Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS


SINDROME NEFROTIK

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Stase Keperawatan Anak

Dosen Pengampu :

Yusi Sofiyah, M.Kep., Ns., Sp.Kep.An

Disusun oleh :

SRI YUNITA

NIM. 402019070

PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG


LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Nefrotik Syndrome

1. Pengertian nefrotik syndrome

a. Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh

kerusakan glomerulus karena ada peningkatan permeabilitas

glomerulus terhadap protein plasma menimbulkan proteinuria,

hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema (Betz & Sowden,

2009).

b. Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,

hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat

hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (Nurarif & Kusuma,

2013).

c. Sindroma nefrotik adalah suatu keadaan klinik dan

laboratorik tanpa menunjukkan penyakit yang mendasari, dimana

menunjukkan kelainan inflamasi glomerulus. Secara fungsional

sindrom nefrotik diakibatkan oleh keabnormalan pada proses filtrasi

dalam glomerulus yang biasanya menimbulkan berbagai macam

masalah yang membutuhkan perawatan yang tepat, cepat, dan akurat

(Alatas, 2002).

d. Nefrotik sindrom adalah gangguan klinik yang ditandai

dengan peningkatan protein urine (Proteinuria), edema, penurunan

albumin dalam darah (Hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid dalam

darah (Hiperlipidemia). Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan pecahan


plasma protein ke dalam urine karena peningkatan permeabilitas

membran kapiler glomerulus (dr. Nursalam, dkk. 2009).

e. Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis,

meliputi proteinuria masif > 3,5 gr/hr, hipoalbuminemia, edema,

hiperlipidemia. Manifestasi dari keempat kondisi tersebut yang sangat

merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan

peningkatan permeabilitas glomerulus (Muttaqin, 2012).

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan, sindrom

nefrotik pada anak merupakan kumpulan gejala yang terjadi pada anak

dengan karakteristik proteinuria, hipoalbumininemia, hiperlipidemia yang

disertai edema.

2. Anatomi fisiologi ginjal

Menurut Gibson, John (2013), setiap ginjal memiliki panjang sekitar

12 cm, lebar 7 cm, dan tebal maksimum 2,5cm, dan terletak pada bagian

belakang abdomen, posterior terhadap peritoneum, pada cekungan yang

berjalan di sepanjang sisi corpus vertebrae. Lemak perinefrik adalah

lemak yang melapisi ginjal. Ginjal kanan terletak agak lebih rendah

daripada ginjal kiri karena adanya hepar pada sisi kanan. Sebuah

glandula adrenalis terletak pada bagian atas setiap ginjal.

Setiap ginjal memiliki ujung atas dan bawah yang membulat (Ujung

superior dan inferior), margo lateral yang membulat konveks, dan pada

margo medialis terdapat cekungan yang disebut hilum. Arteria dan


vena, pembuluh limfe, nervus renalis, dan ujung atas ureter bergabung

dengan ginjal pada hilum.

Gambar 1. Struktur ginjal. Pearce, Evelyn. L (2011)

Berikut penjelasan bagian-bagian di dalam ginjal :

a. Ginjal terletak di bagian perut. Gambar ginjal di atas adalah ginjal kiri

yang telah di belah.

b. Calyces adalah suatu penampung berbentuk cangkir dimana urin

terkumpul sebelum mencapai kandung kemih melalui ureter.

c. Pelvis adalah tempat bermuaranya tubulus yaitu tempat

penampungan urin sementara yang akan dialirkan menuju kandung

kemih melalui ureter dan dikeluarkan dari tubuh melalui uretra.

d. Medula terdiri atas beberapa badan berbentuk kerucut (Piramida), di

dalam medula terdapat lengkung henle yang menghubungkan tubulus

kontroktus proksimal dan tubulus kontroktus distal.

e. Korteks didalamnya terdapat jutaan nefron yang terdiri dari bagian badan

malphigi. Badan malphigi tersusun atas glomerulus yang di


selubungi kapsul bowman dan tubulus yang terdiri dari tubulus

kontortus proksimal, tubulus kontroktus distal, dan tubulus

kolektivus.

f. Ureter adalah suatu saluran muskuler yang berbentuk silinder yang

mengantarkan urin dari ginjal menuju kandung kemih.

g. Vena ginjal merupakan pembuluh balik yang berfungsi untuk

membawa darah keluar dari ginjal menuju vena cava inferior

kemudian kembali ke jantung.

h. Arteri ginjal merupakan pembuluh nadi yang berfungsi untuk

membawa darah ke dalam ginjal untuk di saring di glomerulus.

