Anda di halaman 1dari 8

TES MANUAL KULIT

Oleh : Fabyenne Vasilefa (71.2014.020)

1. TES DERMOGRAFISME
Menggores kulit dengan benda tumpul dilakukan guna menilai : dermographism, yaitu
urtika atau wheal linear yang

Purpura pada henoch shcoenlein purpura dapat ditentukan dengan tes diaskopi

2. NIKOLSKY

hylococcal scalded skin syndrome.13Nikolsky sign juga bisa dielisitasi pada ichthyosis
bullosa of Siemens (yang jarang terjadi), di mana ia dinamakan sebagai `mauserung
phenomenon'.13

Tanda ini dielisitasi dengan memberikan tekanan lateral dengan menggunakan ibu jari
atau fingerpad pada kulit pada tonjolan tulang (bony prominence). Hal ini akan menyebabkan
tekanan penggeseran yang akan memisahkan lapisan atas epidermis dari lapisan bawah
epidermis.13 Penghapus (rubber eraser) atau sebarang objek tumpul yang bisa mencengkeram
kulit dengan utuh juga bisa digunakan. Nikolsky sign juga bisa dielisitasi pada mukosa oral
dengan menggunakan penghapus atau swab kapas.

Penyebab tersering:

 Kondisi autoimun (Pemphigus vulgaris)


 Infeksi bakteri ( Scalded skin syndrome)
 Toxic drug reaction (Toxic epidermal necrolysis)

Nikolskiy sign memberikan hasil positif pada fase aktif atau progresif penyakit pemfigus.
Bila tanda ini menjadi negatif pada pasien yang menerima terapi imunosupresif, hal ini
memnunjukkan berakhirnya fase akut dari penyakit tersebut.13 Namun demikian, kemunculan
kembali saat pengobatan menunjukkan terjadinya flare-up.13 Pasien ini akan memerlukan
peningkatan dosis imunosupresan atau pemberian obat baru.

Istilah "Nikolskiy phenomenon" digunakan bila lapisan superfisial epidermis dirasakan


bergerak melewati lapisan yang lebih dalam lagi, dan tidak seperti pada Nikolsky’s sign yang
hanya membentuk erosi, pada Nikolsky phenomenon, lesi lepuh terbentuk setelah beberapa
waktu.13

3. Asboe-Hansen sign
Asboe-Hansen sign (juga dikenal sebagai "indirect Nikolsky sign" atau "Nikolsky II sign")
pertama kali dideskripsikan pada tahun 1960 oleh Gustav Asboe Hansen (1917-1989),
seorang dermatologis Danish.14Asboe-Hansen sign juga dikenal sebagai blister-spread sign
yang merujuk kepada terjadinya ekstensi dari lepuh terhadap kulit normal yang berdekatan
dengan lepuh tersebut apabila diberikan tekanan di atas bula tersebut.14
Pembentukan lepuh yang angular terkait dengan penyakit akantolitik intraepidermal seperti
pemfigus, sedangkan pembentukan lesi lepuh yang bulat terkait dengan penyakit akantolitik
subepidermal seperti pemfigus bulosa. 14Asboe-Hansen sign juga bisa ditemukan pada erupsi
obat bulosa.14 Tanda ini sama sekali berbeda dari Nikolsky Sign.

4. Darier sign
Darier’s sign adalah urtikaria dan halo eritematosa yang terbentuk sebagai respon terhadap
penggosokan atau penggoresan lesi mastositosis kutaneus.10
Darier’s sign dinamai dari dermatologis Perancis yang pertama kali menggambarkan tanda
tersebut, Ferdinand-Jean Darier. Deskripsi mastositosis pertama kali dibuat oleh Nettleship
dan Tay pada tahun 1869, dan pada tahun 1878, Sangster menciptakan istilah urtikaria
10
pigmentosa.

