Anda di halaman 1dari 20

kedua area ini terdapat eminentia intercondylaris.

Condylus lateralis
memiliki facies artikularis circularis untuk caput fibulae pada aspek lateralnya.
Condylus medialis mempunyai sebuah alur pada aspek posteriornya untuk
insersio m. Semimembranosus. Corpus tibia berbentuk segitiga pada potongan
melintang, dengan tiga batas (margo) dan tiga permukaan (facies). Yakni,
facies lateralis, facies medialis dan facies posterior. serta tiga buah tepi yaitu
margo anterior , margo medialis, margo interosseus. Pada pertemuan margo
anterior dengan ujung atas tibia terdapat tuberositas, yang menjadi tempat
melekat lig. Pattelae. Margo anterior membulat dibagian bawah, tempat ia
menyatu dengan malleolus medialis. Margo lateral atau interossea menjadi
tempat
cepat, diawali dengan nyeri lokal hebat yang terasa berdenyut. Pada
anamnesis sering dikaitkan dengan riwayat jatuh sebelumnya disertai
gangguan gerak yang disebut pseudoparalisis. Dalam 24 jam akan
muncul gejala sistemik berupa seperti demam, malaise, gelisah, dan
anoreksia. Nyeri terus menghebat dan disertai pembengkakan.
Setelah beberapa hari, infeksi yang keluar dari tulang dan mencapai
subkutan akan menimbulkan selulitis sehingga kulit akan menjadi
kemerahan. Oleh karenanya, setiap selulitis pada bayi sebaiknya
dicurigai dan diterapi sebagai osteomielitis sampai terbukti
sebaliknya.

Gejala umum dari osteomielitis meliputi :


 Demam yang memiliki onset tiba-tiba tinggi
 Kelelahan
 Rasa tidak nyaman
 Irritabilitas
 Keterbatasan gerak (pseudoparalisis anggota badan pada
neonates)
 Edema lokal, eritema dan nyeri.
B.      Osteomielitis Subakut.

1
Infeksi subakut biasanya berhubungan dengan pasien pediatrik.
Infeksi ini biasanya disebabkan oleh organisme dengan virulensi
rendah dan tidak memiliki gejala. Osteomielitis subakut memiliki
gambaran radiologis yang merupakan kombinasi dari gambaran
akut dan kronis. Seperti osteomielitis akut, maka ditemukan adanya
osteolisis dan elevasi periosteal. Seperti osteomielitis kronik, maka
ditemukan adanya zona sirkumferensial tulang yang sklerotik.
Apabila osteomielitis subakut mengenai diafisis tulang panjang,
maka akan sulit membedakannya dengan Histiositosis Langerhans’
atau Ewing’s Sarcoma.

C.      Osteomielitis Kronik.


Osteomielitis kronis merupakan hasil dari osteomielitis akut dan
subakut yang tidak diobati. Kondisi ini dapat terjadi secara hematogen,
iatrogenik, atau akibat dari trauma tembus. Infeksi kronis seringkali
berhubungan dengan implan logam ortopedi yang digunakan untuk
mereposisi tulang. Inokulasi langsung intraoperatif atau perkembangan
hematogenik dari logam atau permukaan tulang mati merupakan tempat
perkembangan bakteri yang baik karena dapat melindunginya dari
leukosit dan antibiotik. Pada hal ini, pengangkatan implan dan tulang
mati tersebut harus dilakukan untuk mencegah infeksi lebih jauh lagi.
Gejala klinisnya dapat berupa ulkus yang tidak kunjung sembuh,
adanya drainase pus atau fistel, malaise, dan fatigue. Penderita
osteomielitis kronik mengeluhkan nyeri lokal yang hilang timbul
disertai demam dan adanya cairan yang keluar dari suatu luka
pascaoperasi atau bekas patah tulang. Pemeriksaan rongent
memperlihatkan gambaran sekuester dan penulangan baru.