Gambar 2. Bagian-bagian nefron. Gibson, John (2013)

Di dalam korteks terdapat jutaan nefron. Nefron adalah unit

fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas tubulus kontroktus

proximal, tubulus kontortus distal dan duktus duktus koligentes.

Berikut adalah penjelasan bagian-bagian di dalam nefron :


a. Nefron adalah tempat penyaringan darah. Di dalam ginjal terdapat

lebih dari 1 juta buah nefron. 1 nefron terdiri dari glomerulus,

kapsul bowman, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle,

tubulus kontortus distal, tubulus kolektivus.

b. Glomerulus merupakan tempat penyaringan darah yang akan

menyaring air, garam, asam amino, glukosa, dan urea,

menghasilkan urin primer.

c. Kapsul bowman adalah semacam kantong/kapsul yang membungkus

glomerulus. Kapsul bowman ditemukan oleh Sir William Bowman.

d. Tubulus kontortus proksimal adalah tempat penyerapan kembali/

reabsorbsi urin primer yang menyerap glukosa, garam, air, dan asam

amino. Menghasilkan urin sekunder.

e. Lengkung henle merupakan penghubung tubulus kontortus

proksimal dengan tubulus kontortus distal.

f. Tubulus kontortus distal merupakan tempat untuk melepaskan zat-

zat yang tidak berguna lagi atau berlebihan ke dalam urine

sekunder. Menghasilkan urin sesungguhnya.

g. Tubulus kolektivus adalah tabung sempit panjang dalam ginjal yang

menampung urin dari nefron, untuk disalurkan ke pelvis menuju

kandung kemih.

3. Etiologi nefrotik syndrome

Menurut Mansjoer 2010, penyebab sindrom nefrotik yang pasti

belum diketahui. Akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit


autoimun, yaitu suatu reaksi antigen antibodi. Umumnya etiologi dibagi

menjadi :

a. Sindrom nefrotik bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal,

resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya

pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.

b. Sindrom nefrotik sekunder

Disebabkan oleh malaria kuartana atau parasit lainnya, penyakit

kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid,

glumerulonefritis akut atau kronik, trombosis vena renalis, bahan

kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air

raksa, amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis

membranoproliferatif hipokomplementemik.

c. Sindrom nefrotik idiopatik

Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer.

Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal

dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron. Churg

dkk membagi menjadi 3 golongan yaitu kelainan terpadu,

nefropati membranosa, dan glomerolunefritis (Ngastiyah, 2005 dalam

Niken, 2014).

4. Patofisiologi nefrotik syndrome

Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan

berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi


proteinuria. Lanjutan dari proteinuria menyebabkan

hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik

plasma menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke dalam

interstitial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan

intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal

karena hypovolemi.

Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan

kompensasi dengan merangsang produksi renin-angiotensin dan

peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron

yang kemudian terjadi retensi kalium dan air. Dengan retensi natrium dan

air akan menyebabkan edema. Terjadi peningkatan kolesterol dan

trigliserida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi

lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan

onkotikplasma. Adanya hiperlipidemia juga akibat dari

meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh

karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam urin

(Lipiduria).

Menurunya respon imun karena sel imun tertekan,

kemungkinan disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia,

atau defesiensi seng (Yuliani, 2007 dalam Niken, 2014).

PATHWAY
5.
Manifestasi klinis nefrotik syndrome

Adapun manifestasi klinis menurut Betz & Sowden (2002) adalah

proteinuria, retensi cairan dan edema yang menambah berat badan, edema

periorbital, edema dependen, pembengkakan genitelia eksterna, edema fasial,

asites dan distensi abdomen, penurunan jumlah urine, hematuria, anorexia, diare,

pucat dan gagal tumbuh dan pelisutan (Jangka panjang). Sedangkan menurut

Dona L. Wong (2004) adalah penambahan berat badan, edema, wajah sembab,

pembengkakan abdomen (Asites), kesulitan pernafasan (Efusi pleura),

pembengkakan labial atau scrota.


Menurut Brunner & Suddarth edisi 8 Vol. 2 (2002), manifestasi klinis dari

sindrom nefrotik adalah edema, malese, sakit kepala, iritabilitas dan keletihan.