Metode Elisitasi
Pada Darier’s sign klasik, penggosokan lesi dengan lembut akan diikuti oleh rasa gatal,
eritema dan pembentukan urtika dalam 2 hingga 5 menit. Hal ini mungkin terjadi selama 30
menit hingga beberapa jam. Pada anak, vesikulasi bisa terjadi pada lesi yang
digosok.Walaupun tanda ini positif pada kulit yang berlesi, namun, tanda ini juga bisa positif
pada kulit yang secara klinisnya normal pada pasien dengan mastositosis. Pada
pseudoxanthomatous mastocytosis, suatu variant dari diffuse cutaneous mastocytosis, yang
akan timbul hanyalah eritem tampa urtika.10
Kondisi Terkait Darier’s Sign

1. Cutaneous mastocytosis:Pada urticaria pigmentosa, bentuk klinis paling sering dari


cutaneous mastocytosis, Darier's sign terdapat pada 94% kasus.10
2. Leukemia kutis: Leukemia kutis terjadi pada 25-30% bayi dengan leukemia
kongenital dan lebih sering terkait dengan leukemia myeloid akut berbanding
leukemia limfoblastik akut. Lesi ‘seperti-urtikaria-pigmentosa’ telah dilaporkan pada
leukemia limfoblastik akut.10
3. Juvenile xanthogranuloma:Juvenile xanthogranuloma adalah merupakan bentuk
paling sering dari histiocytosis sel non-Langerhans. Nagayo et al.melaporkan terdapat
tanda Darier pada kelainan ini.10
4. Histiocytosis X : Foucar et al.menerangkan bahwa terdapat Darier's sign yang positif
pada pasien dengan ‘mast cell rich variant' dari histiocytosis X.10
5. Lymphoma: Pada beberapa kasus jarang, Darier's sign telah dilaporkan terdapat pada
cutaneous large T-cell lymphomadan padanon-Hodgkin's lymphoma.10

Signifikan

Darier's sign merupakan patognomonik dari mastositosis kutaneus walaupun beberapa pasien
mungkin mengalami rasa gatal atau urtika yang sedikit atau sama sekali tidak ada walaupun
kulit tersebut menunjukkan populasi padat sel mast, terutama pada pasien dengan riwayat
yang lama dengan kelainan tersebut. Walaubagaimanapun, Darier’s sign tidak 100% spesifik
untuk mastositosis sejak pertama kali ia dideskripsikan, meskipun jarang, pada
xanthogranuloma juvenil dan leukemia limfoblastik akut.10
Tes Klinis ( Clinical tests)
8. Tes Tempel (Patch Test)
Metode ini adalah dengan menerapkan alergi untuk sebuah patch yang kemudian
diletakkan pada kulit. Hal tersebut dapat dilakukan untuk menunjukkan yang memicu
dermatitis kontak alergi.15 Jika ada alergi antibodi dalam sistem tubuh, kulit akan
menjadi jengkel dan mungkin gatal, lebih mirip gigitan nyamuk. Reaksi ini berarti
pasien alergi terhadap zat tersebut
 

Pemeriksaan status imunologik selular dapat dilakukan secara in vivo maupun secara in
vitro. Uji kulit tipe lambat digunakan untuk mengukur reaksi imunologi selular secara
in vivo dengan melihat terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat setelah
penyuntikan antigen yang sudah dikenal sebelumnya (recall antigen) pada kulit.15

Uji ini menggunakan antigen spesifik yang disuntikkan secara intradermal. Antigen
yang digunakan biasanya yang telah berkontak dengan individu normal, misalnya
tetanus, difteria, streptokokus, tuberkulin (OT), Candida albicans, trikofiton, dan
proteus.15 Pada 85% orang dewasa normal reaksi akan positif dengan paling sedikit
pada satu dari antigen tersebut. Pada populasi anak persentase ini lebih rendah,
walaupun terdapat kenaikan persentase dengan bertambahnya umur. Hanya 1/3 dari
anak berumur kurang dari satu tahun yang akan bereaksi dengan kandida, dan akan
mencapai persentase seperti orang dewasa pada usia di atas 5 tahun.15
         Sebuah aplikator sekali pakai yang berisi semua antigen tersebut dengan larutan
gliserin sebagai kontrol, misalnya seperti Multi-test CMI buatan Merieux Institute
sekarang banyak dipakai. Kit ini mengandung 7 jenis antigen (Candida albicans,
toksoid tetanus, toksoid difteri, streptokinase, old tuberculine, trikofiton, dan proteus)
serta kontrol gliserin secara bersamaan sekaligus dapat diuji.15

Persiapan

Pastikan bahwa kondisi antigen yang digunakan dalam keadaan layak pakai, perhatikan
cara penyimpanan dan tanggal kadaluarsanya Harus diingat bahwa kortikosteroid dan
obat imunosupresan dapat menekan reaksi ini sehingga memberi hasil negatif palsu.
Setelah itu lakukan anamnesis tentang apakah pernah berkontak sebelumnya dengan
antigen yang akan digunakan.