Gejala Osteomielitis kronik :


 Ulkus yang tidak sembuh
 Drainase saluran sinus
 Kelelahan kronik

2
 Rasa tidak nyaman
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
 Demam (terdapat pada 50% dari neonates)
 Edema
 Teraba hangat
 Fluktuasi
 Penurunan dalam penggunaan ekstremitas (misalnya
ketidakmampuan dalam berjalan jika tungkai bawah yang terlibat
atau terdapat pseudoparalisis anggota badan pada neonatus).
 Kegagalan pada anak-anak untuk berdiri secara normal.
 Drainase saluran sinus (biasanya ditamukan pada stadium lanjut atau
jika terjadi infeksi kronis).
Sistem klasifikasi lainnya mengkategorisasikan infeksi muskuloskeletal
berdasarkan etiologi dan kronisitasnya : hematogen dan penyebaran kontinyu
(dengan atau tanpa penyakit vaskular). Penyebaran infeksi hematogen dan
kontinyu dapat bersifat akut meskipun penyebaran kontinyu berhubungan
dengan adanya trauma atau infeksi lokal jaringan lunak yang sudah ada
sebelumnya. 1,3
Pada awal penyakit, gejala sistemik seperti febris, anoreksia, dan malaise
menonjol, sedangkan gejala lokal seperti pembengkakan atau selulitis belum
tampak. Nyeri spontan lokal yang mungkin disertai nyeri tekan dan sedikit
pembengkakan serta kesukaran gerak dari ekstremitas yang terkena,
merupakan gejala osteomielitis hematogen akut. Pada anak-anak yang kecil,
seringkali sulit untuk mengetahui lokasi nyeri, sementara di anak-anak yang
lebih tua itu biasanya lebih terlokalisasi. lokasi yang paling sering terlibat
adalah tulang panjang anggota badan yang lebih rendah, sehingga anak-anak
sering datang dengan pincang. 3
Pada pemeriksaan fisik pastinya berhubungan dengan gejala yang terjadi
secara sistemik dan secara lokal. Pemeriksaan dapat ditemukan gejala edema
dengan tanda-tanda kardinal inflamasi pada bagian yang terinfeksi dengan atau
tanpa demam dan nyeri tekan, pengurangan penggunaan ekstremitas. pada
pemeriksaan mungkin bisa di dapatkan respon inflamasi reaktif atau tanda

3
sendi yang terinfeksi. Drainase dari tulang ke kulit dan deformitas tulang,
keduanya jarang pada penyakit akut. Ketika ditemukan, gejala ini
menunjukkan subakut atau osteomielitis kronis.1,2

2.3 Etiologi
Pada dasarnya, semua jenis organisme, termasuk virus, parasit, jamur,
dan bakteri, dapat menghasilkan osteomielitis, tetapi paling sering
disebabkan oleh bakteri piogenik tertentu dan mikobakteri. Penyebab
osteomielitis pyogenik adalah kuman Staphylococcusaureus(89-
90%),  Escherichia coli,Pseudomonas, dan Klebsiella.
2.4 Patogenesis
Infeksi dalam sistem muskuloskeletal dapat berkembang melalui
beberapa cara. Kuman dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka penetrasi
langsung, melalui penyebaran hematogen dari situs infeksi didekatnya ataupun
dari struktur lain yang jauh, atau selama pembedahan dimana jaringan tubuh
terpapar dengan lingkungan sekitarnya.1,2
Osteomielitis hematogen adalah penyakit masa kanak-kanak yang
biasanya timbul antara usia 5 dan 15 tahun.Ujung metafisis tulang panjang
merupakan tempat predileksi untuk osteomielitis hematogen. Diperkirakan
bahwa end-artery dari pembuluh darah yang menutrisinya bermuara pada
vena-vena sinusoidal yang berukuran jauh lebih besar, sehingga menyebabkan
terjadinya aliran darah yang lambat dan berturbulensi pada tempat ini. Kondisi
ini mempredisposisikan bakteri untuk bermigrasi melalu celah pada endotel
dan melekat pada matriks tulang. Selain itu, rendahnya tekanan oksigen pada
daerah ini juga akan menurunkan aktivitas fagositik dari sel darah putih.
Dengan maturasi, ada osifikasi total lempeng fiseal dan ciri aliran darah yang
lamban tidak ada lagi. Sehingga osteomielitis hematogen pada orang dewasa
merupakan suatu kejadian yang jarang terjadi.1,2
Infeksi hematogen ini akan menyebabkan terjadinya trombosis pembuluh
darah lokal yang pada akhirnya menciptakan suatu area nekrosis avaskular
yang kemudian berkembang menjadi abses. Akumulasi pus dan peningkatan
tekanan lokal akan menyebarkan pus hingga ke korteks melalui sistem Havers