6. Komplikasi nefrotik syndrome

Komplikasi sindrom nefrotik mencakup infeksi akibat defisiensi respon imun,

tromboembolisme (Terutama vena renal), emboli pulmoner, dan peningkatan

terjadinya aterosklerosis (Smeltzer, SC, Bare BG, 2002: 1442). Adapun

komplikasi secara umum dari sindrom nefrotik adalah :

a. Penurunan volume intravaskuler (Syok hipovolemik)

b. Kemampuan koagulasi yang berlebihan (Trombosit vena)

c. Perburukan nafas (Berhubungan dengan retensi cairan)

d. Kerusakan kulit

e. Infeksi

f. Efek samping steroid yang tidak diinginkan

7. Pemeriksaan penunjang nefrotik syndrome

Menurut Betz & Sowden (2009), pemeriksaan penunjang sebagai berikut :

a. Uji urine

 Urinalisis : Proteinuria (Dapat mencapai lebih dari 2g/m2/hari), bentuk

hialin dan granular, hematuria.

 Uji dipstick urine : Hasil positif untuk protein dan darah

 Berat jenis urine : Meningkat palsu karena proteinuria

 Osmolalitas urine : Meningkat

b. Uji darah
 Kadar albumin serum : Menurun (Kurang dari 2 g/dl)

 Kadar kolesterol serum : Meningkat (Dapat mencapai 450 sampai 1000

mg/dl).

 Kadar trigliserid serum : Meningkat

 Kadar hemoglobin dan hematokrit : Meningkat

 Hitung trombosit : Meningkat (Mencapai 500.000 sampai 1.000.000/ul)

 Kadar elektrolit serum : Bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit perorangan

c. Uji diagnostik

Biopsi ginjal (Tidak dilakukan secara rutin)

d. Uji diagnostik

 Rotgen dada menunjukan adanya cairan berlebih

 USG ginjal dan CT scan

8. Penatalaksanaan nefrotik syndrome

a. Penatalaksanaan medis

 Istirahatkan sampai edema berkurang, batasi asupan natrium 1g/hari

 Diit protein tinggi sebanyak 2 – 3 g/kg BB dengan garam minimal bila edema

masih berat dan bila edema berkurang dapat di beri sedikit garam

 Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam sapat digunakan

diuretik (Furosemid 1mg/kg BB/hari).

 Mencegah infeksi harus diperiksa, kemungkinan anak menderita tuberkolosis

b. Penatalaksanaan keperawatan
 Tirah baring : Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa

harimungkin diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna mengurangi edema.

 Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit (Bantal diletakkan

memanjang, karena jika bantal melintang maka ujung kaki akan lebih rendah

dan akan menyebabkan edema hebat).

 Mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbangan harian, pencatatan

tekanan darah dan pencegahan dekubitus.

 Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum untuk

mencegah pembengkakan skrotum karena tergantung (Pernah terjadi keadaan

skrotum akhirnya pecah dan menjadi penyebab kematian pasien) (Ngastiyah,

2005 dalam Niken, 2012).

Menurut Wong (2008), Penatalaksanaan medis untuk Sindrom nefrotik

mencakup :

a. Pemberian kortikosteroid (Prednison atau prednisolon) untuk

menginduksi remisi. Dosis akan diturunkan setelah 4 sampai 8 minggu terapi.

Kekambuhan diatasi dengan kortikosteroid dosis tinggi untuk beberapa

hari.

b. Penggantian protein (Albumin dari makanan atau intravena)

c. Pengurangan edema

 Terapi diuretik (Diuretik hendaknya digunakaan secara cermat

untuk mencegah terjadinya penurunan volume intravaskular,

pembentukan trombus, dan atau ketidakseimbangan elektrolit).

 Pembatasan natrium (Mengurangi edema)


d. Mempertahankan keseimbangan elektrolit

e. Pengobatan nyeri (Untuk mengatasi ketidaknyamanan yang

berhubungan dengan edema dan terapi invasif)

f. Pemberian antibiotik (Penisilin oral profilaktik atau agens lain)

g. Terapi imunosupresif (Siklofosfamid, klorambusil, atau siklosporin) untuk

anak yang gagal berespons terhadap steroid.