Melakukan uji

Kalau memungkinkan gunakan aplikator seperti di atas sehingga dapat digunakan


banyak antigen sekaligus. Hati-hati sewaktu melepas penutup antigen, harus dengan
posisi menghadap ke atas sehingga antigen tidak tumpah. Kalau tidak ada aplikator
seperti itu dapat digunakan antigen yang mudah didapat (tetanus, tuberculin, dan
sebagainya). Dengan menggunakan alat suntik tuberkulin, pastikan bahwa sejumlah 0,1
ml antigen masuk secara intrakutan hingga berbentuk gelembung dan tidak subkutan.
Beri tanda dengan lingkaran masing-masing lokasi antigen.
Hasil pemeriksaan

Hasil uji dibaca setelah 24-48 jam.15 Bila setelah 24 jam hasil tes tetap negatif maka
cukup aman untuk memberikan dosis antigen yang lebih kuat. Indurasi yang terjadi
harus diraba dengan jari dan ditandai ujungnya, diukur dalam mm dengan diameter
melintang (a) dan memanjang (b). Untuk setiap reaksi gunakan formula (a+b):2. Suatu
reaksi disebut positif bilamana (a+b):2=2 mm atau lebih.15

Efek samping

Dapat terjadi suatu reaksi kemerahan yang persisten selama 3-10 hari tanpa
meninggalkan sikatriks. Pada orang yang sangat sensitif dapat timbul vesikel dan
ulserasi pada lebih dari satu lokasi antigen.

Interpretasi

Uji kulit ini saja tidak cukup untuk menyimpulkan status imunologik selular seseorang
karena untuk dapat disimpulkan hasil uji harus disesuaikan dengan anamnesis dan
keadaan klinik. Untuk menilai suatu uji kulit, seperti juga prosedur diagnostik yang
lain, sangat tergantung pada pemeriksanya. Bila disimpulkan bahwa kemungkinan
terdapat gangguan pada sistem imunitas selular, maka dapat dipertimbangkan
pemberian imunoterapi. Tetapi untuk memulai terapi sebaiknya pemeriksaan
dilanjutkan dengan pemeriksaan secara in vivo.