4
dan kanal Volkmann hingga terkumpul dibawah periosteum menimbulkan rasa
nyeri lokalisata di atas daerah infeksi. Abses subperiosteal kemudian akan
menstimulasi pembentukan involukrum periosteal (fase kronis). Apabila pus
keluar dari korteks, pus tersebut akan dapat menembus soft tissues disekitarnya
hingga ke permukaan kulit, membentuk suatu sinus drainase.
Berdasarkan teori penyebab osteomielitis bisa dikarenakan faktor trauma,
hal ini berkaitan dengan jejas yang ditimbulkan pasca trauma yang
menyebabkan gangguan metabolisme ditulang sehingga suplai aliran darah
untuk menutrisi bagian metafisis dari tulang terganggu yang dapat
menyebabkan munculnya proses inflamasi dari dalam tubuh.
2.5 Pemeriksaan penunjang:
a. Pemeriksaan darah lengkap:
Jumlah leukosit mungkin tinggi, tetapi sering normal. Adanya pergeseran ke
kiri biasanya disertai dengan peningkatan jumlah leukosit PMN. Tingkat C-
reaktif protein biasanya tinggi dan nonspesifik; laju endapan darah (LED)
dapat menunjukan adanya peningkatan LED pada permulaan. LED biasanya
meningkat (90%), namun temuan ini secara klinis tidak spesifik. CRP dan
LED memiliki peran terbatas dalam menentukan osteomielitis  kronis
seringkali didapatkan hasil yang normal.

b. Kultur
Kultur dari luka superficial  atau saluran sinus sering tidak berkorelasi
dengan bakteri yang menyebabkan osteomielitis dan memiliki penggunaan
yang terbatas. Darah hasil kultur, positif pada sekitar 50% pasien dengan
osteomielitis hematogen. Bagaimanapun, kultur darah positif mungkin
menghalangi kebutuhan untuk prosedur invasif lebih lanjut untuk
mengisolasi organisme. Kultur tulang dari biopsi atau aspirasi memiliki
hasil diagnostik sekitar 77% pada semua studi.

C. Radiologi
Pemeriksaan penunjang dapat membantu menegakan diagnosis. Dalam
osteomielitis pada ekstremitas, foto radiografi polos adalah alat pemeriksaan

5
utama. Bukti radiograf dari osteomielitis tidak akan muncul sampai kira-kira
dua minggu setelah onset dari infeksi. Kuman biasanya bersarang dalam
spongiosa metafisis dan membentuk pus sehingga timbul abses. Pus
menjalar ke arah diafisis dan korteks, mengangkat periost dan kadang-
kadang menembusnya. Pus meluas di daerah periost dan pada tempat-tempat
tertentu membentuk fokus skunder. Nekrosis tulang yang timbul dapat luas
dan terbentuk sekuester. Periosteum yang terangkat oleh pus kemudian akan
membentuk tulang di bawahnya, yang dikenal sebagai reaksi periosteal.
Juga di dalam tulang itu sendiri dibentuk tulang baru, baik pada trabekula
dan korteks, sehingga tulang terlihat lebih opak dan dikenal sebagai
sklerosis. Tulang yang dibentuk di bawah periost ini membentuk bungkus
bagi tulang yang lama dan disebut involukrum. Involukrum ini pada
berbagai tempat terdapat lubang tempat pus keluar, yang disebut kloaka.4
Seringkali reaksi periosteal yang terlihat lebih dahulu, baru kemudian
terlihat daerah-daerah yang berdensitas lebih rendah pada tulang yang
menunjukkan adanya dekstruksi tulang, dan Pada osteomielitis kronik tulang
akan menjadi tebal dan sklerotik dengan gambaran hilangnya batas antara
korteks dan medula. Dalam tulang yang terinfeksi akan terdapat sekuestra
dan area destruksi.4