B. Konsep Asuhan Keperawatan Nefrotik Syndrome

1. Pengkajian

A. Garis Besar Pengkajian Riwayat Kesehatan


1. Identifikasi Data Umum
a. Nama
b. Alamat
c. Telephone
d. Tempat dan Tanggal Lahir
e. Suku
f. Jenis Kelamin
g. Agama
h. Tanggal Pengkajian
i. Sumber Informasi
2. Keluhan Utama
Keluhan utama pada kasus nefrotik syndrom biasanya yaitu bengkak seluruh
tubuh.
3. Keluhan Penyakit Sekarang
(keluhan yang tampak berhubungan dengan keluhan utama).
4. Riwayat Kesehatan Lalu
a. Riwayat kelahiran( masa hamil, saat dilahirkan)
b. Riwayat penyakit, cedera atau operasi
c. Riwayat alergi
d. Riwayat obat yang pernah didapatkan
e. Riwayat immunisasi
f. Riwayat Tumbuh Kembang
g. Riwayat kebiasaan dirumah
5. Pengkajian Fisik
a. Pengukuran Pertumbuhan
1) Tinggi Badan
2) BB badan : terjadi peningkatan berat badan yang signifikan pada kasus
nefrotik syndrom dikarenakan anak mengalami udema.
3) Lingkar kepala
4) Lingkar dada
b. Pengukuran Fisiologi
1) Nadi
2) Pernafasan
3) Tekanan Darah:
Keadaan Umum
1) Wajah : muka sembab, dan terdapat udema palpebra.
2) Kesadaran
c. Kulit
Amati kulit dibawah sinar yang cukup atau penerangan:
1) Color : Perubahan warna kulit yang diamati seperti cianosis, pallor,
eritema,
2) Texture: biasanya terdapat striae karena kulit meregang akibat udema.
3) Temparature
4) Pitting udema

Pengkajian menurut Wong (2008), pengkajian kasus sindrom nefrotik

sebagai berikut :

a. Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema

b. Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan adanya

peningkatan berat badan dan kegagalan fungsi ginjal.

c. Observasi adanya manifestasi dari sindrom nefrotik : Kenaikan berat

badan, edema, bengkak pada wajah (Khususnya di sekitar mata yang

timbul pada saat bangun pagi , berkurang di siang hari), pembengkakan


abdomen (Asites), kesulitan nafas (Efusi pleura), pucat pada kulit, mudah

lelah, perubahan pada urine (Peningkatan volume, urine berbusa).

d. Pengkajian diagnostik meliputi analisa urin untuk protein, dan sel darah

merah, analisa darah untuk serum protein (Total albumin/globulin

ratio, kolesterol) jumlah darah, serum sodium.

2. Diagnosa keperawatan

a. Kelebihan volume cairan (Tubuh total) berhubungan dengan

akumulasi cairan dalam jaringan dan ruang ketiga (Wong, 2008).

b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor kulit

(Wong, 2008).

c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan (Wong, 2008)

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan mual, muntah, dan anoreksia (Wong, 2008).

e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai

proses penyakit (Wilkinson, 2011).

f. Ketakutan anak berhubungan dengan tindakan keperawatan

(Wilkinson, 2011)

g. Risiko infeksi berhubungan dengan menurunnya respon imun (Wong,

2008)

3. Rencana tindakan

a. Kelebihan volume cairan (Tubuh total) berhubungan dengan akumulasi

cairan dalam jaringan dan ruang ketiga (Wong, 2008).


Batasan karakteristik mayor edema (Perifer sakral), kulit menegang,

mengkilap. Sedangkan batasan karakteristik minor asupan lebih banyak

daripada keluaran, sesak nafas, peningkatan berat badan (Carpenito, 2009).

Tujuan : Pasien tidak menunjukkan bukti-bukti akumulasi cairan atau bukti

akumulasi cairan yang ditunjukkan pasien minimum.

Kriteria hasil :

 Berat badan ideal

 Tanda-tanda vital dalam batas normal

 Asites dan edema berkurang

 Berat jenis urine dalam batas normal

Intervensi :

 Kaji lokasi dan luas edema

 Monitor tanda-tanda vital

 Monitor masukan makanan/cairan

 Timbang berat badan setiap hari

 Ukur lingkar perut

 Tekan derajat pitting edema, bila ada

 Observasi warna dan tekstur kulit

 Monitor hasil urin setiap hari

 Kolaborasi pemberian terapi diuretik

b. Kerusakaan integritas kulit berhubungan perubahan turgor kulit/ edema

(Nurafif & Kusuma, 2013).


Batasan karakteristik mayor gangguan jaringan epidermis dan dermis.

Sedangkan batasan karakteristik minornya adalah pencukuran kulit, lesi,

eritema, pruritis (Carpenito, 2009).

Tujuan : Kulit anak tidak menunjukan adanya kerusakan integritas, kemerahan

atau iritasi.

Kriteria hasil :

 Tidak ada luka/lesi pada kulit

 Perfusi jaringan baik

 Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dengan

perawatan alami.