2. Prick Test (Uji tusuk)


Uji tusuk dapat dilakukan dalam waktu singkat dan lebih sesuai untuk anak. Tempat uji
kulit yang paling baik adalah pada daerah volar lengan bawah dengan jarak sedikitnya 2
sentimeter dari lipat siku dan pergelangan tangan. Setetes ekstrak alergen dalam
gliserin (50% gliserol) diletakkan pada permukaan kulit. Lapisan superfisial kulit
ditusuk dan dicungkil ke atas memakai lanset atau jarum yang dimodifikasi, atau
dengan menggunakan jarum khusus untuk uji tusuk. Ekstrak alergen yang digunakan
1.000-10.000 kali lebih pekat daripada yang digunakan untuk uji intradermal. Dengan
menggunakan sekitar 5 ml ekstrak pada kulit, diharapkan risiko terjadinya reaksi
anafilaksis akan sangat rendah. Uji tusuk mempunyai spesifitas lebih tinggi
dibandingkan dengan uji intradermal, tetapi sensitivitasnya lebih rendah pada
konsentrasi dan potensi yang lebih rendah. Kontrol Untuk kontrol positif digunakan
0,01% histamin pada uji intradermal dan 1% pada uji tusuk. Kontrol negatif dilakukan
untuk menyingkirkan kemungkinan reaksi dermografisme akibat trauma jarum. Untuk
kontrol negatif digunakan pelarut gliserin. Antihistamin dapat mengurangi reaktivitas
kulit. Oleh karena itu, obat yang mengandung antihistamin harus dihentikan paling
sedikit 3 hari sebelum uji kulit. Pengobatan kortikosteroid sistemik mempunyai
pengaruh yang lebih kecil, cukup dihentikan 1 hari sebelum uji kulit dilakukan. Obat
golongan agonis β juga mempunyai pengaruh, akan tetapi karena pengaruhnya sangat
kecil maka dapat diabaikan. Usia pasien juga mempengaruhi reaktivitas kulit walaupun
pada usia yang sama dapat saja terjadi reaksi berbeda. Makin muda usia biasanya
mempunyai reaktivitas yang lebih rendah. Uji kulit terhadap alergen yang paling baik
adalah dilakukan setelah usia 3 tahun. Reaksi terhadap histamin dibaca setelah 10 menit
dan terhadap alergen dibaca setelah 15 menit. Reaksi dikatakan positif bila terdapat rasa
gatal dan eritema yang dikonfirmasi dengan adanya indurasi yang khas yang dapat
dilihat dan diraba. Diameter terbesar (D) dan diameter terkecil (d) diukur dan reaksi
dinyatakan ukuran (D+d):2. Pengukuran dapat dilakukan dengan melingkari indurasi
dengan pena dan ditempel pada suatu kertas kemudian diukur diameternya. Kertas
dapat disimpan untuk dokumentasi. Dengan teknik dan interpretasi yang benar, alergen
dengan kualitas yang baik maka uji ini mempunyai spesifitas dan sensitivitas yang
tinggi disamping mudah, cepat, murah, aman dan tidak menyakitkan. Uji gores kulit
(SPT) disarankan sebagai metode utama untuk diagnosis alergi yang dimediasi IgE
dalam sebagian besar penyakit alergi. Memiliki keuntungan relatif sensitivitas dan
spesifisitas, hasil cepat, fleksibilitas, biaya rendah, baik tolerabilitas, dan demonstrasi
yang jelas kepada pasien alergi mereka. Namun akurasinya tergantung pelaksana,
pengamatan dan interpretasi variabilitas. 
3. Injeksi intradermal
Sejumlah 0,02 ml ekstrak alergen dalam 1 ml semprit tuberkulin disuntikkan secara
superfisial pada kulit sehingga timbul 3 mm gelembung. Dimulai dengan konsentrasi
terendah yang menimbulkan reaksi, kemudian ditingkatkan berangsur masing-masing
dengan konsentrasi 10 kali lipat sampai menimbulkan indurasi 5-15 mm. 3 Uji
intradermal ini seringkali digunakan untuk titrasi alergen pada kulit.Tes alergi
pengujian injeksi intradermal tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin untuk
aeroallergens dan makanan, tetapi mungkin untuk mendeteksi  racun dan diagnosis
alergi obat. Ini membawa resiko lebih besar anafilaksis dan harus dilakukan dengan
tenaga medis yang berkopeten melalui pelatihan spesialis.

9.Uji Gores (Scratch Test)

Uji gores kulit (SPT)adalah prosedur yang membawa resiko yang relatif rendah, namun
reaksi alergi sistemik telah dilaporkan. Karena test adalah perkutan, langkah-langkah
pengendalian infeksi sangat penting.

 Pasien harus benar-benar dan tepat mengenai risiko dan manfaat.


 Masing-masing pasien kontraindikasi dan tindakan pencegahan harus
diperhatikan. 
 Uji gores kulit  harus dilakukan oleh yang terlatih dan berpengalaman staf
medis dan paramedis, di pusat-pusat dengan fasilitas yang sesuai untuk mengobati
reaksi alergi sistemik (anafilaksis).
 Praktisi medis yang bertanggung jawab harus memesan panel tes untuk setiap
pasien secara individual, dengan mempertimbangkan karakteristik pasien, sejarah
dan temuan pemeriksaan, dan alergi eksposur termasuk faktor-faktor lokal.
 Staf teknis perawat dapat melakukan pengujian langsung di bawah
pengawasan medis (dokter yang memerintahkan prosedur harus di lokasi pelatihan
yang memadai sangat penting untuk mengoptimalkan hasil reproduktibilitas.
 Kontrol positif dan negatif sangat penting. 
 Praktisi medis yang bertanggung jawab harus mengamati reaksi dan
menginterpretasikan hasil tes dalam terang sejarah pasien dan tanda-tanda.
 Hasil tes harus dicatat dan dikomunikasikan dalam standar yang jelas dan
bentuk yang dapat dipahami oleh praktisi lain.
 Konseling dan informasi harus diberikan kepada pasien secara individual,
berdasarkan hasil tes dan karakteristik pasien dan lingkungan setempat.

Anda mungkin juga menyukai