c. MRI
MRI efektif dalam deteksi dini dan lokalisasi operasi
osteomyelitis.Penelitian telah menunjukkan keunggulannya dibandingkan
dengan radiografi polos, CT, dan scanning radionuklida dan dianggap
sebagai pencitraan pilihan. Sensitivitas berkisar antara 90-100%.4 Namun
pada pasien tidak dilakukan.

d. CT scan
CT scan dapat menggambarkan kalsifikasi abnormal,pengerasan,dan
kelainan intracortical. Hal ini tidak direkomendasikan untuk penggunaan
rutin untuk mendiagnosis osteomyelitis tetapi sering menjadi pilihan
pencitraan ketika MRI tidak tersedia. 4

6
e. Ultrasonografi
Teknik sederhana dan murah telah menjanjikan, terutama pada anak dengan
osteomielitis akut. Ultrasonografi dapat menunjukkan perubahan sejak 1-
2 hari setelah timbulnya gejala. Kelainan termasuk abses jaringan lunak atau
kumpulan cairan dan elevasi periosteal. Ultrasonografi memungkinkan
untuk petunjuk ultrasound aspirasi. Tidak memungkinkan untuk evaluasi
korteks tulang.4 

2.6 Terapi
Osteomielitis akut harus diobati segera. Biakan darah diambil dan
pemberian antibiotika intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan.
Karena Staphylococcus merupakan kuman penyebab tersering, maka
antibiotika yang dipilih harus memiliki spektrum antistafilokokus. Jika
biakan darah negatif, maka diperlukan aspirasi subperiosteum atau aspirasi
intramedula pada tulang yang terlibat. Pasien diharuskan untuk tirah 
baring, keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan, diberikan
antipiretik bila demam, dan ekstremitas diimobilisasi dengan gips.
Perbaikan klinis biasanya terlihat dalam 24 jam setelah pemberian
antibiotika. 2,3
Jika tidak ditemukan perbaikan, maka diperlukan intervensi bedah.
Terapi antibiotik biasanya diteruskan hingga 6 minggu pada pasien dengan
osteomielitis. LED dan CRP sebaiknya diperiksa secara serial setiap
minggu untuk memantau keberhasilan terapi. Pasien dengan peningkatan
LED dan CRP yang persisten pada masa akhir pemberian antibiotik yang
direncanakan mungkin memiliki infeksi yang tidak dapat ditatalaksana
secara komplit. Idealnya, eksplorasi bedah harus dilakukan pada pasien ini
untuk menentukan apakah dibutuhkan terapi tambahan. 2
Penangan osteomielitis kronik yaitu debridemant untuk
mengeluarkan jaringan nekrotik dalam ruang sekuester, dan penyaliran
nanah. Pasien juga diberikan antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur.

7
Involukrum belum cukup kuat untuk menggantikan tulang asli yang telah
hancur menjadi sekuester sehingga ekstrimitas yang sakit harus dilindungi
oleh gips untuk mencegah patah tulang patologik, dan debridement serta
sekuesterektomi ditunda sampai involukrum menjadi kuat.   Pada fraktur
terbuka, semua soft tissues yang mati dan semua fragmen tulang bebas
harus dibersihkan dari luka. Kulit, lemak subkutan, dan otot harus
didebridemen secara tajam hingga berdarah. Untuk mendeteksi viabilitas
dari cancellous bone, ditandai dengan adanya perdarahan dari permukaan
trabekula. Untuk managemen awal pasca operasi dapat diberikan spalk
atau imobilisasi: Hal Ini mungkin diperlukan untuk imobilisasi tulang yang
terkena dan sendi terdekat untuk menghindari trauma lebih lanjut dan
untuk membantu daerah infeksi untuk sembuh secepat mungkin. spalk dan
imobilisasi sering dilakukan pada anak-anak. Beberapa pertimbangan
sehingga tidak dilakukan pemasangan spalk yaitu karena pada kontrol
awal penting untuk mencegah kekakuan dan atrofi. 4