Intervensi :

 Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar

 Hindari kerutan pada tempat tidur

 Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering

 Mobilisasi pasien (Ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali

 Monitor kulit akan adanya kemerahan

 Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan

 Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat

c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan (Wong, 2008).

Batasan karakteristik mayor kelemahan, pusing, dispnea. Sedangkan

batasan karakteristik minor pusing, dipsnea, keletihan, frekuensi akibat

aktivitas (Carpenito, 2009).


Tujuan : Anak dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kemampuan dan

mendapatkan istirahat dan tidur yang adekuat.

Kriteria hasil : Anak mampu melakukan aktivitas dan latihan secara

mandiri. Intervensi :

 Pertahankan tirah baring awal bila terjadi edema hebat

 Seimbangkan istirahat dan aktivitas bila ambulasi

 Rencanakan dan berikan aktivitas tenang

 Instruksikan anak untuk istirahat bila ia mulai merasa lelah

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

mual, muntah dan anoreksia (Wong, 2008).

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil : Tidak terjadi mual dan muntah, menunjukkan masukan

yang adekuat, mempertahankan berat badan.

Intervensi :

 Tanyakan makanan kesukaan pasien

 Anjurkan keluarga untuk mendampingi anak pada saat makan

 Pantau adanya mual dan muntah

 Bantu pasien untuk makan

 Berikan makanan sedikit tapi sering

 Berikan informasi pada keluarga tentang diet klien

e. Ketakutan anak berhubungan dengan tindakan keperawatan

(Wilkinson, 2011). Tujuan : Ketakutan anak berkurang

Kriteria hasil : Anak merasa tenang dan anak kooperatif.


Intervensi :

 Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan

 Jelaskan semua prosedur termasuk sensasi diperkirakan akan dialami

selama prosedur dilakukan.

 Berusaha memahami perspektif pasien dari situasi stress

 Dorong keluarga untuk tinggal dengan pasien

 Lakukan terapi bermain

f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai

proses penyakit (Wong, 2008).

Tujuan : Pengetahuan pasien/keluarga pasien bertambah

Kriteria hasil : Informasi mengenai proses penyakit bertambah

Intervensi :

 Kaji pengetahuan orangtua tentang penyakit dan keperawatannya

 Identifikasi kebutuhan terhadap informasi tambahan mengenai perilaku

promosi kesehatan/ program terapi (Misal mengenai diit).

 Berikan waktu kepada pasien untuk mengajukan pertanyaan

 Gunakan berbagai strategi penyuluhan

g. Risiko infeksi berhubungan dengan menurunnya respon imun (Wong,

2008). Tujuan : Anak tidak menunjukan bukti-bukti infeksi

Kriteria hasil : Hasil laboratorium normal, tanda-tanda vital stabil, tidak

ada tanda-tanda infeksi.

Intervensi :

 Lindungi anak dari kontak individu terinfeksi


 Gunakan teknik mencuci tangan yang baik

 Jaga agar anak tetap hangat dan kering

 Pantau suhu

 Ajari orang tua tentang tanda dan gejala infeksi

DAFTAR PUSTAKA

Linda Dwi Maharani. 2017. Asuhan Keperawatan pada An. D dengan Sindrom

Nefrotik di Ruang Kanthil Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas. Purwokerto :

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah.

http://repository.ump.ac.id/3917/3/LINDA%20DWI%20MAHARANI%20BAB

%20II.pdf
Bayu Indra Setiawan. 2015/2016. Asuhan Keperawatan An. A Usia Sekolah

dengan Sindrom Nefrotik di Ruang Alamanda Rumah Sakit Umum Daerah Dr.

Hi. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Pringsewu Lampung : Program Studi DIII

Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Muhammadiyah.

file:///C:/Users//AppData/Local/Temp/BAYU%20INDRA%20SETIAWAN

%20(144012013053).pdf

Apriliani Siburian. 2013. Analisis Praktik Klinik Keperawatan Anak Kesehatan

Masyarakat pada Pasien Sindrom Nefrotik di Lantai 3 Selatan RSUP Fatmawati.

Depok : Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

file:///C:/Users/-/AppData/Local/Temp/digital_20351523-PR-Apriliani%20S.pdf

https://www.penjaskes.co.id/wp-content/uploads/2019/03/bagian-bagian-

ginjal.jpg

https://1.bp.blogspot.com/I7JDam6K8/VUBL6o3TY9I/AAAAAAAAEbc/IU2wO

Lh1Jc/s1600/bsrjyk%2Cmnb.png

https://poetryputrie.files.wordpress.com/2015/04/woc-sin-nef.png

Anda mungkin juga menyukai