AK menurunkan aktivitas sinus jantung dan
memperlambat konduksi arterioventrikular (AV), sedangkan
di klinik, hanya verapamil dan diltiazem yang menghambat
konduksi AV atau menyebabkan berkurangnya aktivitas sinus.
Semua kelas AK menyebabkan kontraksi otot jantung
yang tergantung konsentrasi pada in vitro, sedangkan in
vivo hanya verapamil dan diltiazem yang menunjukan hal
tersebut. Perbedaan in vitro dan in vivo mungkin dapat
dijelaskan dengan aktivasi simpatis yang terjadi sebagai
respons terhadap vasodilatasi yang diinduksi oleh dihidropiridin,
yang mengurangi efek kronotropik dan inotropik
negatif.

3.

HUBUNGAN STRUKTUR DAN AKTIVITAS OBAT


DIURETIK
a. Diuresis osmosis.
Diuretika osmotik adalah senyawa yang dapat meningkatkan
ekskresi urin dengan mekanisme kerja berdasarkan perbedaan
tekanan osmosa. Diuretika osmotik mempunyai bobot molekul
rendah, dalam tubuh tidak mengalami metabolisme, secara pasif
disaring melalui kapsula bowman ginjal, dan tidak diabsorpsi
kembali oleh tubulus renalis. Bila diberikan dalam dosis besar atau
larutan pekat akan menarik air dan elektrolit ke tubulus renalis yang
disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan osmosa sehingga terjadi
diuresis.
Diuretik osmotik adalah natriuretik, dapat meningkatkan
ekskresi natrium dan air. Efek samping diuretik osmotik antara lain
adalah gangguan keseimbangan elektrolit, dehidrasi, mata kabur,
nyeri kepala dan takikardia.
b. Penghambat karbonik anhidrase ginjal.
Senyawa penghambat karbonik anhidrase adalah saluretik,
digunakan secara luas untuk pengobatan sembab yang ringan dan
moderat, sebelum ditemukan diuretika turunan tiazida. Efek
samping yang ditimbulkan golongan ini antara lain adalah
gangguan saluran cerna, menurunnya nafsu makan, parestesia,
asidosis sistemik, alkalinasi urin, dan hipokalemi. Adanya efek
asidosis sistemik dan alkalinasi urin dapat mengubah secara
bermakna perbandingan bentuk terioisasi dan yang tak terionisasi
dari obat-obat lain dalm cairan tubuh, sehingga mempengaruhi
pengangkutan, penyimpanan, metabolisme, ekskresi dan aktifitas
obat-obat tersebut. Penggunaan diuretika penghambat karbonik
anhidrase terbatas karena cepat menimbulkan toleransi. Sekarang
diuretik pnghambat karbonik anhidrase lebih banyak dugunakan
sebagai obat penunjang pada pengobatan glaukoma, dikombinasi
dengan miotik, seperti pilokarpin, karena dapat menekan

pembentukan aqueous humour dan menurunkan tekanan dalam


mata.
Mekanisme kerja
Karbonik anhidrase adalah metaloenzim yang
berperan dalam permbentukan asam karbonat, sebagai hasil
reaksi antara air dan gas asam arang. Asam karbonat yang
terbentuk kemudian terdisosiasi menjadi H + dan HCO3-. Ion H+
inilah yang digunakan sebagai pengganti ion-ion Na + dan K+
yang diabsorpsi kembali oleh tubulus renalis.
Mekanisme di atas digambarkan secara skematik
sebagai berikut :

Bila kerja enzim dihambat maka produksi asam


karbonat akan menurun, sehingga jumlah ion H + sebagai
pengganti ion Na+ yang tertiggal, bersama-sama dengan HCO 3dan air, akan meningkatkan volume urin, yang kemudian
dikeluarkan dan menyebabkan efek diuresis.
4.

Anda mungkin juga menyukai