8
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Identifikasi
Nama : Erdiansyah Bin Sukadi
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 11 Desember 2010
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jl. Tanjung Api-Api, Palembang, Sumatera Selatan
Agama : Islam
MRS : 22 Oktober 2019
No. RM : 58.21.33
Pembiayaan : BPJS

B. Anamnesis (Autoanamnesis dan Alloanamnesis, 22 Oktober 2019)


Keluhan Utama
Nyeri pada tungkai kanan bawah sejak ± 4 bulan SMRS.

Riwayat Perjalanan Penyakit


Sejak ± 4 bulan sebelunya pasien sedang bermain dengan temannya di
belakang rumah tetangga pasien di pasir-pasir dekat pembuangan sampah, lalu
tungkai kanan bawah pasien terinjak oleh batu berukuran sebesar telur puyuh,

9
pasien mengeluh nyeri dan susah untuk berjalan kemudian pasien di bawa ke
tukang urut, lalu minggu pertama timbul benjolan berwarna kemerahan seperti
bisul dipunggung kaki berjumlah 1 buah disertai nyeri, nyeri dirasakan terus
menerus, demam (+) selama 3 hari. Kemudian pasien di bawa ke praktik dokter
dan di beri obat minum dan salep namun pasien lupa nama obatnya dan dokter
mengatakan bahwa benjolan itu hanya bisul. Minggu ke 2 benjolan yang
seperti bisul di punggung kaki bertambah menjadi 2 buah, pada minggu ke 4
benjolan yang seperti bisul bertambah menjadi 3 buah, kemudian pecah disertai
keluar nanah dan terlihat berwarna putih seperti kuku saat dipegang teraba
keras,memanjang kurang lebih 3 cm tampak seperti tulang. ± 2 hari yang lalu
pasien mengeluh nyeri lagi pada tungkai kanan bawahnya. Nyeri yang terasa
panas hingga pada punggung dan telapak kaki dan terasa lebih nyeri jika
ditekan, saat ini pasien tidak mengeluhkan adanya demam, benjolan seperti
bisul yang telah mengeluarkan nanah lama kelamaan mengecil. Kemudian
pasien dibawa ke dokter Poli Bedah untuk diperiksakan.

Riwayat Penyakit Terdahulu:


Pasien mengalami keluhan yang sama sebelumnya (-), Riwayat operasi
disangkal. Riwayat trauma sebelumnya (+).

Riwayat Penyakit Keluarga:


Riwayat penyakit dengan keluhan serupa pada keluarga juga disangkal.
Riwayat diabetes mellitus, hipertensi, dan asma bronchial disangkal.

Pengkajian Nyeri Komprehensif

10
1. Onset : Mendadak, terus menerus
2. Provokasi : Ditekan, digerakkan terasa lebih sakit
3. Quality : Perih/sakit sekali
4. Radiation/Region : Tidak ada
5. Severity :5
6. Treatment : Salep
7. Understanding : Nyeri disebabkan trauma
8. Values : Nyeri menghilang

Nyeri berdasarkan SOCRATES


1. Site (Lokasi) : Nyeri pada kaki kanan
2. Onset (Mulai timbul) : 4 bulan SMRS
3. Character (Sifat) : Nyeri terasa perih, panas
4. Radiation (Penjalaran) : Nyeri tidak menjalar (terlokalisir)
5. Association (Hubungan) : Mual (-), muntah (-)
6. Timing (Saat terjadinya) : Nyeri saat digerakkan maupun tidak
7. Exacerbating and relieving factor: nyeri dirasakan berkurang saat tidur
8. Severity (Tingkat keparahan) : Nyeri semakin lama semakin hebat
C. Pemeriksaan Fisik
Primary Survey
A : Airway clear paten, bicara (+) tidak parau, gargling (-), snoring (-).
B : RR : 20 x / menit, suara napas kanan dan kiri vesikuler, nafas adekuat
C : N : 87 x / menit.
D :GCS E4 M6 V5 : 15, Pupil isokor diameter 3 mm, refleks cahaya (+/+).
E:

 Tampak luka berupa papul multiple berukuran 4 cm


 Suhu 36,9ᴼ C

Secondary Survey
Status Generalis
Keadaan Umum : tampak sakit sedang

11
Kesadaran : Compos mentis (GCS: E4, V5, M6)
BB : 19 Kg
 Tanda Vital
Pernafasan : 20x/menit
Nadi : 87 x/menit, isi dan tegangan cukup
Suhu : 36,9ºC
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
 Keadaan Spesifik
Kepala : normocephali, deformitas (-)
Mata : alis terbakar, konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-)
Telinga dan hidung : bulu hidung terbakar (-)
refleks cahaya (+/+), pupil isokor kanan kiri
Leher : pembesaran KGB (-/-), massa (-)
Axilla : pembesaran KGB (-/-)
Thorax : simetris, retraksi (-), sela iga dalam batas
normal
-Jantung : BJ I/II normal, murmur (-), gallop (-),
- Paru : suara nafas vesikuler (+), ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen : Datar, lemas, nyeri tekan (+)
Genitalia Eksterna : OUE darah (-), skrotum tidak tampak
hematom dan edema
Ekstremitas : akral hangat, deformitas (-), CRT <2,

Status Lokalis
Regio cruris dextra
Look : Terdapat papul multiple dengan diameter ± 3-4 cm, kemerahan di
sekitar luka/sinus, oedem (-),pus(-), tampak tulang menonjol keluar ,
hipervaskularisasi (-)
Feel :Teraba lebih hangat dibanding regio cruris sinistra, nyeri tekan (+),
krepitasi (-), sensibilitas (+)

12
Move : Gerakan aktif pasif normal

Dorsum pedis dextra: kemerahan,


luka putih kemerahan ,tampak
basah, berair, tepi luka kotor, papul
(+), nyeri (+)

Gambar 1. Luka pada punggung kaki kanan

13
Gambar 2. Foto Rotgen pedis dextra
Kesan : Osteomyolitis MT. II Pedis dextra

D. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Darah Rutin
Hb : 13,2 g/dl (N : 12-16 g/dl)
Leukosit : 9,8 mm³ (N : 5000-10000/mm³)
Trombosit : 424.000 mm³ (N :150.000-400.000/mm³)
CT :3
BT :9

E. Diagnosis Kerja
Osteomyolitis kronis Metatarsal II pedis dextra
F. Penatalaksanaan
1. Non operatif
a. Medikamentosa
 Antibiotik : Broadspectrum
 Analgesik : NSAID
b. Non medikamentosa
 Istirahat
 Edukasi kepada pasien beserta keluarganya tentang
penyakit yang diderita pasien
 Menjaga hiegenitas
2. Operatif
 Pro debridement
 Pro sequesterectomy      

14
G. Komplikasi
Komplikasi Dini
 Septikemia
 Abses
 Artritis septic
Komplikasi Lanjut
 Osteomielitis kronik
 Fraktur patologis
 Kontraktur sendi
 Gangguan pertumbuhan

H. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam: dubia ad bonam
Quo ad sanationam: dubia ad bonam

I. Follow Up
Tgl S O A P
25/10/1 Pasien masih merasa kesakitan, T=100/70mmhg Osteomielitis Post
pasien mengeluh masih keluar N= 83x/mnt kronis MT II debridement hari
9
darah . RR= 20x/mnt Pedis Dx pertama,
S= 36,8oC Ceftriaxone 2x1,
ketorolac 2x 30
mg, GV/ hari

26/10/1 Pasien mengeluh sedikit nyeri . T=100/70mmhg Osteomielitis Post


N= 87x/mnt kronis MT II debridement hari
9
RR= 19x/mnt Pedis Dx ke 2,
S= 36,5oC Ceftriaxone 2x1,
ketorolac 2x 30
mg, GV/ hari

15
28/10/1 Pasien mengeluh sedikit nyeri T=100/70mmhg Osteomielitis Post
hanya saat tertekan saja. N= 97x/mnt kronis MT II debridement hari
9
RR= 20x/mnt Pedis Dx ke 2,
S= 36,6oC Ceftriaxone 2x1,
ketorolac 2x 30
mg, GV/ hari

BAB IV

PEMBAHASAN

Sejak ± 4 bulan sebelunya pasien sedang bermain dengan temannya di


belakang rumah tetangga pasien di pasir-pasir dekat pembuangan sampah, lalu
tungkai kanan bawah pasien terinjak oleh batu berukuran sebesar telur puyuh,
pasien mengeluh nyeri dan susah untuk berjalan kemudian pasien di bawa ke
tukang urut, lalu minggu pertama timbul benjolan berwarna kemerahan seperti
bisul dipunggung kaki berjumlah 1 buah disertai nyeri, nyeri dirasakan terus
menerus, demam (+) selama 3 hari. Kemudian pasien di bawa ke praktik dokter
dan di beri obat minum dan salep namun pasien lupa nama obatnya dan dokter
mengatakan bahwa benjolan itu hanya bisul. Minggu ke 2 benjolan yang
seperti bisul di punggung kaki bertambah menjadi 2 buah, pada minggu ke 4
benjolan yang seperti bisul bertambah menjadi 3 buah, kemudian pecah disertai
keluar nanah dan terlihat berwarna putih seperti kuku saat dipegang teraba
keras,memanjang kurang lebih 3 cm tampak seperti tulang. ± 2 hari yang lalu
pasien mengeluh nyeri lagi pada tungkai kanan bawahnya. Nyeri yang terasa
panas hingga pada punggung dan telapak kaki dan terasa lebih nyeri jika
ditekan, saat ini pasien tidak mengeluhkan adanya demam, benjolan seperti
bisul yang telah mengeluarkan nanah lama kelamaan mengecil. Kemudian
pasien dibawa ke dokter Poli Bedah untuk diperiksakan.

16
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang,
Regio cruris dextra
Look : Terdapat papul multiple dengan diameter ± 3-4 cm, kemerahan di
sekitar luka/sinus, oedem (-),pus(-), tampak tulang menonjol keluar ,
hipervaskularisasi (-)
feel :Teraba lebih hangat dibanding regio cruris sinistra, nyeri tekan (+),
krepitasi (-), sensibilitas (+)
Move : Gerakan aktif pasif normal

Diagnosis osteomyolitis pada pasien ini didapatkan dari anamnesis dan


pemeriksaan fisik. Pada kasus ini yang menjadi diagnosa bandingnya adalah
selullitis, anemia sel sabit, dan tumor Ewing.
 Selullitis dijadikan diagnosa banding berdasarkan kesamaan manifestasi klinis
seperti lesi kemerahan yang membengkak di kulit serta terasa hangat dan nyeri
bila di pegang. Umumnya disebabkan oleh staphylococcus aureus.
Namun diagnosa ini dapat disingkirkan bila kemerahan di sekitar luka
didapatkan tidak mengalami penyebaran dan perluasan serta tidak ada kulit
yang terkelupas, karena pada selullitis penyebaran dan perluasan kemerahan
berjalan cepat disekitar luka dan tampak seperti kulit jeruk yang mengelupas.

 Anemia sel sabit dijadikan diagnosa banding karena pada anemia sel sabit di
mana sel-sel darah merah menjadi berbentuk bulan sabit dan sulit untuk
melewati pembuluh darah terutama di bagian pembuluh darah yang
menyempit, karena sel darah merah ini akan tersangkut dan akan menimbulkan
rasa sakit, infeksi serius, dan kerusakan organ tubuh. Lokasi yang sering
terkena serangan tersebut salah satunya adalah pada tulang panjang. Jika terjadi
iskemik pada tulang maka akan terjadi nekrosis, selain itu juga bisa menjadi
osteomielitis.
Namun diagnosa ini dapat disingkirkan jika pada pemeriksaan laboratorium
(Hb, Ht) hasilnya dalam batas normal, karena pada anemia sel sabit akan di
temukan hemolisis yang kronik, hematokrit biasanya 20-30%.

17
 Tumor Ewing dijadikan diagnosa banding karena tumor ewing bisa tumbuh di
bagian tubuh manapun, dan paling sering di tulang panjang. Gejala yang paling
sering dikeluhkan adalah nyeri dan kadang pembengkakan di bagian tulang
yang terkena, penderita juga mungkin mengalami demam.
Namun diagnosa ini dapat disingkirkan jika pada anamnesa tidak ditemukan
adanya pembesaran pada daerah yang dikeluhkan, tidak ada penyebaran
ketempat lain, berat badan pasien tidak menurun secara drastis, dan pada
pemeriksaan foto rontgen tidak didapatkan adanya gambaran massa tumor.
Karena pada tumor ewing pertumbuhannya cepat, penyebarannya juga cepat
ketempat lain, pada pemeriksaan foto rontgen ditemukan adanya massa tumor.
Pada Penatalaksanaan Osteomielitis akut harus diobati segera Karena
Staphylococcus merupakan kuman penyebab tersering, maka antibiotika yang
dipilih harus memiliki spektrum antistafilokokus. Pasien diharuskan untuk
tirah  baring, keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan, diberikan
antipiretik bila demam, dan ekstremitas diimobilisasi dengan gips. Perbaikan
klinis biasanya terlihat dalam 24 jam setelah pemberian antibiotika. Jika tidak
ditemukan perbaikan, maka diperlukan intervensi bedah. Terapi antibiotik
biasanya diteruskan hingga 6 minggu pada pasien dengan osteomielitis.
Penangan osteomielitis kronik yaitu debridemant untuk mengeluarkan jaringan
nekrotik dalam ruang sekuester, dan penyaliran nanah.

Prognosis pada kasus ini baik quo ad vitam, quo ad functionam, dan quo
ad sanationam adalah ad bonam. Dengan perawatan luka yang baik maka proses
penyembuhan luka akan berlangsung dengan baik dan cepat.

18
BAB V

KESIMPULAN

Osteomielitis adalah suatu proses inflamasi akut ataupun kronis dari


tulang dan struktur-struktur disekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman
piogenik. Infeksi dalam suatu sistem muskuloskeletal dapat berkembang melalui
dua cara, baik melalui peredaran darah maupun akibat kontak dengan lingkungan
luar tubuh.
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula
ditemukan pada bayi dan infant. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak
perempuan (4:1). Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur,
tibia, radius, humerus, ulna, dan fibula. Penyebab osteomielitis pada anak-anak
adalah kuman Staphylococcus aureus (89- 90%),Streptococcus (4-7%),
Haemophilus influenza (2-4%), Salmonella typhii dan eschericia coli(1-2%).
Penatalaksanaannya harus secara komprehensif meliputi pemberian antibiotika,
pembedahan, dan konstruksi jaringan lunak, kulit, dan tulang. Juga harus
dilakukan rehabilitasi pada tulang yang terlibat setelah pengobatan.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. King, RW. Osteomyelitis. Updated: Jul 15, 2010 (diakses 10 November,


2019). Available at http://emedicine.medscape.com/article/785020-
overview.
2. Kalyoussef S. Pediatric Osteomyelitis: 2 mei 2016, ( diakses 10 November
2019) Available http://emedicine.medscape.com/article/967095-overview
3. Harik, N. S, Mark S, Management of acute hematogenous osteomyelitis in
children: 1 Desember 2010. NIH Public Access. ( diakses 10 November
2019) Available at http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2836799/
4. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi: Infeksi dan Inflamasi, Edisi ke-
3. Jakarta: PT Yarsif Watampone. 2008; 132-41.
5. Jong W., Sjamsuhidayat R. 2013. Infeksi Muskuloskeletal. In Buku Ajar
Ilmu Bedah. Edisi kedua. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal 903
– 910

20

Anda mungkin juga menyukai